Anda di halaman 1dari 7

AIR ASAM TAMBANG (AAT)

1. Air Asam Tambang (AAT)


Air Asam Tambang (AAT) atau disebut juga Acid Mine Drainage (AMD), yang disebut
juga Acid Rock Drainage (ARD) terjadi sebagai akibat proses fisika dan kimia yang cukup
kompleks yang melibatkan beberapa faktor dalam kegiatan pertambangan. Kegiatan
pertambangan ini dapat berupa tambang terbuka maupun tambang dalam (bawah tanah).
Umumnya keadaan ini terjadi karena sulfur yang terjadi dalam batuan teroksidasi secara
alamiah (pada proses pembukaan tambang). Selanjutnya dengan kondisi kelembaban
lingkungan yang cukup tinggi akan menyebabkan oksida sulfur tersebut berubah menjadi asam.
Kualitas air digunakan sebagai pembanding dalam usaha pemantauan ketika tambang
sedang berjalan. Pengukuran kualitas air dapat ditentukan dari beberapa faktor yaitu :
1. Temperatur
Temperatur yang terukur adalah suhu yang dianggap normal pada daerah tersebut.
2. Derajat keasaman (pH)
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman dalam air dinyatakan sebagai logaritma konsentrasi
ion H
+
. Larutan bersifat asam bila nilai pH kurang dari 7 dan larutan bersifat basa bila nilai
pH lebih dari 7.
3. Kekeruhan dan padatan terlarut
Kekeruhan, muatan padat tersuspensi dan residu terlarut merupakan sifat fisik air yang saling
berkait. Semakin tinggi muatan padat tersuspensi maka semakin tinggi nilai residu terlarut
dan kekeruhan air.
4. Daya hantar listrik (DHL) atau electroconductivity
Daya hantar listrik menggambarkan jumlah ion-ion yang terlarut dalam air.
5. DO
Oksigen terlarut merupakan O2 bebas yang terdapat dalam perairan dan secara kimia tidak
bereaksi dengan air serta berperan dalam proses penguraian bahan organik secara biologis.
6. Logam
Kandungan logam-logam dapat mempengaruhi kehidupan biota air terutama logam berat
yang dapat meracuni manusia.
Sumber-sumber air asam tambang ini antara lain berasal dari kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
a. Air dari lokasi penambangan
Lapisan batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya lapisan tanah penutup, sehingga
sulfur yang terdapat dalam batubara akan mudah teroksidasi dan bila bereaksi dengan air
akan membentuk air asam tambang.
b. Air dari lokasi penimbunan
Timbunan batubara dapat menghasilkan air asam tambang karena adanya kontak langsung
dengan udara bebas yang selanjutnya terjadi pelarutan akibat adanya air. Masalah ini
berkaitan erat dengan proses pembentukan batubara dimana pembentukan batubara terdapat
sulfur dan mineral pengotor yang berupa mineral sulfida (pyrit). Air lokasi penimbunan ini
merupakan sumber air utama air asam tambang.
2. Proses Terjadinya Air Asam Tambang
Prinsip terjadinya air asam tambang adalah adanya reaksi pembentukan H
+
yang
merupakan ion pembentuk asam akibat oksidasi mineral-mineral sulfida dan bereaksi dengan
air (H2O). Kemudian oksidasi dari Fe
2+
, hidrolisis Fe
3+
dan pengendapan logam hidroksida.
Prinsip tersebut bila dilihat secara kimia, sedangkan secara biologi terjadi air asam tambang
akibat adanya bakteri-bakteri tertentu yang sanggup untuk mempercepat proses (katalisator)
dari oksida mineral-mineral sulfida dan oksidasi-oksidasi besi.
Berikut reaksi pembentukan air asam tambang secara kimia dan secara biologi :
1. Secara Kimia
Oksidasi mineral-mineral sulfida (dalam bentuk pyrit) yang menyebabkan keasaman dari air
asam tambang dapat digambarkan dengan tiga reaksi :
a. FeS2 + 7/2 O2 + H2O Fe
2+
+ 2 SO4
2-
+ 2 H
+

b. Fe
2+
+ O2 + H
+
Fe
3+
+ H2O
c. Fe
3+
+ 3 H2O Fe(OH)3 + 3 H
+
+
d. FeS2 + 15/4 O2 + 7/2 H2O 2 H2SO4 + Fe(OH)3
Persamaan a. menunjukkan oksidasi dari kristal pyrit oleh oksigen, persamaan b. menunjukkan
oksidasi dari ferrous iron (Fe
2+
) menjadi Ferric iron dan persamaan c. menunjukkan hidrolisis
ferric iron dan pengendapannya menjadi besi hidroksida Fe(OH)3. Bila ketiga persamaan
tersebut dijumlah akan memberikan hubungan stokiometri secara menyeluruh
2. Secara Biologi
Kondisi keasaman dari pelapukan ion-ion hidrogen selama oksidasi dapat pula disebabkan
karena adanya aktivitas biologi oleh bakteri-bakteri. Bakteri tersebut mampu untuk
mempercepat proses oksidasi dari mineral-mineral sulfida dan oksidasi besi serta mendapat
energi hasil pelepasan energi dari proses oksidasi. Bakteri ini termasuk dalam subgroup strick
aerobes, genus trobhasillus, species thiobasillus, ferroxidans (kadang-kadang dijumpai
Ferrobacillus ferroxidans).
Persamaan reaksi terbentuknya air asam tambang berdasarkan aktivitas biologi sebagai
berikut :
FeS2 + H2O + 7/2 O2 Fe
2+
+ 2 SO4
2-

Fe
2+
+ O2 + 5/2 H2O T.Ferroxidans Fe(OH)3 + 2 H
+
+
FeS2 + 7/2 H2O + 15/4 O2 Fe(OH)3 + 2 H2SO4
Dari reaksi kimia dan biologi di atas dapat dilihat bagaimana terbentuk asam sulfat (H2SO4)
yang merupakan asam kuat, dengan adanya kadar asam sulfat ini menyebabkan air yang
mengalir pada daerah yang terjadi proses kimia dan biologi tersebut akan bersifat asam, inilah
yang disebut air asam tambang. Air asam tambang ini dapat dikenal dari warna jingga atau
merah dari endapan besi hidroksida di dasar aliran atau bau belerang, tetapi ini tidak selalu
terjadi karena ada air asam tambang yang warnanya agak jernih.
3. Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Air Asam Tambang (AAT)
Dampak yang dapat ditimbulkan akibat air asam tambang adalah terjadinya pencemaran
lingkungan, dimana komposisi atau kandungan air di daerah yang terkena dampak tersebut
akan berubah sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah, mengganggu kesehatan masyarakat
sekitarnya, dan dapat mengakibatkan korosi pada peralatan tambang.
Derajat keasaman tanah yang telah tercemar akibat air asam tambang ini akan semakin
meningkat, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh karena derajat keasaman tanahnya terlalu
tinggi. Apabila air asam tersebut mencemari air tanah maupun aliran air sungai dimana
masyarakat memanfaatkan air tersebut maka dapat mengganggu kesehatan masyarakat sekitar,
diantaranya dapat menimbulkan penyakit diare maupun penyakit lainnya yang berhubungan
dengan pencernaan. Sedangkan air asam tambang juga dapat mempercepat proses pengkaratan
pada peralatan tambang, sehingga perlu penanganan agar pengaruh yang ditimbulkan dari air
asam tersebut tidak merusak peralatan tambang.
4. Pengendalian Air Asam Tambang
Pengendalian air asam tambang secara umum dapat dilakukan dengan cara :
1. Pencegahan atau pengendalian proses pembentukan asam
Upaya mencegah dapat dilakukan dengan cara :
a. Mengisolasi mineral sulfida
Dengan memisahkan material yang mengandung mineral sulfida dari air dan udara akan
mencegah terjadinya reaksi oksidasi.
b. Mengendalikan aliran air
- Mencegah aliran air permukaan masuk ke material asam
- Mencegah penyerapan air hujan pada material asam
- Mencegah aliran air tanah masuk pada lokasi material asam
2. Mengendalikan perpindahan air asam yang telah terbentuk
Hal ini dapat dilakukan dengan :
Pembuatan saluran penirisan di sepanjang daerah sumber air asam
Pemasangan sistem pipa penirisan di bawah timbunan penghasil air asam untuk selanjutnya
dialirkan ke dalam kolam pengendapan
3. Menampung dan menetralkan air asam yang telah terbentuk
Komposisi air asam tambang terdiri dari asam sulfat dan besi sulfat. Dalam hal ini besi sulfat
berada dalam bentuk ferro (Fe
2+
) ataupun ferri (Fe
3+
). Salah satu proses pengolahan terhadap
air asam tambang ini adalah proses netralisasi asam dengan senyawa alkali, oksida besi (II)
menjadi besi (III) yang tidak larut dan proses sedimentasi untuk menghasilkan endapan yang
berbentuk Fe
3+
.
Air asam yang terjadi ditampung pada kolam pengendapan yang berfungsi sebagai
sarana pemantauan kualitas air sekaligus tempat penetralan air asam sebelum dilepaskan ke
alam.

Air Asam Tambang Indonesia
Apa itu AAT?
Pembentukan
Air asam tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai acid mine drainage
(AMD) atau acid rock drainage (ARD) terbentuk saat mineral sulphida tertentu yang ada
pada batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor utama)
yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan kondisi asam.
Hasil reaksi kimia ini, beserta air yang sifatnya asam, dapat keluar dari asalnya jika terdapat
air penggelontor yang cukup, umumnya air hujan yang pada timbunan batuan dapat
mengalami infiltrasi/perkolasi. Air yang keluar dari sumber-nya inilah yang lazimnya disebut
dengan istilah AAT tersebut.
AAT adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada air asam yang timbul akibat kegiatan
penambangan, untuk membedakan dengan air asam yang timbul oleh kegiatan lain seperti:
penggalian untuk pembangunan pondasi bangunan, pembuatan tambak, dan sebagainya.
Pada kegiatan penambangan, beberapa mineral sulphida yang umum ditemukan adalah:
FeS2: pyrite
Cu2S: chalcocite
CuS: cuvellite
CuFeS2: chalcopyrite
MoS2: molybdenite
NiS: millerite
PbS: galena
ZnS: sphalerite
FeAsS: arsenopyrite
Pyrite merupakan mineral sulphida yang umum ditemukan pada kegiatan penambangan,
terutama batubara. Reaksi oksidasi pyrite adalah seperti ditunjukkan oleh reaksi kimia
berikut, dengan air dan oksigen sebagai faktor penting.

Tanda-tanda pembentukan dan pengaruhnya terhadap lingkungan
Terbentuknya AAT ditandai oleh satu atau lebih karakteristik kualitas air sbb.:
nilai pH yang rendah (1.5 4)
konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium, mangan, cadmium,
tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury
nilai acidity yang tinggi (50 1500 mg/L CaCO3)
nilai sulphate yang tinggi (500 10.000 mg/L
nilai salinitas (1 20 mS/cm)
konsentrasi oksigen terlarut yang rendah
Berdasarkan hal tersebut diatas, apabila AAT keluar dari tempat terbentuknya dan masuk ke
sistem lingkungan umum (diluar tambang), maka beberapa faktor lingkungan dapat
terpengaruhi, seperti: kualitas air dan peruntukannya (sebagai bahan baku air minum, sebagai
habitat biota air, sebagai sumber air untuk tanaman, dsb); kualitas tanah dan peruntukkanya
(sebagai habitat flora dan fauna darat), dsb.
Faktor penting
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat adalah:
konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik dari mineral sulphida
keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari atmosfir melalui mekanisme
adveksi dan difusi
jumlah dan komposisi kimia air yang ada
temperatur
mikrobiologi
Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembentukan
AAT sangat tergantung pada kondisi tempat pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor
tersebut diatas menyebabkan proses pembentukan dan hasil yang berbeda.
Terkait dengan faktor iklim di Indonesia, dengan temperatur dan curah hujan yang tinggi di
beberapa lokasi dimana terdapat kegiatan penambangan, proses pembentukan AAT memiliki
karakteristik yang berbeda dengan negara-negara lain, karena memiliki kondisi iklim yang
berbeda.
Prediksi dan identifikasi
Prediksi dan identifikasi pembentukan AAT dapat dilakukan melalui penyelidikan karakter
geokimia dari batuan. Dikenal ada dua cara untuk hal tersebut, yaitu melalui static test dan
kinetic test.
Metode pengujian yang umum untuk static test meliputi: Net Acid Generation (NAG), Acid
Neutralizing Capacity (ANC) dan analisa kandungan total sulfur (S) untuk mendapatkan nilai
Maximum Potential Acid (MPA). Perlu diketahui bahwa nilai MPA yang dihitung
berdasarkan total sulfur ini cenderung lebih besar potensi sebenarnya, karena yang terukur
dalam total sulfur tidak hanya sulphide-sulfur, tapi juga organic-sulfur dan sulfate-sulfur.
Dari nilai ANC dan MPA, kemudian dapat dihitung nilai Net Acid Production Potential
(NAPP), dimana NAPP = MPA ANC.
Berdasarkan nilai pH dari uji NAG dan nilai NAPP, maka selanjutnya dapat dilakukan
pengklasifikasian jenis batuan berdasarkan sifat geokimianya. Sebagai contoh adalah seperti
dibawah ini:
NAG pH 4; NAPP0: Non Acid Forming (NAF) dan NAG pH<0; NAPP>0: Potentially
Acid Forming (PAF)
Selanjutnya, untuk mengetahui lebih detail kemungkinan pembentukan AAT, dilakukan
kinetic test yang umum dilakukan dengan menggunakan kolom. Kondisi basah dan kering
diterapkan terhadap batuan pada kolom, dan perubahan nilai parameter kualitas air yang
keluar dari kolom tersebut dianalisa untuk mengetahui perilaku atau trend pembentukan
AAT-nya.
Design kolom dan ukuran batuan dalam pengujian ini sangat penting untuk diperhatikan.
Pada umumnya, static test dilakukan untuk mengetahui secara cepat potensi pembentukan
AAT dari sejumlah batuan, sedangkan kinetic test, dikarenakan membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk mendapatkan hasil yang mewakili, dilakukan untuk mengetahui karakter
batuan yang dominan di sebuah lokasi tertentu, atau untuk mempertajam hasil analisa dari
static test. Pengujian kolom juga dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yang lain
seperti untuk mengetahui pengaruh faktor lain (curah hujan, pencampuran dengan material
lain, perubahan faktor fisik, dsb) terhadap pembentukan AAT.
Penanganan
Secara umum, penanganan masalah AAT dibagi dua, yaitu: pencegahan pembentukan AAT
dan penanganan AAT yang telah terbentuk, khususnya yang akan keluar dari lokasi kegiatan
penambangan.
1. Pencegahan pembentukan AAT
Pencegahan pembentukan AAT, seperti dijelaskan pada reaksi kimia diatas, dilakukan
dengan mengurangi kontak antara mineral sulphida (dalam reaksi tersebut sebagai pyrite)
dengan air dan oksigen diudara. Secara teknis, hal ini dilakukan dengan menempatkan batuan
PAF pada kondisi dimana salah satu faktor tersebut relatif kecil jumlahnya. Secara umum,
dikenal 2 cara untuk melakukan hal tersebut, yaitu dengan menempatkan batuan PAF
dibawah permukaan air (dimana penetrasi oksigen terhadap lapisan air sangat rendah) atau
dikenal dengan istilah wet cover systems, atau dibawah lapisan batuan/material tertentu
dengan tingkat infiltrasi air dan difusi/adveksi oksigen yang rendah, umumnya disebut
sebagai dry cover system. Dengan menerapkan metode ini, diharapkan pembentukan AAT
dapat dihindari.
2. Penanganan AAT yang telah terbentuk
Penanganan AAT yang telah terbentuk, yang berpotensi keluar dari lokasi penambangan,
dilakukan untuk mencapai kondisi kualitas air seperti yang disyaratkan dalam peraturan
pemerintah tentang kualitas air. Secara umum terdapat dua cara pengolahan air, yaitu secara
aktif dan pasif.
Sebagai contoh, seperti disebutkan diatas, salah satu parameter penting yaitu pH. Untuk
menaikkan nilai pH ke kondisi normal, maka dilakukan beberapa upaya diantaranya adalah
dengan penambahan bahan kimia seperti kapur (lime). Secara aktif, kapur (berbentuk
serbuk/tepung) dicampurkan secara langsung dengan air asam di saluran air atau wadah
khusus, atau di kolam penampungan air. Sedangkan secara pasif, air asam dialirkan melalui
saluran-saluran dimana terdapat kapur (dalam bentuk batuan) sebagai media penetral air
asam yang melaluinya.

Anda mungkin juga menyukai