Anda di halaman 1dari 111

STUDI KELAYAKAN

PENDIRIAN INDUSTRI SIRUP GLUKOSA DARI TAPIOKA


DI PESANTREN RAUDLATUL ULUM, PATI





YAHMAN FAOJI
F34052280










2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR


STUDI KELAYAKAN
PENDIRIAN INDUSTRI SIRUP GLUKOSA DARI TAPIOKA
DI PESANTREN RAUDLATUL ULUM, PATI




SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor





Oleh :
YAHMAN FAOJI
F34052280





2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


STUDI KELAYAKAN
PENDIRIAN INDUSTRI SIRUP GLUKOSA DARI TAPIOKA
DI PESANTREN RAUDLATUL ULUM, PATI

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor


Oleh :
YAHMAN FAOJI
F34052280

Dilahirkan pada 19 Agustus 1987
di Pati

Tanggal lulus : 7 Desember 2009

Menyetujui,
Bogor, Desember 2009



Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc.
Dosen Pembimbing



PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kelayakan
Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati
adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bagian daftar pustaka skripsi ini.


Bogor, Desember 2009
Yang membuat pernyataan,


Yahman Faoji
F34052280





2005, penulis melanjutkan pendidikan
Pertanian, Fakultas Teknologi P
Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB)
Departemen Agama RI.
Selama masa kuliah, penulis aktif menjadi asisten praktikum dan responsi
beberapa mata kuliah, yaitu mata kuliah
(2007-2008), teknik optimasi (2009), dan satuan operasi (2009). Penulis juga aktif
di sejumlah organisasi dan kepanitiaan, di antaranya Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri (Himalogin), Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati
Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) IPB
dan Nasional, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IPB, dan Keluarga
Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) IPB. Penulis melaksanakan kegiatan
praktek lapangan dengan to
dan Pengawasan Mutu Produk Kacang Atom di PT Dua Kelinci, Pati.



RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati pada 19 Agustus
1987 dari ayah Suparman dan Ibu Siti Mukisah.
Penulis merupakan anak keempat dari enam
bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD
Negeri Kepoh (1993-1999) dan MI Mabadiul Ulum
Kepoh (1995-1999), kemudian penulis me
pendidikan menengah di MTs Raudlatul Ulum
Guyangan, Pati (1999-2002) dan MA Raudlatul Ulum
Guyangan, Pati (2002-2005). Setelah lulus MA tahun
2005, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB)
Departemen Agama RI.
Selama masa kuliah, penulis aktif menjadi asisten praktikum dan responsi
beberapa mata kuliah, yaitu mata kuliah fisika (2006-2007), penerapan komputer
2008), teknik optimasi (2009), dan satuan operasi (2009). Penulis juga aktif
di sejumlah organisasi dan kepanitiaan, di antaranya Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri (Himalogin), Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati
Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) IPB
dan Nasional, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IPB, dan Keluarga
Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) IPB. Penulis melaksanakan kegiatan
dengan topik Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi
dan Pengawasan Mutu Produk Kacang Atom di PT Dua Kelinci, Pati.

lahirkan di Pati pada 19 Agustus
1987 dari ayah Suparman dan Ibu Siti Mukisah.
Penulis merupakan anak keempat dari enam
bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD
1999) dan MI Mabadiul Ulum
1999), kemudian penulis melanjutkan
pendidikan menengah di MTs Raudlatul Ulum
2002) dan MA Raudlatul Ulum
2005). Setelah lulus MA tahun
di Departemen Teknologi Industri
ertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB)
Selama masa kuliah, penulis aktif menjadi asisten praktikum dan responsi
2007), penerapan komputer
2008), teknik optimasi (2009), dan satuan operasi (2009). Penulis juga aktif
di sejumlah organisasi dan kepanitiaan, di antaranya Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri (Himalogin), Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP),
Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) IPB
dan Nasional, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IPB, dan Keluarga
Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) IPB. Penulis melaksanakan kegiatan
Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi
dan Pengawasan Mutu Produk Kacang Atom di PT Dua Kelinci, Pati.


YAHMAN FAOJI. F34052280. Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup
Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. Di bawah bimbingan :
M. Zein Nasution. 2009.



RINGKASAN


Kebutuhan gula Indonesia terus meningkat, sementara produksi dalam
negeri tidak mampu mengimbangi peningkatan konsumsi gula, sehingga impor
menjadi pilihan. Nilai impor gula tebu pada 2007 mencapai US$
1,040,194,362.00 dan pada 2008 mencapai US$ 366,289,858.00. Untuk
mengurangi impor gula, maka produksi gula dalam negeri perlu terus dipacu, di
samping mencari alternatif bahan pemanis lain sebagai substitusi gula, di
antaranya dengan mengembangkan gula dari pati. Di antara gula dari pati tersebut,
sirup glukosa dan fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk mensubstitusi
gula pasir. Sementara itu, kebutuhan glukosa di Indonesia juga terus meningkat,
sedangkan produksi glukosa dalam negeri masih terbatas dan tidak bisa memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Nilai impor glukosa Indonesia cukup tinggi. Pada tahun
2008, nilai impor glukosa sebesar US$ 1,188,172.00 Kebutuhan sirup glukosa
Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri
penggunanya, yaitu industri makanan dan minuman, terutama industri sirup,
minuman ringan, permen, biskuit, dan jeli. Bahan baku pembuatan sirup glukosa,
terutama pati singkong atau tapioka masih tersedia melimpah di Indonesia.
Adanya kebutuhan akan sirup glukosa dalam negeri yang belum terpenuhi,
kebutuhan akan substitusi gula tebu yang semakin meningkat dan tidak terpenuhi,
serta ketersediaan bahan baku sirup glukosa yang cukup melimpah merupakan
suatu peluang untuk memproduksi sirup glukosa. Pasar sirup glukosa masih
terbuka lebar.
Pesantren Raudlatul Ulum merupakan salah satu pesantren yang terletak di
Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah
penghasil tapioka. Di Kabupaten Pati, juga banyak berkembang industri makanan
dan minuman, baik skala kecil maupun besar. Hal ini merupakan suatu peluang
bagi Pesantren Raudlatul Ulum untuk mengembangkan industri sirup glukosa.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kelayakan pendirian industri sirup
glukosa dari tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. Ruang lingkup penelitian
ini meliputi studi kelayakan pada aspek pasar dan pemasaran, teknik dan
teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis
finansial.
Industri sirup glukosa ini dibuat dengan kapasitas produksi 2 ton bahan
baku tapioka per hari. Bahan baku tapioka yang digunakan berasal dari para
pengrajin tapioka yang tersebar di wilayah Kabupaten Pati. Berdasarkan data-data
produksi tapioka yang ada di Kabupaten Pati, diperkirakan suplai bahan baku
tapioka untuk industri ini masih mencukupi. Pada tahun 2008, produksi tapioka di
Kabupaten Pati mencapai 159,322 ton atau rata-rata produksi per hari adalah
435.31 ton.


Potensi pasar produk sirup glukosa masih sangat besar mengingat
kebutuhannya yang semakin meningkat dan kebutuhan substitusi gula pasir.
Target pasar yang dituju adalah pasar industri yang berada di Propinsi Jawa
Tengah, terutama di Kabupaten Pati.
Besar investasi yang diperlukan adalah Rp 3,934,348,750 yang terdiri dari
biaya investasi tetap sebesar Rp 3,229,600,000.00 dan modal kerja sebesar Rp
703,548,750.00. Debt equity ratio (DER) yang diguakan adalah 100 persen dana
sendiri dan nol persen dana pinjaman bank.
Biaya per unit produk sirup glukosa ini sebesar Rp 4,769.00 per kg pada
kapasitas produksi 100 persen. Harga jual yang ditetapkan sebesar Rp 6,500.00
per kg. Dengan harga jual sebesar itu, profit yang diperoleh sebesar 36.30 persen.
Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa industri sirup glukosa ini
layak untuk didirikan. Nilai NPV industri ini sebesar Rp 1,850,007,524.00. Nilai
IRR-nya sebesar 23.72 persen. Nilai net B/C-nya sebesar 1.47. Payback period
industri ini adalah selama 3.98 tahun. Break even point (BEP) berada pada Rp
1,755,237,065.00 atau pada tingkat produksi 270,036 kg. Akan tetapi, hasil
analisis sensitivitas menunjukkan industri sirup glukosa memiliki resiko yang
cukup tinggi terhadap kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual.
Hasil studi kelayakan pendirian industri sirup glukosa di Pesantren
Raudlatul Ulum menunjukkan nilai kelayakan usaha yang positif. Akan tetapi,
sistem pasokan bahan baku dan pengembangan pasar perlu terus dilakukan untuk
menunjang keberlangsungan industri.





YAHMAN FAOJI. F34052280. A Feasibility Study of Establishment of Glucose
Syrup Industry from Tapioca at Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. Under
Supervisions : M. Zein Nasution. 2009.



SUMMARY


The demand of sugar in Indonesia that always increases, whereas domestic
sugar production couldnt fulfill the demand of sugar, caused import became a
choice. Cane sugar import value by 2007 reached US$ 1,040,194,362.00 and by
2008 reached US$ 366,289,858.00. To reduce sugar import, the production of
sugar in Indonesia must be increased, beside looking for alternative sweetener as
substitution of cane sugar, in example by developing sugar from starch. Glucose
syrup and fructose has the better prospect for substitution of cane sugar than
another sugars from starch. The demand of glucose in Indonesia also increases.
Glucose production in Indonesia is still limited and cannot fulfill the domestic
demand. The glucose import value is high enough. In 2008, glucose import value
is equal to US$ 1,188,172.00. The demand of glucose syrup increases along with
the development of its industrial consumer, that is food and beverage industry,
especially syrup, beverage, candies, biscuit, and jelly industries. Raw material of
glucose syrup, especially cassava starch or tapioca, is still available in high
amount in Indonesia.
The domestic demand of glucose syrup which has not fulfilled, the demand
of substitution of cane sugar that always increases and not fulfilled, and
availability of glucose syrup raw material that is high enough are opportunity to
produce glucose syrup. Glucose syrup market is wide.
Pesantren Raudlatul Ulum is one of pesantren which located in Pati
District, Central Java. Pati District is one of tapioca producer areas. In Pati
District, also grows many food and beverage industries, either small scale and also
big. This is an opportunity for Pesantren Raudlatul Ulum to develop glucose syrup
industry.
Purpose of this research is studying the feasibility of establishment of
glucose syrup industry from tapioca at Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. This
research scope covers feasibility study at market and marketing, technical and
technology, management and organization, environmental and legality, and
financial analysis aspects.
This glucose syrup industry will be made with production capacity of 2
tons tapioca as raw material per day. Tapioca that is applied comes from the
tapioca industries which spread over in Pati District. Based on production data of
the tapioca in Pati District, estimated that supply of tapioca as raw material for
this industry is still fulfilling. In 2008, tapioca production in Pati District reached
159,322 tons or average of production per day is 435.31 tons.
Glucose syrup potential market is still very big, based on its demand which
always increases and the demand of cane sugar substitution. The market target of
this industry is industrial market in Central Java Province, especially in Pati
District.


Amount of investment that is required is equal to Rp 3,934,348,750,
consisted of expense of permanent investment that is equal to Rp
3,229,600,000.00 and circulating capital that is equal to Rp 703,548,750.00. Debt
equity ratio (DER) is 100 percent own fund and zero percent bank loan fund.
The cost per unit of this glucose syrup is equal to Rp 4,769.00 per kg at
100 percent production capacity. Selling price that is specified is equal to Rp
6,500.00 per kg. With this selling price, profit that will be obtained is equal to
36.30 percent.
Result of financial analysis indicates that this glucose syrup industry is
feasible to be build. The NPV of this industry is equal to Rp 1,850,007,524.00. Its
IRR value is equal to 23.72 percent. Its net B/C value is equal to 1.47. Payback
period of this industry is 3.98 years. Break even point (BEP) stays at Rp
1,755,237,065.00 or at production rate 270,036 kg. However, result of sensitivity
analysis shows that this glucose syrup industry has high enough risk for the
increasing of the raw material price and the decreasing of selling price.
Result of feasibility study of glucose syrup industry establishment at
Pesantren Raudlatul Ulum shows positive feasibility value. However, system of
raw material supply and market expansion must be improved to support
sustainability of this industry.




iii

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang selalu memberikan suri teladan kepada umat manusia.
Skripsi dengan judul Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup
Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan
skripsi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis
ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc. selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan dan arahannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini,
2. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M. dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan dan membantu dalam
menyempurnakan skripsi ini,
3. Pesantren Raudlatul Ulum, Badan Pusat Satatistik Kabupaten Pati, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kabupaten Pati, Dinas Pertanian Kabupaten Pati, Departemen
Pertanian RI, Departemen Perindustrian RI, dan instansi-instansi lain yang
telah membantu penulis untuk memperoleh berbagai data yang diperlukan,
4. Departemen Agama RI, atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya,
5. Bapak, Ibu, Mas Mugi Iskandar, Mas Isdaryanto, Mbak Siti Puji Mustikawati,
Adik Sofiah Yasinta, dan Adik Siti Heni Rohamna atas segala bantuan,
dukungan, dan motivasinya,
6. Mas Umar Ali Maruf, Dhita Umiyanti, atas segala bantuan, dukungan, dan
motivasinya,
iv

7. teman-teman satu bimbingan; Dony Wahyudi dan Umi Reza Lestari, atas
segala bantuan, dukungan, dan motivasinya,
8. teman-teman Program Beasiswa Santri Berprestasi Departemen Agama RI dan
teman-teman alumni Pesantren Raudlatul Ulum atas segala bantuan,
dukungan, dan motivasinya,
9. teman-teman TIN 42 atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya, dan
10. pihak-pihak lain yang telah berjasa dan tidak dapat disebut satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi lebih
tersempurnakannya skripsi ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembacanya. Terima kasih.



Bogor, Desember 2009

Penulis



v

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan ..................................................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tapioka .................................................................................................. 5
B. Sirup Glukosa .......................................................................................... 6
C. Studi Kelayakan ...................................................................................... 9

III. METODOLOGI
A. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 13
B. Pendekatan Studi Kelayakan .................................................................. 13
C. Metode Penelitian .................................................................................. 16

IV. SEKILAS TENTANG PESANTREN RAUDLATUL ULUM DAN
KABUPATEN PATI
A. Pesantren Raudlatul Ulum ..................................................................... 26
B. Kabupaten Pati ....................................................................................... 27

V. ANALISIS BAHAN BAKU
A. Spesifikasi Bahan Baku .......................................................................... 30
B. Ketersediaan Bahan Baku ..................................................................... 31

VI. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN
A. Potensi Pasar ............................................................................................ 34
B. Strategi Pembentukan dan Pengembangan Pasar .................................. 37
C. Strategi Bauran Pemasaran ..................................................................... 39

vi

VII. ANALISIS TEKNIK DAN TEKNOLOGI
A. Perencanaan Kapasitas Produksi ........................................................... 42
B. Penentuan Lokasi Pabrik ........................................................................ 42
C. Teknologi Proses Produksi .................................................................... 43
D. Desain Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik ... 51

VIII. ANALISIS MANAJEMEN DAN ORGANISASI
A. Kebutuhan Tenaga Kerja ........................................................................ 56
B. Struktur Organisasi ................................................................................ 57
C. Deskripsi Pekerjaan ................................................................................ 57

IX. ANALISIS LINGKUNGAN DAN LEGALITAS
A. Aspek Lingkungan ................................................................................ 60
B. Aspek Legalitas ..................................................................................... 61

X. ANALISIS FINANSIAL
A. Asumsi-asumsi yang Digunakan ........................................................... 63
B. Biaya Investasi ....................................................................................... 64
C. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan ................................................ 65
D. Harga dan Prakiraan Penerimaan 65
E. Proyeksi Rugi Laba 66
F. Proyeksi Arus Kas . 67
G. Titik Impas (Break Even Point/BEP) .. 68
H. Kriteria Kelayakan Investasi ... 69

XI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 71
B. Saran 72

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73
LAMPIRAN ........................................................................................................ 76



vii

DAFTAR TABEL


Tabel 1.1. Data impor gula tebu pada 2003-2008 ............................................... 1
Tabel 1.2. Data ekspor dan impor glukosa pada 2003-2008 .. 2
Tabel 1.3. Data ekspor dan impor tapioka pada 2003-2008 ... 2
Tabel 2.1. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 .. 7
Tabel 4.1. Luas dan persentase penggunaan lahan sawah dan lahan bukan
sawah di Kabupaten Pati tahun 2007 .. 28
Tabel 4.2. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pati
tahun 2001 2007 .. 29
Tabel 5.1. Standar mutu tapioka menurut SNI 01-3451-1994 ... 31
Tabel 5.2. Perkembangan jumlah industri dan produksi tapioka di Kabupaten
Pati 32
Tabel 5.3. Penyebaran wilayah produksi dan jumlah produksi tapioka di
Kabupaten Pati . 32
Tabel 5.4. Luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati 33
Tabel 6.1. Data ekspor-impor glukosa di Indonesia .. 34
Tabel 6.2. Data proyeksi surplus/defisit gula tahun 2006-2008 . 35
Tabel 6.3. Data industri/usaha makanan dan minuman pengguna gula atau
glukosa terdaftar di Kabupaten Pati . 36
Tabel 6.4. Data sebaran industri/usaha makanan dan minuman pengguna gula
atau glukosa terdaftar di beberapa kecamatan di Kabupaten Pati . 36
Tabel 6.5. Perbandingan Perbandingan tingkat kemanisan antara gula pasir
(sukrosa) dan sirup glukosa 41
Tabel 7.1. Kebutuhan luas ruang industri sirup glukosa 54
Tabel 8.1. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja 56
Tabel 10.1. Komponen biaya investasi tetap . 64
Tabel 10.2. Komponen biaya modal kerja . 65
Tabel 10.4. Harga dan prakiraan penerimaan 66
Tabel 10.5. Proyeksi rugi laba 67
Tabel 10.6. Proyeksi arus kas . 67
Tabel 10.7. Analisis sensitivitas industri sirup glukosa . 70

viii

DAFTAR GAMBAR


Gambar 2.1. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa ........................................... 6
Gambar 3.1. Kerangka pemikiran penelitian . 14
Gambar 3.2. Diagram alir tahapan persiapan rencana investasi proyek . 15
Gambar 3.3. Alir proses analisis pasar dan pemasaran .. 17
Gambar 3.4. Alir proses analisis aspek teknik dan teknologi 18
Gambar 3.5. Alir analisis aspek manajemen dan organisasi . 22
Gambar 7.1. Teknologi proses produksi sirup glukosa .. 45
Gambar 7.2. Neraca massa produksi sirup glukosa 49
Gambar 7.3. Neraca energi produksi sirup glukosa .. 50
Gambar 7.4. Bagan keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa 52
Gambar 7.5. Diagram keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa 53
Gambar 7.6. Site plan industri sirup glukosa . 55
Gambar 8.1. Struktur organisasi industri sirup glukosa 57









ix

DAFTAR LAMPIRAN


Lampiran 1. Asumsi-asumsi untuk Analisis Finansial ........................................ 77
Lampiran 2. Spesifikasi Mesin dan Peralatan . 78
Lampiran 3. Penghitungan Kebutuhan Energi 79
Lampiran 4. Perincian Kebutuhan Investasi . 83
Lampiran 5. Komposisi Modal Kerja . 85
Lampiran 6. Penyusutan dan Biaya Operasional 87
Lampiran 7. Rekapitulasi Produksi 88
Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba 89
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas . 90
Lampiran 10. Kriteria Kelayakan Investasi 91
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas pada Kenaikan Harga Bahan Baku Tapioka
Sebesar 22.40% Menjadi Rp 4,529.00 per kg .. 92
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas pada Penurunan Harga Jual Produk Sebesar
10.70% Menjadi Rp 5,804.00 per kg . 93
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas pada Kenaikan Suku Bunga Menjadi
23.72% . 94







I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Kebutuhan gula Indonesia terus meningkat, sementara produksi dalam
negeri tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan gula tersebut, sehingga
impor menjadi pilihan. Nilai impor gula tebu pada 2007 mencapai US$
1,040,194,362.00 dan pada 2008 mencapai US$ 366,289,858.00. Ironisnya, harga
gula impor terkadang lebih murah dibandingkan dengan gula produksi dalam
negeri. Dalam situasi seperti ini, gula produksi dalam negeri menjadi sulit
dipasarkan tanpa kebijakan yang mampu melindunginya dari serbuan gula impor.
Impor gula Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Data impor gula tebu pada 2003-2008
Tahun Jumlah Impor (US$)
2003 215,776,347
2004 262,813,810
2005 546,846,630
2006 564,229,059
2007 1,040,194,362
2008 366,289,858
Sumber : Badan Pusat Statistik, Diolah Departemen
Perdagangan RI (2009)

Produksi gula dalam negeri perlu terus dipacu untuk mengurangi impor
gula, di samping mencari alternatif bahan pemanis lain sebagai substitusi gula.
Gula alternatif yang sekarang sudah digunakan antara lain adalah gula siklamat
yang merupakan gula sintetis, serta gula dari pati seperti sirup glukosa dan
fruktosa. Gula dari pati mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula
tebu (sukrosa), bahkan ada yang lebih manis. Gula tersebut dibuat dari bahan
berpati seperti ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan pati jagung. Semua bahan tersebut
melimpah di Indonesia. Di antara beberapa jenis gula dari pati, sirup glukosa dan
fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk mensubstitusi gula pasir.
Kebutuhan glukosa di Indonesia terus meningkat, sedangkan produksi
glukosa dalam negeri masih terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam
2

negeri. Nilai impor sirup glukosa Indonesia masih cukup tinggi dan menunjukkan
adanya kenaikan dari tahun ke tahun. Kebutuhan sirup glukosa Indonesia semakin
meningkat seiring dengan perkembangan industri penggunanya, yaitu industri
makanan dan minuman, terutama industri sirup, minuman ringan, permen, biskuit,
dan jeli. Data impor sirup glukosa dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Data ekspor dan impor glukosa pada 2003-2008
Tahun
Ekspor Impor
Bobot (kg) Nilai (US$) Bobot (kg) Nilai (US$)
2003 270 3,042 456,401 311,663
2004 1,857 4,448 2,785,795 1,035,894
2005 11,070 16,336 4,404,286 1,659,165
2006 3,118 5,438 14,077 27,743
2007 100 158 2,682,312 1,471,589
2008 2,086 3,630 1,795,170 1,188,172
Sumber : Departemen Perindustrian RI (2009)

Bahan baku pembuatan sirup glukosa, terutama pati singkong atau tapioka
masih tersedia melimpah di Indonesia. Indonesia dalam beberapa tahun
melakukan ekspor tapioka. Data ekspor tapioka Indonesia dapat dilihat pada Tabel
1.3.
Tabel 1.3. Data ekspor dan impor tapioka pada 2003-2008
Tahun
Ekspor Impor
Bobot (kg) Nilai (US$) Bobot (kg) Nilai (US$)
2003 16,071,768 1,893,691 6,123,791 1,039,139
2004 64,534,576 8,826,266 500,583 168,485
2005 39,848,839 5,963,178 462,395 183,389
2006 13,181,546 3,041,565 333,644 135,653
2007 10,720,484 3,791,560 232,511 90,836
2008 4,911,509 2,267,185 455,688 295,596
Sumber : Departemen Perindustrian RI (2009)

Adanya kebutuhan akan sirup glukosa dalam negeri yang belum terpenuhi,
kebutuhan akan substitusi gula tebu yang semakin meningkat dan tidak terpenuhi,
serta ketersediaan bahan baku sirup glukosa yang cukup melimpah merupakan
suatu peluang untuk memproduksi sirup glukosa. Pasar produk sirup glukosa ini
3

masih terbuka lebar dan persaingan belum ketat. Oleh karena itu, peluang untuk
memasuki pasar sirup glukosa masih terbuka lebar.
Pesantren merupakan suatu institusi pendidikan Islam yang sudah lama
tumbuh dan berkembang di Indonesia. Dalam perjalanannya, pesantren
memerlukan suatu penopang perekonomian pesantren untuk bisa tumbuh dan
berkembang dengan pesat. Pengembangan sektor pertanian dan pengolahan hasil
pertanian (agroindustri) di pesantren merupakan salah satu alternatif untuk
mengembangkan sektor perekonomian pesantren, mengingat sebagian besar
pesantren terletak di wilayah pedesaan yang merupakan basis pertanian.
Pesantren Raudlatul Ulum merupakan salah satu pesantren yang terletak di
Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil.
Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah penghasil tapioka. Salah satu sentra
penghasil tapioka di Kabupaten Pati terletak di Kecamatan Margoyoso yang
merupakan tetangga Kecamatan Trangkil yang letaknya tidak jauh dari Pesantren
Raudlatul Ulum. Di Kabupaten Pati, juga banyak berkembang industri makanan
dan minuman, baik skala kecil maupun besar. Hal ini merupakan suatu peluang
bagi Pesantren Raudlatul Ulum untuk mengembangkan industri sirup glukosa.
Teknologi pembuatan sirup glukosa juga tidak terlalu rumit. Produksi
dapat dibuat dalam skala besar maupun kecil. Skala produksi yang dipilih dapat
disesuaikan dengan kemampuan investasi modal pesantren. Selain itu,
pengembangan sirup glukosa di Pesantren Raudlatul Ulum ini dapat memberikan
beberapa keuntungan, baik bagi pesantren maupun masyarakat, seperti
keuntungan ekonomi yang dapat menopang pengembangan pesantren,
mengangkat nama pesantren, menciptakan lapangan kerja, dan menggairahkan
perekonomian masyarakat.
Studi kelayakan merupakan suatu analisis perencanaan yang sistematis dan
mendalam atas setiap faktor yang memiliki pengaruh terhadap kemungkinan
proyek mencapai sukses. Semua data, fakta, dan berbagai pendapat yang
dikemukakan dalam studi kelayakan tersebut akan menjadi dasar dalam
pengambilan keputusan apakah proyek yang bersangkutan akan direalisasikan,
dibatalkan, atau direvisi (Soeharto, 2000). Untuk melakukan pendirian industri
sirup glukosa di Pesantren Raudlatul Ulum ini, diperlukan adanya studi kelayakan
4

pada beberapa aspek pendirian industri, yaitu aspek pasar dan pemasaran, teknik
dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis
finansial.

B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kelayakan pendirian industri sirup
glukosa dari tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati dari aspek pasar dan
pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan
legalitas, dan analisis finansial.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi studi kelayakan pada aspek pasar
dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan
legalitas, dan analisis finansial.




II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tapioka
Tapioka atau pati singkong merupakan pati yang dihasilkan dari umbi ubi
kayu atau singkong (Manihot utilissima). Pati tapioka diperoleh dengan cara
mengekstraknya dari singkong dengan menggunakan air, kemudian diendapkan
dan dikeringkan.
Menurut Balagopalan et al. (1988), beberapa karakteristik tapioka di
antaranya adalah sebagai berikut.
Bila proses pembuatannya tepat, tapioka berwarna putih. Berkurangnya
tingkat keputihan akan mempengaruhi kualitas dan harga.
pH normal tapioka adalah 6.3 sampai 6.5. Standar pH tapioka bervariasi. The
Indian Standard Institution (ISI) mengizinkan kisaran pH antara 4.7-7 untuk
pati yang digunakan untuk pangan, sedangkan Tapioca Institute lebih ketat
dengan menetapkan standar sebesar 4.5-6.5.
Ukuran granula tapioka adalah 5-40 m.
Kandungan amilosa tapioka sebesar 16-18 persen.
Suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 58.5
o
C sampai 70
o
C.
Tapioka tidak beraroma, sehinga dapat digunakan untuk berbagai keperluan di
antaranya kosmetik dan makanan.
Tapioka tidak berasa. Tidak adanya rasa dan after taste (seperti pada jagung
misalnya) membuat tapioka cocok digunakan pada produk seperti pudding dan
pie.
Saat dimasak, tapioka akan menjadi pasta yang jernih sehingga cocok untuk
dikombinasikan dengan berbagai pewarna.
Perbandingan kadar amilopekin dan amilosa pada tapioka yang sebesar 80:20
menyebabkan tapioka memiliki titik viskositas yang tinggi yang sangat
berguna untuk berbagai aplikasi.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai
karbonnya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari
6

dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa
dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin.
Amilosa dapat dideskripsikan sebagai molekul linier yang merupakan
rangkaian dari sejumlah besar unit glukosa yang berikatan -(1,4)-glikosidik
(Manners, 1979). Amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan -
(1,4)-glikosidik dan ikatan -(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya. Setiap
cabang terdiri atas 25-30 unit D-glukosa (Smith dalam Leneback dan Imlet,
1982). Hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa, dan oligosakarida
lainnya (Alais dan Linden, 1991).
Tapioka dapat digunakan untuk membuat berbagai produk turunan pati,
seperti pati termodifikasi dan produk hidrolisat pati. Contoh produk pati
termodifikasi adalah pati pregelatinisasi, pirodekstrin, dan heat-moisture treated
starch. Contoh produk hidrolisat pati adalah sirup glukosa, maltodekstrin, sirup
fruktosa, dan sirup maltosa.

B. Sirup Glukosa
Sirup glukosa merupakan nama dagang dari larutan hidrolisis pati.
Hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan asam atau dengan enzim pada waktu,
suhu, dan pH tertentu (Tjokroadikoesoemo, 1986).
Definisi sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 yaitu cairan kental dan
jernih dengan komponen utama glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati
dengan cara kimia atau enzimatik. Proses hidrolisis pati menjadi molekul glukosa
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(C
6
H
10
O
5
)
n
+ n H
2
O n C
6
H
12
O
6

Pati katalis dan panas glukosa

Gambar 2.1. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa

Kualitas sirup glukosa ditentukan berdasarkan nilai dextrose equivalent
(DE) atau derajat kemanisan. Menurut Maiden (1970), DE adalah kandungan gula
pereduksi yang dinyatakan sebagai persen dekstrosa terhadap padatan kering. DE
7

tidak menyatakan kandungan glukosa yang sebenarnya dari produk tetapi
berhubungan dengan kandungan gula pereduksi dari semua jenis gula yang
terdapat dalam produk. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), sirup glukosa di
dalam perdagangan dibedakan berdasarkan nilai DE yang terdiri atas empat tipe,
yaitu tipe I (DE 20-38), tipe II (DE 38-58), tipe III (DE 58-73), dan tipe IV
(DE>73).
Derajat polimerisasi (DP) juga digunakan sebagai parameter pada
penentuan mutu sirup glukosa. DP menunjukkan jumlah unit glukosa sebagai
komponen individual dalam sirup. DP 1 = dekstrosa (1 unit), DP 2 = maltosa (2
unit), dan DP 3 = maltotriosa (3 unit) (Dziedzic dan Kearsley, 1984).

Tabel 2.1. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau
1.2 Rasa
1.3 Warna

Tidak berbau
Manis
Tidak berwarna
2 Air % b/b Maks. 20
3 Abu % b/b Maks. 1
4 Gula pereduksi dihitung sebagai
D-Glukosa
% b/b Min. 30
5 Pati Tidak ada
6 Cemaran Logam :
6.1 Timbal
6.2 Tembaga
6.3 Seng

ppm
ppm
ppm

Maks. 1
Maks. 10
Maks. 25
7 Arsen ppm Maks. 0,5
8 Cemaran mikroba :
8.1 Angka lempeng total
8.2 Bakteri coliform
8.3 E. coli
8.4 Kapang
8.5 Khamir

Koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g

Maks. 5 x 10
2
Maks. 20
Kurang dari 3
Maks. 50
Maks. 50
Sumber : Pusat Standardisasi Industri Departemen Perindustrian (1992)

Hidrolisis asam merupakan proses pemecahan pati secara acak yang tidak
dipengaruhi oleh keberadaan ikatan -1,6-D-glukosidik. Menurut Wurzburg
(1986), hidrolisis dengan asam akan lebih sensitif pada ikatan -1,4-D-glukosidik
dibanding ikatan -1,6-D-glukosidik. Namun struktur linear dengan ikatan -(1,4)
8

terdapat pada bagian kristalin. Bagian ini tersusun dengan sangat rapat sehinga
sangat sukar dimasuki air dan atau asam, akibatnya akan lebih tahan terhadap
asam. Bagian amorf walaupun tersusun oleh ikatan -(1,6) merupakan daerah
yang kurang padat, amorf, dan mudah dimasuki air sehingga akan memudahkan
penetrasi dan hidrolisis asam terhadap granula pati.
Proses hidrolisis asam lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
hdrolisis enzim karena peralatan yang digunakan tidak terlalu rumit, namun
pembuatan sirup glukosa dengan cara ini juga menimbulkan beberapa masalah.
Peralatan yang diperlukan harus tahan korosi. Sirup yang dihasilkan mempunyai
nilai kemanisan yang rendah karena nilai ekuivalen dekstrosanya rendah.
Peningkatan ekuivalen dekstrosa di samping terjadi degradasi karbohidrat, juga
terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat mempengaruhi warna dan rasa
(Berghmans, 1981).
Menurut Wilbraham dan Matta (1992), hidrolisis berarti suatu pembelahan
molekul dalam air. Jika molekul terbelah, hidrogen dari air melekat pada salah
satu produk, sedangkan OH pada produk lainnya. Hidrolisis gula yang termasuk
rumit dilakukan dengan memanaskan larutan karbohidrat dengan air dan sedikit
katalis asam.
Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan
hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer
pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak,
sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada
percabangan tertentu (Norman, 1981).
Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih
spesifik dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi
proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian yang lebih murah, produk samping
dan abu yang dihasilkan lebih sedikit, dan kerusakan warna yang dapat
diminimalkan merupakan keunggulan proses enzimatis ini (Norman, 1981).
Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri atas tiga tahapan
dalam mengonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi.
Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental granula pati. Likuifikasi
merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya
9

viskositas (Chaplin dan Buckle, 1990). Likuifikasi menghasilkan oligosakarida.
Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap
likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran
menjadi glukosa.

C. Studi Kelayakan
Kadariah et al. (1999) dan Sutojo (1983) menyebutkan bahwa kajian
terhadap keadaan dan prospek suatu pabrik dilakukan atas aspek-aspek tertentu
yaitu aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek
pemasaran, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Umar (2005) menambahkan
bahwa kajian terhadap keadaan dan prospek suatu pabrik juga memerlukan
analisis terhadap aspek lingkungan, aspek legalitas, dan aspek sosial dan ekonomi.
Aspek-aspek tersebut biasanya dianalisis dengan teknik-teknik tertentu dengan
mempertimbangkan manfaat bagi industri tersebut.
1. Aspek Pasar dan Pemasaran
Aspek pasar dan pemasaran dikaji untuk mengungkapkan permintaan,
penawaran, harga, program pemasaran, dan perkiraan penjualan yang dapat
dicapai oleh perusahaan, atau pangsa pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan
(Husnan dan Muhammad, 2000).
Studi pasar dan pemasaran dapat dikatakan merupakan darah daging
setiap studi kelayakan. Bagi suatu proyek baru, pengetahuan dan analisis pasar
bersifat menentukan karena banyak keputusan tentang investasi tergantung dari
hasil analisis pasar (Simarmata, 1992).
Sutojo (1983) menyebutkan bahwa dalam mengkaji aspek pasar dan
pemasaran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
Bagaimana produk tersebut dalam masa kehidupannya di pasar dewasa ini.
Berapa permintaan produk di masa lampau dan sekarang, bagaimana
komposisi permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan
perkembangan permintaan.
Bagaimana proyeksi permintaan produk pada masa mendatang serta berapa
persen dari permintaan dapat diambil.
Bagaimana kemungkinan adanya persaingan.
10

Kegunaan dari analisis pasar adalah menentukan besar, sifat, dan
pertumbuhan permintaan total akan produk yang bersangkutan, deskripsi tentang
produk dan harga jual, situasi pasar dan adanya persaingan, berbagai faktor yang
ada pengaruhnya terhadap pemasaran produk, dan program pemasaran yang
sesuai untuk produk (Edris, 1993).

2. Aspek Teknik dan Teknologi
Aspek teknis dan teknologi merupakan salah satu aspek penting bagi
proyek karena merupakan jawaban dari pertanyaan dapat tidaknya produk tersebut
dibuat. Hal ini sangat dirasakan jika bidang usaha yang digunakan bersifat
manufacturing atau poros intinya adalah teknologi (Simarmata, 1992).
Sutojo (1983) menyebutkan bahwa evaluasi aspek teknis dan teknologi
meliputi hal-hal sebagai berikut.
Penentuan lokasi proyek, yaitu lokasi dimana suatu proyek akan didirikan,
baik untuk pertimbangan lokasi maupun lahan proyek. Peubah-peubah yang
perlu diperhatikan antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi,
ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik dan air, keadaan dan sikap
masyarakat, dan rencana masa depan perusahaan untuk perluasan.
Penentuan kapasitas produksi ekonomis yang merupakan volume atau jumlah
satuan produk yang dihasilkan selama waktu tertentu.
Pemilihan teknologi yang tepat yang dipengaruhi oleh kemungkinan
pengadaan tenaga ahli, bahan baku dan bahan pembantu, kondisi alam dan
lainnya tergantung proyek yang didirikan.
Penentuan proses produksi yang akan dilakukan dan tata letak pabrik yang
dipilih, termasuk tata letak bangunan dan fasilitas lain.

3. Aspek Manajemen dan Organisasi
Ariyoto (1990) menyatakan bahwa manajemen merupakan cara mencapai
tujuan dari sumber-sumber yang ada. Sumber-sumber ini adalah uang (modal),
mesin dan peralatan, personil (tenaga kerja) dan material. Umar (2005)
menyatakan bahwa tujuan kajian aspek manajemen adalah mengetahui apakah
11

pembangunan dan implementasi bisnis dapat direncanakan, dilaksanakan, dan
dikendalikan sehingga rencana bisnis dapat dinyatakan layak atau sebaliknya.
Aspek manajemen operasional adalah suatu fungsi atau kegiatan
manajemen yang meliputi perencanaan organisasi, staffing, koordinasi,
pengarahan, dan pengawasan terhadap operasi perusahaan (Umar, 2005).
Manajemen operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih,
struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang
digunakan, anggota direksi, dan tenaga-tenaga lainnya (Husnan dan Muhammad,
2000).

4. Aspek Legalitas
Aspek legaitas penting karena menyangkut hukum yang mengatur tingkah
laku badan usaha. Untuk menampung aspirasi dalam mencapai tujuan usaha
diperlukan suatu wadah untuk melegalkan kegiatan. Dalam evaluasi yuridis, salah
satu pokok pengamatan yang merupakan kekuatan yang menunjang gagasan usaha
adalah tentang izin-izin yang harus dimiliki karena dapat dikatakan bahwa izin
usaha merupakan syarat legalisasi usaha (Ariyoto, 1990).
Menurut Husnan dan Muhammad (2000), dalam pengkajian aspek yuridis
atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan usaha yang akan
digunakan dan berbagai akte, sertifikat, serta izin yang diperlukan.

5. Aspek Lingkungan
Umar (2005) menyebutkan bahwa kajian aspek lingkungan hidup
bertujuan menentukan dapat dilaksanaknnya industri secara layak atau tidak dari
segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek lingkungan antara
lain peraturan dan perundang-undangan analisis mengenai dampak lingkungan
(amdal) dan kegunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses
pengelolaan dampak lingkungan.

12

6. Aspek Finansial
Evaluasi aspek finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana
yang diperlukan. Selain itu juga dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana
yang menguntungkan (Djamin, 1984).
Dari aspek finansial dapat diperoleh gambaran tentang struktur
permodalan bagi perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk
dapat melaksanakan aktivitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi.
Secara umum, biaya dikelompokkan menjadi biaya investasi dan biaya modal
kerja. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana
tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu yang ditetapkan, serta
apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak (Edris, 1993).
Menurut Gray et al. (1993), dalam rangka mencari ukuran yang
menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan atas pengurutan suatu
proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi.
Kriteria investasi yang digunakan adalah break even point (BEP), net present
value (NPV), internal rate of return (IRR), net benefit cost ratio, payback period,
dan analisis sensitivitas. Selain itu diperlukan perhitungan biaya investasi dan
kebutuhan modal kerja (Behrens dan Hawranek, 1991).





III. METODOLOGI


A. Kerangka Pemikiran
Pengembangan industri sirup glukosa harus mempertimbangkan beberapa
faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran, analisis ketersediaan bahan baku,
analisis teknis dan teknologis, analisis manajemen operasi dan organisasi, analisis
legalitas, analisis lingkungan, dan analisis finansial. Hasil dari analisis-analisis
tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang
mungkin ada, sehingga dapat disusun rekomendasi pengembangannya.
Teknik yang dilakukan dalam melakukan studi kelayakan industri sirup
glukosa ini adalah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, baik data primer
maupun sekunder. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dihitung
perincian biaya investasinya. Sebelum perincian biaya, terlebih dahulu ditentukan
asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi finansial yang digunakan antara lain umur
ekonomis proyek, biaya-biaya operasional, kapasitas produksi, jumlah produk
yang terjual, dan sebagainya. Alir kerangka pemikiran sebagai langkah-langkah
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

B. Pendekatan Studi Kelayakan
Pendekatan studi kelayakan dilakukan untuk memecahkan masalah
pendirian industri sirup glukosa. Djamin (1984) menyatakan bahwa pendekatan
studi kelayakan terdiri atas lima tahap, yaitu tahap identifikasi (brainstorming),
tahap seleksi awal (pre-selection), tahap pengujian (appraisals feasibility studies),
tahap evaluasi, dan tahap penyusunan laporan (reporting). Diagram tahapan
proses persiapan suatu rencana investasi proyek dapat dilihat pada Gambar 3.2.
14

























Gambar 3.1. Kerangka pemikiran penelitian
Selesai
Penyusunan laporan
Analisis finansial
Penentuan asumsi
Sumber dana dan struktur pembiayaan
Biaya investasi
Proyeksi rugi laba
Proyeksi arus kas
PBP, IRR, NPV, B/C Ratio, BEP
Analisis sensitivitas

Analisis lingkungan dan legalitas
Analisis dampak lingkungan
Peraturan pemerintah
Perizinan
Analisis manajemen dan organisasi
Struktur organisasi
Deskripsi kerja
Spesifikasi kerja
Kebutuhan tenaga kerja

Analisis teknik dan teknologi
Ketersediaan bahan baku
Penentuan kapasitas produksi dan lokasi
Pemilihan teknologi proses dan mesin dan peralatan
Neraca massa dan energi
Perencanaan tata letak
Analisis pasar dan pemasaran
Identifikasi potensi pasar
Segmenting, targetting, positioning, marketing mix
Tabulasi data
Data
cukup?
Pengumpulan data (primer dan sekunder)
Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk
dan industri
Mulai
Survei
lapang
Tidak
Ya
15


























































































Gambar 3.2. Diagram alir tahapan persiapan rencana investasi proyek
(Djamin, 1984)
Selesai
Pelaporan
Pelaksanaan investasi
Keputusan
Eksternalitas
Rangking dari studi
kelayakan
Kriteria terukur Kriteria tidak terukur
Evaluasi kriteria
Alternatif kelayakan
Analisis
finansial
Analisis
teknis
Analisis
pasar
Studi kelayakan
(+)
Dilakukan analisis lanjut
(-)
Tidak dilanjutkan/batal
Proposal studi kelayakan
Pertemuan informasi
C B A
Pengumpulan informasi
Menetapkan tujuan
Konsep
Diperlukan
prastudi
kelayakan
Hasil
(+)
(-)
Ya
Tidak
Selesai
Tahap
identifikasi
Tahap seleksi
awal
Tahap
pengujian
Tahap
evaluasi
Tahap penyusunan
laporan (reporting)
16

C. Metode Penelitian
Tahapan yang harus dilakukan pada studi kelayakan ini adalah melakukan
analisis masalah dan meneliti aspek-aspek yang berhubungan dengan perancangan
kelayakan industri tersebut yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan
teknologi, aspek manajemen operasi dan organisasi, aspek lingkungan dan
legalitas, dan aspek finansial. Metode studi kelayakan ini terdiri dari pengumpulan
data dan analisis data.

1. Pengumpulan Data
Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisis aspek-aspek
yang berkaitan dengan proses perencanaan suatu analisis industri. Data yang
dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari
wawancara dan survei lapangan. Wawancara dilakukan dengan pihak terkait serta
para pakar bidang teknik dan teknologi yang sesuai. Survei lapangan dilakukan
untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai aspek ketersediaan bahan baku
dan pasar. Data sekunder diperoleh dari laporan, artikel, jurnal, data statistik dari
instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian, dan sebagainya.

2. Analisis Data
Analisis yang dilakukan meliputi analisis pasar dan pemasaran, teknik dan
teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan finansial.
Analisis data dilakukan dengan dua metode pendekatan, yaitu analisis secara
kualitatif dan kuantitatif.

a. Analisis Pasar dan Pemasaran
Aspek-aspek yang dikaji pada analisis pasar dan pemasaran meliputi
analisis potensi pasar dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar
tersebut. Semua aspek tersebut diukur dengan teknik yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian dan sumber data yang diperoleh.
Setelah diketahui potensi pasar yang dapat diraih, maka diperlukan strategi
pemasaran, di antaranya dengan segmentasi (segmenting), penentuan target pasar
(targetting), dan penentuan posisi di pasar (positioning), serta bauran pemasaran
17

(marketing mix). Langkah-langkah dalam analisis pasar dan pemasaran ini dapat
dilihat pada Gambar 3.3.















Gambar 3.3. Alir proses analisis pasar dan pemasaran


b. Analisis Teknik dan Teknologi
Analisis teknik dan teknologi meliputi ketersediaan bahan baku, penentuan
kapasitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan,
neraca massa dan energi, dan perencanaan tata letak, kebutuhan luas ruang
produksi, dan site plant dari pabrik tersebut. Alir proses analisis aspek teknik dan
teknologi dapat dilihat pada Gambar 3.4.








Selesai
Penentuan strategi bauran pemasaran
Penentuan strategi pembentukan dan
pengembangan pasar
Analisis potensi pasar sirup glukosa
Data
cukup?
Pencarian data
Mulai
Tidak
Ya
18






















Gambar 3.4. Alir proses analisis aspek teknik dan teknologi

Ketersediaan bahan baku dianalisis dengan melihat data produksi tapioka,
penggunaan tapioka, dan ekspor tapioka. Jika kebutuhan bahan baku tidak
terpenuhi, maka dilakukan pencarian terhadap bahan baku lain yang bisa
digunakan.
Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan
ketersediaan bahan baku, pasar, dan kemampuan investasi. Ketiga komponen
tersebut dianalisis sehingga didapatkan kapasitas produksi industri sirup glukosa
ini.
Pemilihan jenis teknologi dan proses produksi didasarkan pada kemudahan
proses produksi dan perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan
ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa
disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing
Selesai
Penyusunan tata letak pabrik
Penyusunan diagram keterkaitan antaraktivitas, kebutuhan
luas ruang produksi, jumlah mesin, dan jumlah operator
Penyusunan neraca massa dan energi
Pemilihan teknologi proses, mesin,
dan peralatan
Penentuan kapasitas produksi
Penentuan lokasi pabrik
Bahan baku
cukup?
Pencarian data bahan baku
Mulai
Tidak
Ya
Penentuan alternatif
bahan baku
19

komponen bahan pada setiap proses. Neraca energi disusun untuk melihat
kesetimbangan energi di setiap proses dan keseluruhan proses serta menghitung
jumlah energi yang dibutuhkan pada setiap proses dan keseluruhan proses.
Penentuan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan
antaraktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area.
Untuk menganalisis keterkaitan antaraktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan
aktivitas. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut.
A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus
saling berdekatan dan bersebelahan.
E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus
bersebelahan.
I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.
O (ordinary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus saling
berdekatan.
U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan
tidak saling mengikat.
X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling
berjauhan atau tidak boleh saling berdekatan.
Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak
bagan keterkaitan antaraktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan
hubungan meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pekerja, dan aliran informasi.
Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja, penggunaan peralatan,
catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta kemudahan
pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan
yang sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan, kemudahan pengawasan,
pelaksanaan pekerjaan serupa, perpindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan
informasi meliputi penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja, dan
penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada bagan keterkaitan
antaraktivitas, alasan-alasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam
kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antaraktivitas.
Tahapan proses dalam merencanakan bagan keterkaitan antaraktivitas
adalah sebagai berikut.
20

1. Mengidentifikasi semua kegiatan penting dan kegiatan tambahan.
2. Membagi kegiatan tersebut ke dalam kelompok kegiatan produksi dan
pelayanan.
3. Mengelompokkan data aliran bahan atau barang, informasi, pekerja, dan
lainnya.
4. Menentukan faktor atau subfaktor mana yang menunjukkan keterkaitan
(produksi, pekerja, dan aliran informasi).
5. Mempersiapkan bagan keterkaitan antaraktivitas.
6. Memasukkan kegiatan yang sedang dianalisis ke sebelah kiri bagan
keterkaitan antaraktivitas. Urutannya tidak mengikat, namun dapat juga
diurutkan menurut logika ketergantungan kegiatan.
7. Memasukkan derajat hubungan antaraktivitas di dalam kotak yang tersedia.
Bagan keterkaitan antaraktivitas yang telah dibuat kemudian diolah lebih
lanjut menjadi diagram keterkaitan antaraktivitas. Berikut ini tahapan proses
pembuatan diagram keterkaitan antaraktivitas.
1. Mendaftar semua kegiatan pada template kegiatan diagram keterkaitan
antaraktivitas.
2. Memasukkan nomor kegiatan dari bagan keterkaitan antaraktivitas pada sisi
pojok dan tengah setiap template t kegiatan diagram keterkaitan antaraktivitas
untuk menunjukkan derajat kedekatan antaraktivitas.
3. Melanjutkan prosedur untuk setiap template yang tersedia sampai keseluruhan
kegiatan tercatat.
4. Menyusun model dalam sebuah diagram keterkaitan aktivitas, memasangkan
yang A terlebih dahulu, kemudian E, dan seterusnya.
5. Menggambarkan pola aliran sementara.
Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan
peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta
jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi.
Menurut Machfud dan Agung (1990), berdasarkan tingkat produksi yang
telah ditentukan pada pemilihan teknologi proses, maka dapat ditentukan berapa
jumlah mesin yang dibutuhkan pada setiap tahapan proses produksi. Untuk
menghitung kebutuhan jumlah mesin tersebut, efisiensi operasi mesin dan waktu
21

baku produksi untuk setiap operasi perlu diketahui. Jumlah mesin yang
dibutuhkan (M
j
) dapat dihitung dengan formula berikut.



P
ij
= tingkat produksi yang diinginkan untuk produk jenis ke-i pada
mesin tipe j, diukur dalam satuan keluaran per periode produksi.
T
ij
= waktu produksi untuk produk jenis ke-i pada mesin tipe j diukur
dalam jam per unit.
C
ij
= jumlah jam dalam periode produksi yang tersedia untuk
memproduksi produk ke-i pada mesin tipe j.
M
j
= jumlah mesin tipe j yang dibutuhkan per periode produksi.
n = jumlah jenis produk.

Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan
peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta
jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Metode yang
digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruang produksi adalah metode pusat
produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk
mendukung proses produksi serta luasan untuk melaksanakan operasi.

c. Analisis Manajemen dan Organisasi
Kajian terhadap manajemen dan organisasi meliputi pemilihan bentuk
perusahaan dan struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja, dan
deskripsi dan spesifikasi kerja. Alir analisis manajemen dan organisasi ini dapat
dilihat pada Gambar 3.5.


22














Gambar 3.5. Alir analisis aspek manajemen dan organisasi



d. Analisis Lingkungan dan Legalitas
Analisis lingkungan meliputi sejauh mana keadaan lingkungan dapat
menunjang perwujudan pendirian industri, terutama sumber daya yang diperlukan,
seperti air, energi, manusia, dan ancaman alam sekitar, serta analisis mengenai
dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pendirian industri ini. Analisis
legalitas meliputi mekanisme perizinan dan peraturan-peraturan yang berlaku.

e. Analisis Finansial
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi net
present value, internal rate of return, net benefit cost ratio, break even point,
payback period, dan analisis sensitivitas. Kriteria-kriteria ini digunakan untuk
melihat kelayakan industri secara finansial.

1. Net Present Value (NPV)
Net present value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara
nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional
maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu
Selesai
Menentukan struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi
kerja, dan kebutuhan tenaga kerja
Menentukan bentuk usaha yang dipilih
Mempertimbangkan :
Data perkiraan investasi yang diperlukan dari
penggunaan mesin dan bahan baku
Data kapasitas produksi
Teknologi proses yang digunakan
Menentukan tujuan perusahaan
Mulai
23

(Husnan dan Muhammad, 2000 dan Hernanto, 1991). Menurut Gray et al. (1993),
formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut.



1



dengan Bt = keuntungan pada tahun ke-t
Ct = biaya pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga (%)
t = periode investasi (t = 0,1,2,3,,n)
n = umur ekonomis proyek

Proyek dianggap layak dan dapat dijalankan apabila NPV > 0. Jika NPV <
0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan
nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor
produksi modal.

2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV
sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al., 1993). Menurut Sutojo
(2002), IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk
mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan
menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan
penghitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek
tiap tahunnya. Menurut Kadariah et al. (1999), rumus IRR adalah sebagai berikut.



dengan NPV
(+)
= NPV bernilai positif
NPV
(-)
= NPV bernilai negatif
i
(+)
= suku bunga yang membuat NPV positif
i
(-)
= suku bunga yang membuat NPV negatif
24


Proyek layak dijalankan bila niai IRR lebih besar atau sama dengan dari
nilai suku bunga yang berlaku.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara
jumlah present value yang bernilai positif dan present value yang bernilai negatif
(modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat
manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al., 1993). Formulasi
perhitungan net B/C adalah sebagai berikut.

/



Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak
dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak
dijalankan (Kadariah et al., 1999).

4. Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PBP)
Break even point atau titik impas merupakan titik di mana total biaya
produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat
produksi sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Kotler
(1993), hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel dapat disajikan pada
rumus berikut.



1




Payback period merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan
untuk melihat periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran
, untuk Bt-Ct > 0

, untuk Bt-Ct < 0

25

investasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai PBP adalah sebagai
berikut.



dengan n = periode investasi pada saat nilai kumulatif B
t
- C
t
negatif
yang terakhir (tahun)
m = nilai kumulatif B
t
- C
t
negatif yang terakhir (Rp)
B
n
= benefit bruto pada tahun ke-n (Rp)
C
n
= biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)

5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji sejauh mana perubahan
parameter aspek finansial berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila
nilai unsur tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat
terhadap investasi, maka dapat dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi
pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Sebaliknya bila
terjadi perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi,
maka dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur
yang dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam
aliran kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi, berkurangnya
pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun tingkat bunga
pinjaman (Soeharto, 2000).
Analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang
mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa
mendatang. Suatu proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan
utama yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek,
kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi (Gittinger, 1986).



IV. SEKILAS TENTANG PESANTREN RAUDLATUL ULUM
DAN KABUPATEN PATI


A. Pesantren Raudlatul Ulum
Pesantren Raudlatul Ulum yang berlokasi di Desa Guyangan, Kecamatan
Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah didirikan oleh Al Maghfurulah K. H.
Suyuthi Abdul Qodir pada awal tahun 1950. Sejak awal berdirinya, pesantren ini
terus menerus mengalami dinamika perkembangan dari hanya memiliki belasan
santri hingga memiliki + 3.200 santri pada tahun ajaran 2008/2009 dan dari hanya
memiliki sarana prasarana pendidikan yang amat sederhana hingga prasarana yang
cukup representatif.
Pesantren Raudlatul Ulum mengelola beberapa unit pendidikan dengan
berbagai jenjang. Unit-unit pendiikan di lingkungan Pesantren Raudlatul Ulum
antara lain adalah sebagai berikut.
1. TK/RA (Raudlatul Athfal) Raudlatul Ulum.
2. Madrasah Ibtidaiyah ( MI) Raudlatul Ulum.
3. Madrasah Diniyah Raudlatul Ulum, yang terdiri dari:
Madrasah Diniyah Tsanawiyah (MDTs) dan
Madrasah Diniyah Persiapan Aliyah (MDPA)
4. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Raudlatul Ulum, dengan status terakreditasi A
Departemen Agama dan muadalah (disamakan) dengan Al Azhar Cairo
Mesir.
5. Madrasah Aliyah (MA) Raudlatul Ulum, dengan status dengan status
terakreditasi A Departemen Agama dan muadalah (disamakan) dengan Al
Azhar Cairo Mesir.

Selain mengelola unit-unit pendidikan, Pesantren Raudlatul Ulum juga
mengelola unit-unit perekonomian untuk menunjang pengelolaan pendidikan di
Pesantren Raudlatul Ulum. Unit-unit usaha yang sudah dimiliki oleh Pesantren
Raudlatul Ulum adalah koperasi pesantren Raudlatul Ulum, pertokoan, unit
simpan pinjam, jasa telekomunikasi, jasa internet, budidaya perikanan (tambak),
konveksi dan bordir, dan rumah sakit.
27

B. Kabupaten Pati
Kabupaten Pati terletak di daerah pantai utara Pulau Jawa dan di bagian
timur dari Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif kabupaten Pati mempunyai
luas wilayah 150,368 ha yang terdiri dalam 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan,
1,106 dukuh serta 1,474 RW dan 7,524 RT.
Kabupaten Pati, dari segi letaknya, merupakan daerah yang strategis di
bidang ekonomi sosial budaya dan memiliki potensi sumber daya alam serta
sumber daya manusia yang dapat dikembangkan dalam semua aspek kehidupan
masyarakat seperti pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian, pertambangan
dan penggalian, dan pariwisata. Dari data yang diperoleh, potensi utama
kabupaten ini adalah pada sektor pertanian. Potensi pertanian cukup besar
meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan
perikanan. Kondisi alam, letak geografis, dan peninggalan sejarah merupakan
potensi bagi pengembangan pariwisata di Kabupaten Pati seperti Waduk
Gunungrowo, Goa Pancur, dan lainlain.
Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten atau kota
di Jawa Tengah bagian timur, terletak diantara 110
0
, 50


- 111
0
, 15

bujur timur
dan 6
0
, 25

7
0
,00

lintang selatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Pati adalah


sebagai berikut.
Sebelah utara : dibatasi wilayah Kabupaten Jepara dan Laut Jawa.
Sebelah barat : dibatasi wilayah Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara.
Sebelah selatan : dibatasi wilayah Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora.
Sebelah timur : dibatasi wilayah Kabupaten Rembang dan Laut Jawa.

Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150,368 ha yang terdiri dari
58,348 ha lahan sawah dan 92,020 ha lahan bukan sawah. Penggunaan lahan di
Kabupaten Pati secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.





28

Tabel 4.1. Luas dan persentase penggunaan lahan sawah dan lahan bukan sawah
di Kabupaten Pati tahun 2007 (Ha)

Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)
1. Lahan Sawah 58,348 38.77
1.1. Pengairan Teknis 18,150 12.07
1.2. Pengairan I/2 Teknis 8,871 5.90
1.3. Pengairan sederhana 7,092 4.72
1.4. Pengairan Desa / Non P.U 1,981 1.32
1.5. Tadah Hujan 22,162 14.74
1.6. Pasang Surut - 0.00
1.7. Lainnya 92 0.06
2. Lahan Bukan Sawah 92,020 61.20
2.1. Rumah dan Pekarangan
28,730 19.11
2.2. Tegal 27,129 18.04
2.3. Padang Rumput 2 0.00
2.4. Hutan rakyat 1,667 1.11
2.5. Hutan Negara 17,866 11.88
2.6. Perkebunan 2,249 1.50
2.7. Rawa rawa 19 0.01
2.8. Tambak 10,931 7.27
2.9. Kolam 90 0.06
2.10. Tanah Lainnya 3,337 2.22
Jumlah 150,368 100.00
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati dalam Pati
dalam Angka (2008)

Kabupaten Pati memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak. Jumlah
penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel
4.2.


29

Tabel 4.2. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk
di Kabupaten Pati tahun 2001 2007
Tahun
Jumlah Penduduk Pertumbuhan
Penduduk (%) Laki-laki Perempuan Jumlah
2007 615,780 632,101 1,247,881 0.38
2006 613,628 629,579 1,243,207 1.45
2005 604,927 620,496 1,225,423 0.54
2004 600,700 617,567 1,218,267 0.79
2003 596,598 612,116 1,208,714 -
2002 585,265 602,337 1,187,602 0.58
2001 581,960 598,776 1,180,736 0.70
Sumber: Pati dalam Angka (2008)




V. ANALISIS BAHAN BAKU


A. Spesifikasi Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan dalam industri sirup glukosa ini adalah
tapioka kasar. Tapioka jenis ini banyak dihasilkan oleh industri tapioka di
Kabupaten Pati. Pusat produksi tapioka di Kabupaten Pati terletak di Kecamatan
Margoyoso yang letaknya tidak jauh dari lokasi industri ini. Penggunaan tapioka
kasar ini didasarkan pada faktor harga yang berhubungan dengan pembiayaan.
Harga tapioka kasar lebih murah daripada tapioka yang sudah dihaluskan.
Tapioka kasar ini didapatkan dengan membeli langsung kepada produsen
tapioka di pusat-pusat pengolahan tapioka. Karena jarak antara pusat pengolahan
tapioka dan lokasi industri ini berdekatan, maka biaya transportasi pengangkutan
bahan baku juga menjadi relatif kecil.
Tapioka yang digunakan dari produsen tapioka dapat berupa tapioka yang
sudah dikeringkan maupun yang belum dikeringkan (tapioka basah). Tapioka
yang sudah dikeringkan dapat disimpan dalam waktu lama, namun biasanya pada
musim penghujan, para produsen tapioka tidak dapat menghasilkan tapioka kering
karena pengeringan yang dilakukan masih mengandalkan sinar matahari, sehingga
pada saat itu, industri ini dapat menggunakan tapioka basah sebagai bahan baku.
Dalam penggunaan tapioka basah, penyediaan bahan baku harus direncanakan
dengan baik karena umur simpannya yang jauh lebih pendek daripada tapioka
kering. Menurut Jati (2007), waktu maksimal penyimpanan tapioka basah adalah
empat hari, karena biasanya setelah waktu tersebut, tapioka akan mengeluarkan
bau, dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi mutu dari produk yang akan
dihasilkan.
Bahan baku tapioka yang digunakan dalam industri ini harus memenuhi
standar mutu agar didapatkan kualitas produk yang baik. Standar mutu tapioka
sesuai dengan SNI 01-3451-1994 adalah seperti pada Tabel 5.1.



31

Tabel 5.1. Standar mutu tapioka menurut SNI 01-3451-1994
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 E.coli Koloni/g Maks. 10
2 Kapang Koloni/g Maks. 10 000
3 Raksa mg/kg Maks. 0.05
4 Arsen mg/kg Maks. 0.5
5 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1000 000
6 Timbal mg/kg Maks. 1
7 Tembaga mg/kg Maks. 10
8 Seng mg/kg Maks. 40
9 Derajat putih % Min. 94.5
10 Kekentalan Engler 3-4
11 Derajat asam
ml 1N
NaOH/100 g
Maks. 3
12 Kadar air % (b/b) maks. 15
13 Kadar abu % (b/b) Maks. 0.6
14 Serat dan benda asing % (b/b) Maks. 0.6
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1994)

Bahan baku penunjang yang digunakan adalah air, enzim -amilase, enzim
glukoamilase, larutan HCl 30%, larutan NaOH 30%, dan arang aktif. Spesifikasi
bahan penunjang tersebut disesuaikan dengan yang ada di pasaran.

B. Ketersediaan Bahan Baku
Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah penghasil tapioka di
Indonesia. Kabupaten Pati memiliki cukup banyak industri tapioka baik skala
kecil maupun menengah. Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Pati tahun 2008, sampai tahun 2008, jumlah industri tapioka terdaftar
di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati adalah 109 industri
dengan berbagai skala produksi. Dari jumlah tersebut, jika ditambahkan dengan
industri tapioka yang belum terdaftar, tentu jumlahnya kan lebih besar. Jumlah
industri tapioka ini selalu mengalami peningkatan setiap tahun karena banyaknya
minat investasi masyarakat Kabupaten Pati di industri tapioka ini. Kapasitas
produksi industri tapioka ini bervariasi dari 240 ton per tahun sampai 7,500 ton
per tahun. Pada tahun 2008, produksi tapioka di Kabupaten Pati mencapai
159,322 ton atau rata-rata produksi per hari adalah 435.31 ton. Perkembangan
jumlah industri dan produksi tapioka di Kabupaten Pati selama delapan tahun
terakhir dapat dilihat pada Tabel 5.2.
32

Tabel 5.2. Perkembangan jumlah industri dan produksi
tapioka di Kabupaten Pati
Tahun Jumlah Industri Produksi per Tahun (Ton)
2001 51 80,061
2002 59 92,291
2003 73 118,991
2004 80 127,441
2005 83 132,741
2006 88 140,681
2007 94 144,703
2008 109 159,322
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Pati (2001-2008)

Industri tapioka di Kabupaten Pati tersebar di beberapa kecamatan.
Industri tapioka paling banyak terdapat di Kecamatan Margoyoso, kemudian
disusul oleh Kecamatan Trangkil. Pada 2008, jumlah industri tapioka terdaftar di
Kecamatan Margoyoso sebanyak 80 industri dengan produksi sebesar 116,950 ton
dan di Kecamatan Trangkil sebanyak 24 industri dengan produksi sebesar 34,322
ton. Penyebaran wilayah produksi dan jumlah produksi tapioka di Kabupaten Pati
dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3. Penyebaran wilayah produksi dan jumlah produksi tapioka
di Kabupaten Pati
Kecamatan Jumlah Industri Jumlah Produksi per Tahun (Ton)
Margoyoso 80 116,950
Trangkil 24 34,322
Tayu 1 1,200
Tlogowungu 1 1,850
Pati 1 3,000
Sukolilo 1 600
Cluwak 1 1,400
Jumlah 109 159,322
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008)

Tapioka merupakan hasil olahan dari singkong. Oleh karena itu, untuk
mengetahui tingkat keamanan ketersediaan tapioka di Kabupaten Pati, sangatlah
perlu untuk melihat data produksi singkong di Kabupaten Pati. Kabupaten Pati
33

merupakan penghasil singkong yang cukup besar. Data luas panen, produksi, dan
produktifitas singkong di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
1998 11,669 288,912 24.76
1999 12,161 310,962 25.57
2000 11,450 274,174 23.95
2001 13,851 317,177 22.90
2002 15,123 224,575 14.85
2003 11,620 242,792 20.89
2004 18,259 397,498 21.77
2005 12,726 361,838 28.43
2006 14,020 364,255 25.98
2007 11,595 228,004 19.66
Sumber: Pati dalam Angka (2002-2008)

Selama sepuluh tahun terakhir, rata-rata luas panen, produksi, dan
produktifitas singkong di Kabupaten Pati berturut-turut adalah sebesar 13,247 ha,
301,019 ton, dan 23.00 ton/ha. Dengan produksi sebesar itu, diperkirakan bahwa
produksi singkong yang ada saat ini masih cukup aman untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku.
Air yang digunakan oleh industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu air untuk bahan baku produksi dan air untuk sanitasi. Air untuk sanitasi
diperoleh dari air tanah. Air untuk bahan baku produksi diperoleh dari PDAM.
Kebutuhan air untuk produksi per hari adalah 3800 liter atau 3.8 m
3
.
Bahan baku penunjang lain yang digunakan adalah enzim -amilase,
enzim glukoamilase, larutan HCl 30%, larutan NaOH 30%, dan arang aktif.
Bahan-bahan ini banyak tersedia di pasaran, sehingga mudah diperoleh dan dapat
terjamin ketersediaannya.







VI. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN


A. Potensi Pasar
Sirup glukosa banyak dibutuhkan oleh berbagai industri makanan dan
minuman. Sirup glukosa lebih banyak dipilih sebagai pemanis dibandingkan gula
pasir karena sifatnya yang stabil dan tidak mudah mengkristal, sehingga produk
yang dihasilkan lebih baik. Selain itu, sirup glukosa juga dapat dikonsumsi secara
langsung sebagai pengganti gula pasir.
Sampai saat ini, kebutuhan sirup glukosa Indonesia masih banyak yang
dipenuhi dari impor. Impor glukosa di Indonesia pada tahun 2008 mencapai
1,795,170 kg dengan nilai US$ 1,188,172. Tabel 6.1 memperlihatkan
perkembangan ekspor dan impor glukosa di Indonesia.

Tabel 6.1. Data ekspor-impor glukosa di Indonesia
Tahun
Ekspor Impor
Bobot (kg) Nilai (US$) Bobot (kg) Nilai (US$)
2003 270 3,042 456,401 311,663
2004 1,857 4,448 2,785,795 1,035,894
2005 11,070 16,336 4,404,286 1,659,165
2006 3,118 5,438 14,077 27,743
2007 100 158 2,682,312 1,471,589
2008 2,086 3,630 1,795,170 1,188,172
Sumber : Departemen Perindustrian (2009)

Sirup glukosa sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi belum banyak
diproduksi di Indonesia, dan masih mengandalkan pasokan impor. Kebutuhan
sirup glukosa semakin lama semakin meningkat seiring dengan semakin tumbuh
pesatnya industri makanan dan minuman di Indonesia. Beberapa tahun terakhir,
sirup glukosa sudah banyak diproduksi di dalam negeri. Akan tetapi, produksi
dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri yang makin
meningkat sehingga nilai impor masih cukup tinggi. Dengan demikian, industri
sirup glukosa ini masih prospektif untuk dikembangkan, mengingat kebutuhan
dalam negeri yang terus meningkat dan nilai impor yang masih cukup tinggi.
35

Kebutuhan gula pasir dalam negeri juga semakin meningkat. Produksi gula
dalam negeri sekarang ini tidak mampu memenuhi permintaan yang semakin
meningkat, sehingga dilakukan impor gula. Peningkatan permintaan gula ini
sebagian besar didorong dari peningkatan tingkat konsumsi gula masyarakat,
peningkatan jumlah penduduk, dan berkembangnya industri makanan dan
minuman. Untuk itu, sirup glukosa ini dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti
gula pasir, baik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri maupun
konsumsi rumah tangga.

Tabel 6.2. Data Proyeksi Surplus/Defisit Gula Tahun 2006-2008
Tahun Penawaran (ton) Permintaan (ton) Surplus/Defisit (ton)
2006 2,357,219 2,598,831 -241,612
2007 2,478,016 2,629,258 -151,242
2008 2,605,002 2,660,041 -55,039
Sumber : Departemen Pertanian (2006)

Kabupaten Pati memiliki industri makanan dan minuman yang cukup
banyak dengan berbagai skala produksi. Pada 2008, industri makanan dan
minuman pengguna gula atau glukosa yang sudah terdaftar di Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Kabupaten Pati berjumlah 81 industri dengan berbagai skala.
Industri-industri ini dapat dijadikan target pemasaran produk sirup glukosa di
Kabupaten Pati.
Tabel 6.3 menunjukkan jumlah industri makanan dan minuman terdaftar di
Kabupaten Pati, jumlah produksi, dan asumsi jumlah penggunaan gula pada
industri-industri tersebut. Asumsi penggunaan gula pada industri-industri tersebut
adalah sebesar 8,883,231 kg per tahun. Jika diasumsikan 35 persen dari
pengunaan gula tersebut disubstitusi dengan sirup glukosa, maka asumsi jumlah
penggunaan sirup glukosa pada industri-industri tersebut adalah sebesar 3,109,131
kg per tahun. Dengan kapasitas produksi yang ditetapkan, yaitu 2 ton bahan baku
tapioka per hari atau 2,480 kg sirup glukosa per hari, maka jumlah produk sirup
glukosa yang dapat ditawarkan di pasar adalah sebesar 744,000 kg sirup glukosa
per tahun atau sebesar 24 persen dari asumsi penggunaan sirup glukosa dari
industri-industri tersebut.
36

Tabel 6.3. Data Industri/Usaha Makanan dan Minuman Pengguna Gula
atau Glukosa Terdaftar di Kabupaten Pati
Jenis Produksi
Jumlah
Usaha
Jumlah
Produksi (kg)
Asumsi
Penggunaan
Gula (kg)
1)

Es lilin 2 141,000 28,200
Kecap 26 3,358,550 1,679,275
Kue basah 1 370 148
Makanan dari coklat dan kembang gula 1 3,000 1,800
Makanan ringan 5 28,114,000 5,622,800
Minuman ringan 15 2,285,600 457,120
Nata de coco 3 89,650 17,930
Roti dan sejenisnya 24 1,627,894 651,158
Sirup 4 708,000 424,800
Jumlah 81 36,328,064 8,883,231
1)
Asumsi didasarkan pada rata-rata komposisi gula pada setiap produk
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008)

Industri makanan dan minuman pengguna gula atau glukosa di Kabupaten
Pati tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Industri terbanyak berada di
Kecamatan Pati dan Juwana. Sebaran industri tersebut dapat dilihat pada Tabel
6.4.

Tabel 6.4. Data Sebaran Industri/Usaha Makanan dan Minuman Pengguna Gula
atau Glukosa Terdaftar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Pati

Kecamatan Jumlah Usaha
Batangan 1
Dukuhseti 2
Gembong 1
Jakenan 2
Juwana 14
Margorejo 5
Margoyoso 7
Pati 25
Pucakwangi 2
Sukolilo 3
Tayu 8
Tlogowungu 1
Trangkil 6
Wedarijaksa 4
Jumlah 81
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008)
37

B. Strategi Pembentukan dan Pengembangan Pasar
1. Segmentasi
Produk sirup glukosa merupakan produk yang banyak dibutuhkan oleh
industri dan juga dapat digunakan untuk keperluan individu atau rumah tangga.
Sirup glukosa banyak digunakan sebagai pemanis pengganti gua pasir atau
digunakan untuk campuran gula pasir. Sebagai pemanis, sirup glukosa memiliki
beberapa kelebihan, yaitu harganya yang lebih murah, tidak perlu dilarutkan, dan
tidak mengkristal, sehingga banyak industri yang lebih memilih menggunakan
sirup glukosa daripada gula pasir.
Segmentasi pasar produk ini berdasarkan jenis konsumennya adalah
konsumen industri dan konsumen rumah tangga. Konsumen industri
menggunakan sirup glukosa sebagai bahan baku produksi dalam industri tersebut.
Konsumen industri produk sirup glukosa ini meliputi berbagai industri makanan
dan minuman pengguna gula, termasuk juga industri atau usaha mikro, kecil dan
menengah pengguna gula. Konsumen rumah tangga menggunakan sirup glukosa
ini sebagai pengganti gula pasir yang selama ini biasa dikonsumsi. Segmentasi
pasar produk ini berdasarkan aspek geografis adalah daerah Kabupaten Pati,
Propinsi Jawa Tengah, Pulau Jawa, pasar nasional dan pasar ekspor.
Segmen pasar yang dituju produk ini adalah segmen pasar industri,
terutama industri atau usaha mikro, kecil, dan menengah di Propinsi Jawa Tengah,
khususnya di Kabupaten Pati. Pemilihan segmen ini didasarkan pada jarak daerah
pemasaran dari pabrik, kemudahan promosi dan pendistribusian, dan
penyederhanaan rantai pasokan. Segmen pasar ini akan diperluas seiring dengan
perkembangan perusahaan.

2. Targetting
Target pasar produk ini, berdasarkan aspek geografis, difokuskan pada
daerah Propinsi Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Pati. Untuk selanjutnya,
target pasar produk ini ditingkatkan untuk daerah Jawa. Target pasar ini juga akan
selalu diperluas seiring dengan perkembangan perusahaan.
Target pasar produk ini, berdasarkan jenis konsumennya, adalah pasar
konsumen industri. Pasar industri meliputi berbagai industri makanan dan
38

minuman pengguna gula, termasuk juga industri atau usaha mikro, kecil dan
menengah pengguna gula. Industri-industri ini memang membutuhkan sirup
glukosa sebagai bahan baku produksinya.
Target pasar yang bisa diraih didasarkan pada jumlah produksi sirup
glukosa pada industri ini, yaitu sebesar 744,000 kg sirup glukosa per tahun atau
sebesar 24 persen dari asumsi penggunaan sirup glukosa dari industri-industri
pengguna gula terdaftar di Kabupaten Pati, yaitu sebesar 3,109,131 kg per tahun.
Industri-industri pengguna gula ini terdiri dari industri makanan dan minuman.

3. Positioning
Positioning merupakan salah satu elemen strategi pemasaran. Fungsi
positioning adalah agar pasar yang dituju mempunyai persepsi yang dapat
membedakan suatu produk dari para pesaing di benak target pasar. Tanpa
perbedaan yang jelas, suatu produk akan dianggap sama dengan pesaing. Kalau
hal itu terjadi, satu-satunya senjata yang bisa dipakai bersaing adalah harga,
terutama jika tingkat penawaran jauh lebih besar dari tingkat permintaan. Oleh
karena itu, positioning terkadang dianggap sebagai the reason for being atau
alasan supaya suatu produk boleh dilahirkan. Tanpa alasan yang tepat, suatu
produk sebenarnya tidak boleh dilahirkan (Kartajaya, 2004).
Produk sirup glukosa ini memiliki tiga elemen positioning yang penting,
yaitu benefit positioning, image positioning, dan added value positioning. Ketiga
elemen ini memberi posisi tersendiri pada produk sirup glukosa ini di benak
konsumenya.
Benefit positioning berhubungan dengan karakteristik produk sirup
glukosa ini. Sirup glukosa merupakan produk pemanis (gula) yang asli dan alami
dan harganya murah. Karakteristik inilah yang menyebabkan penggunaan sirup
glukosa lebih menguntungkan daripada penggunaan pemanis yang lain, seperti
gula pasir dan pemanis buatan. Pola hidup sehat yang semakin dipahami
masyarakat semakin mendorong masyarakat untuk membeli gula yang asli dan
menghindari pemanis buatan. Akan tetapi, gula pasir, gula yang biasa dikonsumsi
masyarakat, harganya semakin mahal, dan sudah mencapai di atas Rp 8,000.00.
39

Oleh karena itu, sirup glukosa dapat digunakan sebagai pengganti gula pasir
dengan tingkat kemanisan yang hampir sama, namun harganya lebih murah.
Image positioning berhubungan dengan citra yang dimiliki produk tersebut
di mata konsumen. Produk sirup glukosa yang diproduksi di pesantren ini
memiliki citra tersendiri di mata konsumen. Kepatuhan masyarakat (konsumen)
kepada pesantren dan Kyai membuat produk yang diproduksi di pesantren
memiliki citra yang lebih baik daripada produk sejenis yang tidak diproduksi di
pesantren. Selain itu, pendirian industri di pesantren juga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi pesantren dan masyarakat sekitarnya, sehingga mendorong
pertumbuhan perekonomian daerah. Oleh karena itu, konsumen akan lebih
memberikan citra yang baik pada produk ini.
Added value positioning berhubungan dengan nilai tambah yang dihasilkan
dari produk dan nilai tambah yang bisa dinikmati masyarakat. Kabupaten Pati
merupakan daerah penghasil tapioka dalam jumlah yang cukup besar. Penggunaan
tapioka untuk produksi berbagai produk olahannya akan meningkatkan
permintaan tapioka yang akan menguntungkan para pengrajin tapioka dan petani
singkong. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
mutualisme antara industri sirup glukosa ini dengan pengrajin tapioka dan petani
singkong.
Secara ringkas, positioning produk sirup glukosa ini adalah pemanis alami,
murah, produk pesanren, dan berbasis sumber daya lokal. Dengan positioning
seperti ini, produk sirup glukosa ini akan menempati posisi tersendiri di benak
konsumen.

C. Strategi Bauran Pemasaran
1. Strategi Produk
Sebuah investasi industri hanya akan memilki kelayakan secara finansial
jika produk industri tersebut memiliki nilai untuk konsumen, atau dengan kata
lain, produk dapat dijual di pasaran. Oleh karena itu, di dalam studi kelayakan,
perlu dilakukan analisis apakah output investasi yang akan dihasilkan lebih baik
hanya satu produk atau beragam produk dan apakah produk yang dihasilkan akan
dikemas dalam satu variasi atau beragam ukuran, cita rasa, kualitas, dan lain-lain.
40

Keputusan mengenai produk yang akan dipasarkan tentunya sangat dipengaruhi
oleh kebutuhan dan kecenderungan konsumen (Kartajaya, 2004).
Strategi produk yang digunakan antara lain adalah penetapan standar mutu
dan variasi ukuran dan kemasan. Mutu produk ini diupayakan agar sesuai dengan
standar SNI untuk produk sirup glukosa. Ukuran dan kemasan produk dibuat
bervariasi untuk memenuhi tingkat kebutuhan konsumen. Produk dikemas dalam
tiga jenis ukuran, yaitu ukuran 10 kg dengan kemasan jerigen, ukuran 25 kg
dengan kemasan drum, dan ukuran 50 kg dengan kemasan drum. Selain itu,
produk sirup glukosa juga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
pemanis yang lain seperti gula pasir dan pemanis sintetis. Sirup glukosa dapat
langsung larut dalam air dan tidak mengkristal, sehingga baik untuk produksi
makanan dan minuman.

2. Strategi Harga
Strategi harga merupakan strategi yang cukup penting dan cukup sensitif
di kalangan konsumen, apalagi produk ini digunakan sebagai pemanis yang
termasuk kebutuhan pokok. Produk sirup glukosa ini dijual dengan harga Rp
6,500.00 per kg. Harga ini jauh lebih murah daripada harga gula pasir yang
harganya terus meningkat dan sudah melewati Rp 8,000.00 per kg. Harga sirup
glukosa sejenis di pasaran saat ini berkisar antara Rp 7,000.00 Rp 10,000.00 per
kg. Dengan tingkat harga sebesar ini, konsumen gula pasir dapat diajak untuk
beralih ke sirup glukosa karena dengan sirup glukosa, konsumen dapat
memperoleh gula asli dengan tingkat kemanisan yang hampir sama dengan gula
pasir, namun dengan harga yang lebih murah.
Perbandingan tingkat kemanisan antara gula pasir (sukrosa) dan sirup
glukosa pada berbagai konsentrasi padatan dapat dilihat pada Tabel 6.5. Sebagai
acuan, produk sirup glukosa dari industri ini memiliki kadar padatan 70 persen
dan DE sekitar 95. Dengan kadar padatan dan DE sebesar itu, produk sirup
glukosa ini memiliki tingkat kemanisan yang hampir sama dengan gula pasir
(sukrosa).


41

Tabel 6.5. Perbandingan tingkat kemanisan antara
gula pasir (sukrosa) dan sirup glukosa
Kadar Padatan
(%)
% Kemanisan Relatif terhadap Sukrosa (=100)
DE 42 DE 63 DE 100
5 30.5 42 58
15 36 56 72.5
25 41.5 69.5 82
35 47 81 90
50 58 91 100
Sumber : Said (1987)

3. Strategi Tempat dan Distribusi
Strategi distribusi yang digunakan untuk penyaluran produk sirup glukosa
ini ke konsumen disesuaikan dengan segmen pasar yang dituju, yaitu pasar
industri. Distribusi produk dilakukan dengan melakukan kerja sama atau kontrak
dengan industri-industri pengguna sirup glukosa dan direct selling ke industri-
industri pengguna. Dengan metode distribusi seperti ini, pendistribusian produk
dapat dilakukan dengan efisien.

4. Strategi Promosi
Promosi merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam
pemasaran. Promosi dapat dijadikan alat untuk mengenalkan produk,
mengedukasi masyarakat tentang produk tersebut, dan menciptakan pasar bagi
produk tersebut. Strategi promosi yang diakukan antara lain adalah promosi
langsung pada saat ada kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat di
pesantren, melakukan penawaran-penawaran ke industri pengguna sirup glukosa,
dan iklan melalui radio dan surat kabar lokal. Selain itu, promosi juga dilakukan
dengan melakukan edukasi kepada industri mikro dan kecil dengan memberikan
pelatihan pembuatan produk-produk yang dapat dibuat dari sirup glukosa.
Pemberian pelatihan ini akan lebih menarik kalangan industri tersebut untuk
menggunakan sirup glukosa pada produknya dan mengembangkan usahanya.






VII. ANALISIS TEKNIK DAN TEKNOLOGI


A. Perencanaan Kapasitas Produksi
Potensi pasar sirup glukosa masih cukup besar. Kebutuhan dalam negeri
masih banyak yang belum terpenuhi dari produksi dalam negeri. Impor sirup
glukosa di Indonesia masih cukup tinggi. Karena itulah, penentuan kapasitas
produksi industri ini lebih difokuskan berdasarkan pada ketersediaan bahan baku
dan kebutuhan investasi.
Hasil produksi tapioka di Kabupaten Pati tentu saja sudah terserap oleh
beberapa industri, usaha kecil dan menengah, dan rumah tangga. Untuk itu,
ketersediaannya tentu harus menjadi pertimbangan dalam penentuan kapasitas
produksi.
Penentuan kapasitas ini juga harus disesuaikan dengan kemampuan
investasi oleh pihak Pesantren Raudlatul Ulum. Untuk itulah perencanaan
kapasitas produksi yang ditentukan harus didasarkan pada sejauh mana investasi
untuk kapasitas tersebut bisa dilakukan oleh pihak pesantren.
Berdasarkan pertimbangan ketersediaan bahan baku dan kemampuan
investasi tersebut, maka kapasitas produksi yang dipilih adalah sebesar dua ton
bahan baku tapioka per hari atau sebesar 600 ton bahan baku tapioka per tahun
dengan asumsi 300 hari kerja dalam setahun. Dengan kapasitas sebesar itu,
diperkirakan kebutuhan bahan baku masih terpenuhi dan besarnya investasi juga
masih bisa dilaksanakan oleh pihak pesantren. Mesin dan peralatan yang
dibutuhkan dengan kapasitas sebesar ini juga mudah diperoleh di pasaran.

B. Penentuan Lokasi Pabrik
Penentuan lokasi pabrik merupakan suatu hal yang penting. Pemilihan
lokasi yang tepat akan berpengaruh terhadap kelangsungan dan efisiensi
perusahaan. Beberapa hal yang harus dipertimbangan dalam pemilihan lokasi
pabrik adalah ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik
dan air, suplai tenaga kerja, dan fasilitas transportasi (Husnan dan Muhammad,
2005).
43

Lokasi yang direncanakan akan didirikannya industri ini adalah daerah
sekitar Pesantren Raudlatul Ulum yang terletak di Desa Guyangan, Kecamatan
Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada
beberapa pertimbangan berikut.
1. Lokasi ini dekat dengan lokasi sentra produksi tapioka di Kecamatan
Margoyoso dan Kecamatan Trangkil.
2. Lokasi ini dekat dengan pasar sasaran.
3. Tenaga listrik dan air terpenuhi dengan baik di lokasi ini.
4. Suplai tenaga kerja masih banyak di lokasi ini.
5. Fasilitas transportasi di lokasi ini baik.
6. Kedekatan dengan pesantren memberi nilai tambah tersendiri bagi citra
perusahaan di kalangan masyarakat.

Kedekatan lokasi industri dengan lokasi bahan baku dan pasar akan
menghemat biaya transportasi pengangkutan bahan baku dan penyaluran produk.
Dengan demikian efisiensi biaya transportasi bisa dilakukan. Efisiensi ini tentu
saja akan berpengaruh pada biaya produksi yang lebih rendah.
Tenaga listrik PLN sudah tersalurkan dengan baik di lokasi ini. Suplai air
tanah di lokasi ini juga masih baik. Kualitas air tanah masih terjaga dengan baik
dan tidak tercemar. Air PDAM juga sudah tersedia di lokasi ini, sehingga
kebutuhan akan air bersih dapat terpenuhi dengan baik.
Suplai tenaga kerja tentu saja masih tersedia dalam jumlah besar. Dengan
adanya industri ini, tenaga kerja yang ada di daerah ini bisa terserap dan dapat
mengurangi pengangguran.
Jalan di lokasi ini sudah cukup baik dan letaknya dekat dengan jalur
pantura. Dengan jalan yang baik ini, transportasi bahan baku dan produk dapat
dilakukan dengan lancar.

C. Teknologi Proses Produksi
Teknologi proses produksi sirup glukosa, secara garis besar, ada dua
macam, yaitu dengan teknologi hidrolisis asam dan teknologi enzimatis.
Perbedaan utama antara proses hidrolisis asam dan proses enzimatis terletak pada
44

zat yang digunakan untuk memecah pati. Pada proses hidrolisis asam, pemecahan
pati dilakukan dengan asam. Pada proses enzimatis, pemecahan pati dilakukan
dengan enzim.
Teknologi proses yang digunakan pada penelitian ini adalah proses
enzimatis. Teknologi proses enzimatis dipilih karena memiliki beberapa
keuntungan dibanding teknologi proses hidrolisis asam. Menurut Norman (1981),
hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis
secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati.
Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak,
sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada
percabangan tertentu. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu
prosesnya lebih spesifik dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang
diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian yang lebih
murah, produk samping dan abu yang dihasilkan lebih sedikit, dan kerusakan
warna yang dapat diminimalkan merupakan keunggulan proses enzimatis ini.
Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri atas tiga tahapan
dalam mengonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi.
Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati. Likuifikasi
merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya
viskositas (Chaplin dan Buckle, 1990). Likuifikasi menghasilkan oligosakarida.
Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap
likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran
menjadi glukosa.
Proses produksi sirup glukosa yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 7.1. Proses produksi sirup glukosa ini disusun berdasarkan
kajian yang dilakukan oleh Fridayani (2006), Richana (2006), Irawadi dan Fauzi
(1990), Said (1987), Olsen (1995), dan Jati (2007). Asumsi-asumsi yang
digunakan dalam penyusunan teknologi proses produksi ini adalah sebagai
berikut.
Kadar air bahan baku tapioka yang digunakan adalah 13 persen.
Jumlah enzim -amilase yang digunakan adalah 1 persen dari bobot bahan
baku tapioka.
45

Jumlah enzim glukoamilase yang digunakan adalah 0.75 persen dari bobot
bahan baku tapioka.
Jumlah arang aktif yang digunakan adalah 0.8 persen dari bobot bahan baku
tapioka.
Kadar padatan pada produk akhir sirup glukosa adalah 70 persen.























Gambar 7.1. Teknologi proses produksi sirup glukosa


Sirup Glukosa
Penguapan
Filtrasi
Pemurnian dengan arang aktif
(80
o
C, 1 jam)
Netralisasi
Sakarifikasi
(60
o
C, pH 4.7, 72 jam)
Likuifikasi
(95
o
C, 180 menit)
Pengaturan pH hingga 5.2
Pencampuran dan Gelatinisasi
(105
o
C)
Tapioka
Air
-amilase
Larutan HCl 30%
Glukoamilase
Arang aktif
Arang aktif dan
kotoran
Uap Air
Larutan HCl 30%
Larutan NaOH 30%
46

1. Pencampuran dan Gelatinisasi
Proses awal yang dilakukan pada produksi sirup glukosa adalah proses
pencampuran. Bahan-bahan yang dicampur pada proses ini adalah tapioka dan air
dengan perbandingan tapioka dan air dalam larutan adalah 30 : 70 (b/b). Proses
pencampuran dilakukan di dalam slurry tank. Pengadukan dilakukan sejak awal
pencampuran agar tapioka tidak mengendap. Jika terjadi pengendapan, hal ini
akan mempersulit proses selanjutnya. Setelah air dan tapioka tercampur,
kemudian dilakukan proses gelatinisasi dengan memanaskan larutan tapioka dan
air tersebut. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula
pati. Proses gelatinisasi ini dilakukan di dalam jet cooker. Di dalam jet cooker,
campuran tapioka dan air akan dipanaskan sampai terjadi gelatinisasi. Energi
panas yang digunakan berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh boiler.

2. Likuifikasi
Proses likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial dan
menghasilkan oligosakarida. Proses likuifikasi ini menggunakan enzim alfa-
amilase untuk memecah pati. Proses likuifikasi dilakukan pada suhu 95
o
C dan pH
5.2 selama 180 menit. Sebelum dilakukan proses likuifikasi, dilakukan pengaturan
pH sampai pH larutan menjadi 5.2 dengan penambahan HCl 30%.
Alfa-amilase dari Bachillus licheniformis optimum pada suhu tinggi,
bahkan dapat melebihi 90
o
C (Fullbrook, 1984). Alfa-amilase ini memiliki kisaran
pH optimum pada 5 - 7 dan suhu optimum antara 90 105
o
C (Naz, 2002).
Penelitian Wibisono (2004) menyatakan bahwa pH optimum alfa-amilase adalah
5.2 dan suhu optimum 95
o
C.
Proses likuifikasi ini dilakukan di dalam tangki likuifikasi. Energi panas
untuk menjaga suhu pada 95
o
C diperoleh dari boiler. Uap panas dari boiler
dialirkan melalui mantel pemanas yang terdapat pada tangki likuifikasi. Setelah
proses likuifikasi selesai, bahan dialirkan ke tangki sakarifikasi melewati heat
exchanger untuk menurunkan suhunya.



47

3. Sakarifikasi
Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari
tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran
menjadi glukosa. Proses sakarifikasi ini menggunakan enzim glukoamilase dan
dilakukan pada suhu 60
o
C selama lebih kurang 72 jam. Sebelum proses
sakarifikasi dilakukan, pH bahan diatur terlebih dahulu menjadi sekitar 4.7 dengan
menambahkan larutan HCl 30%.
Glukoamilase dikenal juga dengan amiloglukosidase (AMG) atau -1,4-D-
glukan glukohidrolase yang bersifat eksoamilase, yaitu dapat memutus rantai pati
menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian tak tereduksi baik pada ikatan -
1,4 maupun -1,6. Glukoamilase terutama memutuskan rantai molekul maltosa
menjadi molekul-molekul glukosa bebas (Tjokroadikoesomo, 1986).
Glukoamilase yang umum digunakan pada tahap sakarifikasi berasal dari
Aspergillus niger. Menurut Reilly (1985), glukoamilase yang berasal dari
Aspergillus niger dapat menghidrolisis dekstrin (DE 10-15) dengan konsentrasi
substrat 30 40 persen (b/b) pada kondisi standar pH 4 4.5 dan suhu 60
o
C
diinkubasi selama 48 72 jam dapat menghasilkan sirup glukosa dengan DE 96
(90 persen glukosa basis kering, 3 persen disakarida, dan 3 persen maltulosa dan
oligosakarida). Menurut Kulp (1975), pada umumnya, aktivitas glukoamilase
optimum pada pH 4.0 5.0 dan suhu 50 60
o
C.
Proses sakarifikasi ini dilakukan di dalam tangki sakarifikasi. Energi panas
untuk menjaga suhu pada 60
o
C diperoleh dari boiler. Uap panas dari boiler
dialirkan melalui mantel pemanas yang terdapat pada tangki sakarifikasi.

4. Netralisasi
Proses konversi pati menjadi glukosa berlangsung pada kondisi asam.
Proses netralisasi dilakukan untuk menaikkan pH produk sehingga mendekati pH
netral. Pada proses netralisasi ini, digunakan larutan NaOH 30 %. Larutan ini
ditambahkan pada produk sampai pH produk mendekati netral. Proses netralisasi
ini dilakukan pada tangki sakarifikasi setelah proses sakarifikasi selesai.


48

5. Pemurnian dengan Arang Aktif dan Filtrasi
Proses netralisasi kemudian dilanjutkan dengan proses pemurnian.
Pemurnian dilakukan dengan mencampurkan arang aktif pada hasil sakarifikasi.
Jumlah arang aktif yang dicampurkan sebesar 0.8 persen dari bobot tapioka yang
digunakan. Pencampuran dengan arang aktif dilakukan di dalam tangki
sakarifikasi setelah proses sakarifikasi selesai. Arang aktif akan menyerap
kotoran-kotoran dan warna yang timbul dari sirup glukosa, sehingga akan
dihasilkan sirup glukosa yang murni dan berwarna baik. Pemurnian dengan arang
aktif ini dilakukan pada suhu 80
o
C selama 1 jam.
Proses selanjutnya setelah proses pemurnian dengan arang aktif adalah
proses filtrasi. Sirup glukosa yang telah dicampur dengan arang aktif dialirkan ke
dalam filter untuk disaring dan dipisahkan antara sirup glukosa dan kotoran-
kotoran yang timbul serta arang aktif. Arang aktif dan kotoran dibuang, sedangkan
sirup glukosa dialirkan ke tangki penampungan.

6. Penguapan
Penguapan (evaporasi) dilakukan untuk memekatkan sirup glukosa dan
mengurangi kadar air. Proses evaporasi dilakukan di dalam tangki evaporator.
Sirup glukosa hasil filtrasi dalam tangki penampungan dialirkan ke tangki
evaporator. Proses evaporasi ini dilakukan sampai kadar padatan sirup glukosa
mencapai kurang lebih 70 persen. Energi panas yang digunakan dalam proses
evaporasi diperoleh dari boiler. Uap panas dari boiler dialirkan menuju tangki
evaporator.

49






















Gambar 7.2. Neraca massa produksi sirup glukosa
Sirup Glukosa
2480 kg
Penguapan
2480 kg
Filtrasi
5789.5 kg
Pemurnian dengan arang aktif
(80
o
C, 1 jam)
5825.5 kg
Netralisasi
5809.5 kg
Sakarifikasi
(60
o
C, pH 4.7, 72 jam)
5806.5 kg
Likuifikasi
(95
o
C, 180 menit)
5804 kg
Pengaturan pH hingga 5.2
5802 kg
Pencampuran dan Gelatinisasi
(105
o
C)
5800 kg
Tapioka (2000 kg)
Pati = 1740 kg
Air = 260 kg
Air
3800 kg
-amilase
2 kg
Larutan HCl 30% 1 kg
Glukoamilase
1.5 kg
Arang aktif
16 kg
Arang aktif, kotoran
dan loss
36 kg
Uap Air
3309.5 kg
Larutan HCl 30%
2 kg
Larutan NaOH 30%
3 kg
50


Gambar 7.3. Neraca energi produksi sirup glukosa
51

D. Desain Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik
Desain tata letak berhubungan erat dengan penyusunan letak mesin,
peralatan peralatan produksi, dan ruangan-ruangan dalam pabrik. Penyusunan tata
letak akan berpengaruh pada efisiensi produksi. Tata letak yang baik akan
membuat proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Tipe tata letak pabrik ada dua macam, yaitu tipe tata letak berdasarkan
produk (product layout) dan berdasarkan proses (process layout). Penentuan tipe
tata letak bergantung pada spesifikasi proses produksi. Proses produksi yang
berbeda akan memiliki sifat-sifat khusus dan memerlukan desain tata letak yang
berbeda pula.
Industri ini hanya memproduksi satu jenis produk, yaitu sirup glukosa.
Oleh karena itu, tipe tata letak yang digunakan adalah berdasarkan produk
(product layout). Pada tipe tata letak berdasarkan produk, pengorganisasian
pekerjaan didasarkan pada urutan proses produksi suatu produk atau sekumpulan
produk. Mesin-mesin produksi diletakkan pada satu jalur menurut urutan proses
produksinya.
Keterkaitan antaraktivitas digunakan sebagai pedoman dalam merancang
tata letak ruang pabrik secara menyeluruh. Untuk menggambarkan keterkaitan
antaraktivitas, digunakan bagan keterkaitan antaraktivitas. Bagan keterkaitan
antaraktivitas industri sirup glukosa ditunjukkan pada Gambar 7.4. Derajat
hubungan aktivitas pada bagan keterkaitan antarkativitas tersebut diberi tanda
sandi dengan arti sebagai berikut.
A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus
saling berdekatan dan bersebelahan.
E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus
bersebelahan.
I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.
O (ordinary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus saling
berdekatan.
U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan
tidak saling mengikat.
52

X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling
berjauhan atau tidak boleh saling berdekatan.


Gambar 7.4. Bagan keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa

Bagan keterkaitan antaraktivitas tersebut kemudian digunakan untuk
merencanakan dan menganalisis keterkaitan antaraktivitas. Informasi yang
dihasilkan dari bagan keterkaitan antaraktivitas kemudian diwujudkan dalam
bentuk diagram yang disebut diagram keterkaitan antaraktivitas. Diagram
keterkaitan antaraktivitas menggunakan template-template yang menggambarkan
kegiatan yang ada (Apple, 1990). Setiap template mencantumkan informasi
mengenai derajat keterkaitan kegiatan tersebut dengan kegiatan lain yang
diperoleh dari bagan keterkaitan antaraktivitas. Diagram keterkaitan antaraktivitas
industri sirup glukosa dapat dilihat pada Gambar 7.5.





53


Gambar 7.5. Diagram keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa
54

Langkah selanjutnya adalah menentukan kebutuhan luas ruang dan
menyusun site plan. Luas ruang dihitung berdasarkan perkiraan kebutuhan luas
ruangan yang dibutuhkan oleh tiap-tiap mesin dan peralatan produksi, kebutuhan
luas ruang operator, kelonggaran, kebutuhan luas gudang, kantor, dan ruangan-
ruangan yang lain. Kebutuhan luas ruang pada industri sirup glukosa dapat dilihat
pada Tabel 7.1. Penyusunan site plan didasarkan pada diagram keterkaitan
antaraktivitas dan kebutuhan luas ruang. Site plan industri ini dapat dilihat pada
Gambar 7.6.

Tabel 7.1. Kebutuhan luas ruang industri sirup glukosa
Nama Ruang
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Luas
(m
2
)
150%
Kelonggaran
Luas (m
2
)
Jumlah
Mesin
Luas
Total
(m
2
)
Ruang slurry tank 1.79
1.79 3.20 4.80 2 9.61
Ruang jet cooker 2.00
2.00 4.00 6.00 2 12.00
Ruang likuifikasi 1.97 1.97 3.88 5.82 1 5.82
Ruang sakarifikasi 1.79 1.79 3.20 4.80 4 19.22
Ruang boiler 2.00 1.50 3.00 4.50 1 4.50
Ruang heat exchanger 0.70 0.70 0.49 0.74 1 0.74
Ruang filter 2.50 1.20 3.00 4.50 2 9.00
Ruang tangki
Penampung 1 1.56 1.56 2.44 3.67 1 3.67
Ruang evaporator 2.25 2.25 5.08 7.63 1 7.63
Ruang tangki
penampung 2 1.56 1.56 2.44 3.67 1 3.67
Ruang pengemasan 10.00
Ruang gerak operator 40.00
Gudang bahan baku 80.00
Gudang produk 80.00
Gudang bahan kimia 20.00
Laboratorium 30.00
Kantor 80.00
Stasiun
Penerimaan/Pengeluaran 30.00
Pengolahan limbah 40.00
Jalan 150.00
Parkir 80.00
Total 694.23

55



Keterangan :
1. Stasiun Penerimaan/Pengeluaran
2. Gudang bahan baku
3. Gudang produk
4. Gudang bahan kimia
5. Ruang boiler
6. Ruang gelatinisasi dan likuifikasi:
a. Slurry tank
b. Jet cooker
c. Tangki likuifikasi
7. Ruang heat exchanger
8. Ruang sakarifikasi
9. Ruang filter
10. Ruang tangki Penampung 1
11. Ruang evaporator
12. Ruang tangki penampung 2
13. Ruang pengemasan
14. Laboratorium
15. Kantor
16. Pengolahan limbah
17. Jalan dan parkir

Gambar 7.6. Site plan industri sirup glukosa


VIII. ANALISIS MANAJEMEN DAN ORGANISASI


A. Kebutuhan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam industri sirup glukosa ini dapat
dikelompokkan menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tak langsung.
Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang secara langsung terlibat
dalam proses produksi, sedangkan tenaga kerja tak langsung adalah tenaga kerja
yang tidak berhubungan secara langsung dengan proses produksi. Tenaga kerja
yang termasuk dalam kategori tenaga kerja langsung adalah operator, sedangkan
yang termasuk dalam kategori tenaga kerja tak langsung adalah direktur, manajer
produksi dan QC, manajer logistik dan pemasaran, staf keuangan dan
administrasi, staf pemasaran, laboran, dan sopir. Rincian jenis dan jumlah tenaga
kerja serta kualifikasi pendidikan minimal yang diperlukan dapat dilihat pada
Tabel 8.1.

Tabel 8.1. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja
No. Jenis Tenaga Kerja
Kualifikasi Pendidikan
Minimal
Jumlah
1 Direktur S1 Teknologi Industri 1
2 Manajer Produksi dan QC S1 Teknologi Industri 1
3 Manajer Logistik dan Pemasaran S1 Manajemen 1
4 Staf Keuangan dan Administrasi SMK Sekretaris 2
5 Staf Pemasaran SLTA 2
6 Operator SLTA/SMK Mesin 20
7 Laboran SLTA/SMK Analisis Kimia 2
8 Buruh SLTP 3
9 Sopir SLTA 2
Total 34



B. Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang digunakan menganut sistem
wewenang sentralisasi. Hal ini bertujuan agar kebijakan dapat seragam dan dapat
meminimumkan kompleksitas permasalahan. Struktur organisasi industri sirup
glukosa ini dapat dilihat pada Gambar 8.1.

Gambar 8.1. Struktur


C. Deskripsi Pekerjaan
Deskripsi pekerjaan disusun untuk memudahkan pekerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Dengan deskripsi pekerjaan yang jelas,
para pekerja dapat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing
sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
industri sirup glukosa ini adalah sebagai berikut.




Manajer
Produksi dan QC
Operator
Laboran
Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang digunakan menganut sistem
wewenang sentralisasi. Hal ini bertujuan agar kebijakan dapat seragam dan dapat
meminimumkan kompleksitas permasalahan. Struktur organisasi industri sirup
glukosa ini dapat dilihat pada Gambar 8.1.
Gambar 8.1. Struktur organisasi industri sirup glukosa
Deskripsi Pekerjaan
Deskripsi pekerjaan disusun untuk memudahkan pekerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Dengan deskripsi pekerjaan yang jelas,
para pekerja dapat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing
melaksanakan tugasnya dengan baik. Deskripsi pekerjaan pada
industri sirup glukosa ini adalah sebagai berikut.
Direktur
Manajer
Produksi dan QC
Operator
Laboran
Buruh
Manajer Logistik
dan Pemasaran
Staf Pemasaran
Sopir
Staf Keuangan
dan Administrasi
57
Struktur organisasi yang digunakan menganut sistem pelimpahan
wewenang sentralisasi. Hal ini bertujuan agar kebijakan dapat seragam dan dapat
meminimumkan kompleksitas permasalahan. Struktur organisasi industri sirup

up glukosa
Deskripsi pekerjaan disusun untuk memudahkan pekerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Dengan deskripsi pekerjaan yang jelas,
para pekerja dapat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-masing,
Deskripsi pekerjaan pada
Staf Keuangan
dan Administrasi
58

1. Direktur
Direktur bertanggung jawab menjalankan roda organisasi perusahaan,
merencanakan, mengorganisasikan, dan mengawasi kegiatan manajer dan staf
yang berada di bawahnya.

2. Manajer Produksi dan Quality Control (QC)
Manajer produksi dan quality control (QC) bertugas melakukan
pengawasan dan pelaksanaan kegiatan produksi, pengawasan kualitas bahan baku
dan produk, pemeliharaan sarana produksi, dan penelitian dan pengembangan
produk (research and development) agar memperoleh keunggulan dalam
persaingan.

3. Manajer Logistik dan Pemasaran
Manajer produksi dan pemasaran bertugas mengelola pengadaan bahan
baku dan bahan pembantu, mengelola pemasaran dan pendistribusian produk,
menetapkan strategi pemasaran, dan mengelola berbagai hal yang terkait dengan
pengadaan logistik dan pemasaran produk.

4. Staf Keuangan dan Administrasi
Staf keuangan dan administrasi bertugas melaksanakan dan mengawasi
kegiatan pencatatan keuangan perusahaan dan administrasi kantor dan operasional
perusahaan.

5. Staf Pemasaran
Staf pemasaran bertugas melaksanakan pemasaran produk, melaksanakan
strategi pemasaran yang ditetapkan, dan mengelola pendistribusian produk.

6. Operator
Operator bertugas menjalankan mesin sesuai dengan prosedur yang ada
dan memastikan mesin berjalan sesuai dengan kriteria yang seharusnya. Operator
harus secara terus menerus melakukan pengawasan terhadap proses produksi dan
59

kinerja mesin agar tidak terjadi penyimpangan produk yang tidak diinginkan.
Operator juga bertugas untuk melakukan perawatan mesin dan alat-alat produksi.

7. Laboran
Laboran bertugas melakukan pengawasan terhadap mutu produk dengan
melakukan pengecekan mutu bahan baku, hasil dari tiap tahap produksi, dan
produk akhir sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.






IX. ANALISIS LINGKUNGAN DAN LEGALITAS


A. Aspek Lingkungan
Industri sirup glukosa ini menghasilkan beberapa limbah. Secara garis
besar, limbah-limbah yang dihasilkan dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah yang dihasilkan dari
industri sirup glukosa ini relatif kecil dan tidak berbahaya bagi lingkungan.
Limbah padat yang dihasilkan dari industri sirup glukosa ini adalah arang
aktif dan kotoran yang dipisahkan oleh filter saat proses filtrasi. Limbah padat ini
dapat teruraikan secara alamiah dan tidak berbahaya bagi lingkungan, sehingga
dapat dibuang langsung ke lingkungan.
Limbah cair yang dihasilkan dari industri sirup glukosa ini adalah limbah
hasil pencucian peralatan dan limbah domestik dari kegiatan sanitasi (MCK).
Limbah pencucian peralatan akan di-treatment terlebih dahulu pada kolam
pengolahan limbah. Limbah domestik ditangani dengan menggunakan septic tank.
Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 12 Tahun 2003 tentang Izin
Industri yang menjadi dasar dalam perizinan industri di Kabupaten Pati juga
mensyaratkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan
industri untuk memperoleh izin usaha industri (IUI). Dokumen-dokumen ini
disyaratkan agar industri senantiasa selalu menjaga kelestarian lingkungan dan
mendukung pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Dokumen-
dokumen yang disyaratkan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), yaitu surat pernyataan
yang dibuat oleh perusahaan industri yang sifatnya mengikat dalam
menunjang program pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.
b. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UKL/UPL), yaitu rencana kerja dan atau pedoman kerja yang berisi program
pengelolaan lingkungan yang dibuat secara sepihak oleh pemrakarsa dan
sifatnya mengikat.
c. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan
61

pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. Dokumen Amdal disayaratkan
bagi perusahaan industri yang wajib memiliki sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

B. Aspek Legalitas
Aspek legalitas merupakan aspek yang sangat penting dalam pendirian
industri. Suatu industri akan lebih berkembang jika telah memperoleh izin
industri. Industri yang legal (telah memperoleh izin) akan lebih mendapatkan
dukungan dari pemerintah, serta lebih diakui di tingkat daerah, nasional, maupun
internasional.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, luas, dan
bertanggung jawab, bidang industri merupakan slaah satu bidang yang diserahkan
dan telah menjadi kewenangan daerah. Oleh karena itu, peraturan mengenai
perizinan industri diatur sesuai dengan peraturan daerah di daerah tempat industri
tersebut didirikan.
Peraturan daerah di Kabupaten Pati yang mengatur tentang izin industri
adalah Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 12 Tahun 2003. Menurut
Peraturan Daerah ini, izin industri diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu
sebagai berikut.
a. Tanda Daftar Industri (TDI) adalah izin usaha yang diberikan oleh pemerintah
daerah kepada perusahaan industri dengan nilai investasi perusahaan
seluruhnya Rp 10,000,000.00 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp
200,000,000.00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan.
b. Izin Usaha Industri (IUI) adalah izin usaha yang diberikan oleh pemerintah
daerah kepada perusahaan industri dengan nilai investasi perusahaan
seluruhnya di atas Rp 200,000,000.00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk
tanah dan bangunan.
c. Izin Perluasan Industri (IPI) adalah izin yang diberikan oleh pemerintah
daerah kepada perusahaan industri yang akan melakukan perluasan industri
62

dalam penambahan produksinya melebihi 30 persen dari kapasitas produksi
yang telah diizinkan.
d. Izin Perubahan Perusahaan Industri (IPPI) adalah izin yang diberikan oleh
pemerintah daerah kepada perusahaan industri yang akan melakukan
perubahan nama, bentuk, alamat, pemilik, pengurus atau penanggung jawab
perusahaan, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang tidak sesuai dengan
izin industri yang dimiliki.

Izin industri yang sesuai untuk industri sirup glukosa ini adalah izin usaha
industri (IUI). Hal ini didasarkan pada besarnya investasi (selain tanah dan
bangunan) yang melebihi Rp 200,000,000.00. Menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Pati Nomor 12 Tahun 2003 tentang Izin Industri, dokumen-dokumen
yang dilampirkan oleh pemohon izin usaha industri (IUI) adalah sebagai berikut.
a. Fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) pemohon (pemilik atau penanggung
jawab atau direktur).
b. Fotokopi izin gangguan.
c. Fotokopi akte pendirian perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang.
d. Fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP).
e. Dokumen Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL)
atau dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) bagi
perusahaan industri yang wajib memiliki sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
f. Fotokopi izin pemakaian air bawah tanah bagi perusahaan yang menggunakan
air bawah tanah.








X. ANALISIS FINANSIAL


A. Asumsi-asumsi yang Digunakan
Asusmsi-asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri sirup
glukosa ini adalah sebagai berikut.
a. Umur ekonomis proyek diasumsikan selama 10 tahun.
b. Nilai sisa bangunan adalah 50 persen dari nilai awal, nilai sisa tanah adalah
100 persen dari nilai awal, dan nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10 persen
dari nilai awal.
c. Umur ekonomis mesin dan peralatan produksi adalah 10 tahun, umur
ekonomis peralatan kantor adalah 5 tahun.
d. Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan per tahun adalah 5 persen dari harga
mesin dan peralatan.
e. Kapasitas produksi adalah 2000 kg tapioka per hari dan menghasilkan 2480 kg
sirup glukosa per hari dengan kadar padatan 70 persen.
f. Jumlah hari kerja per tahun adalah 300 hari.
g. Discount factor diasumsikan sebesar 14 persen.
h. Pajak dihitung berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 untuk
pajak badan, yaitu sebesar 28 persen.
i. Debt equity ratio (DER) sebesar 100 persen modal sendiri dan 0 persen modal
pinjaman dari bank.
j. Modal kerja dihitung berdasarkan biaya operasional produksi selama tiga
bulan.
k. Proyek dimulai pada tahun ke-0, sedangkan produksi pertama mulai
berlangsung pada tahun ke-1.
l. Kapasitas produksi pada tahun ke-1 adalah 80 persen, kapasitas produksi pada
tahun ke-2 adalah 90 persen, dan kapasitas produksi pada tahun ke-3 dan
seterusnya adalah 100 persen.

64

B. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang diperlukan untuk mendirikan
industri sirup glukosa ini. Biaya investasi meliputi biaya investasi tetap dan biaya
modal kerja. Biaya investasi tetap meliputi biaya prainvestasi, tanah dan
bangunan, fasilitas penunjang, mesin dan peralatan produksi, alat kantor, sarana
distribusi, dan kontingensi. Biaya investasi tetap yang dibutuhkan adalah sebesar
Rp 3,229,600,000.00. Rincian biaya investasi tetap tersebut dapat dilihat pada
Tabel 10.1 dan rincian lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 10.1. Komponen biaya investasi tetap
No Komponen Nilai Total (Rp)
1 Biaya prainvestasi 60,000,000
2 Tanah dan bangunan 1,275,000,000
3 Fasilitas Penunjang 20,000,000
4 Mesin dan Peralatan 1,268,000,000
5 Alat kantor 13,000,000
6 Sarana Distribusi 300,000,000
Subtotal 2,936,000,000
Kontingensi 10% 293,600,000
Total 3,229,600,000


Biaya modal kerja merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan
industri sirup glukosa ini. Pada penelitian ini, biaya modal kerja dihitung
berdasarkan biaya operasional yang dibutuhkan selama tiga bulan pada kapasitas
produksi 80 persen. Biaya modal kerja meliputi upah tenaga kerja, biaya
administrasi, promosi, dan overhead, biaya bahan baku dan bahan penunjang,
biaya kemasan, bahan bakar, listrik, dan biaya distribusi. Modal kerja yang
diperlukan oleh industri sirup glukosa ini adalah sebesar Rp 703,548,750.00.
Rincian biaya modal kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.2 dan rincian
lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.



65

Tabel 10.2. Komponen biaya modal kerja
No. Komponen Modal Kerja Nilai (Rp)
1 Upah tenaga kerja 108,300,000
2 Biaya administrasi, promosi, dan overhead 32,418,750
3 Bahan baku dan penunjang 479,040,000
4 Kemasan 44,640,000
5 Bahan bakar 13,500,000
6 Listrik 13,650,000
7 Distribusi 12,000,000
Total 703,548,750


C. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan
Sumber dana investasi terdiri atas dua sumber, yaitu modal sendiri
(investor) dan modal pinjaman. Debt equity ratio (DER) atau porsi pendanaan
yang digunakan adalah 100 persen dana sendiri dan 0 persen dana pinjaman bank.
Hal ini berarti, sumber dana investasi yang digunakan adalah 100 persen modal
sendiri. Total biaya investasi yang diperlukan adalah Rp 3,934,348,750 yang
terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp 3,229,600,000.00 dan modal kerja
sebesar Rp 703,548,750.00.

D. Harga dan Prakiraan Penerimaan
Biaya per unit produk ditentukan dengan metode full costing melalui
persamaan sebagai berikut.





dengan
BT : biaya tetap
BV : biaya variabel (tidak tetap).

Prakiraan biaya per unit produk sirup glukosa pada tahun pertama sebesar
Rp 5,015.00 per kg dan pada tahun kedua sebesar Rp 4,878.00 per kg, sedangkan
prakiraan biaya per unit produk pada tahun ketiga dan seterusnya sebesar Rp
4,769.00 per kg. Prakiraan biaya per unit produk pada tahun pertama dan kedua
66

lebih tinggi daripada pada tahun ketiga dan seterusnya karena kapasitas produksi
pada tahun pertama dan kedua belum seratus persen, sehingga jumlah produk
yang dihasilkan lebih sedikit. Harga jual sirup glukosa yang ditetapkan sebesar Rp
6,500.00 per kg. Dengan harga jual sebesar ini, profit yang diperoleh sebesar
29.60 36.30 persen. Prakiraan penerimaan yang diperoleh pada tahun pertama
adalah Rp 3,868,800,000.00 dan pada tahun kedua adalah Rp 4,352,400,000.00,
sedangkan prakiraan penerimaan pada tahun ketiga dan seterusnya adalah Rp
4,836,000,000.00. Data harga dan prakiraan penerimaan dapat dilihat pada Tabel
10.3 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 7. Harga dan prakiraan
penerimaan ini dihitung dengan asumsi harga tetap selama periode operasional.

Tabel 10.3. Harga dan prakiraan penerimaan
Tahun
ke-
Produksi per
tahun (kg)
Biaya per unit
produk (Rp/kg)
Harga jual
(Rp/kg)
Profit
(%)
Penerimaan
(Rp)
1 595,200 5,015 6,500 29.60 3,868,800,000
2 669,600 4,878 6,500 33.24 4,352,400,000
3 744,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000
4 744,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000
5 744,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000
6 744,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000
7 744,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000
8 744,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000
9 744,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000
10 744,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000

E. Proyeksi Rugi Laba
Proyeksi rugi laba digunakan untuk mengetahui besarnya proyeksi
keuntungan atau kerugian dari industri sirup glukosa ini. Proyeksi rugi laba
memuat informasi mengenai proyeksi total penerimaan dan pengeluaran. Selisih
antara proyeksi total penerimaan dan pengeluaran merupakan nilai earning before
interests and taxes (EBIT) yang merupakan besarnya laba atau rugi sebelum
pembayaran bunga dan pajak. Laba bersih merupakan laba yang sudah dikurangi
dengan pembayaran bunga dan pajak. Industri sirup glukosa ini memiliki proyeksi
yang cukup besar. Besarnya proyeksi rugi laba ini dapat dilihat pada Tabel 10.4
dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 8.
67

Tabel 10.4. Proyeksi Rugi Laba
Tahun
ke-
Total
Penerimaan
Total
Pengeluaran
EBIT Bunga Pajak
Laba
bersih
1 3,868,800,000 2,985,155,000 883,645,000 - 247,420,600 636,224,400
2 4,352,400,000 3,266,570,000 1,085,830,000 - 304,032,400 781,797,600
3 4,836,000,000 3,547,985,000 1,288,015,000 - 360,644,200 927,370,800
4 4,836,000,000 3,547,985,000 1,288,015,000 - 360,644,200 927,370,800
5 4,836,000,000 3,547,985,000 1,288,015,000 - 360,644,200 927,370,800
6 4,836,000,000 3,547,985,000 1,288,015,000 - 360,644,200 927,370,800
7 4,836,000,000 3,547,985,000 1,288,015,000 - 360,644,200 927,370,800
8 4,836,000,000 3,547,985,000 1,288,015,000 - 360,644,200 927,370,800
9 4,836,000,000 3,547,985,000 1,288,015,000 - 360,644,200 927,370,800
10 4,836,000,000 3,547,985,000 1,288,015,000 - 360,644,200 927,370,800


F. Proyeksi Arus Kas
Aliran kas, dalam manajemen keuangan perusahaan, dianggap lebih
relevan bagi investor dibandingkan laba. Hal ini dikarenakan dengan kas, investor
dapat melakukan investasi dan melaksanakan kewajiban finansialnya. Proyeksi
arus kas meliputi proyeksi kas masuk, kas keluar, dan aliran kas bersih. Proyeksi
arus kas industri sirup glukosa ini dapat dilihat pada Tabel 10.5 dan rinciannya
dapat dilihat pada Lampiran 9.

Tabel 10.5. Proyeksi arus kas
Tahun ke- Total Kas Masuk Total Kas Keluar Aliran Kas Bersih
0 3,934,348,750 3,934,348,750 -
1 807,184,400 - 807,184,400
2 952,757,600 - 952,757,600
3 1,098,330,800 - 1,098,330,800
4 1,098,330,800 - 1,098,330,800
5 1,099,630,800 - 1,099,630,800
6 1,098,330,800 13,000,000 1,085,330,800
7 1,098,330,800 - 1,098,330,800
8 1,098,330,800 - 1,098,330,800
9 1,098,330,800 - 1,098,330,800
10 2,684,979,550 - 2,684,979,550


68

G. Titik Impas (Break Even Point/BEP)
Titik impas merupakan titik dimana total biaya produksi sama dengan total
penerimaan. Titik impas menunjukkan pada tingkat biaya atau jumlah produksi
berapa suatu usaha masih bisa dijalankan. Titik impas industri sirup glukosa ini
berada pada Rp 1,755,237,065.00 atau pada tingkat produksi 270,036 kg.
Informasi lebih rinci mengenai titik impas pada industri sirup glukosa ini dapat
dilihat pada Lampiran 7.

H. Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi net
present value, internal rate of return, net benefit cost ratio, payback period, dan
analisis sensitivitas. Kriteria-kriteria ini digunakan untuk melihat kelayakan
industri secara finansial. Perhitungan kriteria-kriteria ini didasarkan pada aliran
kas bersih (net cash flow) pada proyeksi arus kas. Discount factor yang digunakan
adalah 14 persen.

1. Net Present Value (NPV)
Net present value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara
nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional
maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu
(Husnan dan Muhammad, 2000 dan Hernanto, 1991). Nilai NPV pada industri
sirup glukosa ini adalah Rp 1,850,007,524.00. Nilai tersebut lebih besar dari nol,
sehingga pendirian industri ini layak berdasarkan nilai NPV. Rincian mengenai
NPV industri ini dapat dilihat pada Lampiran 10.

2. Internal Rate Of Return (IRR)
Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV
sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al., 1993). Proyek layak
dijalankan bila nilai IRR lebih besar atau sama dengan dari nilai suku bunga yang
berlaku. Suku bunga yang digunakan pada penelitian ini adalah 14 persen. Nilai
IRR pada industri sirup glukosa ini adalah 23.72 persen. Hal ini berarti, menurut
69

kriteria IRR, industri sirup glukosa ini layak untuk didirikan. Rincian mengenai
IRR industri ini dapat dilihat pada Lampiran 10.

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara
jumlah present value yang bernilai positif dan present value yang bernilai negatif
(modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat
manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al., 1993).
Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak
dijalankan. Jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan
(Kadariah et al., 1999).
Nilai net B/C pada industri sirup glukosa ini adalah 1.47. Hal ini berarti,
menurut kriteria net B/C, industri ini layak untuk didirikan. Rincian mengenai net
B/C industri ini dapat dilihat pada Lampiran 10.

4. Payback Period (PBP)
Payback period (PBP) merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk
mengembalikan seluruh investasi yang dikeluarkan untuk mendirikan suatu usaha.
PBP dihitung berdasarkan aliran kas bersih. Berdasarkan hasil perhitungan, PBP
industri sirup glukosa ini adalah 3.98 tahun. Ini berarti, semua investasi yang
dikeluarkan untuk pendirian industri ini akan kembali setelah 3.98 tahun industri
ini beroperasi. Berdasarkan kriteria PBP ini, industri sirup glukosa ini layak untuk
didirikan karena nilai PBP-nya kurang dari umur proyek.

5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji sejauh mana perubahan
parameter aspek finansial berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila
nilai unsur tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat
terhadap investasi, maka dapat dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi
pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Sebaliknya bila
terjadi perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi,
maka dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur
70

yang dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam
aliran kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi, berkurangnya
pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun tingkat bunga
pinjaman (Soeharto, 2000).
Analisis sensitivitas pada kajian pendirian industri sirup glukosa ini
dilakukan pada tiga parameter, yaitu kenaikan harga bahan baku, penurunan harga
jual produk, dan kenaikan tingkat suku bunga. Hasil analisis sensitivitas pada
industri ini dapat dilihat pada Tabel 10.6.

Tabel 10.6. Analisis sensitivitas industri sirup glukosa
Parameter Sensitivitas
Kriteria Kelayakan Investasi
NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP (Tahun)
Harga bahan baku naik 22.40%
menjadi Rp 4,529.00 per kg
278,375 14.00% 1.00 5.91
Harga jual produk turun 10.70%
menjadi Rp 5,804.00 per kg
(0) 14.00% 1.00 5.88
Tingkat suku bunga naik
menjadi 23.72%
(0) 23.72% 1.00 3.98

Hasil analisis sensitivitas tersebut menunjukkan industri sirup glukosa
memiliki resiko yang cukup tinggi terhadap kenaikan harga bahan baku dan
penurunan harga jual. Oleh karena itu, jika terjadi kenaikan harga bahan baku atau
penurunan harga jual, maka diperlukan berbagai penyesuaian dan strategi untuk
menanganinya agar industri sirup glukosa ini tetap menguntungkan.





XI. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Kebutuhan glukosa di Indonesia terus meningkat, sedangkan produksi
glukosa dalam negeri masih terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Nilai impor sirup glukosa Indonesia cukup tinggi dan menunjukkan
adanya kenaikan dari tahun ke tahun. Kebutuhan sirup glukosa Indonesia semakin
meningkat seiring dengan perkembangan industri penggunanya, yaitu industri
makanan dan minuman, terutama industri sirup, minuman ringan, permen, biskuit,
dan jeli.
Pesantren Raudlatul Ulum merupakan salah satu pesantren yang terletak di
Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang merupakan salah satu daerah penghasil
tapioka. Di Kabupaten Pati, juga banyak berkembang industri makanan dan
minuman, baik skala kecil maupun besar. Hal ini merupakan suatu peluang bagi
Pesantren Raudlatul Ulum untuk mengembangkan industri sirup glukosa.
Industri sirup glukosa ini dibuat dengan kapasitas produksi dua ton bahan
baku tapioka per hari. Bahan baku tapioka yang digunakan berasal dari para
pengrajin tapioka yang tersebar di wilayah Kabupaten Pati. Berdasarkan data-data
produksi tapioka yang ada di Kabupaten Pati, diperkirakan suplai bahan baku
tapioka untuk industri ini masih mencukupi.
Potensi pasar produk sirup glukosa masih sangat besar mengingat
kebutuhannya yang semakin meningkat dan kebutuhan substitusi gula pasir.
Target pasar yang dituju adalah pasar industri yang berada di Propinsi Jawa
Tengah, terutama di Kabupaten Pati.
Besar investasi yang diperlukan adalah Rp 3,934,348,750 yang terdiri dari
biaya investasi tetap sebesar Rp 3,229,600,000.00 dan modal kerja sebesar Rp
703,548,750.00. Debt equity ratio (DER) yang diguakan adalah 100 persen dana
sendiri dan nol persen dana pinjaman bank.
Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa industri sirup glukosa ini
layak untuk didirikan. Nilai NPV industri ini sebesar Rp 1,850,007,524.00. Nilai
IRR-nya sebesar 23.72 persen. Nilai net B/C-nya sebesar 1.47. Payback period
72

industri ini adalah selama 3.98 tahun. Break even point (BEP) berada pada Rp
1,755,237,065.00 atau pada tingkat produksi 270,036 kg. Akan tetapi, hasil
analisis sensitivitas menunjukkan industri sirup glukosa memiliki resiko yang
cukup tinggi terhadap kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual.
Hasil studi kelayakan pendirian industri sirup glukosa di Pesantren
Raudlatul Ulum menunjukkan nilai kelayakan usaha yang positif. Akan tetapi,
sistem pasokan bahan baku dan pengembangan pasar perlu terus dilakukan untuk
menunjang keberlangsungan industri.

B. Saran
Beberapa informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk semua pihak, terutama untuk pengembangan perekonomian
pesantren Raudlatul Ulum. Berikut ini beberapa saran yang perlu dipertimbangkan
untuk menyempurnakan penelitian ini.
1. Perlu adanya pengujian teknologi secara cermat dan teliti untuk menjamin
efisiensi proses produksi dan kualitas produk.
2. Perlu adanya pengenalan produk sirup glukosa kepada asyarakat awam karena
banyak di antara mereka yang belum mengetahui produk sirup glukosa.
3. Perlu dilakukan pula kajian mengenai studi kelayakan pendirian industri sirup
glukosa ini dengan teknologi hidrolisis asam.





DAFTAR PUSTAKA


Alais, C. dan B. Linden. 1991. Food Biochemistry. Ellis Horwood, New York.
Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Mardiono dan
Nurhayati, penerjemah; Sutalaksana I. Z., penyunting. Penerbit ITB,
Bandung. Terjemahan dari: Plant Layout and Material Handling. 3
rd

Edition.
Ariyoto, K. 1990. Feasibility Study. Mutiara, Jakarta.
Balagopalan, C., G. Padmaja, S. K. Nanda, dan S. N. Moorthy. 1988. Cassava in
Food, Feed, and Industry. CRC Press Inc., Boca Raton Florida.
Behrens, W. dan P. M. Hawranek. 1991. Manual for The Preparation of
Industrial Feasibility Studies. United Nations Industrial Development
Organization, Vienna.
Berghmans, E. 1981. Carbohydrate Symposium in Indonesia Starch
Hydrolisates, Improved Sweeteners Obtained by The Use of Enzyme.
Novo Industry A/S, Novo Alle, Denmark.
Chaplin, M. F. dan C. Buckle, 1990. Enzyme Technology. Cambridge University
Press, New York.
Djamin, Z. 1984. Perencanaan dan Analisis Proyek. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Dziedzic, S. Z. dan M. W. Kearsley. 1984. Physico-chemical Properties of
Glucose Syrups. Di dalam. Dziedzic, S. Z. dan M. W. Kearsley. 1984.
Glucose Syrups: Science and Technology. Elsevier Applied Science
Publisher, London.
Edris, M. 1993. Penuntun Menyusun Studi Kelayakan Proyek. Sinar Baru,
Bandung.
Fridayani. 2006. Produksi Sirup Glukosa dari Pati Sagu yang Berasal dari
Beberapa Wilayah di Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI
Press, Jakarta.
Gray, C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. L. Maspatiella, dan R. G. C. Varley.
1993. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hernanto, F. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.
74

Husnan, Suad dan Suwarsono Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. UPP
AMP YKPN, Yogyakarta.
Irawadi dan Anas M. Fauzi. 1990. Perencanaan Proyek Bioindustri. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jati, Galih Prasetyo. 2007. Kajian Teknoekonomi Agroindustri Maltodekstrin di
Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Kadariah, L., Karlina, dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi
Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran. Edisi Ketujuh. Jilid Kedua. Terjemahan.
UI Press, Jakarta.
Leneback, D. F. dan G. E. Imlet. 1982. Food Carbohydrates. The AVI Publishing
Co., West Port, Connecticut.
Machfud dan Y. Agung. 1990. Perencanaan Tata Letak pada Industri Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Maiden, A. M. 1970. Food and Fermentation Application of Starch Hydrolysis of
Soluble Starch by Glucoamylase. Biotechnology and Bioengineering.
XXIV: 347-357. John Wiley and Sons, Connecticut.
Manners, D. J. 1979. The Enzymic Degradation of Starch. Di dalam. Blanshard, J.
M. V. dan J. R. Mitchell (eds.). Polysaccharides in Food. Butterworths
Co., London.
Norman, B. E. 1981. New Development in Starch Syrup Technology. Di dalam.
G. G. Birch, N. Blakebrough, dan K. J. Parker (ed.). 1981. Enzymes and
Food Processing. Applied Science Publ. Ltd., London.
Olsen, H. S. 1995. Enzymatic Production of Glucose Syrups. Di dalam. Kearsley,
M.W. dan S. Z. Dziedzic (ed.). 1995. Handbook of Starch Hydrolysis
Products and Their Derivatives. Blackie Academic and Professional,
London.
Richana, N. 2006. Gula Singkong dapat Diproduksi di Pedesaan. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Vol. 28, No. 3, Hal. 9-11.
Said, E. Gumbira. 1987. Bioindustri, Penerapan Teknologi Fermentasi. PT
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Simarmata, D. A. 1992. Pendekatan Sistem dan Analisa Proyek Investasi dan
Pasar Modal. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Soeharto, I. 2000. Manajemen Proyek, dari Konseptual sampai Operasional.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
75

Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2978-1992 - Sirup Glukosa. Pusat
Standardisasi Industri Departemen Perindustrian.
Standar Nasional Indonesia. 1994. SNI 01-3451-1994 Tapioka. Badan
Standarisasi Nasional.
Sutojo, S. 1983. Studi Kelayakan Proyek. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Sutojo, S. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Penerbit Damar, Jakarta.
Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wilbraham, A. C. dan M. S. Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati.
Penerbit ITB, Bandung.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Wurzburg, O. B. 1986. Modified Starch: Properties and Uses. CRC Press Inc.
Boca Raton, Florida.




















LAMPIRAN



77

Lampiran 1. Asumsi-asumsi untuk Analisis Finansial

No Variabel Asumsi Nilai
1 Umur proyek (tahun) 10
2 Nilai sisa bangunan dari nilai awal 50%
3 Nilai sisa tanah dari nilai awal 100%
4 Nilai sisa mesin dan peralatan dari nilai awal 10%
5 Umur ekonomis mesin dan peralatan (tahun) 10
6 Umur ekonomis peralatan kantor (tahun) 5
7 Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan per tahun dari harga 5%
8 Kapasitas produksi sirup glukosa (kg/hari) 2,480
9 Harga jual per kg sirup glukosa (Rp) 6,500
10 Harga tapioka kasar (Rp/kg) 3,700
11 Harga HCl 30% (Rp/liter) 7,000
12 Harga enzim -amilase (Rp/kg) 100,000
13 Harga enzim glukoamilase (Rp/kg) 100,000
14 Harga arang aktif (Rp/kg) 12,000
15 Jumlah hari kerja per tahun 300
16 Discount factor 14%
17 Pajak Penghasilan (berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 untuk pajak
badan)
28%
18 Debt Equity Ratio (DER) dana pribadi investor 100%
19 Debt Equity Ratio (DER) dana pinjaman bank 0%
20 Dasar perhitungan modal kerja (bulan) 3
21 Kapasitas produksi tahun ke-1 80%
22 Kapasitas produksi tahun ke-2 90%
23 Kapasitas produksi tahun ke-3 dan seterusnya 100%


78

Lampiran 2. Spesifikasi Mesin dan Peralatan


No. Nama Mesin
Jumlah
Mesin
Fungsi Spesifikasi
1 Slurry tank 1 Tempat
berlangsungnya
proses pencampuran
Bahan stainless steel,
kapasitas 9000 l (batch),
dilengkapi dengan pengaduk.
Daya motor pengaduk 2.5
kW
2 Jet cooker 1 Tempat
berlangsungnya
proses gelatinisasi
Bahan stainless steel,
kapasitas 50 l/menit
(kontinyu), pemanas dari
steam.
3 Tangki
likuifikasi
1 Tempat
berlangsungnya
proses likuifikasi
Bahan stainless steel,
kapasitas 14000 l (batch),
dilengkapi dengan pengaduk,
mantel pemanas, pengatur
suhu, dan isolator panas
asbes. Daya motor pengaduk
2.5 kW
4 Tangki
sakarifikasi
4 Tempat
berlangsungnya
proses sakarifikasi
dan pemurnian.
Bahan stainless steel,
kapasitas 9000 l (batch),
dilengkapi dengan pengaduk,
mantel pemanas, pengatur
suhu, dan isolator panas
asbes. Daya motor pengaduk
1.5 kW
5 Heat
exchanger
1 Menurunkan suhu
umpan
Bahan stainless steel, tipe
selongsong dan tabung, jenis
aliran counter current
6 Tangki
penyimpanan
2 Menyimpan produk
sementara
Bahan stainless steel,
kapasitas 6000 l.
7 Filter 2 Memisahkan sirup
glukosa dari arang
aktif dan kotoran
pada proses
pemurnian
Filter tipe plate and frame
filter press, kapasitas 25 kg
per menit. Daya listrik 2 kW
8 Tangki
Evaporator
1 Memekatkan produk
sirup glukosa
Bahan stainless steel,
kapasitas 9000 l (batch),
dilengkapi dengan pengaduk.
Daya motor pengaduk 2 kW
9 Boiler 1 Menghasilkan steam
yang dialirkan ke
tangki likuifikasi,
tangki sakarifikasi,
dan evaporator
Tipe pipa air (water tube).
Kapasitas produksi uap
pemanas 600 kg per jam.
Bahan bakar solar


79

Lampiran 3. Penghitungan Kebutuhan Energi


a. Kebutuhan energi listrik untuk produksi
Nama Mesin
Jumlah
Mesin
Daya
Listrik
(kW)
Waktu
Operasi
per Hari
(jam)
Kebutuhan
Energi
Listrik per
Hari (kWh)
Kebutuhan
Energi
Listrik per
Tahun (kWh)
Slurry tank 1 1.5 1 2 450
Jet cooker 1 3 3 9 2,700
Tangki likuifikasi 2 2.5 5 25 7,500
Tangki sakarifikasi 4 1.5 24 144 43,200
Heat exchanger 1 1 2 2 600
Filter 2 2 2 8 2,400
Evaporator 1 2 5 10 3,000
Pompa 1 2 2 2 8 2,400
Pompa 2 2 2 2 8 2,400
Pompa 3 1 3 3 9 2,700
Pompa air 1 1 3 3 900
Total kebutuhan energi 226 68,250


b. Kebutuhan bahan bakar produksi
1. Kebutuhan uap mesin produksi per hari
Nama Mesin Jet Cooker

Komponen
Simbol
(Satuan)
Nilai Keterangan
Kalor untuk menaikkan suhu pada gelatinisasi
Massa bahan per hari m (kg)

5,800.00

Koefisien pindah panas
bahan
Cp (kJ/kg
o
C) 3.30
Perbedaan suhu awal dan
akhir
T (
o
C) 80.00 (105-25)
o
C
Efisiensi pemanas (%) 0.85
Energi panas yang
dibutuhkan
Q (kJ)

1,801,411.76
Q=mxCpxT/
Kalor bersih uap pemanas (kJ/kg)

2,414.18

Jumlah uap pemanas yang
dibutuhkan
m (kg/hari)

746.18
Q=mX




80

Nama Mesin Tangki likuifikasi

Komponen
Simbol
(Satuan)
Nilai Keterangan
Kalor untuk mempertahankan suhu pada likuifikasi
Perbedaan suhu T (
o
C) 65.00 (95-30)
o
C
Luas permukaan A (m
2
) 30.46
Panas konveksi
Koefisien pindah panas h (W/m
2 o
C)

3,000.00

Tahanan konveksi R
1
(
o
C/W) 1.09433x10
-5
R
1
= 1/(hxA)
Panas konduksi stainless
steel

Konduktivitas panas k (W/m
o
C) 21.00
Tebal x (m) 0.01
Tahanan konduksi R
2
(
o
C/W) 1.56333x10
-5
R
2
= x/(kxA)
Panas konduksi isolator
asbes

Konduktivitas panas k (W/m
o
C) 0.21
Tebal x (m) 0.01
Tahanan konduksi R
3
(
o
C/W) 0.001563331 R
3
= x/(kxA)
Jumlah kalor q (W)

40,882.89
q =
T/(R
1
+R
2
+R
3
)
Jumlah kalor yang
dibutuhkan per hari
q (kJ)

58,871.36

Efisiensi pemanas (%) 85%
Energi panas yang
dibutuhkan
Q (kJ)

69,260.43

Kalor bersih uap pemanas (kJ/kg)

2,414.18

Jumlah uap pemanas yang
dibutuhkan per hari
m (kg/hari) 28.69 Q=mX

Nama Mesin Tangki Sakarifikasi


Komponen
Simbol
(Satuan)
Nilai Keterangan
Kalor untuk mempertahankan suhu pada sakarifikasi
Perbedaan suhu T (
o
C) 30.00 (60-30)
o
C
Luas permukaan A (m
2
) 25.16
Panas konveksi
Koefisien pindah panas h (W/m
2

o
C)

3,000.00

Tahanan konveksi R
1
(
o
C/W) 1.32485x10
-5
R
1
= 1/(hxA)
Panas konduksi stainless
steel

Konduktivitas panas k (W/m
o
C) 21.00
81

Komponen
Simbol
(Satuan)
Nilai Keterangan
Tebal x (m) 0.01
Tahanan konduksi R
2
(
o
C/W) 1.89265x10
-5
R
2
= x/(kxA)
Panas konduksi isolator
asbes

Konduktivitas panas k (W/m
o
C) 0.21
Tebal x (m) 0.01
Tahanan konduksi R
3
(
o
C/W) 0.001892649 R
3
= x/(kxA)
Jumlah kalor q (W)

15,585.84
q =
T/(R
1
+R
2
+R
3
)
Jumlah kalor yang
dibutuhkan per hari
q (kJ)

22,443.61

Efisiensi pemanas (%) 85%
Energi panas yang
dibutuhkan
Q (kJ)

26,404.25

Kalor bersih uap pemanas (kJ/kg)

2,414.18

Jumlah uap pemanas yang
dibutuhkan per hari
m (kg/hari) 10.94 Q=mX
Jumlah mesin 4
Jumlah uap pemanas yang
dibutuhkan 4 mesin
m (kg/hari) 43.75

Kalor untuk menaikkan suhu pada proses pemurnian
Massa bahan per hari m (kg)

5,800.00

Koefisien pindah panas
bahan
Cp (kJ/kg
o
C) 3.30
Perbedaan suhu awal dan
akhir
T (
o
C) 20.00 (80-60)
o
C
Efisiensi pemanas (%) 0.85
Energi panas yang
dibutuhkan
Q (kJ)

450,352.94
Q=mxCpxT/h
Kalor bersih uap pemanas (kJ/kg)

2,414.18

Jumlah uap pemanas yang
dibutuhkan
m (kg/hari)

186.54
Q=mX

Energi panas yang
dibutuhkan per hari
Q (kJ/hari) 555,969.93
Jumlah uap pemanas yang
dibutuhkan per hari
m (kg/hari) 230.29




82

Nama mesin Evaporator

Komponen
Simbol
(Satuan)
Nilai Keterangan
Massa umpan F (kg)

5,785.50

Suhu umpan T
F
(oC) 60.00
Kapasitas panas umpan Cp
F
(kJ/kg oC) 3.30
Tekanan ruang uap P
1
(kPa)

101.33

Suhu ruang uap (T
1
) (
o
C)

100.00

Air yang diuapkan V (kg)

3,305.50

Panas laten penguapan air h
v
(kJ/kg)

2,257.00

Kalor bersih uap pemanas (kJ/kg)

2,414.18

h
F
h
F
(kJ/kg)

(132.00)
h
F
= Cp
F
(T
F
-T
1
)
Jumlah uap pemanas yang
dibutuhkan per hari
S (kg) 3,406.62
S = (Vxh
v
-
Fxh
F
)/
Energi panas yang
dibutuhkan per hari
Q (kJ) 8,224,199.50


2. Kebutuhan bahan bakar boiler per hari
Komponen Nilai
Kebutuhan uap pemanas jet cooker (kg) 746.18
Kebutuhan uap pemanas tangki likuifikasi (kg) 28.69
Kebutuhan uap pemanas tangki sakarifikasi (kg) 230.29
Kebutuhan uap pemanas evaporator (kg) 3,406.62
Total kebutuhan uap pemanas (kg) 4,411.78
Efisiensi boiler 80%
Kalor bersih uap pemanas, (kkal/kg) 621.20
Kebutuhan energi (kkal), Q=mx/h 3,425,750.57
Nilai energi bahan bakar solar (kkal/l) 72,257.20
Kebutuhan bahan bakar boiler per hari (l) 47.41



83

Lampiran 4. Perincian Kebutuhan Investasi
No Komponen Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai Total (Rp) Nilai Sisa (Rp)
1 Biaya prainvestasi
Studi kelayakan 1 paket 10,000,000 10,000,000 -
Perizinan 1 paket 25,000,000 25,000,000 -
Transportasi dan komunikasi 1 paket 10,000,000 10,000,000 -
Biaya start-up 1 paket 15,000,000 15,000,000 -
Total 1 60,000,000 -
2 Tanah dan bangunan
Tanah 700 m
2
250,000 175,000,000 175,000,000
Bangunan 550 m
2
2,000,000 1,100,000,000 550,000,000
Total 2 1,275,000,000 725,000,000
3 Fasilitas Penunjang
Instalasi listrik 1 paket 10,000,000 10,000,000 1,000,000
Instalasi air 1 paket 10,000,000 10,000,000 1,000,000
Total 3 20,000,000 2,000,000
4 Mesin dan Peralatan
Mesin Produksi
Slurry tank 1 unit 50,000,000 50,000,000 5,000,000
Jet cooker 1 unit 80,000,000 80,000,000 8,000,000
Tangki likuifikasi 1 unit 150,000,000 150,000,000 15,000,000
Tangki sakarfifikasi 4 unit 100,000,000 400,000,000 40,000,000
Heat exchanger 1 unit 10,000,000 10,000,000 1,000,000
Tangki penyimpanan 2 unit 30,000,000 60,000,000 6,000,000
84

No Komponen Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai Total (Rp) Nilai Sisa (Rp)
Filter 2 unit 80,000,000 160,000,000 16,000,000
Evaporator 1 unit 120,000,000 120,000,000 12,000,000
Boiler 1 unit 150,000,000 150,000,000 15,000,000
Pompa 6 unit 3,000,000 18,000,000 1,800,000
Subtotal 1,198,000,000 119,800,000
Alat laboratorium 1 paket 20,000,000 20,000,000 2,000,000
Subtotal 20,000,000 2,000,000
Perlengkapan utilitas 1 paket 50,000,000 50,000,000 5,000,000
Subtotal 50,000,000 5,000,000
Total 4 1,268,000,000 126,800,000
5 Alat kantor
Komputer 2 unit 2,500,000 5,000,000 500,000
Lemari arsip 2 unit 750,000 1,500,000 150,000
Meja kursi kantor 1 paket 4,000,000 4,000,000 400,000
Pesawat telepon 2 unit 250,000 500,000 50,000
Alat tulis kantor 1 paket 2,000,000 2,000,000 200,000
Total 5 13,000,000 1,300,000
6 Sarana Distribusi
Truk 2 unit 150,000,000 300,000,000 30,000,000
Total 6 300,000,000 30,000,000
Total 1,2,3,4,5,6 2,936,000,000 885,100,000
Kontingensi 10% 293,600,000
Total investasi 3,229,600,000
85

Lampiran 5. Komposisi Modal Kerja

No. Deskripsi Jumlah Satuan Biaya satuan (Rp) Total (Rp)
A Biaya Tetap
1 Upah
Direktur 1 orang 60,000,000 60,000,000
Manajer Produksi dan QC 1 orang 30,000,000 30,000,000
Manajer Logistik dan Pemasaran 1 orang 30,000,000 30,000,000
Staf Keuangan dan Administrasi 2 orang 12,000,000 24,000,000
Staf Pemasaran 2 orang 12,000,000 24,000,000
Operator 20 orang 9,600,000 192,000,000
Laboran 2 orang 13,200,000 26,400,000
Buruh 3 orang 8,400,000 25,200,000
Sopir 2 orang 10,800,000 21,600,000
2 Pengeluaran Administrasi
Telepon dan Fax 1 unit 5,000,000 5,000,000
Alat Tulis kantor 1 unit 3,000,000 3,000,000
3 Promosi 1 unit 24,000,000 24,000,000
4 Maintenance 1 paket 63,400,000 63,400,000
5 Listrik (non mesin) 1 paket 2,400,000 2,400,000
6 PBB (2.5%) 1 paket 31,875,000 31,875,000
Total 562,875,000



86

No. Deskripsi Jumlah Satuan Biaya satuan (Rp) Total (Rp)
B Biaya Variabel
1 Bahan baku dan penunjang
Tapioka 600,000 kg 3,700 2,220,000,000
Larutan HCl 30% 900 liter 7,000 6,300,000
Larutan NaOH 30% 900 liter 7,000 6,300,000
Arang aktif 4,800 kg 12,000 57,600,000
Enzim -amilase 600 kg 100,000 60,000,000
Enzim glukoamilase 450 kg 100,000 45,000,000
Air 1,200 m
3
5,000 6,000,000
2 Kemasan 744,000 unit 300 223,200,000
3 Bahan bakar 15,000 liter 4,500 67,500,000
4 Listrik 68,250 kWh 1,000 68,250,000
5 Distribusi 1 unit 60,000,000 60,000,000
Total 2,820,150,000
Biaya variabel pada kapasitas 100% 2,820,150,000
Biaya variabel pada kapasitas 90% 2,538,135,000
Biaya variabel pada kapasitas 80% 2,256,120,000
Biaya operasional pada kapasitas 100% 3,383,025,000
Biaya operasional pada kapasitas 90% 3,101,010,000
Biaya operasional pada kapasitas 80% 2,818,995,000


87

Lampiran 6. Penyusutan dan Biaya Operasional
Penyusutan
Jenis Nilai Awal Nilai Sisa Umur ekonomis (tahun) Penyusutan / tahun
Tanah 175,000,000 175,000,000 -
Bangunan 1,100,000,000 550,000,000 20 27,500,000
Mesin dan Peralatan 1,268,000,000 126,800,000 10 114,120,000
Alat kantor 13,000,000 1,300,000 5 2,340,000
Kendaraan 300,000,000 30,000,000 10 27,000,000
Total 170,960,000

Biaya Operasional
Komponen Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Tahun ke-6 Tahun ke-7 Tahun ke-8 Tahun ke-9 Tahun ke-10
Biaya Tetap
Upah 433,200,000 433,200,000 433,200,000 433,200,000 433,200,000 433,200,000 433,200,000 433,200,000 433,200,000 433,200,000
Pengeluaran Administrasi 8,000,000 8,000,000 8,000,000 8,000,000 8,000,000 8,000,000 8,000,000 8,000,000 8,000,000 8,000,000
Promosi 24,000,000 24,000,000 24,000,000 24,000,000 24,000,000 24,000,000 24,000,000 24,000,000 24,000,000 24,000,000
Maintenance 63,400,000 63,400,000 63,400,000 63,400,000 63,400,000 63,400,000 63,400,000 63,400,000 63,400,000 63,400,000
Listrik (non mesin) 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000
PBB (2.5%) 31,875,000 31,875,000 31,875,000 31,875,000 31,875,000 31,875,000 31,875,000 31,875,000 31,875,000 31,875,000
Penyusutan 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000
Total biaya tetap 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000
Biaya Variabel
Bahan baku dan penunjang 1,916,160,000 2,155,680,000 2,395,200,000 2,395,200,000 2,395,200,000 2,395,200,000 2,395,200,000 2,395,200,000 2,395,200,000 2,395,200,000
Kemasan 178,560,000 200,880,000 223,200,000 223,200,000 223,200,000 223,200,000 223,200,000 223,200,000 223,200,000 223,200,000
Bahan bakar 54,000,000 60,750,000 67,500,000 67,500,000 67,500,000 67,500,000 67,500,000 67,500,000 67,500,000 67,500,000
Listrik 54,600,000 61,425,000 68,250,000 68,250,000 68,250,000 68,250,000 68,250,000 68,250,000 68,250,000 68,250,000
Distribusi 48,000,000 54,000,000 60,000,000 60,000,000 60,000,000 60,000,000 60,000,000 60,000,000 60,000,000 60,000,000
Total biaya variabel 2,251,320,000 2,532,735,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000
Biaya operasional 2,985,155,000 3,266,570,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000

88

Lampiran 7. Rekapitulasi Produksi


Tahun
ke-
Kapasitas
Produksi
Produksi
per
tahun
(kg)
Biaya tetap
(Rp/tahun)
Biaya tidak
tetap
(Rp/tahun)
Biaya per
unit
produk
(Rp/kg)
Harga
jual
(Rp/kg)
Profit
(%)
Penerimaan
(Rp)
BEP (Rp) BEP (kg)
1 80% 595,200 733,835,000 2,251,320,000 5,015 6,500 29.60 3,868,800,000 1,755,237,065 270,036
2 90% 669,600 733,835,000 2,532,735,000 4,878 6,500 33.24 4,352,400,000 1,755,237,065 270,036
3 100% 744,000 733,835,000 2,814,150,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000 1,755,237,065 270,036
4 100% 744,000 733,835,000 2,814,150,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000 1,755,237,065 270,036
5 100% 744,000 733,835,000 2,814,150,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000 1,755,237,065 270,036
6 100% 744,000 733,835,000 2,814,150,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000 1,755,237,065 270,036
7 100% 744,000 733,835,000 2,814,150,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000 1,755,237,065 270,036
8 100% 744,000 733,835,000 2,814,150,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000 1,755,237,065 270,036
9 100% 744,000 733,835,000 2,814,150,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000 1,755,237,065 270,036
10 100% 744,000 733,835,000 2,814,150,000 4,769 6,500 36.30 4,836,000,000 1,755,237,065 270,036


89

Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba


Komponen
Tahun ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. Penerimaan
Penjualan Produk 3,868,800,000 4,352,400,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000
Total Penerimaan 3,868,800,000 4,352,400,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000
B. Pengeluaran
Biaya tetap 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000
Biaya variabel 2,251,320,000 2,532,735,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000
Total Pengeluaran 2,985,155,000 3,266,570,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000 3,547,985,000
EBIT 883,645,000 1,085,830,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000
Pembayaran Bunga
Bunga modal tetap - - - - - - - - - -
Bunga modal kerja - - - - - - - - - -
Total pembayaran bunga - - - - - - - - - -
Laba sebelum pajak 883,645,000 1,085,830,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000 1,288,015,000
Pajak penghasilan 247,420,600 304,032,400 360,644,200 360,644,200 360,644,200 360,644,200 360,644,200 360,644,200 360,644,200 360,644,200
Laba setelah pajak 636,224,400 781,797,600 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800




90

Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas


Deskripsi
Tahun ke-
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. Kas Masuk
Laba setelah pajak - 636,224,400 781,797,600 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800 927,370,800
Penyusutan - 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000 170,960,000
Nilai sisa - - - - - 1,300,000 - - - - 883,100,000
Pengembalian modal kerja - - - - - - - - - - 703,548,750
Modal sendiri 3,934,348,750 - - - - - - - - - -
Modal pinjaman - - - - - - - - - - -
Total kas masuk 3,934,348,750 807,184,400 952,757,600 1,098,330,800 1,098,330,800 1,099,630,800 1,098,330,800 1,098,330,800 1,098,330,800 1,098,330,800 2,684,979,550

B. Kas Keluar
Investasi/Reinvestasi 3,934,348,750 - - - - - 13,000,000 - - - -
Angsuran pinjaman - - - - - - - - - - -
Total kas keluar 3,934,348,750 - - - - - 13,000,000 - - - -

C. Aliran Kas Bersih - 807,184,400 952,757,600 1,098,330,800 1,098,330,800 1,099,630,800 1,085,330,800 1,098,330,800 1,098,330,800 1,098,330,800 2,684,979,550
D. Kas Awal Tahun - - 807,184,400 1,759,942,000 2,858,272,800 3,956,603,600 5,056,234,400 6,141,565,200 7,239,896,000 8,338,226,800 9,436,557,600
E. Kas Akhir Tahun - 807,184,400 1,759,942,000 2,858,272,800 3,956,603,600 5,056,234,400 6,141,565,200 7,239,896,000 8,338,226,800 9,436,557,600 12,121,537,150


91

Lampiran 10. Kriteria Kelayakan Investasi


Tahun
ke-
Aliran kas bersih, Bt-
Ct (Rp)
Akumulasi (Rp) DF PV (Rp) PV Kumulatif
0 (3,934,348,750) (3,934,348,750) 1.0000000 (3,934,348,750) (3,934,348,750)
1 807,184,400 (3,127,164,350) 0.8771930 708,056,491 (3,226,292,259)
2 952,757,600 (2,174,406,750) 0.7694675 733,116,036 (2,493,176,223)
3 1,098,330,800 (1,076,075,950) 0.6749715 741,342,005 (1,751,834,218)
4 1,098,330,800 22,254,850 0.5920803 650,300,005 (1,101,534,213)
5 1,099,630,800 1,121,885,650 0.5193687 571,113,780 (530,420,433)
6 1,085,330,800 2,207,216,450 0.4555865 494,462,112 (35,958,321)
7 1,098,330,800 3,305,547,250 0.3996373 438,933,980 402,975,659
8 1,098,330,800 4,403,878,050 0.3505591 385,029,807 788,005,466
9 1,098,330,800 5,502,208,850 0.3075079 337,745,445 1,125,750,911
10 2,684,979,550 8,187,188,400 0.2697438 724,256,612 1,850,007,524
NPV 1,850,007,524
Kriteria Nilai
NPV (Rp) 1,850,007,524
Payback Period (tahun) 3.98
IRR 23.72%
Net B/C 1.47



92

Lampiran 11. Analisis Sensitivitas pada Kenaikan Harga Bahan Baku Tapioka
Sebesar 22.40% Menjadi Rp 4,529.00 per kg


Tahun
ke-
Aliran kas bersih, Bt-
Ct (Rp)
Akumulasi (Rp) DF PV (Rp) PV Kumulatif
0 (4,033,798,237) (4,033,798,237) 1.0000000 (4,033,798,237) (4,033,798,237)
1 520,769,879 (3,513,028,358) 0.8771930 456,815,683 (3,576,982,553)
2 630,541,264 (2,882,487,094) 0.7694675 485,181,028 (3,091,801,526)
3 740,312,648 (2,142,174,446) 0.6749715 499,689,951 (2,592,111,575)
4 740,312,648 (1,401,861,797) 0.5920803 438,324,518 (2,153,787,057)
5 741,612,648 (660,249,149) 0.5193687 385,170,371 (1,768,616,686)
6 727,312,648 67,063,500 0.4555865 331,353,859 (1,437,262,827)
7 740,312,648 807,376,148 0.3996373 295,856,565 (1,141,406,263)
8 740,312,648 1,547,688,797 0.3505591 259,523,302 (881,882,960)
9 740,312,648 2,288,001,445 0.3075079 227,652,020 (654,230,941)
10 2,426,410,885 4,714,412,330 0.2697438 654,509,316 278,375
NPV 278,375
Kriteria Nilai
NPV (Rp) 278,375
Payback Period (tahun) 5.91
IRR 14.00%
Net B/C 1.00



93

Lampiran 12. Analisis Sensitivitas pada Penurunan Harga Jual Produk Sebesar
10.70% Menjadi Rp 5,804.00 per kg


Tahun
ke-
Aliran kas bersih, Bt-
Ct (Rp)
Akumulasi (Rp) DF PV (Rp) PV Kumulatif
0 (3,934,348,750) (3,934,348,750) 1.0000000 (3,934,348,750) (3,934,348,750)
1 509,020,332 (3,425,328,418) 0.8771930 446,509,063 (3,487,839,687)
2 617,323,023 (2,808,005,395) 0.7694675 475,010,021 (3,012,829,666)
3 725,625,715 (2,082,379,680) 0.6749715 489,776,689 (2,523,052,977)
4 725,625,715 (1,356,753,966) 0.5920803 429,628,674 (2,093,424,303)
5 726,925,715 (629,828,251) 0.5193687 377,542,438 (1,715,881,865)
6 712,625,715 82,797,464 0.4555865 324,662,689 (1,391,219,176)
7 725,625,715 808,423,179 0.3996373 289,987,118 (1,101,232,058)
8 725,625,715 1,534,048,893 0.3505591 254,374,665 (846,857,394)
9 725,625,715 2,259,674,608 0.3075079 223,135,671 (623,721,723)
10 2,312,274,465 4,571,949,073 0.2697438 623,721,723 (0)
NPV (0)
Kriteria Nilai
NPV (Rp) (0)
Payback Period (tahun) 5.88
IRR 14.00%
Net B/C 1.00


94

Lampiran 13. Analisis Sensitivitas pada Kenaikan Suku Bunga Menjadi 23.72%


Tahun
ke-
Aliran kas bersih, Bt-
Ct (Rp)
Akumulasi (Rp) DF PV (Rp) PV Kumulatif
0 (3,934,348,750) (3,934,348,750) 1.0000000 (3,934,348,750) (3,934,348,750)
1 807,184,400 (3,127,164,350) 0.8082678 652,421,122 (3,281,927,628)
2 952,757,600 (2,174,406,750) 0.6532968 622,433,456 (2,659,494,171)
3 1,098,330,800 (1,076,075,950) 0.5280387 579,961,176 (2,079,532,995)
4 1,098,330,800 22,254,850 0.4267967 468,763,918 (1,610,769,078)
5 1,099,630,800 1,121,885,650 0.3449660 379,335,215 (1,231,433,863)
6 1,085,330,800 2,207,216,450 0.2788249 302,617,227 (928,816,636)
7 1,098,330,800 3,305,547,250 0.2253652 247,525,493 (681,291,143)
8 1,098,330,800 4,403,878,050 0.1821554 200,066,875 (481,224,268)
9 1,098,330,800 5,502,208,850 0.1472303 161,707,604 (319,516,665)
10 2,684,979,550 8,187,188,400 0.1190015 319,516,665 (0)
NPV (0)
Kriteria Nilai
NPV (Rp) (0)
Payback Period (tahun) 3.98
IRR 23.72%
Net B/C 1.00







95

Anda mungkin juga menyukai