Anda di halaman 1dari 32

PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI

DALAM KASUS CEREBRAL PALSY+MR MILD


PADA AN.TG 9 TAHUN DI YPAC JAKARTA

Disusun Oleh :

Marlina Rachma Suci (0906538752)

PROGRAM STUDI OKUPASI TERAPI BIDANG STUDI KEDOKTERAN


PROGRAM VOKASI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTEK KLINIK III
PERIODE II
JAKARTA, MARET-APRIL 2012

LEMBAR PENGESAHAN
PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI DALAM KASUS
CEREBRAL PALSY+MR MILD PADA AN.TG 9 TAHUN DI YPAC
JAKARTA

Laporan ini telah diperiksa dengan seksama pada Kegiatan Praktek Klinik III oleh
mahasiswi Program Vokasi Bidang Studi Kedokteran Jurusan Okupasi Terapi
Universitas Indonesia, Periode 12 Maret 06 April 2012

Disusun oleh
Marlina Rachma Suci (0906538752)

Demikian makalah pada Praktek Klinik III disetujui oleh pembimbing dan instruktur
mahasiswa.
Instruktur dan Pembimbing
Praktek Klinik Okupasi Terapi
YPAC JAKARTA

Robiatul Adawiyah, Amd. OT


NIP. 1410908

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat

dan

karuniaNya

penulis

dapat

menyelesaikan

makalah

yang

berjudul

Penatalaksanaan Okupasi Terapi dalam Kasus Cerebral Palsy pada An.Tg 9 tahun
di YPAC Jakarta dengan baik. Penulis menambahkan beberapa informasi yang didapat
dari berbagai sumber dan referensi dan menuangkannya dalam makalah ini guna saling
berbagi pengetahuan.
Adapun penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
memenuhi tugas akhir Praktek Klinik III periode II di YPAC Jakarta. Dalam penulisan
makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada para
dosen pengajar, instruktur praktek Ibu Robiatul Adawiyah, Amd.OT, orang tua serta rekanrekan dan pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menambah ilmu serta wawasan.

Jakarta, Maret 2012

Penulis

ii

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv-v
Bab I Pendahuluan
Definisi ........................................................................................................................... 1
Klasifikasi ....................................................................................................................... 2
Prevalensi ....................................................................................................................... 4
Patofisiologi ................................................................................................................... 4
Prognosis ....................................................................................................................... 5
Gambaran Klinis ............................................................................................................ 6
Peran Okupasi Terapi .................................................................................................... 7
Kerangka Acuan ............................................................................................................ 9
Bab II Pembahasan
Identitas Pasien .............................................................................................................. 12
Informasi Subjektif ........................................................................................................ 12
Informasi Obyektif ........................................................................................................ 13
Ringkasan Kasus ........................................................................................................... 16
Kesimpulan Problematik Okupasional .......................................................................... 16
Prioritas Masalah .......................................................................................................... 17
Program Okupasi Terapi ............................................................................................... 17
Home Program .............................................................................................................. 22
iii

Program Reevaluasi/ Follow Up .................................................................................. 23

Bab III Penutup


Kesimpulan ................................................................................................................... 24
Saran ............................................................................................................................. 24

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 25


Lampiran ...................................................................................................................... 26

iv

BAB I
PENDAHULUAN
I.1

Definisi
Cerebral Palsy suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh

karena suatu kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang
sedang tumbuh/ belum selesai pertumbuhannya (Tumbuh Kembang Anak Soetjiningsih, 1995 )
Cerebral Palsy laterasi perpindahan yang abnormal atau fungsi otak yang
muncul karena kerusakan, luka atau penyakit pada jaringan syaraf yang terkandung
dalam rongga tengkorak. (The American Academy of Cerebral Palsy, 1953)
Cerebral Palsy adalah enselopati statis yang mungkin didefinisikan sebagai
kelainan postur dan gerakan non progresif sering disertai dengan epilepsi,
ketidaknormalan bicara, penglihatan dan kecerdasan akibat dari cacat lesi otak yang
sedang berkembang. (Ilmu Kesehatan Anak Behrman, 2000)
Cerebral Palsy mencakup keadaan klinis yang disebabkan oleh luka pada otak.
(United Cerebral Palsy Research and Educational foundation, 1985)
Cerebral palsy merupakan kelainan neuromuscular, yang di sebabkan oleh
ketidak sempurnaan formasi, bekas luka dari ketidak matangan otak, sebagai hasilnya
dari manifestasi nya adalah ketidakmampuan pergerakan otot (OT & Child with
Cerebral Palsy - Yvette Vaatstra)
Retardasi Mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri dari fungsi
intelektual yang dibawah rata-rata dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang
ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun. (Kaplan-Sadock, 2010)
Retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensi kurang (abnormal) sejak
masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak) atau keadaan

kekurangan intelegensi sehingga daya guna sosial dan dalam pekerjaan seseorang
menjadi terganggu. (Maramis, 1999)

I.2 Klasifikasi
Klasifikasi cerebral palsy bedasarkan derajat kecacatan:

Perkembangan Motor

Gejala

Penyakit
Penyerta

Perkembangan motor
normal, hanya
terganggu secara
kualitatif

Kelainan tonus
sementara, reflex
primitif menetap terlalu
lama, kelainan postural
ringan, gangguan dalam
gerak motor kasar dan
halus misalnya
clumsiness (ceroboh :
mudah menjatuhkan
barang).

Gangguan
komunikasi,
gangguan
belajar spesifik

Ringan

Berjalan 24 bulan

Kelainan pada
pemeriksaan neurologis,
perkembangan reflex
primitif abnormal,
respons postural
terganggu, gangguan
motor misalnya tremor
atau gangguan
koordinasi.

Sedang

Berjalan 3 tahun,
kadang-kadang
memerlukan bracing.
Tidak memerlukan alat
bantu khusus.

Berbagai kelainan
neurologis reflex
primitive menetap kuat,
respons postural
terlambat.

Tidak bisa berjalan atau


berjalan dengan alat
bantu, kadang kadang
memerlukan operasi

Gejala neurologis
dominan, reflex
primitive menetap,
respons postural tidak

Klasifikasi

Minimal

Berat

Retardasi
mental,
gangguan
belajar dan
komunikasi,
kejang.
Retardasi
Mental, kejang.

muncul.

Klasifikasi berdasarkan tipe:


1. Kelainan Pyramidal (cerebrum)

Hemiplegia
gerak

: Kekakuan pada bagian atas dan bawah anggota

pada satu sisi. Shoulder Adduksi, elbow sedikit fleksi,

fleksi jari-jari, hip adduksi, knee sedikit fleksi. Dengan berdiri


berjinjit.

Diplegia

: Kekakuan pada ke empat anggota gerak, tapi

anggota gerak bawah lebih kaku dari pada atas. Kedua kaki agak
spastic.

Monoplegia

: Kekakuan satu anggota gerak, baik anggota

gerak atas maupun anggota gerak bawah (jarang terjadi).

Triplegia

: Kekakuan pada tiga anggota gerak.


Quadriplegia, tetraplegia atau bilateral hemiplegia : Kekakuan
pada keempat anggota gerak juga pada kepala, leher, tulang
punggung.

2. Kelainan extra pyramidal (cerebelum)

Palsi serebral diskinetik

a. Atetosis : Atetosis berarti gerakan yang tak terkontrol. Gerakan-gerakan ini

bertambah buruk jika si anak marah, dan akan berkurang jika sedang tenang.
b. Distonia : Pada kasus ini anak mengalami gangguan pada tonus otot.
c.

Palsi serebral ataksik (ataxic) : Ataksik berarti gerakan-gerakan gemetar.


Gerakan ini hanya terlihat jika anak ingin mencoba menyeimbangkan diri,
berjalan, atau menggunakan sesuatu dengan tangannya.

Palsi serebral hipotonik

a. Diplegia atonik, yaitu diplegi disertai hilangnya tonus otot atau hilangnya

kekuatan normal.

b. Hipotonia dan ataksia, yaitu ataksia yang disertai tonus otot yang lemah atau

hipotonus.
c. Hipotonia dan atetosis, yaitu atetoid yang disertai dengan hipotonus.

3. Campuran
Banyak anak yang mengalami cerebral palsy memperlihatkan lebih dari
satu jenis gejala kelumpuhan otak. Misalnya disertai dengan adanya spasitas
(spastic), yaitu otot menjadi kaku yang menyebabkan tubuh tertahan dalam posisi
abnormal yang menyulitkan anak untuk mengubahnya. Diantaranya adalah:

Spastisitas dan ataksia.

Spastisitas dan atetosis

I.3 Prevalensi
Collaborative Perinatal Project, dimana sekitar 45.0000 anak secara teratur
dipantau sejak dalam kandungan hingga umur 7 tahun, melaporkan angka prevalensi CP
sekitar 4/1000 bayi kelahiran hidup. (Ilmu Kesehatan Anak Behrman, 2000)
Dalam negara industri, kejadian cerebral palsy adalah sekitar 2 per 1000
kelahiran hidup. Insiden lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan, Surveillance
Cerebral Palsy di Eropa (SCPE) melaporkan M: F rasio 1.33:1. Varians dalam tingkat
insiden yang dilaporkan di seluruh wilayah geografis berbeda di setiap negara industri.
Di Amerika Serikat, sekitar 10.000 bayi dan bayi didiagnosis dengan CP setiap tahun,
dan 1200-1500 yang didiagnosis pada usia prasekolah. (www.news-medical.net)

I.4

Etiologi dan Patofisiologi


Cerebral Palsy dapat diakibatkan dari ketidaknormalan otak pranatal, asfiksia

lahir atau lahir prematur, ketidaknormalan dapat muncul dari berbagai penyebab
malformasi anatomis otak, atrofi, oklusi vaskular, kehilangan neuron atau berat otak
yang rendah. Faktor resiko yang menjadi predisposisi meliputi kelahiran kembar,
infeksi ibu, dan kondisi trombofilik janin dan ibu.
1. Infeksi masa prenatal :

Maternal intraunterince infections : TORCH.

Placental complications
4

Pre eclampsi / placenta praevia.

Toxic or teratogenic agent : AIDS, narkoba.

Congenital malformation.

Multiple births (kelahiran kembar).

Hyperthyroidism.

Abdominal trauma.
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,

misalnya oleh lues (sifilis), toksoplasmosis, rubella dan penyakit infeksi


sitomegalik. Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan reterdasi
mental. Anoksia (hypoxia) dalam kandungan, terkena radiasi sinar X dan keracunan
kehamilan dapat menimbulkan cerebral palsy.
2. Perinatal:

Premature < 32 minggu.

Berat badan lahir : < 2,5 kg.

Keterbelakangan pertumbuhan.
o

Abnormal presentations.

Intracranial hemorrhage.

Infection.

Bradycardia and hypoxia.

Seizures (kejang).

Eclampsi.

Trauma.

3. Postnatal:

Trauma.

Infection : meningitis, encephalitis

Intracranial hemorrhage.

Seizures ( kejang).
5

Shock : muntaber, DBD, diare.

TORCH : Toxoplasma virus, Rubella, Cytomegalic virus, Herpes


(Keperawatan Pediatri - Cecily Linn, 2009)

I.5

Prognosis
Cerebral Palsy

(CP) adalah gangguan yang tidak progresif (artinya

sebenarnya kerusakan otak tidak meningkat atau memburuk), tetapi gejala dapat
menjadi lebih parah dari waktu ke waktu karena kerusakan subdural. Seseorang dengan
gangguan ini mungkin sedikit membaik selama masa kanak-kanak jika dia menerima
perawatan yang intensif dan khusus, tetapi ketika tulang dan otot menjadi lebih mapan,
bedah ortopedi mungkin diperlukan untuk perbaikan mendasar. Orang yang memiliki
CP cenderung untuk menderita arthritis pada usia lebih muda dari biasanya karena
tekanan pada sendi dan otot yang terlalu kencang dan kaku. Potensi intelektual penuh
dari seorang anak yang lahir dengan CP sering tidak diketahui sampai anak mulai
sekolah. Orang dengan CP beresiko untuk memiliki beberapa jenis gangguan belajar,
tapi tidak semua kasus berhubungan dengan kecerdasan seseorang atau tingkat
IQ. Tingkat Intelektual setiap penderita CP bervariasi dari jenius sampai yang
berkebelakangan mental. Para ahli telah menyatakan bahwa penting untuk tidak
meremehkan penderita CP dan memberi mereka kesempatan untuk belajar.
Kemampuan untuk hidup mandiri dengan CP sangat bervariasi tergantung pada
tingkat keparahan dari setiap kasus. Beberapa individu dengan CP akan membutuhkan
layanan asisten pribadi untuk semua aktivitas hidup sehari-hari. Orang lain dapat
menyebabkan semi-independen kehidupan, membutuhkan dukungan hanya untuk
kegiatan tertentu. Yang lain dapat hidup dalam kemerdekaan penuh. Kebutuhan untuk
bantuan pribadi sering berubah dengan bertambahnya usia dan penurunan fungsional
yang terkait. Namun, dalam banyak kasus orang dengan CP dapat berharap untuk
memiliki kehidupan normal tergantung dengan kemampuan untuk ambulasi, roll, dan
self-feed. Kondisi CP pun ada yang tidak mempengaruhi fungsi reproduksi, beberapa
orang dengan CP memiliki anak dan menjadi orang tua.
(www.news-medical.net)

I.6 Gambaran Klinis


Cerebral Palsy lazim disertai dengan spektrum kecacatan perkembangan,
termasuk retardasi mental, epilepsi, dan kelainan penglihatan, pendengaran, bicara,
kognitif dan perilaku. Cacat motorik merupakan masalah anak yang paling ringan. Bayi
yang menderita hemiplegia spastik mengalami penurunan gerakan spontan pada
belahan tubuh yang terkena dan menunjukkan preferensi tangan pada usia dini. Lengan
lebih sering terlibat daripada kaki dan kesulitan pada amnipulasi tangan nyata pada usia
1 tahun. Berjalan biasanya terlambat sampai 18-24 bulan dan gaya berjalan melingkar
tampak. Pemeriksaan tungkai dapat menunjukkan henti pertumbuhan, terutama pada
tangan dan kuku ibu jari,terutama jika lobus parietalis kontralateral abnormal, karena
pertumbuhan tungkai dipengaruhi oleh daerah otak ini. Spastisitas nyata pada tungkai
yang terkena terutama pergelangan kaki menyebabkan deformitas equionovarus kaki.
Anak sering berjalan pada ujung jari kaki karena peningkatan tonus dan tungkai atas
yang terkena mendapat postur distonik ketika anak lari. Klonus pergelangan kaki tanda
babinski mungkin ada, refleks tendo dalam meningkat, dan kelemahan tangan serta
dorsofleksi kaki nyata. Sekitar sepertiga penderita dengan hemiplegia spastik menderita
gangguan kejang yang biasanya berkembang selama tahun pertama atau kedua, dan
sekitar 25% menderita kelainan kognitif yang termasuk retardasi mental.
(Ilmu Kesehatan Anak Behrman, 2000)

I.7

Peran Okupasi Terapi

Motorik

Inhibisi pola reflex abnormal dan fasilitasi poatur normal dan pola gerakan dengan
handling kepala dan vertebre untuk membantu anak merasakan dan belajar urutan
pergerakan normal dalam control kepala, trunk, weight shifting, weight bearing, dan
mobilitas.

Balance tonus postural.

Mengembangkan variasi pola gerakan (fleksi, ekstensi dan rotasi), kecepatan dan
arahkan untuk menggunakan key point of control

Mengembangkan penggunaan lengan dan tangan untuk mensupport reach, grasp,


dan hold
7

Mengembangkan weight bearing dengan merancang gerakan untuk meningkatkan


control postural dalam melawan gravitasi

Menganjurkan pasien untuk memulai gerakan dan menghindari waktu yang lama
dalam posisi dan postur yang static.

Sensori

Menganjurkan melawan gravitasi untuk memfasilitasi bagian mengontrol gerakan

Memfasilitasi pengalaman sensasi pergerakan untuk mempelajari tentang pergerakan

Memberikan stimulasi taktil untuk mengembangkan oral motor dan fungsi tangan.

Kognitif

Mengajarkan atensi dan konsentrasi dalam beraktivitas

Menginstruksikan keluarga, caregiver, dan guru untuk penurunan tonus otot yang
abnormal seperti tonus ekstensor dan memfasilitasi trunk dan stabilisasi anggota
gerak bawah yang mendukung mobilitas ekstremitas bawah

Edukasi kepada keluarga agar anak memakai adaptasi alat, cara dan lingkungan
rumah untuk meningkatkan mobilitas dan menjaga keamanan.

Intrapersonal

Memberikan lingkungan yang mana dimana anak dapat bergerak tanpa rasa takut

Memberikan aktivitas yang didesain untuk meningkatkan image diri dan


meningkatkan kepercayaan diri melalui aktivitas craft, music, dll.

Interpersonal

Memberikan kesempatan untuk bersosialisasi

Membantu perkembangan dalam komunikasi fungsional dan kemampuan berbahasa,


mengajarkan anak, keluarga atau caregiver untuk berpartisipasi dalam group terapi
jika memungkinkan

Menganjurkan kepada orang tua untuk membantu anak dalam pengertian tentang
perannya dirumah dan masyarakat
8

Self Care

Mengembangkan kemampuan oral motor untuk memfasilitasi aktivitas makan

Menyarankan adaptasi dengan cara kompensasi dalam berpakaian yang akan


memfasilitasi kemandirian dalam berpakaian

Menyarankan adaptasi alat yang mungkin memfasilitasi ADL

Produktivitas

Meningkatkan kesempatan perkembangan dalam bermain dengan adaptasi


permainan yang sesuai

Menganjurkan orang tua, care giver, atau pun guru untuk memberikan tugas dan
tanggung jawab kepada anak

Leisure

Eksplorasi interest dalam leisure

Mengembangkan kemampuan leisure melalui kesempatan berpartisipasi dalam


beraktivitas.

I.7

Kerangka Acuan

BOBATH (NDT)
Neurodevelopment Treatment (NDT) adalah sebuah pendekatan pengobatan
yang dikembangkan untuk mengobati defisit neuromotor mendasari serta postur dan
gangguan gerakan. Tekniknya meliputi penghambatan atau inhibisi gerakan atipikal
pola dan fasilitasi pola pergerakan lebih khas untuk mendorong peningkatan
pengembangan keterampilan fungsional. Pendekatan ini dikembangkan untuk
meningkatkan fungsi orang dewasa dan anak-anak yang mengalami kesulitan dalam
mengendalikan gerakan yang dihasilkan dari tantangan neurologis seperti stroke dan
cedera kepala.
Tekniknya menggunakan fasilitasi yang merupakan semua usaha baik
manual maupun verbal yang digunakan untuk meningkatkan kualitas gerak dari yang
9

lemah ( hipotonus) menjadi lebih normal. Teknik fasilitasi didesain untuk memperbaiki
kembali respon tidak normal untuk mencegah terjadinya gerak abnormal. Fasilitasi
dapat berupa weight bearing pada sisi hemiplegi, mengajarkan gerak fungsional pada
sisi hemiplegi dan memberikan pasien kesempatan untuk mengerjakan occupation
means dan as end.
Weight

Bearing,

merupakan

aspek

yang

paling

penting

pada

neurodevelopmental treatment dalam terapi karena bermanfaat untuk mempertahankan


kekuatan otot, normalitas tonus, dan meningkatkan aktifitas otot. Weight bearing
merupakan proses dinamik dimana pasien tidak hanya pasif saat weight bearing tetapi
juga diajari mengaktifkan otot otot baik trunk, ekstremitas dan leher. Adanya gerak
trunk secara otomatis menghasilkan perubahan posisi lengan hemiplegic terhadap trunk,
penguluran serta pemendekan otot secara aktif dan menghasilkan perubahan pola
aktifasi otot lengan. Dengan kata lain, weight bearing dapat digunakan untuk fasilitasi
otot menjadi aktif dan untuk meningkatkan lengan secara fungsional.
CARR AND SHEPERD
Kerangka dasar teori didasarkan pada teori sistem kontrol motorik dinamis, plastisitas
sistem syaraf pusat dan perubahan maladaptasi biomekanik yang terjadi setelah injuri
SSP.
Sistem kontrol motorik dinamik dan plastisitas
Organisme memiliki kapasitas untuk mengatur dirinya sendiri selama hidupnya
sedangkan plastisitas adalah sistem kapasitas reoganisasi organisme setelah mengalami
kerusakan dan untuk beradaptasi dengan kebutuhan fungsional. Meskipun kerusakan
syaraf tidak dapat regenerasi strukturnya, namun plastisitas SSP (pada mamalia)
menunjukkan bahwa peningkatan fungsional setelah kerusakan otak dapat diasosiasikan
dengan perubahan aktifitas metabolisme atau perubahan hubungan pola syaraf di otak.
Carr and Shepherd mempunyai asumsi bahwa terapi yang memiliki hambatan
(therapeutic challenges) potensial untuk mempengaruhi bagaimana sistem syaraf
reorganisasi sendiri setelah injuri SSP. Lebih dari itu mereka sadar bahwa gerak
voluntary diinisiasi oleh aktifitas fungsional yang bertujuan dan dipengaruhi oleh
spatial dan force yang merupakan karakterisitik aktifitas bertujuan.
Sistem teori dinamis : pola yang diinginkan (attractor states) dan control
parameter. Sistem teori dinamis menyebutkan bahwa manusia berkembang pola gerak
10

(motorik) yang diinginkan (preferred movement patterns) dalam mengerjakan berbagai


macam aktifitas. Kontrol paremeter akan mempengaruhi perubahan motorik. Kontrol
parameter eksternal : lingkungan, aktifitas, dll. Misal : menulis menjadi tidak efisien
karena tipe pensil dan kertas yang tidak baik. Kontrol parameter internal : body
alignment, kekuatan otot, dll. Karakterisitik adanya kerusakan sistem saraf pusat adalah
terjadinya tanda-tanda positif (spastis, hiperrefleksia) dan tanda-tanda negatif
(weakness, fatigibility, slowness, impaired dexterity). Menurut Carr and Sheperd tidak
ada bukti klinik yang menyebutkan bahwa tanda-tanda positif menjadi penghambat
peningkatan fungsional. Namun sebaliknya banyak penelitian yang menemukan bahwa
tanda-tanda negatif merupakan penyebab disabilitas motorik.
Carr and Sheperd memperkenalkan satu karakterisitik lagi adaptive features .
Adaptive feature merupakan perubahan fisiologi, mekanikal dan fungsional otot serta
jaringan lunak lainnya karena adanya imobilisasi, disuse, dan usaha gerak dalam
keadaan lemah atau terhambat. Adaptive features sama artinya dengan secondary
impairment. Dalam penerapan terapi pada pasienn setelah stroke tujuan terapinya
adalah intuk meminimalisasi adaptive features sistem syaraf pusat dengan cara gerak
aktif maupun pasif harus segera diberikan untuk mencegah atau mengurangi stiffness
dan pemendekan otot.

Lingkungan terapeutik
Lingkungan terapeutik harus diutamakan agar relearning bisa lebih efektif untuk
menghasilkan gerak fungsional.
Terapis harus mampu berperan sebagai pelatih yang bertugas mendorong pasien
untuk melakukan gerakan yang benar saat mengerjakan aktifitas yang diberikan dan
menekan (discourage) adaptasi perilaku gerak yang tidak efektif. Treatment dipandang
sebagai proses pembelajaran (teaching-learning process). Dengan demikian, belajar dari
satu tahap ke tahap berikutnya yang lebih tinggi akan berjalan dengan baik (smooth)
bila tahap sebelumnya telah diketahui dengan benar oleh pasien. Strategi yang
dilakukan Carr and Shepherd adalah selalu menanyakan atau menunjukkan kepada
pasien spesifik gerakan yang diperlukan untuk mengerjakan aktifitas secara terus
menerus. Hal ini akan memberi gambaran yang jelas bagi terapis tentang apa yang
dialkukan pasien. Empat strategi cara memberi informasi kepada pasien :
11

1. Instruksi oral
2. Demonstrasi visual gerak yang benar
3. Manual guidance
4. Akurat dan feedback kualitas gerak

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Identitas Pasien


Nama

: An. Tg

No. Registrasi

: 00.30.91

Umur

: 9 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat/Telepon

: Pulogebang, Jakarta Timur

Hobi

: Bernyanyi

Diagnosis

: Cerebral Palsy Mild TBI + MR Mild

Pekerjaan

: Pelajar
12

Kiriman Dokter

: dr. Ucok Siregar Sp.B, Sp.OT

Alasan Rujukan

: Hand Function, Hand Exercise

Tanggal Pemeriksaan

: 12 Maret 2012

Nama OT

: Mhsi. Marlina Rachma Suci

Bagian/ Ruangan

: Unit OT

II.2 Informasi Subjektif


RPD

Prenatal

: Selama masa kehamilan Ibu jarang kontrol dan tidak pernah USG. Ibu
tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dan jamu-jamuan khusus.
Selama masa kehamilan pun Ibu tidak mengalami keluhan atau masalah.

Natal

: Proses persalinan normal, usia kandungan 7 bulan (prematur), lahir di


bidan. Berat Badan Lahir 800 gram, dirujuk ke RS Koja lalu dirawat di
inkubator selama 3 minggu.

Postnatal

: Anak tidak pernah mengalami kejang, imunisasi tidak lengkap, pernah


terkena TB Paru dan diobati sampai usia 2 tahun. Pernah menderita gizi
buruk saat usia 4 tahun dirawat di Cimanggis. Pernah menderita demam
tinggi 450 dan muntaber tercatat dirawat di RSCM sebanyak 6 kali.
Milestone : angkat kepala : 9 bulan
Tengkurap : 1 tahun
Duduk : 1 tahun

RPS :
An. Tg usia 9 tahun datang ke unit Okupasi Terapi diantar oleh ibunya
dengan menggunakan kursi roda. Kondisi anak saat ini, anak tidak
mampu berdiri sendiri. Untuk aktifitas kehidupan sehari-hari, sebagian
besar tergantung orang lain. Anak menggunakan alat bantu berupa sepatu
AFO.

13

Sosek:
Anak merupakan anak pertama dari 1 bersaudara atau anak tunggal, saat
ini anak menempuh pendidikan luar biasa di bangku TK YPAC. Biaya
terapi dan sekolah dibantu dari yayasan YPAC.
Harapan :
Harapan orang tua adalah orang tua menginginkan agar anak dapat
menjadi anak yang mampu mandiri dan pintar.

II.3 Informasi Objektif


Pemeriksaan OT :
Test IQ : 66 (MR MILD)
Occupational Performance Components
A. Komponen Sensorik Motorik
1. Sensorik
a. Kesadaran sensorik (+): Ps. dalam keadaan sadar sensori.
b. Proses sensori
1) Taktil (+) : Ps. mampu merasakan sentuhan halus, mau dipeluk.
2) Propioseptif (-) : Ps. tidak mampu mengontrol genggaman benda.
3) Auditory (+) : Ps. Mampu merespon saat dipanggil namanya.
4) Vestibular (-) : Ps. belum mampu menyeimbangkan diri saat duduk.
5) Visual (-) : Visual field pasien terbatas saat melakukan aktivitas.
6) Gustatory (+) : Ps. mampu merasakan makanan yang dibawanya.
7) Olfaktory (+) : Ps. Mampu membaui minyak kayu putih.
c.Persepsi
1) Stereognosis (-) : Ps. tidak mampu menyebutkan benda yang berada di dalam
ember
2) Kinestesia (-) : Ps. mampu mengikuti gerakan tangan berlawanannya
3) Body Scheme (+) : Ps. mampu mengetahui letak mulut, hidung, mata, tangan,
kaki, dll

14

4) Diskriminasi kanan kiri (+) : Ps. mampu mengangkat tangan kanan saat
diinstruksikan angkat tangan kanan
5) Konstansi bentuk (+) : Ps. mampu mengidentifikasi puzzle saat dimeja ataupun
ditangan terapis.
6) Posisi dalam ruang (+) : Ps. mengetahui posisi duduknya di ruang OT.
7) Visual Closure (-) : Ps. tidak mampu mengidentifikasi crayon yang tertutup
sebagian kertas.
8) Figure Ground (-) : Ps. tidak mampu membedakan crayon dan meja yang
berwarna serupa.
9) Depth Perception (+) : Ps. mampu mengambil bola dari tangan terapis kemudian
memasukkannya ke keranjang
10) Orientasi topografi (+) : Ps. mampu menjelaskan arah dan tahapan menuju
kerumahnya
2. Neuromuskular
1) Refleks (+) : Ps. tidak memiliki refleks primitif
2) LGS (-) : Lingkup gerak sendi terbatas karena spastisitas (terlampir)
3) Tonus Otot (-) : Hipertonus pada ekstremitas (skala ashworth nilai 2)
4) Kekuatan Otot (-) : MMT pasien terbatas kesan 2 (terlampir)
5) Ketahanan (+) : Ps. tidak nmudah kelelahan saat beraktivitas.
6) Kontrol postural (-) : Ps. cenderung membungkuk saat duduk.
7) Kelenturan jaringan lunak (-) : Ditemukan deformitas pada sendi tertentu
3. Motorik
1) Toleransi aktivitas (+) : Ps. mampu menyelesaikan aktivitas.
2) Koordinasi motorik kasar (-) : Ps. belum mampu berjalan dengan mandiri
3) Crossing the midline (+) : Ps. mampu memasukkan bola ke keranjang yg
dipegang crossing oleh terapis.
4) Laterality (-) : Ps. belum mampu mewarnai dengan baik.
5) Integrasi bilateral (-) : Ps. belum mampu mengancing baju
6) Koordinasi motorik halus (-) : Ps. belum mampu meronce manik-manik
7) Integrasi Visual motor (-) : Ps. belum mampu berjalan sambil fokus ke arah
depan dgn baik
8) Kontrol oro motor (-) : Ps. masih drooling saat terapi.
15

9) Handskill (-) : Ps. belum mampu 3 jaw chuck, pinch, tip to tip
B. Komponen Kognitif dan Integratif Kognitif
1) Motivasi (+) : Ps. Bersemangat saat datang terapi ke Ruang OT
2) Orientasi (+) : Ps. mampu mengenali terapis ruangan dan hari apa.
3) Pemahaman (+) : Ps. mampu mengerti instruksi terapis.
4) Rentang atensi (+) : Ps. konsentrasi saat aktivitas melepas jahitan
5) Memori (+) : Ps. mampu mengingat hal-hal yang terjadi di hari lalu
6) Kategorisasi (-) : Ps. belum mampu mengkategorisasikan hewan dan tumbuhan
7) Pemecahan masalah (+) : Ps. mampu inisiatif apabila kesulitan melakukan
aktivitas ketika terapi
C. Ketrampilan Psikososial dan Komponen
1) Psikologis
a. Peran (-) : Peran ps. sebagai pelajar tergangggu
b. Interest (+) : Pasien tertarik pada setiap sesi terapi
c. Kontrol diri (+) : Ps. mampu bersikap sopan terhadap terapis
d. Manajemen stress (+) : Pasien tidak menangis atau marah diruang terapi
e. Ekspresi diri (+) : Ps. mampu tertawa dan gembira saat berhasil
memasukkan bola
2) Sosial
a. Interaksi sosial (+) : Ps. mampu berinteraksi dengan terapis baru
b. Komunikasi verbal dan Non verbal (-) : Ps. memiliki sedikit kesulitan
saat berkomunikasi secara verbal.
B. Occupational Perfformance Area
1. ADL
Sebagian besar ADL pasien pada umumnya masih perlu bantuan orang
lain terutama pada aktivitas makan dan memakai baju.
2. Produktivitas
Untuk produktivitas

pasien merupakan

memerlukan bantuan orang lain.


3. Leisure
16

sekolah dan ia masih

Pasien memiliki hobi menyanyi. Pasien hanya perlu disupervisi dalam


aktivitas waktu luangnya tersebut.

II.4 Ringkasan Kasus


An. Tg usia 9 tahun dengan diagnosa Cerebal Palsy Mild TBI + MR Mild
datang ke unit OT menggunakan alat bantu kursi roda dan sepatu AFO dengan diantar
oleh ibunya. An. Tg lahir normal di bidan prematur 7 bulan dengan berat badan lahir
800 gram. Bayi berwarna biru dan dirujuk ke RS Koja kemudian mendapatkan
perawatan di inkubator selama 3 minggu. Anak pernah mengalami gizi buruk, kejang,
TB paru dan muntaber saat balita. Riwayat perkembangan : angkat kepala usia 9 bulan,
tengkurap usia 1 tahun, duduk usia 2 tahun. Kondisi saat ini, anak belum mampu
berdiri sendiri, mobilisasi dengan menggunakan kursi roda, untuk aktifitas kehidupan
sehari-hari sebagian besar masih tergantung dengan bantuan orang lain terutama makan,
berpakaian dan mandi. Anak juga belum maksimal dalam bidang akademis termasuk
prewriting dan mewarnai.

II.5 Kesimpulan Problematik Okupasional


1. Pasien belum mampu makan secara mandiri karena kemampuan handskill yang
kurang, kontrol postural yang belum baik dan adanya keterbatasan LGS karena
spastisitas
2. Pasien belum mampu berpakaian secara mandiri karena integrasi bilateral yang
belum baik, kekuatan otot yang terbatas, kemampuan handskill yang belum
baik.
3. Pasien belum mampu prewriting (mewarnai) mandiri karena kemampuan
handskill yang belum maksimal, kontrol postural yang belum baik, adanya
keterbatasan LGS karena spastisitas pada jari-jari dan pergelangan tangan.
4. Pasien belum mampu mengidentifikasi angka konsisten karena pemahaman
yang minimal dan kemampuan memori recent yang belum baik.
5. Pasien belum mampu mengidentifikasi huruf konsisten karena pemahaman yang
minimal dan kemampuan memori recent yang belum baik.

17

II.6 Prioritas masalah okupasional


1. Pasien belum mampu makan secara mandiri karena kemampuan handskill yang
kurang, kontrol postural yang belum baik dan adanya keterbatasan LGS karena
spastisitas
2. Pasien belum mampu prewriting (mewarnai) mandiri karena kemampuan
handskill yang belum maksimal, kontrol postural yang belum baik, adanya
keterbatasan LGS karena spastisitas pada jari-jari dan pergelangan tangan.

II.7 Program Okupasi Terapi


Masalah I :

Pasien belum mampu makan secara mandiri karena kemampuan handskill yang kurang,
kontrol postural yang belum baik dan adanya keterbatasan LGS karena spastisitas

LTG I

: Pasien mampu makan secara mandiri dalam 32x pertemuan

STG I

: Pasien mampu menggenggam sendok bergagang tebal dengan baik


dalam 8x pertemuan

Aktivitas

: bermain plastisin dan melepas jepit jemuran

Media

: plastisin, jepit jemuran, mangkok

Metode

: Bobath

Durasi

: 15 menit

Frekuensi

: 2 x pertemuan/ minggu

Tehnik

: sebelum menjalankan aktivitas pasien terlebih dahulu diposisikan pada


kursi table top CP, posisikan pasien duduk, perhatikan trunk maupun
alignment tubuh pasien agar tetap tegak tidak membungkuk ataupun
miring ke salah satu sisi. Atur posisi kaki pasien untuk lurus dan terbuka
lebar secukupnya. Pasien juga diberikan stretching pada ekstremitas
bagian atas. Terapis menyediakan plastisin di meja, kemudian
menginstruksikannya untuk membuat berbagai bentuk bulatan kecil
sebelumnya terapis harus mencontohkan pasien terlebih dahulu untuk
18

membuat berbagai bulatannya dan kemudian menekan bulatan plastisin


tersebut dengan ibu jari dan telunjuk sehingga membuat bulatan plastisin
menjadi pipih dengan pola lateral pinch. Apabila anak sudah mampu
melakukannya berikan sebuah jepitan jemuran lalu instruksikan anak
untuk

menjepit

bulatan-bulatan

plastisin

yang

telah

dibuatnya

menggunakan jepit jemuran.

STG II

: Pasien mampu mengarahkan sendok ke mulut dengan mandiri dalam


8x pertemuan.

Aktivitas

: memindahkan pegboard

Media

: pegboard, baskom kecil

Metode

: Bobath

Durasi

: 15 menit

Frekuensi

: 2 x pertemuan/ minggu

Tehnik

: sebelum menjalankan aktivitas pasien terlebih dahulu diposisikan pada


kursi table top CP, posisikan pasien duduk, perhatikan trunk maupun
alignment tubuh pasien agar tetap tegak tidak membungkuk ataupun
miring ke salah satu sisi. Atur posisi kaki pasien untuk lurus dan terbuka
lebar secukupnya. Pasien juga diberikan stretching pada ekstremitas
bagian atas. Terapis menyediakan pegboard dan wadah berupa baskom
kecil. Terapis menginstruksikan dan memberikan contoh kepada pasien
untuk melepaskan pegboard yang ada di meja dan memasukkan
pegboard tersebut ke dalam baskom yang terapis pegang. Terapis secara
bergradasi mengatur tinggi baskom yang dipegang, tentunya jika pasien
telah mampu meletakkan pegboard pada baskom yang lebih rendah.
Perhatikan kontrol gerakan pasien saat melakukan aktivitas tersebut.

STG III

: Pasien mampu simulasi makan dengan mandiri dalam 10x pertemuan.

Aktivitas

: memindahkan biji-bijian dengan sendok bergagang tebal

19

Media

: sendok bergagang tebal, biji-bijian, 2 baskom kecil

Metode

: Bobath

Durasi

: 15 menit

Frekuensi

: 2 x pertemuan/ mingguu

Tehnik

: sebelum menjalankan aktivitas pasien terlebih dahulu diposisikan pada


kursi table top CP, posisikan pasien duduk, perhatikan trunk maupun
alignment tubuh pasien agar tetap tegak tidak membungkuk ataupun
miring ke salah satu sisi. Atur posisi kaki pasien untuk lurus dan terbuka
lebar secukupnya. Pasien juga diberikan stretching pada ekstremitas
bagian atas. Terapis menyediakan sendok, satu baskom kecil berisi bijibijian dan 1 baskom kosong. Pasien diinstruksikan dan dicontohkan oleh
terapis untuk menyendokkan biji-bijian dari satu baskom ke baskom lain
yang dipegang oleh terapis. Terapis mengatur ketinggian baskom secara
bergradasi. Apabila ia sudah mampu menyendokkan setinggi dada maka
tingkatkan lagi ketinggian baskom menjadi setinggi dagu. Perhatikan
kontrol gerakan pasien saat menyendokkan biji-bijian dan juga pola
genggam pasien terhadap genggaman sendok.

STG IV

: Pasien mampu latihan makan dengan mandiri dalam 7x pertemuan.

Aktivitas

: latihan makan

Media

: nasi, lauk dan alat makan

Metode

: Bobath dan Carr and Sheperd Orriented

Durasi

: 15 menit

Frekuensi

: 2 x pertemuan/ mingguu

Tehnik

: sebelum menjalankan aktivitas pasien terlebih dahulu diposisikan pada


kursi table top CP, posisikan pasien duduk, perhatikan trunk maupun
alignment tubuh pasien agar tetap tegak tidak membungkuk ataupun
miring ke salah satu sisi. Atur posisi kaki pasien untuk lurus dan terbuka
20

lebar secukupnya. Pasien juga diberikan stretching pada ekstremitas


bagian atas. Terapis menyediakan alat makan dan nasi beserta lauk diatas
meja. Terapis menginstruksikan dan memberikan contoh kepada pasien
bagaimana gerakan dan tahapan-tahapan makan yang benar. Terapis
berperan sebagai model sehingga pasien dapat melihat, meniru dan
mempelajari gerakan dan tahapan makan yang baik dan benar.
Perhatikan dan koreksi kontrol gerakan makan pasien apabila ia
mengalami kesalahan.
Masalah 2 :

Pasien belum mampu prewriting (mewarnai) mandiri karena kemampuan handskill


yang belum maksimal, kontrol postural yang belum baik, adanya keterbatasan LGS
karena spastisitas pada jari-jari dan pergelangan tangan.

LTG II

: Pasien mampu mewarnai mandiri dalam 38x pertemuan.

STG I

: Pasien mampu memegang crayon mandiri dalam waktu 6x pertemuan.

Aktivitas

: meronce manik-manik

Media

: alat ronce

Metode

: Bobath

Durasi

: 15 menit

Frekuensi

: 2 x pertemuan/ minggu

Tehnik

: sebelum menjalankan aktivitas, pasien terlebih dahulu diposisikan pada


kursi table top CP, posisikan pasien duduk, perhatikan trunk maupun
alignment tubuh pasien agar tetap tegak tidak membungkuk ataupun
miring ke salah satu sisi. Atur posisi kaki pasien untuk lurus dan terbuka
lebar secukupnya. Pasien juga diberikan stretching pada ekstremitas
bagian atas. Terapis menyediakan alat roncean yang terdiri dari benang
dan manik-manik . Terapis menginstruksikan dan mencontohkan anak
untuk meronce. Dimulai dari manik-manik berukuran besar. Jika anak
sudah mampu, tingkatkan ke manik-manik berukuran sedang. Ulangi
21

sampai anak terampil melakukannya. Perhatikan pola pegang manikmanik, koordinasi motorik halus anak, berikan bantuan apabila ia
mengalami kesulitan.

STG II

: Pasien mampu mewarnai dengan template secara mandiri dalam


waktu 12x pertemuan.

Aktivitas

: mewarnai dengan template

Media

: buku gambar, crayon, template

Metode

: Bobath dan Sonrise

Durasi

: 15 menit

Frekuensi

: 2 x pertemuan/ minggu

Tehnik

: sebelum menjalankan aktivitas pasien terlebih dahulu diposisikan pada


kursi table top CP, posisikan pasien duduk, perhatikan trunk maupun
alignment tubuh pasien agar tetap tegak tidak membungkuk ataupun
miring ke salah satu sisi. Atur posisi kaki pasien untuk lurus dan terbuka
lebar secukupnya. Pasien juga diberikan stretching pada ekstremitas
bagian atas. Terapis menyediakan buku gambar, template dan crayon
dimeja. Terapis meletakkan template diatas buku gambar kosong
kemudian mengarahkan anak untuk mewarnai pola template tersebut.
Perhatikan kontrol gerakan pasien, pola arsiran dan ketepatan batas pada
template.

STG III

: Pasien mampu mewarnai dengan blocking secara mandiri dalam


waktu 10x pertemuan.

Aktivitas

: mewarnai bentuk dengan blocking

Media

: crayon, pensil, buku gambar

Metode

: Bobath dan Sonrise


22

Durasi

: 15 menit

Frekuensi

: 2 x pertemuan/ minggu

Tehnik

: sebelum menjalankan aktivitas pasien terlebih dahulu diposisikan pada


kursi table top CP, posisikan pasien duduk, perhatikan trunk maupun
alignment tubuh pasien agar tetap tegak tidak membungkuk ataupun
miring ke salah satu sisi. Atur posisi kaki pasien untuk lurus dan terbuka
lebar secukupnya. Pasien juga diberikan stretching pada ekstremitas
bagian atas. Terapis menyediakan peralatan seperti crayon, pensil dan
buku gambar. Terapis membuat gambar bentuk sederhana diatas buku
gambar dan membuat shading disekeliling gambar tersebut (membuat
blocking). Instruksikan dan contohkan anak untuk mulai mewarnai.
Usahakan anak tidak melewati garis tepi gambar. Perhatikan kontrol
gerakan, arah arsiran dan kepenuhan arsiran warna. Berikan bantuan
apabila anak mengalami kesulitan.

STG IV

: Pasien mampu mewarnai tanpa bantuan template atau blocking secara


mandiri dalam waktu 10x pertemuan.

Aktivitas

: mewarnai bentuk sederhana

Media

: crayon, pensil, buku gambar

Metode

: Bobath dan Sonrise

Durasi

: 15 menit

Frekuensi

: 2 x pertemuan/ minggu

Tehnik

: sebelum menjalankan aktivitas pasien terlebih dahulu diposisikan pada


kursi table top CP, posisikan pasien duduk, perhatikan trunk maupun
alignment tubuh pasien agar tetap tegak tidak membungkuk ataupun
miring ke salah satu sisi. Atur posisi kaki pasien untuk lurus dan terbuka
lebar secukupnya. Pasien juga diberikan stretching pada ekstremitas
bagian atas. Terapis menyediakan peralatan seperti crayon, pensil dan
buku gambar. Terapis membuat gambar bentuk sederhana diatas buku
23

gambar. Instruksikan dan contohkan anak untuk mulai mewarnai.


Usahakan anak tidak melewati garis tepi gambar, berikan tanda
peringatan jika anak mulai mewarnai keluar dari garis tepi gambar.
Perhatikan kontrol gerakan, arah arsiran dan kepenuhan arsiran warna.
Berikan bantuan apabila anak mengalami kesulitan.

II.8 Home Program


Demi perkembangan kemajuan terapi dirasa perlu adanya kerjasama antara
terapis, keluarga maupun caregiver. Adapun hal yang dapat memajukan proses
kesembuhan pasien yang bisa dilakukan dirumah adalah sebagai berikut :
-

Setiap pagi perlu adanya latihan menggerakan ekstremitasnya untuk


menghindari kekakuan otot.

- Edukasikan keluarga agar sebisa mungkin mengulang dan mereview dirumah


latihan apa yang sudah dikerjakan di tempat terapi dan ulangi kembali
dirumah.
- Latihan penguatan pola genggam perlu disupervisi setiap hari bisa dengan
aktivitas meremas dan bermain plastisin, melepas dan memasang jepit
jemuran,

meronce dan berbagai aktivitas yang dapat meningkatkan

kemampuan motorik halus lainnya. Biasakan pasien untuk mencoba


melakukan AKS sendiri tetapi tetap harus diperlukan adanya supervisi.
- Hindari pasien dari benda atau hal yang berbahaya dalam lingkungannya.

II.9 Reevaluasi
12 Maret 2012
Hasil pemeriksaan :
Lingkup gerak sendi terbatas karena adanya spastisitas
MMT AGA menurun karena adanya spastisitas
Pasien tidak maksimal dalam kemampuan handskill
Kontrol oro motor belum baik

16 Maret 2012
Evaluasi :
24

Lingkup gerak sendi masih terbatas


MMT AGA belum cukup baik
Kemampuan handskill belum baik
Kontrol oro motor belum baik

19 Maret 2012
LGS masih belum mengalami peningkatan
MMT AGA masih menurun
Kemampuan handskill belum baik
Kontrol oro motor masih drooling

22 Maret 2012
LGS masih terbatas masih terdapat spastisitas tetapi sudah berkurang
MMT AGA masih terbatas karna spastisitas
Kemampuan handskill meningkat (mampu memegang manik-manik)
Kontrol oro motor masih drooling

BAB III
PENUTUPAN
III.1 Kesimpulan
Cerebral Palsy suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh
karena suatu kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang
sedang tumbuh/ belum selesai pertumbuhannya.
Retardasi Mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri dari fungsi
intelektual yang dibawah rata-rata dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang
ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
An. Tg 9 tahun dengan diagnosa Cerebal Palsy Mild TBI + MR Mild datang ke
unit OT menggunakan alat bantu kursi roda dan sepatu AFO dengan diantar oleh

25

ibunya. Anak pernah mengalami gizi buruk, kejang, TB paru dan muntaber saat balita.
Kondisi saat ini, anak belum mampu berdiri sendiri, mobilisasi dengan menggunakan
kursi roda, untuk aktifitas kehidupan sehari-hari sebagian besar masih tergantung
dengan bantuan orang lain terutama makan, berpakaian dan mandi. Anak juga belum
maksimal dalam bidang akademis termasuk prewriting dan mewarnai.
Saat ini pasien belum mengalami perbaikan signifikan, hanya saja pasien sudah
mulai mampu memegang manik-manik. Kekakuan pada ekstremitas pasien mulai
berkurang dibandingkan pertama kali.

III.2 Saran
Demi tercapainya tujuan terapi yang optimal dan maksimal sangat diharapkan
partisipasi dan kerjasama antara pihak terapis dan keluarga. Keluarga berperan dalam
mengontrol, mensupervisi dan memajukan kesembuhan pasien saat dirumah. Berikan
pengawasan dan pelatihan yang rutin dan berulang untuk hasil yang lebih baik.
Tingkatkan terus pembelajaran dan kemampuan motorik halus pasien. Latih pula
kognitif pasien agar mampu mengalami peningkatan dan mencegah adanya
kemunduran. Libatkan pula lingkungan sekitar agar pasien dapat bersosialisasi terhadap
sesama.

DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih, dr, SpAK (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Klirgman Arvin, Behrman dan Nelson, Arvin, M.D. Ilmu Kesehatan Anak Vol.1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Reed, KL. (1991). Quick Reference to Occupational Therappy. USA: Aspen
Publication
L.Kaplan, Harold M.D dan Sadock, Benjamin, M.D (2010). Sinopsis Psikiatri Jilid 2.
New York : Binarupa Aksara Publisher

26

Trombly, C.M. (2002) Occupational Therapy Physical Disfunction. Piladelphia :


Lippincott William & Wilkins.
E. Muscari, Mary, M.D (2001). Keperawatan Pediatrik Vol.3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
www.news-medical.net

27

Anda mungkin juga menyukai