Anda di halaman 1dari 128

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem
pendidikan Islam, tradisi di Jawa dan Madura yang dalam
perjalanan sejarahnya telah menjadi obyek para sarjana
yang mempelajari Islam di Indonesia.
1
Penelitian terhadap
pesantren selalu menyisakan bagi para peneliti berikutnya,
termasuk pula di dalamnya pesantren Suryalaya. Hal ini
disebabkan pesantren Suryalaya mempunyai peranan yang
dapat dilihat dari berbagai aspek. Bentuk pesantren itu
sendiri, tarekat yang diamalkan dalam pesantren,
pengobatan/terapi maupun sejarah perkembangan pesantren
Suryalaya sering kali menjadi obyek penelitian baik
peneliti dari dalam negeri maupun dari dunia Barat.
2


1
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan Hidup
Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 16.
2
Telah dilakukan beberapa penelitian, diantaranya Martin Van Bruinessen
meneliti tentang tarekat yang ada di pesantren Suryalaya dalam bentuk
ritualnya, Zamakhsyari Dhafir dalam penelitiannya tentang Tradisi Pesantren
menyinggung tentang perkembangan tarekat ini, Haryanto meneliti terhadap
peranan Inabah dalam peranannya sebagai pengobatan terhadap ketergantungan
narkotika, Kharisudin Aqib meneliti peranan TQN Suryala dalam bentuk
tazkiyatun nafsi sebagai metode penyadaran diri dan dalam meneliti sejarah
asal usul dan perkembangan tarekat ini dilakukan oleh Harun Nasution, lihat
Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya Studi
Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN
J akarta, Tahun 2001. hal. 17-19
2
Pesantren yang didirikan oleh Kyai Sepuh yang
terkenal dengan panggilan Abah sepuh bernama Abdullah
Mubarak Ibn Nur Muhammad
3
, mempunyai tradisi
kepesantrenan layaknya pesantren yang lain
4
. Namun
dengan tarekat yang menjadi sumber utama pengajaran,
menyebabkan pesantren ini identik dengan tarekat yang
dianutnya. Nama tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN)
seringkali menggantikan nama pesantren Suryalaya yang
saat ini dipimpin oleh Abah Anom yang bernama Shahibul
Wafa Tajul Arifin.
Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah adalah dua tarekat
yang berbeda, baik pendirinya maupun bentuk ajarannya.
Perpaduan dua tarekat ini merupakan jasa dari seorang
ulama Indonesia yang berasal dari Sambas Kalimantan
Barat bernama Syeikh Ahmad Khatib As Sambasi (lahir

3
Pesantren Suryalaya didirikan pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5
September 1905 M oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad dengan modal
awal sebuah mesjid yang terletak di kampung Godebag, desa Tanjung Kerta.
Pondok Pesantren Suryalaya itu sendiri diambil dari istilah sunda yaitu Surya =
Matahari, Laya =Tempat terbit, jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti
tempat matahari terbit, www.suryalaya.org/sejarah.html diakses tanggal 1 Mei
2010
4
Dibawah naungan Yayasan Serba Bakti yang didirikan pada 11 Maret
1961 telah didirikan pula lembaga pendidikan formal sesuai dengan keperluan
dan kepentingan masyarakat. Lembaga pendididkan yang diselenggarakan dari
mulai tingkat taman kanak-kanak hingga ke perguruan tinggi. Selain untuk
menunjang pendidikan formal, yayasan juga berusaha mendukung berbagai
kepentingan pesantren antara lain; mengatur pengajian bulanan yang biasa
disebut manaqib, baik di Suryalaya maupun di tempat-tempat lainnya,
www.suryalaya.org/yayasan.html diakses tanggal 1 Mei 2010
3
tahun 1802 M), yang bermukim dan meninggal di Mekkah
pada tahun 1878 M.
5

Tarekat Qadiriyah berasal dari Syeikh Abd. Qadir
Jailani. Ia adalah seorang ulama besar sunni yang
bermazhab Hanbali, lahir pada tahun 470 H/1077 M di
J ilan wilayah Iraq sekarang dan meninggal di Baghdad
pada tahun 561 H/1166 M
6
. Syeikh Abd. Qadir Jailani
memimpin madrasah dan ribatnya di Baghdad, pelestarian
tarekatnya didukung penuh oleh putra putrinya hingga
keganasan Hulagu Khan (1258 M/656 H) menghancurkan
keluarga besar Syekh Abd. Qadir al Jailani serta
mengakhiri eksistensi madrasah dan ribathnya di Baghdad
7
.
Salah satu yang membedakan tarekat ini dengan
tarekat lainnya adalah dzikir jahr atau dzikir dengan suara
keras. Dalam melantunkan dzikir jahar, digunakan dengan
tekanan keras, dimaksudkan agar gema suara dzikir yang
kuat dapat mencapai rongga batin mereka yang berdzikir,

5
Hawas Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di
Nusantara, Surabaya, al Ikhlas, 1980, hal 177.
6
HAR. Gibb and J.H. Karamers, Shorter Encyclopedia of Islam, Leiden :
E.J. Eril, 1961, hal. 115.
7
Zurkani Yahya, Asasl Usul Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dan
perkembangannnya dalam Harun Nasution (ed) Tareqat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah: Sejarah Asal Usul dan Perkembangannya, Tasikmalaya :
IAILM, 1990, h. 63.
4
sehingga memancarlah nur dzikir dalam jiwanya.
8

Demikian pula gerakan dzikir pada dzikir tersebut di ulang-
ulang secara pelan-pelan, kemudian semakin lama semakin
cepat. Setelah terasa meresap dalam jiwa maka terasa
panasnya dzikir itu ke seluruh bagian tubuh
9
.
Sementara itu tarekat Naqsabandiah yang dipadukan
dengan tarekat Qadiriyah juga sering disebut dengan
tarekat Khawajakiyah. Penamaan Naqsabandiyah
dinisbahkan kepada seorang sufi besar bernama
Muhammad Ibn Muhammad Bahauddin al Uwaisi al
Bukhari al Naqsabandi
10
suatu daerah di Bukhara wilayah
Yugoslavia saat ini. Adapun penamaan yang kedua
(Khawajakiyah) dinisbahkan kepada Abd. Khaliq
Ghujdawani yang wafat pada tahun 1220 M. Sebenarnya
ulama kedua inilah peletak dasar tarekat Naqsabandiyah.
An Naqsabandy menambahkan ajaran dari Abd Khaliq
Ghujdawani 3 ajaran pokok sehingga seluruhnya menjadi
sebelas.
11


8
KH. Shohibul Wafa Tadjul Arifin, Miftah al-Shudur, Terj. H. Aboe
Bakar Atjeh, Kunci Pembuka Dada, Kutamas, Sukabumi, t.t, hlm. 24.
9
Asmaran AS.,Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1994,hlm.81.
10
Ulama besar ini hidup antara tahun 717 H/1317 M-791H/1389M, lihat
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Solo, Ramadhani, 1992, hal. 319.
11
J. Spencer Trimingham, hal. 62-63.
5
Tarekat Naqsabandiyah menggunakan dzikir khafi/
sirr (tidak terdengar). Dzikir ini juga diamalkan dalam
TQN. Dzikir khafi dilakukan dengan tanpa suara dan kata-
kata, hanya hati yang mengucapkan (lafadz Ismudzat).
Dzikir ini hanya memenuhi qalbu dengan kesadaran yang
sangat dekat dengan Allah, seirama dengan detak jantung
serta mengikuti keluar-masuknya nafas. Caranya mula-
mula mulut berdzikir Allah, Allah diikuti hadirnya hati.
Lalu lidah berdzikir sendiri, dengan dzikir tanpa sadar-
kekuatan akal tidak berjalan melainkan terjadi sebagai
ilham yang tiba-tiba masuk ke dalam hati, kemudian naik
ke mulut sehingga lidah bergerak sendiri mengucapkan
Allah-Allah
12
. Pada dzikir ini, pikiran diarahkan kepada
hati, dan hati kepada Allah. Selama dzikir berlangsung,
perlu adanya wuquf al-qalbi (keterjagaan hati), dan dzikir
harus banyak diucapkan agar kesadaran dan keberadaan
Allah, yang merupakan esensi hakekat manusia, bisa lahir
dalam hati.
13

Masuknya tarekat qadiriyah dan naqsabandiyah ke
daerah haramain diterangkan oleh berbagai ilmuwan.

12
M. Zain Abdullah, op. cit., hlm. 66.
13
Mir Valiuddin, Contemplative Disiplines in Sufism, Terj. M.S.
Nasrullah, Dzikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, Pustaka Hidayah, Bandung
2000, hlm. 144.
6
Snouck Hurgronje memberitakan ketika ia belajar di
Mekah menyamar sebagai seorang muslim, melihat adanya
markas besar tarekat Naqsabandiyah di kaki gunung Jabal
Qais
14
. Demikian pula menurut Trimingham seorang
Syaikh dari Minangkabau dibaiat di Mekah pada tahun
1845
15
. Menurut Van Bruneissen baik tarekat qadiriyah
maupun naqsabandiyah dibawa ke tanah mekkah melalui
para pengikutnya dari India.
16

Di Makkah ini dan khususnya di Masjid al-Haram,
muncul pusat-pusat diskusi (halaqah-halaqah) atau ribth-
ribth dalam berbagai disiplin ilmu agama termasuk
pengembangan ajaran-ajaran tarekat. Dan kemudian dalam
perkembangan selanjutnya pada abad ke-18 muncul sebuah
tarekat yang dimodifikasi dari gabungan Tarekat Qadiriyah
dan Naqsabandiyah oleh Syekh Ahmad Khatib Sambasi
dengan nama Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
17
.
Syeikh Akhmad Khatib As Sambasi yang berhasil
memadukan kedua tarekat tersebut tidak memakai namanya

14
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesntren studi tentang Pandangan Hidup
Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal.141
15
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam (London, Oxford,
New York, Oxfor University Press, 1971), hal. 122
16
Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Survey Historis,
Geografis, dan Sosiologis, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 72-73
17
Shohimun Faisol dan Muhammad, dalam makalah Kontribusi Tarekat
Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Dalam Dakwah Islamiyah Di Lombok, hal 5
7
untuk perpaduan kedua tarekat tersebut. Syeikh Akhmad
Khatib as Sambasi yang notabene berasal dari Indonesia
berusaha menyebarkan TQN kepada orang-orang yang
berasal dari Indonesia.
Sebagai seorang guru tarekat, ia mengangkat
muridnya yang dianggap dipercaya atau sering disebut
khalifah yang sewaktu-waktu menjadi asistennya dalam
memperlancar proses transformasi ajarannya. Mereka para
khalifah tersebut adalah tiga orang yang dianggap paling
berpengaruh dan menonjol yaitu; Syekh Abdul Karim yang
berasal dari Banten, Syekh Ahmad Hasbullah ibn
Muhammad yang berasal dari Madura, dan Syekh Tholhah
yang berasal dari Cirebon.
18
Syekh Tholhah merupakan
guru dari Abah Sepuh pendiri pondok pesantren
Suryalaya. Pada tahun 1908 Syeikh Tholhah memberikan
khirqoh (legitimasi penguatan sebagai guru mursyid)
kepada Abah Sepuh atau tepatnya tiga tahun setelah
pesantren berdiri.
19

Zamakhsyari Dhofier menyebutkan bahwa di tahun
tujuh puluhan, empat pusat utama TQN di Jawa, yaitu:
Rejoso, Jombang di bawah pimpinan Kiai Tamim;

18
Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas Masyarakat
Modern, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 100
19
www.suryalaya.org/sejarah.html diakses tanggal 1 Mei 2010
8
Mranggen dipimpin oleh Kiai Muslih, Suryalaya,
Tasikmalaya di bawah pimpinan K.H. Shohibul wafa Tajul
Arifin (Abah Anom); dan Pegentongan,Bogor dipimpin
Kiai Thohir Falak. Silsilah Rejoso didapat dari jalur Ahmad
Hasbullah, Suryalaya dari jalur Kiai Tolhah. Cirebon dan
yang lainnya dari jalur Syaikh Abd. Al-Karim Banten dan
khalifah-khalifah.
20

Kepemimpinan Abah Anom telah memberikan
perkembangan bagi TQN pada Pesantren Suryalaya.
Pesantren tidak hanya sebagai pusat pengembangan TQN
tetapi juga mempunyai peranan dalam penyembuhan anak-
anak remaja yang mempunyai ketergantungan terhadap
narkotika dan zat terlarang lainnya. Dengan menggunakan
metode riyadlah dalam tarekat ini, Abah Anom
mengembangkan psikoterapi alternatif untuk kesembuhan
bagi mereka yang mempunyai penyakit psikis dan
penyakit-penyakit fisik akibat gangguan psikhis
(psikosomatik) karena penyalahgunaan obat-obatan
terlarang
21
.

20
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesntren studi tentang Pandangan Hidup
Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 90.
21
Shahibul Wafa Tajul Arifin, Uqud al Juman, Tanbih, Jakarta, Yayasan
Serba Bhakti, Ponpes suryalaya, 1995, hal 84-85.
9
Untuk kepentingan terapi ini, kemursyidan TQN
membuka cabang-cabang pondok pesantren dalam
bentuk inabah
22
yang menurut Kharisudin Aqib pondok
inabah ini merupakan suatu bentuk ijtihad metode suluk
atau khalwat yang lazim dipraktekkan dalam tradisi
tasawuf dalam rangka pembersihan jiwa (tazkiyatun
nafsi)
23
. Pada saat ini inabah-inabah tersebut berjumlah 25
buah, 6 (enam) diantaranya tidak aktif.
24

TQN di Pesantren Suryalaya telah menjelma dalam
bentuk tarekat perpaduan dengan berbagai tradisi yang
dimilikinya. Amalan-amalan tarekat yang terdapat TQN
dapat digolongkan pada amalan khusus dan amalan umum.
Amalan khusus adalah amalan yang harus benar-benar
diamalkan oleh pengikut sebuah tarekat dan tidak
diamalkan oleh orang di luar tarekat atau pengikut tarekat
lain, amalan ini bisa bersifat individual ataupun kolektif.
Yang termasuk individual adalah dzikir, muroqabah,

22
Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu
(mengembalikan) sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan,
maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke
jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-Quran
yakni dalam Luqman surat ke-31 ayat ke-15, Surat ke-42, Al-Syura ayat ke-10;
dan pada surat yang lainnya, lihat www.suryalaya.org/inabah.html diakses
tanggal 1 Mei 2010.
23
Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah Suryalaya
Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN
J akarta, Tahun 2001. hal. 151
24
www.suryalaya.org/inabah.html diakses tanggal 1 Mei 2010.
10
rabitah, mengamalkan syariat, melaksanakan amalan-
amalan sunnah, berperilaku zuhud dan wara, khalwat atau
uzlah. Sedangkan amalan kolektif adalah khataman.
Adapun yang termasuk dengan amalan-amalan umum
adalah amalan yang ada dan menjadi tradisi dalam tarekat
tetapi amalan juga biasa dilakukan oleh masyarakat Islam
di luar pengikut tarekat. Yang termasuk individual adalah
wirid, tawashul, hizib, ataqah atau fida akbar dan yang
termasuk kolektifnya adalah istighatsah, manaqib, ratib.
Dengan peranan pesantren yang cukup besar, baik
dalam bidang pendidikan, tarekat, maupun penyembuhan
tampaknya perlu dilakukan penelitian terhadap masyarakat
sekitar pesantren khususnya di Desa Tanjungkerta
Kecamatan Pagerageung dalam praktek keagamaan, apakah
pesantren Suryalaya mempunyai peranan cukup besar
terhadap praktek keagamaan di masjid-masjid wilayah
Desa Tanjungkerta Kecamatatan Pagerageung tempat di
mana pesantren Suryalaya berada.

B. Perumusan Masalah
Untuk mempertegas penelitian ini, akan diuraikan
rumusan masalah sebagai berikut :
11
1. Bagaimanakah praktek-praktek Tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren
Suryalaya?
2. Bagaimanakah pengaruh Tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya terhadap
praktek keagamaan pada masjid-masjid di Desa
Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung tempat
pesantren berada?

C. Tujuan Penelitian
Untuk lebih tegasnya tujuan penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui:
1. Praktek-praktek Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Suryalaya.
2. Pengaruh Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok
Pesantren Suryalaya terhadap praktek keagamaan pada
mesjid-mesjid di Desa Tanjungkerta Kecamatan
Pagerageung tempat pesantren berada.
Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah karena
melihat besarnya Pondok Pesantren Suryalaya baik sebagai
sebuah tarekat (Qadiriyah Naqsabandiyah) maupun dengan
peranan lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pesantren Suryalaya
12
dalam dimensi lokal yaitu pengaruhnya terhadap
lingkungan Kecamatan Pagerageung tempat pesantren
berada. Pengaruh ini dapat dilihat dari adanya kesamaan
praktek ritual pada Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah yang
dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya dengan masjid-
masjid yang ada di Kecamatan Pagerageung.

D. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini mempunyai kegunaan yang cukup
signifikan terutama untuk:
1. Memberikan pemahaman terhadap keberadaan
Pesantren Suryalaya pada saat ini baik dari tarekat
Qadiriyah Naqsabandiyah, lembaga pendidikan,
maupun inabah untuk terapi psikis.
2. Memberikan pemahaman tentang pelaksanaan ritual
tarekat yang dilakukan oleh Pesantren Suryalaya.
3. Memberikan pemahaman yang seimbang tentang
peranan Pesantren Suryalaya pada tingkat regional
maupun dalam dimensi lokal di Desa Tanjungkerta
Kecamatan Pagerageung tempat pesantren berada.


13
E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian terdahulu menyangkut
dengan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah berkenaan
dengan Pesantren Suryalaya yaitu :
1. Martin van Bruinessen tentang Tarekat Naqsabandiyah
di Indonesia yang menguraikan tarekat tersebut dengan
sedikit menjelaskan tentang bentuk ritual
keagamaannya.
2. Zamakhsari Dhofier dalam penelitiannya yang
berhubungan dengan Tradisi Pesantren menyinggung
dalam salah satu babnya tentang perkembangan tarekat
Qadiriyah Nadsabandiyah.
3. Nurcholis Majid dalam bukunya Islam Agama
Peradaban membahas mengenai tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah sebagai sebuah praktek keagamaan dan
gerakan kesufian.
4. Haryatno meneliti Pondok Pesantren Suryala di bidang
terapi psikhis dalam tesisnya berjudul J angka waktu
Pembinaan dengan Penurunan Gejala-gejala
Ketergantungan Narkotika di Inabah I PP Suryalaya,
Yogyakarta FPS UGM, 1994.
5. Penelitian yang dilakukan Kharisudin Aqib
menyangkut upaya kesufian dalam mensucikan jiwa
14
yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Suryalaya
dengan judul disertasinya, Tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah Suryalaya Studi Tentang Tazkiyatun
Nafsi Sebagai Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN
Jakarta ini selesai pada Tahun 2001.
6. Sebuah buku berjudul Tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah Sejarah Asal Usul dan
Perkembangannya oleh Harun Nasution (ED)
merupakan buku yang banyak dijadikan rujukan
mengenai tarekat meskipun hanya membahas seputar
keberadaannya, sejarah, asal usul dan perkembangan
pada kemursyidan Suryalaya Tasikmalaya J awa Barat.
Dari penelitian-penelitian tersebut, belum ada
yang secara khusus meneliti tentang hubungan Tarekat
Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya
dengan masyarakat sekitarnya. Oleh karenanya
penelitian ini dianggap belum pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya meskipun beberapa referensi tetap
mengambil dari peneliti yang sudah ada.

F. Kerangka Teori
Penelitian ini merupakan penelitian terhadap tarikat-
tarikat Islam. Tarekat itu sendiri menurut Abu Bakar adalah
15
suatu jalan untuk sampai kepada tujuan ibadah yaitu
hakikat
25
. Tarekat secara harfiah berarti jalan mengacu
kepada suatu system latihan meditasi maupun amalan-
amalan yang dihubungkan dengan sederet guru sufi.
Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar
metode sufi yang khas. Pada masa permulaan, setiap guru
sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka dan beberapa
murid ini kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan
bahwa tarekat itu mensistematiskan ajaran-ajaran dan
metode tasawuf. Guru tarekat yang sama mengajarkan
metode yang sama, zikir yang sama, muraqabah (meditasi)
yang sama. Seorang pengikut tarekat akan memperoleh
kemajuan melalui sederet amalan-amalan berdasarkan
tingkat yang dilalui oleh semua pengikut tarekat yang
sama. Dari pengikut biasa (mansub) menjadi murid (tamid)
selanjutnya pembantu Syeikh atau wakil guru (khalifah-
nya) dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid).
26

Secara sosiologis, nampaknya latar belakang lahirnya
pola-pola kehidupan kerohanian termasuk tarekat ataupun
tasawuf serta gelombang pasang surutnya tidak hanya

25
Abubakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf,
(Jakarta: Ramadhani, 1992), hal. 63
26
Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Survey
Historis, Geografis, dan Sosiologis, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 12
16
berlandaskan doktrin keagamaan belaka, melainkan juga
sumber-sumber nonagamawi seperti aspek sosial, politik,
ekonomi dan psikologis sebagai wujud perubahan dan
dinamika dalam kehidupan masyarakat pada waktu itu
27
.
Sebagai contoh adalah munculnya gerakan kehidupan
zuhud dan uzlah yang dipelopori oleh Hasan al-Basri (110
H) sebagai reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-
foya) yang dipraktekkan oleh para pejabat Bani
Umayyah.
28

Pada gilirannya kegiatan ini akan membentuk
pandangan hidup baik individu ataupun kelompoknya.
Dapatlah dikatakan bahwa ajaran agama dalam bentuk
tarekat ini telah membentuk budaya dan pribadi seseorang
yang terlihat dalam kegiatan keagamaannya. Geertz
mengatakan bahwa wahyu membentuk suatu struktur
psikologis dalam benak manusia yang membentuk
pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau
kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku
mereka.
29
Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan

27
Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad., cet. Ke-3 (Bandung :
Pustaka, 1997), hlm. 219
28
Harun Nasution, Filasafat dan Mistisime dalam Islam, (J akarta : Bulan
Binatang, 1973), hlm. 64
29
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius,
1992.
17
berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan
dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya
30
.
Di Indonesia bentuk tarekat yang telah memberikan
corak keagamaan tertentu adalah Tarekat Qadiriyah
Naqsyabandiyah yang termasuk jajaran Tarekat
mutabarah dengan kualifikasi kejelasan silsilahnya, yakni
bersambung baik tidak langsung maupun langsung kepada
Nabi dan Ajarannya sesuai dengan syariat yang
berlandaskan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad
SAW.
31
Ajaran tarekat yang telah melekat pada pribadi
seorang muslim dapat dilihat dalam kehidupan sehari-
harinya terutama setelah ia melakukan shalat fardhu dalam
bentuk amalan dzikir. Pada Pondok Pesantren Suryalaya
ritual tarekat sangat mudah dijumpai terutama di masjid
Pesantren setelah melakukan shalat fardhu atau waktu-
waktu tertentu.
Sedangkan bagi masyarakat sekitarnya yaitu di
Kecamatan Pagerageung, amalan tarekat dapat dilihat di
masjid-masjid. Bagi sebuah pesantren, masjid merupakan

30
Andito, Atas Nama Agama, Wacana Agama Dalam Dialog Bebas
Konflik, Bandung, Pustaka Hidayah, 1998, hal. 282.
31
Sri Mulyati, Tarekat -Tarekat Muktabarah di Indonesia, (J akarta :
Kencana, 2004) hal.vii
18
elemen yang sangat penting dan bagi individu muslim
lainnya, masjid merupakan sarana beribadah dalam
menjalankan shalat lima waktu, khutbah dan sembahyang
jumah.
32
Mesjid sebagai sebuah tempat beribadah umat
Islam di Indonesia memiliki banyak sebutan atau istilah
seperti surau, langgar, tajug dan masjid seperti yang akan
dijelaskan. Keragaman istilah tersebut berkaitan erat
dengan fungsi, ukuran dan kepemilikannya. Misalnya
Tajug di daerah Jawa Barat selain fungsi utamanya
sebagai tempat shalat berjamaah, rukun warga, juga
sekaligus berfungsi lembaga pendidikan non formal
keagamaan. Tajug berukuran lebih kecil dari masjid dan
bersifat terbuka yakni siapapun boleh menggunakannya
sebagai tempat beribadah. Kepemilikan Tajug sering
dinisbahkan pada ustadz pengasuh yang biasanya menjadi
pendiri tajug tersebut.
Selain masjid masih ada penamaan lain dalam bentuk
yang sama yaitu Langgar yaitu: tempat ibadah yang
memenuhi persyaratan yang digunakan untuk shalat
rawatib dan berada dilingkungan masyarakat yang
jamaahnya sedikit dan umumnya dibangun oleh seorang

32
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesntren studi tentang Pandangan
Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), hal. 49
19
tokoh agama atau ustad dan sekaligus dijadikan sebagai
tempat pengajian atau majelis taklim dan tidak
digunakan untuk shalat jumat. Dan Mushala adalah
tempat atau ruangan atau bangunan yang digunakan untuk
shalat (rawatib atau sholat jumat) yang terletak di tempat-
tempat tertentu seperti Kantor, Mall/Pasar, Lembaga
Pendidikan, Stasiun pelabuhan laut, bandar udara, dan
tempat-tempat umum lainnya. Kemudian dibeberapa daerah
dikenal pula dengan istilah surau dan meunasah untuk
pengertian yang sama mushala atau langgar. Di Jawa Barat
(Sunda) di sebut Tajug. Banten (Serang) disebut Bale untuk
sebutan mushalla, atau Bale Kambang yang dibangun
alakadarnya yang digunakan sebagai tempat berteduh juga
dapat digunakan untuk tempat shalat Zhuhur dan Ashar
yang berada di tempat pemandian umum atau di pematang
sawah yang hanya cukup untuk tiga sampai lima
orang. Baik masjid, mushalla, langgar, surau, tajug maupun
bale sesuai dengan fungsinya sebagai tempat ibadah adalah
hak milik Allah dan statusnya bersifat terbuka untuk semua
kaum muslimin.
33


33
http://www.bimasislam.depag.go.id/index.php?option=com_c
ontent&view=category&layout=blog&id=49&Itemid=92 diakses
tanggal 1 Mei 2010
20
Dalam penelitian ini perlu dibatasi mengenai
pengertian masjid sebagai tempat ibadah di mana di tempat
itu dilakukan ibadah shalat jumat. Akar kata dari masjid
adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk.
Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Arab. Kata masgid
(m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5
Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang
suci" atau "tempat sembahan"
34
Dalam kajian sosiologi
agama
35
, kedudukan masjid mempunyai nilai sentral untuk
mengetahui perilaku seseorang sebagai pemeluk agama
Islam, maupun untuk mengetahui praktek-praktek

34
Hillenbrand, R "Masdjid. I. In the central Islamic lands".
Encyclopaedia of Islam Online.
35
Sosiologi secara umum adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari masyarakat secara empiris untuk mencapai hukum
kemasyarakatan yang seumum-umumnya. Sosiologi juga dapat
diartikan sebagai ilmu tentang perilaku social ditinjau dari
kecenderungan individu dengan individu lain, dengan
memperhatikan symbol-simbol interaksi. Agama dalam arti sempit
ialah seperangkat kepercayaan, dogma, pereturan etika, praktek
penyembahan, amal ibadah, terhadap tuhan atau dewa-dewa tertentu.
Dalam arti luas, agama adalah suatu kepercayaan atau seperangkat
nilai yang minmbulkan ketaatan pada seseorang atau kelompok
tertentu kepada sesuatu yang mereka kagumi, cita-citakan dan hargai.
Sosiologi agama adalah studi tentang fenomena social, dan
memandang agama sebagai fenomena social. Sosiologi agama selalu
berusaha untuk menemukan pinsip-prinsip umum mengenai
hubungan agama dengan masyarakat, lihat pengertian, tempat, fungsi
dan aliran-aliran serta metode penelitian dalam sosiologi agama,
http://orthevie.wordpress.com/2010/02/13/ pengertian-tempat-fungsi-
dan-aliran-aliran-serta-metode-penelitian-dalam-sosiologi-agama/
21
keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya.
Kajian sosiologi Islam pada dasarnya ingin memahami
tentang sesuatu praktek keagamaan yang telah teratur dan
terjadi secara berulang-ulang dalam masyarakat sebagai
suatu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang
sudah teratur atau stabil.
36

Kajian sosiologis pedesaan menjadi bagian terpenting
dalam memahami sebuah praktek keagamaan ataupun ritual
tarekat ketika terjadinya perbedaan antara satu lokasi
penelitian dengan penelitian lainnya. Pada tahun 1970
Smith dan Zopt melahirkan sosiologi pedesaan untuk
mengkaji hubungan anggota masyarakat di dalam dan
antara kelompok-kelompok di lingkungan pedesaan. Roger
yang mempelajari ilmu kemasyarakatan dengan setting
pedesaan perlu untuk mengungkapkan unsur-unsur yakni
Daerah, Tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang
merupakan lingkungan geografis. Unsur penduduk, jumlah
penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk
dan mata pencaharian penduduk. Unsur tata kehidupan pola

36
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja
Grapindo Persada, 2009), hal. 392.
22
tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa
termasuk seluk beluk kehidupan masyarakat desa.
37















37
Sosiologi Pedesaan, http://blog.unila.ac.id/rone/mata-kuliah/sosiologi-
pedesaan/ diakses tanggal 5 Mei 2010
BAB II
HUBUNGAN TAREKAT DAN TASAWUF

A. Makna Tarekat
Tarekat (tarekat, jamaknya.: thuruq atau tharaiq)
secara bahasa berarti "jalan" atau "cara".
38
Dalam bahasa
Arab berarti juga kaifiyyah yang bermakna metode, atau
sistem al-uslb, juga bermakna mazhab, aliran, haluan al-
mazhab, atau keadaan al-halah dan bermakna tiang tempat
berteduh, tongkat, payung (amud al-mizalah). Al-Jurjani
Ali bin Muhammad bin Ali (740-816 H), menulis
pengertian tarekat adalah metode khusus yang dipakai oleh
slik (orang-orang berjalan) menuju Allh Taala melalui
tahapan-tahapan melewati maqamat-maqamat.
Kata tarekat seringkali disandingkan dengan syariah
dan tasawuf. Tarekat tidak membicarakan filsafat
tasawwuf, tetapi merupakan amalan (tasawwuf) atau
prakarsanya. Pengamalan tarekat merupakan suatu
kepatuhan secara ketat kepada peraturan-peraturan syariat
Islam dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, baik
yang bersifat ritual maupun sosial, yaitu dengan

38
Ibnu Manzur, Lisn al-Arab, (Bairut: Dar Ihya al-Turats al-
'Araby. T.th ), h. 155.
24
menjalankan praktek-praktek dan mengerjakan amalan
yang bersifat sunnah, baik sebelum maupun sesudah sholat
wajib, dan mempraktekkan riyadhoh.
Penggunaan kata tarekat kemudian secara
terminologis ditujukan pada suatu organisasi sosial
maupun kewajiban-kewajiban yang ditujukan untuk
maksud khusus yang menjadi basis ritual dan struktur
kelompok. Maka kelompok sufi atau tarekat mencakup
spektrum aktivitas yang luas dalam sejarah dan masyarakat
muslim.
39
Pengertian tarekat dalam arti membina Tarbiyah
ini dapat dijumpai dalam tulisan al-Junaid (w.819), al-
Hallj (w.922), al-Sarjj (w.988), al-Hujwir (w.1072), dan
al-Qusyair (w.1074). Maka dengan demikian tarekat abad
ke 9 dan 10 M lebih berorientasi pada perorangan
(individu) dengan kehidupan sufistik sebagai ciri
utamanya.
Tarekat dalam pengertian lain sebagai persaudaraan
kaum sufi (sufi brotherhood) tumbuh sejalan dengan
semakin mantapnya berbagai-bagai teori dan amalan-
amalan sufistik. Hal ini ditandai dengan terjadinya
perubahan hubungan Syeikh dan murd sejak abad ke-10

39
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moderen,
jilid 5 (Bandung , Mizan, 2001), h. 215.
25
dengan adanya hubungan yang lebih formal melalui
lembaga zwiyah, rbth, atau khnaqh sebagai pusat
kegiatannya. Selanjutnya lahir pula konsep ijzah, silslah
yang semua ditujukan untuk menopang kokohnya sistem
persaudaraan sufi yang telah melembaga itu. Bahkan, pada
masa-masa berikutnya, seorang murid tidaklah sekedar
pengikut syaikh akan tetapi mereka juga harus menerima
baiah (sumpah setia) kepada sang Syeikh ataupun pendiri
tarekat sesuai dengan garis lurus silslah yang diterimanya
dari Syeikh, maka dengan begitu seorang murid
memperoleh legitimasi dalam pengetahuan tarekat dan
jalinan silslah persaudaraan, yang berarti sudah berada
dalam satu keluarga besar tarekat yang dimasukinya.
Pada abad ke 12 tarekat dalam pengertian paguyuban
ini semakin mapan, maka kemudian tarekat menjadi suatu
komunitas dari orang-orang yang diikat sejumlah aturan-
aturan tertentu (misalnya gaya hidup, amalan-amalan
keagamaan khusus, bahkan cita-cita) dalam bingkai
syarah. Dari sinilah kemudian tarekat menjadi sesuatu
yang menggejala seantero dunia Islam, lebih-lebih lagi
ketika kondisi sosial politik ummat Islam memberikan
ruang yang cukup tumbuhnya kehidupan sufistik,
disebabkan jatuhnya Baghdad ke tangan Hulagu Khan di
26
abad ke-13. Kemudian muncullah beberapa tarekat sesuai
dengan nama tokoh pendirinya.

B. Makna Tasawuf
Pentingnya pembahasan tentang tarekat tidak dapat
dilepaskan dari tasawuf. Nicholson, seorang orientalis
yang kompeten dalam bidang ini, menjelaskan bahwa
sufisme bukanlah sistem yang tersusun atas aturan atau
sains, namun menurutnya adalah merupakan aturan moral.
Bila tasawuf merupakan sebuah sains, tentu hanya akan di
ketahui melalui serangkaian instruksi, sedangkan akhlak
kepada Tuhan tidak akan dapat di wujudkan hanya melalui
serangkaian aturan atau sains.
40

Tarekat merupakan bagian terpenting daripada
pelaksanaan tasawuf. Mempelajari tasawuf dengan tidak
mengetahui dan melakukan tarekat merupakan suatu usaha
yang hampa. Hamka juga mendifinisikan tasawuf, ialah
keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada
budi pekerti yang mulia atau terpuji.
41
Dalam tasawuf
diterangkan bahwa syariat itu hanya peraturan belaka,

40
Mahfud Junaidi dalam MEDIA, Jurnal Ilmu dan Pendidikan
Islam, Benang Merah Sufisme dan Pendidikan Dalam Islam,Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo, 2000, hal. 38.
41
HAMKA, Tasawuf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 2000,
hal. 13
27
tarekatlah yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan
syariat itu, apabila tarekat dan tasawuf sudah dapat
dikuasai, maka lahirlah hakikat yang tidak lain dari pada
perbaikan keadaan atau ahwal, sedang tujuan yang terakhir
ialah marifat yaitu mengenal dan mencintai Tuhan dengan
sebaik-baiknya.
42

Ibnu Khaldun mengungkapkan, pola dasar
tasawuf adalah kedisiplinan beribadah, konsentrasi
tujuan hidup menuju Allah (untuk mendapatkan ridla-
Nya), dan upaya membebaskan diri dari keterikatan
mutlak pada kehidupan duniawi, sehingga tidak
diperbudak harta atau tahta, atau kesenangan duniawi
lainnya. Beberapa ciri tasawuf yang merupakan ajaran
terpenting adalah
43
:
1. Peningkatan moral. Setiap tasawuf memiliki nilai-nilai
moral tertentu yang bertujuan untuk membersihkan
jiwa, untuk perealisasian nilai-nilai itu.
2. Pemenuhan fana dalam realitas mutlak. Yang
dimaksud fana adalah kondisi seorang sufi dimana
seorang sufi tidak lagi merasakan adanya diri ataupun


42
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1976), h. 57.

43
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ila al-
Tashawwuf al-Islam,Terjemahan, cetakan keempat, Pustaka,
Bandung, 1985, h. 138-139
28
keakuannya, bahkan dia merasa kekal abadi dalam
realitas yang tertinggi, dia telah meleburkan
kehendaknya begai kehendak yang mutlak.
3. Pengetahuan intuitif langsung. Para sufi berkeyakinan
atas terdapatnya metode yang lain bagi pemahaman
hakikat realitas di balik persepsi inderawi dan
penalaran intelektual yang disebut dengan kasf atau
intuisi.
4. Ketentraman dan kebahagiaan. Tasawuf diniatkan
sebagai pengenadali berbagai dorongan hawa nafsu
dan pembangkit keseimbangan psikis bagi diri seorang
sufi.
5. Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan. Ini
mengandung dua pengertian. Pertama, pengertian
yang di timba dari harfiah kata-kata. Kedua,
pengertian di peroleh dari analisa yang mendalam.
Nilai-nilai tasawuf sebagai kesederhanaan dan
kezuhudan sudah terlihat di masa sahabat oleh Abu Dzar al
Ghifari ra. Dalam suatu kunjungan ke Da`maskus pada 32
H/652 M, Abu Dzarr menyaksikan Gubernur Muawiyah
Ibn Abi Sufyan membangun istana gubernur yang sangat
megah. Abu Dzarr berkata kepada Muawiyah, "Kalau
engkau membangun istana dengan hartamu, itu berlebih-
29
lebihan. Kalau engkau membangun dengan harta rakyat,
engkau berkhianat."
Karena kritiknya yang pedas itu, Abu Dzarr
ditangkap dan dikirim oleh Muawiyah kepada Khalifah
Utsman di Madinah. Oleh Khalifah Utsman, Abu Dzarr
beserta keluarganya dibuang ke Rabadzah, sebuah padang
gersang jauh di luar kota Madinah. Dalam perjalanan
menuju pembuangan itu, Ali ibn Abi Talib, sahabatnya
yang turut mengantarnya di samping para petugas berkata,
"Wahai Abu Dzarr, engkau takut kepada mereka karena
dunianya. Mereka takut kepada engkau karena
keyakinanmu."
Kecenderungan seperti ini secara umum terjadi pada
kalangan kaum muslim angkatan pertama. Pada angkatan
berikutnya (abad 2 H) dan seterusnya, secara berangsur-
angsur terjadi pergeseran nilai sehingga orientasi
kehidupan duniawi menjadi lebih berat. Ketika itulah
angkatan pertama kaum muslim yang mempertahankan
pola hidup sederhananya lebih dikenal sebagai kaum
sufiyah. Sufi-sui besar yang mengajarkan tarekat kepada
murid, secara individual dan kolektif. Para murid
berkumpul dan melakukan latihan bersama-sama dibawah
bimbingan guru mursyid. Inilah cikal bakal tarekat sebagai
30
organisasi sufi. Sejak itu mucullah dalam sejarah
kumpulan sufi dengan seorang sufi yang bertindak sebagai
guru tertinggi dan disebut syaikh atau Mursyid. Kumpulan
ini kemudian berkembang dalam bentuk organisasi dengan
peratuarn sendiri sejak abad ke-20 M.
Mengenai kelompok tasawuf ada dua pendapat.
Pertama, mereka adalah kelompok spiritual dalam umat
Islam yang berada di tengah-tengah dua kelompok lainnya
yang disebut kelompok formal dan kelompok Intelektual.
Kelompok intelektual ini terdiri dari ulama-ulama
mutakallim (ahli teologi), sedangkan kelompok formal
terdiri dari ulama-ulama muhaddits dan fuqaha. Kedua,
bahwa tasawuf itu hanyalah suatu kecenderungan spiritual
yang membentuk etika moral dan lingkungan sosial
khusus. Sehingga seharusnya dikatakan seorang
muhaddttsin sekaligus juga ulama sufiyah, begitu pula
seorang mutakallimin sekaligus juga ulama sufiyah.
44


C. Tasawuf dan Tarekat di Indonesia
Sejarah mencatat bahwa para pendakwah yang
datang ke Indonesia berasal dari Gujarat India yang

44
Syari'ah, Thariqah, Haqiqah, dan Ma'rifah
Ali Yafie, http://www.tasawufpositif.com/qudwah/bimbingan-fiqh-
dalam-tasawuf/49-syariah-thariqah-haqiqah-dan-marifah.html
31
kebanyakan nenek moyang mereka adalah berasal dari
Hadlramaut Yaman. Negara Yaman saat itu, bahkan
hingga sekarang, adalah gudang al-Asyrf atau al-
Habib; ialah orang-orang yang memiliki garis keturunan
dari Rasulullah. Karena itu pula para wali songo yang
tersebar di wilayah Nusantara memiliki garis keturunan
yang bersambung hingga Rasulullah.
Yaman adalah pusat kegiatan ilmiah yang telah
melahirkan ratusan bahkan ribuan ulama sebagai pewaris
peninggalan Rasulullah. Kegiatan ilmiah di Yaman
memusat di Hadlramaut. Berbeda dengan Iran, Libanon,
Siria, Yordania, dan beberapa wilayah di daratan Syam,
negara Yaman dianggap memiliki tradisi kuat dalam
memegang teguh ajaran Ahlussunnah. Mayoritas orang-
orang Islam di negara ini dalam fikih bermadzhab Syafii
dan dalam akidah bermadzhab Asyari. Bahkan hal ini
diungkapkan dengan jelas oleh para para tokoh terkemuka
Hadlramaut sendiri dalam karya-karya mereka. Salah
satunya as-Sayyid al-Imam Abdullah ibn Alawi al-
Haddad, penulis ratib al-Haddad, dalam Rislah al-
Muwanah mengatakan bahwa seluruh keturunan as-
Sdah al-Husainiyyn atau yang dikenal dengan Al Abi
Alawi adalah orang-orang Asyariyyah dalam akidah dan
32
Syafiiyyah dalam fikih. Dan ajaran Asyariyyah
Syafiiyyah inilah yang disebarluaskan oleh moyang
keturunan Al Abi Alawi tersebut, yaitu al-Imm al-
Muhjir as-Sayyid Ahmad ibn Isa ibn Muhammad ibn
Ali ibn al-Imm Jafar ash-Shadiq. Dan ajaran
Asyariyyah Syafiiyyah ini pula yang di kemudian hari di
warisi dan ditanamkan oleh wali songo di tanah
Nusantara.
45

Wali songo yang terdiri dari Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Gresik, Sunan
Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung
Jati adalah sebagai tokoh-tokoh terkemuka dalam sejarah
penyebaran Islam di wilayah Nusantara. Tokoh-tokoh
melegenda ini hidup di sekitar pertengahan abad sembilan
hijriah. Artinya Islam sudah bercokol di wilyah Nusantara
ini sejak sekitar 600 tahun lalu, bahkan mungkin sebelum
itu.
Pasca wali songo, pada permulaan abad ke tiga belas
hijriah, di salah satu kepulauan di wilayah Nusantara lahir
sosok ulama besar. Di kemudian hari tokoh kita ini sangat

45
Sekilas Perkembangan Tasawuf dan Tarekat Di Indonesia
(Ulama Ahlussunnah Adalah Kaum Sufi Sejati) http://www.al-
imancommunity.com/2011/05/sekilas-perkembangan-tasawuf-
dan.html
33
dihormati tidak hanya oleh orang-orang Indonesia dan
sekitarnya, tapi juga oleh orang-orang timur tengah,
bahkan oleh dunia Islam secara keseluruhan. Beliau
menjadi guru besar di Masjid al-Haram dengan gelar
Sayyid Ulam al-Hijz, juga dengan gelar Imm
Ulam al-Haramain. Berbagai hasil karya yang lahir
dari tangannya sangat populer, terutama di kalangan
pondok pesantren di Indonesia. Beberapa judul kitab,
seperti Ksyifah al-Saj, Qmi al-Thughyn, Nr al-
Zhalm, Bahjah al-Wasil, Mirqt Shud al-Tashdq,
Nashih al-Ibd, dan Kitab Tafsir al-Quran Marh Labd
adalah sebagian kecil dari hasil karyanya. Kitab-kitab ini
dapat kita pastikan sangat akrab di lingkungan pondok
pesantren. Santri yang tidak mengenal kitab-kitab tersebut
patut dipertanyakan kesantriannya.
Tokoh kita ini tidak lain adalah Syaikh Nawawi al-
Bantani. Kampung Tanara, daerah pesisir pantai yang
cukup gersang di sebelah barat pulau Jawa adalah tanah
kelahirannya. Beliau adalah keturunan ke-12 dari garis
keturunan yang bersambung kepada Sunan Gunung Jati
(Syarif Hidayatullah) Cirebon. Dengan demikian dari
silsilah ayahnya, garis keturunan Syaikh Nawawi
bersambung hingga Rasulullah.
34
Perjalanan ilmiah yang beliau lakukan telah
menempanya menjadi seorang ulama besar. Di Mekah
beliau berkumpul di kampung Jawa bersama para ulama
besar yang juga berasal dari Nusantara, dan belajar kepada
yang lebih senior di antara mereka. Di antaranya kepada
Syaikh Khathib Sambas (dari Kalimantan) dan Syaikh
Abd al-Ghani (dari Bima NTB). Kepada para ulama
Mekah terkemuka saat itu, Syaikh Nawawi belajar di
antaranya kepada as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (mufti
madzhab Syafii), as-Sayyid Muhammad Syatha ad-
Dimyathi, Syaikh Abd al-Hamid ad-Dagestani, dan
lainnya.
Dari didikan tangan Syaikh Nawawi di kemudian
hari bermunculan syaikh-syaikh lain yang sangat populer
di Indonesia. Mereka tidak hanya sebagai tokoh ulama
yang pekerjaannya bergelut dengan pengajian saja, tapi
juga merupakan tokoh-tokoh terdepan bagi perjuangan
kemerdekaan RI. Di antara mereka adalah; KH. Kholil
Bangkalan (Madura), KH. Hasyim Asyari (pencetus
gerakan sosial NU), KH. Asnawi (Caringin Banten), KH.
Tubagus Ahmad Bakri (Purwakarta J awa Barat), KH.
Najihun (Tangerang), KH. Asnawi (Kudus) dan tokoh-
tokoh lainnya.
35
Para ulama inilah yang kemudian menjadi cikal
bakan berdirinya pesantren-pesantren yang selain
menunjukkan keIslaman dengan pendidikannya juga
menunjukkan berbagai kehidupan sufi dan tarekatnya.
Menurut Alwi Shihab awal berdirinya pesantren
memperkenalkan suatu kebudayaan yang berbeda dengan
kebudayaan di lingkungan setempat, kemudian terjadi
interaksi antar kedua kebudayaan tersebut, dan yang
pertama mempengaruhi yang kedua sehingga dalam
perkembangannya masyarakat menjadi bagian dari
kebudayaan tersebut dan loyal kepadanya.
46

Tradisi kehidupan kesederhanaan yang diperlihatkan
kaum sufi (tarekat) ini dalam bentangan sejarah Islam
kemudian tertransformasikan lewat pembinaan di pojok-
pojok masjid (zwiyah), ribth-ribth dan rumah-rumah
guru. Dan dari sinilah muncul cikal bakal proses
pembinaan yang lebih terlembagaformalkan. Meskipun
awal penyebaran Islam berasal dari Hadramaut Yaman,
namun diyakini dua masjid agung di Makkah dan Madinah
dipastikan sebagai lokus terpenting bagi para ulama dan
murid untuk terlibat dalam jaringan ilmu keilmuan sejak

46
Alwi Shihab, Islam Sufistik:: Islam Pertama dan Pengaruhnya
hingga Kini di Indonesia (Bandung: Mizan, 2001), h. 215.
36
dekade abad ke-15 dan selanjutnya
47
. Instrumen-instrumen
pembinaan yang merupakan media penguatan sistem
sosio-organik seperti; baiat dan talqin, riyadlah,
khataman, manaqiban serta haul adalah simbol-simbol
yang dimiliki Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang
berfungsi sebagai instrumen untuk mendekatkan diri
dengan Allah (habl min Allah) dan membangun
komunikasi interaktif dengan sesama (habl min al-nas).

D. Jenis-Jenis Tarekat dan Ajarannya
Tarekat merupakan salah satu solusi yang akan
mampu memberikan pemahaman terhadap ajaran-ajaran
yang belum dapat di pahami oleh khalayak umum,
khususnya adalah orang-orang yang sudah lanjut usia yang
tidak mempunyai pengetahuan dan pemahaman dalam
bidang tersebut. Karena yang merupakan salah satu dari
ciri hidup kesufian adalah di dalam memahami al Quran
mereka selalu menggunakan intuitif yang jernih, sehingga
kontekstualitas di dalam memahami makna sebuah ayat
selalu hidup dan relevan.
48


47
Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara,
Bandung: Mizan, 2002, hal. 64
48
Buletin LPM Edukasi Quantum, melirik Pendidikan Sufistik di
Indonesia,Edisi 3/Th.2/XI/2003, Hal. 13.
37
Pokok dari semua tarekat itu ada lima : pertama
mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut paut
dengan pelaksanaan semua perintah, kedua mendampingi
guru-guru dan teman setarekat untuk melihat bagaimana
cara melakukannya sesuatu ibadah, ketiga meninggalkan
segala rukhsah dan takwil untuk menjaga dan memlihara
kesempurnaan amal. Keempat menjaga dan memperguna-
kan waktu serta mengisikanya dengan segala wirid dan doa
guna mempertebal khusyu dan khudur, dan kelima
mengekang diri, jangan sampai keluar melakukan hawa
nafsu dan supaya diri itu terjaga dari pada kesalahan.
Pendidikan seperti diatas kalau kita lihat dalam
kerangka pendidikan tasawuf dapat di pahami sebagai
bentuk pendidikan keagamaan yang bersifat pribadi bagi
seorang murid (salik), yang di berikan oleh seorang guru
(mursyid). Keberadaan guru tarekat dalam sebuah tarekat
amat penting, bahkan sangat mutlak. Keberadaan Mursyid
atau Syekh bagaikan Nabi Muhammad SAW. tarekat
dalam arti ajaran adalah jalan yang harus di tempuh oleh
kaum sufi dalam berusaha mendekatkan diri kepada Allah
melalui ajaran-ajaran yang telah ditentukan dan
dicontohkan oleh ulama- ulama sebelumnya sebagai upaya
38
untuk penyucian hati dari sesuatu selain Allah, dan untuk
menghiasi dzikir kepada Allah.
49

Munculnya tarekat (al-thuruq al-shufiyah) itu dalam
sejarah perkembangan gerakan tasawuf Dr. Kamil
Musthafa al-Syibli dalam tesisnya tentang gerakan tasawuf
dan gerakan syi'ah mengungkapkan, tokoh pertama yang
memperkenalkan sistem thariqah (tarekat) itu Syekh
Abdul Qadir al-J ilani (w. 561 H/1166 M) di Baghdad.
Ajaran tarekatnya menyebar ke seluruh penjuru dunia
Islam, yang mendapat sambutan luas di Aljazair, Ghinia
dan Jawa.
Sedangkan di Mesir, tarekat yang banyak
pengikutnya Tarekat Rifa'iyyah yang dibangun Sayid
Ahmad al-Rifa'i. Dan tempat ketiga diduduki tarekat
ulama penyair kenamaan Parsi, Jalal al-Din al-Rumi (w.
672 H/1273 M). Beliau membuat tradisi baru dengan
menggunakan alat-alat musik sebagai sarana dzikir.
Kemudian sistem ini berkembang terus dan meluas.
Dalam periode berikutnya muncul tarekat al-Syadziliyah
yang mendapat sambutan luas di Maroko dan Tunisia

49
Al Ghozali, Ikhya Ulum al Din, Juz I, Dar Al Maarif, Bairut,
hlm. 68
39
khususnya, dan dunia Islam bagian Timur pada
umumnya.
50

Adapun tarekat-tarekat tersebut antara abad ke-12
sampai abad ke-16 lahirlah empat belas tarekat yang
merupakan tarekat asli. Tarekat ini adalah tarekat
Qadiriyah (W. 1166), Suhrawardiyah (W. 1167), Rifaiyah
(W. 1175), Chishtiyya (W. 1236), Shadziliyah (W. 1256),
Maulawiyah (W. 1273), Badawiyah (W. 1276),
Dasuqiyyah (W. 1277), Saidiyyah (W. 1335)
Naqsabandiyah (W. 1388), Khalwatiyyah (W.
1397),Shabaniyyah (W. 1569) dan Uwaissiyah.
51

Beberapa tarekat yang dapat dijelaskan adalah :
1. Tarekat Hadadiyah.
Tarekat yang didirikan oleh Habib Abdullah bin Alwi
Al Hadad yang wafat thn 1095 M di Yaman. Banyak
orang yang takut ikut tarekatnya berhubung ratibnya
yang terkenal, Ratib al hadad, dipercayai sebagai doa
selamat yang bermantra. Pengaruhnya tak hanya di
Aceh, tapi hampir di seluruh negara Indonesia.

50
KH Ali Yafie, Syari'ah, Thariqah, Haqiqah Dan Ma'rifah (hal.
181) http://luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Paramadina/Konteks/
TasawufAY.html
51
Jangan memvonis aliran tarekat dan tasawuf sesat
http://www.kocarkacir.info/?p=578
40
2. Tarekat Khalwatiyah.
Tarekat yang di propagandakan dalam abad -18 oleh
Syaikh Musthofa al Bakri di Mesir dan Suriah. Salah
seorang tokoh tarekat ini ialah Ahmad At Tijani yang
berasal dari Aljazair.
3. Tarekat Mu'tabaroh Nahdliyin.
Para kiai pada tanggal 10 Oktober 1957 M mendirikan
suatu badan federal bernama Pucuk Pimpinan
Jam'iyah Ahli Tarekah Mu'tabaroh, sebagai tindak
lanjut keputusan Muktamar NU 1957 di Magelang.
Belakangan dalam muktamar NU 1979 di Semarang
ditambahkan kata Nahdliyin, untuk menegaskan
bahwa badan ini tetap berafiliasi kepada NU. Dalam
anggaran dasarnya dinyatakan bahwa badan ini
bertujuan :\
a. Meningkatkan pengamalan syareat Islam di
kalangan masyarakat.
b. Mempertebal kesetian masyarakat kepada ajaran-
ajaran dari salah satu madzhab yang empat.
c. Menganjurkan para anggota agar meningkatkan
amalan-amalan ibadah dan mu'amalah, sesuai
dengan yang dicontohkan ulama' sholihin.
41
Alasan ulama' mendirikan badan federasi ini adalah
untuk membimbing organisasi-organisasi tarekat yang
dinilai belum mengajarkan amalan-amalan yang sesuai
dengan Al Qur'an dan hadist dan untuk mengawasi
organisasi-organisasi tarekat agar tidak menyalah-
gunakan pengaruhnya untuk kepentingan yang tidak di
benarkan oleh ajaran-ajaran agama.
4. Tarekat Maulawiyah.
Tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin Ar
Rumi, meninggal dunia di Anatolia, Turki. Dzikirnya
disertai tarian mistik dengan cara keadaan tak sadar,
agar dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut-
penganutnya bersifat pengasih dan tidak mengharap-
kan kepentingan diri sendiri, serta hidup sederhana
menjadi teladan bagi orang lain.
5. Tarekat Naqsabandiyah.
Tarekat ini mula-mula didirikan di Turkistan oleh
Bahauddin Naqsyabandy (sumber lain menyebutkan,
Muhammad bin Muhammad Bahauddin Al Bukhori
1317-1389 M, bukan imam Al Bukhori perowi
hadits), dan di Indonesia tarekat yang paling
berpengaruh. Pada umumnya tarekat ini paling banyak
pengikutnya di Jawa sejak abad ke-19 sampai saat ini.
42
Terekat ini adalah tarekat terbesar di dunia, juga di
Indonesia,dan di anggap paling terawat baik. Ada
seleksi untuk jadi pengikutnya. Markasnya di J awa
ada di Jombang, Semarang dan Sukabumi serta
Labuhan Haji (Aceh) di Pesantren Syaikh Waly,
Khalidi.
6. Tarekat Qadiriyah.
Asal mulanya di Baghdad, dan dipandang paling tua.
Pendirinya ialah Syaikh Abdul Qadir al Jailani (1077-
1166 M). Mula-mula ia seorang ahli bahasa dan fiqih
dari Madzhab Hambali.
Pelajaran tarekat Qadariyah tidak jauh berbeda dari
pelajaran Islam pada umumnya. Hanya saja tarekat ini
mementingkan kasih sayang terhadap semua makhluq,
rendah hati dan menjahui fanatisme dalam keagamaan
maupun politik. Keistemewaan tarekat ini ialah dzikir
dengan menyebut-nyebut nama Tuhan. Kaum
Qadariyah terlalu menyamakan Tuhan dengan
manusia. Paham Qadariyah pada hakikatnya adalah
sebagian dari paham Mu'tazilah, karena imam-
imamnya dari Mu'tazilah.
Ada anggapan bahwa membaca Manaqib Syaikh
Abdul Qadir Jailani pada tanggal 10 malam tiap bulan
43
bisa melepaskan kemiskinan. Karena itu manaqibnya
popular baik di Jawa maupun di Sumatra.
Kadangkala tarekat ini digabung dengan
Naqsabandiyah menjadi terekat Qadiriyah
Naqsabandiyah. Seperti halnya di Suryalaya
(Tasikmalaya Jawa Barat, dipimpin Abah Anom yang
sering dikunjungi Harun Nasutiaon, Dan Jombang
(Jawa Timur).
7. Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah.
Gabungan ajaran dua tarekat, yaitu tarekat Qadariyah
dan tarekat Naqsabandiyah, Secara etimologis TQN
berasal dari dua istilah yakni tarekat Qadiriyyah dan
Naqsabandiyyah. Secara eksplisit kedua tarekat ini
dipadukan oleh seorang maha guru tarikat, yaitu
Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Qadiriyyah adalah
nama sebuah tarekat yang dinisbahkan kepada
pendirinya yaitu Sultan al-Auliya Syaikh Abdul Qadir
al-J ilani. Sementara Naqsabandiyah adalah tarekat
yang dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Syaikh
Bahauddin an-Naqsabandi. Tarekat ini merupakan
sarana yang sangat penting bagi penyebaran agama
Islam di Indonesia dan Malaya dari pusatnya di
44
Makkah antara pertengahan abad ke-19 sampai
dengan perempatan pertama abad ke-20.
Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama
yang sangat disegani pada masanya dan menjadi
panutan dari murid-murid (penuntut ilmu) khususnya
yang berasal dari Nusantara. Beliau berasal dari
Sambas, Kalimantan Barat dan tinggal di Makkah
sampai wafat disana sekitar tahun 1878.
52

Jabatan guru di dalam tarekat tidak boleh di emban
oleh sembarang orang. Ia merupakan orang pilihan
yang telah berhasil menguasai pokok ajaran ilmu
tarekat. Dalam pada itu juga peranan guru di dalam
tarekat juga merupakan sosok yang wajib di hormati,
di patuhi dan tidak boleh di ganggu gugat.
53
Sebagai
seorang guru tarekat, ia mengangkat khalifah yang
sewaktu-waktu menjadi asistennya dalam mem-
perlancar proses transformasi ajarannya. Mereka para
khalifah tersebut adalah tiga orang yang dianggap
paling berpengaruh dan menonjol yaitu; Syekh Abdul

52
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia
Survei Historis,Geografis dan Sosiologis, Mizan, Bandung, 1992, h.
91.
53
Drs. Saifudin Zuhri, MA., Pengaruh Tarekat di Dunia Islam,
Makalah disampaikan dalam diskusi bulanan dosen Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo Semarang, tanggal 28 Nopember 1994, hal. 4.
45
Karim yang berasal dari Banten, Syekh Ahmad
Hasbullah ibn Muhammad yang berasal dari Madura,
dan Syekh Tholhah yang berasal dari Cirebon.
54

Disamping itu ada beberapa khalifah-nya yang kurang
begitu penting; Muhammad Ismail ibn Ibrahim dari
Bali, Syekh Yassin dari Kedah (Malaysia), dan juga
beberapa orang yang berjasa dalam mengembangkan
ajarannya yaitu; Haji Ahmad Lampung, dan
Muhammad Maruf ibn Abdullah Khatib dari
Palembang.
55

Tarekat Qadiriyyah wa an-Naqsabandiyah (TQN)
adalah salah satu aliran dalam tasawuf yang substansi
ajarannya merupakan gabungan dari dua tarekat, yaitu
Qadiriyyah dan Naqsabandiyah. Secara keilmuan, dari
akidah lahir ilmu aqaid, tauhid, teologi Islam, dan
ilmu kalam, dari syariat lahir ilmu fikih dengan segala
cabangnya dan dari aspek hakikat lahir ilmu tasawuf
dan tarekat Al-Gazali biasanya menggunakan istilah
tauhid, fikih, dan tasawuf untuk memberikan padanan
pada ketiga aspek akidah, syariat, dan hakikat.
Menurut Elizabeth K. Notingham simbol-simbol

54
Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas Masyarakat
Modern, ( Bandung: Pustaka Setia, 2002 ), 100
55
Martin Van Bruinessen, Tarekat.., h. 92..
46
tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah fungsinya lebih
besar untuk mempersatukan komunitas ketimbang
definisi-definisi intelektual yang sering memiliki
keterbatasan arti
56

8. Tarekat Rifaiyah.
Didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Ali Abul Abas
(wafat 578 H/1183 M). Syaikh Ahmad yang konon
guru Syaikh Abdul Qadir jailani, begitu asyik
berdzikir hingga tubuhnya terangkat keatas angkasa.
Tangannya menepuk-nepuk dadanya. Kemudian Allah
memerintahkan kepada bidadari-bidadari untuk
memberinya rebana di dadanya, daripada menepuk-
nepuk dada. Tapi syaikh Ahmad tidak ingat apa-apa,
begitu khusuknya, sehingga ia tidak mendengar suara
rebananya yang nyaring itu. Padahal seluruh dunia
mendengar suara rebana itu.
Terakat ini agak fanatik dan anggotanya dapat
melakukan hal-hal yang ajaib, misalnya makan
pecahan kaca, berjalan di atas api, dan sebagainya.
Rifaiyah, yang memang merinci tarekatnya dengan
rebana, di Acah dulu pernah berkembang besar dan

56
Elizabeth K Notingham, Sosiologi Agama , ( Jakarta: Rajawali,
1990), h. 16-17
47
disebut Rapa'i sudah sulit mencarinya yang asli, yang
masih berpegang teguh pada ajaran.
9. Tarekat Samaniyah.
Tarekat yang dikenal di Jawa Barat dan Aceh,
didirikan oleh Syaikh Muhammad Saman dari
Madinah, Arab Saudi yang wafat tahun 1702 M.
Manaqib (riwayah hidup) Syaikh Saman banyak di
baca orang yang mengharap berkah. Manakib itu
ditulis oleh Syaikh Siddiq al madani, murid beliau.
Disitu tertulis "barang siapa berziyarah ke makam
Rosulullah tanpa meminta izin kepada Syaikh Saman
ziarahnya sia-sia. Juga disebutkan "siapa yang
menyeru nama Syaikh tiga kali, hilang kesedihannya.
Siapa yang makan makanannya masuk surga. Siapa
yang berziarah kemakamnya serta membaca doa-doa
untuknya, diampuni dosanya. Tarekat Saman sekarang
menjadi tari Seudati di Aceh. Dzikir Saman mulanya
hampir sama dengan dzikir-dzikir yang lain. Namun
kemudian berkembang menjadi dzikir yang ekstrim.
10. Tarekat Sanusiah.
Tarekat yang didirikan oleh Syaikh Muhammad bin
Ali as Sanusi, tahun 1837 M, di Aljazair, meninggal
dunia tahun 1957 M. pusat tarekat ini di Libia.
48
11. Tarekat Siddiqiyah.
Asal usul tarekat ini tidak begitu jelas, dan tidak
terdapat di negara-negara lain. Muncul dan
berkembang di Jombang, Jawa Timur, dimulai oleh
kegiatan Kiai Mul\khtar Mukti yang mendirikan
tarekat ini tahun 1953.
12. Tarekat Syattariah.
Tarekat yang dibangun oleh Syaikh Abdullah Syattari
di India. Tarekat ini di J awa masih ada, misalnya di
sekitar Madiun. Di Aceh dulu mengalami puncaknya
di zaman Sultanah (ratu) Safiatuddin. Tarekat ini
dibawah oleh Syaikh Abdurrouf Singkil yang
kemudian menggelar Syiah Kuala.
13. Tarekat Syaziliah.
Tarekat yang didirikan oleh Ali As Syazili, terdapat di
Afrika Utara, Arab dan Indonesia, walaupun tidak luas
tersebarnya dan pengaruhnya relative kecil.
14. Tarekat Tijaniyah.
Tarekat yang didirikan oleh Ahmad at Tijani. Tarekat
ini dengan cepat meluas di Afrika Barat dan dinegara-
negara lain, diantaranya Indonesia. Di Afrika tarekat
ini telah banyak yang mengislamkan orang-orang
Negro.
49
15. Tarekat Wahidiyah.
Tarekat yang ini didirikan oleh Kiai Majid Ma'ruf di
Kedonglo, Kediri Jawa Timur, 1963 M. Teoritis
tarekat ini terbuka sifatnya, karena orang tidak usah
mengucapkan sumpah untuk menjadi anggota, siapa
saja yang mengamalkan Dzikir salawat Wahidiyah
sudah dianggap sebagai anggota. Motivasi mendirikan
tarekat ini adalah meningkatkan ketaatan orang Islam
kepada perintah-perintah agama. Pendirinya meng-
anggap masyarakat Jawa dewasa ini mengalami
kekosongan agama dan kejiwaan. Itulah sebabnya ia
mengajak masyarakat islam agar meningkatkan
ketaqwaannya kepada Tuhan dengan setiap kali
mengucapkan dzikir, ( fafirruu ila llaha ) "marilah kita
kembali kepada Allah" (lihat Tasawwuf Belitan Iblis
hal:119-127).
Selain memahami beberapa jenis tarekat tersebut,
perlu pula memahami beberapa kriteria Tariqah
Mutabaroh antara lain :
1. Silsilah, Hirqah dan Wasiat
Silsilah bagi seorang syaikh atau guru tarikat
yang acap kali dinamakan mursyid, karena ia memberi
petunjuk kepada murid-muridnya, merupakan syarat
50
terpenting untuk mengajarkan atau memimpin suatu
tarikat, hendaklah mengetahui sungguh-sungguh nisbah
atau hubungan guru-guru itu sambung-bersambung
antara satu sama lain sampai kepada nabi. Karena yang
demikian itu dianggap perlu dan tidak boleh tidak,
sebab bantuan kerohanian yang diambil dari guru-
gurunya harus benar, dan jika tidak benar tidak
berhubungan dengan Nabi, maka bantuan itu dianggap
terputus dan tidak merupakan warisan daripada Nabi.
Silsilah itu merupakan hubungan nama-nama
yang sangat panjang, yang satu bertali dengan yang
lain, biasanya tertulis rapi dengan bahasa arab diatas
sepotong kertas yang diserahkan kepada murid terekat,
sesudah ia melakukan latihan dan amal-amal, dan
sesudah menerima petunjuk-petunjuk, irsyad dan
peringatan-peringatan, talkin, dan sesudah membuat
janji untuk tidak melakukan maksiat-maksiat yang
dilarang oleh gurunya, ahd dan menerima ijazah atau
hirqah, sebagai tanda boleh meneruskan lagi pelajaran
terekat itu kepada orang lain. Sebagi contoh silsilah
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, salah seorang syeh
terekat naqsabandiyah terkenal, Mgl. 1332 H.
pengarang kitab Tanwirul Qulub, yang menerangkan
51
bahwa ia mengambil terekat Naqsabandiyah itu dari
syaikh Umar, yang mengambil dari ayahnya Usman,
selanjutnya sambung menyambung mengambil dari
syaikh kholid, Syaih abdulloh ad-Dahlawi, dari
habibbulloh janjanan Mazhur, dari Muhammad al-
Badwani, dari Muhammad Syaifudin, dari Muhammad
Masum, dari ayhnya Ahmad al-Faruqi as sarhandi, dari
Muhammad al-Baqi Billah, dari Muhammad Khawajiki
as-Samarqandi, dari ayahnya Darwis Muhammad as-
samarqandi, dari Muhammad az-Zahid, dari Ubaidillah
as-Samarqandi, dari Zaqubal-Jarkhi, dari Muhammad
bin Muhammad alauddin al-ahtar al-Bukhari al-
khawarismi, yang mengambil dari pencipta terekat
Naqsabandiyah sendiri, bernama Syahnaqsaban sendiri,
bernama Syahnaqsaban Bahauddin Muhammaddin
Muhammad al-Uwaisi al-Bukhari, yang mengambil
pula dari Amir kalal, dari Muhammad Baba as-Samasi,
dari Ali ar-Ramitani, yang termasyhur dengan nama
syaikh Azinan, dari syaih Mahmud al-anjir Faghnawi,
dari syekh Ari far-Riyukiri, dari Syaih Abdul Khaliq al-
Khojuwani dari Syaikh Abu Yaqub yusuf al-Hamadani,
dari Syaikh Abu Ali al-Fadhol at-Thussi, dari Syaikh
Abul Hasan Ali bin jafar al harqani dari syaikh Abu
52
Yazid Taifur al-Bistami, dari Imam Jafar as-Shadiq,
dari Qassim bin Muhammad bin Abu Bakar assidiq dari
salman al-Farisi, sahabat Nabi yang mengambil pula
dari Abu Bakar as-Siddiq sahabat Nabi dan Khalifah
yang pertama, yang akhirnya mengambil dari Nabi
Muhammad SAW, yang menerima pula melalui jibril
dari Allah SWT.
J ika seorang mursyid mempunyai silsilah
semacam itu, maka berhaklah ia mengajar tarekat
tersebut kepada orang lain. Perbedaan antara ijazah dan
khirqah kadang-kadang terletak pada perbedaan bentuk,
ijazah biasanya merupakan surat keterangan yang
memberikan kekuasaan pada seseorang untuk
selanjutnya mengajarkan tarekat itu kepada orang lain,
baik bersama-sama dengan beberapa wasiat dan
nasehat, Khirqah kadang-kadang merupakan sepotong
kain atau pakaian dari bekas gurunya, yang biasanya
oleh murid dianggap setengah suci dan menjadi kenag-
0kenangan baginya.
Wasiat dan nasehat merupakan suatu kesenian
susunan kata-kata yang indah, yang dapat member
kesan yang dalam kepada orang yang dinasehati, dan
dapat menjadi tali ikatan peraudaraan yang kokoh yang
53
tidak akan putus-putus antara guru dan muridnya,
antara orang yang member nasehat dengan orang yang
dinasehati atau yang menerima wasiat terakhir.
2. Wasilah dan Rabitah.
Wasilah atau tawasul acapkali juga kita dengar
dalam lmu sufi. Istilah ini, yang kemudian ini
mempunyai arti tertentu, pada mulanya hamper dapat
diterjemahkan dengan penghubung atau hubungan,
khususnya hubungan dengan guru. Yang dijadikan
alasan terpokok untuk wasilah ini ialah ayat Quran
yang menerangkan : Tuntut olehmu akan wasilah
(Q.S V:35) Kemudian diambil pula perbandingan dari
kisah Nabi miraj ke langit menemui Tuhanya yang
diantaranya melalui malaikat J ibril. Pengantaran ini
dianggap wasilah sehingga dalam kalangan ahli tarekat
cerita ini lebih terkenal dengan kata-kata : Nabi
Muhammad miraj hendak bertemu dengan Tuhan
berwasilah kepada malaikat J ibril. Sesampai pada
sidratul Muntaha malaikat J ibril ditinggalkan disitu,
karena Nabi ketika itu hendak masuk ke dalam laut
marifatulloh, musyahadah akan Allah yang bersifat
laisa kamislihi syai.
54
Ahli tarekat mengambil ibarat, behwa merekapun
ada baiknya jika berwasilah kepada guru atau kepada
pengajar pada waktu beribadah kepada Allah. Lalu
istilah wasilah itu beroleh arti yang khusus baginya
yaitu jalan yang menyampaikan hambanya kepada
Allah. Tarekat Naqsabandiyah mengartikan hakekat
wasilah itu tabarruk atau mengambil berkat,
sebagaimana yang dikerjakan oleh murid-murid tarekat
sebelum melakukan dzikir. Misalnya murid tarekat itu
berdoa : Ya Allah ! Aku pinta pada-Mu berkat
Rasulullah dan berkat guruku, agar engkau memberikan
daku marifat dan cinta kasih hatiku kepada-Mu.
Rabitah berarti hubungan atau ikatan, dalam
tarekat terbagi menjadi tiga, pertama Rabitah wajib,
kedua Rabtah sunat, ketiga Rabitah harus. Adapun
Rabitah wajib adalah seperti yang terdapat pada waktu
orang sembahyang mewnghadap ke baitullah.
Menghadapkan dada dan muka ke baitullah itu wajib
hukumnya karena tidak syah sembahyang jika tidak
menghadap ke kabah itu, padahal yang disembah
bukanlah kabah yang dihadapi itu, tetapi Allah semata-
mata kabah hanya menjadi Rabitah wajib.
55
Raabitah sunnah, seperti yangterdapat [pada
seseorang mamum, yang harus memandang kepada
imamnya dalam bersembahyang berjamah. Sekali-kali
tidak dimaksudkan bahwa berpalig daripada
menyembah Allah dalam sembahyang. Baik mamum
atu imam kedua-duanya bersama-sama menyembah
Allah. Rabitah harus diterangkan seperti melihat
barang-barang yang baik pada waktu kita hendak
mengerjakan sesuatu barang agar baik pula. Dalam kata
sehari-hari : meniru mengikuti yang baik-baik. Murid
diibaratkan orang buta yang harus mengikuti gurunya
yang matanya jelas melihat. Yang dikatakan guru yang
mursyid yaitu orang yang telah karam dalam laut
muraqabah dan musyahadah berkekalan akan Tuhanya.
3. Mujizat dan keramat
Orang-orang sufi itu yakin bahwa wli-wali itu
mempunyai keistimewaan kelihatan pada dirinya
keadaan yang aneh-aneh. Pada saat tertentu mereka
dapat menciptakan sesuatu yang tidak dapat diperbuat
oleh manusia biasa. Pekerjaan-pekerjaan yang luar
biasa ini dinamakan keramat. Perkataan eramat dalam
pengertian ini sudah umum diketahui dan dipakai di
Indonesia, terutama untuk orang-orang yang telah
56
wafat, yang menurut sejarah pada waktu hidupnya
menunjukan beberapa keanehan, dan pada waktu
matinya banyak niat-niat orang yang diucapkan dengan
menggunakan namanya, konon banyak terkabul dan
berhasil.
4. Wali dan Qutub
Dalam pelajaran Islam biasa, wali dinamakan
seseorang yang tinggi kedudukanya dalam pandangan
Tuhan karena kehidupanya yang murni dan amalnya
yang shaleh, yang dilakukan dengan tulus ikhlas
sepanjang ajaran Allah dan Rasulnya. Tetapi dalam
kalangan sufi pengertian wai lebih dari itu, wali
merupakan hamba dan kecintaan Tuhan yang luar biasa,
kekasih Tuhan yang diberi kedudukan istimewa dalam
kalagan Tuhanya, kadang-kadang menjdi perantaraan
antara manusia biasa dengan Tuhan, Tawasul,
sebagaimana acapkali mereka menjadikan Nabi
Muhammad atau salah seorang sahabatnya menjadi
penghubung dengan Tuhan dalam menyampaikan
sesuatu permintaan dan hajat. Ibnu Arabi
membayngkan dalam ajaranya, hamper-hampir ta ada
pembedaan antara Rasul Tuhan dengan walinya,
padahal hanya berbeda bahwa Rosul itu diistimewakan
57
pula dengan syariat dan peraturan-peraturan Tuhan
yang harus disampaikan kepada manusia.
Dalam kitab-kitab sufi diceritakan bahwa Qutub-
Qutub itu atau khalifah-khalifah Nabi yang tidak ada
putus-putusnya terdapat diatas permukaan bumi ini.
Mereka meningkat kepada kedudukanya yang mulia itu
sesudah mengetahui hakekat syariat, sesudah
memahami rahasia qudrat Tuhan, sesudah tidak makan
melainkan apa yang diusahakakn dengan tenaganya
sendiri, sesudah tubuh dan jiwanya suci, tidak
memerlukan lahi hidup duniawi tetapi semata-mata
menunjukan perjalananya menemui wajah Tuhan.
Qutub-qutub itu didampingi amaman, yang
seorang disebelah kanannya dan seorang mendampingi
disebelah kirinya, sampai qutub itu wafat dan barulah
mereka itu diambil kembali.







BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Secara tipologis, penelitian penulis ini merupakan
model penelitian terhadap tarekat-tarekat memakai
metodologi deskriptif analitis dan mempergunakan
pendekatan historis sosiologis. Penelitian ini juga
dilakukan melalui library research untuk menelusuri
data-data menyangkut Tarekat Qadiriyah dan
Naqsabandiyah.
Penelitian ini mempergunakan pendekatan
sosiologis historis di mana teori-teori yang berkenaan
dengan sosiologi keagamaan dipakai untuk membantu
untuk merekonstruksi kejadian-kejadian masa lampau
secara sistematis dan obyektif, melalui pengumpulan,
observasi maupun studi pustaka sehingga ditetapkan
fakta-fakta untuk membuat suatu deskripsi tentang
keberadaan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Pondok
Pesantren Suryalaya. Beberapa hal menyangkut kajian
historis adalah mengenai keberadaan pesantren itu sendiri
serta pengembangannya di wilayah Kecamatan
59
Pagerageung. Adanya praktek Tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah di sebuah masjid harus diungkapkan pula
mulai dilakukannya tarekat tersebut. Demikian pula
sebaliknya ketika Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah tidak
dilakukan dalam sebuah masjid dimungkinkan beberapa
waktu sebelumnya pernah dilakukan. Kajian historis akan
mengungkapkan permasalahan tentang terjadinya
keadaan tersebut.
Adapun kajian mengenai sosiologis akan
mengungkapkan mengenai realitas sosial masyarakat. Hal
ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai
perbedaan-perbedaan praktek keagamaan antara satu
masjid dengan masjid lainnya. Sinkronisasi antara satu
masjid dengan masjid lainnya perlu diungkapkan untuk
melihat keteraturan hubungan antara Pondok Pesantren
Suryalaya dengan wilayah sekitarnya.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Pondok Pesantren
Suryalaya yang terletak di kampung Godebag, desa
Tanjung Kerta Kecamatan Pagerageung Kabupaten
Tasikmalaya. Penelitian di Pondok Pesantren Suryalaya
untuk mengetahui sejauh mana praktek Tarekat Qadiriyah
60
Naqsabandiyah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren
Suryalaya. Lokus penelitian lainnya adalah masjid-masjid
yang terdapat di Kecamatan Pagerageung Kabupaten
Tasikmalaya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
praktek-praktek keagamaan dalam hal ini untuk
mengetahui apakah Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
yang dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya juga
dilakukan di masjid-masjid Kecamatan Pagerageung.
Penelitian terhadap masjid-masjid di Pagerageung,
dilatarbelakangi adanya kecenderungan tempat yang
sama untuk melakukan kegiatan ritual Tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah. Sementara itu kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan di rumah-rumah dalam bentuk dzikir sir
tidak termasuk dalam penelitian ini, karena ritual itu sulit
untuk diobservasi secara langsung.
C. Sumber Data
Sumber data dapat dibagi dua yaitu sumber data
primer dan sekunder. Adapun yang dikategorikan dengan
data primer adalah hasil observasi peneliti pada lokus yang
telah ditentukan serta hasil wawancara dengan
pimpinan/pengurus pesantren dan dua orang pengurus
mesjid di Kecamatan Pagerageung. Sedangkan sumber data
61
sekunder penulis peroleh referensi menyangkut Tarekat
Qadiriyah dan Naqsabandiyah serta hasil penelitian
terdahulu yang relevan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik,
yaitu ; studi pustaka, observasi, wawancara. Studi pustaka
dilakukan untuk memperoleh data yang maksimal
mengenai keberadaan tarekat Qadiriyah dan tarekat
Naqsabandiyah serta tarekat sebagai hasil perpaduan antara
keduanya. Selain itu studi pustaka juga dilakukan untuk
memperoleh data-data keberadaan pesantren pada masa-
masa sebelumnya ataupun demografi kependudukan
Kecamatan Pagerageung pada masa-masa awal
pembentukan Pondok Pesantren Suryalaya
Observasi dilakukan dengan penginderaan langsung
kondisi, situasi, proses yang terjadi pada Pondok Pesantren
Suryalaya untuk mengetahui ritual Tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah yang dilakukan di Pondok Pesantren
Suryalaya. Observasi juga dilakukan dengan melihat
praktek-praktek keagamaan di masjid-masjid di Kecamatan
Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya. Observasi ini untuk
mendapatkan data tentang masjid-masjid yang didalamnya
62
dilakukan ritual Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah seperti
yang dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya
Wawancara dilakukan kepada pimpinan dan pengurus
Pondok Pesantren Suryalaya, hal ini untuk mengetahui
perkembangan Pondok Pesantren, perkembangan mengenai
ritual tarekat yang dikerjakan serta perkembangan lain yang
menyangkut dengan Pondok Pesantren Suryalaya. Selain
itu wawancara juga dilakukan kepada 2 (dua) orang
pengurus masjid untuk mengetahui kegiatan pada masjid
tersebut, jamaah masjid serta keberadaan masjid tersebut
mulai berdiri hingga pada saat penelitian dilakukan.
Dimungkinkan sebuah masjid awalnya hanya berupa
mushalla yang dipergunakan oleh beberapa orang, namun
setelah penduduk bertambah mushalla dapat berubah
menjadi masjid yang dipakai untuk berjamaah shalat
jumat.
Dengan melihat teknik pengumpulan data, secara
terstruktur pengambilan data dilakukan dengan :
a. Mengidentifikasi bahan-bahan pustaka, baik yang
bersifat primer maupun sekunder, menyangkut tarekat
Qadiriyah dan Naqsabandiyah serta perpaduan antara
kedua tarekat tersebut.
63
b. Mengidentifikasi bahan-bahan pustaka, menyangkut
sejarah dan keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya.
c. Mengobservasi praktek Tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah di Pondok Pesantren Suryalaya.
d. Melakukan wawancara dengan pimpinan/pengurus
Pondok Pesantren Suryalaya.
e. Mengobservasi praktek keagamaan di masjid-masjid
Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya
berkenaan dengan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
yang dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya
f. Melakukan wawancara dengan dua orang pengurus dari
setiap masjid Kecamatan Pagerageung Kabupaten
Tasikmalaya.

E. Analisis Data
Dalam menganalisis data, diterapkan teknik analisis
isi secara kualitatif (qualitative content analysis).
Adapun langkah analisis data dimaksud adalah sebagai
berikut :
1) Menyajikan data kepustakaan berkenaan dengan
Tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah
64
2) Menyajikan data mengenai Pondok Pesantren
Suryalaya.
3) Menyajikan data mengenai pengamalan Tarekat
Qadiriyah Naqsabandiyah pada Pondok Pesantren
Suryalaya.
4) Menyajikan demografi Kecamatan Pagerageung
Kabupaten Tasikmalaya.
5) Menganalisa data hasil observasi terhadap praktek
keagamaan di masjid-masjid Kecamatan
Pagerageung.
6) Mencari hubungan antara praktek keagamaan di
masjid-masjid Kecamatan Pagerageung dengan
praktek Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok
Pesantren Suryalaya.
Data yang telah dikumpulkan menggunakan
teknik di atas akan di analisis secara kualitatif dan
hasilnya akan disajikan secara deskriptif analitis. Data
tersebut terlebih dahulu dipilah, dikategorikan, dan
dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan analisis.
Beberapa data disajikan dalam bentuk tabel, hal ini
untuk mempermudah menganalisa data tersebut. Untuk
mendeskripsikan sebuah hasil penelitian, dimungkinkan
data tersebut diperoleh baik melalui studi pustaka,
65
observasi maupun wawancara atau dengan salah satu
dari ketiga metode tersebut. Data yang telah dianalisa
tersebut selanjutnya dihubungkan dengan pokok
permasalahan yang dikaji.



















BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Pesantren Suryalaya Sebagai Pusat
Pengembangan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
(TQN)
Pondok Pesantren Suryalaya didirikan oleh Syekh
Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) ra
pada hari Kamis Tanggal 7 Rajab 1323 H/ 5 September
1905 M, beliau diangkat menjadi mursyid oleh gurunya
bernama Syekh Ahmad Thalhah bin Tholabudin (Guru
Agung) ra yang berdomisili di Trusmi Cirebon pada tahun
1907 M, yang sekaligus sebagai pemimpin tertinggi
Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah setelah guru beliau
wafat.
Abah Sepuh menyadari bahwa usia beliau sudah
diatas rata-rata umur orang Indonesia, karena itu sudah
mulai mempersiapkan kader penerus beliau dari salah
seorang murid yang lebih menonjol dari murid-murid
lainnya, sang murid ini berdasarkan pengamatan beliau
67
(gurunya) dipandang memenuhi persyaratan sebagai kader
atau calon untuk suksesi kepemimpinan Abah Sepuh.
Kader ini telah cukup lama mendapat gemblengan
dari Abah Sepuh, beliau termasuk murid yang senantiasa
penuh hormat dan adab serta taat kepada guru dan
orangtua, maka sebagai kader yang memang dipersiapkan
harus menjalani proses magang dan mencapai sukses
sepanjang tahapan-tahapan pengujian.
Murid yang menjadi kader untuk suksesi
kepemimpinan itu tidak lain adalah putra Abah Sepuh
yang kelima, yaitu H. A. Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah
Anom). Murid yang dikaderkan ini pada sekitar tahun
1950 M telah berusia 35 tahun, namun ketika itu masih
relatif muda (anom). Sehingga cukup lincah dan cekatan
secara terus mendampingi gurunya dalam berbagai
kegiatan di Pondok Pesantren dan di Masjid.
Maka untuk memapankan proses suksesi, guna
menuntun proses kesinambungan prinsip ilmu, ajaran dan
pola praktek amalan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
dan disamping itu juga untuk memudahkan sebutan bagi
para ikhwan/akhwat dan masyarakat pada umumnya,
lahirlah panggilan Abah Sepuh dan Abah Anom.
68
Ketika Abah Sepuh sudah mengalami udzur dan
berhubung dengan masih seringnya terjadi gangguan
keamanan disekitar kampong Godebag yang dilancarkan
oleh para pemberontak DI /TII dibawah pimpinan
Kartosuwiryo, maka sekitar tahun 1952 M atau pada usia
Abah Sepuh 116 tahun, beliau pindah ke kota Tasikmalaya
untuk dapat beristirahat, dan untuk memimpin Pondok
Pesantren sehari-hari diserahkan sepenuhnya kepada Abah
Anom. Abah Sepuh dirawat di rumah keluarga H.O.
Sobari, salah seorang murid yang sangat mencintai dan
menghormati Abah Sepuh dan dirumah ini pula beliau
akhirnya wafat pada tanggal 25 Januari 1956 M dalam usia
120 tahun.
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri,
yaitu menuntun manusia agar mendapat ridha Allah,
sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. Tujuan TQN
tergambar dalam muqadimah yang mesti dibaca oleh
setiap ikhwan manakala ia akan melakukan zikrullah.
Kalimah dimaksud adalah: Ilaahii anta maqsuudi wa
ridhaaka mathluubii Athinii mahabbataka wa
marifataka. (Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan
keridhoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan
untuk bisa mencintai-Mu dan marifat kepada-Mu)
69
Doa tersebut di atas oleh para ikhwan Tarikat
Qadiriyah Naqsabandiyah setiap habis sembahyang wajib
dibaca minimal tiga kali sebagai mukaddimah untuk
mengamalkan zikir. Dalam doa tersebut terkandung
empat macam tujuan TQN itu sendiri, yaitu:
1. Taqarrub terhadap Allah Swt
2. Menuju jalan Mardhatillah
3. Kemahabbahan dan
4. Kemarifatan terhadap Allah Swt.

B. Visi dan Misi Pondok Pesantren Suryalaya
Pada pesantren Suryalaya terdapat lambang
pesantren yang mempunyai makna filosofis tentang misi
dan visi pesantren. Misi adalah tugas yang dirasakan orang
sebagai suatu kewajiban yang melaksanakannya seperti
demi agama Islam, khususnya di Pontren yang divisualkan
dalam Lambang Pondok Pesantren yang mengandung
esensi sebagai berikut:
1. Bingkai segi lima, yang menyatukan seluruh misi,
yaitu:
a. Secara nasional adalah Pancasila
b. Secara universal adalah Rukun Islam
70
2. Seekor kupu-kupu yang sedang terbang, yang memiliki
kelengkapan anggotanya, lima macam, yaitu:
- Empat buah sayap yang terdiri dari : dua buah sayap
atas berwarna merah bergaris-garis sebanyak 12,
dan dua buah sayap bawah berwarna putih bergaris-
garis sebanyak 9
- Garis-garis (geratan) pada badan sebanyak 12
- Dua buah kumis
- Dua buah mata
- Empat buah kaki
Proses kupu-kupu : sejenis ulat menjadi kepompong
akhirnya kupu-kupu. Proses Tasawuf : Takhalli,
Tahalli, Tajalli. Pelaksanaan Nabi Saw : Hidup di
masyarakat jahiliyah, pergi Uzlah (Gua Hira) dan
didatangi Malaikat J ibril as sebagai tanda pengangkatan
sebagai Rasul Allah.
3. Setangkai padi yang memiliki 17 butir
4. Setangkai kapas yang memiliki 8 pintalan
5. Trap Islam lima macam
6. Sinar Islam yang menyinari 17 sudut
7. Satu buah kubah masjid
8. Kitab pedoman utama 2 buah
9. Tulisan Allah di atas kubah masjid
71
10. Tulisan cageur bageur lahir batin (dalam bahasa
daerah Sunda)
11. Empat macam warna, yaitu: Merah, Putih, Hijau, dan
Kuning Emas.
12. Tulisan Pondok Pesantren Tasikmalaya, 7 Rajab 1323
H/ 1905 M
Adapun esensi visi (Tugu Latifah Mubarakiyah).
Visi adalah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan
atau pandangan luas (wawasan) kemasa yang akan datang
tentang Pondok Pesantren sebagai Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Tarikat Qadiriyah Naqsabandiyah yang
divisualkan dalam Tugu Latifah Mubarakiyah yang
mengandung esensi adalah bulatan yang sempurna
sebanyak 7 buah. Tujuh buah bulatan yang sempurna itu
adalah mencerminkan makna yang terkandung di dalam
hukum dasar adalah Tujuh lapisan (lingkaran) yang
terdapat dalam diri manusia, sebagaimana dalam Hadits
Qudsi sebagai berikut: Aku jadikan pada anak Adam
(manusia) itu ada istana, di dalam istana itu ada dada, di
dalam dada itu ada qalbu (tempat bolak baliknya ingatan),
di dalam qalbu itu ada fuad (jujur ingatannya), di dalam
fuad itu ada syaghaf (kerinduan), di dalam syaghaf itu ada
72
lubb (sangat rindu), di dalam lubb itu ada Sirr (mesra) dan
di dalam sir itulah ada AKU.
Tujuh latifah yang ada dalam diri manusia, yang
dalam ilmu tasawuf dikenal dengan Latifah al Qalbi,
Latifah al Ruhi, Latifah al Sirri, Latifah al Khafi, Latifah
al Akhfa, Latifah al Nafsi, Latifah al Qalab.
Tujuh tulang harus disujudkan ketika melaksanakan
sujud dalam shalat, sebagaimana diterangkan dalam HR
Bukhari-Muslim berikut ini: Rasulullah Saw telah
bersabda: Bersujudlah dengan tujuh tulang, yaitu dahi
(kening), dua telapak tangan, dua lutut dan dua ujung jari
kedua kaki. Allah menciptakan manusia dalam tujuh
proses, sebagaimana dalam QS Al-Mukminun ayat 12-14
C. Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah Pada Pesantren
Suryalaya
Di Indonesia terkenal sebuah tarekat bernama
Qodiriyah Naqsabandiyah ( disingkat TQN). Tarekat ini
dianggap sebagai tarekat terbesar, terutama di pulau
Jawa.
57
salah satu pusat penyebarannya berada di Jawa

57
Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren Studi Tentang
Pandangan Hidup Kiyai, LP3ES, Jakarta, h. 141.
73
Barat, yaitu di Pondok Pesantren Suryalaya. Kini
anggotanya berjuta-juta orang. Tersebar diseluruh pelosok
tanah air dan berbagai Negara ASEAN, seperti Malaysia,
Singafura dan Brunei Darussalam.
58

TQN yang berkembang di Pesantren Suryalaya ialah
TQN yang berasal dari Syekh Ahmad Khotib Syambas
melalui Syekh Tolhah dari Trusmi, Kalisapu Cirebon Jawa
Barat. Penyiaran TQN hingga ke Suryalaya dipererat
dengan hubungan kekeluargaan melalui pernikahan putera
Syekh Tolhah, guru Abah Sepuh, dengan putra Abah
Sepuh. Putra Syekh Tolhah bernama Raden H.K. Munadi.
Putri Abah Sepuh bernama Hj. Sukanah. Dengan
demikian, hubungan Syekh Tolhah dengan Abah Sepuh
bukan saja hubungan guru murid melainkan juga
hubungan besan.
Modal pertama TQN Suryalaya berupa sebuah
mesjid yang dijadikan tempat mengaji dan mengajarkan
TQN. Mesjid itu dibangun atas restu Syekh Tolhah. Cikal
bakal pesantren tersebut diberi nama patapan Suryalaya
Kajembaran Rahmaniyah dengan singkat disebut

58
Unang Sunardjo, Naskah Buku Pesantren Suryalaya dalam
Perjalanan Sejarahnya, Yayasan Serba Bhakti Suryalaya, 1985
74
Suryalaya.. mesjid itu diresmikan pada tanggal 7 Rajab
1323 H /5 September 1905 M. tanggal tersebut kemudian
dijadikan titi mangsa kelahiran (milad) Pesantren
Suryalaya. Sekalipun pesantren itu telah diberi nama
Suryalaya, ketika itu masyarakat masih menyebutnya
Godebag, nama kampong di mana terletak Pesantren
Suryalaya.
59

TQN Pondok Pesantren Suryalaya adalah salah satu
tarekat yang dinilai mutabar (sah). Zamakhsyari Dhofier
menyatakan bahwa tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
adalah sebagai tarekat yang sah
60
akan tetapi, pada
umumnya masyarakat masih terpengaruh oleh pandangan
keliru dan negatif terhadap tarekat.
Pandangan keliru dan tuduhan pelaku bidah
terhadap Pesantren Suryalaya telah muncul sejak
kepemimpinan Abah Sepuh. Tuduhan itu makin hari
semakin berkurang apalgi ketika kemerdekaan
diproklamasikan. Menyurutnya fitnah dan tuduhan itu,
berkat ketegaran pimpinan pesantren, katabahan ikhwan

59
Harun Nasution ed., Thoriqot Qodiriyyah Naqsabandiyyah ;
Sejarah, Asal-Usul, dan Perkembangannya, (Tasikmalaya : IAILM,
1990), h.199.
60
Tradisi Pesantren, h. 143.
75
dalam pembuktian kebenaran ajaran dalam bentuk
pengamalan TQN, juga perilaku yang didasari ketulusan
dan kesucian jiwa. Selain itu, peranserta, dukungan dan
kerjasama pemerintah dengan TQN Pesantren Suryalaya.
Bahkan mungkin yang terutama berkat charisma
kepemimpinan dan kepribadian pemimpin pesantren, baik
Abah Sepuh maupun Abah Anom.
Dengan demikian dapat dimengerti mengapa TQN
pada awal pemunculannya tidak begitu berkembang.
Disamping itu adanya tekanan penjajah yang menuduh
Abah Sepuh mengajarkan perlawanan terhadap Belanda.
Abah Sepuh dipanggil penjajah atas tuduhan mengajarkan
para santrinya tentang tata cara kekebalan, seperti tidak
tembus peluru. Abah Sepuh secara diplomatis menjawab
bahwa yang beliau ajarkan adalah bagaimana hidup agar
saleh dengan melaksanakan TQN. Apabila hidup saleh dan
selalu berbuat kebajikan, maka tidak aka nada lagi orang
lain yang membenci. J ika tidak ada yang membenci, maka
tidak mungkin ada orang yang berbuat jahat kepadanya.
Apalagi menembakan pelurunya. Inilah yang dimaksud
TQN mengajarkan kepada muridnya ilmu kekebalan.
76
Pada masa-masa berikutnya, dakwah TQN lebih
merupakan dakwah bilhal, dengan perbuatan nyata dalam
ikut serta membangun umat dalam berbagai lapangan
kehidupan. Dakwah TQN pada masyarakat luas melalui
jaringan-jaringan para wakil talqin, pejabat, dan keluarga
pimpinan Pesantren Suryalaya yang berpusat di Patapan
Suryalaya. Oleh karena itu, penyebaran wilayah dan
pengaruh TQN banyak ditentukan oleh ketiga factor
tersebut. Belakangan, pengaruh dan penyebaran wilayah
itu didukung pula oleh kaum intelektual dan kelompok
aghniya (orang-orang hartawan dan dermawan), yang
ditopang oleh system pengorganisasian melalui Yayasan
Serba Bhakti. Di samping itu, keberhasilan Pondok
Remaja Inabah dalam meyadarkan para korban
penyalahgunaan obat terlarang, seperti narkotika dan
berbagai macam gangguan kejiwaan, turut mendukung
pengaruh dan penyebaran wilayah TQN.
61

Eksistensi Pesantren Suryalaya berpengaruh
terhadap perkembangan masyarakat sekitarnya. Pengaruh
itu tentu pertama-tama dari sudut ajarannya. Sampai pada
masa DI/TII masyarakat sekitar pesantren masih banyak

61
Harun Nasution, ed. h. 200-201
77
yang tidak simpati, terutama mereka yang mendukung
DI/TII. Suryalaya dianggap musuh DI/TII karena
dukungannya terhadap pemerintah RI yang sah. Akan
tetapi, kini dukungan masyarakat sekitarnya cukup cukup
menggembirakan. Umumnya, masyarakat sekitar
Pesantren adalah ikhwan TQN atau setidak-tidaknya
bersikap simpati. Disamping itu, pengaruh yang dirasakan
masyarakat ialah dibidang peningkatan kesejahteraan
rakyat, baik dibidang mental spiritual maupun dibidang
pisik material. Pesantren Suryalaya selalu tampil menjadi
pelopor dalam gerakan pelestarian lingkungan hidup.
Penanaman dan penyebaran bibit cengkih tahun 1970-an
dipelopori oleh pesantren sehingga Menteri Pertanian
Syarif Tayyib menyumbang bibit cengkih sekitar lima ribu
pohon. Bibit tersebut kemudian dijadikan modal oleh
pesantren untuk penghijauan dan reboisasi DAS Citanduy.
Di bidang kesehatan pun tak ketinggalan. Pesantren
mempelopori berdirinya PUSKESMAS dan POSYANDU,
serta penyediaan air bersih. Begitu pula dibidang
penerangan pesantren mempelopori pendirian stasiun relay
TV untuk daerah sekitarnya sehingga masyarakat dapat
mengikuti perkembangan pembangunan yang sedang
dilaksanakan pemerintah dan rakyat Indonesia. kini sarana
78
komunikasi dan transportasi yang dipelopori oleh
pesantren tersebut semakin dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat. Peningkatan sarana komunikasi tahun 1990
ditandai dengan dibukanya Warung Telekomunikasi
(WARTEL) sehingga memudahkan komunikasi dengan
masyarakat lain yang jauh. Di samping itu, Radio Orari
telah lebih dahulu ada. Transportasi dari dank e Suryalaya,
kini sangat mudah, karena sarana jalan yang
menghubungkan Suryalaya dengan kota-kota lainnya telah
memadai. Kemajuan lembaga ini dengan jumlah santri
yang mencapai angka ribuan serta tamu yang berkunjung
ke pesantren setiap harinya berjumlah ratusan orang,
bahkan jumlah di atas bisa meningkat lebih banyak pada
waktu pelaksanaan manaqiban, memberikan dampak bagi
perekonomian masyarakat sekitarnya. Masyarakat merasa
bangga atas keberadaan pesantren. Kebanggan itu ada
yang dilatarbelakangi oleh kebanggaan atas kejayaan
ajaran Islam, ada pula kebanggaan yang dilatarbelakangi
dampak ekonomis dan prestise yang muncul bersamaan
dengan kehadiran pesantren tersebut.
62



62
Ibid., h.211.
79
D. Dasar dan Amalan Tarikat Qadiriyah Naqsabandiyah
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai
tujuan sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan
Syekh sendiri yaitu sebagai berikut:
1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya,
maka menjadi tinggilah martabatnya
2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara
kehormatan Allah, Allah akan memelihara
kehormatannya
3. Memperbaiki khidmat. Barangsiapa memperbaiki
khidmat, ia wajib memperoleh rahmat
4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha
mencapai cita-citanya, ia kan selalu memperoleh
hidayahnya
5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan
nikmat Allah berarti ia bersyukur kepada Allah.
Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia akan
mendapatkan tambahan nikmat sebagaimana yang
dijanjikan Allah
TQN sebagai sebuah aliran dalam tasawuf
mempunyai amaliyah yang khusus yang sudah barang
tentu tidak akan sama dengan amaliyah dalam tarekat yang
80
lain. Kalaupun ada kesamaan, kemungkinan dalam
beberapa hal saja karena memang sumber ajarannya sama-
sama dari Rasulullah. Amaliyah yang bersifat spiritual ini
harus diamalkan oleh siapa saja yang telah menyatakan
diri melalui talqin senbagai murid dan ikhwan bagi Guru
Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud. Amaliyah
tersebut merupakan amalan yang maha penting yang mesti
dilakukan oleh murid setelah melakukan amaliyah
syariyyah yaitu shalat fardu.
1. Dzikrullah
Zikir yang dimaksud dalam TQN adalah zikir
dengan makna khas, yaitu hudurul Qalbi ma Allah
(hadirnya hati bersama Allah). Zikir dalam arti khusus
ini terbagi dua, yaitu:
a. Dzikir lisan / jahar untuk mengunci pintu syetan di
dalam diri manusia, berdasarkan petunjuk Allah
dalam Q.S. Al-Araaf ayat 17, Q.S. Ibrahim ayat
24-25 dan 27.
b. Dzikir khafi / ingatan hati untuk membersihkan
qalbu (hati) dari semua sifat-sifat mazmumah /
tercela berdasarkan Q.S. Al-Araaf ayat 205
Zikir jahar adalah melafalkan kalimah tayyibah
yakni La ilaha illallah secara lisan dengan suara
81
keras dan dengan cara-cara tertentu. Dzikir lisan/jahar
diamalkan setiap selesai mendirikan shalat fardu
banyaknya tidak boleh kurang dari 165x dan lebih
banyak sangat diutamakan, sedangkan dzikir
khafi/ingatan hati harus secara terus menerus tidak
henti-hentinya, baik sedang berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring kapan saja dan dimana saja,
sebagaimana keberadaan orang-orang yang
dikategorikan ulil albab dalam Q.S. Ali Imran 191.
Dalam kitab Miftah as-Sudur dijelaskan
bagaimana cara berzikir yang benar sebagai amalan
dalam TQN, baik zikir jahar maupun zikir khafi, yaitu:
orang yang berzikir memulai dengan ucapan Laa dari
bawah pusat dan diangkatnya sampai ke otak dalam
kepala, sesudah itu diucapkan Ilaaha dari otak dengan
menurunkannya perlahan-lahan kebahu kanan. Lalu
memulai lagi mengucapkan Illallah dari bahu kanan
dengan menurunkan kepala kepada pangkal dada
disebelah kiri dan berkesudahan pada hati sanubari
dibawah tulang rusuk lambung dengan menghembuskan
lafadz nama Allah sekuat mungkin sehingga terasa
geraknya pada seluruh badan seakan-akan di seluruh
82
bagian badan amal yang rusak itu terbakar dan
memancarkan Nur Tuhan.
Amaliah zikir berupa kalimah thoyyibah bagi
ikhwan / akhwat Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
Pondok Pesantren Suryalaya merupakan amalan harian
yang dilaksanakan setiap bada shalat fardhu maupun
shalat sunat dengan ketentuan sebagai beikut:
a. Bilangan zikir kalimah Thayyibah bagi ikhwan
Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok
Pesantren Suryalaya setiap kali melaksanakan tidak
boleh kurang dari 165 kali, lebih banyak lebih baik
dengan ketentuan diakhiri hitungan bilangan ganjil.
b. Bagi ikhwan yang memiliki kesibukan atau sedang
dalam safar (perjalanan) dilain waktu ketika
senggang. Sebaiknya malam hari sebelum tidur
atau setelah shalat malam.
c. Pelaksanaan amaliyah zikir sebaiknya dilaksanakan
berjamaah dengan suara keras sehingga
diharapkan dapat menghancurkan kerasnya hati
kita yang diliputi oleh sifat-sifat mazmumah
(buruk) diganti dengan sifat mahmudah (baik)
sehingga berbekas membentuk perilaku
pengamalnya, yaitu pribadi pengamal zikir yang
83
berakhlak mulia berbudi luhur sebagai buahnya
zikir.
Untuk melakukan zikir terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan. Pertama, hendaklah orang
yang berzikir mempunyai wudu secara sempurna.
Kedua, hendaklah berzikir dengan suara keras
sehingga hasil cahaya zikir terpancar di dalam hati
pelakunya jadilah hati akibat cahaya ini menjadi hidup
abadi hingga ke kehidupan ukhrawi.
2. Talqin dan Baiat
Untuk dapat mengamalkan zikir khas (yakni
zikir dalam TQN), begitu juga amalan-amalan lainnya
dalam TQN, seorang salik (murid) mesti memulai
dengan proses talqin talqin ialah peringatan guru
kepada murid. Sedangkan baiat adalah kesanggupan
dan kesetiaan murid dihadapan gurunya untuk
mengamalkan dan mengerjakan segala kebajikan yang
diperintahkan mursyidnya.
Talqin memiliki dua sasaran; pertama, sasaran
yang bersifat umum, dan kedua, bersifat khusus.
Adapun sasaran yang bersifat umum adalah seseorang
yang sudah bertalqin berarti sudah masuk dalam
silsilah (lingkaran) komunitas pengamal ajaran
84
tarekat. Sedangkan sasaran talqin yang bersifat khusus
yakni talqin suluk setelah masuk dalam lingkaran
komunitas sufi.
Karena perkembangan TQN begitu pesat, maka
guru mursyid mengangkat wakil talqin. Wakil talqin
adalah orang yang mendapat izin dari guru mursyid
untuk melaksanakan talqin, sekaligus melakukan
pembinaan bagi ikhwan-ikhwan yang sudah di talqin.
Dengan semakin menyebarnya ajaran TQN di
dalam dan di luar negeri, maka Pimpinan Pondok
Pesantren Suryalaya menunjuk beberapa orang
kepercayaan yang disebut Wakil dengan tugas
utama ialah mentalqinkan zikir TQN kepada siapa
yang menginginkan dan yang merasa dirinya
berkepentingan, dengan maksud supaya orang-orang
yang sedang dalam keadaan sakit dan orang-orang
yang jauh tempat tinggalnya dapat melaksanakan
maksudnya tanpa banyak memakan biaya dan waktu,
begitu pula meringankan beban Pimpinan Pondok
Pesantren yang setiap hari terus menerus didatangi
tamu dari berbagai tempat sehingga agak sukar untuk
meninggalkan Pondok Pesantren.
63


63
Ibid., h.349-350
85
3. Tahapan-Tahapan Dalam Bidang Ubudiyah
Tahapan Pertama, yang paling ringan adalah
melaksanakan shalat sunat rawatib, yaitu salat sunat
qabla dan bada salat-salat fardu salat sunat yang biasa
dilaksanakan oleh para ikhwan di Suryalaya adalah:
- Salat sunat fajar (qabla Subuh) dan salat lidafil
bala
- Salat sunat qabla dan bada dhuhur
- Salat sunat qabla Asar
- Salat sunat qabla dan bada magrib
- Salat sunat qabla dan bada Isya
Selain salat sunat bada magrib, Abah Anom
biasa melaksanakan salat sunat yang lainnya, yaitu:
- Salat sunat awwabin
- Salat sunat lihifdzil Iman
- Salat sunat istikharah
- Salat sunat Hajat
- Salat sunat Libirril walidain
- Salat sunat lidafil bala
- Salat sunat ikhlas
- Salat sunat mutlak
(pangersa Abah tidak beranjak dari tempat
salat antara magrib hingga isya. Setelah selesai salat
86
isya dengan zikirnya baru beliau bersama para tamu
makan malam).
Tahapan kedua, tahapan ini merupakan upaya
peningkatan ubudiyah dengan melaksanakan salat-
salat sunat sebagai berikut:
- Salat sunat Syukrul wudu setiap kali selesai
berwudu
- Salat sunat Isyraq, sekitar pukul 06.00
- Salat sunat Istiazah, setelah selesai salat Isyraq
- Salat sunat istikharah, setelah selesai salat
Istiazah
- Salat sunat Duha waktunya sekitar pukul 07.30
- Salat sunat kifarat al-baol setelah selesai salat
duha
- Salat sunat lidafil bala, setelah salat isya
- Salat sunat hajat sebelum tidur
Tahapan ketiga, tahapan ini berupa
pelaksanaan qiyamullail atau slat malam.
Pelaksanaannya mengikuti cara-cara sebagimana
dijelaskan oleh Pangersa Abah dalam buku yang
beliau tulis berjudul Ibadah sebagai Metode
Pembinaan Korban Penyalahgunaan Narkotika dan
Kenakalan Remaja. Buku ini sebagai panduan bagi
87
para Pembina Inabah bagaimana proses penyadaran
dan penyembuhan para remaja korban Narkoba dan
obat-obat terlarang di Inabah agar sembuh dari
ketergantungan dengan sadar dan sukarela. Cara
dimaksud adalah sebagai berikut:
- Mandi Taubat sekitar pukul 02.00 dini hari
- Salat sunat Syukrul wudu
- Salat sunat Taubat
- Salat sunat Tahajud (12 rakaat)
- Salat Sunat Tasbih (4 rakaat)
- Salat sunat witir (11 rakaat)
Setelah selesai melaksanakan salat sunat
hendaklah si salik berzikir sebanyak banyaknya
hingga waktu salat subuh tiba. Pangersa Abah tidak
beranjak dari tempat salat setelah subuh sampai
waktu isyraq.
Berikut ini rincian ubudiyah yang biasa
dilaksanakan oleh para pengamal TQN Pondok
Pesantren Suryalaya walaupun pelaksanaannya
bertahap sesuai kemampuan masing-masing.



88
JADWAL KEGIATAN UBUDIYAH SEHARI-HARI:
Waktu Kegiatan Ket
Jam
02.00
-Bangun, Mandi Taubat
- Sunat Syukrul Wudhu 2 rakaat
- Sunat Taubat 2 rakaat
- Sunat Tahajud 12 rakaat
- Sunat Tasbih 4 rakaat
- Sunat Witir 11 rakaat
- Dzikir sebanyak-banyaknya,
minimal 165 x sampai menjelang
subuh







31
Jam
04.00
-Sunat Subuh 2 rakaat
-Sunat lidafil bala 2 rakaat
-Shalat Subuh 2 rakaat
-Dzikir minimal 165 x


6
Jam
06.00
-Sunat Israq 2 rakaat
-Sunat Istiadah 2 rakaat
-Sunat Istikharah 2 rakaat

6
Jam
09.00
-Sunat Dhuha 8 rakaat 8
Jam
12.00
-Sunat qabla Dhuhur 2 rakaat
-Shalat Dhuhur 4 rakaat
-Dzikir minimal 165 x
-Sunat bada Dhuhur 2 rakaat


8
Jam -Sunat Ashar 2 rakaat
89
15.00 -Shalat Ashar 4 rakaat
-Dzikir minimal 165 x
6
Jam
18.00
-Sunat Qabla Maghrib 2 rakaat
-Shalat Magrib 3 rakaat
-Dzikir minimal 165 x
-Khataman
-Sunat bada Magrib 2 rakaat
-Sunat Awwabin 6 rakaat
-Sunat Birrul Walidain 2 rakaat
-Sunat Lihifdzil Iman 2 rakaat
-Sunat Syukrun Nikmat 2 rakaat
-Sunat Kifarotul Baol 2 rakaat






21
Jam
19.00
-Sunat Qabla Isya 2 rakaat
-Shalat Isya 4 rakaat
-Sunat Bada Isya 2 rakaat
-Dzikir minimal 165 x


8
Jam
20.00
-Sunat Lidafil Bala 2 rakaat
-Khataman

2
Jam
21.30
sebelu
m tidur
-Sunat Syukrul Wudhu 2 rakaat
-Sunat Mutlak 4 rakaat
-Sunat Istikharah 2 rakaat
-Sunat Hajat 2 rakaat


10

4. Khataman
Kata khataman berasal dari kata khatama
yakhtumu khataman artinya selesai/menyelesaikan.
Maksud khataman dalam TQN adalah menyelesaikan
90
atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang
menjadi ajaran TQN pada waktu-waktu tertentu. Wirid-
wirid itu minimal dibaca secara keseluruhan sampai
khatam (tamat) satu kali dalam satu minggu. Aurad
TQN yang menjadi amalan mingguan itu terdapat
dalam buku yang dihimpun dan dikodifikasikan oleh
Syekh Mursyid. Buku tersebut diberi nama Uqud al-
Juman, yang secara etimologis artinya untaian
mutiara. Secara substansial, aurad itu terdiri atas dzikir,
shalawat, doa-doa dan bacaan-bacaan yang biasa
diamalkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Khataman dilakukan setelah selesai shalat fardu dan
dzikir. Tertib amalan khataman pertama tawasul, lalu
membaca wirid-wirid yang terdapat dalam kitab uqud al
juman sampai selesai dan diakhiri dengan doa
khataman itu sendiri. Khataman bisa dilakukan secara
munfarid atau berjamaah, bisa di masjid atau di
rumah-rumah. Namun kalau dilakukan di masjid
dengan berjamaah tentu lebih baik. Kalau tidak
memungkinkan di masjid secara berjamaah di majlis-
majlis dzikir juga akan lebih baik. Yang penting
bagaimana wirid itu dapat dilakukan secara khusyu dan
tamat.
91
Secara umum, waktu pelaksanaan khotaman yang
biasa dilaksanakan di Pondok Pesantren Suryalaya
adalah Setiap hari antara Magrib dan Isya dan setelah
shalat sunat Lidafil Balai bada shalat Isya dan Hari
Senin dan Kamis bada shalat Ashar.

5. Manaqib
Kata manaqib merupakan kata jama dari
manqabah mendapat akhiran an. Manqabah sendiri
artinya babakan sejarah hidup seseorang. Dalam tradisi
bahasa Sunda kata manaqib ditambah dengan an
sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang
mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup
seseorang secara spiritual. Manaqib dalam TQN adalah
manaqib Syaikh Abdul Qadir al-J ilani sebagai pendiri
tarikat Qadiriyah. Isi manaqib secara khusus
menceritakan akhlak Tuan Syeikh, silsilahnya, kegiatan
dakwahnya, karomahnya dan lain-lainnya yang relevan
untuk dijadikan pelajaran oleh para pengikutnya.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan
syahriyyah artinya amalan yang harus dilakukan
minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi
manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama,
92
materi (kontens) tentang hidmah amaliyah yang intinya
adalah manaqiban itu sendiri. Kedua, hidmah ilmiyyah
adalah pembahasan tasawuf secara keilmuan dan
pembahasan aspek-aspek ajaran Islam secara
keseluruhan. Tujuannya adalah untuk membuka
wawasan keislaman para ikhwan, memperdalam ilmu
ketasawufan, dan memotivasi para ikhwan agar
semakin rajin (konsisten) melakukan amalan ajaran
Islam khususnya amalan TQN.
Pelaksanaan amalan manaqib berjamaah paling
sedikit 1x dalam sebulan dan susunan acara manaqib
harus sesuai dengan Maklumat Nomor 50. PPS.III.
1995 tanggal 11 Maret 1995 yang ditandatangani oleh
sesepuh Pontren Suryalaya, K.H. A. Shohibulwafa
Tajul Arifin ra
a. Pembukaan
b. Pembacaan ayat-ayat suci Al Quran
c. Pembacaan Tanbih
d. Pembacaan Tawasul
e. Pembacaan Manqabah dan Doa
f. Pembinaan pemahaman amalan
g. Pembacaan shalawat Bani Hasyim 3x
93
Dalam maklumat tersebut terdapat beberapa
catatan penting antara lain sebagai berikut:
a. Kalau ada hal-hal penting yang disampaikan kepada
para ikhwan/akhwat atau sambutan dari pejabat
termasuk permohonan barakah al Fatihah adalah pada
acara pembukaan.
b. Setiap manaqib pada bulan Muharam, Rabiul Awwal,
Rajab dan Dzulhijjah dibaca shalawat Badr setelah
pembacaan ayat-ayat suci Al Quran
c. Sebelum pembacaan Tanbih oleh yang mendapat
kepercayaan untuk melaksanakannya, terlebih dahulu
bertawasul kepada Syaikhuna al Mukaram Guru
Almarhum Syekh H. Abdullah Mubarak bin Nur
Muhammad ra. Selesai pembacaan Tanbih diteruskan
membaca Untaian Mutiara dan akhirnya ditutup
dengan membaca Al Fatihah
d. Rabithah : Hubungan atau kaitan murid dengan guru,
baik ketika berdekatan fisik maupun ketika berjauhan
fisik, demikian juga secara zhahir atau bathin
e. Adab : Kehalusan dan kebaikan budi pekerti atau
disebut juga akhlak murid terhadap guru, hingga
membentuk pribadi yang dapat dijadikan panutan atau
suri tauladan
94
f. Kesetiaan : Setiap murid terhadap guru tidak cukup
kalau hanya monoloyalitas artinya kesetiaannya tidak
terpecah, tetapi harus sampai bersetia artinya setia
selamanya.
g. Riyadhah : Latihan untuk memantapkan pribadi setiap
murid yang diberikan oleh Syaikhuna al Mukaram
Wali Mursyid H.A. Shahibulwafa Tajul Arifin ra
Hal yang menjadi perhatian pada pembahasan bagian ini
adalah tanbih yang mempunyai sinonim Wasiat, Amanat,
Petunjuk, Pedoman, Peringatan, Pengajaran dan Nasihat.
Materi dari tanbih adalah :
a. Syekh Mursyid yang arif bersemayam di Patapan
Kajembaran Rahmaniyah
b. Doa Syekh Mursyid untuk segenap murid-murid
beliau
c. Doa Syekh Mursyid untuk pemimpin Negara
d. Hak Prerogatif Syekh Mursyid
e. Prinsip orang-orang yang beriman
f. Pedoman dalam pergaulan
g. Mengenal jati diri
h. Membina persatuan dan kesatuan
95
i. Sistem pengamalan Thariqat Qadiriyah
Naqsabandiyah
j. Tiga filter dalam usaha mencari jalan kebenaran dan
kebaikan
k. Tujuan hidup
l. Kewajiban mengaplikasikan Tanbih dalam
kehidupan sehari-hari secara nyata dan terasa
Dalam mengkaji tanbih terdapat untaian mutiara
yang menyatu dengan Tanbih tersebut di atas yang
terdiri dari lima macam esensi guna diwujudkan secara
nyata dan terasa dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
a. Jangan membenci ulama yang sejaman (sesame
umat Islam)
b. Jangan menyalahkan terhadap pengajaran orang lain
c. Jangan mengoreksi murid orang lain
d. Jangan mengorak sila jika dikoreksi oleh orang lain
(tersinggung)
e. Harus kasih saying kepada orang yang
membencimu
Tanbih adalah wasiat K.H. Syekh Abdullah
Mubarok bin Nur Muhammad (W. 1956 M) dalam
bahasa Sunda, yang beliau tulis pada tahun 1954.
96
Tanbih ini diperuntukkan khusus bagi ikhwan-ikhwan
TQN, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri.
Inti tanbih ini mengajarkan bagaimana
seharusnya ikhwan-ikhwan TQN hidup bermasyarakat,
baik dengan Negara maupun dengan sesame saudaranya
yang seagama dan saudaranya yang tidak seagama.
Adapun tujuannya, agar mereka mendapat kebahagiaan
dan ketentraman lahir batin. Dengan perkataan lain agar
mereka menjadi manusia-manusia yang Cageur
Bageur (Budi Utama Jasmani Sempurna).
Untuk mencapai tujuan itu, diharapkan agar para
ikhwan TQN mengamalkan ajaran TQN sebaik-baiknya
dan bertindak teliti dalam segala jalan yang akan
ditempuh.
Ajaran TQN di Pondok Pesantren Suryalaya
dikembangkan oleh dua orang mursyid, yaitu K.H.
Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (W.
1956 M) dan K.H. A. Shohibulwafa Tajul Arifin.
1. Syekh Abdullah Mubarok bin Nur
Muhammad (Abah Sepuh)
97
Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad
atau yang biasa di panggil Abah Sepuh, lahir tahun
1836 di kampung Cicalung Kecamatan Tarikolot
Kabupaten Sumedang (sekarang, Kp Cicalung Desa
Tanjungsari Kecamatan Pagerageung Kabupaten
Tasikmalaya) dari pasangan Rd Nura Pradja (Eyang
Upas, yang kemudian bernama Nur Muhammad)
dengan Ibu Emah. Beliau dibesarkan oleh uwaknya
yang dikenal sebagai Kyai Jangkung. Sejak kecil, beliau
sudah gemar mengaji/mesantren dan membantu orang
tua dan keluarga, serta suka memperhatikan
kesejahteraan masyarakat. Setelah menyelesaikan
pendidikan agama dalam bidang akidah, fiqih, dan lain-
lain di tempat orang tuanya. Di Pesantren Sukamiskin
Bandung beliau mendalami fiqih, nahwu, dan sorof.
Beliau kemudian mendarmabaktikan ilmunya di tengah-
tengah masyarakat dengan mendirikan pengajian di
daerahnya dan mendirikan pengajian di daerah
Tundagan Tasikmalaya. Beliau kemudian menunaikan
ibadah Haji yang pertama.
Walaupun Syaikh Abdullah Mubarok telah
menjadi pimpinan dan mengasuh sebuah pengajian pada
tahun 1890 di Tundagan Tasikmalaya, beliau masih
98
terus belajar dan mendalami ilmu Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah kepada Mama Guru Agung Syaikh
Tolhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan Kalisapu
Cirebon. Setelah sekian lamanya pulang-pergi antara
Tasikmalaya-Cirebon untuk memperdalam ilmu tarekat,
akhirnya beliau memperoleh kepercayaan dan diangkat
menjadi Wakil Talqin. Sekitar tahun 1908 dalam usia
72 tahun, beliau diangkat secara resmi (khirqoh)
sebagai guru dan pemimpin pengamalan Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah oleh Syaikh Tolhah. Beliau
juga memperoleh bimbingan ilmu tarekat dan
(bertabaruk) kepada Syaikh Kholil Bangkalan Madura
dan bahkan memperoleh ijazah khusus Shalawat Bani
Hasyim.
Karena situasi dan kondisi di daerah Tundagan
kurang menguntungkan dalam penyebaran Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah, beliau beserta keluarga
pindah ke Rancameong Gedebage dan tinggal di rumah
H. Tirta untuk sementara. Selanjutnya beliau pindah ke
Kampung Cisero (sekarang Cisirna) jarak 2,5 km dari
Dusun Godebag dan tinggal di rumah ayahnya. Pada
tahun 1904 dari Cisero Abah Sepuh beserta keluarganya
pindah ke Dusun Godebag.
99
Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad
kemudian dan bermukim dan memimpin Pondok
Pesantren Suryalaya sampai akhir hayatnya. Beliau
memperoleh gelar Syaikh Mursyid. Dalam perjalanan
sejarahnya, pada tahun 1950, Abah Sepuh hijrah dan
bermukim di Gg Jaksa No 13 Bandung. Sekembalinya
dari Bandung, beliau bermukim di rumah H Sobari J l
Cihideung No 39 Tasikmlaya dari tahun 1950-1956
sampai beliau wafat.
Setelah menjalani masa yang cukup panjang,
Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad-sebagai Guru
Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dengan
segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan
yang tidak ringan, dipanggil Al Khaliq kembali ke
Rahmatullah pada tangal 25 Januari 1956, dalam usia
120 tahun. Beliau meniggalkan sebuah lembaga Pondok
Pesantren Suryalaya yang sangat berharga bagi
pembinaan umat manusia, agar senantiasa dapat
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya serta mewariskan sebuah wasiat berupa
TANBIH yang sampai saat sekarang dijadikan pedoman
bagi seluruh Ikhwan Thariqah Qadiriyah
100
Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya dalam
hidup dan kehidupannya.
2. KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah
Anom)
KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal
dengan nama Abah Anom, dilahirkan di Suryalaya
tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima
Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, pendiri
Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj
Juhriyah. Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk
Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun
1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah
semacan Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun
1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu
agama Islam secara lebih khusus. Beliau belajar ilmu
fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang
Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan
balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa
Cianjur. Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren
Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur,
Cianjur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.
101
Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom
melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati
Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada
masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli
hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom
banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal,
termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah
pesantren. Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama
Islam. Oleh karena itu, pantas jika beliau telah dicoba
dalam usia muda untuk menjadi Wakil Talqin Abah
Sepuh. Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-
ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan
pengalaman keagaman di masa mendatang.
Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa
keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah,
Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal
sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.
Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun,
Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ruyanah.
Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci.
Sepulang dari Mekah, setelah bermukim kurang lebih
tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah
mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman
102
keagamaan yang mendalam. Pengetahuan beliau
meliputi tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang
merupakan inti ilmu agama. Oleh Karena itu, tidak
heran jika beliau fasih berbahasa Arab dan lancar
berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa
Sunda, sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati
yang paling dalam. Beliau juga amat cendekia dalam
budaya dan sastra Sunda setara kepandaian sarjana ahli
bahasa Sunda dalam penerapan filsafat etnik
Kesundaan, untuk memperkokoh Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah. Bahkan baliaupun terkadang berbicara
dalam bahasa Jawa dengan baik.
Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956,
Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam
memimpin pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh
ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan ajaran
Islam. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan
kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor
pembangunan perekonomian rakyat melalui
pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian,
membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan
lain-lain. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren
103
Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah
Sepuh yang diantara isinya adalah taat kepada perintah
agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya
tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu
berada di belakangnya.
Di samping melestarikan dan menyebarkan ajaran
agama Islam melalui metode Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah. Abah Anom juga sangat konsisten
terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti
dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk
pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK,
Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah
Aliyah kegamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan
Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta
Pondok Remaja Inabah. Didirikannya Pondok Remaja
Inabah sebagai wujud perhatian Abah Anom terhadap
kebutuhan umat yang sedang tertimpa musibah.
Berdirinya Pondok Remaja Inabah membawa hikmah,
di antaranya menjadi jembatan emas untuk menarik
masyarakat luas, para pakar ilmu kesehatan,
pendidikan, sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu
104
agama mulai yakin bahwa agama Islam dengan
berbagai disiplin Ilmunya termasuk tasawuf dan tarekat
mampu merehabilitasi kerusakan mental dan
membentuk daya tangkal yang kuat melalui pemantapan
keimanan dan ketakwaan dengan pengamalan Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah. Dalam melaksanakan tugas
sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang
pengelola, yaitu KH. Noor Anom Mubarok, BA, KH.
Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin
(Alm)
Pada masa kepemimpinan Abah Anom, Pondok
Pesantren Suryalaya berperan aktif dalam kegiatan
Keagamaan, Sosial, Pendidikan, Pertanian, Kesehatan,
Lingkungan Hidup, dan Kenegaraan. Hal ini terbukti
dari penghargaan yang diperoleh baik dari presiden,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan dari
dunia internasional atas prestasi dan jasa-jasanya.
Dengan demikian eksistensi atau keberadaan Pondok
Pesantren Suryalaya semakin kuat dan semakin
dibutuhkan oleh segenap umat manusia.
Pada periode K.H. Syekh Abdullah Mubarok bin
Nur Muhammad ajaran TQN ini disampaikan kepada
105
murid-muridnya melalui ceramah-ceramah, baik di
mesjid-mesjid maupun di rumah-rumah. Oleh karena
itu, tidak heran bila pada masa ini ajaran TQN dalam
bentuk tulisan tidak banyak ditemukan kecuali sedikit.
Berbeda dengan periode di atas, pada periode
K.H. A. Shohibulwafa Tajul Arifin ajaran TQN ini
tidak hanya disampaikan melalui ceramah-ceramah
saja, tetapi juga melalui tulisan. Ajaran TQN dalam
bentuk tulisan ini disusun sendiri oleh K.H. A. Shohibul
wafa Tajul Arifin, secara bertahap dan dalam waktu
yang cukup lama. Setelah itu diadakan penyempurnaan
dan penelaahan kembali yang mendalam sehingga
himpunan tulisan ini diberi nama dengan judul Miftah
al-Shudur. Kitab ini menurut penyusun, khusus
diperuntukkan bagi ikhwan-ikhwan TQN, baik yang
berada di dalam maupun di luar negeri. Adapun
tujuannya, agar para ikhwan tersebut memperoleh
ketegasan dan kemudahan dalam mempelajari serta
mengamalkannya, sehingga pada akhirnya diharapkan
mereka mendapat ketentraman jiwa dalam hidup di
dunia ini dan kemenangan di akherat.
106
Inti ajaran yang terdapat dalam kitab Miftah al-
Shudur ini merujuk kepada kitab-kitab karya ulama
besar antara lain: Jami al-Ushul Fi al-Auliya karangan
Ahmad al-Naqsyabandi, Manhl al-Saniyah Ala al-
Washiyyah al-Maqbulah karangan Abd al-Wahhab al-
Syarani, Tanwir al-Qulub Fi Muamalah Allam al-
Ghuyub karangan Syekh Muhammad Amin al-Kurdi,
al-Fath al-Rabbani karangan Syekh Abd al-Qadir al-
Jailani, Awarif al-Maarif karangan Abd al-Qahir al-
Suhrawardi dan al-Shufiyah Fi Ilhamihim karangan
Hasan al-Kamil al-Malthawi.
64

Pelajaran TQN juga terdapat dalam kitab uqudul
juman. Menurut bahasa uqud berarti ikatan-ikatan dan
al-juman berarti permata. Jadi, uqud al-juman adalah
ikatan-ikatan atau mata rantai permata. Kiranya buku
ini diberi judul demikian karena isinya antara lain berisi
tawashul, dalam wiridan dan khataman, kepada mata
rantai yang mengajarkan Islam (TQN) sejak Allah Swt
sehingga silsilah terakhir TQN. Dalam kitab Uqud al-
Juman terdapat tiga ajaran, yaitu: Wiridan, Khataman
dan Silsilah TQN.

64
Ibid., h. 257-258
107
Sebagaimana proses penyampaian ajaran TQN,
yang terkandung dalam kitab Miftah al-Shudur, pada
mulanya, ketiga ajaran tersebut juga disampaikan oleh
K.H. Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad,
melalui ceramah-ceramah.
Jumlah ikhwan TQN, baik dari dalam maupun
dari luar negeri, terus meningkat dari tahun ke tahun.
Oleh sebab itu, kiranya, menurut Pangersa K.H. A.
Shohibulwafa, ketiga ajaran tersebut dirasa perlu untuk
ditulis dalam sebuah buku yang kemudian diberi judul
Uqud al-Juman. Adapun tujuan penulisannya juga
sama dengan tujuan penulisan kitab Miftah al-
Shudur, yaitu untuk mempertegas dan mempermudah
para ikhwan TQN dalam memahami dan mengamalkan
ketiga ajaran tersebut. Ketiga ajaran ini juga sama
dengan ajaran Miftah al-Shudur diperuntukkan khusus
bagi ikhwan TQN di dalam dan di luar negeri.
65





65
Ibid., h. 325.
108
E. Silsilah TQN Pondok Pesantren Suryalaya
Silsilah adalah rangkaian para guru dan pengamal
tarekat yang ada pada setiap tabaqah, sejak Rasulullah
sebagai guru mursyid pertama hingga guru mursyid yang
ada sekarang.
Secara skema, sanad dan silsilah TQN Pondok
Pesantren Suryalaya adalah sebagai berikut:
1. Allah SWT
2. Jibril Alaihissalam
3. Muhammad SAW



QADIRIYYAH NAQSYABANDIYYAH

4. Ali bin Abu Thalib 4. Abu Bakar Siddiq ra.
5. Husain Ibn Ali 5. Salman Al-Farisi
6. Zainal Abidin 6. Qasim Ibnu Muhd Ibn Abu
Bakar
7. Muhammad Baqir 7. Imam Jafar Al-Sadiq
8. Jafar Al-Sadiq 8. Abu Yazid al-Bustam
9. Musa Al-Kazhim 9. Abu Hasan Kharqani
109
10. Ali Ibnu Musa al-Ridha 10. Abu Ali Al-Farmadi
11. Maruf al-Karkhi 11. Syekh Yusuf Al-Hamdani
12. Sirri Al-Saqati 12. Abdul Khaliq Al-Gazdawi
13. Abu Al-Kasim Junaid 13. Arif Riya Qari
Al-Baghdadi
14. Abu Bakar Al-Sibli 14. Muhammad Anjari
15. Abdul Wahid Al-Tamimi 15. Ali Ramli Tamimi
16. Abu Al-Farraj Al-Turtusi 16. M. Baba Sammasi
17. Abdul Hasan Ali Al- 17. Amir Kulaili
Karakhi
18. Abu Said Mubarok 18. Bahaudin an-Naqsyabandi
Al-Majzumi
19. Syekh Abdul Kadir 19. M. Alauddin al-Tari
Al-Jailani
20. Abdul Aziz 20. Yaqub Jareki
21. M. Mattaq 21. Ubaidillah Ahrari
22. Syamsuddin 22. M. Zahidi
23. Syarifuddin 23. Darwisi Muhammad
Baqibillah
24. Nuruddin 24. A. Faruqi Al-Sirhindi
25. Waliyuddin 25. Al-Maksum al-Sirhindi
26. Hisyamuddin 26. Saifuddin Afif
Muhammad
110
27. Yahya 27. Nur Muhammad Badawi
28. Abu Bakar 28. Syamsuddin Habibullah
Janjani
29. Abdul Rahim 29. Abdullah Al-Dahlawi
30. Usman 30. Abu Said Al-Ahmadi
31. Abdul Farrah 31. Ahmad Said
32. Muhammad Murad 32. M. Jan Al-Makki

33. Syamsuddin 33. Khalid Hilmi



34. A. Khatib Al-Sambasi
35. Syekh Tolhah Cirebon
36. Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad
(Abah Sepuh)
37. KH Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin
(Abah Anom)

Dengan melihat silsilah tertulis di atas, jelaslah
bahwa Abah Anom adalah salah seorang sanad TQN dan
sekaligus sebagai seorang mursyid dalam tarekat tersebut.
Beliau mendapat hirqah dari ayahandanya sendiri, Syaikh
111
Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, pendiri Pondok
Pesantren Suryalaya. Abah Anom selain sebagai mursyid
(guru spiritual TQN), dalam kepesantrenan, juga beliau
sebagai penerus, pengembang dan pengayom Pondok
Pesantren Suryalaya sejak ayahandanya meninggal hingga
saat ini.
Dilihat dari segi ajaran, baik Abah Sepuh maupun
Abah Anom sama-sama meneruskan, melestarikan dan
mengembangkan TQN dengan salah satu wahana
pengembangannya adalah Pondok Pesantren dengan segala
kelengkapannya. Betapa besar peranan Pondok Pesantren
Suryalaya dalam pelestarian, dan pengembangan ajaran
TQN, maka dinisbahkanlah term TQN kepada Pondok
Pesantren Suryalaya. Dengan demikian, maka termasyhur-
lah dalam pembahasan bagian integral tarekat mutabarah
sebutan TQN Pondok Pesantren Suryalaya
Selain itu, TQN yang dikembangkan di Pondok
Pesantren Suryalaya, juga memiliki kekhasan, yaitu
ajarannya terbuka, boleh dipelajari, boleh diamalkan oleh
semua kalangan dan segala umur, kontens ajarannya
dikemas dalam bingkai yang praktis sehingga mudah bagi
112
siapa saja untuk memahaminya sekaligus
mengamalkannya.
F. Praktek Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Desa
Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung
Pesantren Suryalaya terletak di kampung Godebag
Desa Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung. Adapun
batas-batas lokasi Pondok Pesantren Suryalaya Desa
Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung adalah sebagai
berikut:
1. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Puteran
Kecamatan Pagerageung
2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sindangherang
kecamatan Panumbangan
3. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Guranteng
Kecamatan Pagerageung
4. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tanjungsari
Kecamatan Sukaresik
Adapun masjid-masjid yang mempraktekkan amalan
Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah Pesantren Suryalaya
adalah Masjid As-Salam. As-Shofa, Nurul Falah, Nurul
Ulum, dan Al-Amin.
113
DATA MASJID DESA TANJUNGKERTA YANG
MEMPRAKTEKKAN AMALAN TQN
PESANTREN SURYALAYA
NO MASJID PENGAJIAN MANAQIB KETUA DKM
1. As-Salam Tanggal 13 malam 14
Hijriyah
H. Endang S.
2. As-Shofa Tanggal 20 malam 21
Hijriyah
Ohim
Abdurrohim
3. Nurul Falah Tanggal 19 malam 20
Hijriyah
Agus Sopyan
4. Nurul Asror Tanggal 11 Hijriyah KH. A. Shohibul
Wafa Tajul Arifin
5. Nurul Ulum Tanggal 18 malam 19
Hijriyah
Yusup Hamzah
6. Al-Amin Tanggal 23 malam 24
Hijriyah
Taryudin

Selain praktek tarekat dilakukan di masjid, juga
dilakukan di mushalla-mushalla sebagaimana data
berikut ini :
NO MUSHALA PENGAJ IAN KETERANGAN
1. Al-Hidayah Hari Minggu Pengajian Umum
2. Pa Juhandi Hari Jumat Pengajian Umum
3. Ciseupan Hari Rabu Pengajian Umum
4. Miftahul Jannah J umat keempat Pengajian Umum
114
5. Al-Munawaroh Tanggal 16 malam
17 Hijriyah
Pengajian Manaqib
6. H. Rosid Tanggal 6 malam
7 Hijriyah
Pengajian Manaqib
7. Nurul Iman Tanggal 24 malam
25 Hijriyah
Pengajian Manaqib
8. Al-Hidayah Hari Minggu Pengajian Umum
9. Baiturrahman Tanggal 18 malam
19 Hijriyah
Pengajian Manaqib
10. H. Tanu Tanggal 24 malam
25 Hijriyah
Pengajian Manaqib
11. Pa Suhadma Tanggal 7 malam
8 Hijriyah
Pengajian Manaqib
12. Pa Usman Tanggal 14 malam
15 Hijriyah
Pengajian Manaqib
13. Desa Minggu ke 2
setelah Suryalaya
Pengajian Manaqib

Masjid-masjid dan mushala-mushala yang ada di
desa Tanjungkerta semuanya mengikuti dan
mengamalkan Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN)
Pesantren Suryalaya baik yang bersifat amalan harian,
mingguan dan bulanan.

115
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan
sebelumnya, sampailah pada kesimpulan seperti di bawah
ini :
1. Tarekat Qadiriah wa Naqsabandiah yang terdapat
pada pesantren Suryalaya menggabungkan dua
tarekat yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiah
dengan melakukan dzikir jahar dan khafi. Selain
itu Tarekat ini juga melakukan ritual ubudiyah
lainnya di samping sebagai upaya alternatif
dalam pengobatan korban Narkoba.
2. Pelaksanaan Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiah
ternyata berpengaruh terhadap kehidupan
beragama di lingkungan sekitarnya yaitu di Desa
Tanjungkerta yang dapat dilihat dari seluruh
aktifitas yang dilakukan oleh jamaah di Masjid-
masjid dan mushalla.
116
B. Saran
Dengan memperhatikan hasil dari penelitian ini yang
menunjukkan adanya pengaruh tarekat dari Pesantren
Suryalaya terhadap lingkungan sekitarnya (Desa
Tanjungkerta), maka dimohonkan kepada para peneliti
berikutnya dapat melakukan penelitian dengan dimensi
yang lebih luas lagi.










117
LAMPIRAN I

Tanbih (Bahasa Sunda)

Ieu pangeling-ngeling ti Pangersa Guru Almarhum, Syaikh
Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, panglinggihan di
Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniah. Dawuhanana
khusus kangge ka sadaya murid-murid pameget, istri, sepuh,
anom, muga-muga sing ginanjar kawilujengan, masing-masing
rahayu sapapanjangna, ulah aya kebengkahan jeung sadayana.
Oge nu jadi Papayung Nagara sina tambih kamulyaananan,
kaagunganana tiasa nagtayungan ka sadaya abdi-abdina,
ngauban ka sadaya rakyatna dipaparin karaharjaan,
kajembaran, kanimatan ku Gusti Nu Maha Suci dlohir bathin.
Jeungna sim kuring nu jadi pananyaan Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah, ngahaturkeun kagegelan wasiat ka sadaya
murid-murid poma sing hade-hade dina sagala laku lampah,
ulah aya carekeun Agama jeung Nagara.
Eta dua-duanana kawulaan sapantesna samistina, kudu kitu
manusa anu tetep cicing dina kaimanan, tegesna tiasa
ngawujudkeun karumasaan terhadep agama jeung nagara taat
ka Hadorot Ilahi nu ngabuktikeun parentah dina agama jeung
nagara.
Inget sakabeh murid-murid, ulah kabaud ku pangwujuk napsu,
kagendam ku panggoda syetan, sina awas kana jalan anu matak
mengparkeun kana parentah agama jeung nagara sina telik
kana diri bisi katarik ku iblis anu nyelipkeun dina bathin urang
118
sarerea.
Anggurmah buktikeun kahadean sina medal tina kasucian :
Kahiji : ka saluhureun ulah nanduk boh saluhureun harkatna
atawa darajatna, boh dina kabogana estu kudu luyu
akur jeung batur-batur.
Kadua : ka sasama tegesna ka papantaran urang dina sagala-
galana ulah rek pasea, sabalikna kudu rendah
babarengan dina enggoning ngalakukeun parentah
agama jeung nagara, ulah jadi pacogregan
pacengkadan, bisi kaasup kana pangandika :Adzabun
alim, anu hartina jadi pilara salawasna, tidunya nepi
ka akherat (badan payah ati susuah)
Katilu : Ka sahandapeun ulah hayang ngahina atawa nyieun
deleka culika, hentau daek ngajenan, sabalikna kudu
heman, kalawan karidloan malar senang rasana
gumbira atina, ulah sina ngarasa reuwas jeung giras,
rasa kapapas mamaras, anggur ditungtun dituyun ku
nasehatr anu lemah lembut, nu matak nimbulkeun
nurut, bisa napak dina jalan kahadean.
Kaopat : Kanu pakir jeung miskin kudu welas asih someah, tur
budi beresih, sarta daek mere maweh, ngayatakeun
hate urang sareh. Geura rasakeun awak urang
sorangan kacida ngerikna ati ari dina kakurangan. Anu
matak ulah rek kajongjonan ngeunah dewek henteu
lian, da pakir miskin teh lain kahayangna sorangan,
estu kadaring Pangeran.
Tah kitu pigeusaneun manusa anu pinuh karumasaan, sanajan
jeung sejen bangsa, sabab tungal turunan ti Nabi Adam a s.
Numutkeun ayat 70 surat Isro anu pisundaeunana kieu :
Kacida ngamulyakeunana Kami ka turunan Adam, jeung
Kami nyebarkeun sakabeh daratan oge lautan, jeung ngarijkian
Kami ka maranehanana, anu aya di darat jeung lautan, jeung
119
Kami ngutamakeun ka maranehanana, malah leuwih utama ti
mahkluk anu sejenna.
Jadi harti ieu ayat nyaeta akur jeung batur-batur ulah aya
kuciwana, nurutkeun ayat tina surat Almaidah anu Sundana.
Kudu silih tulungan jeung batur dina enggoning kahadean
jeung katakwaan terhadep agama jeung nagara, soson-soson
ngalampahkeunana, sabalikna ulah silsih tulungan kana jalan
perdosaan jeung permusuhan terhadep parentah agama jeung
nagara.
Ari sebagi agama, saagamana-saagamana, nurutkeun surat
Alkafirun ayat 6: agama anjeun keur anjeun, agama kuring
keur kuring, surahna ulah jadi papaseaan kudu akur jeung
batur-batur tapi ulah campur baur. Geuning dawuhan sepuh
baheula Sina logor dina liang jarum, ulah sereg di buana.
Lamun urangna henteu kitu tangtu hanjakal diakhirna. Karana
anu matak tugeunah terhadep badan urang masing-masing eta
teh tapak amal perbuatanana. Dina surat Annahli ayat 112
diuynggelkeun anu kieu :
Gusti Allah geus maparing conto pirang-pirang tempat, boh
kampungna atawa desana atawa nagarana, anu dina eta tempat
nuju aman sentosa, gemah ripah loh jinawi, aki-kari
pendudukna (nu nyicinganana) teu narima kana nimat ti
Pangeran, maka tuluy bae dina eta tempat kalaparan, loba
kasusah, loba karisi jeung sajabana, kitu teh samata-mata
pagawean maranehanana.
Ku lantaran kitu sakabeh murid-murid kudu arapik tilik jeung
pamilih, dina nyiar jalan kahadean lahir bathin dunya akherat
sangkan ngeunah nyawa betah jasad, ulah jadi kabengkahan
120
anu disuprih cageur bageur.
Teu aya lian pagawean urang sarerea Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah amalkeun kalawan enya-enya keur ngahontal
sagala kahadean dlohir bathin, keur nyingkahan sagala
kagorengan dlohir bathin, anu ngeunaan ka jasad utama nyawa,
anu dirungrung ku pangwujuk napsu, digoda ku dayana setan.
Ieu wasiat kudu dilaksanakaeun ku sadaya murid-murid,
supaya jadi kasalametan dunya rawuh akherat.
Patapan4 Suryalaya, 13 Februari 1956
Ieu Wasiat kahatur ka sadaya akhli-akhli

(KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin)

RANGGEUYAM MUTIARA
Ulah ngewa ka ulama sajaman
Ulah nyalahkeun kana pangajaran batur
Ulah mariksa murid batur
Ulah medal sila upama kapanah
Kudu asih ka jalma nu mikangewa ka maneh





121

LAMPIRAN II
Tanbih (Bahasa Indonesia)

Tanbih ini dari Syaekhuna Almarhum Syaikh Abdullah Mubarok bin
Nur Muhammad yang bersemayam di Patapan Suryalaya
Kajembaran Rahmaniyah.
Sabda beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria maupun
wanita, tua maupun muda: Semoga ada dalam kebahagiaan,
dikaruniai Allah Subhanahu Wataala kebahagiaan yang kekal dan
abadi dan semoga tak akan timbul keretakan dalam lingkungan kita
sekalian.
Pun pula semoga Pimpinan Negara bertambah kemuliaan dan
keagungannya supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh
rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur dhohir maupun bathin.
Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat kepada
segenap murid-murid : berhati-hatilah dalam segala hal jangan
sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama maupun
negara.
Taatilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia
yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan
terhadap Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan perintah dalam
agama maupun negara.
Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan
nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan
penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat
meneliti diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu
122
menyelinap dalam hati sanubari kita.

Lebih baik buktikan kebajikan yang timbul dari kesucian :
1. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik
dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah
seharusnya hidup rukun dan saling menghargai.
2. Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-
galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya
harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam
melaksanakan perintah agama maupun negara, jangan
sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau
kita terkena firman-Nya Adzabun Alim, yang berarti duka-
nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan
akhirat (badan payah hati susah).
3. Terhadap oarang-orang yang keadaannya di bawah kita,
janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak
senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan
dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira
hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan
tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing
dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi
keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
4. Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah
serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan
bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa
pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu
janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang,
karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak
sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Demikanlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran,
meskipun terhadap orang-orang asing karena mereka itu masih
keturunan Nabi Adam a.s. mengingat ayat 70 Surat Isro yang artinya:
Sangat kami mulyakan keturunan Adam dan kami sebarkan segala
yang berada di darat dan di lautan, juga kami mengutamakan
123
mereka lebih utama dai makhluk lainnya.
Kesimpulan dari ayat ini, bahwa kita sekalian seharusnya saling
harga menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat Surat Al-
Maidah yang artinya :
Hendaklah tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan
kebajikan dan ketaqwaan dengan sungguh-sungguh terhadap agama
maupun negara, sebaliknya janganlah tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah agama maupun
negara".
Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing,
mengingat Surat Al-Kafirun ayat 6 :Agamamu untuk kamu,
agamaku untuk aku, Maksudnya jangan terjadi perselisihan,
wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tetapi
janganlah sekali-kali ikut campur. Cobalah renungakan pepatah
leluhur kita: Hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai,
andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal
kemudian tak berguna. Karena yang menyebabkan penderitaan diri
pribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri.
Dalam surat An-Nahli ayat 112 diterangkan bahwa :
Tuhan yang Maha Esa telah memberikan contoh, yakni tempat
maupun kampung, desa maupun negara yang dahulunya aman dan
tenteram, gemah ripah loh jinawi, namun penduduknya/penghuninya
mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka lalu berkecamuklah
bencana kelaparan, penderitaan dan ketakutan yang disebabkan
sikap dan perbuatan mereka sendiri.
Oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak
teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan dlohir-bathin,
dunia maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan
sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya Budi Utama-
J asmani Sempurna (Cageur-Bageur).
124
Tiada lain amalan kita, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah,
amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala kebaikan, menjauhi
segala kejahatan dhohir bathin yang bertalian dengan jasmani
maupun rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh
perdaya syetan.
Wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap murid-
murid agar supaya mencapai keselamatan dunia dan akhirat.
Amin.
Patapan Suryalaya, 13 Pebruari 1956.
Wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan

(KH.A Shohibulwafa Tadjul Arifin)

UNTAIAN MUTIARA
Jangan membenci kepada ulama yang sejaman
Jangan menyalahkan kepada pengajaran orang lain
Jangan memeriksa murid orang lain
Jangan mengubah sikap walau disakiti orang
Harus menyayangi orang yang membenci kepadamu




125

DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Ramadhani, Solo,
1992.
Abubakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf,
Ramadhani, Jakarta, 1992.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Raja Grapindo Persada,
Jakarta, 2009.
Al Ghozali, Ikhya Ulum al Din, Juz I, Dar Al Maarif, Bairut
Alwi Shihab, Islam Sufistik:: Islam Pertama dan Pengaruhnya
hingga Kini di Indonesia, Mizan, Bandung, 2001.
Andito, Atas Nama Agama, Wacana Agama Dalam Dialog
Bebas Konflik, Pustaka Hidayah, Bandung, 1998.
Asmaran AS.,Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1994.
Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara,
Bandung: Mizan, 2002.
Buletin LPM Edukasi Quantum, melirik Pendidikan Sufistik di
Indonesia,Edisi 3/Th.2/XI/2003
Cecep Alba, Cahaya Tasawuf, CV. Wahana Karya Grafika,
Bandung, cetakan pertama, 2009.
126
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta:
Kanisius, 1992.
Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas
Masyarakat Modern, Pustaka Setia, Bandung, 2002.
Drs. Saifudin Zuhri, MA., Pengaruh Tarekat di Dunia Islam,
Makalah disampaikan dalam diskusi bulanan dosen
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, tanggal
28 Nopember 1994.
Elizabeth K Notingham, Sosiologi Agama, Rajawali, Jakarta,
1990.
Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad., cet. Ke-3,
Pustaka, Bandung, 1997.
HAMKA, Tasawuf Modern, Pustaka Panjimas, Jakarta, 2000.
HAR. Gibb and J.H. Karamers, Shorter Encyclopedia of Islam,
Leiden : E.J. Eril, 1961
Harun Nasution, Filasafat dan Mistisime dalam Islam, Bulan
Binatang, Jakarta, 1973.
Hawas Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-
tokohnya di Nusantara, al Ikhlas, Surabaya, 1930.
Ibnu Manzur, Lisn al-Arab, Dar Ihya al-Turats al-'Araby.
Beirut, T.th.
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam (London,
Oxford, New York, Oxfor University Press, New York,
1971
127
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moderen,
jilid 5, Mizan, Bandung, 2001.
KH. Shohibul Wafa Tadjul Arifin, Miftah al-Shudur, Terj. H.
Aboe Bakar Atjeh, Kunci Pembuka Dada, Kutamas,
Sukabumi, t.t,
------------- Kitab Uquudul Jumaan, PT. Mudawwamah
Warohmah, Tasikmalaya, cetakan pertama, 2007.
-------------- Ibadah Sebagai Mathoda Pembinaan Korban
Penyalahgunaan Narkotika dan Kenakalan Remaja,
khusus untuk ikhwan TQN, PT. Mudawwamah
Warohmah, Tasikmalaya, 1985.
Kharisudin Aqib, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah
Suryalaya Studi Tentang Tzkiyatun Nafsi Sebagai
Metode Penyadaran Diri, Disertasi UIN Jakarta, Tahun
2001
Mahfud Junaidi dalam MEDIA, Jurnal Ilmu dan Pendidikan
Islam, Benang Merah Sufisme dan Pendidikan Dalam
Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2000.
Mir Valiuddin, Contemplative Disiplines in Sufism, Terj. M.S.
Nasrullah, Dzikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf,
Pustaka Hidayah, Bandung, 2000.
Shohimun Faisol dan Muhammad, dalam makalah Kontribusi
Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Dalam Dakwah
Islamiyah Di Lombok.
128
Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,
Kencana, Jakarta, 2004.
Unang Sunardjo, Naskah Buku Pesantren Suryalaya dalam
Perjalanan Sejarahnya, Yayasan Serba Bhakti
Suryalaya, 1985.
Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Survey
Historis, Geografis, dan Sosiologis, Mizan, Bandung,
1996.
www.suryalaya.org/sejarah.html diakses tanggal 1 Mei 2010
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang
Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta, 1985.
Zurkani Yahya, Asal Usul Tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah dan perkembangannya dalam Harun
Nasution (ed) Tareqat Qadiriyah wa Naqsabandiyah:
Sejarah Asal Usul dan Perkembangannya, IAILM,
Tasikmalaya, 1990.

Anda mungkin juga menyukai