0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
89 tayangan8 halaman
Pemerintah Indonesia berencana mengembangkan industri halal untuk meningkatkan ekspor dan pariwisata. Beberapa langkah yang akan dilakukan antara lain mempromosikan produk halal ke pasar global, meningkatkan sertifikasi produk halal, serta melatih SDM agar dapat bersaing di industri halal.
Pemerintah Indonesia berencana mengembangkan industri halal untuk meningkatkan ekspor dan pariwisata. Beberapa langkah yang akan dilakukan antara lain mempromosikan produk halal ke pasar global, meningkatkan sertifikasi produk halal, serta melatih SDM agar dapat bersaing di industri halal.
Pemerintah Indonesia berencana mengembangkan industri halal untuk meningkatkan ekspor dan pariwisata. Beberapa langkah yang akan dilakukan antara lain mempromosikan produk halal ke pasar global, meningkatkan sertifikasi produk halal, serta melatih SDM agar dapat bersaing di industri halal.
Oleh: KELAS 7F DIV AKUNTANSI KELOMPOK 2 - Diego Boyoh Fredi Spancer (8) - Ikhsantino Akbar (16) - Randi Hermawan (24) - Sardi Ramdhani (27) - Tri Utami Nurul Hidayah (30)
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA 2014
ACCOUNTING THEORY CHAPTER 3: ACCOUNTING THEORY CONSTRUCTION KELOMPOK 2
1. PRAGMATIC THEORIES a. DESCRIPTIVE PRAGMATIC APPROACH Teori ini didasarkan pengamatan secara terus menerus pada kebiasaan akuntan dalam menyalin prosedur dan prinsip akuntansi mereka. Teori akan dikembangkan dari observasi bagaimana akuntan bertindak dalam situasi tertentu serta dapat diuji dengan mengobservasi apakah akuntan melakukan apa yang dianjurkan oleh teori tersebut. Beberapa kritik pada pendekatan ini pada theory construction: i. Pada Descriptive pragmatic approach tidak terdapat penilaian analisis pada kualitas tindakan akuntan, tidak ada penilaian apakah akuntan melaporkan tentang bagaimana yang seharusnya dia lakukan. ii. Pendekatan ini tidak memungkinkan perubahan karena berupa pengamatan yang terus menerus.
iii. Pada Descriptive pragmatic approach memfokuskan perhatian pada kebiasaan akuntan, bukan pada mengukur atribut organisasi, seperti asset, liabilities dan profit. Pada Descriptive pragmatic approach tidak memperhatikan fenomena akuntansi. Sterling menyimpulkan bahwa pendekatan pragmatic tidak sesuai bagi pembentukan teori akuntansi. Kesimpulannya berhubungan dengan teori normative dimana menunjukkan bagaimana akuntansi seharusnya dilaksanakan, dibanding pada teori pragmatic yang menjelaskan real world practices.
b. PSYCHOLOGICAL PRAGMATIC APPROACH Pada Psychological Pragmatic Approach mengharuskan pembuat teori melakukan pengamatan terhadap respon pengguna informasi akuntansi atas informasi akuntansi yang diperolehnya, apakah informasi tersebut berguna dan mencakup informasi yang relevan. Permasalahan dengan teori ini adalah sebagian pengguna dapat bertindak secara tidak logis, sebagian mungkin memiliki respon prasyarat, dan lainnya mungkin tidak bereaksi ketika seharusnya bereaksi. Teori ini dikhususkan pada teori keputusan dan mengujinya pada sampel dalam jumlah besar, dan tidak berkonsentrasi pada respon individu (fokus pada mayoritas).
2. SYNTACTIC AND SEMANTIC THEORIES a. SEMANCTIC THEORIES menekankan pembahasan pada masalah penyimbolan dunia nyata atau realitas (kegiatan perusahaan) ke dalam tanda-tanda bahasa akuntansi (elemen laporan keuangan) sehingga orang dapat membayangkan kegiatan fisik perusahaan tanpa harus secara langsung menyaksikan kegiatan tersebut. b. SYNTACTIC THEORIES membahas masalah-masalah tentang bagaimana kegiatan-kegiatan perusahaan yang telah dirumuskan secara semantik dalam elemen-elemen keuangan dapat diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Masukan semantic adalah transaksi, dan pertukaran voucher, jurnal dan buku besar. Masukannya lalu dimanipulasi dalam premis dan asumsi historical cost Output dikritik karena tidak ada verifikasi empiris independen dari hasil kalkulasinya Dikritik karena perhitungan yang tidak akurat, ex: different types of monetary measures are added together
Output mungkin secara sintactic akurat tapi tidak bernilai karena tidak ada keakuratan secara semantic (a lack of correspondence with real-world events, transactions or values) Historic cost memberikan output yang akurat namun sedikit kegunaan, yang mana tidak berguna dalam pengambilan keputusan, kecuali untuk memverifikasi entry akun.
3. NORMATIVE THEORIES Tahun 1950an dan 1960an merupakan masa kejayaan dari penelitian akuntansi normative. Selama periode ini, perhatian para peneliti akuntansi menjadi lebih tertuju pada rekomendasi kebijakan dan apa yang seharusnya dilakukan, daripada menganalisa dan menjelaskan praktek yang diterima saat itu. Teori normative pada periode itu berkonsentrasi pada penciptaan laba sesungguhnya (true income) dalam suatu periode akuntansi dan diskusi tentang tipe informasi akuntansi yang akan berguna dalam pembuatan keputusan ekonomi (decision-usefulness). 1. True income berkonsentrasi pada penciptaan suatu pengukuran tunggal untuk asset dan perhitungan laba yang unik (dan benar). Akan tetapi, tidak ada persetujuan terhadap apa yang mendasari suatu pengukuran nilai dan laba yang benar. Kebanyakan literature selama periode ini terdiri atas debat akademik tentang kelebihan dan kekurangan sistem pengukuran alternatif. 2. Decision-usefulness berasumsi bahwa tujuan dasar dari akuntansi adalah untuk membantu proses pembuatan keputusan oleh pengguna tertentu dari laporan akuntansi dengan menyediakan data akuntansi yang berguna, atau relevan; contohnya, membantu para investor untuk memutuskan apakah akan membeli, menyimpan, atau menjual saham. Salah satu pengujian kegunaan data akuntansi yang telah didiskusikan adalah reaksi pragmatis psikologis terhadap suatu data.
Pada dasarnya, teori decision-usefulness merupakan teori pengukuran akuntansi. Teori ini bersifat normative karena membuat beberapa asumsi berikut: 1. Akuntansi seharusnya menjadi suatu system pengukuran 2. Laba dan nilai dapat diukur dengan tepat 3. Akuntansi keuangan berguna untuk membuat keputusan ekonomi 4. Pasar tidak efisien atau dapat dibodohi oleh akuntan kreatif 5. Akuntansi konvesional tidak efisien (dalam konteks informasi) 6. Terdapat satu pengukuran laba yang unik Asumsi-asumsi ini jarang diberlakukan dalam pengujian empiris. Pendukung teori ini biasanya menggambarkan system akuntansi yang dihasilkan sebagai sesuatu yang ideal. Mereka merekomendasikannya untuk menggantikan biaya historis dan menentukan penggunaannya.
Para peneliti normative memberi label pendekatan mereka dalam formulasi teori sebagai sesuatu yang ilmiah dan, pada umumnya, mendasarkan teori mereka pada dalil-dalil analitis (sintaktik) dan empiris (induktif). Secara konsep, teori normative pada era 1950an dan 1960an dimulai dengan sebuah pernyataan dari bidang (lingkup) dan tujuan akuntansi, asumsi-asumsi yang mendasari suatu system akuntansi, dan definisi dari semua konsep kunci. Pertanyaan penting dalam riset akuntansi ini adalah mengenai kegunaan dari data akuntansi. Untuk mengetahui kegunaan data akuntansi bagi pengguna laporan keuangan biasanya yang dilakukan adalah mengambil data output dari system akuntansi tertentu yang didasarkan pada keseluruhan teori dan menentukan apakah data tersebut dapat membantu para pembuat keputusan membuat keputusan yang benar. Hal ini merupakan pendekatan langsung untuk menguji teori akuntansi.
3. POSITIVE THEORIES Menguji atau menghubungkan hipotesa atau teori kembali pada pengalaman atau fakta yang terjadi di dunia nyata. Positive accounting research pada awalnya berfokus pada pengujian empiris beberapa asumsi yang dibuat oleh para normative accounting theorists. Perhatian utama dari positive theory adalah menjelaskan alasan dari suatu praktik sekarang dan memprediksi peran dari accounting dan informasi terkait dalam pengambilan keputusan dari suatu individu, perusahaan atau pihak lain yang berkontribusi pada jalannya pasar dan ekonomi. Perbedaan utama antara normative theories dan positive theories adalah bahwa normative theories bersifat menentukan bagaimana seseorang, contohnya akuntan, harus bersikap untuk meraih outcome yang dinilai benar. Sementara positive theories berusaha menggambarkan dan menjelaskan kenapa seseorang bersikap ketika menghadapi suatu keadaan. Positive accounting theory dapat menyediakan pemahaman akan peran dari akuntansi yang dapat digunakan dalam mengembangkan normative theories untuk meningkatkan praktik akuntansi. Positive theories menggambarkan, menjelaskan atau memprediksi fenomena. Dimulai pada saat terdapat suatu anomali dalam sebuah teori dan peneliti mengembangkan suatu teori yang dapat menjelaskan anomali tersebut dan mengujinya.
4. DIFFERENT PERSPECTIVE a. Penelitian Ilmiah Pendekatan Ilmiah bersifat sangat terstruktur dan terencana dalam hal perencanaan risetnya, dimana masalah, hipotesis, dan teknik penelitian dinyatakan dengan jelas. Perumusan teori ini dimulai dari pengetahuan sebelumnya yang sudah diterima secara ilmiah. Ketika kita melihat realitas di dunia tidak sesuai dengan teori tersebut, maka realitas tersebut akan kita uji.
Asumsi :
- Dunia yang diteliti merupakan realitas objektif; - Variabel yang diteliti stabil di semua perusahaan, segala industri dan setiap waktu. Kritik untuk pendekatan ini: Penelitian dengan skala statistik yang besar cenderung menyamakan segala hal. Ini menyebabkan dunia penelitian jauh dari dunia praktisi. Maka kemudian, dikenal pendekatan naturalistic (alamiah).
b. Penelitian Alamiah Idenya adalah bahwa kita melakukan penelitian sealami mungkin. Pendekatan ini memiliki dua implikasi: - Tidak ada asumsi atau teori yang terbentuk sebelumnya; - Fokus pada masalah spesifik perusahaan. Penelitian naturalistik dimulai dari situasi khusus, tujuan utama adalah untuk menjawab pertanyaan: Apa yang terjadi di sini?, bukan untuk memberikan kondisi yang dapat digeneralisasikan untuk segmen masyarakat luas. Pendekatan yang paling pas dengan teori ini adalah dengan studi kasus. Tomkins dan Groves melihat pendekatan penelitian naturalistik lebih tepat untuk asumsi ontologis yang berbeda. Asumsi ontologism (bagaimana seseorang melihat dunia) berpengaruh terhadap epistemologis (bagaimana pengetahuan didapatkan). Untuk lebih menjelaskan ontologi dan gaya penelitian yang berbeda yang dapat digunakan, mari kita lihat dasar-dasar asumsi ontologism: 1. Realitas adalah struktur konkret 2. Realitas adalah proses konket 3. Realitas adalah sebuah bidang informasi yang kontekstual 4. Realitas adalah sebuah wacana simbolik 5. Realitas adalah konstruksi sosial 6. Realitas adalah proyeksi dari imajinasi manusia Source: G. Morgan, Accounting As Reality Construction: Towards a New Epistemolosy for Accounting Practice, Accounting Organizations and Society, Vol. 13, No. 5 (1988), pp. 477-85. Semakin ke bawah (1-6), maka tingkat konkritasnya semakin berkurang. Kategori 1 mengasumsikan bahwa dunia itu konkret dan stabil, dan kategori 6 sebaliknya, tidak stabil dan banyak unsur manusiawinya. Untuk kategori 1-3, lebih tepat menggunakan pendekatan ilmiah. Dan untuk kategori 4-6, pendekatan naturalistic dianggap lebih tepat. Seperti yang disebutkan sebelumnya, asumsi ontologism yang berbeda menyiratkan pendekatan epistemologis dan metode penelitian yang berbeda. Untuk memudahkan pemahaman, berikut perbandingannya disajikan dalam tabel.
Penelitian Scientific Penelitian Naturalistik
Asumsi Ontologi - Realitas itu objektif dan konkret - Akuntansi itu realitas yang objektif - Realitas itu konstruksi sosial dan produk dari imajinasi manusia - Akuntansi itu realitas yang dibentuk Pendekatan epistemologi - Peningkatan pengetahuan sedikit demi sedikit - Reduksionisme - Pengujian hipotesis individual - Mampu generalisir hukum - Holistic - Kompleksitas dunia tidak bisa dipecahkan dengan reduksionisme - Hukum tidak dapat direduksi Metodologi - Terstruktur - Berdasar teori sebelumnya - Validasi empiris atau ekstensi - Tidak terstruktur - Tidak berdasar teori sebelumnya Metode - Model formulasi sintaktis - Hipotesis berdasarkan Induksi empiris - Metode statistik yang tepat - Studi kasus - Ekslorasi yang fleksibel - Pengalaman dari peristiwa
5. SCIENTIFIC APPROACH APPLIED TO ACCOUNTING Kesalahpahaman terhadap tujuan Terdapat sebuah kesalahpahaman besar dalam usaha pengaplikasian pendekatan ilmiah terhadap akuntansi. Beberapa orang meyakini usaha ini bertujuan memisahkan peneliti dari praktisi akuntansi. Sudut pandang ini bukanlah tujuan dari pendekatan tersebut. Seorang ilmuwan adalah seseorang yang menggunakan metode ilmiah dan pada dasarnya adalah seorang peneliti. Profesi medis dapat menjadi sebuah analogi yang baik terhadap perbandingan peneliti dan praktisi, serta penggunaan dan efek dari metode ilmiah. Peneliti medis adalah seorang ilmuwan, tetapi praktisi medis (misalnya dokter) bukanlah seorang ilmuwan. Dokter adalah seorang profesional yang mendiagnosis penyakit dan menyarankan resep pengobatan. Ilmu pendiagnosaan dan penyusunan resep didapat dari penelitian ilmiah yang dilakukan oleh peneliti medis. Namun, seperti bidang-bidang lainnya, tidak semua jawaban atas pertanyaan medis ditemukan melalui penelitian ilmiah. Kesimpulan dari sebuah penelitian selalu bersifat umum,
sementara para praktisi menemukan kasus-kasus spesifik yang mungkin tidak tepat jika ditindaklanjuti dengan menggunakan kesimpulan secara umum. Untuk alasan inilah, pendapat praktisi selalu dibutuhkan dalam pengaplikasian hasil penelitian yang bersifat umum. Hal yang signifikan adalah praktisi bertingkah laku sebagai peneliti dalam prakteknya, yaitu memandang dengan serius bahwa bukti untuk mendukung sebuah diagnosis atau pengobatan sangat penting. Akuntan yang meyakini dalam pendekatan ilmiah membutuhkan bukti empiris dan penjelasan logis untuk mendukung praktik akuntansi sehingga praktisi dapat merekomendasi metode yang paling sesuai untuk situasi yang terjadi dengan bukti- bukti yang ada. Kesalahpahaman lain yang umum terjadi tentang pengaplikasian sudut pandang ilmiah dalam akuntansi adalah keinginan untuk mengetahui kebenaran absolut, yang tentu saja tidak mungkin. Bagaimanapun, semua yang berdebat tentang pendekatan ilmiah terhadap formulasi teori berpendapat tidak ada hasilnya mencari yang tidak mungkin. Argumen tersebut didasarkan kepada kesalahan konsep bahwa ilmu pengetahuan dapat menggali dan menemukan kebenaran absolut. Metode ilmiah tidaklah sempurna. Metode ilmiah adalah penemuan manusia untuk membantu kita memastikan apakah sebuah pernyataan dapat dianggap realistis atau tidak. Struktur dari proses dimana ketetapan ini dibuat adalah tidak ada seorang pun yang mengklaim kebenaran absolut dalam ilmu pengetahuan. Kebenaran ilmiah bersifah sementara. Sebuah pernyataan atau teori akan diterima hanya jika peneliti-peneliti di bidang yang sama memutuskan bahwa bukti-bukti yang disertakan cukup meyakinkan. Sejarah menunjukkan bahwa penggantian, penyesuaian, dan modifikasi teori dapat segera dilakukan bersamaan dengan munculnya buti-bukti baru.