Anda di halaman 1dari 8

ACCOUNTING THEORY

CHAPTER 3: ACCOUNTING THEORY CONSTRUCTION













Oleh:
KELAS 7F DIV AKUNTANSI
KELOMPOK 2
- Diego Boyoh Fredi Spancer (8)
- Ikhsantino Akbar (16)
- Randi Hermawan (24)
- Sardi Ramdhani (27)
- Tri Utami Nurul Hidayah (30)


SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
2014



ACCOUNTING THEORY
CHAPTER 3: ACCOUNTING THEORY CONSTRUCTION
KELOMPOK 2



1. PRAGMATIC THEORIES
a. DESCRIPTIVE PRAGMATIC APPROACH
Teori ini didasarkan pengamatan secara terus menerus pada kebiasaan akuntan
dalam menyalin prosedur dan prinsip akuntansi mereka. Teori akan dikembangkan
dari observasi bagaimana akuntan bertindak dalam situasi tertentu serta dapat diuji
dengan mengobservasi apakah akuntan melakukan apa yang dianjurkan oleh teori
tersebut.
Beberapa kritik pada pendekatan ini pada theory construction:
i. Pada Descriptive pragmatic approach tidak terdapat penilaian analisis pada
kualitas tindakan akuntan, tidak ada penilaian apakah akuntan melaporkan
tentang bagaimana yang seharusnya dia lakukan.
ii. Pendekatan ini tidak memungkinkan perubahan karena berupa pengamatan
yang terus menerus.


iii. Pada Descriptive pragmatic approach memfokuskan perhatian pada kebiasaan
akuntan, bukan pada mengukur atribut organisasi, seperti asset, liabilities dan
profit. Pada Descriptive pragmatic approach tidak memperhatikan fenomena
akuntansi.
Sterling menyimpulkan bahwa pendekatan pragmatic tidak sesuai bagi
pembentukan teori akuntansi. Kesimpulannya berhubungan dengan teori
normative dimana menunjukkan bagaimana akuntansi seharusnya dilaksanakan,
dibanding pada teori pragmatic yang menjelaskan real world practices.

b. PSYCHOLOGICAL PRAGMATIC APPROACH
Pada Psychological Pragmatic Approach mengharuskan pembuat teori melakukan
pengamatan terhadap respon pengguna informasi akuntansi atas informasi
akuntansi yang diperolehnya, apakah informasi tersebut berguna dan mencakup
informasi yang relevan. Permasalahan dengan teori ini adalah sebagian pengguna
dapat bertindak secara tidak logis, sebagian mungkin memiliki respon prasyarat, dan
lainnya mungkin tidak bereaksi ketika seharusnya bereaksi. Teori ini dikhususkan
pada teori keputusan dan mengujinya pada sampel dalam jumlah besar, dan tidak
berkonsentrasi pada respon individu (fokus pada mayoritas).

2. SYNTACTIC AND SEMANTIC THEORIES
a. SEMANCTIC THEORIES
menekankan pembahasan pada masalah penyimbolan dunia nyata atau realitas
(kegiatan perusahaan) ke dalam tanda-tanda bahasa akuntansi (elemen laporan
keuangan) sehingga orang dapat membayangkan kegiatan fisik perusahaan tanpa
harus secara langsung menyaksikan kegiatan tersebut.
b. SYNTACTIC THEORIES
membahas masalah-masalah tentang bagaimana kegiatan-kegiatan perusahaan
yang telah dirumuskan secara semantik dalam elemen-elemen keuangan dapat
diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan.
Masukan semantic adalah transaksi, dan pertukaran voucher, jurnal dan buku
besar.
Masukannya lalu dimanipulasi dalam premis dan asumsi historical cost
Output dikritik karena tidak ada verifikasi empiris independen dari hasil
kalkulasinya
Dikritik karena perhitungan yang tidak akurat, ex: different types of monetary
measures are added together


Output mungkin secara sintactic akurat tapi tidak bernilai karena tidak ada
keakuratan secara semantic (a lack of correspondence with real-world events,
transactions or values)
Historic cost memberikan output yang akurat namun sedikit kegunaan, yang mana
tidak berguna dalam pengambilan keputusan, kecuali untuk memverifikasi entry
akun.

3. NORMATIVE THEORIES
Tahun 1950an dan 1960an merupakan masa kejayaan dari penelitian akuntansi
normative. Selama periode ini, perhatian para peneliti akuntansi menjadi lebih tertuju
pada rekomendasi kebijakan dan apa yang seharusnya dilakukan, daripada
menganalisa dan menjelaskan praktek yang diterima saat itu. Teori normative pada
periode itu berkonsentrasi pada penciptaan laba sesungguhnya (true income) dalam
suatu periode akuntansi dan diskusi tentang tipe informasi akuntansi yang akan berguna
dalam pembuatan keputusan ekonomi (decision-usefulness).
1. True income berkonsentrasi pada penciptaan suatu pengukuran tunggal untuk asset
dan perhitungan laba yang unik (dan benar). Akan tetapi, tidak ada persetujuan
terhadap apa yang mendasari suatu pengukuran nilai dan laba yang benar.
Kebanyakan literature selama periode ini terdiri atas debat akademik tentang
kelebihan dan kekurangan sistem pengukuran alternatif.
2. Decision-usefulness berasumsi bahwa tujuan dasar dari akuntansi adalah untuk
membantu proses pembuatan keputusan oleh pengguna tertentu dari laporan
akuntansi dengan menyediakan data akuntansi yang berguna, atau relevan;
contohnya, membantu para investor untuk memutuskan apakah akan membeli,
menyimpan, atau menjual saham. Salah satu pengujian kegunaan data akuntansi
yang telah didiskusikan adalah reaksi pragmatis psikologis terhadap suatu data.

Pada dasarnya, teori decision-usefulness merupakan teori pengukuran akuntansi. Teori
ini bersifat normative karena membuat beberapa asumsi berikut:
1. Akuntansi seharusnya menjadi suatu system pengukuran
2. Laba dan nilai dapat diukur dengan tepat
3. Akuntansi keuangan berguna untuk membuat keputusan ekonomi
4. Pasar tidak efisien atau dapat dibodohi oleh akuntan kreatif
5. Akuntansi konvesional tidak efisien (dalam konteks informasi)
6. Terdapat satu pengukuran laba yang unik
Asumsi-asumsi ini jarang diberlakukan dalam pengujian empiris. Pendukung teori ini
biasanya menggambarkan system akuntansi yang dihasilkan sebagai sesuatu yang
ideal. Mereka merekomendasikannya untuk menggantikan biaya historis dan
menentukan penggunaannya.


Para peneliti normative memberi label pendekatan mereka dalam formulasi teori sebagai
sesuatu yang ilmiah dan, pada umumnya, mendasarkan teori mereka pada dalil-dalil
analitis (sintaktik) dan empiris (induktif). Secara konsep, teori normative pada era
1950an dan 1960an dimulai dengan sebuah pernyataan dari bidang (lingkup) dan tujuan
akuntansi, asumsi-asumsi yang mendasari suatu system akuntansi, dan definisi dari
semua konsep kunci.
Pertanyaan penting dalam riset akuntansi ini adalah mengenai kegunaan dari data
akuntansi. Untuk mengetahui kegunaan data akuntansi bagi pengguna laporan
keuangan biasanya yang dilakukan adalah mengambil data output dari system akuntansi
tertentu yang didasarkan pada keseluruhan teori dan menentukan apakah data tersebut
dapat membantu para pembuat keputusan membuat keputusan yang benar. Hal ini
merupakan pendekatan langsung untuk menguji teori akuntansi.

3. POSITIVE THEORIES
Menguji atau menghubungkan hipotesa atau teori kembali pada pengalaman atau fakta
yang terjadi di dunia nyata. Positive accounting research pada awalnya berfokus pada
pengujian empiris beberapa asumsi yang dibuat oleh para normative accounting
theorists.
Perhatian utama dari positive theory adalah menjelaskan alasan dari suatu praktik
sekarang dan memprediksi peran dari accounting dan informasi terkait dalam
pengambilan keputusan dari suatu individu, perusahaan atau pihak lain yang
berkontribusi pada jalannya pasar dan ekonomi.
Perbedaan utama antara normative theories dan positive theories adalah bahwa
normative theories bersifat menentukan bagaimana seseorang, contohnya akuntan,
harus bersikap untuk meraih outcome yang dinilai benar. Sementara positive theories
berusaha menggambarkan dan menjelaskan kenapa seseorang bersikap ketika
menghadapi suatu keadaan.
Positive accounting theory dapat menyediakan pemahaman akan peran dari akuntansi
yang dapat digunakan dalam mengembangkan normative theories untuk meningkatkan
praktik akuntansi.
Positive theories menggambarkan, menjelaskan atau memprediksi fenomena. Dimulai
pada saat terdapat suatu anomali dalam sebuah teori dan peneliti mengembangkan
suatu teori yang dapat menjelaskan anomali tersebut dan mengujinya.

4. DIFFERENT PERSPECTIVE
a. Penelitian Ilmiah
Pendekatan Ilmiah bersifat sangat terstruktur dan terencana dalam hal
perencanaan risetnya, dimana masalah, hipotesis, dan teknik penelitian dinyatakan
dengan jelas. Perumusan teori ini dimulai dari pengetahuan sebelumnya yang sudah
diterima secara ilmiah. Ketika kita melihat realitas di dunia tidak sesuai dengan teori
tersebut, maka realitas tersebut akan kita uji.

Asumsi :


- Dunia yang diteliti merupakan realitas objektif;
- Variabel yang diteliti stabil di semua perusahaan, segala industri dan setiap
waktu.
Kritik untuk pendekatan ini:
Penelitian dengan skala statistik yang besar cenderung menyamakan segala hal. Ini
menyebabkan dunia penelitian jauh dari dunia praktisi. Maka kemudian, dikenal
pendekatan naturalistic (alamiah).

b. Penelitian Alamiah
Idenya adalah bahwa kita melakukan penelitian sealami mungkin. Pendekatan ini
memiliki dua implikasi:
- Tidak ada asumsi atau teori yang terbentuk sebelumnya;
- Fokus pada masalah spesifik perusahaan.
Penelitian naturalistik dimulai dari situasi khusus, tujuan utama adalah untuk
menjawab pertanyaan: Apa yang terjadi di sini?, bukan untuk memberikan kondisi
yang dapat digeneralisasikan untuk segmen masyarakat luas. Pendekatan yang
paling pas dengan teori ini adalah dengan studi kasus.
Tomkins dan Groves melihat pendekatan penelitian naturalistik lebih tepat untuk
asumsi ontologis yang berbeda. Asumsi ontologism (bagaimana seseorang melihat
dunia) berpengaruh terhadap epistemologis (bagaimana pengetahuan didapatkan).
Untuk lebih menjelaskan ontologi dan gaya penelitian yang berbeda yang dapat
digunakan, mari kita lihat dasar-dasar asumsi ontologism:
1. Realitas adalah struktur konkret
2. Realitas adalah proses konket
3. Realitas adalah sebuah bidang informasi yang kontekstual
4. Realitas adalah sebuah wacana simbolik
5. Realitas adalah konstruksi sosial
6. Realitas adalah proyeksi dari imajinasi manusia
Source: G. Morgan, Accounting As Reality Construction: Towards a New
Epistemolosy for Accounting Practice, Accounting Organizations and Society, Vol.
13, No. 5 (1988), pp. 477-85.
Semakin ke bawah (1-6), maka tingkat konkritasnya semakin berkurang. Kategori
1 mengasumsikan bahwa dunia itu konkret dan stabil, dan kategori 6 sebaliknya,
tidak stabil dan banyak unsur manusiawinya. Untuk kategori 1-3, lebih tepat
menggunakan pendekatan ilmiah. Dan untuk kategori 4-6, pendekatan naturalistic
dianggap lebih tepat.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, asumsi ontologism yang berbeda
menyiratkan pendekatan epistemologis dan metode penelitian yang berbeda. Untuk
memudahkan pemahaman, berikut perbandingannya disajikan dalam tabel.







Penelitian Scientific Penelitian Naturalistik


Asumsi Ontologi - Realitas itu objektif dan
konkret
- Akuntansi itu realitas
yang objektif
- Realitas itu konstruksi
sosial dan produk dari
imajinasi manusia
- Akuntansi itu realitas
yang dibentuk
Pendekatan epistemologi - Peningkatan
pengetahuan sedikit
demi sedikit
- Reduksionisme
- Pengujian hipotesis
individual
- Mampu generalisir
hukum
- Holistic
- Kompleksitas dunia tidak
bisa dipecahkan dengan
reduksionisme
- Hukum tidak dapat
direduksi
Metodologi - Terstruktur
- Berdasar teori
sebelumnya
- Validasi empiris atau
ekstensi
- Tidak terstruktur
- Tidak berdasar teori
sebelumnya
Metode - Model formulasi sintaktis
- Hipotesis berdasarkan
Induksi empiris
- Metode statistik yang
tepat
- Studi kasus
- Ekslorasi yang fleksibel
- Pengalaman dari
peristiwa



5. SCIENTIFIC APPROACH APPLIED TO ACCOUNTING
Kesalahpahaman terhadap tujuan
Terdapat sebuah kesalahpahaman besar dalam usaha pengaplikasian pendekatan
ilmiah terhadap akuntansi. Beberapa orang meyakini usaha ini bertujuan memisahkan
peneliti dari praktisi akuntansi. Sudut pandang ini bukanlah tujuan dari pendekatan
tersebut. Seorang ilmuwan adalah seseorang yang menggunakan metode ilmiah dan
pada dasarnya adalah seorang peneliti. Profesi medis dapat menjadi sebuah analogi
yang baik terhadap perbandingan peneliti dan praktisi, serta penggunaan dan efek dari
metode ilmiah.
Peneliti medis adalah seorang ilmuwan, tetapi praktisi medis (misalnya dokter)
bukanlah seorang ilmuwan. Dokter adalah seorang profesional yang mendiagnosis
penyakit dan menyarankan resep pengobatan. Ilmu pendiagnosaan dan penyusunan
resep didapat dari penelitian ilmiah yang dilakukan oleh peneliti medis. Namun,
seperti bidang-bidang lainnya, tidak semua jawaban atas pertanyaan medis ditemukan
melalui penelitian ilmiah. Kesimpulan dari sebuah penelitian selalu bersifat umum,


sementara para praktisi menemukan kasus-kasus spesifik yang mungkin tidak tepat
jika ditindaklanjuti dengan menggunakan kesimpulan secara umum.
Untuk alasan inilah, pendapat praktisi selalu dibutuhkan dalam pengaplikasian
hasil penelitian yang bersifat umum. Hal yang signifikan adalah praktisi bertingkah laku
sebagai peneliti dalam prakteknya, yaitu memandang dengan serius bahwa bukti untuk
mendukung sebuah diagnosis atau pengobatan sangat penting.
Akuntan yang meyakini dalam pendekatan ilmiah membutuhkan bukti empiris dan
penjelasan logis untuk mendukung praktik akuntansi sehingga praktisi dapat
merekomendasi metode yang paling sesuai untuk situasi yang terjadi dengan bukti-
bukti yang ada.
Kesalahpahaman lain yang umum terjadi tentang pengaplikasian sudut pandang
ilmiah dalam akuntansi adalah keinginan untuk mengetahui kebenaran absolut, yang
tentu saja tidak mungkin. Bagaimanapun, semua yang berdebat tentang pendekatan
ilmiah terhadap formulasi teori berpendapat tidak ada hasilnya mencari yang tidak
mungkin. Argumen tersebut didasarkan kepada kesalahan konsep bahwa ilmu
pengetahuan dapat menggali dan menemukan kebenaran absolut. Metode ilmiah
tidaklah sempurna. Metode ilmiah adalah penemuan manusia untuk membantu kita
memastikan apakah sebuah pernyataan dapat dianggap realistis atau tidak. Struktur
dari proses dimana ketetapan ini dibuat adalah tidak ada seorang pun yang mengklaim
kebenaran absolut dalam ilmu pengetahuan. Kebenaran ilmiah bersifah sementara.
Sebuah pernyataan atau teori akan diterima hanya jika peneliti-peneliti di bidang yang
sama memutuskan bahwa bukti-bukti yang disertakan cukup meyakinkan. Sejarah
menunjukkan bahwa penggantian, penyesuaian, dan modifikasi teori dapat segera
dilakukan bersamaan dengan munculnya buti-bukti baru.

Anda mungkin juga menyukai