TEACHI NG AND LEARNI NG) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X.6 DI SMAN 1 MALANG
SKRIPSI
Oleh: Syarof Nursyah Ismail 06130024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2010
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHI NG AND LEARNI NG) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X.6 DI SMAN 1 MALANG
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN)Maulana Malik Ibrahim Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh : Syarof Nursyah Ismail 06130024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2010
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHI NG AND LEARNI NG) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X.6 DI SMAN 1 MALANG
SKRIPSI
Oleh :
Syarof Nursyah Ismail 06130024
Disetujui Oleh,
Dosen Pembimbing
Dr.H. Abdul Bashith, S.Pd. M.Si NIP.19761002 200312 1 003
Disahkan Pada Tanggal, 19 Juli 2010
Mengetahui,
Ketua Jurusan IPS
Drs. Muh. Yunus, M.Si NIP.19690324 199603 1 002
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHI NG AND LEARNI NG) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X.6 DI SMAN 1 MALANG
SKRIPSI dipersiapkan dan disusun oleh Syarof Nursyah Ismail (06130024) telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 28 Juli 2010 dengan nilai A dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S-1) Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada tanggal: 28 Juli 2010
Panitia Ujian Tanda Tangan Ketua Sidang Dr.H. Abdul Bashith, S.Pd M.Si NIP.19761002 200312 1 003
Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(QS. An-Nisaa: 85)
Skripsi ini saya persembahkan: Untuk yang tercinta dan yang tersayang Ayahku Drs.H.Syariin,M.PdI dan Ibuku Dra.Hj.Hanik NurAini yang telah memberikan kasih sayang, doa dan segalanya yang tak mungkin dapatku balas jasanya Adik-adikku Haris Nursyah Arifin dan Velia Nursyah Hafidzah yang selalu memberi perhatian dan motivasi
Buat Asmaul Husnah yang telah memberi arti dalam hidup saya Sahabat-sahabatku Teddy, Aan, Kawox, Fariz, Panci, Nuril, Ajid, Ibink dan Anduk yang senantiasa mewarnai hari-hariku dan saling memberikan support serta dukungannya kepada saya. Teman-teman jurusan Pendidikan IPS angkatan 2006 yang memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini
Teman-teman kontrakanku Bontank, Abdil, Rofiq, Alfian, Ari, Endok yang selalu memberikan sumbangan pikiran kepada saya Dan semua pihak yang telah memberikan sumbangan baik berupa tenaga maupun pikiran yang tak dapat saya sebutkan satu persatu semoga semua bantuan dan amal baiknya mendapatkan balasan dari Allah SWT.
PERSEMBAHAN
Dr. H. Abdul Bashith S.Pd.M.Si Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
NOTA DINAS PEMBIMBING
Hal : Skripsi Syarof Nursyah Ismail Malang, 19 Juli 2010 Lamp : 4 Eksemplar
Kepada Yth. Dekan Fakultas tarbiyah UIN MMI Malang di Malang
Assalamualaikum Wr. Wb Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi tersebut dibawah ini: Nama : Syarof Nursyah Ismail NIM : 06130024 Jurusan : Pendidikan IPS Judul Skripsi : Pembelajaran Kontekstual Pada Kompetensi Dasar Peradaban Awal Masyarakat Di Dunia Yang Berpengaruh Terhadap Peradaban Indonesia Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus Kelas X.6 di SMAN 1 Malang).
maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamualaikum Wr. Wb
Pembimbing,
Dr. H. Abdul Bashith S.Pd.M.Si NIP.19761002 200312 1 003
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 12 Juli 2010
Syarof Nursyah Ismail NIM: 06130024
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah SWT, Dzat yang telah memberikan dan melimpahkan berbagai nikmat dan karunia-Nya, khususnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, juga kepada segenap keluarga, para sahabat, serta umat beliau diakhir zaman ini. Amin. Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik berupa moril maupun materiil, terutama kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Malang. 2. Bapak Drs. M. Zainuddin, M. A, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. 3. Bapak Muh. Yunus, M.Si, Drs. H. M. Padil, M.Ag selaku ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) dan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. 4. Bapak Dr. H. Abdul Bashith, S.Pd. M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan demi selesainya skripsi ini. 5. Para Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, yang telah memberikan semangat untuk bisa meraih cita-cita dan masa depan yang cerah. 6. Bapak Drs. H. Moh. Sulthon, M. Pd, selaku Kepala SMAN 1 Malang, serta seluruh staf pengajar SMAN 1 Malang yang telah membantu memberikan data dalam penelitian ini. 7. Ibu Dra. Yayuk Ernawati dan Ibu Dra. Effi Harsiwiniwati yang selalu membantu memberikan dan mengumpulkan data dalam penelitian ini. 8. Seluruh siswa-siswi SMAN 1 Malang yang telah memberi dukungannya selalu kepada penulis. 9. Ayahku Drs. H. Syariin, M. PdI dan Ibuku Dra. Hj. Hanik Nur Aini yang telah memberikan kasih sayang, doa dan segalanya yang tak mungkin dapatku balas jasanya. 10. Adik-adikku Haris Nursyah Arifin dan Velia Nursyah Hafidzah yang selalu memberi perhatian dan motivasi. 11. Keluarga besarku di Malang dan di Bali yang senantiasa memberikan doanya dan dukungannya selalu. 12. Asmaul Husnah yang telah memberi arti dalam hidupku. 13. Sahabat-sahabatku Baijuri, Aan, Amir Farhan, Fariz, Sasmita, Nuril, Ajid, Rochmat dan Yopi yang senantiasa mewarnai hari-hariku dan saling memberikan support serta dukungannya kepada penulis. 14. Teman-teman jurusan Pendidikan IPS angkatan 2006 yang memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 15. Teman-teman kontrakanku Samsul, Abdil, Rofiq, Alfian, Ari, Arif yang selalu memberikan sumbangan pikiran kepada penulis. 16. Dan semua pihak yang telah memberikan sumbangan baik berupa tenaga maupun pikiran yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu semoga semua bantuan dan amal baiknya mendapatkan balasan dari Allah SWT. Atas jasa merekalah penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini dengan baik, harapan penulis semoga taufiq dan hidayah-Nya senantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Amin.
Malang, 24 Juli 2010 Penulis
Syarof Nursyah Ismail NIM : 06130024
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i HALAMAN PENGAJUAN .................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iii HALAMAN MOTTO .......................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... v KATA PENGANTAR .......................................................................... vi DAFTAR ISI ........................................................................................ ix DAFTAR TABEL .............................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xiii ABSTRAK .......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Pembatasan Masalah ..................................................................... 3 C. Rumusan Masalah ......................................................................... 4 D. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5 F. Sistematika Pembahasan ............................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................... 8 A. Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................ 8 B. Kajian Teoritis ........................................................................... 12 1. Hakekat Pembelajaran Kontekstual ..................................... 12 2. Mata Pelajaran Sejarah ........................................................ 33 3. Prestasi Belajar .................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN .................................................... 51 A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................ 51 B. Lokasi Penelitian ........................................................................ 51 C. Populasi dan Sampel ................................................................... 52 D. Kehadiran Peneliti ...................................................................... 53 E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 53 F. Sumber Data ................................................................................ 54 G. Teknik Analisis Data .................................................................. 55 H. Pengecekan Keabsahan Data ...................................................... 57 I. Tahap-tahap Penelitian ................................................................. 59
BAB IV HASIL LAPORAN PENELITIAN .................................... 61 A. Latar Belakang objek penelitian .......................................... 61 1. Sejarah Singkat Berdirinya SMAN 1 Malang ..................... 61 2. Profil SMAN 1 Malang ....................................................... 68 3. Fasilitas SMAN 1 Malang ................................................... 75 4. Program Akselerasi SMAN 1 Malang ................................. 76 5. Kesiswaan SMAN 1 Malang ............................................... 77 6. Keadaan Guru ...................................................................... 79 7. Keadaan Siswa..................................................................... 82 B. Paparan Data .......................................................................... 84 1. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 1 Malang ................................................................. 84
2. Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang ................................................................. 95
3. Faktor pendukung dan penghambat dalam Penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 1 Malang ............... 97
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ............................ 103 1. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 1 Malang ............................................................... 104
2. Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang ............................................................... 107
3. Faktor pendukung dan penghambat dalam Penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 1 Malang ............. 108
BAB VI PENUTUP .......................................................................... 113 Kesimpulan ................................................................................... 113 Saran .............................................................................................. 114 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman Tabel 2.1 Perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian sekarang 10 Tabel 4.1 Tugas komponen sekolah ................................. 73 Tabel 4.2 Nama kegiatan ekstrakurikuler ....................... 77 Tabel 4.3 Keadaan guru pada SMAN 1 Malang . 80 Tabel 4.4 Jumlah siswa .......... 83 Tabel 4.5 Daftar nilai mata pelajaran sejarah siswa kelas X.6 96
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Instrumen Penelitian Lampiran 2 : Hasil Wawancara Lampiran 3 : Foto Dukumentasi Penelitian Lampiran 4 : Bukti Konsultasi Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian Lampiran 6 : Surat Keterangan Penelitian Lampiran 7 : Silabus Lampiran 8 : RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Lampiran 9 : Struktur Organisasi Sekolah Lampiran 10 : Biodata Mahasiswa
ABSTRAK
Ismail, Syarof Nursyah. 2010. Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang. Skripsi. Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas Tarbiyah. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Dr. H. Abdul Bashith, S.Pd. M.Si.
Kata Kunci: Contextual Teaching and Learning (CTL), Pembelajaran Sejarah
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, lebih memberdayakan siswa dan tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi lebih mendorong siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, pengetahuan awal yang mereka miliki, pengalaman, dan lingkungan siswa. Berpijak pada latar belakang di atas maka permasalahan yang timbul adalah: 1) Bagaimana penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada mata pelajaran sejarah kelas X.6 di SMAN 1 Malang? 2) Bagaimana hasil belajar siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang setelah diterapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)? 3) Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah di SMAN 1 Malang? Adapun tujuan yang ingin diketahui dari permasalahan tersebut di atas adalah: 1) Mendeskripsikan penerapan model CTL (Contextual Teaching and Learning) pada mata pelajaran sejarah siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang. 2) Mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang setelah diterapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). 3) Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran Penelitian yang penulis lakukan ini adalah termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa metode yaitu: metode observasi, metode dokumentasi, dan metode wawancara, adapun yang menjadi responden adalah Ibu Yayuk Ernawati dan Ibu Effi Harsiwiniwati selaku Guru Sejarah dan Siswa kelas X.6 SMAN 1 Malang, kemudian dianalisis melalui pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa selama ini penerapan metode CTL pada Mata Pelajaran Sejarah telah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada indikator siswa dapat mengidentifikasi kebudayaan Sa Huynh dan India yang berpengaruh terhadap kebudayaan Indonesia. Meski masih banyak sekali kendala yang dihadapi dalam penerapan metode ini. Untuk mengatasi berbagai macam kendala yang menghambat, maka guru menggunakan beberapa solusi diantaranya adalah dengan melengkapi sarana yang dibutuhkan atau dengan melakukan perbaikan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama ini memang banyak orang beranggapan bahwa pelajaran sejarah itu hanya merupakan pelajaran hafalan, yang hanya mempelajari masa lalu. Sejarah katanya mirip novel, cerpen, roman atau mungkin dongeng pengantar tidur. Sehingga dalam mempelajari mata pelajaran sejarah menjadi tidak menarik dan membosankan. Oleh sebab itu perlu adanya pemikiran bagaimana supaya mata pelajaran sejarah menjadi menarik, berbobot, disukai dan mendapat tempat dihati setiap orang, khususnya para siswa. Salah satu upaya yang harus dilakukan menurut penulis yaitu mengusahakan penggunaan sistem pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam kegiatan belajar mengajar mata pelajaran sejarah. Menurut Wina Sanjaya, Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata. 1
Selama ini pembelajaran sejarah cenderung pada pembelajaran yang tematik teoristik yaitu pembelajaran yang terdiri dari hafalan belaka. Sehingga banyak terjadi kecenderungan dari siswa bahwa pelajaran sejarah dianggap
1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Media Group, 2007), hlm.
pelajaran yang hanya mempelajari kehidupan di masa lampau belaka sehingga menjadikan pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang sangat membosankan karena berisi cerita-cerita masa lampau. Untuk menanggulangi hal tersebut maka perlu dilakukan altenatif metode pembelajaran sehingga pelajaran sejarah menjadi pelajaran yang menarik minat siswa. Salah satu metode pembelajaran sejarah yang dapat digunakan sebagai alternative metode pembelajaran adalah metode pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Dengan pendekatan kontekstual tersebut siswa diharapkan dapat mengkaitkan materi pelajaran yang diberikan oleh guru dengan kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran belangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan trasnfer pengetahuan dari guru ke siswa. Melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik, lebih memberdayakan siswa dan tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi lebih mendorong siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, pengetahuan awal yang mereka miliki, pengalaman, dan lingkungan siswa. 2
Berangkat dari permasalahan di atas maka peneliti ingin mengangkat sebuah judul Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang. Adapun alasan peneliti mengangkat tema ini adalah agar pembelajaran sejarah yang selama ini oleh siswa dianggap sebagai pembelajaran yang membosankan akan menjadi pembelajaran yang menyenangkan dengan metode Contextual Teaching and Learning (CTL) sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang. Mengingat bahwa SMAN 1 Malang merupakan sekolah unggulan di daerah Malang. B. Pembatasan Masalah Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terfokus dan mendalam, maka permasalahan dalam penelitian ini perlu dibatasi. Penelitian ini diarahkan pada proses pembelajaran dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kelas X.6 di SMAN 1 Malang. Mengingat bahwa banyak materi yang ada pada kelas X, maka peneliti hanya akan
2 Nurhadi dan Gerrad Senduk Agus, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), hlm.
meneliti dengan menggunakan Standar Kompetensi (SK) adalah Menganalisis Peradaban Indonesia dan Dunia, Kompetensi Dasar (KD) adalah Peradaban Awal Masyarakat di Dunia yang Berpengaruh Terhadap Peradaban Indonesia. C. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada mata pelajaran sejarah kelas X.6 di SMAN 1 Malang? 2. Bagaimana hasil belajar siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang setelah diterapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)? 3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah di SMAN 1 Malang? D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan penerapan model CTL (Contextual Teaching and Learning) pada mata pelajaran sejarah siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang. 2. Mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang setelah diterapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). 3. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang. E. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan dapat di peroleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Bagi masyarakat Malang khususnya masyarakat sekitar SMAN 1 Malang diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan refleksi sebagai pertimbangan dalam memilihkan sekolah untuk menyekolahkan anak- anaknya di lembaga yang berkualitas dan mempunyai karakter. 2. Bagi SMAN 1 Malang, diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan dalam rangka pengambilan kebijakan untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan pendidikan di masa yang akan datang. Serta diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan dan acuan dalam peningkatan kualitas implementasi proses pembelajaran terkait dengan semua aspek pendukungnya. 3. Bagi peneliti di bidang pendidikan, diharapakan hasil penelitian ini dapat mendorong dilakukannya penelitian yang lebih mendalam sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih dalam dan luas mengenai seluk beluk pendidikan pada SMAN 1 Malang sebagai acuan perbaikan kualitas pendidikan pada umumnya. 4. Bagi guru, dapat menambah pengalaman dalam memahami karakteristik siswa dan kemampuannya belajar berkaitan dengan materi pelajaran yang diberikan, sehingga aktivitas proses belajar mengajar dapat dilaksanakan secara maksimal dan efektif. 5. Bagi sekolah, dapat memberi masukan yang positif khususnya bagi kepala sekolah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas pembelajaran sejarah di sekolah. 6. Bagi siswa, diharapkan dengan adanya penelitian ini akan membantu siswa dalam proses pembelajan mata pelajaran sejarah, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. F. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman secara menyeluruh tentang skripsi ini, maka sistematika laporan dan pembahasannya telah disusun sebagai berikut: Bab I, merupakan bab pendahuluan yang membahas berbagai gambaran singkat dan mencapai tujuan penulisan yang meliputi: latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II, berisikan kajian pustaka yang terdiri dari kajian penelitian terdahulu dan kajian teoritis membahas tentang teori-teori yang akan digunakan sebagai acuan dalam membahas hasil penelitian. Adapun teori-teori tersebut terdiri dari konsep pembelajaran, pengertian mata pelajaran sejarah, tinjauan tentang pembelajaran kontekstual, langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual, pengertian prestasi belajar, dan penilaian atau pengukuran prestasi belajar. Bab III, berisi tentang metodologi penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, data dan sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian. Bab IV, berisi tentang paparan data hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan metode dan prosedur yang berlaku. Adapun yang diuraikan dalam bab empat yakni: sejarah berdirinya SMAN 1 Malang, visi dan misi, paparan dan analisis data meliputi: pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, langkah- langkah penerapan pembelajaran kontekstual, indikator keberhasilan, serta faktor-faktor yang menunjang dan menghambat dalam menggunakan pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran sejarah. Bab V, berisi tentang pembahasan dari paparan data yang diperoleh berdasarkan teori yang ada. Bab VI, merupakan kesimpulan dari seluruh rangkaian pembahasan, baik dalam bab pertama, kedua, ketiga maupun keempat. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan saran sebagai perbaikan dari segala kekurangan dan disertai dengan lampiran-lampiran.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Penelitian Terdahulu Dalam sebuah penelitian yang telah dilakukan dengan tema judul skripsi Studi Komparasi Hasil Belajar Antara Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan Pendekatan Konvensional Dalam Pembelajaran Sejarah Siswa Kelas X Semester Genap Sma Negeri 1 Pejagoan Kabupaten Kebumen tahun Ajaran 2006/2007, oleh Dhina Ratnafuri tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar sejarah antara siswa yang menggunakan pendekatan kontekstual dan siswa yang menggunakan pendekatan konvensional pada siswa kelas X semester genap SMA Negeri I Pejagoan Kabupaten Kebumen tahun ajaran 2006/2007. Kesimpulan selanjutnya adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas X semester genap SMA Negeri I Pejagoan Kabupaten Kebumen tahun ajaran 2006/2007. Oleh karena itu disarankan agar penerapan pendekatan kontekstual disosialisasikan dan digunakan sebagai alternative dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Selain itu agar diadakan penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari penelitian lain. 3
Dalam penelitian yang lain dengan judul Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Disertai Lemba Kerja
3 Skripsi Dhina Ratnafuri, Studi Komparasi Hasil Belajar Antara Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan Pendekatan Konvensional Dalam Pembelajaran Sejarah Siswa Kelas X Semester Genap Sma Negeri 1 Pejagoan Kabupaten Kebumen tahun Ajaran 2006/2007, tahun 2007
Siswa Untuk Meningkatkan Proses Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII A SMPN 1 Kemusu Boyolali Tahun Pelajaran 2008/2009, oleh Sulistyanto, tahun 2009, menyatakan bahwa Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Disertai Lembar Kerja Siswa Untuk Meningkatkan Proses Dan Hasil Belajar Biologi Siswa. 4
Dalam penelitian lain dengan judul Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Geografi Materi Pokok Unsur Sosial Wilayah Indonesia (Studi Deskriptif di Kelas VIII Semester Gasal SMP Negeri 40 Semarang Tahun ajaran 2006/2007), oleh Agus Supriyanto, tahun 2007. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SMP 40 Semarang dapat diketahui bahwa implementasi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran pengetahuan sosial geografi materi pokok unsur sosial wilayah Indonesia sudah dalam kriteria cukup, yaitu mencapai 57,6%. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prestasi belajar siswa pada materi pokok unsur sosial wilayah Indonesia kelas VIII SMP Negeri 40 Semarang tahun ajaran 2006/2007 dalam kriteria baik, yaitu nilai rata-ratanya mencapai 6,7. Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan prinsip belajar tuntas dengan standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) 6,5 sudah tercapai. 5
Adapun perbedaan yang sangat mendasar dari penelitian terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
4 Skripsi Sulistyanto, Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Disertai Lemba Kerja Siswa Untuk Meningkatkan Proses Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII A SMPN 1 Kemusu Boyolali Tahun Pelajaran 2008/2009, tahun 2009 5 Skripsi Agus Supriyanto, Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Geografi Materi Pokok Unsur Sosial Wilayah Indonesia (Studi Deskriptif di Kelas VIII Semester Gasal SMP Negeri 40 Semarang Tahun ajaran 2006/2007), tahun 2007 Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Sekarang No Nama Peneliti Judul Pendekatan dan jenis penelitian Teknik Pengumpulan Data Hasil Penelitian 1 Dhina Ratnafuri (2007) Studi Komparasi Hasil Belajar Antara Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan Pendekatan Konvensional Dalam Pembelajaran Sejarah Siswa Kelas X Semester Genap Sma Negeri 1 Pejagoan Kabupaten Kebumen tahun Ajaran 2006/2007 Kuantitatif Angket Wawancara ada perbedaan hasil belajar sejarah antara siswa yang menggunakan pendekatan kontekstual dan siswa yang menggunakan pendekatan konvensional pada siswa kelas X semester genap SMA Negeri I Pejagoan Kabupaten Kebumen tahun ajaran 2006/2007. Kesimpulan selanjutnya adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas X semester genap SMA Negeri I Pejagoan Kabupaten Kebumen tahun ajaran 2006/2007 2 Sulistyanto Penerapan Pendekatan Kualitatif Observasi Pembelajaran ( 2009) Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Disertai Lemba Kerja Siswa Untuk Meningkatkan Proses Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII A SMPN 1 Kemusu Boyolali Tahun Pelajaran 2008/2009 PTK Wawancara Dokumentasi Contextual Teaching and Learning (CTL) Disertai Lembar Kerja Siswa Untuk Meningkatkan Proses Dan Hasil Belajar Biologi Siswa 3 Agus Supriyanto, (2007) Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Geografi Materi Pokok Unsur Sosial Wilayah Indonesia (Studi Deskriptif di Kelas VIII Semester Gasal SMP Negeri 40 Semarang Tahun ajaran 2006/2007) Kualitatif Observasi Wawancara Dokumentasi implementasi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran pengetahuan sosial geografi materi pokok unsur sosial wilayah Indonesia sudah dalam kriteria cukup, yaitu mencapai 57,6%. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prestasi belajar siswa pada materi pokok unsur sosial wilayah Indonesia kelas VIII SMP Negeri 40 Semarang tahun ajaran 2006/2007 dalam kriteria baik, yaitu nilai rata-ratanya mencapai 6,7 4 Syarof Nursyah Penerapan Model Kualitatif Observasi Pembelajaran Ismail (2010) Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang deskriptif Wawancara Dokumentasi kontektual pada mata pelajaran sejarah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X.6 SMAN 1 Malang, meski masih banyak ditemui kendala dalam penerapan pembelajaran kontektual.
B. Kajian Teoritis 1. Hakekat Pembelajaran Kontekstual a) Pengertian Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. 6
Pembelajaran Kontekstual dirancang dan dilaksanakan berdasarkan landasan filosofis Kontruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengontruksi pengetahuan dibenak pikiran mereka,
6 Republik Indonesia, Undang-Undang Sisdiknas (Bandung:Citra Umbara, 2006), hlm. 5
karena pada dasarnya pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proporsi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Definisi pembaelajaran kontekstual secara umum belum disepakati oleh para ahli, tetapi tentang dasar dan unsur-unsur kuncinya lebih banyak disepakati. Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai nama. Di negeri Belanda berkembang apa yang disebut dengan Realistic Mathematic Education (RME) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang apa yang disebut Contexstual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Sementara itu di Michigan juga berkembang Connected Mathematic Projec (CMP) yang bertujaan mengintegrasikan ide matematika ke dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan siswa dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan baik dan mudah. 7
Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dengan penuh makna. Yang dimaksud konteks disini adalah tujuan, isi, sumber, target, guru, metode, hasil, kematangan, dan lingkungan. 8
7 Nurhadi dan Gerrad Senduk Agus, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), hlm.11 8 Ibid,. hlm.15 Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. 9
b) Penerapan Pembelajaran Kontekstual 1) Perencanaan Pembelajaran. Perencanaan pembelajaran adalah rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran/interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Kegiatan perencanaan pembelajaran oleh guru meliputi penyusunan perangkat pembelajaran antara lain: Program Tahunan (PROTA), Program Semester (PROMES), Silabus, Rencana Pembelajaran, Buku Siswa serta Instrumen Evaluasi, yang mengacu pada format pembelajaran kontekstual. 2) Proses Pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan konteksutal, proses belajar mengajar didominasi oleh aktifitas
9 Ibid,. hlm.13 siswa sedangkan guru hanya berperan sebagi fasilitator bagi siswa dalam menemukan suatu konsep atau memecahkan suatu masalah. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga dilaksanakan di luar kelas atau lingkungan sekitar dengan menggunakan berbagai media pembelajaran yang efektif dan menggunakan strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pendekatan kontekstual. Dalam pembelajaran kontekstual sumber belajar tidak hanya berasal dari guru tetapi dari berbagai sumber, seperti buku paket, media masa, lingkungan dan lain-lain. 3) Evaluasi Pembelajaran Kegiatan evaluasi dalam pembelajaran kontekstual mengacu pada prinsip penilaian yang sebenarnya (authentic assesment). Kegiatan evaluasi dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran, dengan menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber yang mengukur semua aspek pembelajaran, yaitu: proses, kinerja dan produk c) Prinsip Penerapan Pembelajaran Kontekstual. Dalam penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual guru harus memegang beberapa prinsip pembelajaran berikut ini: 1) Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental. 2) Membentuk kelompok belajar yang saling bergantung 3) Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri. 4) Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of student). 5) Memperhatikan multi-intelegensi (multiple inteligences) siswa. 6) Melakukan teknik-teknik bertanya (questioning). 7) Menerapkan penilaian authentic (authentic assessment). d) Strategi Pembelajaran yang Berasosiasi dengan Pembelajaran Kontekstual Berbagai strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual yaitu: 1) Pengajaran Berbasis Masalah. Pengajaran berbasis masalah (Problem-based learning) adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. 10
Pengajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya bagaimana belajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Proses belajar mengajar tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya ide secara terbuka. Secara garis besar proses belajar mengajar terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat
10 Ibid,. hlm.56
memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. 2) Pengajaran Kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling tenggang rasa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Manusia mempunyai derajat potensi, latar belakang historis serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat saling asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar saja tetapi juga sesama siswa. Pengajaran kooperatif (Cooperative Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. 11
3) Pengajaran Berbasis Inkuiri. Merupakan pembelajaran yang mendorong siswa untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep- konsep atau prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk melakukan percobaan yang memungkinkan siswa untuk
11 Ibid,. hlm.60
menemukan sendiri prinsip-psinsip atau konsep-konsep. Belajar dengan menemukan dapat diterapkan dalam banyak mata pelajaran. Belajar dengan penemuan mempunyai berbagai keuntungan. Pembelajaran dengan inkuiri memacu keinginan siswa untuk mengetahui, memotifasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya hingga mereka menemukan jawabannya. 4) Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas. Pengajarn berbasis proyek/tugas terstruktur (Project-Based Learning) membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dimana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah authentic termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenalkan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam menkonstruksi atau membentuk pembelajaran dan membawanya dalam produk nyata. Siswa diberiakan tugas atau proyek yang kompleks, sulit, lengkap. Tetapi realistis atau autentik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas mereka. 12
12 Ibid,. hlm.77 5) Pengajaran Autentik Pengajaran Autentik yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenalkan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Siswa sering kali mengalami kesulitan dalam menerapkan ketrampilan yang telah mereka dapatkan di sekolah kedalam kehidupan nyata sehari-hari karena keterampilan-keterampilan itu lebih diajarkan dalam konteks sekolah dari pada dalam konteks kehidupan nyata. 13
Dengan begitu siswa akan belajar menerapkan ketrampilan akademik seperti pengumpulan informasi, menghitung, menulis, dan berbicara di dalam konteks kehidupan nyata. e) Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Johnson dalam bukunya Nurhadi, ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), seperti dalam rincian berikut: 1) Melakukan hubungan yang bermakna (Making meaningful connection) Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (Learning by doing)
13 Ibid,. hlm.77
2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (Doing significant work) Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai perilaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat. 3) Belajar yang diatur sendiri (Self-regulated learning) Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata. 4) Bekerja sama (Collaborating) Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi. 5) Berpikir kritis dan kreatif (Critical and creative thinking) Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, membuat sintesis, mengatasi masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti- bukti. 6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (Nurturing the individual) Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa. 7) Mencapai standar yang tinggi (Reaching high standards) Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan motivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut Excellence 8) Menggunakan penilaian autentik (Using authentic assessment) Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya: siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari dalam pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan pelajaran bahasa Inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu sekolah, atau membuat penyajian perihal emosi mobil. 14
f) Tujuh Komponen Penerapan Contextual Teachingand Learning (CTL) Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL) di kelas. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan Contextual Teachingand Learning (CTL) jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan untuk melaksanakan hal itu tidak sulit, pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL)
14 Ibid,. hlm.13-14
dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, dan di kelas yang bagaimanapun keadaannya. Keterkaitan ketujuh komponen tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini:
Dari masing-masing komponen tersebut akan dijelaskan dalam uraian berikut: 1) Konstruktivisme (Costructivism) Konstruktivisme merupakan langkah berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia Konstruktivisme (Contructivism) Masyarakat Belajar (Learning Community) Pemodelan (Modelling) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment) Bertanya (Questioning) Menemukan (Inquiry) Refleksi (Reflection) sedikit demi sedikit. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap diambil untuk diingat tetapi manusia harus mengkontruksi (membangun) pengetetahuan itu dan memberi makna melalui pengetahuan nyata. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Dalam hal ini seorang guru dituntut berkreatifitas bagaimana ia dapat mengkaitkan pengetahuan sebelumnya yang dimiliki siswa kedalam materi selanjutnya. Dalam buku The Memory Book, Harry Lorayne dan Jerry Lucas menulis anda bisa mengingat sepotong informasi jika diasosiasikan dengan sesuatu yang telah anda ketahui atau ingat sebelumnya. Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa, untuk benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, dan selalu bergulat dengan ide-ide. Tugas pendidik tidak hanya menuangkan atau menjejalkan sebuah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat beguna tertanam kuat dalam benak siswa. Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara: (a) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa. (b) Memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri. (c) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. 15
2) Menemukan (Inquiry) Menemukan sendiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh diharapkan bukan hanya dari hasil mengingat seperangkat fakta tetapi hasil itu juga diperoleh dari hasil menemukan sendiri. Seorang guru sebisa mungkin merancang pembelajaran yang mendorong anak untuk menemukan sendiri fakta (rumus) dari hasil penemuannya dan tentu saja melalui bimbingan guru. Membiarkan siswa menemukan sendiri tanpa bimbingan sama saja membiarkan sibuta berjalan tanpa arah. Namun demikian seorang guru juga harus mengetahui tingkat pengetahuan anak didiknya, sehingga inquiri dapat berjalan lancar. Kegiatan inkuiri sebenarnya sebuah siklus. Siklus itu terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: (a) Merumuskan masalah.
15 Ibid,. hlm.33
(b) Mengumpulkan data melalui observasi. (c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya. (d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya lainnya. (e) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audien yang lain. 16
Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL), dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas. Selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam meumuskan kesimpulan. Asas menemukan seperti yang digambarkan di atas, merupakan asas yang penting dalam pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL). Melalaui proses berpikir yang sistematis seperti di atas, diharapkan siswa
16 Ibid,. hlm.43
memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreatifitas. 17
3) Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseoarang selalu dari bertanya. Bertanya merupakan strategi guru untuk menilai kemampuan berpikir siswa. Dengan bertanya seorang guru dapat membimbing siswa kearah tujuan pembelajaran yang diinginkan. Bagi siswa bertanya merupakan langkah untuk menggali informasi dan mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahui. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: (a) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi. (b) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. (c) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu. (d) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan. (e) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu. Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya hampir selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan
17 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Media Group, 2007), hlm. 269 guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan. 18
4) Masyarakat Belajar (Learning Community) Learning Community atau masyarakat belajar mengandung arti sebagai berikut: (a) Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai gagasan dan pengalaman. (b) Ada kerjasama untuk memecahkan masalah. (c) Pada umumnya hal kerja kelompok lebih baik daripada kerja secara individual. (d) Ada rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama. (e) Upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat diadakan. (f) Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak lainnya. (g) Ada rasa tanggung jawab dan kerjasama antara anggota kelompok untuk saling memberi dan saling menerima. (h) Ada fasilitator atau guru yang memandu proses belajar dalam kelompok. (i) Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah. (j) Ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik.
18 Ibid,. hlm. 264
(k) Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain. (l) Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja. (m) Dominasi siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan agar yang lambat atau lemah bisa pula berperan. (n) Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti learning community. 19
Pada konsepnya learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Lerning community bisa terjadi jika ada komunikasi dua arah. Seorang guru yang mengajari siswanya bukan contoh learning berbagi informasi mengenai apa yang diketahui. Guru disarankan melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar yang heterogen. Sehingga siswa yang pandai dapat menjadi sumber belajar bagi siswa lainnya. Namun guru juga harus merancang bahwa tidak ada siswa yang merasa bahwa dirinya lebih unggul dari siswa lainnya. Peran guru sebagai pembimbing tetap sangat diperlukan. 5) Pemodelan (Modelling) Yang dimaksud dengan pemodelan (Modelling) adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa. 20
19 Ibid,. hlm.47-48 20 Ibid,. hlm.265 Model yang dapat ditiru itu bisa berupa cara mengoprasikan sesuatu, cara melakukan sesuatu, atau cara mengerjakan sesuatu tergantung materi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Menyuruh seorang siswa untuk menyelesaikan soal kepapan tulis dapat berarti model, atau mendatangkan seorang ahli kekelas juga dapat disebut model. Membuat model pembelajaran melaluli media yang tersedia di sekolah juga adalah suatu usaha yang dapat dilakukan guru. 6) Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru saja dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru saja diterima. 21
Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu dapat mengendap dibenak siswa. Pada akhir pelajaran guru dapat menyisakan waktu sejenak untuk mengadakan refleksi. Realisasinya dapat berupa antara lain: (a) Pertanyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh siswa hari itu. (b) Membuat catatan atau jurnal hasil belajar. (c) Diskusi.
21 Ibid,. hlm.51
7) Penilaian Yang Sebenarnya (Autentic Assesment) Assessment adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur prestasi belajar (achievement) siswa sebagai hasil dari suatu program instruksional. Rumusan ini menunjukkan, bahwa hasil assessment terhadap siswa dapat digunakan sebagai bukti yang patut dipertimbangkan dalam rangka evaluasi pengajaran. Jadi, assessment bukan hanya menilai siswa melainkan sangat fungsional untuk menilai sistem pengajaran itu sendiri. 22
Katakteristik Autentic Assessment antara lain: (a) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran. (b) Bisa digunakan untuk formatif dan sumatif. (c) Yang diukur keterampilan bukan mengingat fakta. (d) Terintegrasi. g) Langkah-Langkah Penerapan Contextual Teachingand Learning (CTL) Ada beberapa langkah atau tahapan dalam model pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL), yaitu: 1) Motivasi Salah satu aspek penting dalam mengajar adalah membangkitkan motivasi anak untuk belajar karena. Mengapa dikatakan penting, adalah karena motivasi seseorang adalah bagian internal manusia. Dia menetapkan alasan dan membuat keputusannya sendiri berdasarkan penglihatannya (perception)
22 Hamalik Oemar, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 146 terhadap lingkungannya. Tentang bagaimana guru mempengaruhi motivasi siswa adalah dengan menciptakan situasi eksternal sehingga siswa akan bertindak sesuai dengan yang diharapkan. 23
Sebelum memulai pelajaran, guru mengadakan tanya jawab pada siswa mengenai kegiatan yang mereka lakukan. Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk mencari alat bantu yang akan dipakai dalam proses pembelajaran. 2) Pemahaman Apabila sudah ditemukan oleh siswa berbagai aktifitas atau kegiatan yang mereka lakukan, tugas guru berikutnya adalah memperjelas kembali konsep yang akan dipelajari atau ditemukan oleh siswa tersebut. Apabila memungkinkan, guru menyediakan fasilitas yang relevan dengan konsep yang akan dipelajari. Fasilitas ini bisa bersifat internal seperti, tape, video, LCD, atau hal lain yang memungkinkan anak bisa belajar secara langsung. Bisa juga melakukan kegiatan guru tamu, dengan mendatangkan nara sumber asli, misalnya pengenalan profesi atau budaya dari daerah lain. Bisa juga mengadakan kunjungan keluar sesuai dengan konsep pembelajaran yang sedang dilakukan. 3) Kemahiran Agar pembelajaran kontekstual ini lebih bermakna, pengetahuan yang telah diperolehnya dapat diaplikasikan dengan
23 Abdul Aziz W, Metode Dan Model-Model Mengajar (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), hlm. 26
cara hand-on dan seterusnya dapat mencetuskan pemikiran siswa (minds-on). 4) Penilaian Penilaian dalam pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu secara tertulis dan observasi. Dengan penilaian yang bervariasi tersebut maka akan dapat dilihat secara terus menerus kemajuan siswa dalam melakukan kegiatannya. 24
Secara garis besar langkah dalam pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL) adalah sebagai berikut: 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4) Ciptakan masyarakat belajar. 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan. 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (www. Dikdasmen. doc). 25
2. Mata Pelajaran Sejarah Sejarah mempunyai arti yang sama dengan kata-kata history (Inggris), Geschichte (Jerman), dan Geschiedenis (Belanda).
24 Sulhan Najib, Pengembangan Karakter Pada Anak: Manajemen Pembelajaran Guru Menuju Sekolah Efektif (Surabaya: Intelektual Club, 2006), hlm. 150 25 www. Dikdasmen. org/Files/KTSP/SMP/Pengembangan Model Pembelajaran Efektif-SMP. doc Semuanya mengandung arti yang sama ialah cerita tentang peristiwa dan kejadian pada masa lampau. Peristiwa dan kejadian itu benar-benar terjadi pada masa lampau. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W. J. S. Poerwadarminta 1952 halaman 646 disebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian: a) Kesusasteraan lama: silsilah dan asal-usul. b) Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. c) Ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. 26
Mata pelajaran sejarah adalah salah satu mata pelajaran bagian dari satu bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang sebagian besar materinya membicarakan tentang peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan pada masa lampau. Dengan demikian seorang guru sejarah harus dapat menggambarkan secara langsung materi-materi yang diberikan dengan keadaan yang sebenarnya di masa lampau. Mata pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan atau peristiwa-peristiwa penting dimasa lampau dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan sendi-sendi kehidupan lainnya dalam masyarakat. Salah satu fungsi utama mata pelajaran sejarah adalah mengabdikan pengalaman-pengalaman masyarakat diwaktu lampau, yang sewaktu-waktu bisa menjadi bahan
26 Hugiono dan Poerwantana. Pengantar Ilmu Sejarah (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hlm. 1
pertimbangan bagi masyarakat itu dalam memecahkan problema-problema yang dihadapinya. Menurut Hartono Kasmadi tujuan luhur dari pelajaran sejarah adalah untuk menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, bangsa dan negara serta sadar untuk menjawab untuk apa ia dilahirkan. Pelajaran sejarah merupakan salah satu unsur utama dalam pendidikan politik bangsa. Lebih jauh lagi pengajaran sejarah merupakan sumber inspirasi terhadap hubungan antar bangsa dan negara. Siswa memahami bahwa ia merupakan bagian dari masyarakat negara dan dunia. 3. Prestasi Belajar a) Pengertian Prestasi Belajar Siswa Yang dimaksud dengan prestasi siswa di sini adalah hasil belajar siswa yang telah dicapai dari suatu aktifitas yang dilakukan seseorang pada suatu saat, karena prestasi itu dibatasi oleh waktu, yaitu pada suatu waktu prestasi seseorang bisa naik dan dilain waktu bisa menurun. Lebih lanjut penulis mengkehendaki adanya pengertian yang lebih definitif, yaitu pengertian yang lebih mendekati kebenaran dalam hubungannya dengan lambang yang dipakai untuk mengetahui suatu prestasi seperti angka-angka atau huruf-huruf dan bentuk-bentuk kode lainnya, maka dalam hal ini perlu tinjauan bagaimana mengajar yang berhasil atau berprestasi. Sehubungan dengan hal tersebut, makadalam bukunya Didaktik metodik mengatakan: Mengajar yang berhasil, di mana dalam mengajar itu akan menghasilkan tanggapan atau pengertian yang tahan lama dan bermanfaat bagi kehidupan anak serta ia dapat menggunakannya di dalam kehidupan. Untuk itu harus diciptakan suasana yang gembira, membuat keterangan-keterangan untuk menjelaskan, dan pelajaran harus mengesankan kepada anak ditunjukkan dan diyakini bahwa pelajaran yang diterima itu sangat bermanfaat atau berguna untuk kepentingan kehidupan. 27
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi siswa adalah kecakapan dari suatu usaha atau latihan dan pengalaman dalam bentuk tingkah laku yang mengandung unsur-unsur pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Dan inilah yang dapat diukur seperti tes atau ujian, atau setelah diminta untuk menyelesaikan sesuatu tugas atau menyelesaikan suatu permasalahan. Hasil dari alat- alat pengukur inilah yang kemudian dinilai dalam bentuk angka sebagai nilai prestasi siswa. Sedangkan angka yang digunakan dalam penilaian bukan hal yang sangat absolut untuk menentukan suatu prestasi siswa, akan tetapi merupakan lambing yang mempunyai arti tersendiri, seperti angka 6 yang mempunyai arti sedang, angka 8 mempunyai arti baik, demikian pula kode-kode lainnya, dan fungsinya adalah sebagai alat bantu dalam pengajaran. Oleh karena itu bukanlah suatu ukuran obyektif sebagai prestasi, melainkan alat bantu berharga
bagi proses didaktik yang berguna bagi guru-guru dan siswa sebagai pedoman orientasi. Melihat uraian di atas, maka ketidak obyektifan alat-alat yang dipakai dalam mengukur prestasi itu, bukanlah alat-alat itu tidak obyektif, akan tetapi prestasi itu sendiri sama halnya dengan intelegensi yang dapat dipandang dan dibandingkan secara relatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa bukanlah angka, huruf atau kode-kode yang dipakai dalam pengajaran, akan tetapi prestasi siswa adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang belajar dalam bentuk pola tingkah laku yang membentuk kepribadiannya, kemudian dinilai dengan angka, huruf, kode-kode lainnya yang mempunyai arti sendiri dalam proses pengajaran. b) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa 1) Faktor Intern yang berasal dari dalam diri si anak sendiri. Diantara faktor intern ini adalah: (a) Intelegensi Tidak ada yang menyangkal bahwa intelegensi berpengaruh terhadap prestasi siswa. Siswa yang intelegensinya tinggi dapat diramalkan bahwa ia akan mampu menyelesaikan studinya dengan lancar dan baik serta prestasi yang memuaskan. Sebaliknya siswa yang intelegensinya rendah dimungkinkan akan lambat dan banyak menemui kesukaran dalam belajarnya 28 . Rupa-rupanya intelegensi ini telah banyak menarik perhatian para psikolog dan paedagog, sehingga tidak sedikit diantara mereka yang mengadakan penyelidikan dan membuat definisi tentang intelegensi, antara lain W. S. Winkel dalam bukunya Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar mengatakan bahwa, Intelegensi adalah kemampuan untuk mencapai prestasi-prestasi di sekolah yang di dalamnya berpikir main peranan. Intelegensi ini juga disebut kemampuan intelektual atau kemampuan akademik. Intelegensi juga diartikan sebagai suatu perubahan yang sangat baik sebagai yang ternyata dalam suatu aktifitas yang efisien. 29
(b) Faktor Perhatian Faktor perhatian juga merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha belajar anak. Untuk dapat menjamin belajar yang baik anak harus ada pengertian dan perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Tidak mungkin kegiatan belajar terjadi tanpa adanya perhatian dari pihak siswa 30 . Jadi sikap anak dalam belajar ada yang menunjukkan positif dan ada pula yang menunjukkan sikap negatif. Ia akan menunjukkan sikap positif apabila pelajaran yang diajarkan oleh guru itu disertai dengan perasaan yang menyenangkan sehingga
28 Winkel, W. S, Psikologi Pendidikan Dan Evaluasi Belajar (Jakarta: PT. Gramedia, 1984), hlm. 24 29 Whitherington, Ahli Bahasa M. Buchori, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Aksara Baru, 1985), hlm. 198 30 Abu Ahmadi, Psikologi Belajar ( Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1990), hlm. 150 menimbulkan perhatian pada anak. Sikap yang menyenangkan inilah akan memupuk keaktifan anak untuk belajar. Tetapi sebaliknya kalau tidak disertai dengan rasa senang tidak mungkin mencapai hasil yang baik. (c) Kondisi Fisik Kondisi fisik berkaitan dengan masalah kesehatan. Agar bisa belajar dengan baik dan tenang diperlukan adanya kondisi fisik yang baik dalam arti keadaan sehat. Bagaimanapun juga kondisi fisik akan mempengaruhi hasil belajar. Maka anak- anak yang sering sakit-sakitan, prestasi belajarnya akan menurun jika dibandingkan dengan anak-anak yang normal 31 . Jadi kondisi fisik pada umumnya melatarbelakangi aktifitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya daripada yang tidak lelah. 32
(d) Faktor Minat Kegiatan belajar anak-anak sangat dipengaruhi oleh minatnya. Dengan adanya minat dapat mendorong perbuatan belajar, sebaliknya dengan tidak adanya minat akan memperlemah usaha-usaha belajar yang baik yang mengakibatkan menurunnya prestasi hasil belajarnya. Untuk itu minat anak didik akan bangkit bila suatu bahan yang diajarkan
31 Tadjab, Pengantar Psikologi Pendidikan (Malang: Biro Ilmiah IAIN Sunan Ampel Malang, 1980), hlm. 62 32 Sumadi, Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 235 sesuai dengan kebutuhan anak didik 33 . Maslow berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya. Jika kebutuhan tadi bisa dipuaskan, kita masih boleh mengharapkan bahwa ketidakpuasan dan kegelisahan yang baru akan cepat berkembang, jika individu tidak mengerjakan apa yang dia senangi. 34
(e) Kemampuan Pembawaan Sebagaimana telah diketahui, bahwa tidak ada dua individu atau orang yang sama, juga di dalam hal kemampuan. Setiap orang mempunyai potensi atau pembawaan serta kemampuan sendiri-sendiri sehingga kemampuan pembawaan ini akan mempengaruhi belajar anak. Kenyataan ada orang yang dikaruniai kemampuan yang tinggi sehingga ia mudah mempalajari sesuatu atau sebaliknya ada orang yang kemampuannya terletak pada taraf yang kurang, sehingga mengalami kesulitan untuk mempelajari sesuatu. Demikian pula anak-anak yang kemampuan pembawaan yang kurang baik, akan lebih mudah dan lebih cepat belajar daripada anak- anak yang kemampuan pembawaannya kurang baik. Dengan demikian bahwa perbedaan-perbedaan dalam mempelajari
33 Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Renika Cipta, 1995), hlm. 51 34 Maslow, AH, Motivasi Dan Perilaku (Semarang: Dahara Prize, 1992), hlm. 31
sesuatu disebabkan antara lain oleh perbedaan taraf kemampuannya. Tetapi perlu pula diketahui, bahwa kemampuan pembawaan ini bukanlah satu-satunya faktor yang paling penting atau paling dominan dalam belajarnya anak. Kekurangan dalam kemampuan pembawaan ini masih dapat diatasi dengan berbagai macam cara, misalnya dengan cara memberikan motivasi sebaik-baiknya, pemberian bimbingan yang lebih banyak, memberikan latihan-latihan yang banyak dan sebagainya. 35
2) Faktor Ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri si anak. Di antara faktor-faktor ekstern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain sebagai berikut: (a) Lingkungan Belajar (1) Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan hidup anak yang mempunyai posisi amat penting dalam memberikan bimbingan kepada anak, sebab sejak semula anak melakukan interaksi belajar di lingkungan keluarga. Karena itu, Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan utama. 36
35 Tadjab, Pengantar Psikologi Pendidikan (Malang: Biro Ilmiah IAIN Sunan Ampel Malang, 1980), hlm. 62 36 Abu Ahmadi, Psikologi Belajar (Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1990), hlm. 81
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subyek manusia (suami istri). Berdasarkan asas cinta yang asasi ini lahirlah anak sebagai penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina kehidupan sang anak. Di dalam suasana cinta dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung seumur anak itu dalam tanggung jawab keluarga. 37
Oleh karena itu, maka keluarga adalah lingkungan yang merupakan posisi amat penting, sehingga di sini tempat anak bernaung. Apabila keadaan keluarga retak (broken home), misalnya terjadi percekcokan antara ayah dan ibu, atau antara orang tua dan anak-anaknya, maka dalam hal ini akan mengganggu konsentrasi belajar si anak. Agar anak-anak lebih konsentrasi dalam belajarnya, diperlukan adanya kasih sayang dari orang tuanya. Oleh Ki Hajar Dewantara dikatakan supaya orang tua (sebagai pendidik) mengabdi kepada anak, dan pengabdian ini semata-mata demi cinta kasih yang kodrati. 38
(2) Lingkungan Sekolah Sekolah adalah lingkungan pendidikan di mana anak mendapatkan lebih banyak pengetahuan daripada
37 Noor Syam, N, Pengertian Dan Hukum Dasar Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), hlm. 14 38 Ibid,. hlm. 14 pembentukan watak, yang mana dengan pengetahuan yang diperoleh itu anak memperoleh kemampuan untuk hidup dalam masyarakat selanjutnya. 39
Lingkungan sekolah ini dipandang sebagai lingkungan yang kedua sesudah lingkungan keluarga. Sekolah sebagai penunjang dalam mencapai tujuan pendidikan, karena anak belajar di sekolah biasanya sudah didasari kebiasaan dan ketauladanan di rumah. Pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga, juga sekaligus merupakan lanjutan pendidikan dalam keluarga. Di samping itu, kehidupan di sekolah adalah merupakan jembatan bagi anak, yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak 40 . Jadi pendidikan di sekolah sudah lebih mengarah pada fungsi-fungsi rohaniyah anak dengan jalan pengajaran ilmu pengetahuan yang memberi pengertian, pemahaman tentang tingkah laku dan kebiasaan yang telah mereka terima dan mereka dapatkan dari lingkungan keluarga mereka, sehingga lahirnya tingkah laku dan kebiasaan itu tidak lagi bersifat verbalis, melainkan dengan suatu kesengajaan, karena adanya pengertian dan perasaan
39 H. M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 116 40 Indrakusuma, Amir Daien, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hlm. 111
akan manfaat dari kebiasaan-kebiasaan tersebut untuk dirinya. Di sekolah di bawah asuhan guru-guru, anak-anak memperoleh pengajaran dan pendidikan. Anak-anak belajar berbagai macam pengetahuan dan keterampilan, yang akan dijadikan bekal kehidupan nanti di masyarakat. Memberikan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada anak untuk kehidupan nanti inilah sebenarnya tugas utama dari sekolah. (3) Lingkungan Masyarakat Lingkungan masyarakat ini mempunyai kesamaan dengan keadaan lingkungan sekolah dan keluarga, yaitu sama-sama berpengaruh dalam menunjang proses belajar anak, hasil belajar anak yang berada dalam lingkungannya yang sudah maju lain dengan hasil belajar anak yang berada dalam lingkungan yang belum maju. Dalam lingkungan ini biasanya yang besar pengaruhnya adalah teman bergaulnya. Dalam hal ini Mochtar Yahya dalam bukunya Fannut Tarbiyah, yang penulis kutip dari buku metodik khusus pendidikan agama, mengatakan: Saling meniru diantara anak dengan temannya sangat cepat dan kuat. Pengaruh lawan adalah sangat besar terhadap akal dan akhlaknya, sehingga dengan demikian kita dapat memastikan bahwa hari depan untuk anak adalah tergantung kepada keadaan masyarakat di mana ia berada dan bergaul. Anak yang hidup diantara tetangga-tetangga yang baik, akan menjadi baiklah dia sebaliknya anak yang hidup diantara orang- orang yang buruk akhlaknya akan menjadi bururuklah akhlaknya. 41
Jadi pengaruh lingkungan itu dapat dikatakan positif, apabila lingkungan tersebut memberikan motivasi dan stimulus kepada anak untuk melakukan hal-hal yang baik, baik dan berguna bagi anak itu sendiri maupun baik dan berguna bagi kehidupan bersama. Sebaliknya pengaruh lingkungan negatif apabila keadaan masyarakat itu tidak dapat menunjang adanya pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Pengaruh yang bersifat negatif itu tidak terhitung banyaknya di dalam masyarakat. Dan anehnya pengaruh yang negatif ini sangat mudah diterima oleh anak, dan sangat kuat meresap dihati anak. 42
c) Penilaian atau Pengukuran Prestasi Belajar Siswa Dalam dunia pengajaran, penilaian atau pengukuran itu sangat diperlukan oleh mereka yang berkompeten dalam pendidikan terutama di sekolah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh dari
41 Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Offset Printing, 1981), hlm. 53 42 Indrakusuma, Amir Daien, Op. Cit., hlm. 115 hasil yang telah dicapai dalam proses kegiatan belajar mengajar, khususnya yang berlangsung di sekolah, guru mengajar di satu pihak dan siswa belajar di satu pihak. Oleh karena itu kegunaan penilaian dan pengukuran sangat penting artinya dalam pengajaran, dalam hal ini Abu Ahmadi menjelaskan tentang kegunaan penilaian atau pengukuran sebagai berikut: 1) Untuk mengontrol apakah anak telah bisa menerima serta memahami bahan pengajaran yang telah diterangkan sebelumnya oleh guru. 2) Untuk mengontrol apakah anak telah melaksanakan petunjuk- petunjuk yang telah diberikan. 3) Untuk mengetahui sampai di mana kemauan, keuletan dan kemampuan anak terhadap bahan pengajaran. Di sini ditekankan prestasi siswa yang dinyatakan sebagai nilai yang diisikan dalam raport atau nilai terakhir pada akhir tahun ajaran. 43
Sedangkan peranan penilaian atau pengukuran dalam proses belajar mengajar antara lain: 1) Untuk dapat mengetahui dan menetapkan kemajuan belajar serta perkembangan anak didik setelah selesai mengikuti kegiatan proses belajar mengajar dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
43 Abu Ahmadi, Didaktik Metodik (Semarang: CV. Thoha Putra, 1975), hlm. 8 2) Untuk dapat mengetahui hingga sejauh mana keberhasilan metode- metode yang digunakan dan juga sistem pengajarannya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. 3) Untuk dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan serta untuk menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh selanjutnya. 4) Untuk keperluan bimbingan dan pengukuran bagi siswa-siswa dalam mengalami kegagalan dalam suatu program bahan pengajaran tertentu. 5) Untuk keperluan supervisi, baik bagi kepala sekolah maupun bagi tenaga-tenaga teknis pendidikan yang berkompeten. 6) Untuk keperluan bahan laporan kepada orang kepada orang tua siswa atau kepada petugas-petugas pendidikan yang bersangkutan. 44
Dari uraian di atas dapat diketahui betapa pentingnya penilaian atau pengukuran dalam proses belajar mengajar terutama dalam bidang pengukuran prestasi siswa. Untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh para siswa dalam proses belajarnya, maka ada dua teknik yang digunakan yaitu: teknik tes dan teknik non tes. 45
Adapun yang dimaksud dengan tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana tertentu, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah
44 Nasrun Harahap, Teknik Penilaian Hasil Belajar (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 13 45 Imam, Penyusunan Dan Pengelolaan Hasil Tes Dalam Rangka Penilaian Hasil Belajar (Jakarta: CV. Pepara, 1981), hlm. 9 ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya: melengkapi salah satu huruf di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencatat jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan dan sebagainya. 46
Adapun tes yang digunakan untuk menilai atau mengukur hasil belajar siswa adalah banyak sekali, namun dalam pembahasan ini penulis batasi beberapa tes yang berbentuk pertanyaan yang bisa digunakan oleh guru-guru di sekolah yang dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu Tes Obyektif (Objective test) dan Tes Uraian (Essay test). 47
1) Tes Obyektif disebut juga Short Answer Achievement Test. Tes ini disusun sedemikian rupa sehingga skor-skor yang diperoleh dari padanya merupakan skor yang kompeten 48 . Tes objective terdiri dari item-item dengan jalan memilih salah satu alternatif yang benar dari sejumlah alternatif jawaban yang tersedia, baik itu berupa perkataan maupun simbol-simbol. Sedangkan yang termasuk tes objeyektif ini adalah: (a) Benar-Salah (True False) True False adalah satu bentuk tipe tes dari objektif tes yang merupakan sederetan pernyataan (pertanyaan) yang harus ditentukan oleh siswa, apakah pernyataan benar atau salah 49 .
46 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 51 47 Mansyur, Evaluasi Pendidikan Agama (Jakarta: PT. Songo Abadi Inti, 1982), hlm. 14 48 Ibid,. hlm. 19 49 Imam, Penyusunan Dan Pengelolaan Hasil Tes Dalam Rangka Penilaian Hasil Belajar (Jakarta: CV. Pepara, 1981), hlm. 11 Jadi tes ini suatu bentuk tes yang item-itemnya berupa statemen-statemen, di mana si teruji diminta pendapatnya terhadap pernyataan-pernyataan tersebut. Pernyataan pendapat hanya dua alternatif, yaitu: benar atau salah, ya atau tidak. (b) Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice) Multiple Choice yaitu suatu item yang terdiri dari suatu statemen yang belum lengkap. Untuk melengkapi statemen tersebut, disediakan beberapa statemen sambungan. Satu diantaranya adalah sambungan yang benar, sedangkan yang lain adalah tidak benar. Siswa disuruh memilih sambungan yang paling benar untuk statemen yang belum lengkap itu pada lembar jawaban dengan memberi tanda silang, melingkari atau tanda lainnya sesuai dengan petunjuk. Multiple Choice di sini di mana siswa diminta memilih jawaban yang benar diantara beberapa jawaban yang ada. Jadi bentuk soal Multiple Choice ini terdiri dari dua bagian yaitu: (1) Pertanyaan atau pernyataan belum lengkap. (2) Jawaban atau penyempurnaan yang terdiri dari tiga sampai lima kalimat jawaban atau penyempurnaan. 50
(c) Menjodohkan (Matching) Bentuk soal menjodohkan terdiri dari dua kelompok pernyataan yang pararel. Kedua kelompok pernyataan ini
50 Mansyur, Op. Cit., hlm. 24 berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya. Dalam bentuk yang paling sederhana, jumlah soal sama dengan jumlah jawaban, tetapi sebaiknya jumlah jawaban yang disediakan dibuat lebih banyak daripada soalnya karena hal ini akan mengurangi kemungkinan siswa menjawab betul dengan hanya menebak. (d) Menyempurnakan (Completion) Completion tes ini disebut juga tes tes pengisian atau tes penyempurnaan, yaitu tes yang dibuat sedemikian rupa untuk mengetahui atau mencari pengertian si teruji dengan cara menghilangkan beberapa bagian pertanyaan dari suatu kalimat atau suatu tes. Pada tes ini siswa diminta untuk menyempurnakan suatu kalimat atau ungkapan dengan jalan mengisi sepotong atau beberapa patah kata. Tes ini biasanya menurut siswa mengisi titik. 51
2) Tes Essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu tes pertanyaan atau suatu suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian yang relatif panjang. Bentuk-bentuk pertanyaan atau suruhan yang ditujukan pada siswa untuk menjelaskan, membandingkan atau menginterpretasikan dan mencari jawaban atau alternatif yang berbeda. Tes Essay digunakan sebagai alat
51 Ibid,. hlm. 27 pengukur untuk menilai perkembangan dan kemajuan hasil belajar siswa yang titik beratnya untuk mengetahui cara berpikir, penguasaan bahan dan bahasa serta cara mengutarakan pendapat siswa-siswa tentang masalah yang diajukan. 52
52 Imam, Op. Cit., hlm. 13
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitan yang akan mengkaji tentang Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang adalah pendekatan kualitatif karena data-data yang dihasilkan berupa data deskriptif dan ini sesuai dengan pernyataan menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang mengahasilkan data deskripif yang berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Malang, tepatnya berlokasi di Jalan Tugu Utara No. 1 Malang. Adapun alasan memilih lokasi ini adalah karena SMAN 1 Malang merupakan salah satu unggulan yang ada di daerah Malang, sehingga eksistensinya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sekolah-sekolah lain disekitarnya. Oleh karena itu perlu sekali dilaksanaknnya suatu Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang.
C. Populasi dan sampel Menurut Bailey, populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalahsemua siswa kelas X di SMAN 1 Malang.Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti 53 . Penentuan sampel dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara memilih kelas X.6 sebagai obyek, dengan tujuan agar hasil pembelajaran yang akan dilakukan nanti dapat maksimal. D. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini peneliti turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data. Kehadiran peneliti di lapangan sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data-data yang akurat. Setidaknya peneliti di sini mengetahui kegiatan Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang. Dalam hal ini, peneliti bertindak sebagai perencana, pemberi tindakan, pengumpulan data, penganalisisan data, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Karena peneliti merupakan instrumen dalam penelitian ini, maka kehadiran peneliti di lokasi penelitian mutlak diperlukan.
53 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 131 E. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Observasi Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki dalam arti yang luas. Menurut Abu Ahmadi, bahwa observasi adalah suatu cara untuk mengumpulkan keterangan-keterangan yang diinginkan dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung. 54 Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataa. 55
Teknik ini penulis gunakan untuk mengetahui keadaan lingkungan sekolah, keadaan gedung, kantor, ruang kelas, aktifitas kegiatan siswa di dalam kelas, dan lain sebagainya. 2. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi adalah suatu teknik yang dilakukan dalam penelitian melalui dokumen-dokumen, arsip-arsip serta catatan lain tentang suatu obyek. Dikatakan dokumentasi sebab sumber-sumber data yang digunakan dalam penyelidikan ini sejenis dokumen, dokumentasi untuk mengumpulkan data dari sumber non insani. 56
Teknik ini penulis gunakan untuk mencari data-data yang berkenan dengan keadaan siswa, keadaan guru, keadaan ijazah atau tingkat pendidikan, keadaan administrasi, dan hasil nilai sumatif.
55 S Nasution, Metodologi Research (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 106 56 Imron Arifin, Penelitian Kualitatif (Malang: Kalimasahada Press, 1996), hlm. 82
3. Wawancara Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang memberikan jawaban) 57 . Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu pewawancara hanya membawa pedoman yang merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan terkait dengan tema penelitian 58 . Dalam penelitian ini dilakukan wawancara dengan guru dan siswa, dan pengukuran terhadap hasil belajar siswa melalui sebuah tes. F. Sumber Data Sumber data adalah tempat atau orang yang darinya data dapat diperoleh 59 . Adapun sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah data-data yang diperoleh langsung dari sumber pertama 60 . Jadi data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama berupa berupa hasil wawancara dengan informan (Guru dan Siswa) yang dianggap relevan untuk diambil data darinya.
57 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 135 58 Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 230-231 59 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 107 60 Soejono Soekanto, Op. Cit., hlm. 12 2. Data Sekunder Sumber data sekunder adalah data-data yang berasal dari tangan kedua, ketiga, dan seterusnya. Artinya data tersebut melewati satu atau lebih pihak yang bukan peneliti sendiri, dan yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti atau penulis, misalnya data dapat berupa proses pembelajaran, struktur organisasi, susunan kurikulum, denah lokasi, pegelolaan kurikulum, keadaan sarana dan prasarana, data para pendidik dan sebagainya. G. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini, Nasution menyatakan bahwa analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tiga tahapan analisis, yaitu: 1. Tahap Pengumpulan Data Dalam tahap ini, peneliti mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, baik melalui wawancara langsung dengan informan, observasi lapangan dan dokumen-dokumen mengenai SMAN 1 Malang maupun sumber yang relevan. 2. Proses Reduksi Data Proses ini berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan hal-hal yang penting, kemudian dicari pola dan temanya. Hal ini untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data selanjutnya karena reduksi ini memberikan gambaran yang lebih jelas. 3. Penyajian Data Penyajian data dalam penelitian ini merupakan proses penyajian sekumpulan informasi yang kompleks ke dalam kesatuan bentuk yang sederhana dan selektif, mudah dipahami maknanya. Data yang diperoleh peneliti selama penelitian kemudian dipaparkan, dicari tema-tema yang terkandung di dalamnya, sehingga jelas maknanya. 4. Kesimpulan gambaran Tahap ini merupakan proses yang mampu menggambarkan suatu pola tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi, dengan demikian analisa data yang dilakukan secara terus-menerus baik selama penelitian maupun sesudah pengumpulan data. H. Pengecekan Keabsahan Data Setelah menganalisis data peneliti hendaknya melakukan pemeriksaan yakni pengecekan keabsahan temuannya, agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengecekan keabsahan data menggunakan derajat kepercayaan yang langkah-langkahnya terdiri dari:
1. Perpanjangan Pengamatan Peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi melakukan perpanjangan apabila data dirasa masih kurang. Perpanjangan pengamatan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. 2. Peningkatan Ketekunan dalam Penelitian Peningkatan ketekunan dalam penelitian dimaksudkan untuk menentukan data dan informasi yang relevan dengan persoalan yang sedang dicari oleh peneliti, kemudian peneliti memusatkan diri pada hal- hal tersebut secara rinci. 3. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. 61
Dalam hal ini peneliti menggunakan triangulasi dengan sumber yang dilakukan peneliti dengan cara membandingkan kebenaran suatu fenomena berdasarkan data yang diperoleh peneliti baik yang dilihat dari
61 Lexy J. Moleong, Op. Cit., hlm. 330 dimensi waktu maupun sumber lain. Peneliti memperoleh data penerapan CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran sejarah kelas X.6 dengan melakukan wawancara terhadap guru dan beberapa siswa dan pengamatan terhadap aktivitas siswa saat mengikuti pelajaran. Selain itu,pengecekan keabsahan data dilakukan dengan meminta pendapat dari para ahli. Dalam penelitian ini, peneliti menempatkan pembimbing dan dosen sebagai ahli. Selain itu peneliti juga akan mendiskusikan dengan pakar yang berkiprah dalam obyek penelitian ini. I. Tahap-Tahap Penelitian Penelitian ini melalui empat tahapan, yaitu: 1. Tahap sebelum ke lapangan Tahap sebelum ke lapangan meliputi kegiatan: menyusun proposal penelitian, menentukan fokus penelitian, konsultasi fokus penelitian kepada pembimbing, menghubungi lokasi penelitian, mengurus izin penelitian dari Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Setelah persiapan administrasi selesai, maka peneliti membuat rancangan penelitian agar penelitian yang dilakukan lebih terarah, membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman wawancara dan observasi yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. 2. Tahap pekerjaan lapangan Tahap pekerjaan lapangan meliputi kegiatan: pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian dan pencatatan data. 3. Tahap analisis data Tahap analisis data meliputi kegiatan: organisasi data, penafsiran data, pengecekan keabsahan data, dan memberi makna. 4. Tahap penulisan laporan Tahap penulisan laporan meliputi kegiatan: penyusunan hasil penelitian, konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing, dan perbaikan hasil konsultasi penelitian. Tahap penyelesaian merupakan tahap yang paling akhir dari sebuah penelitian. Pada tahap ini, peneliti menyusun data yang telah dianalisis dan disimpulkan dalam bentuk karya ilmiah, yaitu berupa laporan penelitian dengan mengacu pada peraturan penulisan karya ilmiah yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Berdirinya SMAN 1 Malang Seperti telah kita ketahui, bahwa sejarah adalah rangkaian peristiwa masa lalu hingga masa sekarang. Setiap peristiwa tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan, sehingga suatu keadaan pasti ada hubungannya dengan peristiwa sebelumnya dan mengakibatkan keadaan berikutnya. Oleh karena itu untuk menguraikan sejarah SMA Negeri 1 Malang akan kita singgung sedikit sekolah-sekolah sebelumnya, untuk sekedar mengetahui adanya kesinambungan di samping menambah wawasan kita. Jika dalam uraian di bawah ini kita sebutkan juga nama-nama sekolah lain yang ada hubungannya dengan SMA Negeri 1 Malang, baik langsung maupun tidak langsung. Hal itu kita maksudkan untuk mempererat persatuan di antara SMA Negeri yang ada di Malang ini, juga kita berharap akan bisa menjadi media menuju ke arah kemajuan bersama. a) Masa Penjajahan Belanda Sejak zaman penjajahan Belanda, Malang telah menjadi salah satu kota di Indonesia yang memiliki sekolah lanjutan tingkat atas.Sekolah yang diperuntukkan bagi bangsa Indonesia disebut dengan istilah Algemene Midelbare School (AMS), sedangkan sekolah
bagi orang-orang Belanda dan Eropa lainnya disebut Hogere Burger School (HBS). Namun, kedua sekolah lanjutan tersebut tamat riwayatnya bersamaan dengan takhluknya pemerintahan Belanda kepada tentara Jepang pada tahun 1942. b) Masa Pendudukan Tentara Jepang Kota Malang tidak segera memiliki sekolah lanjutan setelah tentara Jepang menguasai Indonesia. Pada tahun 1944 Kepala Pemerintahan Umum Tentara Pendudukan Jepang meminta kepada Mr. Raspio, pegawai pemerintah Jepang bagian pendiri koperasi di daerah-daerah, untuk mendirikan Sekolah Menengah Tinggi (SMT). SMT yang memiliki 90 orang murid laki-laki dan perempuan menempatigedung di Jalan Celaket 55 Malang, yang sekarang menjadi SMAK Cor Jesu. Setelah Mr. Raspio diangkat sebagai Kepala Kemakmuran Malang, maka pimpinan sekolah diserahkan kepada Bapak Soenarjo. Ketika Jepang takluk kepada sekutu, murid-murid SMT juga turut serta melucuti tentara Jepang dan merebut kekuasaannya. Pada tanggal 10 November 1945, Surabaya dibom oleh Inggris, sehingga banyak murid SMT Surabaya yang pindah ke Malang. Hal itu menyebabkan kelas menjadi besar, kemudian SMT dipindahkan ke gedung jalan Alun- Alun Bundar (Jalan Tugu Utara nomor 1 Malang) pada tahun 1946.
c) Masa Pendudukan Tentara Belanda Pada saat Belanda melancarkan Aksi Militer yang pertama pada bulan Juli 1947, Belanda berhasil merebut kota Malang. Banyak gedung di kota Malang yang dibumihanguskan, termasuk gedung SMT di Alun-Alun Bundar. Riwayat SMT bentukan Jepang tamat dan digantikan oleh VHO (Voorberindend Hoger Ondewijs atau Persiapan Pendidikan yang lebih tinggi) yang didirikan oleh Belanda. Setelah Malang dikuasai oleh pihak Republik Indonesia, sekolah tersebut dinasionalisasikan menjadi SMA B, di bawah pimpinan Bapak Poewadi dan akhirnya menjadi SMA Negeri 1 seperti sekarang ini. Bapak Sardjoe Atmodjo saat itu menjadi seorang tokoh pendidikan yang menghimpun anak-anak yang sekolahnya tidak menetap untuk mendirikan sebuah sekolah. Murid-murid belajar di rumah beliau karena mereka tidak mempunyai gedung sekolah. Terkadang murid-murud juga belajar di rumah Bapak Emen Abdoellah Rachman atau di SD Muhammadiyah Jalan Kawi jika diajar oleh bapak Soeroto atau bapak Haridjaja. Pembayaran uang sekolah juga tidak menentu, untuk meringankan beban hidup para guru, dokter Soerodjo tiap kali memberikan bantuan berupa makanan kaleng, karena saat itu honorarium guru hanya Rp. 20,00 (duapuluh rupiah uang Republik Indonesia). Para guru tidak gelisah walaupun dalam keadaan yang tidak mudah. Dalam masa perkembangannya, SMT tersebut pernah menempati gedung di Jalan Kasin (eks. SMA Erlangga) dan mempunyai kelas jauh di SDN Ngaglik, Sukun. Saat itu Belanda mengeluarkan aturan bahwa sekolah yang tidak berlindung pada suatu yayasan dianggap sebagai sekolah liar dan harus dibubarkan. Pimpinan sekolah tidak kehabisan akal, kemudian memakai nama SMT BOPKRI (Badan Oesaha Pendidikan Kristen Indonesia), suatu yayasan di masa pendudukan Belanda. Namun, nama sekolah tersebut tidak berlangsung lama, karena Dominee Harahap si pemberi nama diusir ke daerah Republik (Sumber pucung). Akhirnya SMT BOPKRI berganti nama menjadi SMT PGI (Persatoean Goeroe Indonesia). Berbagai upaya dilakukan demi kelangsungan hidup SMT. Selain itu, juga terdapat SMPT yang tumbuh bersamaan dengan SMT. Saat itu SMPT menempati gedung tetap di jalan Kelud. Dr. Poedyo Soemanto meminjamkan rumah kembarnya yang berlantai dua untuk kedua sekolah tersebut. Belanda memiliki akal licik agar tetap bisa mengawasi kedua sekolah tersebut, Belanda menjanjikan akan memberikan subsidi. Jika sekolah tidak mau menerima subsidi, maka sekolah tersebut harus ditutup. Pimpinan sekolah menerima saran dari beberapa tokoh Repulikan untuk berpura-pura menutup SMT PGI agar tidak terus diawasi Belanda, sementara subsidi dari Belanda, tetap digunakan untuk kedua sekolah tersebut. Tidak lama kemudian kedua sekolah tersebut pindah ke Kidul Pasar, di gedung SMP Negeri 2 Malang sekarang. Bendera merah putih yang berkibar di halaman sekolah tersebut merupakan bendera merah putih pertama yang berkibar di kota Malang sejak kota ini diduduki oleh Belanda pada tahun 1947. Selanjutnya SMT PGI berpindah ke jalan Arjuno, di gedung SMP Negeri 8 Malang sekarang. Sedangkan SMP PGI tetep di Kidul Pasar. Tidak lama kemudian SMT PGI menempati gedung di Jalan Alun-Alun Bundar dan setalah mengalami jatuh bangun memperjuangkan kelangsungan sekolah, maka pada hari Senin Kliwon tanggal 17 April 1950, SMT PGI diresmikan sebgai SMA Negeri oleh Pemerintah Republik Indonesia, dengan Kepala Sekolah pertama Bapak G.B. Pasariboe. Walaupun Bapak Sardjoe Atmodjoe tidak memimpin sekolah, namun beliau dianggap sebagai perintis SMA Negeri 1 Malang, karena setelah SMT bentukan Jepang tamat, beliaulah yang menghimpun murid untuk sekolah pada zaman kependudukan Belanda. Selain itu, terdapat tokoh-tokoh yang jasanya patut dikenang karena telat turut mengembangkan sekolah kita, yaitu: 1) Dr. Soerodjo 2) Dr. Poedyo Soemanto 3) Dr. Hadi 4) Ir. Tahir 5) Haji Djarhoem 6) Raspio 7) Mr. Njono Prawoto 8) Haridjaja 9) Soeroto 10) Emen Abdoellah Rachman 11) Dominee Harahap d) Masa Kemerdekaan Republik Indonesia Pada tahun 1950, SMA Negeri di Jalan Alun-Alun Bundar terdapat tiga sekolah, yaitu sebagai berikut: 1) SMA Negeri pimpinan Bapak G.B. Pasariboe, yang pada waktu itu sikenal sebagai SMA Republik. 2) SMA Negeri pimpinan Bapak Poerwadi. 3) SMA Peralihan terdiri dari pejuang yang tergabung dalam TRIP dan Kesatuan Tentara Pelajar klainnya. Pada hari Jumat tanggal 8 Agustus 1952 murid jurusan B (Ilmu Pasti) dari SMA Republik dipindahkan dan dijadikan sekolah baru dengan pimpinan Bapak Koeswandono. Akhirnya nama SMA yang ada di kawasan Alun-Alun Bundar menjadi: 1) SMA Negeri I-A/C, pimpinan Bapak G.B. Pasariboe 2) SMA Negeri II-B, pimpinan Bapak Poerwadi 3) SMA Negeri II-B, pimpinan Bapak Oesman Pada hari Selasa, 16 September 1958, SMA Negeti I-A/C dipecah menjadi dua, maka lahirlah SMA IV-A/C, yang dipimpin oleh Bapak Goenadi. Sekolah tersebut bertempat di Jalan Kota Lama 34, sekarang menjadi SMA Negeri 2 Malang. Pada tanggal 1 April 1977, filial Sma Negeri Kepanjen diresmikan dengan Kepala Sekolah yang pertama Bapak Drs. M. Moenawar. SMA Negeri III membina sekolah baru dan akhirnya sekolah tersebut menjadi SMA Negeri V Malang, dengan Kepala Sekolah pertama Bapak Mochammad Imam. Tahun 1975 SMA Negeri III juga membuka filial di Lawang, yang kemudian menjadi SMA Negeri Lawang. SMA Negeri IV juga membina SMA Batu dan pada tahun 1978 diresmikan sebagai SMA Negeri dengan Kepala Sekolah yang pertama bapak Drs. Moch. Chotib. Adapun Kepala Sekolah yang memimpin SMA Negeri 1 Malang adalah sebagai berikut: 1) Bapak Sardjoe Atmodjo, perintis SMA Negeri 1, 1946-1950 2) Bapak G.B. Pasariboe, kepala Sekolah ke-1, 1950-1952 3) Bapak A. Djaman Hasibuan, Kepala Sekolah ke-2, 1953-1965 4) Bapak Sikin, Kepala Sekolah ke-3, 1965-1971 5) Bapak Drs. Abdul Kadir, Kepala Sekolah ke-4, 1971-1981 6) Bapak Soewardjo, PLH Kepala Sekolah, 1981-1984 7) Bapak Drs. Abdurrachman, Kepala Sekolah ke-5, 1981-1986 8) Bapak Drs. Moch. Chotib, Kepala Sekolah ke-6, 1986-1991 9) Bapak Abdul Syukur, BA., PLH Kepala Sekolah, 1991 10) Bapak Soenarjado, BA., Kepala Sekolah ke-7, 1991-1993 11) Bapak Drs. Munadjqat, Kepala Sekolah ke-8, 1993-1998 12) Bapak Drs. Sagi Siswanto, Kepala Sekolah ke-9, 1998-2004 13) Bapak Nor Salim, PLH Kepala Sekolah , 2004 14) Bapak Drs. H. Tri Suharno, Kepala Sekolah ke-10, 1998-2004 15) Bapak Drs. H. Moh. Sulthon, M.Pd., Kepala Sekolah ke-11, 2005- sekarang. Demikianlah paparan sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1 Malang yang juga mengungkapkan lahirnya sekolah-sekolah yang terkait, sehingga kita dapat mengetahui bahwa sekolah-sekolah di Malang merupakan saudara. Hal tersebut penting untuk membangun kerjasama antar sekolah guna memupuk rasa persatuan demi kemajuan bersama. 62
2. Profil SMAN 1 Malang a) Logo dan Motto SMAN 1 Malang Pada tahun 1959, sebagian siswa SMA Negeri 1A/C Malang terpengaruh oleh kehidupan kepartaian politik yang ada waktu itu, sehingga mereka terpecah belah. Oleh karena itu, untuk mempersatukan mereka dipakailah semboyan MITREKA SATATA. Arti Mitreka Satata adalah selalu bersahabat atau bersahabat yang sederajat, yang terdiri dari penggalan kata-kata berikut: 1) Mitra : teman/sahabat
62 Dokumen sejarah sekolah 2) Ika : itu, satu 3) Satata : sederajat Frasa tersebut berasal dari Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular pada zaman kerajaan Majapahit. Semboyan MITREKA SATATA ini dipakai oleh Mahapatih Kerajaan Majapahit yaitu Gajah Mada, sebagai landasan dalam menjalankan politik negeri kerajaan Majapahit yang ingin bersahabat dan hidup berdampingan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Bahkan sekarangpun semboyan tersebut dipakai oleh negara-negara ASEAN sebagai lambing persatuan mereka. Pada tahun 1960 diadakan sayembara penciptaan gambar lambang persatuan sekolah, dan yang memenangkan adalah Iwan Widodo putra Bapak Soewardikoen. Kemudian semboyan MITREKA SATATA dijadikan motto pada gambar lambang itu. Adapun pencetus ide penggunaan semboyan MITREKA SATATA sebagai motto lambang sekolah adalah sebagai berikut: 1) Almarhum Drs. Hugiono 2) Almarhum Indanoe 3) Ag. Subardan Dwidjapuspito Beliau adalah guru SMA Negeri 1 Malang dan kemudian ditetapkan sebagai lambang sekolah sejak tahun 1960. Kalimat MITREKA SATATA dituliskan dengan warna hijau pada dada kiri seragam sekolah untuk menanamkan jiwa MITREKA SATATA di hati para siswa. Adapun Arti Lambang Mitreka Satata: 1) Lambang sekolah berbentuk segiempat, dengan perbandingan 1:2, melambangkan bahwa dua hal yang berpasangan terdapat satu kesatuan. 2) Bentuk segi enam tidak beraturan, dimaksudkan agar kelak siswa terjun ke kancah masyarakat akan mudah menyesuaikan diri dan tidak canggung menghadapi keadaan yang seperti apapun. 3) Warna hitam di bagian teratas, melambangkan jiwa ketuhanan yang mendalam. 4) Garis miring berwarna kuning, melambangkan bahwa siswa menyadari bahwa siswa masih dalam taraf perjuangan dan merintis masa depan yang sebagian besar ada di tangannya sendiri. 5) Warna merah muda, melambangkan siswa sebagai tenaga penggerak yang menghidupkan suasana di sekitarnya. 6) Warna biru muda, melambangkan bahwa hendaknya siswa senantiasa membuat senang hati orang lain. 7) Garis meliuk yang memisahkan warna merah muda dengan warna biru muda, menunjukkan adanya kreasi dan keaktifan yang besar untuk meningkatkan kegiatan siswa. 8) Dua bentuk yang berwarna hitam, menunjukkan bahwa siswa- siswi SMA Negeri 1 dididik dan diasuh secara bersamaan dan sederajat, tanpa membedakan kedudukan dan kekayaannya. 9) Warna putih yang melingkari lambang, seolah-olah menjadi bingkainya, menggambarkan cita-cita untuk selalu beritikd baik, penuh kejujuran dan kesucian, guna berbagi kepada nusa dan bangsa. 10) Huruf Mitreka Satata dibuat lebih besar dari penulisan SMA Negeri 1 Malang, dimaksudkan sebagai rasa merendahkan diri, mendahulukan kepentingan umum, semangat pengabdian masyarakat. 63
b) Visi Dan Misi SMAN 1 Malang 1) Visi SMAN 1 Malang: Terwujudnya lulusan yang berkualitas,unggul, berdasarkan imtaq, dan menguasai IPTEK serta berjiwa MITREKA SATATA. 2) Misi SMAN 1 Malang: (a) Terciptanya budaya disiplin, demokratis, dan beretos kerja tinggi. (b) Terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien. (c) Terwujudnya lulusan yang ber-IMTAQ dan menguasai IPTEK serta mampu bersaing di era global. (d) Terwujudnya sarana dan prasarana sekolah yang memadai. (e) Terwujudnya manajemen sekolah yang mandiri, partisipatif, demokratis, tranparasi, dan akuntabel.
63 Dokumen sejarah sekolah (f) Terwujudnya pengembangan wawasan guru dan karya dalam mengikuti kemajuan IPTEK. (g) Terwujudnya kesejahteraan lahir batin bagi warga sekolah. (h) Terwujudnya hubungan yang harmonis antara warga sekolah yang berjiwa MITREKA SATATA. (i) Terwujudnya pelayanan yang cepat, tepat, dan memuaskan pada masyarakat. (j) Terwujudnya budaya jujur, ikhlas, sapa, senyum, dan santun. (k) Terwujudnya pengembangan kreativitas siswa dalam PIR, keilmuan, seni, sosial, olahraga, dan keagamaan. (l) Terwujudnya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan instansi lain. (m) Terwujudnya pelaksanaan 7K. 64
c) Stuktur Organisasi SMAN 1 Malang Struktur organisasi SMA Negeri 1 Malang disusun secara sistematis. Sekolah juga bekerjasama dengan komite sekolah. Dalam struktur organisasi sekolah, peran Kepala Sekolah merupakan pimpinan tertinggi dalam suatu sekolah. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Sekolah dibantu oleh empat wakil kepala sekolah, yaitu wakil kepala sekolah bagian kurikulum, bagian kesiswaan, bagian sarana dan prasarana, dan bagian hubungan masyarakat. Kepala sekolah juga memiliki hubungan koordinasi dengan Bimbingan dan Konseling dan
64 Dokumen profil sekolah semua personil sekolah yang bekerja berdasarkan garis komando dan garis koordinasi. Bagan struktur organisasi dapat dilihat dalam lampiran. Adapun tugas dari masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut: 65
Tabel 4.1 Tugas komponen sekolah No. Pelaksana Uraian Tugas 1. Kepala Sekolah 1.1 Melaksanakan kegiatan rutin pengelolaan kelas yang terdiri dari; a. Kegiatan harian b. Kegiatan mingguan c. Kegiatan bulanan d. Kegiatan Akhir Semester e. Kegiatan Akhir Tahun Pelajaran 1.2 Mengorganisasi, mengkoordinasi dan membina kegiatan pendidikan yang dilakasanakan staf sekolah, yaitu Wakil Kepala Sekolah dan Staf Wakasek, Pengelola/Pembina, dan Kelompok KIR/PIR. 1.3 Mengawasi dan mengevaluasi kegiatan pendidikan yang meliputi perencanaan, pembinaan, pengorganisasian dan pengkoordinasian kegiatan pendidikan. 1.4 Membuat laporan kepada atasan langsung. 2. Wakil Kepala Sekolah Wakil Kepala Sekolah terdiri dari empat bagian yang memiliki tugas masing-masing, yaitu:
65 Dokumen profil sekolah
2.1 Waka Urusan Kurikulum 2.2 Wakasek Urusan Kesiswaan 2.3 Waka Urusan Hubungan Kerjasama dengan Masyarakat (Hukermas) 2.4 Waka Urusan Sarana dan Prasarana 3. Staf Wakasek Membantu Wakil Kepala Sekolah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 4. Koordinator Laboratorium 4.1 Sebagai koordinator pengelola Laboratorium IPA dan Bahasa 4.2 Melengkapi sarana pendukung laboratorium 4.3 Sebagai penanggung jawab Laboratorium IPS. 5. Ketua MGMP 5.2 Sebagai ketua MGMP Sekolah 5.3 Sebagai pembina klub mata pelajaran 6. Wali Kelas 6.1 Sebagai Supervisor 6.2 Sebagai Administrator 6.3 Memahami 12 langkah kepemimpinan 6.4 Membantu Kepala Sekolah dalam kelancaran dan ketertiban pelaksanaan kegiatan-kegiatan sekolah baik rutin maupun incidental 6.5 Membantu Kepala Sekolah dalam hubungan dengan kerjasama antar sekolah dengan orang tua 7. Guru 7.1 Melakukan perencanaan 7.2 Melaksanakan KBM 7.3 Melakukan evaluasi pengajaran 7.4 Melakukan analisis hasil evaluasi dalam hal kegiatan harian 7.5 Melakukan program tindak lanjut 7.6 Membantu Kepala Sekolah dalam pembinaan siswa 7.7 Melakukan analisis hasil evaluasi yang berhubungan dengan kegitan upaya meningkatkan kualitas pendidik 7.8 Memberitahukan dan menyiapkan tugas apabila tidak dapat hadir dan melaksanakan kegiatan KBM 7.9 Ikut membantu pelaksanaan ketertiban dan disiplin siswa 8. Guru BP/BK 8.1 Sebagai koordinator Bimbingan Konseling/BK 8.2 Sebagai guru pembimbing 9. Pembina OSIS Mengadakan pembinaan terhadap delapan seksi yang ada di OSIS. 10. Tim Penelitian dan Pengembangan Sekolah (LITBANG) 10.1 Membantu Kepala Sekolah secara periodik 10.2 Mengadakan penelitian tindakan secara periodik. 10.3 Membantu Kepala Sekolah menilai guru teladan sekolah. 10.4 Mengadakan seminar 10.5 Mengumumkan hasil penilaian pada setiap peringatan ulang tahun sekolah. 10.6 Secara periodik memberikan laporan kepada Kepala Sekolah.
3. Fasilitas SMAN 1 Malang Fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar di SMAN 1 Malang antara lain: a) Ruang teori b) Ruang Laboratorium c) Alat Peraga Pendidikan d) Bimbingan dan Konseling e) Pusat Sumber Belajar f) Perpustakaan g) Tempat Ibadah h) Alat Olahraga i) Alat Kesenian j) Sumber Ilmu k) Ruang Pengembangan Bakat dan Intelektual 4. Program Akselerasi SMAN 1 Malang a) Latar Belakang Anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasikan sebagai anak yang mampu mencapai prestasi tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul. Anak berbakat memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan pelayanan di luar program sekolah luar biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun terhadap diri sendiri. b) Tujuan Umum 1) Memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki karakteristik spesifik dari segi perkembangan kognitif dan efektifnya. 2) Memenuhi hak asasi siswa yang sesuai dengan kebutuhan untuk dirinya sendiri. 3) Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan siswa. 4) Memenuhi kebutuhan aktualisasi diri siswa. 5) Menimbang peran siswa sebagai aset masyarakat dan kebutuhan masyarakat untuk pengisian peran. 6) Menyiapkan siswa sebagai pemimpin masa depan. c) Tujuan Khusus 1) Memberikan penghargaan untuk dapat menyeselesaikan program pendidikan secara lebih cepat. 2) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran siswa. 3) Mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung berkembangnya potensi keunggulan siswa secara optimal. 4) Memacu mutu siswa untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosionalnya secara berimbang. 66
5. Kesiswaan SMAN 1 Malang a) Ekstrakurikuler Tabel 4.2 Nama kegiatan ekstrakurikuler No Nama Kegiatan 1 Bahasa Inggris Bahasa Jerman Bahasa Mandarin Bahasa Jepang Bahasa Perancis 2 Bola Basket Sepak Bola Bulu Tangkis Bola Volly Tae Kwondo Pencinta Alam Palang Merah Remaja (PMR)
66 Dokumen profil sekolah
3 Studi Kerohanian Islam (SKI) Persekutuan Kristen Mitreka Satata (Perkamisa) Kelompok Siswa-Siswi katolik (KSSK) 4 Komputer Koperasi Sekolah Perpustakaan Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) Kepemimpinan Jurnalistik Kewirausahaan Otomotif 5 PASKIBRA 6 Tari Tradisional / Klasik Tari Modern Teater
b) Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) Organisasi ini merupakan salah satu wadah tumbuh dan berkembangnya serta media mengasah kemampuan sosial kemasyarakatan diantara warga sekolah. 67
c) Prestasi Prestasi yang pernah diraih oleh SMA Negeri 1 Malang adalah sebagai berikut: 1) Juara 1 Lomba Cerdas cermat tingkat SMA se- Kota Malang. 2) Juara 1 Lomba Lingkungan sehat se-Jawa Timur. 68
67 Dokumen profil sekolah
68 Dokumen profil sekolah
6. Keadaan Guru Adapun yang dimaksud dengan guru atau pendidik di sini adalah guru-guru yang pada saat ini (tahun ajaran 2009/2010) mengajar pada SMA Negeri 1 Malang. Guru yang mengajar di SMA Negeri 1 Malang untuk tahu ajaran 2009/2010 berjumlah 70 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 69
Tabel 4.3 KEADAAN GURU PADA SMAN 1 MALANG No Sandi Nama Mata Pelajaran Jabatan 1 E3 ABDUL KHOLIQ, DRS. H. Bhs Inggris Staf Wakasis/Tim Imtaq 2 A8 ABDUL MUNTAKIM, S.Pd Pend. Agama Islam 3 H5 AGNES YUNI PUJI ASTUTI, S.Pd Fisika Tatib/Piket 4 I3 AGUSTIN TJ., DRA. Kimia Kord. Lab. Kimia/Walikelas XI IA6 5 E8 ARNES GIOVANI, S.Pd Bhs Inggris - 6 P2 ASFA CHORIWATI, Dra. BK / BP Tim Penilai Non Akademis/RTS 7 K1 BADRISANINGSIH, DRA. Ekonomi - 8 E1 BAMBANG TRIBAGJO, DRS. M.Psi. Bhs Inggris Kord. MGMP BING/Litbang 9 L1 BERTHA WARTINI, DRA. Geografi Kord. MGMP Geo/Walikelas X4 10 L2 BUDIJANTO, DRS. Geografi Wakahum 11 I1 CHUSNA HIDAYATI, S.Pd. Hj. Kimia Wakasarpras/Bend. Mutasi 12 J5 CHUSNUL CHOTIMAH, DRA. Biologi Walikelas XII IA4/Penjab Bio 13 J6 DEWI INDAH SARI, M.Pd Biologi Walikelas XI IA1/Angka Kredit 14 E4 DJOEWARIJAH BS, DRA. Bhs Inggris Walikelas XI IA5/Bend. Darma Wanita 15 P3 DJULIAH, S.Pd. BK / BP Tim Penilai Non Akademis/Pundi Amal
69 Dokumen profil sekolah
16 H4 DULARI, S.Pd. Fisika Walikelas XII IA2/Kord. MGMP Fis 17 G3 DWI AGUSTIN P, DRA Matematika Bend. Kop. Giri/Walikelas XI IA4 18 K3 DWI ASTUTIK, DRA. Akuntansi Walikelas XII IS1/Piket/Litbang 19 D1 EFFI HARSIWINIWATI,DRA. Sejarah Bend. Rutin/Tim RAPBS/Piket 20 K2 EKO PURWANTO, S.Pd. Ekonomi Penilai AK/Walikelas X5 21 J3 EKO SUTRISNO, DRS. Biologi Pembina OSIS 22 J4 ELLEN LANDRIANY, S.Pd. Biologi Pembina OSIS 23 P4 ENDAH PURWANTI, S.Pd. BK / BP Tim Penilai Non Akademis/Walikelas Aksel 24 K4 ERTY WURYANINGSIH, DRA. Ekonomi Walikelas XII IS2/Piket/Kord. MGMP Eko 25 B4 FARAH NIRWANA, DRA. PPKN Bend. Komputer/Wali Kelas X6 26 F1 HALIK BASONI, DRS. PenJasKes Kord. MGMP Penjas/Pemb. OSIS 27 C4 HANA INDRAWATI R., DRA. Hj. Bhs Indonesia Rumah Tangga / Kantin 28 C5 HERMIN SUSETIYOWATI, S.Pd, Hj. BASASIN Bend. Kantin/Walikelas X1 29 N3 HESTI PURWIDIASTUTI, S.Pd Bhs Perancis Walikelas XI BHS/Bend. Lab. BHS 30 B3 INDAH ARIANI, Hj. DRA. Bhs Jerman Bend. Insidental/Tim RAPBS 31 J2 INDAH YULISFIATI, DRA. Hj. Biologi Staf Wakakur/Bend. Aksel/Kord. Bio 32 O2 IRIANTO DJOKO BASUKI, BA Pend. Seni Kord.lingkungan hidup 33 G4 ISLAMIJATI S., DRA Matematika Walikelas XII IA- 5/Angka kredit 34 N4 ISMI RAHAYU, SP Bhs Mandarin - 35 I6 ISMIRAWATI, Dra Kimia
36 G6 JOEDWI LOEKI, S.Pd. Matematika Staf Wakasar/KIR/Pembelian 37 A3 JUNAIDI, DRS., H. Pend. Agama Islam Guru agama Islam 38 I5 LILIK AZIZAH Kimia
39 T2 LUDFI SETIAWAN, SE Teknologi Informasi Staff RSBI 40 A4 MANSUR, Drs. M.Ag Pend. Agama SKI/Imtaq/Litbang Islam 41 O3 MOCHAMAD FAJAR Pend. Seni - 42 O1 MOCHAMAD SHOLEH, Drs. Pend. Seni Kord. MGMP Kes. 43 A0 MOH. SULTHON, Drs. M.Pd, H. Pend. Agama Islam Kepala Sekolah 44 P5 MUCHAMAD AGUS SALIM, S.Pd BK / BP Guru Bk 45 B1 MUCHLIS SUPARDJO, BA. PPKN Piket tatib 46 A2 MUKARROMAH, S.Ag Pend. Agama Islam SKI/Imtaq/Wali Kelas XI IA2 47 P1 MUSHLIHAH YASIN, DRA. BK / BP Kord. BK/Tim PA/Bend. Pundi Amal 48 C6 NURACI, Dra. Hj. BASASIN Walikelas XI IA3/Imtaq/Piket 49 M1 PITONO, DRS. Sosiologi/Antro Kord. MGMP Sosantro/Kopsis/Walikel as XI IS1 50 B2 RACHMI SUSIWATI, Dra. M.Si PPKN Litbang/Aksel/RAPBS 51 F2 RETNO LESTARI, S.Pd PenJasKes Walikelas X2 52 G5 RUDJONO, DRS. Matematika Koord. Website, Tim Tatib 53 N6 SILVANI HANDAYANI, S.Pd Bhs Jerman - 54 I4 SITTY FATHONA, S.Pd. Kimia Walikelas XII IA3/Penjab Kimia 55 C3 SRI HERDIYANTI, DRA. BASASIN Walikelas XII IA- 1/Bend. Perpus 56 C1 SRI SUSILOWATI, DRA. BASASIN Walikelas X6/Piket 57 G5 SRI UTAMI W., Dra. Matematika Staf Wakahum/Bend. UKS 58 E5 SRI WARDANI, DRA. Bhs Inggris Pembina OSIS 59 H2 SUPRAYOGI, DRS. Fisika Litbang/Aksel 60 G1 SUSILO, DRS. Matematika Kord. MGMP Mat/Ka. Aksel 61 A7 SUWARTO, Drs. Pend. Agm Katolik Ka. MGMP PA Kat. 62 C2 SYAMSUL HUDA, DRS. M.Hum BASASIN Ka. Perpus/Kord. MGMP Basasin 63 T1 TANTO PRIHADI, S.Pd Teknologi Informasi Kord. MGMP TI/Tim Evaluasi 64 N2 TJITJIH SITI S., BA. HJ. Bhs Jerman - 65 D2 TRI RAHAYU PS., DRA. Sosiologi/Antro Kor. MGMP Sejarah/Walikelas XII Bhs 66 H1 UMI FAUZIAH, DRA. Fisika Penjab. Lab. Fisika 67 E7 YANI ASTUTIK, S.Pd Bhs Inggris
68 D3 YAYUK ERNAWATI, DRA. Sejarah Walikelas X3/Bimbel/RTS 69 I2 YULI SASONGKO, DRS. Kimia Tim Evaluasi/Bimbel 70 H3 ZAKARIAH. S.Pd. Fisika Wakakur
7. Keadaan Siswa Siswa atau anak didik adalah merupakan salah satu sarana faktor pendidikan yang penting, karena berjalan tidaknya suatu proses pendidikan tergantung pula pada anak didik. Kalau ingin mengetahui maju mundurnya suatu sekolah, maka perlu sekali diketahui keadaan siswa atau anak didiknya, bahkan bukan hanya mengetahui dari segi jumlah tiap-tiap kelasnya saja tetapi juga harus diketahui jumlah keseluruhannya pada setiap bulan, yaitu mulai awal tahun ajaran baru sampai akhir tahun ajaran agar dapat diketahui arus perkembangan anak tersebut. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan siswa pada SMA Negeri 1 Malang dapat dilihat pada halaman berikutnya: 70
Tabel 4.4 Jumlah siswa KELAS JUMLAH SISWA KETERANGAN LAKI-LAKI PEREMPUAN X 128 182 310 XI 121 177 298 XII 95 174 269 JUMLAH 877
70 Dokumen profil sekolah
B. Paparan Data 1. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 1 Malang
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Melalui strategi ini siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal, dengan ini guru dapat membantu proses belajar siswa dengan cara-cara mengajar dengan membuat informasi menjadi sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan bagi siswa untuk menerapkan dan menemukan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan atau menerapkan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi tetapi harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga itu. Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipandang sebagai usaha atau kegiatan intelektual dalam membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan instrospeksi. Contextual Teaching and Learning (CTL) ini menekankan pada keaktifan siswa, maka strateginya sering disebut dengan pengajaran yang berpusat pada siswa. Peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri mereka sendiri, dan bukannya memberi ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan di dalam kelas. Dalam penerapannya ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan oleh guru. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah peneliti lakukan pada waktu proses pembelajaran sejarah dikelas dengan pokok bahasan Peradaban Awal Masyarakat Di Dunia Yang Berpengaruh Terhadap Peradaban Indonesia disini guru mengaitkan antara peninggalan peradaban dunia yang berpengaruh dengan keadaan kehidupan masyarakat Indonesia pada saat ini dengan cara memberi contoh nyata sesuai dengan kehidupan sekeliling siswa. Pada pengamatan kegiatan pembelajaran pada tanggal 23 April 2010, guru akan menyampaikan materi dengan indikator siswa dapat menjelaskan pengertian peradaban dan kebudayaan. Siswa dituntut untuk bisa membedakan antara peradaban dan kebudayaan setelah mengetahui pengertian dan ciri-cirinya. Pada pertemuan kali ini guru menyuruh siswa untuk mencari sendiri pengertian dari kebudayaan dan peradaban dengan didiskusikan secara berkelompok. Pada indikator ini siswa sudah dapat menjelaskan dan membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Pengamatan selanjutnya yang dilaksanakan pada pembelajaran pada tanggal 30 April 2010, guru akan menjelaskan materi dengan indikator siswa dapat mengidentifikasi pengaruh kebudayaan Bacson Hoabinh di Indonesia dan mengidentifikasi pengaruh kebudayaan Dongson di Indonesia. Untuk pertemuan kali ini guru menjelaskan materi secara garis besar dan memberikan contoh-contoh nyatanya. Dengan menggunakan LCD dan membawa contoh benda, guru menunjukkan sebuah pisau yang mana pada kebudayaan Bacson Hoabinh dulu ada sebuah alat kecil yang terbuat dari batu berfungsi untuk menguliti hewan buruan, mengiris daging, dan mengiris umbi-umbian. Alat ini disebut dengan Flakes. Pada masa sekarang ini Flakes sama dengan pisau. Ketercapaian indikator pada materi ini dirasa masih kurang karena masih banyak siswa yang tidak faham dan tidak bisa menyebutkan perbedaan dari kedua kebudayaan ini. Selain ini siswa mengalami kesulitan dalam menyebutkan contoh kebudayaan yang sampai saat ini berpengaruh terhadap kebudayaan di Indonesia. Pada pertemuan kali ini pada tanggal 7 Mei 2010 jam pertama yaitu pukul 07.00-08.30 WIB dengan indikator yang ingin dicapai adalah siswa dapat mengidentifikasi pengaruh kebudayaan Sa Huynh di Indonesia serta dapat mengidentifikasi pengaruh kebudayaan India di Indonesia. Guru akan menjelaskan tentang Peradaban Sa Huynh dan kebudayaan India. Pada awal pertemuan setelah guru melakukan presensi kemudian guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengulang sedikit materi yang kemarin telah diberikan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dan memberikan stimulus tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan kali ini. Setelah guru melakukan kegiatan awal dalam pembelajaran, selanjutnya yaitu inti pembelajaran. Pada kegiatan inti ini guru menjelaskan tentang peradaban Sa Huynh dan peradaban India secara garis besar saja dan menunjukkan contoh-contoh nyata dari hasil kedua peradaban ini yang berpengaruh sampai sekarang di Indonesia, kemudian guru membagi kelas dalam beberapa kelompok untuk bekerja sama dalam mencari contoh-contoh lain tentang peradaban Sa Huynh danperadaban India yang sampai sekarang masih ada disekitar kehidupan mereka. Adapun contoh soal tugas berkelompok adalah sebagai berikut: Coba kalian amati daerah disekitar tempat tinggal kalian. Kemudian catatlah beberapa peninggalan bersejarah dan kebudayaanya. Kemudian klasifikasikan data kalian kedalam dua peradaban yang mempengaruhi peradaban awal masyarakat Indonesia pada data-data yang kalian dapatkan. Kerjakan secara berkelompok dengan menggunakan tabel di bawah ini: No Nama Peradaban Benda bersejarah Kebudayaan 1 Kebudayaan Sa Huynh . . ...... .. .. . 2 Kebudayaan India . . . .. .. ...
Dari soal di atas kemudian siswa bekerjasama dan langsung berdiskusi dalam mengklasifikasikan kebudayaan-kebudayaan yang ada. Setelah siswa mengerjakan tugas tersebut maka selanjutnya siswa akan diajak langsung untuk menyaksikan langsung pengaruh kebudayaan yang ada dari kebudayaan Sa Huynh dan kebudayaan India. Dengan menggunakan LCD dan membawa contoh benda, guru menunjukkan sebuah seni ukir dan seni pahat yang merupakan pengaruh budaya India sampai pada saat ini karena di Indonesia mengembangkan budaya seni ukir dan pahat tersebut. Guru juga menyebutkan bahwa agama Hindu dan Budha merupakan pengaruh dari kebudayaan India yang sampai pada saat ini kedua agama tersebut masih dipeluk oleh orang Indonesia dan bahkan ada siswa yang beragama tersebut. Selain itu ada kebudayaan yang secara tidak langsung berpengaruh yaitu berdagang, dulu india menyebarkan kebudayaannya dengan berdagang, secara tidak langsung kegiatan dagang tersebut menjadi salah satu mata pencaharian di Indonesia untuk lebih jelasnya guru mengajak siswa ke kantin untuk menyaksikan proses transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli. Dalam kebudayaan Sa Huynh dulu ditemukan kubur tempayan (jenazah dimasukkan dalam tempayan besar) pada saat pengaruh terhadap Indonesia yaitu adanya peti mati yang hampir sama dengan kubur tempayan. Dari pengamatan yang telah peneliti dapat diketahui bahwa guru sering kali menggunakan metode CTL dalam menyampaikan materi karena dirasa dengan memberikan contoh nyata akan memudahkan siswa dalam memahi suatu materi pelajaran. Selain cara yang seperti di atas, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bu Yayuk dan Bu Effi selaku guru mata pelajaran sejarah tentang penerapan CTL. Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI) CTL adalah suatu konsep metode pembelajaran yang berusaha memahamkan siswa dengan membawa siswa untuk berfikir pada dunia nyata, materi yang didapat siswa dikelas dikaitkan dengan keadaan disekitar siswa dalam kehidupan nyata siswa sehari-hari. Penerapan CTL itu bisa dengan cara memberi studi kasus agar didiskusikan oleh siswa, dari diskusi ini siswa bisa mengaitkan kasus yang ada dengan konsep-konsep yang ada dibuku. Metode ini juga bisa digunakan dalam mata pelajaran sejarah, saya biasanya menggunakan metode CTL dengan cara diskusi kelompok dan presentasi di depan menggunakan power point yang telah dibuat, dari sini siswa banyak pengetahuan dan pengalaman telah menggunakan media LCD dan membuat power point, selain itu saya juga sering memberi tugas untuk mencari pengetahuan sendiri dari materi yang akan dipelajari sebelum saya memberikannya di kelas. 71
Ibu Yayuk Ernawati, Dra. (Guru Sejarah kelas X) CTL (Contextual Teaching and Learning ) adalah suatu metode pembelajaran yang mengaitkan antara pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki dengan kenyataan yang ada. Maksudnya disini pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa dihubungkan dengan keadaan yang sebenarnya. CTL ini pun banyak sekali macamnya. Tergantung dari guru ingin menggunakan yang mana, ada yang menuntut siswa untuk mencari pengetahuan sendiri, pembelajaran berbasis masalah yang menuntut siswa untuk memecahkan persoalan tersebut. Kalau menurut saya ya cocok-cocok saja kalau dalam pembelajaran sejarah diterapkan CTL, misalnya agar tahu tentang benda-benda peninggalan sejarah, maka sisiwa dapat diajak ke musium. Kalau selama ini yang saya terapkan adalah pembelajara CTL dengan
71 Hasil Wawancara dengan Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei 2010) cara siswa mencari sendiri pengetahuan yang baru, atau kadang saya hanya memberikan poin-poinnya saja dan siswa belajar sendiri, tapi saya juga kadang memberikan pembelajaran berbasis masalah. Tapi selama ini anak-anak banyak yang tidak mengetahui kalau saya menggunakan metode CTL. 72
Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2010 dengan guru mata pelajaran sejarah di SMAN 1 Malang, dapat diketahui bahwa selama ini dalam mengajar sejarah guru sudah sering menggunakan metode CTL, akan tetapi penggunaan metode ini juga disesuaikan dengan kondisi siswa dan suasana kelas pada saat itu. Adapun cara-cara yang digunakan oleh guru sejarah dalam menerapkan metode CTL bermacam-macam, disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan dan media pendukung yang digunakan dalam proses pembelajaran. Misalnya saja Bu Yayuk selaku guru mata pelajaran sejarah telah menerapkan pembelajaran kontekstual dengan cara menyuruh siswa untuk mencari pengetahuan yang baru sendiri (Pembelajaran Berbasis Inkuiri) dan melakukan diskusi kelompok dalam memecahkan suatu permasalahan atau bahkan kadang Bu Yayuk hanya memberi poin-poin dari materi yang akan dipelajari dan siswa yang mengembangkan yang di ikuti tanya jawab dari siswa. Disini berbeda dengan Bu Yayuk, kalau Bu Effi menerapkan metode CTL dengan cara menyuruh membuat power point dan sebagainya yang dapat menunjang pembelajaran, sehingga akan lebih memudahkandalam menyampaikan materi, selain itu wawasan anak juga
72 Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk Ernawati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei 2010)
akan lebih luas, kemudian siswa berdiskusi dan hasil diskusi dipresentasikan ke depan, jika ada kelompok lain yang belum faham maka dapat mengajukan pertanyaan terhadap kelompok yang presentasi. Dari sinilah maka akan terjadilah suatu masyarakat belajar (Learning Community). Dalam kelas pembelajaran menggunakan metode CTL dengan cara siswa belajar secara berkelompok, dari sini siswa akan saling bertukar pikiran, sehingga terjadilah komunikasi dua arah antara satu siswa dengan siswa yang lain. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi dua arah dapat saling belajar. Peneliti melakukan wawancara dengan guru sejarah dan wawancara terhadap siswa guna memperkuat kebenaran hasil wawancara dengan guru sejarah. Peneliti juga mencari data mengenai fenomena yang berkaitan dengan strategi pembelajaran guru yakni observasi langsung di kelas pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung hingga selesai. Hal ini dilakukan peneliti guna memperoleh kebenaran bahwasanya guru menggunakan strategi pembelajaran sesuai dengan hasil wawancara. Kemudian peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara dan data hasil pengamatan dengan dokumentasi berdasarkan perangkat pembelajaran guru sejarah. Dari observasi yang peneliti lakukan, yakni mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru sejarah pada saat itu menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah. Guru menggunakan strategi ini dalam bentuk diskusi kelompok, yakni dalam satu kelas di bagi menjadi 4 kelompok. Awalnya guru menjelaskan terlebih dahulu materi pokok-pokoknya dengan ceramah dan menggunakan peta konsep. Setelah itu, guru memberikan kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan kepada setiap kelompok untuk didiskusikan. Hasil diskusi dipertanggungjawabkan setiap kelompoknya. Kemudian dikumpulkan dan guru meluruskan kembali guna menyelesaikan jawaban yang berbeda dari masing-masing kelompok. Guru tidak langsung menilai hasil diskusi tersebut dikarenakan jam pelajaran telah selesai. Adapun penerapan metode CTL yang digunakan oleh guru sejarah diperkuatdengan wawancara peneliti dengan siswa-siswi kelas X.6 sebagai berikut: Siswa kelas X.6 yang bernama Andina Yasintasari mengatakan: Selama ini saya tidak tahu apa nama metode yang digunakan guru dalam mengajar, tapi yang saya tahu selama ini guru sejarah mengajar dengan cara kita sering disuruh unuk mencari materi sendiri, disini maksunya biasanya guru hanya memberi poin- poinnya saja, kemudian kita suruh mengembangkan sendiri, setelah itu kita disuruh membuat pertanyaan dimana yang menjawab bukan guru dari sesama siswa, baru diakhir waktu guru meluruskan jawaban kami yang kurang sempurna. 73
Siswa kelas X.6 yang bernama Bintang Virgy Shafirna mengatakan: Menurut saya guru sejarah kalau mengajar sering memberi tugas untuk mencari materi sendiri tentang apa yang akan dipelajari dikelas, kadang kita suruh browsing diinternet, atau kadang ada tugas untuk membuat power point secara berkelompok dan di diskusikan kemudia presentasi bergantian secara perkelompok dengan diwakili anggota kelompok. 74
Siswa kelas X.6 yang bernama Essa Karina C. D. A. mengatakan:
73 Hasil Wawancara dengan Andina Yasintasari, (Kelas X.6, 15Mei 2010). 74 Hasil Wawancara dengan Bintang Virgy Shafirna, (Kelas X.6, 15Mei 2010). Kalau menurut saya Bu Yayuk hanya ceramah yang dilanjutkan dengan memberi tugas mengerjakan LKS, dalam ceramah itu kita hanya dikasih tau dari poin-poin materi saya, kemudian kita disuruh mencari sendiri pemecahan masalah yang ada, kadang pembelajaran dilakukan dengan diskusi kelompok yang kemudian ada tanya jawab. 75
Siswa kelas X.6 yang bernama Nindya Sukma S mengatakan: Menurut saya pembelajaran itu membosankan, akan tetapi sekarang sudah tidak lagi, karena dalam pembelajaran sejarah kita tidak mendengarkan ceramah dari guru saja, tetapi saat ini malah kita sendiri yang harus mencari sendiri pengetahuan yang baru dan di diskusikan dengan teman secara berkelompok. 76
Siswa kelas X.6 yang bernama Faizal A. D mengatakan: Selama ini pembelajaran dengan metode yang telah diterapkan yaitu pemberian tugas untuk mencari bahan sendiri yang akan dipelajari dengan petunjuk kita telah diberi poin-poinnya saja, dan diskusi secara berkelompok saya rasa sudah cukup enak, karena menurut saya disini pembelajaran tidak harus bersumber dari guru, maksudnya gurunya saja yang ceramah, tapi disini siswa sendiri yang mencari pengetahuan sendiri dan didiskusikan dengan teman- temannya secara berkelompok. Dari sini kita bisa saling bertukar pikiran denngan sesama teman. 77
Siswa kelas X.6 yang bernama Sulu Basthiyan Zamara mengatakan: Metode yang biasanya ditertapkan oleh guru sejarah adalah menyuruh kita untuk berdiskusi kelompok, sehingga disini kita bisa saling bertukar pikiran tentang suatu topik yang dibahas tersebut, dimanap pada akhirnya dapat dicapai suatu keputusan yang dapat dipahami oleh semua siswa. 78
Dari pendapat beberapa siswa dapat disimpulkan bahwa selama ini guru sejarah sudah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) akan tetapi selama ini kebanyakan siswa tidak mengetahui nama metode yang digunakan oleh
75 Hasil Wawancara dengan Essa Karina C. D. A, (Kelas X.6, 15Mei 2010). 76 Hasil Wawancara dengan Nindya Sukma S, (Kelas X. 6, 15Mei 2010). 77 Hasil Wawancara dengan Faizal A. D, (Kelas X. 6, 15Mei 2010). 78 Hasil Wawancara dengan Sulu Basthiyan Zamara, (Kelas X. 6, 15Mei 2010).
guru sejarah. Penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran mata pelajaran sejarah banyak disukai siswa dan dapat menghidupkan suasana kelas, hal ini dapat dilihat dari semangat dalam proses pembelajaran sejarah dan siswa akan terdorong untuk berlomba-lomba mendapatkan nilai yang bagus, sehingga dengan begitu prestasi hasil belajar akan lebih bagus dan meningkat serta memuaskan. Dalam sebuah proses pembelajaran yang menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) memerlukan adanya persiapan yang lebih. Dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) sebaiknya guru terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatunya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh guru-guru sejarah di SMAN 1 Malang. Ibu Effi Harsiwiniwati, Dra(Guru Sejarah kelas XI) Dalam menerapkan CTL, saya harus lebih mempersiapakan, bisa dikatan kalau persiapannya lebih berat. Karena adanya peralatan sebagai penunjang dalam pembelajaran, saya juga harus mencari kasus atau tema yang akan digunakan sebagai bahan diskusi siswa di kelas. Akan tetapi waktu yang terbatas dengan materi yang banyak. Kadang-kadang saya bingung anak-anak mengerti dengan materi yang telah dijelaskan dan dapat mencapai target yang diinginkan jika keadaanya seperti itu. 79
Ibu Yayuk Ernawati, Dra. (Guru Sejarah kelas X) Harus ada persiapan yang khusus untuk menerapkan CTL, selain peralatan yang harus dipersiapakan guru juga harus membuat perangkat pembelajaran, dan mempersiapkan secara matang dalam menerapkan metode ini. 80
79 Hasil Wawancara dengan Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei 2010) 80 Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk Ernawati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei 2010)
Dari paparan data diatas dapat disimpulkan dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning), guru sejarah harus mempunyai persiapan yang lebih jika dibandingkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang lain. 2. Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang
Berdasarkan tabel daftar nilai sejarah siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang, sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh guru sejarah dan beberapa siswa, maka dapat diambil kesimpulan bahwa proses pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat berhasil meningkatkan prestasi hasil belajar siswa, khususnya kelas X.6. Perubahan peningkatan nilai ini terjadi karena adanya perubahan pola metode dalam menyampaikan materi. Dalam tabel daftar nilai memang tidak semua siswa mendapat nilai yang amat baik, akan tetapi semua siswa telah memenuhi batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu nilai 75. Perubahan nilai untuk meningkat menjadi lebih baik tidak secara langsung setelah menerapkan CTL, akan tetapi bertahap dengan penggunaan CTL lebih dari satu kali. Daftar nilai dibawah ini merupakan daftar nilai terakhir dari perolehan siswa dalam penerapan metode CTL. Tabel 4.5 Daftar nilai mata pelajaran siswa kelas X.6 No Nama Siswa Nilai Aspek Kognitif Afektif 1 AINUL YAQIN ABROR HAFI 77 BAIK 2 AKBAR NOURMA P. 78 BAIK 3 AMILIA PRIMADANI 76 BAIK 4 ANDINA YASINTASARI 90 AMAT BAIK 5 ANITA KUSUMA WARDANI 80 BAIK 6 BINTANG VIRGY SHAFIRNA 86 AMAT BAIK 7 DEFITRA MARDIANA 78 BAIK 8 DEMAAR BALQIS 76 BAIK 9 DENYTA SARAH P. 82 BAIK 10 DEWI AMBARWATI AULIA F. 77 BAIK 11 ESSA KARINA C. D. A. 88 AMAT BAIK 12 FAIZ HASBULLAH 80 BAIK 13 FAIZAL A. D 90 AMAT BAIK 14 GHEA NATASHA 87 AMAT BAIK 15 HANIF NOER ROFIQ 77 BAIK 16 HERNIDA SAFIRA JAYANTI 88 AMAT BAIK 17 IDA RAHAYU NINGTYAS 86 AMAT BAIK 18 ISMI ALIFAH HANUM 88 AMAT BAIK 19 KENNYCHI HARITS SYAHPUTRA 78 BAIK 20 KURNIASARI DEWI PRASWATI 76 BAIK 21 LEIDY NOVERIA A. 80 BAIK 22 MUHAMMAD HUSNURRIDLO 82 BAIK 23 MUHAMMAD ANSY ALGHASI 80 BAIK 24 NINDYA SUKMA S 88 AMAT BAIK 25 NOVIAN SHINDU NUGROHO 79 BAIK 26 POPY FEBRITASARI 76 BAIK 27 RACHMA FARIZA 88 AMAT BAIK 28 RACHMAD MAHENDRA 78 BAIK 29 RENDY PURWO PRASETYO 80 BAIK 30 RENNY ANGGRAINI ANGGUN K. 81 BAIK 31 RIFKA ULFA R 79 BAIK 32 SABILA NAJAH 77 BAIK 33 SENTANU KUNTA WIJAYA 78 BAIK 34 SEPTI NUR RACHMAWATI 78 BAIK 35 SULU BASTHIYAN ZAMARA 87 AMAT BAIK 36 TARA WINDA HAPSARI 78 BAIK 37 VITRIA ZHUANITA RANI 82 BAIK 38 INDRA BAGUS IRAWAN 88 AMAT BAIK
3. Faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah di SMAN 1 Malang
a) Faktor Penunjang Faktor penunjang adalah segala sesuatu yang dapat membantu pendidikan menjadi maju dan berhasil dengan baik, sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan dapat tercapai. Adapun faktor yang menunjang proses pembelajaran dengan menggunakan metode CTL seperti hasil wawancara peneliti kepada guru sejarah di SMAN 1 Malang. Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI) Faktor-faktor penunjang dalam penerapan metode CTL yang saya gunakan adalah laptop, LCD, dan buku sejarah sebagai sumber belajar. 81
Ibu Yayuk Ernawati, Dra. (Guru Sejarah kelas X) Faktor yang menunjang dalam pembelajaran ya dari guru sendiri, yaitu dari persiapannya, kematangan materi, dan tertulis. Kalau dari siswanya itu ya dilihat dari intake siswa (keluarga, pergaulan) sendiri terus media, Buku sejarah yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari, LCD, soal-soal, CD tergantung dari materi yang dipelajari. Semisalnya tentang monumen dibuat semacam karya tulis, jadi anak-anak bisa mengambil dari internet, malang tempo dulu itupun tergantung dari pendukung materi. 82
Dari paparan di atas, dijelaskan bahwasanya faktor yang menunjang selain berasal dari guru sendiri dan kondisi siswa, media pembelajaran pendukung. Faktor penunjang yang berasal dari guru sendiri, yaitu dari persiapannya, kematangan materi, dan tertulis. Hal
81 Hasil Wawancara dengan Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra (Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei 2010) 82 Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk Ernawati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei 2010) ini menunjukkan sebelum guru tampil di depan kelas untuk mengelola interaksi belajar mengajar, terlebih dahulu harus sudah menguasai bahan yang akan diajarkan sekaligus bahan-bahan yang dapat mendukung jalannya proses belajar mengajar. Tertulis dalam artian guru membuat perangkat pembelajaran untuk mencapai tujuan kualitas belajar mengajar yang dipelajari. Sebab, bahan pelajaran adalah subtansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Apabila guru sendiri mengetahui dengan jelas inti pelajaran yang akan disampaikan, guru akan lebih mudah menjawab pertanyaan siswa tanpa ragu-ragu.Adapun faktor penunjang yang berasal dari siswa dilihat dari intakenya dan pengetahuan serta kesiapan siswa sebelum menerima pelajaran. Faktor penunjang dari media pembelajaran yang berupa laptop, LCD, dan sumber belajar berupa buku sejarah juga diperlukan dalam penerapan pembelajaran dengan metode CTL. Hal ini ditunjukkan bahwa sering kali guru menggunakan metode CTL dengan menggunakan media LCD dan laptop. Siswa melakukan presentasi setelah membuat power point. Guru hanya sebagai fasilitator saat siswa presentasi dan diskusi. Dari diskusi ini maka muncullah masyarakat belajar. b) Faktor Penghambat Faktor penghambat adalah segala sesuatu yang dapat menggangu jalannya pendidikan sehingga tujuan pendidikan tidak atau kurang terwujud dengan baik. Begitu juga dengan proses pembelajaran dengan menggunakan metode CTL di SMAN 1 Malang, khususnya pada mata pelajaran sejarah masih mengalami hambatan- hambatan. Hambatan tersebut seperti kondisi siswa saat menerima pelajaran, peralatan yang menunjang pembelajaran dan waktu sebagaimana yang diuraikan guru sejarah pada saat peneliti mewawancarai mengenai faktor yang menghambat proses pembelajaran dengan menggunakan metode CTL pada mata pelajaran sejarah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh guru mata pelajaran sejarah berikut mengenai faktor-faktor penghambat dalam penerapan metode CTL. Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI) Terkait dengan faktor penunjangnya tadi, sering kali faktor penghambatnya adalah terkait dengan peralatan seperti LCD yang harus selalu on, tapi masalahnya disini LCD nya sering mati sehingga terpaksa saya harus menggunakan strategi yang lain, selain masalah peralatan faktor penghambat yang lain adalah kondisi siswa yang ramai sendiri dan tidak memperhatikan apa yang dipresentasikan oleh temannya 83
Ibu Yayuk Ernawati, Dra. (Guru Sejarah kelas X) Faktor penghambatnya ada sebagian siswa yang ramai, peralatan yang kurang mendukung misalnya LCD nya rusak, jadinya harus ada persiapan yang khusus untuk menerapkan CTL, selain itu kondisi siswa yang ramai juga dapat menghambat proses pembelajaran. 84
Dari hasil wawancara mengenai faktor yang menghambat proses pembelajaran dengan menggunakan metode CTL ada beberapa
83 Hasil Wawancara dengan Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei 2010) 84 Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk Ernawati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei 2010) faktor yang terkait dengan media penunjang pembelajaran, minimnya waktu pembelajaran dan faktor yang berasal dari siswa yakni dari segi minat siswa untuk belajar mata pelajaran sejarah yang menurut siswa merupakan pelajaran yang membosankan dan menyebabkan menagantuk, selain itu siswa juga mengalami kesulitan dalam menerima materi yang disampaikan guru. Kemudian faktor sarana prasarana dan fasilitas khususnya untuk pembelajaran mata pelajaran sejarah. Guru sejarah mengatakan ada fasilitas yang dapat digunakan, namun tidak semua materi yang dipelajari bisa menggunakan fasilitas yang ada. Tapi sering kali LCD yang ada dikelas itu sudah banyak yang rusak atau kadang rewel kalau mau digunakan. Adapun faktor yang penting menurut guru sejarah yaitu waktu, sebab dilihat dari banyak materi yang harus dapat dipahami siswa dengan waktu yang sangat sedikit, bahkan kurang jika menggunakan metode CTL, hal ini yang kadang membuat guru bingung harus menggunakan metode apa yang bisa memahamkan siswa dengan materi banyak dan waktu yang sedikit agar target yang diinginkan dapat tercapai. Pengamatan yang peneliti lakukan terhadap siswa yakni memang pada dasarnya sebagian besar faktor yang menghambat proses pembelajaran sejarah berasal dari anak-anak yang tidak suka sejarah karena sulit, mereka beranggapan belajar sejarah itu harus mendengarkan guru bercerita dan menghafal, hal ini yang menyebabkan siswa kurang berminat, sehingga ramai sendiri saat pelajaran sejarah. Hal penting lain yang menurut guru sejarah kurang adalah waktu. Jumlah waktu yang disediakan untuk mata pelajaran sejarah tidak sebanding dengan jumlah materi yang ada dalam kurikulum.
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Mata pelajaran sejarah adalah salah satu mata pelajaran yang materinya membicarakan tentang peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kehidupanpada masa lampau. Dengan demikian seorang guru sejarah harus dapatmenggambarkan secara langsung materimateri yang diberikan dengan keadaan yang sebenarnya di masa lampau. Selama ini pembelajaran sejarahcenderung pada pembelajaran yang tematik teoristik yaitu pembelajaran yang terdiri dari hafalan belaka. Sehingga banyak terjadi kecenderungan darisiswa bahwa pelajaran sejarah dianggap pelajaran yang hanya mempelajari kehidupan di masa lampau belaka sehingga menjadikan pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang sangat membosankan karena berisi cerita-ceritamasa lampau. Untuk menanggulangi hal tersebut maka perlu dilakukan altenatif metode pembelajaran sehingga pelajaran sejarah menjadi pelajaranyang menarik minat siswa. Salah satu metode pembelajaran sejarah yangdapat digunakan sebagai alternative metode pembelajaran adalah metodependekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL).Dengan pendekatan kontekstual tersebut siswa diharapkan dapat mengkaitkanmateri pelajaran yang diberikan oleh guru dengan kehidupan mereka sehari-hari. Setelah peneliti mengumpulkan data dari hasil penelitian di SMAN 1 Malang melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, maka peneliti akan melakukan anlisis data untuk menjelaskan lebih lanjut dari hasil penelitian. Sebagaimana dijelaskan dalam teknik analisis data dalam penelitian ini peneliti 103 menggunakan analisis kualitataif deskriptif (pemaparan) dan data yang peneliti peroleh baik melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang telah dikumpulkan oleh peneliti selama mengadakan penelitian dengan lembaga terkait. Di bawah ini adalah hasil dari analisa peneliti tentang Pembelajaran Kontekstual Pada Kompetensi Dasar Peradaban Awal Masyarakat Di Dunia Yang Berpengaruh Terhadap Peradaban Indonesia Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus Kelas X.6 Di SMAN 1 Malang). 1. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam Pembelajaran Sejarah Di SMAN 1 Malang
Strategi dalam pembelajaran sangat diperlukan guru dalam meningkatkan prestasi hasil belajar dan kualitas pendidikan. Dalam proses pembelajaran, guru harus bisa menggunakan berbagai macam strategi sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Tidak semua strategi bisa digunakan untuk menyampaikan materi, meskipun strategi tersebut bagus atau bahkan mudah dilaksanakan. Strategi digunakan dalam proses agar tepat dan sesuai sehingga materi mudah diterima dan dipahami peserta didik. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Melalui strategi ini siswa diharapkan belajar sejarah melalui mengalami bukan menghafal, dengan ini guru dapat membantu proses belajar siswa dengan cara-cara mengajar dengan membuat informasi menjadi sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan dan menemukan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan atau menerapkan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi tetapi harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga itu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara dengan guru sejarah dan beberapa siswa, dapat disimpulkan bahwa selama ini guru sejarah sudah sering menerapkan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) meski banyak siswa yang tidak mengetahui bahwa selama ini metode yang digunakan guru mereka adalah motode CTL, dengan penerapan metode ini bisa meningkatkan prestasi hasil belajar siswa. Dalam menerapkan metodeCTL (Contextual Teaching and Learning) guru sejarah menggunakan berbaga macam cara. Misalnya guru menggunakan menerapkan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran berbasis inkuiri. Guru menggunakan strategi berbasis masalah dalam bentuk diskusi kelompok, yakni dalam satu kelas di bagi menjadi 4 kelompok. Awalnya guru menjelaskan terlebih dahulu materi pokok-pokoknya dengan ceramah dan menggunakan peta konsep. Setelah itu, guru memberikan kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan kepada setiap kelompok untuk didiskusikan. Hasil diskusi dipertanggungjawabkan setiap kelompoknya. Kemudian dikumpulkan dan guru meluruskan kembali guna menyelesaikan jawaban yang berbeda dari masing-masing kelompok. Guru tidak langsung menilai hasil diskusi tersebut dikarenakan jam pelajaran telah selesai. Dari observasi yang peneliti lakukan, yakni mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di kelas, penerapan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran mata pelajaran sejarah yang dilakukan oleh guru sejarah kelas X.6 di SMAN 1 Malang dapat menghidupkan suasana kelas, karena berdasarkan pengamatan peneliti siswa kelas X.6 mengikuti pelajaran dengan semangat dan aktif mengungkapkan pendapatnya dalam proses diskusi yang berlangsung, sehingga proses pembelajaran lebih bearti dan menyenangkan. Dari beberapa metode yang telah digunakan oleh guru seperti inkuiri, diskusi dan pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran kontekstual pada kompetensi dasar peradaban awal masyarakat di dunia yang berpengaruh terhadap peradaban Indonesia dengan 5 indikator. Dari kelima Indikator tersebut ada 3 indikator yang tingkat ketercapainnyatinggi, hal ini dilihat dari perolehan hasil belajar. Adapun indikator yang tingkatketercapaiannya tinggi yaitu pada indikator siswa dapat menjelaskan pengertian peradaban dan kebudayaan, mengidentifikasi pengaruh kebudayaan Sa Huynh di Indonesia, dan mengidentifikasi pengaruh kebudayaan India di Indonesia. Sedangkan pada indikator 2 dan 3, yaitu siswa dapat mengidentifikasi pengaruh kebudayaan Bacson Hoabinh di Indonesia dan mengidentifikasi pengaruh kebudayaan Dongson di Indonesia tingkat ketercapaiannya dirasa masih kurang. Tingkat Ketercapaian Indikator yang tinggidisebabkan karena indikator ini lebih mudah dari pada 2 indikator yang lain, selain itu contoh kongkrit dari peradaban Sa Huynh dan peradaban india masih dapat mudah dicari dan terdapat disekitar kehidupan sehari-hari siswa. Dalam penyampaian materi peradaban Sa Huynh dan peradaban india yang berpengaruh terhadap kebudayaan Indonesia, guru menyuruh siswa untuk bekerja dan diskusi kelompok untuk mencari contoh yang ada disekitar siswa setelah guru menjelaskan materi secara garis besar. Setelah siswa melakukan pengamatan dan berdiskusi kelompok, maka guru menyuruh perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi secara bergantian, kemudian menunjukkan contoh-contoh asli dari dua kebudayaan tersebut dalam bentuk barang asli dan gambar dalam slide power point. Jika dilihat dari nilai hasil belajar mata pelajaran sejarah khususnya kelas X.6 mempunyai nilai yang bagus-bagus dan telah memenuhi kriteria ketuntasan minimum yang telah ditetapkan oleh sekolah. Dari sini kalau dilihat dari nilai hasil belajar maka bisa dikatakan bahwa pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan prestasi hasil belajar siswa. 2. Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang
Berdasarkan paparan data hasil penelitian disini hasil belajar siswa kelas X.6 SMAN 1 Malang pada mata pelajaran mengalami kenaikan setelah diterapkan pembelajaran kontektual. Selain nilai hasil belajar yang telah menunjukkan bahwa pembelajaran kontektual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, perubahan lain yang menunjukkan prestasi meningkat adalah hasil observasi saat pembelajaran dikelas. Saat proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan CTL siswa sangat antusias dalam mengikuti pelajaran. Selain itu siswa merasa senang dengan penerapan pendekatan CTL ini. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan pada siswa pada tanggal 26 Mei 2010. Perubahan peningkatan nilai ini terjadi karena adanya perubahan pola metode dalam menyampaikan materi. Dalam tabel daftar nilai memang tidak semua siswa mendapat nilai yang amat baik, akan tetapi semua siswa telah memenuhi batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu nilai 75. Perubahan nilai untuk meningkat menjadi lebih baik tidak secara langsung setelah menerapkan CTL, akan tetapi bertahap dengan penggunaan CTL lebih dari satu kali. Daftar nilai dibawah ini merupakan daftar nilai terakhir dari perolehan siswa dalam penerapan metode CTL. 3. Faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah di SMAN 1 Malang
Pada umumnya setiap lembaga pendidikan berupa sekolah menyediakan sarana dan prasarana serta fasilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah guna meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Namun, tidak semua sekolah mempunyai kesamaan dalam kelengkapan sarana dan prasarana maupun fasilitas yang bagus dan sesuai dengan kebutuhan. Sebab, di dalam sekolah ada yang berstatus negeri dan kebutuhan sekolah dibiayai oleh pemerintah. Ada pula yang berstatus swasta dan dibiayai oleh yayasan maupun dari dana bantuan orang tua siswa. Selain itu, ada yang bertempat di kota dan di desa yang menjadi perbedaan dalam penggunaan teknologi dan mempunyai latar belakang lingkungan yang berbeda. Hal ini yang menjadi salah satu faktor penunjang dan faktor penghambat guru dalam menerapkan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) pada pembelajaran sejarah di SMAN 1 Malang. Adapun kedua faktor tersebut antara lain: a) Faktor Penunjang Faktor penunjang adalah segala sesuatu yang dapat membantu pendidikan menjadi maju dan berhasil dengan baik, sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan dapat tercapai. Proses pembelajaran sejarah di SMAN 1 Malang dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) juga ditunjang dengan sarana dan prasarana, meskipun tidak semua materi yang disampaikan guru menggunakan fasilitas dari sekolah baik dari kelengkapan sumber belajar maupun media belajar. Di dalam proses pembelajaran guru sejarah mengajar dengan memanfaatkan fasilitas yang ada dengan strategi pembelajaran yang bervariasi dan salah satunya dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning). Untuk menunjang jalannya proses pembelajaran, guru sejarah menggunakan sumber belajar (seperti LKS, buku paket sejarah, laptop, dan LCD). Selain itu, guru sejarah juga melakukan persiapan dalam kegiatan belajar mengajar, menguasai materi yang akan disampaikan, dan membuat perencanaan tertulis (perangkat pembelajaran). Faktor yang menunjang tidak hanya dari sarana dan prasana yang menunjang pembelajaran dan guru saja, sebab tanpa siswa tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar. Oleh sebab itu, siswa juga harus memberi dukungan terhadap kelancaran proses pembelajaran. Faktor yang mendukung dalam proses pembelajaran dilihat dari intake siswa. Apabila intake siswa mendukung, maka proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik dan akan mengeluarkan hasil yang baik. Namun sebaliknya, apabila intake siswa kurang mendukung proses pembelajaran akan terhambat. Hal ini juga diperkuat dalam buku Wina Sanjaya yang mengatakan bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan dapat dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Perbedaan-perbedaan semacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam penyesuaian gaya belajar. Demikian juga dengan tingkat pengetahuan siswa, yaitu dalam penggunaan bahasa juga akan mempengaruhi dalam proses pembelajaran. b) Faktor Penghambat Faktor penghambat adalah segala sesuatu yang dapat mengganggu jalannya pendidikan sehingga tujuan pendidikan tidak atau kurang terwujud dengan baik. Faktor yang menghambat proses pembelajaran di SMAN 1 Malang juga tidak lepas dari jumlah waktu yang kurang, guru, siswa, sarana dan prasarana. Dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning), guru sejarah di SMAN 1 Malang juga tidak terlepas dari faktor-faktor penghambat. Misalnya dengan jumlah waktu pelajaran yang sedikit dan materi yang akan disampaikan banyak, maka penjelasan guru tidak begitu luas dikarenakan waktu yang sudah direncanakan untuk dibagi dengan diskusi dan menyelesaikan hasil diskusi. Kurang waktu disini sangat berpengaruh terhadap pemahaman materi yang didapat siswa. Sebab, waktu pelajaran mata pelajaran sejarah hanya 2 jam dalam satu minggu. Ini mengakibatkan proses pembelajaran tidak bisa dipelajari secara mendalam dan luas. Faktor yang menghambat proses pembelajaran seperti yang dikemukakan Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya psikologi belajar, bahwasanya ada banyak faktor yang menghambat kegiatan belajar mengajar yakni faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari luar seperti lingkungan (meliputi lingkungan alami dan sosial budaya) dan instrumental (meliputi kulrikulum, program, sarana dan fasilitas, dan guru). Sedangkan faktor dari dalam yaitu fisiologis (meliputi kondisi fisiologis, kondisi panca indra) dan psikologis (meliputi minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif). Selain keterkaitan dengan masalah waktu, disini sarana dan prasarana yang dapat menunjang pembelajaran dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) banyak yang mengalami kerusakan, misalnya LCD yang ada di kelas-kelas banyak yang tidak bisa digunakan, dari sini jika tersedianya peralatan yang seharusnya menunjang proses belajar mengajar tapi malah tidak bisa digunakan, maka dapat menghambat proses yang akan dilaksanakan, bahkan pembelajaran yang sudah direncankan tidak dibisa dilakukan karena adanya hambatan dari peralatan penunjang. Berdasarkan paparan di atas, faktor yang menghambat kegiatan belajar dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) memang banyak sekali, namun bagaimana guru bisa meminimalisir kekurangan-kekurangan yang ada agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik. Sebab guru disini dalam kegiatan belajar merupakan pemimpin lancarnya kegiatan tersebut. Apabila kegiatan belajar mengajar dipimpin dengan baik, maka proses pembelajaran akan berjalan dengan baik. Begitu juga dengan siswa, apabila siswa memang bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu pasti akan melakukan yang terbaik buat dirinya sendiri baik dari aktif mengikuti belajar di kelas maupun belajar di luar kelas dengan bimbingan guru.
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian, analisis dan penyajian data tentang Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Selama ini guru sejarah di SMAN 1 Malang sudah menerapakan pembelajaran dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi hasil belajar siswa, khusunya kelas X.6 Dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) pada mata pelajaran sejarah ada beberapa cara yang digunakan oleh guru, misalnya saja pembelajaran berbasis inkuiri yang mengharuskan siswa untuk mencari sendiri pengetahuan baru, dimana guru hanya sebagai fasilitator dan pembelajaran berbasis masalah yang menuntut siswa untuk berdiskusi secara berkelompok dalam menyelesaikan masalah pada topik pembahasan tertentu. 2. Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Mata Pelajaran Sejarah sudah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, hal ini dapat dilihat dari nilai hasil pembelajaran siswa dan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran sejarah. 3. Dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) di SMAN 1 Malang ada faktor penghambat dan yang mendukung penerapan metode ini. Adapun faktor pendukungnya terdiri dari persiapan guru, kematangan pemahaman materi, kondisi siswa dan situasi kelas yang baik, selain itu peralatan media penunjang seperti Laptop, LCD, dan bahan ajar yang berupa buku sejarah yang relevan dengan materi merupakan faktor penunjang dalam penerapanmetode CTL (Contextual Teaching and Learning). Disamping faktor pendukung, maka ada juga faktor yang dapat menghambat dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) yang dengan peralatan seperti LCD yang harus selalu on, tapi masalahnya disini LCDnya sering mati, selain masalah peralatan faktor penghambat yang lain adalah kondisi siswa yang ramai sendiri dan tidak memperhatikan pelajaran juga dapat menghambat proses pembelajaran. B. Saran Setelah mengadakan penelitian di SMAN 1 Malang,perlu dikemukakan beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka perbaikan dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning). Adapun saran yang peneliti kemukakan sebagai berikut: Dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) sebagai upaya meningkatkan prestasi hasil mata pelajaran sejarah, sebaikanya sekolah lebih memperhatikan lagi sarana dan prasarana di sekolah yang dapat penunjang proses pembelajaran agar dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap peralatan-peralatan yang rusak. Adapun setelah mengetahui faktor-faktor yang menunjang dan menghambat penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah, hendaknya dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 1975. Didaktik Metodik. Semarang: CV. Thoha Putra. Ahmadi, Abu. 1990. Psikologi Belajar. Jakarta: CV. Rineka Cipta. Alwasilah A. Chaedar. 2006. Contextual Teaching And Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengasyikkan Dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
A.M. Sardiman. 1988. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Arifin, H. M. 1978. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Aziz, Abdul W. 2007. Metode Dan Model-Model Mengajar. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan) (www.bsn.or.id/SNI).
Bahri, Syaiful. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Renika Cipta.
Harahap, Nasrun. 1982. Teknik Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Bulan Bintang.
Imam. 1981. Penyusunan Dan Pengelolaan Hasil Tes Dalam Rangka Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: CV. Pepara.
Indrakusuma, Amir Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Lexy J. Moleong. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mansyur. 1982. Evaluasi Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Songo Abadi Inti.
Maslow, AH. 1992. Motivasi Dan Perilaku. Semarang: Dahara Prize.
Nasution. S. 1996. Metodologi Research. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhadi dan Gerrad Senduk Agus. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Universitas Negeri Malang.
Oemar Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa) ( www.kopertis4.or.id)
Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang Sisdiknas. Bandung: Citra Umbara.
Sanjaya Wina. 2007. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Media Group.
Soekanto, Soejono. 2003. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sulhan Najib. 2006. Pengembangan Karakter Pada Anak: Manajemen Pembelajaran Guru Menuju Sekolah Efektif. Surabaya: Intelektual Club.
Suryabrata, Sumadi. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Syam, N. Noor. 1980. Pengertian Dan Hukum Dasar Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.