Anda di halaman 1dari 132

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL

TEACHI NG AND LEARNI NG) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH


UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
SISWA KELAS X.6 DI SMAN 1 MALANG


SKRIPSI


Oleh:
Syarof Nursyah Ismail
06130024









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL
TEACHI NG AND LEARNI NG) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
SISWA KELAS X.6 DI SMAN 1 MALANG


SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN)Maulana
Malik Ibrahim Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan (S.Pd)


Oleh :
Syarof Nursyah Ismail
06130024






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL
TEACHI NG AND LEARNI NG) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
SISWA KELAS X.6 DI SMAN 1 MALANG

SKRIPSI

Oleh :

Syarof Nursyah Ismail
06130024


Disetujui Oleh,

Dosen Pembimbing




Dr.H. Abdul Bashith, S.Pd. M.Si
NIP.19761002 200312 1 003

Disahkan Pada Tanggal, 19 Juli 2010


Mengetahui,

Ketua Jurusan IPS





Drs. Muh. Yunus, M.Si
NIP.19690324 199603 1 002





PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL
TEACHI NG AND LEARNI NG) PADA MATA PELAJARAN SEJARAH
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
SISWA KELAS X.6 DI SMAN 1 MALANG

SKRIPSI
dipersiapkan dan disusun oleh
Syarof Nursyah Ismail (06130024)
telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal
28 Juli 2010 dengan nilai A
dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar strata satu (S-1) Sarjana Pendidikan (S.Pd)
pada tanggal: 28 Juli 2010


Panitia Ujian Tanda Tangan
Ketua Sidang
Dr.H. Abdul Bashith, S.Pd M.Si
NIP.19761002 200312 1 003


: _____________
Sekretaris Sidang
Drs. Muh. Yunus, M.Si.
NIP.19690324 199603 1 002


: _____________
Pembimbing
Dr.H. Abdul Bashith, S.Pd M.Si
NIP.19761002 200312 1 003


: _____________
Penguji Utama
Drs. H. A. Fatah Yasin. M.Ag
NIP.19671220 1998031 002


: _____________
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang





Dr. M. Zainuddin, MA
NIP. 19620507 199503 1 001



MOTTO

_. _: -.: ..> _>, .` ',.. !.. _. _: -.: .,. _>, .`
_ !.. l < _ls _ ,`_: !.,1. __

Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan
memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi
syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya.
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

(QS. An-Nisaa: 85)






















































Skripsi ini saya persembahkan:
Untuk yang tercinta dan yang tersayang Ayahku
Drs.H.Syariin,M.PdI dan Ibuku Dra.Hj.Hanik
NurAini yang telah memberikan kasih sayang, doa
dan segalanya yang tak mungkin dapatku balas
jasanya
Adik-adikku Haris Nursyah Arifin dan Velia Nursyah
Hafidzah yang selalu memberi perhatian dan motivasi

Buat Asmaul Husnah yang telah memberi arti dalam
hidup saya
Sahabat-sahabatku Teddy, Aan, Kawox, Fariz, Panci,
Nuril, Ajid, Ibink dan Anduk yang senantiasa
mewarnai hari-hariku dan saling memberikan support
serta dukungannya kepada saya.
Teman-teman jurusan Pendidikan IPS angkatan 2006 yang
memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini

Teman-teman kontrakanku Bontank, Abdil, Rofiq,
Alfian, Ari, Endok yang selalu memberikan sumbangan
pikiran kepada saya
Dan semua pihak yang telah memberikan sumbangan
baik berupa tenaga maupun pikiran yang tak dapat
saya sebutkan satu persatu semoga semua bantuan dan
amal baiknya mendapatkan balasan dari Allah SWT.

PERSEMBAHAN






Dr. H. Abdul Bashith S.Pd.M.Si
Dosen Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NOTA DINAS PEMBIMBING


Hal : Skripsi Syarof Nursyah Ismail Malang, 19 Juli 2010
Lamp : 4 Eksemplar


Kepada Yth.
Dekan Fakultas tarbiyah UIN MMI Malang
di
Malang



Assalamualaikum Wr. Wb
Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa
maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi tersebut dibawah ini:
Nama : Syarof Nursyah Ismail
NIM : 06130024
Jurusan : Pendidikan IPS
Judul Skripsi : Pembelajaran Kontekstual Pada Kompetensi Dasar
Peradaban Awal Masyarakat Di Dunia Yang
Berpengaruh Terhadap Peradaban Indonesia Mata
Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa (Studi Kasus Kelas X.6 di SMAN 1
Malang).

maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak
diajukan untuk diujikan.
Demikian, mohon dimaklumi adanya.
Wassalamualaikum Wr. Wb



Pembimbing,




Dr. H. Abdul Bashith S.Pd.M.Si
NIP.19761002 200312 1 003

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.




Malang, 12 Juli 2010



Syarof Nursyah Ismail
NIM: 06130024












KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah SWT, Dzat yang telah
memberikan dan melimpahkan berbagai nikmat dan karunia-Nya, khususnya
kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, juga kepada segenap keluarga, para sahabat, serta umat beliau
diakhir zaman ini. Amin.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis haturkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, baik berupa moril maupun materiil,
terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Malang.
2. Bapak Drs. M. Zainuddin, M. A, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Bapak Muh. Yunus, M.Si, Drs. H. M. Padil, M.Ag selaku ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS) dan Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
4. Bapak Dr. H. Abdul Bashith, S.Pd. M.Si, selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan arahan dan bimbingan demi selesainya skripsi
ini.
5. Para Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang,
yang telah memberikan semangat untuk bisa meraih cita-cita dan masa
depan yang cerah.
6. Bapak Drs. H. Moh. Sulthon, M. Pd, selaku Kepala SMAN 1 Malang,
serta seluruh staf pengajar SMAN 1 Malang yang telah membantu
memberikan data dalam penelitian ini.
7. Ibu Dra. Yayuk Ernawati dan Ibu Dra. Effi Harsiwiniwati yang selalu
membantu memberikan dan mengumpulkan data dalam penelitian ini.
8. Seluruh siswa-siswi SMAN 1 Malang yang telah memberi dukungannya
selalu kepada penulis.
9. Ayahku Drs. H. Syariin, M. PdI dan Ibuku Dra. Hj. Hanik Nur Aini yang
telah memberikan kasih sayang, doa dan segalanya yang tak mungkin
dapatku balas jasanya.
10. Adik-adikku Haris Nursyah Arifin dan Velia Nursyah Hafidzah yang
selalu memberi perhatian dan motivasi.
11. Keluarga besarku di Malang dan di Bali yang senantiasa memberikan
doanya dan dukungannya selalu.
12. Asmaul Husnah yang telah memberi arti dalam hidupku.
13. Sahabat-sahabatku Baijuri, Aan, Amir Farhan, Fariz, Sasmita, Nuril, Ajid,
Rochmat dan Yopi yang senantiasa mewarnai hari-hariku dan saling
memberikan support serta dukungannya kepada penulis.
14. Teman-teman jurusan Pendidikan IPS angkatan 2006 yang memberikan
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
15. Teman-teman kontrakanku Samsul, Abdil, Rofiq, Alfian, Ari, Arif yang
selalu memberikan sumbangan pikiran kepada penulis.
16. Dan semua pihak yang telah memberikan sumbangan baik berupa tenaga
maupun pikiran yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu semoga
semua bantuan dan amal baiknya mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Atas jasa merekalah penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi
ini dengan baik, harapan penulis semoga taufiq dan hidayah-Nya
senantiasa dilimpahkan kepada kita semua. Amin.

Malang, 24 Juli 2010
Penulis


Syarof Nursyah Ismail
NIM : 06130024























DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iii
HALAMAN MOTTO .......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................ ix
DAFTAR TABEL .............................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xiii
ABSTRAK .......................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah ..................................................................... 3
C. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
F. Sistematika Pembahasan ............................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................... 8
A. Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................ 8
B. Kajian Teoritis ........................................................................... 12
1. Hakekat Pembelajaran Kontekstual ..................................... 12
2. Mata Pelajaran Sejarah ........................................................ 33
3. Prestasi Belajar .................................................................... 34

BAB III METODE PENELITIAN .................................................... 51
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................ 51
B. Lokasi Penelitian ........................................................................ 51
C. Populasi dan Sampel ................................................................... 52
D. Kehadiran Peneliti ...................................................................... 53
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 53
F. Sumber Data ................................................................................ 54
G. Teknik Analisis Data .................................................................. 55
H. Pengecekan Keabsahan Data ...................................................... 57
I. Tahap-tahap Penelitian ................................................................. 59

BAB IV HASIL LAPORAN PENELITIAN .................................... 61
A. Latar Belakang objek penelitian .......................................... 61
1. Sejarah Singkat Berdirinya SMAN 1 Malang ..................... 61
2. Profil SMAN 1 Malang ....................................................... 68
3. Fasilitas SMAN 1 Malang ................................................... 75
4. Program Akselerasi SMAN 1 Malang ................................. 76
5. Kesiswaan SMAN 1 Malang ............................................... 77
6. Keadaan Guru ...................................................................... 79
7. Keadaan Siswa..................................................................... 82
B. Paparan Data .......................................................................... 84
1. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and
Learning) dalam Pembelajaran Sejarah di
SMAN 1 Malang ................................................................. 84

2. Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X.6 di
SMAN 1 Malang ................................................................. 95

3. Faktor pendukung dan penghambat dalam Penerapan
metode CTL (Contextual Teaching and Learning)
dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 1 Malang ............... 97

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ............................ 103
1. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and
Learning) dalam Pembelajaran Sejarah di
SMAN 1 Malang ............................................................... 104

2. Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X.6 di
SMAN 1 Malang ............................................................... 107

3. Faktor pendukung dan penghambat dalam Penerapan
metode CTL (Contextual Teaching and Learning)
dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 1 Malang ............. 108

BAB VI PENUTUP .......................................................................... 113
Kesimpulan ................................................................................... 113
Saran .............................................................................................. 114
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN

































DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian sekarang 10
Tabel 4.1 Tugas komponen sekolah ................................. 73
Tabel 4.2 Nama kegiatan ekstrakurikuler ....................... 77
Tabel 4.3 Keadaan guru pada SMAN 1 Malang . 80
Tabel 4.4 Jumlah siswa .......... 83
Tabel 4.5 Daftar nilai mata pelajaran sejarah siswa kelas X.6 96


































DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Instrumen Penelitian
Lampiran 2 : Hasil Wawancara
Lampiran 3 : Foto Dukumentasi Penelitian
Lampiran 4 : Bukti Konsultasi
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 : Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 7 : Silabus
Lampiran 8 : RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Lampiran 9 : Struktur Organisasi Sekolah
Lampiran 10 : Biodata Mahasiswa




























ABSTRAK

Ismail, Syarof Nursyah. 2010. Penerapan Model Pembelajaran CTL
(Contextual Teaching and Learning) Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang. Skripsi.
Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas Tarbiyah. Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Dr. H. Abdul Bashith, S.Pd.
M.Si.

Kata Kunci: Contextual Teaching and Learning (CTL), Pembelajaran
Sejarah

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pembelajaran
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa yang mampu membawa perubahan
ke arah yang lebih baik, lebih memberdayakan siswa dan tidak mengharuskan
siswa menghafal fakta-fakta, tetapi lebih mendorong siswa untuk membangun
sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, pengetahuan awal yang
mereka miliki, pengalaman, dan lingkungan siswa.
Berpijak pada latar belakang di atas maka permasalahan yang timbul
adalah: 1) Bagaimana penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and
Learning) pada mata pelajaran sejarah kelas X.6 di SMAN 1 Malang? 2)
Bagaimana hasil belajar siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang setelah diterapkan
pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)? 3) Apa saja faktor
pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching
and Learning) dalam pembelajaran sejarah di SMAN 1 Malang?
Adapun tujuan yang ingin diketahui dari permasalahan tersebut di atas
adalah: 1) Mendeskripsikan penerapan model CTL (Contextual Teaching and
Learning) pada mata pelajaran sejarah siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang. 2)
Mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang setelah
diterapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). 3)
Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode
CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran
Penelitian yang penulis lakukan ini adalah termasuk dalam penelitian
deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa
metode yaitu: metode observasi, metode dokumentasi, dan metode wawancara,
adapun yang menjadi responden adalah Ibu Yayuk Ernawati dan Ibu Effi
Harsiwiniwati selaku Guru Sejarah dan Siswa kelas X.6 SMAN 1 Malang,
kemudian dianalisis melalui pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan
verifikasi data.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa selama ini penerapan
metode CTL pada Mata Pelajaran Sejarah telah dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa khususnya pada indikator siswa dapat mengidentifikasi kebudayaan
Sa Huynh dan India yang berpengaruh terhadap kebudayaan Indonesia. Meski
masih banyak sekali kendala yang dihadapi dalam penerapan metode ini. Untuk
mengatasi berbagai macam kendala yang menghambat, maka guru menggunakan
beberapa solusi diantaranya adalah dengan melengkapi sarana yang dibutuhkan
atau dengan melakukan perbaikan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan.










































BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini memang banyak orang beranggapan bahwa pelajaran
sejarah itu hanya merupakan pelajaran hafalan, yang hanya mempelajari masa
lalu. Sejarah katanya mirip novel, cerpen, roman atau mungkin dongeng
pengantar tidur. Sehingga dalam mempelajari mata pelajaran sejarah menjadi
tidak menarik dan membosankan. Oleh sebab itu perlu adanya pemikiran
bagaimana supaya mata pelajaran sejarah menjadi menarik, berbobot, disukai
dan mendapat tempat dihati setiap orang, khususnya para siswa. Salah satu
upaya yang harus dilakukan menurut penulis yaitu mengusahakan penggunaan
sistem pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam kegiatan
belajar mengajar mata pelajaran sejarah. Menurut Wina Sanjaya, Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi
kehidupan nyata.
1

Selama ini pembelajaran sejarah cenderung pada pembelajaran yang
tematik teoristik yaitu pembelajaran yang terdiri dari hafalan belaka. Sehingga
banyak terjadi kecenderungan dari siswa bahwa pelajaran sejarah dianggap

1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:
Kencana Media Group, 2007), hlm.


pelajaran yang hanya mempelajari kehidupan di masa lampau belaka sehingga
menjadikan pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang sangat membosankan
karena berisi cerita-cerita masa lampau. Untuk menanggulangi hal tersebut
maka perlu dilakukan altenatif metode pembelajaran sehingga pelajaran
sejarah menjadi pelajaran yang menarik minat siswa. Salah satu metode
pembelajaran sejarah yang dapat digunakan sebagai alternative metode
pembelajaran adalah metode pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL). Dengan pendekatan kontekstual tersebut siswa diharapkan dapat
mengkaitkan materi pelajaran yang diberikan oleh guru dengan kehidupan
mereka sehari-hari.
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran belangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan trasnfer pengetahuan
dari guru ke siswa.
Melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa yang mampu
membawa perubahan ke arah yang lebih baik, lebih memberdayakan siswa
dan tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi lebih mendorong
siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi dengan
objek, pengetahuan awal yang mereka miliki, pengalaman, dan lingkungan
siswa.
2

Berangkat dari permasalahan di atas maka peneliti ingin mengangkat
sebuah judul Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching
and Learning) Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang. Adapun alasan
peneliti mengangkat tema ini adalah agar pembelajaran sejarah yang selama
ini oleh siswa dianggap sebagai pembelajaran yang membosankan akan
menjadi pembelajaran yang menyenangkan dengan metode Contextual
Teaching and Learning (CTL) sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang. Mengingat bahwa SMAN 1 Malang
merupakan sekolah unggulan di daerah Malang.
B. Pembatasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terfokus dan mendalam,
maka permasalahan dalam penelitian ini perlu dibatasi. Penelitian ini
diarahkan pada proses pembelajaran dengan menggunakan metode CTL
(Contextual Teaching and Learning) untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran sejarah kelas X.6 di SMAN 1 Malang. Mengingat
bahwa banyak materi yang ada pada kelas X, maka peneliti hanya akan

2
Nurhadi dan Gerrad Senduk Agus, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And
Learning/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003),
hlm.

meneliti dengan menggunakan Standar Kompetensi (SK) adalah Menganalisis
Peradaban Indonesia dan Dunia, Kompetensi Dasar (KD) adalah Peradaban
Awal Masyarakat di Dunia yang Berpengaruh Terhadap Peradaban Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan pendekatan CTL (Contextual Teaching and
Learning) pada mata pelajaran sejarah kelas X.6 di SMAN 1 Malang?
2. Bagaimana hasil belajar siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang setelah
diterapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL
(Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah di
SMAN 1 Malang?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, adapun tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan penerapan model CTL (Contextual Teaching and
Learning) pada mata pelajaran sejarah siswa kelas X.6 di SMAN 1
Malang.
2. Mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang setelah
diterapkan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning).
3. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan
metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran
sejarah siswa kelas X.6 di SMAN 1 Malang.
E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan akan dapat di peroleh beberapa manfaat,
antara lain:
1. Bagi masyarakat Malang khususnya masyarakat sekitar SMAN 1 Malang
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan refleksi sebagai
pertimbangan dalam memilihkan sekolah untuk menyekolahkan anak-
anaknya di lembaga yang berkualitas dan mempunyai karakter.
2. Bagi SMAN 1 Malang, diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan
sebagai masukan dalam rangka pengambilan kebijakan untuk memperbaiki
kualitas penyelenggaraan pendidikan di masa yang akan datang. Serta
diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan dan acuan dalam
peningkatan kualitas implementasi proses pembelajaran terkait dengan
semua aspek pendukungnya.
3. Bagi peneliti di bidang pendidikan, diharapakan hasil penelitian ini dapat
mendorong dilakukannya penelitian yang lebih mendalam sehingga dapat
diperoleh informasi yang lebih dalam dan luas mengenai seluk beluk
pendidikan pada SMAN 1 Malang sebagai acuan perbaikan kualitas
pendidikan pada umumnya.
4. Bagi guru, dapat menambah pengalaman dalam memahami karakteristik
siswa dan kemampuannya belajar berkaitan dengan materi pelajaran yang
diberikan, sehingga aktivitas proses belajar mengajar dapat dilaksanakan
secara maksimal dan efektif.
5. Bagi sekolah, dapat memberi masukan yang positif khususnya bagi kepala
sekolah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas
pembelajaran sejarah di sekolah.
6. Bagi siswa, diharapkan dengan adanya penelitian ini akan membantu
siswa dalam proses pembelajan mata pelajaran sejarah, sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman secara menyeluruh
tentang skripsi ini, maka sistematika laporan dan pembahasannya telah
disusun sebagai berikut:
Bab I, merupakan bab pendahuluan yang membahas berbagai
gambaran singkat dan mencapai tujuan penulisan yang meliputi: latar
belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II, berisikan kajian pustaka yang terdiri dari kajian penelitian
terdahulu dan kajian teoritis membahas tentang teori-teori yang akan
digunakan sebagai acuan dalam membahas hasil penelitian. Adapun teori-teori
tersebut terdiri dari konsep pembelajaran, pengertian mata pelajaran sejarah,
tinjauan tentang pembelajaran kontekstual, langkah-langkah penerapan
pembelajaran kontekstual, pengertian prestasi belajar, dan penilaian atau
pengukuran prestasi belajar.
Bab III, berisi tentang metodologi penelitian yang meliputi:
pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi dan waktu
penelitian, populasi dan sampel, data dan sumber data, prosedur pengumpulan
data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
Bab IV, berisi tentang paparan data hasil penelitian dan pembahasan
hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan metode dan prosedur
yang berlaku. Adapun yang diuraikan dalam bab empat yakni: sejarah
berdirinya SMAN 1 Malang, visi dan misi, paparan dan analisis data meliputi:
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, langkah-
langkah penerapan pembelajaran kontekstual, indikator keberhasilan, serta
faktor-faktor yang menunjang dan menghambat dalam menggunakan
pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran
sejarah.
Bab V, berisi tentang pembahasan dari paparan data yang diperoleh
berdasarkan teori yang ada.
Bab VI, merupakan kesimpulan dari seluruh rangkaian pembahasan,
baik dalam bab pertama, kedua, ketiga maupun keempat. Kemudian
dilanjutkan dengan memberikan saran sebagai perbaikan dari segala
kekurangan dan disertai dengan lampiran-lampiran.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Penelitian Terdahulu
Dalam sebuah penelitian yang telah dilakukan dengan tema judul
skripsi Studi Komparasi Hasil Belajar Antara Pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) dengan Pendekatan Konvensional Dalam
Pembelajaran Sejarah Siswa Kelas X Semester Genap Sma Negeri 1 Pejagoan
Kabupaten Kebumen tahun Ajaran 2006/2007, oleh Dhina Ratnafuri tahun
2007. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
hasil belajar sejarah antara siswa yang menggunakan pendekatan kontekstual
dan siswa yang menggunakan pendekatan konvensional pada siswa kelas X
semester genap SMA Negeri I Pejagoan Kabupaten Kebumen tahun ajaran
2006/2007. Kesimpulan selanjutnya adalah pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar
sejarah siswa kelas X semester genap SMA Negeri I Pejagoan Kabupaten
Kebumen tahun ajaran 2006/2007. Oleh karena itu disarankan agar penerapan
pendekatan kontekstual disosialisasikan dan digunakan sebagai alternative
dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Selain itu agar diadakan penelitian
lebih lanjut sebagai pengembangan dari penelitian lain.
3

Dalam penelitian yang lain dengan judul Penerapan Pendekatan
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Disertai Lemba Kerja

3
Skripsi Dhina Ratnafuri, Studi Komparasi Hasil Belajar Antara Pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) dengan Pendekatan Konvensional Dalam Pembelajaran
Sejarah Siswa Kelas X Semester Genap Sma Negeri 1 Pejagoan Kabupaten Kebumen tahun
Ajaran 2006/2007, tahun 2007

Siswa Untuk Meningkatkan Proses Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII
A SMPN 1 Kemusu Boyolali Tahun Pelajaran 2008/2009, oleh Sulistyanto,
tahun 2009, menyatakan bahwa Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) Disertai Lembar Kerja Siswa Untuk Meningkatkan Proses
Dan Hasil Belajar Biologi Siswa.
4

Dalam penelitian lain dengan judul Implementasi Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial Geografi
Materi Pokok Unsur Sosial Wilayah Indonesia (Studi Deskriptif di Kelas VIII
Semester Gasal SMP Negeri 40 Semarang Tahun ajaran 2006/2007), oleh
Agus Supriyanto, tahun 2007. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di
SMP 40 Semarang dapat diketahui bahwa implementasi pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran pengetahuan sosial geografi materi pokok
unsur sosial wilayah Indonesia sudah dalam kriteria cukup, yaitu mencapai
57,6%. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prestasi belajar siswa
pada materi pokok unsur sosial wilayah Indonesia kelas VIII SMP Negeri 40
Semarang tahun ajaran 2006/2007 dalam kriteria baik, yaitu nilai rata-ratanya
mencapai 6,7. Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan prinsip belajar
tuntas dengan standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) 6,5 sudah tercapai.
5

Adapun perbedaan yang sangat mendasar dari penelitian terdahulu dan
penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

4
Skripsi Sulistyanto, Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) Disertai Lemba Kerja Siswa Untuk Meningkatkan Proses Dan Hasil Belajar Biologi Siswa
Kelas VII A SMPN 1 Kemusu Boyolali Tahun Pelajaran 2008/2009, tahun 2009
5
Skripsi Agus Supriyanto, Implementasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Dalam
Pembelajaran Pengetahuan Sosial Geografi Materi Pokok Unsur Sosial Wilayah Indonesia (Studi
Deskriptif di Kelas VIII Semester Gasal SMP Negeri 40 Semarang Tahun ajaran 2006/2007),
tahun 2007
Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Sekarang
No Nama Peneliti Judul Pendekatan
dan jenis
penelitian
Teknik
Pengumpulan
Data
Hasil Penelitian
1 Dhina Ratnafuri
(2007)
Studi Komparasi Hasil
Belajar Antara
Pendekatan
Kontekstual
(Contextual Teaching
and Learning) dengan
Pendekatan
Konvensional Dalam
Pembelajaran Sejarah
Siswa Kelas X
Semester Genap Sma
Negeri 1 Pejagoan
Kabupaten Kebumen
tahun Ajaran
2006/2007
Kuantitatif Angket
Wawancara
ada perbedaan
hasil belajar
sejarah antara
siswa yang
menggunakan
pendekatan
kontekstual dan
siswa yang
menggunakan
pendekatan
konvensional
pada siswa kelas
X semester
genap SMA
Negeri I
Pejagoan
Kabupaten
Kebumen tahun
ajaran
2006/2007.
Kesimpulan
selanjutnya
adalah
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
kontekstual
dapat
meningkatkan
hasil belajar
sejarah siswa
kelas X semester
genap SMA
Negeri I
Pejagoan
Kabupaten
Kebumen tahun
ajaran
2006/2007
2 Sulistyanto Penerapan Pendekatan Kualitatif Observasi Pembelajaran
( 2009) Pembelajaran
Contextual Teaching
and Learning (CTL)
Disertai Lemba Kerja
Siswa Untuk
Meningkatkan Proses
Dan Hasil Belajar
Biologi Siswa Kelas
VII A SMPN 1
Kemusu Boyolali
Tahun Pelajaran
2008/2009
PTK Wawancara
Dokumentasi
Contextual
Teaching and
Learning (CTL)
Disertai Lembar
Kerja Siswa
Untuk
Meningkatkan
Proses Dan
Hasil Belajar
Biologi Siswa
3 Agus
Supriyanto,
(2007)
Implementasi
Pendekatan
Pembelajaran
Kontekstual Dalam
Pembelajaran
Pengetahuan Sosial
Geografi Materi Pokok
Unsur Sosial Wilayah
Indonesia (Studi
Deskriptif di Kelas
VIII Semester Gasal
SMP Negeri 40
Semarang Tahun ajaran
2006/2007)
Kualitatif Observasi
Wawancara
Dokumentasi
implementasi
pendekatan
kontekstual
dalam
pembelajaran
pengetahuan
sosial geografi
materi pokok
unsur sosial
wilayah
Indonesia sudah
dalam kriteria
cukup, yaitu
mencapai
57,6%.
Berdasarkan
hasil penelitian
diperoleh bahwa
prestasi belajar
siswa pada
materi pokok
unsur sosial
wilayah
Indonesia kelas
VIII SMP
Negeri 40
Semarang tahun
ajaran
2006/2007
dalam kriteria
baik, yaitu nilai
rata-ratanya
mencapai 6,7
4 Syarof Nursyah Penerapan Model Kualitatif Observasi Pembelajaran
Ismail
(2010)
Pembelajaran CTL
(Contextual Teaching
and Learning) Pada
Mata Pelajaran Sejarah
Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa
Kelas X.6 di SMAN 1
Malang
deskriptif Wawancara
Dokumentasi
kontektual pada
mata pelajaran
sejarah dapat
meningkatkan
prestasi belajar
siswa kelas X.6
SMAN 1
Malang, meski
masih banyak
ditemui kendala
dalam
penerapan
pembelajaran
kontektual.

B. Kajian Teoritis
1. Hakekat Pembelajaran Kontekstual
a) Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota masyarakat.
6

Pembelajaran Kontekstual dirancang dan dilaksanakan
berdasarkan landasan filosofis Kontruktivisme yaitu filosofi belajar
yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal.
Siswa harus mengontruksi pengetahuan dibenak pikiran mereka,

6
Republik Indonesia, Undang-Undang Sisdiknas (Bandung:Citra Umbara, 2006), hlm. 5


karena pada dasarnya pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan
menjadi fakta atau proporsi yang terpisah, tetapi mencerminkan
keterampilan yang dapat diterapkan.
Definisi pembaelajaran kontekstual secara umum belum
disepakati oleh para ahli, tetapi tentang dasar dan unsur-unsur
kuncinya lebih banyak disepakati. Dewasa ini pembelajaran
kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai
nama. Di negeri Belanda berkembang apa yang disebut dengan
Realistic Mathematic Education (RME) yang menjelaskan bahwa
pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata
siswa. Di Amerika berkembang apa yang disebut Contexstual
Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk
mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan
mereka. Sementara itu di Michigan juga berkembang Connected
Mathematic Projec (CMP) yang bertujaan mengintegrasikan ide
matematika ke dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan siswa
dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan baik dan mudah.
7

Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang
memungkinkan siswa belajar dengan penuh makna. Yang dimaksud
konteks disini adalah tujuan, isi, sumber, target, guru, metode, hasil,
kematangan, dan lingkungan.
8


7
Nurhadi dan Gerrad Senduk Agus, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And
Learning/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003),
hlm.11
8
Ibid,. hlm.15
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang
terbatas, sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri
sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya
sebagai anggota masyarakat.
9

b) Penerapan Pembelajaran Kontekstual
1) Perencanaan Pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran adalah rangkaian kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam proses pembelajaran/interaksi antara peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Kegiatan perencanaan pembelajaran oleh guru meliputi
penyusunan perangkat pembelajaran antara lain: Program Tahunan
(PROTA), Program Semester (PROMES), Silabus, Rencana
Pembelajaran, Buku Siswa serta Instrumen Evaluasi, yang
mengacu pada format pembelajaran kontekstual.
2) Proses Pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan
konteksutal, proses belajar mengajar didominasi oleh aktifitas

9
Ibid,. hlm.13
siswa sedangkan guru hanya berperan sebagi fasilitator bagi siswa
dalam menemukan suatu konsep atau memecahkan suatu masalah.
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan tidak hanya di dalam kelas,
tetapi juga dilaksanakan di luar kelas atau lingkungan sekitar
dengan menggunakan berbagai media pembelajaran yang efektif
dan menggunakan strategi pengajaran yang berasosiasi dengan
pendekatan kontekstual. Dalam pembelajaran kontekstual sumber
belajar tidak hanya berasal dari guru tetapi dari berbagai sumber,
seperti buku paket, media masa, lingkungan dan lain-lain.
3) Evaluasi Pembelajaran
Kegiatan evaluasi dalam pembelajaran kontekstual mengacu pada
prinsip penilaian yang sebenarnya (authentic assesment). Kegiatan
evaluasi dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran,
dengan menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber yang
mengukur semua aspek pembelajaran, yaitu: proses, kinerja dan
produk
c) Prinsip Penerapan Pembelajaran Kontekstual.
Dalam penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual guru
harus memegang beberapa prinsip pembelajaran berikut ini:
1) Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental.
2) Membentuk kelompok belajar yang saling bergantung
3) Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri.
4) Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of student).
5) Memperhatikan multi-intelegensi (multiple inteligences) siswa.
6) Melakukan teknik-teknik bertanya (questioning).
7) Menerapkan penilaian authentic (authentic assessment).
d) Strategi Pembelajaran yang Berasosiasi dengan Pembelajaran
Kontekstual
Berbagai strategi pengajaran yang berasosiasi dengan
pembelajaran kontekstual yaitu:
1) Pengajaran Berbasis Masalah.
Pengajaran berbasis masalah (Problem-based learning)
adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang
cara berfikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi pelajaran.
10

Pengajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang
berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk
di dalamnya bagaimana belajar. Peran guru dalam proses belajar
mengajar adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan
memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Proses belajar mengajar
tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan
kelas yang memungkinkan terjadinya ide secara terbuka. Secara
garis besar proses belajar mengajar terdiri dari menyajikan kepada
siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat

10
Ibid,. hlm.56

memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan
penyelidikan dan inkuiri.
2) Pengajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara
sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling tenggang
rasa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman
yang dapat menimbulkan permusuhan. Manusia mempunyai
derajat potensi, latar belakang historis serta harapan masa depan
yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat
saling asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara
sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber
belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar saja tetapi juga
sesama siswa.
Pengajaran kooperatif (Cooperative Learning) memerlukan
pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam
mencapai tujuan belajar.
11

3) Pengajaran Berbasis Inkuiri.
Merupakan pembelajaran yang mendorong siswa untuk
belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-
konsep atau prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk
melakukan percobaan yang memungkinkan siswa untuk

11
Ibid,. hlm.60

menemukan sendiri prinsip-psinsip atau konsep-konsep. Belajar
dengan menemukan dapat diterapkan dalam banyak mata
pelajaran. Belajar dengan penemuan mempunyai berbagai
keuntungan. Pembelajaran dengan inkuiri memacu keinginan siswa
untuk mengetahui, memotifasi mereka untuk melanjutkan
pekerjaannya hingga mereka menemukan jawabannya.
4) Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas.
Pengajarn berbasis proyek/tugas terstruktur (Project-Based
Learning) membutuhkan suatu pendekatan pengajaran
komprehensif dimana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa
dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah authentic
termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran dan
melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini
memperkenalkan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam
menkonstruksi atau membentuk pembelajaran dan membawanya
dalam produk nyata.
Siswa diberiakan tugas atau proyek yang kompleks, sulit,
lengkap. Tetapi realistis atau autentik dan kemudian diberikan
bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas
mereka.
12




12
Ibid,. hlm.77
5) Pengajaran Autentik
Pengajaran Autentik yaitu pendekatan pengajaran yang
memperkenalkan siswa untuk mempelajari konteks bermakna.
Siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan pemecahan
masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Siswa
sering kali mengalami kesulitan dalam menerapkan ketrampilan
yang telah mereka dapatkan di sekolah kedalam kehidupan nyata
sehari-hari karena keterampilan-keterampilan itu lebih diajarkan
dalam konteks sekolah dari pada dalam konteks kehidupan nyata.
13

Dengan begitu siswa akan belajar menerapkan ketrampilan
akademik seperti pengumpulan informasi, menghitung, menulis,
dan berbicara di dalam konteks kehidupan nyata.
e) Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Johnson dalam bukunya Nurhadi, ada delapan
komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning), seperti dalam rincian berikut:
1) Melakukan hubungan yang bermakna (Making meaningful
connection)
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar
secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual,
orang yang bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan
orang yang dapat belajar sambil berbuat (Learning by doing)

13
Ibid,. hlm.77

2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (Doing significant
work)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai
konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai perilaku bisnis
dan sebagai anggota masyarakat.
3) Belajar yang diatur sendiri (Self-regulated learning)
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada
urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan
pilihan, dan ada produknya atau hasilnya yang sifatnya nyata.
4) Bekerja sama (Collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara
efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana
mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5) Berpikir kritis dan kreatif (Critical and creative thinking)
Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara
kritis dan kreatif: dapat menganalisis, membuat sintesis, mengatasi
masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-
bukti.
6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (Nurturing the
individual)
Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian,
memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan
memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa
dukungan orang dewasa.
7) Mencapai standar yang tinggi (Reaching high standards)
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi:
mengidentifikasi tujuan dan motivasi siswa untuk mencapainya.
Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang
disebut Excellence
8) Menggunakan penilaian autentik (Using authentic assessment)
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia
nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya: siswa boleh
menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari
dalam pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan
pelajaran bahasa Inggris dengan mendesain sebuah mobil,
merencanakan menu sekolah, atau membuat penyajian perihal
emosi mobil.
14

f) Tujuh Komponen Penerapan Contextual Teachingand Learning
(CTL)
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari
penerapan pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL) di
kelas. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan Contextual
Teachingand Learning (CTL) jika menerapkan ketujuh komponen
tersebut dalam pembelajarannya. Dan untuk melaksanakan hal itu
tidak sulit, pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL)

14
Ibid,. hlm.13-14

dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, dan di kelas yang
bagaimanapun keadaannya.
Keterkaitan ketujuh komponen tersebut digambarkan dalam
bagan berikut ini:














Dari masing-masing komponen tersebut akan dijelaskan
dalam uraian berikut:
1) Konstruktivisme (Costructivism)
Konstruktivisme merupakan langkah berpikir (filosofi)
pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
Konstruktivisme
(Contructivism)
Masyarakat Belajar
(Learning Community)
Pemodelan
(Modelling)
Penilaian Sebenarnya
(Authentic Assessment)
Bertanya
(Questioning)
Menemukan
(Inquiry)
Refleksi
(Reflection)
sedikit demi sedikit. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta,
konsep, atau kaidah yang siap diambil untuk diingat tetapi manusia
harus mengkontruksi (membangun) pengetetahuan itu dan
memberi makna melalui pengetahuan nyata. Pengetahuan tumbuh
berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang
semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan
pengalaman baru. Dalam hal ini seorang guru dituntut
berkreatifitas bagaimana ia dapat mengkaitkan pengetahuan
sebelumnya yang dimiliki siswa kedalam materi selanjutnya.
Dalam buku The Memory Book, Harry Lorayne dan Jerry Lucas
menulis anda bisa mengingat sepotong informasi jika
diasosiasikan dengan sesuatu yang telah anda ketahui atau ingat
sebelumnya.
Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa, untuk
benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan,
mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan
sesuatu bagi dirinya sendiri, dan selalu bergulat dengan ide-ide.
Tugas pendidik tidak hanya menuangkan atau menjejalkan sebuah
informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana
agar konsep-konsep penting dan sangat beguna tertanam kuat
dalam benak siswa.
Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh
lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru
adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara:
(a) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
(b) Memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan
idenya sendiri.
(c) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri
dalam belajar.
15

2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan sendiri merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
diharapkan bukan hanya dari hasil mengingat seperangkat fakta
tetapi hasil itu juga diperoleh dari hasil menemukan sendiri.
Seorang guru sebisa mungkin merancang pembelajaran yang
mendorong anak untuk menemukan sendiri fakta (rumus) dari hasil
penemuannya dan tentu saja melalui bimbingan guru. Membiarkan
siswa menemukan sendiri tanpa bimbingan sama saja membiarkan
sibuta berjalan tanpa arah. Namun demikian seorang guru juga
harus mengetahui tingkat pengetahuan anak didiknya, sehingga
inquiri dapat berjalan lancar.
Kegiatan inkuiri sebenarnya sebuah siklus. Siklus itu terdiri
dari langkah-langkah sebagai berikut:
(a) Merumuskan masalah.

15
Ibid,. hlm.33

(b) Mengumpulkan data melalui observasi.
(c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar,
laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya.
(d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya lainnya.
(e) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada
pembaca, teman sekelas, atau audien yang lain.
16

Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran Contextual
Teachingand Learning (CTL), dimulai dari adanya kesadaran
siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan
demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah telah
dipahami dengan batasan-batasan yang jelas. Selanjutnya siswa
dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan
rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan
menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka
mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya
siswa dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam
meumuskan kesimpulan. Asas menemukan seperti yang
digambarkan di atas, merupakan asas yang penting dalam
pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL). Melalaui
proses berpikir yang sistematis seperti di atas, diharapkan siswa

16
Ibid,. hlm.43

memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu
diperlukan sebagai dasar pembentukan kreatifitas.
17

3) Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseoarang selalu dari
bertanya. Bertanya merupakan strategi guru untuk menilai
kemampuan berpikir siswa. Dengan bertanya seorang guru dapat
membimbing siswa kearah tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Bagi siswa bertanya merupakan langkah untuk menggali informasi
dan mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui dan mengarahkan
pada aspek yang belum diketahui.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan
bertanya akan sangat berguna untuk:
(a) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam
penguasaan materi.
(b) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
(c) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
(d) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.
(e) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan
sesuatu.
Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan
bertanya hampir selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan

17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:
Kencana Media Group, 2007), hlm. 269
guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat
diperlukan.
18

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Learning Community atau masyarakat belajar mengandung
arti sebagai berikut:
(a) Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagai
gagasan dan pengalaman.
(b) Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
(c) Pada umumnya hal kerja kelompok lebih baik daripada kerja
secara individual.
(d) Ada rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam
kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama.
(e) Upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum
mampu dapat diadakan.
(f) Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang
anak belajar dengan anak lainnya.
(g) Ada rasa tanggung jawab dan kerjasama antara anggota
kelompok untuk saling memberi dan saling menerima.
(h) Ada fasilitator atau guru yang memandu proses belajar dalam
kelompok.
(i) Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah.
(j) Ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik.

18
Ibid,. hlm. 264

(k) Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain.
(l) Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja.
(m) Dominasi siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan agar yang
lambat atau lemah bisa pula berperan.
(n) Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung
arti learning community.
19

Pada konsepnya learning community menyarankan agar
hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang
lain. Lerning community bisa terjadi jika ada komunikasi dua arah.
Seorang guru yang mengajari siswanya bukan contoh learning
berbagi informasi mengenai apa yang diketahui. Guru disarankan
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar yang
heterogen. Sehingga siswa yang pandai dapat menjadi sumber
belajar bagi siswa lainnya. Namun guru juga harus merancang
bahwa tidak ada siswa yang merasa bahwa dirinya lebih unggul
dari siswa lainnya. Peran guru sebagai pembimbing tetap sangat
diperlukan.
5) Pemodelan (Modelling)
Yang dimaksud dengan pemodelan (Modelling) adalah
proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai
contoh yang dapat ditiru oleh siswa.
20


19
Ibid,. hlm.47-48
20
Ibid,. hlm.265
Model yang dapat ditiru itu bisa berupa cara
mengoprasikan sesuatu, cara melakukan sesuatu, atau cara
mengerjakan sesuatu tergantung materi dan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai. Model dapat dirancang dengan melibatkan
siswa. Menyuruh seorang siswa untuk menyelesaikan soal kepapan
tulis dapat berarti model, atau mendatangkan seorang ahli kekelas
juga dapat disebut model. Membuat model pembelajaran melaluli
media yang tersedia di sekolah juga adalah suatu usaha yang dapat
dilakukan guru.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru saja
dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita
lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap
kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru saja diterima.
21

Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu dapat
mengendap dibenak siswa. Pada akhir pelajaran guru dapat
menyisakan waktu sejenak untuk mengadakan refleksi.
Realisasinya dapat berupa antara lain:
(a) Pertanyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh siswa
hari itu.
(b) Membuat catatan atau jurnal hasil belajar.
(c) Diskusi.

21
Ibid,. hlm.51

7) Penilaian Yang Sebenarnya (Autentic Assesment)
Assessment adalah serangkaian kegiatan yang dirancang
untuk mengukur prestasi belajar (achievement) siswa sebagai hasil
dari suatu program instruksional. Rumusan ini menunjukkan,
bahwa hasil assessment terhadap siswa dapat digunakan sebagai
bukti yang patut dipertimbangkan dalam rangka evaluasi
pengajaran. Jadi, assessment bukan hanya menilai siswa melainkan
sangat fungsional untuk menilai sistem pengajaran itu sendiri.
22

Katakteristik Autentic Assessment antara lain:
(a) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran.
(b) Bisa digunakan untuk formatif dan sumatif.
(c) Yang diukur keterampilan bukan mengingat fakta.
(d) Terintegrasi.
g) Langkah-Langkah Penerapan Contextual Teachingand Learning
(CTL)
Ada beberapa langkah atau tahapan dalam model
pembelajaran Contextual Teachingand Learning (CTL), yaitu:
1) Motivasi
Salah satu aspek penting dalam mengajar adalah
membangkitkan motivasi anak untuk belajar karena. Mengapa
dikatakan penting, adalah karena motivasi seseorang adalah bagian
internal manusia. Dia menetapkan alasan dan membuat
keputusannya sendiri berdasarkan penglihatannya (perception)

22
Hamalik Oemar, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 146
terhadap lingkungannya. Tentang bagaimana guru mempengaruhi
motivasi siswa adalah dengan menciptakan situasi eksternal
sehingga siswa akan bertindak sesuai dengan yang diharapkan.
23

Sebelum memulai pelajaran, guru mengadakan tanya jawab
pada siswa mengenai kegiatan yang mereka lakukan. Guru
memberikan kebebasan kepada siswa untuk mencari alat bantu
yang akan dipakai dalam proses pembelajaran.
2) Pemahaman
Apabila sudah ditemukan oleh siswa berbagai aktifitas atau
kegiatan yang mereka lakukan, tugas guru berikutnya adalah
memperjelas kembali konsep yang akan dipelajari atau ditemukan
oleh siswa tersebut. Apabila memungkinkan, guru menyediakan
fasilitas yang relevan dengan konsep yang akan dipelajari. Fasilitas
ini bisa bersifat internal seperti, tape, video, LCD, atau hal lain
yang memungkinkan anak bisa belajar secara langsung. Bisa juga
melakukan kegiatan guru tamu, dengan mendatangkan nara sumber
asli, misalnya pengenalan profesi atau budaya dari daerah lain.
Bisa juga mengadakan kunjungan keluar sesuai dengan konsep
pembelajaran yang sedang dilakukan.
3) Kemahiran
Agar pembelajaran kontekstual ini lebih bermakna,
pengetahuan yang telah diperolehnya dapat diaplikasikan dengan

23
Abdul Aziz W, Metode Dan Model-Model Mengajar (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), hlm.
26

cara hand-on dan seterusnya dapat mencetuskan pemikiran siswa
(minds-on).
4) Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran kontekstual dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu secara tertulis dan observasi. Dengan
penilaian yang bervariasi tersebut maka akan dapat dilihat secara
terus menerus kemajuan siswa dalam melakukan kegiatannya.
24

Secara garis besar langkah dalam pembelajaran Contextual
Teachingand Learning (CTL) adalah sebagai berikut:
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4) Ciptakan masyarakat belajar.
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (www.
Dikdasmen. doc).
25

2. Mata Pelajaran Sejarah
Sejarah mempunyai arti yang sama dengan kata-kata history
(Inggris), Geschichte (Jerman), dan Geschiedenis (Belanda).

24
Sulhan Najib, Pengembangan Karakter Pada Anak: Manajemen Pembelajaran Guru Menuju
Sekolah Efektif (Surabaya: Intelektual Club, 2006), hlm. 150
25
www. Dikdasmen. org/Files/KTSP/SMP/Pengembangan Model Pembelajaran Efektif-SMP. doc
Semuanya mengandung arti yang sama ialah cerita tentang peristiwa dan
kejadian pada masa lampau. Peristiwa dan kejadian itu benar-benar terjadi
pada masa lampau. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W. J.
S. Poerwadarminta 1952 halaman 646 disebutkan bahwa sejarah
mengandung tiga pengertian:
a) Kesusasteraan lama: silsilah dan asal-usul.
b) Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
c) Ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa
yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
26

Mata pelajaran sejarah adalah salah satu mata pelajaran bagian
dari satu bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang sebagian besar
materinya membicarakan tentang peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan kehidupan pada masa lampau. Dengan demikian seorang guru
sejarah harus dapat menggambarkan secara langsung materi-materi yang
diberikan dengan keadaan yang sebenarnya di masa lampau.
Mata pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang mempelajari
kehidupan atau peristiwa-peristiwa penting dimasa lampau dan memiliki
pengaruh besar dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan sendi-sendi
kehidupan lainnya dalam masyarakat. Salah satu fungsi utama mata
pelajaran sejarah adalah mengabdikan pengalaman-pengalaman
masyarakat diwaktu lampau, yang sewaktu-waktu bisa menjadi bahan

26
Hugiono dan Poerwantana. Pengantar Ilmu Sejarah (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hlm. 1

pertimbangan bagi masyarakat itu dalam memecahkan problema-problema
yang dihadapinya.
Menurut Hartono Kasmadi tujuan luhur dari pelajaran sejarah
adalah untuk menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, bangsa
dan negara serta sadar untuk menjawab untuk apa ia dilahirkan. Pelajaran
sejarah merupakan salah satu unsur utama dalam pendidikan politik
bangsa. Lebih jauh lagi pengajaran sejarah merupakan sumber inspirasi
terhadap hubungan antar bangsa dan negara. Siswa memahami bahwa ia
merupakan bagian dari masyarakat negara dan dunia.
3. Prestasi Belajar
a) Pengertian Prestasi Belajar Siswa
Yang dimaksud dengan prestasi siswa di sini adalah hasil
belajar siswa yang telah dicapai dari suatu aktifitas yang dilakukan
seseorang pada suatu saat, karena prestasi itu dibatasi oleh waktu, yaitu
pada suatu waktu prestasi seseorang bisa naik dan dilain waktu bisa
menurun.
Lebih lanjut penulis mengkehendaki adanya pengertian yang
lebih definitif, yaitu pengertian yang lebih mendekati kebenaran dalam
hubungannya dengan lambang yang dipakai untuk mengetahui suatu
prestasi seperti angka-angka atau huruf-huruf dan bentuk-bentuk kode
lainnya, maka dalam hal ini perlu tinjauan bagaimana mengajar yang
berhasil atau berprestasi. Sehubungan dengan hal tersebut, makadalam
bukunya Didaktik metodik mengatakan: Mengajar yang berhasil, di
mana dalam mengajar itu akan menghasilkan tanggapan atau
pengertian yang tahan lama dan bermanfaat bagi kehidupan anak serta
ia dapat menggunakannya di dalam kehidupan. Untuk itu harus
diciptakan suasana yang gembira, membuat keterangan-keterangan
untuk menjelaskan, dan pelajaran harus mengesankan kepada anak
ditunjukkan dan diyakini bahwa pelajaran yang diterima itu sangat
bermanfaat atau berguna untuk kepentingan kehidupan.
27

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa
prestasi siswa adalah kecakapan dari suatu usaha atau latihan dan
pengalaman dalam bentuk tingkah laku yang mengandung unsur-unsur
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Dan inilah yang dapat
diukur seperti tes atau ujian, atau setelah diminta untuk menyelesaikan
sesuatu tugas atau menyelesaikan suatu permasalahan. Hasil dari alat-
alat pengukur inilah yang kemudian dinilai dalam bentuk angka
sebagai nilai prestasi siswa. Sedangkan angka yang digunakan dalam
penilaian bukan hal yang sangat absolut untuk menentukan suatu
prestasi siswa, akan tetapi merupakan lambing yang mempunyai arti
tersendiri, seperti angka 6 yang mempunyai arti sedang, angka 8
mempunyai arti baik, demikian pula kode-kode lainnya, dan fungsinya
adalah sebagai alat bantu dalam pengajaran. Oleh karena itu bukanlah
suatu ukuran obyektif sebagai prestasi, melainkan alat bantu berharga

27
Abu Ahmadi, Didaktik Metodik (Semarang: CV. Thoha Putra, 1975), hlm. 88

bagi proses didaktik yang berguna bagi guru-guru dan siswa sebagai
pedoman orientasi.
Melihat uraian di atas, maka ketidak obyektifan alat-alat yang
dipakai dalam mengukur prestasi itu, bukanlah alat-alat itu tidak
obyektif, akan tetapi prestasi itu sendiri sama halnya dengan
intelegensi yang dapat dipandang dan dibandingkan secara relatif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa
bukanlah angka, huruf atau kode-kode yang dipakai dalam pengajaran,
akan tetapi prestasi siswa adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang yang belajar dalam bentuk pola tingkah laku yang
membentuk kepribadiannya, kemudian dinilai dengan angka, huruf,
kode-kode lainnya yang mempunyai arti sendiri dalam proses
pengajaran.
b) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa
1) Faktor Intern yang berasal dari dalam diri si anak sendiri. Diantara
faktor intern ini adalah:
(a) Intelegensi
Tidak ada yang menyangkal bahwa intelegensi
berpengaruh terhadap prestasi siswa. Siswa yang
intelegensinya tinggi dapat diramalkan bahwa ia akan mampu
menyelesaikan studinya dengan lancar dan baik serta prestasi
yang memuaskan. Sebaliknya siswa yang intelegensinya
rendah dimungkinkan akan lambat dan banyak menemui
kesukaran dalam belajarnya
28
. Rupa-rupanya intelegensi ini
telah banyak menarik perhatian para psikolog dan paedagog,
sehingga tidak sedikit diantara mereka yang mengadakan
penyelidikan dan membuat definisi tentang intelegensi, antara
lain W. S. Winkel dalam bukunya Psikologi Pendidikan dan
Evaluasi Belajar mengatakan bahwa, Intelegensi adalah
kemampuan untuk mencapai prestasi-prestasi di sekolah yang
di dalamnya berpikir main peranan. Intelegensi ini juga disebut
kemampuan intelektual atau kemampuan akademik.
Intelegensi juga diartikan sebagai suatu perubahan yang sangat
baik sebagai yang ternyata dalam suatu aktifitas yang efisien.
29

(b) Faktor Perhatian
Faktor perhatian juga merupakan faktor yang sangat
penting dalam usaha belajar anak. Untuk dapat menjamin
belajar yang baik anak harus ada pengertian dan perhatian
terhadap bahan yang dipelajarinya. Tidak mungkin kegiatan
belajar terjadi tanpa adanya perhatian dari pihak siswa
30
. Jadi
sikap anak dalam belajar ada yang menunjukkan positif dan ada
pula yang menunjukkan sikap negatif. Ia akan menunjukkan
sikap positif apabila pelajaran yang diajarkan oleh guru itu
disertai dengan perasaan yang menyenangkan sehingga

28
Winkel, W. S, Psikologi Pendidikan Dan Evaluasi Belajar (Jakarta: PT. Gramedia, 1984), hlm.
24
29
Whitherington, Ahli Bahasa M. Buchori, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Aksara Baru, 1985),
hlm. 198
30
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar ( Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1990), hlm. 150
menimbulkan perhatian pada anak. Sikap yang menyenangkan
inilah akan memupuk keaktifan anak untuk belajar. Tetapi
sebaliknya kalau tidak disertai dengan rasa senang tidak
mungkin mencapai hasil yang baik.
(c) Kondisi Fisik
Kondisi fisik berkaitan dengan masalah kesehatan. Agar
bisa belajar dengan baik dan tenang diperlukan adanya kondisi
fisik yang baik dalam arti keadaan sehat. Bagaimanapun juga
kondisi fisik akan mempengaruhi hasil belajar. Maka anak-
anak yang sering sakit-sakitan, prestasi belajarnya akan
menurun jika dibandingkan dengan anak-anak yang normal
31
.
Jadi kondisi fisik pada umumnya melatarbelakangi aktifitas
belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya
dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani
yang lelah lain pengaruhnya daripada yang tidak lelah.
32

(d) Faktor Minat
Kegiatan belajar anak-anak sangat dipengaruhi oleh
minatnya. Dengan adanya minat dapat mendorong perbuatan
belajar, sebaliknya dengan tidak adanya minat akan
memperlemah usaha-usaha belajar yang baik yang
mengakibatkan menurunnya prestasi hasil belajarnya. Untuk itu
minat anak didik akan bangkit bila suatu bahan yang diajarkan

31
Tadjab, Pengantar Psikologi Pendidikan (Malang: Biro Ilmiah IAIN Sunan Ampel Malang,
1980), hlm. 62
32
Sumadi, Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 235
sesuai dengan kebutuhan anak didik
33
. Maslow berkeyakinan
bahwa minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait
dengan kebutuhannya. Jika kebutuhan tadi bisa dipuaskan, kita
masih boleh mengharapkan bahwa ketidakpuasan dan
kegelisahan yang baru akan cepat berkembang, jika individu
tidak mengerjakan apa yang dia senangi.
34

(e) Kemampuan Pembawaan
Sebagaimana telah diketahui, bahwa tidak ada dua
individu atau orang yang sama, juga di dalam hal kemampuan.
Setiap orang mempunyai potensi atau pembawaan serta
kemampuan sendiri-sendiri sehingga kemampuan pembawaan
ini akan mempengaruhi belajar anak. Kenyataan ada orang
yang dikaruniai kemampuan yang tinggi sehingga ia mudah
mempalajari sesuatu atau sebaliknya ada orang yang
kemampuannya terletak pada taraf yang kurang, sehingga
mengalami kesulitan untuk mempelajari sesuatu. Demikian
pula anak-anak yang kemampuan pembawaan yang kurang
baik, akan lebih mudah dan lebih cepat belajar daripada anak-
anak yang kemampuan pembawaannya kurang baik. Dengan
demikian bahwa perbedaan-perbedaan dalam mempelajari

33
Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Renika Cipta, 1995), hlm. 51
34
Maslow, AH, Motivasi Dan Perilaku (Semarang: Dahara Prize, 1992), hlm. 31


sesuatu disebabkan antara lain oleh perbedaan taraf
kemampuannya.
Tetapi perlu pula diketahui, bahwa kemampuan
pembawaan ini bukanlah satu-satunya faktor yang paling
penting atau paling dominan dalam belajarnya anak.
Kekurangan dalam kemampuan pembawaan ini masih dapat
diatasi dengan berbagai macam cara, misalnya dengan cara
memberikan motivasi sebaik-baiknya, pemberian bimbingan
yang lebih banyak, memberikan latihan-latihan yang banyak
dan sebagainya.
35

2) Faktor Ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri si anak. Di
antara faktor-faktor ekstern yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar siswa antara lain sebagai berikut:
(a) Lingkungan Belajar
(1) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan hidup anak yang
mempunyai posisi amat penting dalam memberikan
bimbingan kepada anak, sebab sejak semula anak
melakukan interaksi belajar di lingkungan keluarga. Karena
itu, Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama
dan utama.
36


35
Tadjab, Pengantar Psikologi Pendidikan (Malang: Biro Ilmiah IAIN Sunan Ampel Malang,
1980), hlm. 62
36
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar (Jakarta: CV. Rineka Cipta, 1990), hlm. 81

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat
terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara
dua subyek manusia (suami istri). Berdasarkan asas cinta
yang asasi ini lahirlah anak sebagai penerus. Keluarga
dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina
kehidupan sang anak. Di dalam suasana cinta dan
kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung seumur
anak itu dalam tanggung jawab keluarga.
37

Oleh karena itu, maka keluarga adalah lingkungan
yang merupakan posisi amat penting, sehingga di sini
tempat anak bernaung. Apabila keadaan keluarga retak
(broken home), misalnya terjadi percekcokan antara ayah
dan ibu, atau antara orang tua dan anak-anaknya, maka
dalam hal ini akan mengganggu konsentrasi belajar si anak.
Agar anak-anak lebih konsentrasi dalam belajarnya,
diperlukan adanya kasih sayang dari orang tuanya. Oleh Ki
Hajar Dewantara dikatakan supaya orang tua (sebagai
pendidik) mengabdi kepada anak, dan pengabdian ini
semata-mata demi cinta kasih yang kodrati.
38

(2) Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lingkungan pendidikan di mana
anak mendapatkan lebih banyak pengetahuan daripada

37
Noor Syam, N, Pengertian Dan Hukum Dasar Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1980),
hlm. 14
38
Ibid,. hlm. 14
pembentukan watak, yang mana dengan pengetahuan yang
diperoleh itu anak memperoleh kemampuan untuk hidup
dalam masyarakat selanjutnya.
39

Lingkungan sekolah ini dipandang sebagai
lingkungan yang kedua sesudah lingkungan keluarga.
Sekolah sebagai penunjang dalam mencapai tujuan
pendidikan, karena anak belajar di sekolah biasanya sudah
didasari kebiasaan dan ketauladanan di rumah. Pendidikan
di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga,
juga sekaligus merupakan lanjutan pendidikan dalam
keluarga. Di samping itu, kehidupan di sekolah adalah
merupakan jembatan bagi anak, yang menghubungkan
kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam
masyarakat kelak
40
. Jadi pendidikan di sekolah sudah lebih
mengarah pada fungsi-fungsi rohaniyah anak dengan jalan
pengajaran ilmu pengetahuan yang memberi pengertian,
pemahaman tentang tingkah laku dan kebiasaan yang telah
mereka terima dan mereka dapatkan dari lingkungan
keluarga mereka, sehingga lahirnya tingkah laku dan
kebiasaan itu tidak lagi bersifat verbalis, melainkan dengan
suatu kesengajaan, karena adanya pengertian dan perasaan

39
H. M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm.
116
40
Indrakusuma, Amir Daien, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hlm.
111

akan manfaat dari kebiasaan-kebiasaan tersebut untuk
dirinya.
Di sekolah di bawah asuhan guru-guru, anak-anak
memperoleh pengajaran dan pendidikan. Anak-anak belajar
berbagai macam pengetahuan dan keterampilan, yang akan
dijadikan bekal kehidupan nanti di masyarakat.
Memberikan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan
kepada anak untuk kehidupan nanti inilah sebenarnya tugas
utama dari sekolah.
(3) Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat ini mempunyai kesamaan
dengan keadaan lingkungan sekolah dan keluarga, yaitu
sama-sama berpengaruh dalam menunjang proses belajar
anak, hasil belajar anak yang berada dalam lingkungannya
yang sudah maju lain dengan hasil belajar anak yang berada
dalam lingkungan yang belum maju. Dalam lingkungan ini
biasanya yang besar pengaruhnya adalah teman bergaulnya.
Dalam hal ini Mochtar Yahya dalam bukunya Fannut
Tarbiyah, yang penulis kutip dari buku metodik khusus
pendidikan agama, mengatakan: Saling meniru diantara
anak dengan temannya sangat cepat dan kuat. Pengaruh
lawan adalah sangat besar terhadap akal dan akhlaknya,
sehingga dengan demikian kita dapat memastikan bahwa
hari depan untuk anak adalah tergantung kepada keadaan
masyarakat di mana ia berada dan bergaul. Anak yang
hidup diantara tetangga-tetangga yang baik, akan menjadi
baiklah dia sebaliknya anak yang hidup diantara orang-
orang yang buruk akhlaknya akan menjadi bururuklah
akhlaknya.
41

Jadi pengaruh lingkungan itu dapat dikatakan
positif, apabila lingkungan tersebut memberikan motivasi
dan stimulus kepada anak untuk melakukan hal-hal yang
baik, baik dan berguna bagi anak itu sendiri maupun baik
dan berguna bagi kehidupan bersama. Sebaliknya pengaruh
lingkungan negatif apabila keadaan masyarakat itu tidak
dapat menunjang adanya pendidikan yang diperoleh anak di
sekolah.
Pengaruh yang bersifat negatif itu tidak terhitung
banyaknya di dalam masyarakat. Dan anehnya pengaruh
yang negatif ini sangat mudah diterima oleh anak, dan
sangat kuat meresap dihati anak.
42

c) Penilaian atau Pengukuran Prestasi Belajar Siswa
Dalam dunia pengajaran, penilaian atau pengukuran itu sangat
diperlukan oleh mereka yang berkompeten dalam pendidikan terutama
di sekolah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh dari

41
Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Offset Printing, 1981),
hlm. 53
42
Indrakusuma, Amir Daien, Op. Cit., hlm. 115
hasil yang telah dicapai dalam proses kegiatan belajar mengajar,
khususnya yang berlangsung di sekolah, guru mengajar di satu pihak
dan siswa belajar di satu pihak. Oleh karena itu kegunaan penilaian
dan pengukuran sangat penting artinya dalam pengajaran, dalam hal ini
Abu Ahmadi menjelaskan tentang kegunaan penilaian atau pengukuran
sebagai berikut:
1) Untuk mengontrol apakah anak telah bisa menerima serta
memahami bahan pengajaran yang telah diterangkan sebelumnya
oleh guru.
2) Untuk mengontrol apakah anak telah melaksanakan petunjuk-
petunjuk yang telah diberikan.
3) Untuk mengetahui sampai di mana kemauan, keuletan dan
kemampuan anak terhadap bahan pengajaran. Di sini ditekankan
prestasi siswa yang dinyatakan sebagai nilai yang diisikan dalam
raport atau nilai terakhir pada akhir tahun ajaran.
43

Sedangkan peranan penilaian atau pengukuran dalam proses
belajar mengajar antara lain:
1) Untuk dapat mengetahui dan menetapkan kemajuan belajar serta
perkembangan anak didik setelah selesai mengikuti kegiatan proses
belajar mengajar dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

43
Abu Ahmadi, Didaktik Metodik (Semarang: CV. Thoha Putra, 1975), hlm. 8
2) Untuk dapat mengetahui hingga sejauh mana keberhasilan metode-
metode yang digunakan dan juga sistem pengajarannya dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
3) Untuk dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, untuk
mengambil tindakan-tindakan perbaikan serta untuk menentukan
langkah-langkah yang akan ditempuh selanjutnya.
4) Untuk keperluan bimbingan dan pengukuran bagi siswa-siswa
dalam mengalami kegagalan dalam suatu program bahan
pengajaran tertentu.
5) Untuk keperluan supervisi, baik bagi kepala sekolah maupun bagi
tenaga-tenaga teknis pendidikan yang berkompeten.
6) Untuk keperluan bahan laporan kepada orang kepada orang tua
siswa atau kepada petugas-petugas pendidikan yang
bersangkutan.
44

Dari uraian di atas dapat diketahui betapa pentingnya penilaian
atau pengukuran dalam proses belajar mengajar terutama dalam bidang
pengukuran prestasi siswa. Untuk mengetahui kemajuan-kemajuan
yang dicapai oleh para siswa dalam proses belajarnya, maka ada dua
teknik yang digunakan yaitu: teknik tes dan teknik non tes.
45

Adapun yang dimaksud dengan tes adalah merupakan alat atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu
dalam suasana tertentu, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah

44
Nasrun Harahap, Teknik Penilaian Hasil Belajar (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 13
45
Imam, Penyusunan Dan Pengelolaan Hasil Tes Dalam Rangka Penilaian Hasil Belajar
(Jakarta: CV. Pepara, 1981), hlm. 9
ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang
diberikan misalnya: melengkapi salah satu huruf di depan pilihan
jawaban, menerangkan, mencatat jawaban yang salah, melakukan
tugas atau suruhan, menjawab secara lisan dan sebagainya.
46

Adapun tes yang digunakan untuk menilai atau mengukur hasil
belajar siswa adalah banyak sekali, namun dalam pembahasan ini
penulis batasi beberapa tes yang berbentuk pertanyaan yang bisa
digunakan oleh guru-guru di sekolah yang dapat dibedakan atas dua
jenis, yaitu Tes Obyektif (Objective test) dan Tes Uraian (Essay test).
47

1) Tes Obyektif disebut juga Short Answer Achievement Test. Tes
ini disusun sedemikian rupa sehingga skor-skor yang diperoleh dari
padanya merupakan skor yang kompeten
48
. Tes objective terdiri
dari item-item dengan jalan memilih salah satu alternatif yang
benar dari sejumlah alternatif jawaban yang tersedia, baik itu
berupa perkataan maupun simbol-simbol. Sedangkan yang
termasuk tes objeyektif ini adalah:
(a) Benar-Salah (True False)
True False adalah satu bentuk tipe tes dari objektif tes
yang merupakan sederetan pernyataan (pertanyaan) yang harus
ditentukan oleh siswa, apakah pernyataan benar atau salah
49
.

46
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), hlm. 51
47
Mansyur, Evaluasi Pendidikan Agama (Jakarta: PT. Songo Abadi Inti, 1982), hlm. 14
48
Ibid,. hlm. 19
49
Imam, Penyusunan Dan Pengelolaan Hasil Tes Dalam Rangka Penilaian Hasil Belajar
(Jakarta: CV. Pepara, 1981), hlm. 11
Jadi tes ini suatu bentuk tes yang item-itemnya berupa
statemen-statemen, di mana si teruji diminta pendapatnya
terhadap pernyataan-pernyataan tersebut. Pernyataan pendapat
hanya dua alternatif, yaitu: benar atau salah, ya atau tidak.
(b) Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Multiple Choice yaitu suatu item yang terdiri dari suatu
statemen yang belum lengkap. Untuk melengkapi statemen
tersebut, disediakan beberapa statemen sambungan. Satu
diantaranya adalah sambungan yang benar, sedangkan yang
lain adalah tidak benar. Siswa disuruh memilih sambungan
yang paling benar untuk statemen yang belum lengkap itu pada
lembar jawaban dengan memberi tanda silang, melingkari atau
tanda lainnya sesuai dengan petunjuk. Multiple Choice di sini
di mana siswa diminta memilih jawaban yang benar diantara
beberapa jawaban yang ada. Jadi bentuk soal Multiple Choice
ini terdiri dari dua bagian yaitu:
(1) Pertanyaan atau pernyataan belum lengkap.
(2) Jawaban atau penyempurnaan yang terdiri dari tiga sampai
lima kalimat jawaban atau penyempurnaan.
50

(c) Menjodohkan (Matching)
Bentuk soal menjodohkan terdiri dari dua kelompok
pernyataan yang pararel. Kedua kelompok pernyataan ini


50
Mansyur, Op. Cit., hlm. 24
berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan
bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya.
Dalam bentuk yang paling sederhana, jumlah soal sama dengan
jumlah jawaban, tetapi sebaiknya jumlah jawaban yang
disediakan dibuat lebih banyak daripada soalnya karena hal ini
akan mengurangi kemungkinan siswa menjawab betul dengan
hanya menebak.
(d) Menyempurnakan (Completion)
Completion tes ini disebut juga tes tes pengisian atau tes
penyempurnaan, yaitu tes yang dibuat sedemikian rupa untuk
mengetahui atau mencari pengertian si teruji dengan cara
menghilangkan beberapa bagian pertanyaan dari suatu kalimat
atau suatu tes. Pada tes ini siswa diminta untuk
menyempurnakan suatu kalimat atau ungkapan dengan jalan
mengisi sepotong atau beberapa patah kata. Tes ini biasanya
menurut siswa mengisi titik.
51

2) Tes Essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu tes
pertanyaan atau suatu suruhan yang menghendaki jawaban yang
berupa uraian yang relatif panjang. Bentuk-bentuk pertanyaan atau
suruhan yang ditujukan pada siswa untuk menjelaskan,
membandingkan atau menginterpretasikan dan mencari jawaban
atau alternatif yang berbeda. Tes Essay digunakan sebagai alat

51
Ibid,. hlm. 27
pengukur untuk menilai perkembangan dan kemajuan hasil belajar
siswa yang titik beratnya untuk mengetahui cara berpikir,
penguasaan bahan dan bahasa serta cara mengutarakan pendapat
siswa-siswa tentang masalah yang diajukan.
52




















52
Imam, Op. Cit., hlm. 13

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitan yang akan
mengkaji tentang Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching
and Learning) Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang adalah pendekatan kualitatif
karena data-data yang dihasilkan berupa data deskriptif dan ini sesuai dengan
pernyataan menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong, penelitian kualitatif
adalah prosedur penelitian yang mengahasilkan data deskripif yang berupa
kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Malang, tepatnya berlokasi di
Jalan Tugu Utara No. 1 Malang. Adapun alasan memilih lokasi ini adalah
karena SMAN 1 Malang merupakan salah satu unggulan yang ada di daerah
Malang, sehingga eksistensinya mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap sekolah-sekolah lain disekitarnya. Oleh karena itu perlu sekali
dilaksanaknnya suatu Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Sejarah
Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang.


C. Populasi dan sampel
Menurut Bailey, populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang
ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalahsemua siswa kelas X di
SMAN 1 Malang.Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi
yang diteliti
53
. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilaksanakan dengan
cara memilih kelas X.6 sebagai obyek, dengan tujuan agar hasil pembelajaran
yang akan dilakukan nanti dapat maksimal.
D. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini peneliti turun langsung ke lapangan untuk
mengumpulkan data. Kehadiran peneliti di lapangan sangatlah diperlukan
untuk mendapatkan data-data yang akurat. Setidaknya peneliti di sini
mengetahui kegiatan Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Sejarah
Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang.
Dalam hal ini, peneliti bertindak sebagai perencana, pemberi tindakan,
pengumpulan data, penganalisisan data, dan sebagai pelapor hasil penelitian.
Karena peneliti merupakan instrumen dalam penelitian ini, maka kehadiran
peneliti di lokasi penelitian mutlak diperlukan.



53
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), hlm. 131
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Observasi
Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan dengan sistematis
fenomena-fenomena yang diselidiki dalam arti yang luas. Menurut Abu
Ahmadi, bahwa observasi adalah suatu cara untuk mengumpulkan
keterangan-keterangan yang diinginkan dengan jalan mengadakan
pengamatan secara langsung.
54
Observasi dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataa.
55

Teknik ini penulis gunakan untuk mengetahui keadaan lingkungan
sekolah, keadaan gedung, kantor, ruang kelas, aktifitas kegiatan siswa di
dalam kelas, dan lain sebagainya.
2. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah suatu teknik yang dilakukan dalam
penelitian melalui dokumen-dokumen, arsip-arsip serta catatan lain
tentang suatu obyek. Dikatakan dokumentasi sebab sumber-sumber data
yang digunakan dalam penyelidikan ini sejenis dokumen, dokumentasi
untuk mengumpulkan data dari sumber non insani.
56

Teknik ini penulis gunakan untuk mencari data-data yang berkenan
dengan keadaan siswa, keadaan guru, keadaan ijazah atau tingkat
pendidikan, keadaan administrasi, dan hasil nilai sumatif.

54
Abu Ahmadi, Didaktik Metodik (Semarang: CV. Thoha Putra, 1975), hlm. 26

55
S Nasution, Metodologi Research (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 106
56
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif (Malang: Kalimasahada Press, 1996), hlm. 82


3. Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (yang
mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang memberikan
jawaban)
57
. Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas
terpimpin, yaitu pewawancara hanya membawa pedoman yang merupakan
garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan terkait dengan tema
penelitian
58
. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara dengan guru dan
siswa, dan pengukuran terhadap hasil belajar siswa melalui sebuah tes.
F. Sumber Data
Sumber data adalah tempat atau orang yang darinya data dapat
diperoleh
59
. Adapun sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data-data yang diperoleh langsung dari
sumber pertama
60
. Jadi data primer dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh langsung dari sumber pertama berupa berupa hasil wawancara
dengan informan (Guru dan Siswa) yang dianggap relevan untuk diambil
data darinya.

57
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
hlm. 135
58
Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.
230-231
59
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), hlm. 107
60
Soejono Soekanto, Op. Cit., hlm. 12
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data-data yang berasal dari tangan
kedua, ketiga, dan seterusnya. Artinya data tersebut melewati satu atau
lebih pihak yang bukan peneliti sendiri, dan yang bukan diusahakan
sendiri pengumpulannya oleh peneliti atau penulis, misalnya data dapat
berupa proses pembelajaran, struktur organisasi, susunan kurikulum,
denah lokasi, pegelolaan kurikulum, keadaan sarana dan prasarana, data
para pendidik dan sebagainya.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
Dalam hal ini, Nasution menyatakan bahwa analisis telah mulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan tiga tahapan analisis, yaitu:
1. Tahap Pengumpulan Data
Dalam tahap ini, peneliti mengumpulkan data sebanyak-banyaknya
dari berbagai sumber, baik melalui wawancara langsung dengan informan,
observasi lapangan dan dokumen-dokumen mengenai SMAN 1 Malang
maupun sumber yang relevan.
2. Proses Reduksi Data
Proses ini berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan
memfokuskan hal-hal yang penting, kemudian dicari pola dan temanya.
Hal ini untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data selanjutnya
karena reduksi ini memberikan gambaran yang lebih jelas.
3. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian ini merupakan proses penyajian
sekumpulan informasi yang kompleks ke dalam kesatuan bentuk yang
sederhana dan selektif, mudah dipahami maknanya. Data yang diperoleh
peneliti selama penelitian kemudian dipaparkan, dicari tema-tema yang
terkandung di dalamnya, sehingga jelas maknanya.
4. Kesimpulan gambaran
Tahap ini merupakan proses yang mampu menggambarkan suatu
pola tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi, dengan demikian analisa
data yang dilakukan secara terus-menerus baik selama penelitian maupun
sesudah pengumpulan data.
H. Pengecekan Keabsahan Data
Setelah menganalisis data peneliti hendaknya melakukan pemeriksaan
yakni pengecekan keabsahan temuannya, agar hasil penelitian dapat
dipertanggungjawabkan. Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan atas sejumlah
kriteria tertentu. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengecekan
keabsahan data menggunakan derajat kepercayaan yang langkah-langkahnya
terdiri dari:


1. Perpanjangan Pengamatan
Peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri.
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.
Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi
melakukan perpanjangan apabila data dirasa masih kurang. Perpanjangan
pengamatan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan
data yang dikumpulkan.
2. Peningkatan Ketekunan dalam Penelitian
Peningkatan ketekunan dalam penelitian dimaksudkan untuk
menentukan data dan informasi yang relevan dengan persoalan yang
sedang dicari oleh peneliti, kemudian peneliti memusatkan diri pada hal-
hal tersebut secara rinci.
3. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
61

Dalam hal ini peneliti menggunakan triangulasi dengan sumber
yang dilakukan peneliti dengan cara membandingkan kebenaran suatu
fenomena berdasarkan data yang diperoleh peneliti baik yang dilihat dari

61
Lexy J. Moleong, Op. Cit., hlm. 330
dimensi waktu maupun sumber lain. Peneliti memperoleh data penerapan
CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk meningkatkan prestasi
belajar pada mata pelajaran sejarah kelas X.6 dengan melakukan
wawancara terhadap guru dan beberapa siswa dan pengamatan terhadap
aktivitas siswa saat mengikuti pelajaran. Selain itu,pengecekan keabsahan
data dilakukan dengan meminta pendapat dari para ahli. Dalam penelitian
ini, peneliti menempatkan pembimbing dan dosen sebagai ahli. Selain itu
peneliti juga akan mendiskusikan dengan pakar yang berkiprah dalam
obyek penelitian ini.
I. Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian ini melalui empat tahapan, yaitu:
1. Tahap sebelum ke lapangan
Tahap sebelum ke lapangan meliputi kegiatan: menyusun proposal
penelitian, menentukan fokus penelitian, konsultasi fokus penelitian
kepada pembimbing, menghubungi lokasi penelitian, mengurus izin
penelitian dari Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang. Setelah persiapan administrasi selesai,
maka peneliti membuat rancangan penelitian agar penelitian yang
dilakukan lebih terarah, membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman
wawancara dan observasi yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
diteliti.
2. Tahap pekerjaan lapangan
Tahap pekerjaan lapangan meliputi kegiatan: pengumpulan data atau
informasi yang terkait dengan fokus penelitian dan pencatatan data.
3. Tahap analisis data
Tahap analisis data meliputi kegiatan: organisasi data, penafsiran data,
pengecekan keabsahan data, dan memberi makna.
4. Tahap penulisan laporan
Tahap penulisan laporan meliputi kegiatan: penyusunan hasil penelitian,
konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing, dan perbaikan hasil
konsultasi penelitian. Tahap penyelesaian merupakan tahap yang paling
akhir dari sebuah penelitian. Pada tahap ini, peneliti menyusun data yang
telah dianalisis dan disimpulkan dalam bentuk karya ilmiah, yaitu berupa
laporan penelitian dengan mengacu pada peraturan penulisan karya ilmiah
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang.




BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Berdirinya SMAN 1 Malang
Seperti telah kita ketahui, bahwa sejarah adalah rangkaian
peristiwa masa lalu hingga masa sekarang. Setiap peristiwa tidak dapat
berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan, sehingga suatu keadaan pasti
ada hubungannya dengan peristiwa sebelumnya dan mengakibatkan
keadaan berikutnya.
Oleh karena itu untuk menguraikan sejarah SMA Negeri 1 Malang
akan kita singgung sedikit sekolah-sekolah sebelumnya, untuk sekedar
mengetahui adanya kesinambungan di samping menambah wawasan kita.
Jika dalam uraian di bawah ini kita sebutkan juga nama-nama
sekolah lain yang ada hubungannya dengan SMA Negeri 1 Malang, baik
langsung maupun tidak langsung. Hal itu kita maksudkan untuk
mempererat persatuan di antara SMA Negeri yang ada di Malang ini, juga
kita berharap akan bisa menjadi media menuju ke arah kemajuan bersama.
a) Masa Penjajahan Belanda
Sejak zaman penjajahan Belanda, Malang telah menjadi salah
satu kota di Indonesia yang memiliki sekolah lanjutan tingkat
atas.Sekolah yang diperuntukkan bagi bangsa Indonesia disebut
dengan istilah Algemene Midelbare School (AMS), sedangkan sekolah

bagi orang-orang Belanda dan Eropa lainnya disebut Hogere Burger
School (HBS). Namun, kedua sekolah lanjutan tersebut tamat
riwayatnya bersamaan dengan takhluknya pemerintahan Belanda
kepada tentara Jepang pada tahun 1942.
b) Masa Pendudukan Tentara Jepang
Kota Malang tidak segera memiliki sekolah lanjutan setelah
tentara Jepang menguasai Indonesia. Pada tahun 1944 Kepala
Pemerintahan Umum Tentara Pendudukan Jepang meminta kepada
Mr. Raspio, pegawai pemerintah Jepang bagian pendiri koperasi di
daerah-daerah, untuk mendirikan Sekolah Menengah Tinggi (SMT).
SMT yang memiliki 90 orang murid laki-laki dan perempuan
menempatigedung di Jalan Celaket 55 Malang, yang sekarang menjadi
SMAK Cor Jesu.
Setelah Mr. Raspio diangkat sebagai Kepala Kemakmuran
Malang, maka pimpinan sekolah diserahkan kepada Bapak Soenarjo.
Ketika Jepang takluk kepada sekutu, murid-murid SMT juga turut serta
melucuti tentara Jepang dan merebut kekuasaannya. Pada tanggal 10
November 1945, Surabaya dibom oleh Inggris, sehingga banyak murid
SMT Surabaya yang pindah ke Malang. Hal itu menyebabkan kelas
menjadi besar, kemudian SMT dipindahkan ke gedung jalan Alun-
Alun Bundar (Jalan Tugu Utara nomor 1 Malang) pada tahun 1946.


c) Masa Pendudukan Tentara Belanda
Pada saat Belanda melancarkan Aksi Militer yang pertama
pada bulan Juli 1947, Belanda berhasil merebut kota Malang. Banyak
gedung di kota Malang yang dibumihanguskan, termasuk gedung SMT
di Alun-Alun Bundar. Riwayat SMT bentukan Jepang tamat dan
digantikan oleh VHO (Voorberindend Hoger Ondewijs atau Persiapan
Pendidikan yang lebih tinggi) yang didirikan oleh Belanda. Setelah
Malang dikuasai oleh pihak Republik Indonesia, sekolah tersebut
dinasionalisasikan menjadi SMA B, di bawah pimpinan Bapak
Poewadi dan akhirnya menjadi SMA Negeri 1 seperti sekarang ini.
Bapak Sardjoe Atmodjo saat itu menjadi seorang tokoh
pendidikan yang menghimpun anak-anak yang sekolahnya tidak
menetap untuk mendirikan sebuah sekolah. Murid-murid belajar di
rumah beliau karena mereka tidak mempunyai gedung sekolah.
Terkadang murid-murud juga belajar di rumah Bapak Emen Abdoellah
Rachman atau di SD Muhammadiyah Jalan Kawi jika diajar oleh
bapak Soeroto atau bapak Haridjaja. Pembayaran uang sekolah juga
tidak menentu, untuk meringankan beban hidup para guru, dokter
Soerodjo tiap kali memberikan bantuan berupa makanan kaleng,
karena saat itu honorarium guru hanya Rp. 20,00 (duapuluh rupiah
uang Republik Indonesia). Para guru tidak gelisah walaupun dalam
keadaan yang tidak mudah.
Dalam masa perkembangannya, SMT tersebut pernah
menempati gedung di Jalan Kasin (eks. SMA Erlangga) dan
mempunyai kelas jauh di SDN Ngaglik, Sukun. Saat itu Belanda
mengeluarkan aturan bahwa sekolah yang tidak berlindung pada suatu
yayasan dianggap sebagai sekolah liar dan harus dibubarkan. Pimpinan
sekolah tidak kehabisan akal, kemudian memakai nama SMT BOPKRI
(Badan Oesaha Pendidikan Kristen Indonesia), suatu yayasan di masa
pendudukan Belanda. Namun, nama sekolah tersebut tidak
berlangsung lama, karena Dominee Harahap si pemberi nama diusir ke
daerah Republik (Sumber pucung). Akhirnya SMT BOPKRI berganti
nama menjadi SMT PGI (Persatoean Goeroe Indonesia). Berbagai
upaya dilakukan demi kelangsungan hidup SMT.
Selain itu, juga terdapat SMPT yang tumbuh bersamaan dengan
SMT. Saat itu SMPT menempati gedung tetap di jalan Kelud. Dr.
Poedyo Soemanto meminjamkan rumah kembarnya yang berlantai dua
untuk kedua sekolah tersebut. Belanda memiliki akal licik agar tetap
bisa mengawasi kedua sekolah tersebut, Belanda menjanjikan akan
memberikan subsidi. Jika sekolah tidak mau menerima subsidi, maka
sekolah tersebut harus ditutup. Pimpinan sekolah menerima saran dari
beberapa tokoh Repulikan untuk berpura-pura menutup SMT PGI agar
tidak terus diawasi Belanda, sementara subsidi dari Belanda, tetap
digunakan untuk kedua sekolah tersebut. Tidak lama kemudian kedua
sekolah tersebut pindah ke Kidul Pasar, di gedung SMP Negeri 2
Malang sekarang. Bendera merah putih yang berkibar di halaman
sekolah tersebut merupakan bendera merah putih pertama yang
berkibar di kota Malang sejak kota ini diduduki oleh Belanda pada
tahun 1947. Selanjutnya SMT PGI berpindah ke jalan Arjuno, di
gedung SMP Negeri 8 Malang sekarang. Sedangkan SMP PGI tetep di
Kidul Pasar. Tidak lama kemudian SMT PGI menempati gedung di
Jalan Alun-Alun Bundar dan setalah mengalami jatuh bangun
memperjuangkan kelangsungan sekolah, maka pada hari Senin Kliwon
tanggal 17 April 1950, SMT PGI diresmikan sebgai SMA Negeri oleh
Pemerintah Republik Indonesia, dengan Kepala Sekolah pertama
Bapak G.B. Pasariboe. Walaupun Bapak Sardjoe Atmodjoe tidak
memimpin sekolah, namun beliau dianggap sebagai perintis SMA
Negeri 1 Malang, karena setelah SMT bentukan Jepang tamat,
beliaulah yang menghimpun murid untuk sekolah pada zaman
kependudukan Belanda. Selain itu, terdapat tokoh-tokoh yang jasanya
patut dikenang karena telat turut mengembangkan sekolah kita, yaitu:
1) Dr. Soerodjo
2) Dr. Poedyo Soemanto
3) Dr. Hadi
4) Ir. Tahir
5) Haji Djarhoem
6) Raspio
7) Mr. Njono Prawoto
8) Haridjaja
9) Soeroto
10) Emen Abdoellah Rachman
11) Dominee Harahap
d) Masa Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada tahun 1950, SMA Negeri di Jalan Alun-Alun Bundar
terdapat tiga sekolah, yaitu sebagai berikut:
1) SMA Negeri pimpinan Bapak G.B. Pasariboe, yang pada waktu itu
sikenal sebagai SMA Republik.
2) SMA Negeri pimpinan Bapak Poerwadi.
3) SMA Peralihan terdiri dari pejuang yang tergabung dalam TRIP
dan Kesatuan Tentara Pelajar klainnya.
Pada hari Jumat tanggal 8 Agustus 1952 murid jurusan B
(Ilmu Pasti) dari SMA Republik dipindahkan dan dijadikan sekolah
baru dengan pimpinan Bapak Koeswandono. Akhirnya nama SMA
yang ada di kawasan Alun-Alun Bundar menjadi:
1) SMA Negeri I-A/C, pimpinan Bapak G.B. Pasariboe
2) SMA Negeri II-B, pimpinan Bapak Poerwadi
3) SMA Negeri II-B, pimpinan Bapak Oesman
Pada hari Selasa, 16 September 1958, SMA Negeti I-A/C
dipecah menjadi dua, maka lahirlah SMA IV-A/C, yang dipimpin oleh
Bapak Goenadi. Sekolah tersebut bertempat di Jalan Kota Lama 34,
sekarang menjadi SMA Negeri 2 Malang. Pada tanggal 1 April 1977,
filial Sma Negeri Kepanjen diresmikan dengan Kepala Sekolah yang
pertama Bapak Drs. M. Moenawar.
SMA Negeri III membina sekolah baru dan akhirnya sekolah
tersebut menjadi SMA Negeri V Malang, dengan Kepala Sekolah
pertama Bapak Mochammad Imam. Tahun 1975 SMA Negeri III juga
membuka filial di Lawang, yang kemudian menjadi SMA Negeri
Lawang.
SMA Negeri IV juga membina SMA Batu dan pada tahun 1978
diresmikan sebagai SMA Negeri dengan Kepala Sekolah yang pertama
bapak Drs. Moch. Chotib.
Adapun Kepala Sekolah yang memimpin SMA Negeri 1
Malang adalah sebagai berikut:
1) Bapak Sardjoe Atmodjo, perintis SMA Negeri 1, 1946-1950
2) Bapak G.B. Pasariboe, kepala Sekolah ke-1, 1950-1952
3) Bapak A. Djaman Hasibuan, Kepala Sekolah ke-2, 1953-1965
4) Bapak Sikin, Kepala Sekolah ke-3, 1965-1971
5) Bapak Drs. Abdul Kadir, Kepala Sekolah ke-4, 1971-1981
6) Bapak Soewardjo, PLH Kepala Sekolah, 1981-1984
7) Bapak Drs. Abdurrachman, Kepala Sekolah ke-5, 1981-1986
8) Bapak Drs. Moch. Chotib, Kepala Sekolah ke-6, 1986-1991
9) Bapak Abdul Syukur, BA., PLH Kepala Sekolah, 1991
10) Bapak Soenarjado, BA., Kepala Sekolah ke-7, 1991-1993
11) Bapak Drs. Munadjqat, Kepala Sekolah ke-8, 1993-1998
12) Bapak Drs. Sagi Siswanto, Kepala Sekolah ke-9, 1998-2004
13) Bapak Nor Salim, PLH Kepala Sekolah , 2004
14) Bapak Drs. H. Tri Suharno, Kepala Sekolah ke-10, 1998-2004
15) Bapak Drs. H. Moh. Sulthon, M.Pd., Kepala Sekolah ke-11, 2005-
sekarang.
Demikianlah paparan sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 1
Malang yang juga mengungkapkan lahirnya sekolah-sekolah yang
terkait, sehingga kita dapat mengetahui bahwa sekolah-sekolah di
Malang merupakan saudara. Hal tersebut penting untuk membangun
kerjasama antar sekolah guna memupuk rasa persatuan demi kemajuan
bersama.
62

2. Profil SMAN 1 Malang
a) Logo dan Motto SMAN 1 Malang
Pada tahun 1959, sebagian siswa SMA Negeri 1A/C Malang
terpengaruh oleh kehidupan kepartaian politik yang ada waktu itu,
sehingga mereka terpecah belah. Oleh karena itu, untuk
mempersatukan mereka dipakailah semboyan MITREKA SATATA.
Arti Mitreka Satata adalah selalu bersahabat atau bersahabat yang
sederajat, yang terdiri dari penggalan kata-kata berikut:
1) Mitra : teman/sahabat

62
Dokumen sejarah sekolah
2) Ika : itu, satu
3) Satata : sederajat
Frasa tersebut berasal dari Kitab Sutasoma karangan Mpu
Tantular pada zaman kerajaan Majapahit. Semboyan MITREKA
SATATA ini dipakai oleh Mahapatih Kerajaan Majapahit yaitu Gajah
Mada, sebagai landasan dalam menjalankan politik negeri kerajaan
Majapahit yang ingin bersahabat dan hidup berdampingan dengan
negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Bahkan
sekarangpun semboyan tersebut dipakai oleh negara-negara ASEAN
sebagai lambing persatuan mereka.
Pada tahun 1960 diadakan sayembara penciptaan gambar
lambang persatuan sekolah, dan yang memenangkan adalah Iwan
Widodo putra Bapak Soewardikoen. Kemudian semboyan MITREKA
SATATA dijadikan motto pada gambar lambang itu. Adapun pencetus
ide penggunaan semboyan MITREKA SATATA sebagai motto
lambang sekolah adalah sebagai berikut:
1) Almarhum Drs. Hugiono
2) Almarhum Indanoe
3) Ag. Subardan Dwidjapuspito
Beliau adalah guru SMA Negeri 1 Malang dan kemudian
ditetapkan sebagai lambang sekolah sejak tahun 1960. Kalimat
MITREKA SATATA dituliskan dengan warna hijau pada dada kiri
seragam sekolah untuk menanamkan jiwa MITREKA SATATA di hati
para siswa. Adapun Arti Lambang Mitreka Satata:
1) Lambang sekolah berbentuk segiempat, dengan perbandingan 1:2,
melambangkan bahwa dua hal yang berpasangan terdapat satu
kesatuan.
2) Bentuk segi enam tidak beraturan, dimaksudkan agar kelak siswa
terjun ke kancah masyarakat akan mudah menyesuaikan diri dan
tidak canggung menghadapi keadaan yang seperti apapun.
3) Warna hitam di bagian teratas, melambangkan jiwa ketuhanan
yang mendalam.
4) Garis miring berwarna kuning, melambangkan bahwa siswa
menyadari bahwa siswa masih dalam taraf perjuangan dan merintis
masa depan yang sebagian besar ada di tangannya sendiri.
5) Warna merah muda, melambangkan siswa sebagai tenaga
penggerak yang menghidupkan suasana di sekitarnya.
6) Warna biru muda, melambangkan bahwa hendaknya siswa
senantiasa membuat senang hati orang lain.
7) Garis meliuk yang memisahkan warna merah muda dengan warna
biru muda, menunjukkan adanya kreasi dan keaktifan yang besar
untuk meningkatkan kegiatan siswa.
8) Dua bentuk yang berwarna hitam, menunjukkan bahwa siswa-
siswi SMA Negeri 1 dididik dan diasuh secara bersamaan dan
sederajat, tanpa membedakan kedudukan dan kekayaannya.
9) Warna putih yang melingkari lambang, seolah-olah menjadi
bingkainya, menggambarkan cita-cita untuk selalu beritikd baik,
penuh kejujuran dan kesucian, guna berbagi kepada nusa dan
bangsa.
10) Huruf Mitreka Satata dibuat lebih besar dari penulisan SMA
Negeri 1 Malang, dimaksudkan sebagai rasa merendahkan diri,
mendahulukan kepentingan umum, semangat pengabdian
masyarakat.
63

b) Visi Dan Misi SMAN 1 Malang
1) Visi SMAN 1 Malang:
Terwujudnya lulusan yang berkualitas,unggul, berdasarkan imtaq,
dan menguasai IPTEK serta berjiwa MITREKA SATATA.
2) Misi SMAN 1 Malang:
(a) Terciptanya budaya disiplin, demokratis, dan beretos kerja
tinggi.
(b) Terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien.
(c) Terwujudnya lulusan yang ber-IMTAQ dan menguasai IPTEK
serta mampu bersaing di era global.
(d) Terwujudnya sarana dan prasarana sekolah yang memadai.
(e) Terwujudnya manajemen sekolah yang mandiri, partisipatif,
demokratis, tranparasi, dan akuntabel.

63
Dokumen sejarah sekolah
(f) Terwujudnya pengembangan wawasan guru dan karya dalam
mengikuti kemajuan IPTEK.
(g) Terwujudnya kesejahteraan lahir batin bagi warga sekolah.
(h) Terwujudnya hubungan yang harmonis antara warga sekolah
yang berjiwa MITREKA SATATA.
(i) Terwujudnya pelayanan yang cepat, tepat, dan memuaskan
pada masyarakat.
(j) Terwujudnya budaya jujur, ikhlas, sapa, senyum, dan santun.
(k) Terwujudnya pengembangan kreativitas siswa dalam PIR,
keilmuan, seni, sosial, olahraga, dan keagamaan.
(l) Terwujudnya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan
dengan instansi lain.
(m) Terwujudnya pelaksanaan 7K.
64

c) Stuktur Organisasi SMAN 1 Malang
Struktur organisasi SMA Negeri 1 Malang disusun secara
sistematis. Sekolah juga bekerjasama dengan komite sekolah. Dalam
struktur organisasi sekolah, peran Kepala Sekolah merupakan
pimpinan tertinggi dalam suatu sekolah. Dalam menjalankan tugasnya,
Kepala Sekolah dibantu oleh empat wakil kepala sekolah, yaitu wakil
kepala sekolah bagian kurikulum, bagian kesiswaan, bagian sarana dan
prasarana, dan bagian hubungan masyarakat. Kepala sekolah juga
memiliki hubungan koordinasi dengan Bimbingan dan Konseling dan

64
Dokumen profil sekolah
semua personil sekolah yang bekerja berdasarkan garis komando dan
garis koordinasi. Bagan struktur organisasi dapat dilihat dalam
lampiran.
Adapun tugas dari masing-masing komponen tersebut adalah
sebagai berikut:
65

Tabel 4.1 Tugas komponen sekolah
No. Pelaksana Uraian Tugas
1. Kepala Sekolah 1.1 Melaksanakan kegiatan rutin pengelolaan
kelas yang terdiri dari;
a. Kegiatan harian
b. Kegiatan mingguan
c. Kegiatan bulanan
d. Kegiatan Akhir Semester
e. Kegiatan Akhir Tahun Pelajaran
1.2 Mengorganisasi, mengkoordinasi dan
membina kegiatan pendidikan yang
dilakasanakan staf sekolah, yaitu Wakil
Kepala Sekolah dan Staf Wakasek,
Pengelola/Pembina, dan Kelompok KIR/PIR.
1.3 Mengawasi dan mengevaluasi kegiatan
pendidikan yang meliputi perencanaan,
pembinaan, pengorganisasian dan
pengkoordinasian kegiatan pendidikan.
1.4 Membuat laporan kepada atasan langsung.
2. Wakil Kepala
Sekolah
Wakil Kepala Sekolah terdiri dari empat bagian
yang memiliki tugas masing-masing, yaitu:

65
Dokumen profil sekolah

2.1 Waka Urusan Kurikulum
2.2 Wakasek Urusan Kesiswaan
2.3 Waka Urusan Hubungan Kerjasama dengan
Masyarakat (Hukermas)
2.4 Waka Urusan Sarana dan Prasarana
3. Staf Wakasek Membantu Wakil Kepala Sekolah sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya.
4. Koordinator
Laboratorium
4.1 Sebagai koordinator pengelola Laboratorium
IPA dan Bahasa
4.2 Melengkapi sarana pendukung laboratorium
4.3 Sebagai penanggung jawab Laboratorium IPS.
5. Ketua MGMP 5.2 Sebagai ketua MGMP Sekolah
5.3 Sebagai pembina klub mata pelajaran
6. Wali Kelas 6.1 Sebagai Supervisor
6.2 Sebagai Administrator
6.3 Memahami 12 langkah kepemimpinan
6.4 Membantu Kepala Sekolah dalam kelancaran
dan ketertiban pelaksanaan kegiatan-kegiatan
sekolah baik rutin maupun incidental
6.5 Membantu Kepala Sekolah dalam hubungan
dengan kerjasama antar sekolah dengan orang
tua
7. Guru 7.1 Melakukan perencanaan
7.2 Melaksanakan KBM
7.3 Melakukan evaluasi pengajaran
7.4 Melakukan analisis hasil evaluasi dalam hal
kegiatan harian
7.5 Melakukan program tindak lanjut
7.6 Membantu Kepala Sekolah dalam pembinaan
siswa
7.7 Melakukan analisis hasil evaluasi yang
berhubungan dengan kegitan upaya
meningkatkan kualitas pendidik
7.8 Memberitahukan dan menyiapkan tugas
apabila tidak dapat hadir dan melaksanakan
kegiatan KBM
7.9 Ikut membantu pelaksanaan ketertiban dan
disiplin siswa
8. Guru BP/BK 8.1 Sebagai koordinator Bimbingan Konseling/BK
8.2 Sebagai guru pembimbing
9. Pembina OSIS Mengadakan pembinaan terhadap delapan seksi
yang ada di OSIS.
10. Tim Penelitian dan
Pengembangan
Sekolah
(LITBANG)
10.1 Membantu Kepala Sekolah secara periodik
10.2 Mengadakan penelitian tindakan secara
periodik.
10.3 Membantu Kepala Sekolah menilai guru
teladan sekolah.
10.4 Mengadakan seminar
10.5 Mengumumkan hasil penilaian pada setiap
peringatan ulang tahun sekolah.
10.6 Secara periodik memberikan laporan kepada
Kepala Sekolah.

3. Fasilitas SMAN 1 Malang
Fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar di SMAN 1 Malang antara
lain:
a) Ruang teori
b) Ruang Laboratorium
c) Alat Peraga Pendidikan
d) Bimbingan dan Konseling
e) Pusat Sumber Belajar
f) Perpustakaan
g) Tempat Ibadah
h) Alat Olahraga
i) Alat Kesenian
j) Sumber Ilmu
k) Ruang Pengembangan Bakat dan Intelektual
4. Program Akselerasi SMAN 1 Malang
a) Latar Belakang
Anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang
profesional diidentifikasikan sebagai anak yang mampu mencapai
prestasi tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul.
Anak berbakat memerlukan program pendidikan yang
berdiferensiasi dan pelayanan di luar program sekolah luar biasa agar
dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun
terhadap diri sendiri.
b) Tujuan Umum
1) Memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki karakteristik spesifik
dari segi perkembangan kognitif dan efektifnya.
2) Memenuhi hak asasi siswa yang sesuai dengan kebutuhan untuk
dirinya sendiri.
3) Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan siswa.
4) Memenuhi kebutuhan aktualisasi diri siswa.
5) Menimbang peran siswa sebagai aset masyarakat dan kebutuhan
masyarakat untuk pengisian peran.
6) Menyiapkan siswa sebagai pemimpin masa depan.
c) Tujuan Khusus
1) Memberikan penghargaan untuk dapat menyeselesaikan program
pendidikan secara lebih cepat.
2) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran siswa.
3) Mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung
berkembangnya potensi keunggulan siswa secara optimal.
4) Memacu mutu siswa untuk meningkatkan kecerdasan spiritual,
intelektual, dan emosionalnya secara berimbang.
66

5. Kesiswaan SMAN 1 Malang
a) Ekstrakurikuler
Tabel 4.2 Nama kegiatan ekstrakurikuler
No Nama Kegiatan
1 Bahasa Inggris
Bahasa Jerman
Bahasa Mandarin
Bahasa Jepang
Bahasa Perancis
2 Bola Basket
Sepak Bola
Bulu Tangkis
Bola Volly
Tae Kwondo
Pencinta Alam
Palang Merah Remaja (PMR)

66
Dokumen profil sekolah

3 Studi Kerohanian Islam (SKI)
Persekutuan Kristen Mitreka Satata (Perkamisa)
Kelompok Siswa-Siswi katolik (KSSK)
4 Komputer
Koperasi Sekolah
Perpustakaan
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)
Kepemimpinan
Jurnalistik
Kewirausahaan
Otomotif
5 PASKIBRA
6 Tari Tradisional / Klasik
Tari Modern
Teater

b) Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
Organisasi ini merupakan salah satu wadah tumbuh dan
berkembangnya serta media mengasah kemampuan sosial
kemasyarakatan diantara warga sekolah.
67

c) Prestasi
Prestasi yang pernah diraih oleh SMA Negeri 1 Malang adalah
sebagai berikut:
1) Juara 1 Lomba Cerdas cermat tingkat SMA se- Kota Malang.
2) Juara 1 Lomba Lingkungan sehat se-Jawa Timur.
68




67
Dokumen profil sekolah

68
Dokumen profil sekolah

6. Keadaan Guru
Adapun yang dimaksud dengan guru atau pendidik di sini adalah
guru-guru yang pada saat ini (tahun ajaran 2009/2010) mengajar pada
SMA Negeri 1 Malang. Guru yang mengajar di SMA Negeri 1 Malang
untuk tahu ajaran 2009/2010 berjumlah 70 orang. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
69

Tabel 4.3 KEADAAN GURU PADA SMAN 1 MALANG
No Sandi Nama Mata Pelajaran Jabatan
1 E3 ABDUL KHOLIQ, DRS. H. Bhs Inggris Staf Wakasis/Tim Imtaq
2 A8 ABDUL MUNTAKIM, S.Pd
Pend. Agama
Islam
3 H5 AGNES YUNI PUJI ASTUTI, S.Pd Fisika Tatib/Piket
4 I3 AGUSTIN TJ., DRA. Kimia
Kord. Lab.
Kimia/Walikelas XI IA6
5 E8 ARNES GIOVANI, S.Pd Bhs Inggris -
6 P2 ASFA CHORIWATI, Dra. BK / BP
Tim Penilai Non
Akademis/RTS
7 K1 BADRISANINGSIH, DRA. Ekonomi -
8 E1 BAMBANG TRIBAGJO, DRS. M.Psi. Bhs Inggris
Kord. MGMP
BING/Litbang
9 L1 BERTHA WARTINI, DRA. Geografi
Kord. MGMP
Geo/Walikelas X4
10 L2 BUDIJANTO, DRS. Geografi Wakahum
11 I1 CHUSNA HIDAYATI, S.Pd. Hj. Kimia
Wakasarpras/Bend.
Mutasi
12 J5 CHUSNUL CHOTIMAH, DRA. Biologi
Walikelas XII
IA4/Penjab Bio
13 J6 DEWI INDAH SARI, M.Pd Biologi
Walikelas XI IA1/Angka
Kredit
14 E4 DJOEWARIJAH BS, DRA. Bhs Inggris
Walikelas XI IA5/Bend.
Darma Wanita
15 P3 DJULIAH, S.Pd. BK / BP
Tim Penilai Non
Akademis/Pundi Amal

69
Dokumen profil sekolah

16 H4 DULARI, S.Pd. Fisika
Walikelas XII IA2/Kord.
MGMP Fis
17 G3 DWI AGUSTIN P, DRA Matematika
Bend. Kop.
Giri/Walikelas XI IA4
18 K3 DWI ASTUTIK, DRA. Akuntansi
Walikelas XII
IS1/Piket/Litbang
19 D1 EFFI HARSIWINIWATI,DRA. Sejarah
Bend. Rutin/Tim
RAPBS/Piket
20 K2 EKO PURWANTO, S.Pd. Ekonomi Penilai AK/Walikelas X5
21 J3 EKO SUTRISNO, DRS. Biologi Pembina OSIS
22 J4 ELLEN LANDRIANY, S.Pd. Biologi Pembina OSIS
23 P4 ENDAH PURWANTI, S.Pd. BK / BP
Tim Penilai Non
Akademis/Walikelas
Aksel
24 K4 ERTY WURYANINGSIH, DRA. Ekonomi
Walikelas XII
IS2/Piket/Kord. MGMP
Eko
25 B4 FARAH NIRWANA, DRA. PPKN
Bend. Komputer/Wali
Kelas X6
26 F1 HALIK BASONI, DRS. PenJasKes
Kord. MGMP
Penjas/Pemb. OSIS
27 C4 HANA INDRAWATI R., DRA. Hj. Bhs Indonesia Rumah Tangga / Kantin
28 C5 HERMIN SUSETIYOWATI, S.Pd, Hj. BASASIN
Bend. Kantin/Walikelas
X1
29 N3 HESTI PURWIDIASTUTI, S.Pd Bhs Perancis
Walikelas XI BHS/Bend.
Lab. BHS
30 B3 INDAH ARIANI, Hj. DRA. Bhs Jerman
Bend. Insidental/Tim
RAPBS
31 J2 INDAH YULISFIATI, DRA. Hj. Biologi
Staf Wakakur/Bend.
Aksel/Kord. Bio
32 O2 IRIANTO DJOKO BASUKI, BA Pend. Seni Kord.lingkungan hidup
33 G4 ISLAMIJATI S., DRA Matematika
Walikelas XII IA-
5/Angka kredit
34 N4 ISMI RAHAYU, SP Bhs Mandarin -
35 I6 ISMIRAWATI, Dra Kimia

36 G6 JOEDWI LOEKI, S.Pd. Matematika
Staf
Wakasar/KIR/Pembelian
37 A3 JUNAIDI, DRS., H.
Pend. Agama
Islam
Guru agama Islam
38 I5 LILIK AZIZAH Kimia

39 T2 LUDFI SETIAWAN, SE
Teknologi
Informasi
Staff RSBI
40 A4 MANSUR, Drs. M.Ag Pend. Agama SKI/Imtaq/Litbang
Islam
41 O3 MOCHAMAD FAJAR Pend. Seni -
42 O1 MOCHAMAD SHOLEH, Drs. Pend. Seni Kord. MGMP Kes.
43 A0 MOH. SULTHON, Drs. M.Pd, H.
Pend. Agama
Islam
Kepala Sekolah
44 P5 MUCHAMAD AGUS SALIM, S.Pd BK / BP Guru Bk
45 B1 MUCHLIS SUPARDJO, BA. PPKN Piket tatib
46 A2 MUKARROMAH, S.Ag
Pend. Agama
Islam
SKI/Imtaq/Wali Kelas XI
IA2
47 P1 MUSHLIHAH YASIN, DRA. BK / BP
Kord. BK/Tim PA/Bend.
Pundi Amal
48 C6 NURACI, Dra. Hj. BASASIN
Walikelas XI
IA3/Imtaq/Piket
49 M1 PITONO, DRS. Sosiologi/Antro
Kord. MGMP
Sosantro/Kopsis/Walikel
as XI IS1
50 B2 RACHMI SUSIWATI, Dra. M.Si PPKN Litbang/Aksel/RAPBS
51 F2 RETNO LESTARI, S.Pd PenJasKes Walikelas X2
52 G5 RUDJONO, DRS. Matematika
Koord. Website, Tim
Tatib
53 N6 SILVANI HANDAYANI, S.Pd Bhs Jerman -
54 I4 SITTY FATHONA, S.Pd. Kimia
Walikelas XII
IA3/Penjab Kimia
55 C3 SRI HERDIYANTI, DRA. BASASIN
Walikelas XII IA-
1/Bend. Perpus
56 C1 SRI SUSILOWATI, DRA. BASASIN Walikelas X6/Piket
57 G5 SRI UTAMI W., Dra. Matematika
Staf Wakahum/Bend.
UKS
58 E5 SRI WARDANI, DRA. Bhs Inggris Pembina OSIS
59 H2 SUPRAYOGI, DRS. Fisika Litbang/Aksel
60 G1 SUSILO, DRS. Matematika
Kord. MGMP Mat/Ka.
Aksel
61 A7 SUWARTO, Drs. Pend. Agm Katolik Ka. MGMP PA Kat.
62 C2 SYAMSUL HUDA, DRS. M.Hum BASASIN
Ka. Perpus/Kord. MGMP
Basasin
63 T1 TANTO PRIHADI, S.Pd
Teknologi
Informasi
Kord. MGMP TI/Tim
Evaluasi
64 N2 TJITJIH SITI S., BA. HJ. Bhs Jerman -
65 D2 TRI RAHAYU PS., DRA. Sosiologi/Antro
Kor. MGMP
Sejarah/Walikelas XII
Bhs
66 H1 UMI FAUZIAH, DRA. Fisika Penjab. Lab. Fisika
67 E7 YANI ASTUTIK, S.Pd Bhs Inggris

68 D3 YAYUK ERNAWATI, DRA. Sejarah
Walikelas
X3/Bimbel/RTS
69 I2 YULI SASONGKO, DRS. Kimia Tim Evaluasi/Bimbel
70 H3 ZAKARIAH. S.Pd. Fisika Wakakur

7. Keadaan Siswa
Siswa atau anak didik adalah merupakan salah satu sarana faktor
pendidikan yang penting, karena berjalan tidaknya suatu proses pendidikan
tergantung pula pada anak didik. Kalau ingin mengetahui maju mundurnya
suatu sekolah, maka perlu sekali diketahui keadaan siswa atau anak
didiknya, bahkan bukan hanya mengetahui dari segi jumlah tiap-tiap
kelasnya saja tetapi juga harus diketahui jumlah keseluruhannya pada
setiap bulan, yaitu mulai awal tahun ajaran baru sampai akhir tahun ajaran
agar dapat diketahui arus perkembangan anak tersebut. Untuk lebih
jelasnya mengenai keadaan siswa pada SMA Negeri 1 Malang dapat
dilihat pada halaman berikutnya:
70

Tabel 4.4 Jumlah siswa
KELAS
JUMLAH SISWA
KETERANGAN
LAKI-LAKI PEREMPUAN
X 128 182 310
XI 121 177 298
XII 95 174 269
JUMLAH 877





70
Dokumen profil sekolah



B. Paparan Data
1. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning)
Dalam Pembelajaran Sejarah di SMAN 1 Malang

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Melalui strategi ini siswa diharapkan belajar melalui mengalami
bukan menghafal, dengan ini guru dapat membantu proses belajar siswa
dengan cara-cara mengajar dengan membuat informasi menjadi sangat
relevan bagi siswa, dengan memberikan bagi siswa untuk menerapkan dan
menemukan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari
dan menggunakan atau menerapkan strategi-strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang
lebih tinggi tetapi harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat
tangga itu.
Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) siswa akan
belajar dengan baik apabila mereka terlibat aktif dalam segala kegiatan di
kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan
hasil belajar dalam bentuk apa yang dapat mereka lakukan. Belajar
dipandang sebagai usaha atau kegiatan intelektual dalam membangkitkan
ide-ide yang masih laten melalui kegiatan instrospeksi. Contextual
Teaching and Learning (CTL) ini menekankan pada keaktifan siswa, maka
strateginya sering disebut dengan pengajaran yang berpusat pada siswa.
Peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip
bagi diri mereka sendiri, dan bukannya memberi ceramah atau
mengendalikan seluruh kegiatan di dalam kelas.
Dalam penerapannya ada berbagai macam cara yang dapat
dilakukan oleh guru. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah peneliti
lakukan pada waktu proses pembelajaran sejarah dikelas dengan pokok
bahasan Peradaban Awal Masyarakat Di Dunia Yang Berpengaruh
Terhadap Peradaban Indonesia disini guru mengaitkan antara peninggalan
peradaban dunia yang berpengaruh dengan keadaan kehidupan masyarakat
Indonesia pada saat ini dengan cara memberi contoh nyata sesuai dengan
kehidupan sekeliling siswa.
Pada pengamatan kegiatan pembelajaran pada tanggal 23 April
2010, guru akan menyampaikan materi dengan indikator siswa dapat
menjelaskan pengertian peradaban dan kebudayaan. Siswa dituntut untuk
bisa membedakan antara peradaban dan kebudayaan setelah mengetahui
pengertian dan ciri-cirinya. Pada pertemuan kali ini guru menyuruh siswa
untuk mencari sendiri pengertian dari kebudayaan dan peradaban dengan
didiskusikan secara berkelompok. Pada indikator ini siswa sudah dapat
menjelaskan dan membedakan antara kebudayaan dan peradaban.
Pengamatan selanjutnya yang dilaksanakan pada pembelajaran
pada tanggal 30 April 2010, guru akan menjelaskan materi dengan
indikator siswa dapat mengidentifikasi pengaruh kebudayaan Bacson
Hoabinh di Indonesia dan mengidentifikasi pengaruh kebudayaan
Dongson di Indonesia. Untuk pertemuan kali ini guru menjelaskan materi
secara garis besar dan memberikan contoh-contoh nyatanya. Dengan
menggunakan LCD dan membawa contoh benda, guru menunjukkan
sebuah pisau yang mana pada kebudayaan Bacson Hoabinh dulu ada
sebuah alat kecil yang terbuat dari batu berfungsi untuk menguliti hewan
buruan, mengiris daging, dan mengiris umbi-umbian. Alat ini disebut
dengan Flakes. Pada masa sekarang ini Flakes sama dengan pisau.
Ketercapaian indikator pada materi ini dirasa masih kurang karena
masih banyak siswa yang tidak faham dan tidak bisa menyebutkan
perbedaan dari kedua kebudayaan ini. Selain ini siswa mengalami
kesulitan dalam menyebutkan contoh kebudayaan yang sampai saat ini
berpengaruh terhadap kebudayaan di Indonesia.
Pada pertemuan kali ini pada tanggal 7 Mei 2010 jam pertama
yaitu pukul 07.00-08.30 WIB dengan indikator yang ingin dicapai adalah
siswa dapat mengidentifikasi pengaruh kebudayaan Sa Huynh di Indonesia
serta dapat mengidentifikasi pengaruh kebudayaan India di Indonesia.
Guru akan menjelaskan tentang Peradaban Sa Huynh dan kebudayaan
India. Pada awal pertemuan setelah guru melakukan presensi kemudian
guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengulang sedikit
materi yang kemarin telah diberikan untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman siswa dan memberikan stimulus tentang materi yang akan
dipelajari pada pertemuan kali ini.
Setelah guru melakukan kegiatan awal dalam pembelajaran,
selanjutnya yaitu inti pembelajaran. Pada kegiatan inti ini guru
menjelaskan tentang peradaban Sa Huynh dan peradaban India secara garis
besar saja dan menunjukkan contoh-contoh nyata dari hasil kedua
peradaban ini yang berpengaruh sampai sekarang di Indonesia, kemudian
guru membagi kelas dalam beberapa kelompok untuk bekerja sama dalam
mencari contoh-contoh lain tentang peradaban Sa Huynh danperadaban
India yang sampai sekarang masih ada disekitar kehidupan mereka.
Adapun contoh soal tugas berkelompok adalah sebagai berikut:
Coba kalian amati daerah disekitar tempat tinggal kalian.
Kemudian catatlah beberapa peninggalan bersejarah dan kebudayaanya.
Kemudian klasifikasikan data kalian kedalam dua peradaban yang
mempengaruhi peradaban awal masyarakat Indonesia pada data-data yang
kalian dapatkan. Kerjakan secara berkelompok dengan menggunakan tabel
di bawah ini:
No Nama Peradaban Benda bersejarah Kebudayaan
1 Kebudayaan Sa Huynh .
.
......
..
..
.
2 Kebudayaan India .
.
.
..
..
...

Dari soal di atas kemudian siswa bekerjasama dan langsung
berdiskusi dalam mengklasifikasikan kebudayaan-kebudayaan yang ada.
Setelah siswa mengerjakan tugas tersebut maka selanjutnya siswa akan
diajak langsung untuk menyaksikan langsung pengaruh kebudayaan yang
ada dari kebudayaan Sa Huynh dan kebudayaan India. Dengan
menggunakan LCD dan membawa contoh benda, guru menunjukkan
sebuah seni ukir dan seni pahat yang merupakan pengaruh budaya India
sampai pada saat ini karena di Indonesia mengembangkan budaya seni
ukir dan pahat tersebut. Guru juga menyebutkan bahwa agama Hindu dan
Budha merupakan pengaruh dari kebudayaan India yang sampai pada saat
ini kedua agama tersebut masih dipeluk oleh orang Indonesia dan bahkan
ada siswa yang beragama tersebut. Selain itu ada kebudayaan yang secara
tidak langsung berpengaruh yaitu berdagang, dulu india menyebarkan
kebudayaannya dengan berdagang, secara tidak langsung kegiatan dagang
tersebut menjadi salah satu mata pencaharian di Indonesia untuk lebih
jelasnya guru mengajak siswa ke kantin untuk menyaksikan proses
transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli. Dalam kebudayaan Sa
Huynh dulu ditemukan kubur tempayan (jenazah dimasukkan dalam
tempayan besar) pada saat pengaruh terhadap Indonesia yaitu adanya peti
mati yang hampir sama dengan kubur tempayan.
Dari pengamatan yang telah peneliti dapat diketahui bahwa guru
sering kali menggunakan metode CTL dalam menyampaikan materi
karena dirasa dengan memberikan contoh nyata akan memudahkan siswa
dalam memahi suatu materi pelajaran.
Selain cara yang seperti di atas, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Bu Yayuk dan Bu Effi selaku guru mata pelajaran sejarah tentang
penerapan CTL.
Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI)
CTL adalah suatu konsep metode pembelajaran yang berusaha
memahamkan siswa dengan membawa siswa untuk berfikir pada
dunia nyata, materi yang didapat siswa dikelas dikaitkan dengan
keadaan disekitar siswa dalam kehidupan nyata siswa sehari-hari.
Penerapan CTL itu bisa dengan cara memberi studi kasus agar
didiskusikan oleh siswa, dari diskusi ini siswa bisa mengaitkan
kasus yang ada dengan konsep-konsep yang ada dibuku.
Metode ini juga bisa digunakan dalam mata pelajaran sejarah, saya
biasanya menggunakan metode CTL dengan cara diskusi kelompok
dan presentasi di depan menggunakan power point yang telah
dibuat, dari sini siswa banyak pengetahuan dan pengalaman telah
menggunakan media LCD dan membuat power point, selain itu
saya juga sering memberi tugas untuk mencari pengetahuan sendiri
dari materi yang akan dipelajari sebelum saya memberikannya di
kelas.
71


Ibu Yayuk Ernawati, Dra. (Guru Sejarah kelas X)
CTL (Contextual Teaching and Learning ) adalah suatu metode
pembelajaran yang mengaitkan antara pengalaman, dan
pengetahuan yang dimiliki dengan kenyataan yang ada. Maksudnya
disini pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa
dihubungkan dengan keadaan yang sebenarnya. CTL ini pun
banyak sekali macamnya. Tergantung dari guru ingin
menggunakan yang mana, ada yang menuntut siswa untuk mencari
pengetahuan sendiri, pembelajaran berbasis masalah yang
menuntut siswa untuk memecahkan persoalan tersebut. Kalau
menurut saya ya cocok-cocok saja kalau dalam pembelajaran
sejarah diterapkan CTL, misalnya agar tahu tentang benda-benda
peninggalan sejarah, maka sisiwa dapat diajak ke musium. Kalau
selama ini yang saya terapkan adalah pembelajara CTL dengan

71
Hasil Wawancara dengan Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei
2010)
cara siswa mencari sendiri pengetahuan yang baru, atau kadang
saya hanya memberikan poin-poinnya saja dan siswa belajar
sendiri, tapi saya juga kadang memberikan pembelajaran berbasis
masalah. Tapi selama ini anak-anak banyak yang tidak mengetahui
kalau saya menggunakan metode CTL.
72


Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 12
Mei 2010 dengan guru mata pelajaran sejarah di SMAN 1 Malang, dapat
diketahui bahwa selama ini dalam mengajar sejarah guru sudah sering
menggunakan metode CTL, akan tetapi penggunaan metode ini juga
disesuaikan dengan kondisi siswa dan suasana kelas pada saat itu.
Adapun cara-cara yang digunakan oleh guru sejarah dalam
menerapkan metode CTL bermacam-macam, disesuaikan dengan materi
yang akan diajarkan dan media pendukung yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Misalnya saja Bu Yayuk selaku guru mata pelajaran sejarah
telah menerapkan pembelajaran kontekstual dengan cara menyuruh siswa
untuk mencari pengetahuan yang baru sendiri (Pembelajaran Berbasis
Inkuiri) dan melakukan diskusi kelompok dalam memecahkan suatu
permasalahan atau bahkan kadang Bu Yayuk hanya memberi poin-poin
dari materi yang akan dipelajari dan siswa yang mengembangkan yang di
ikuti tanya jawab dari siswa.
Disini berbeda dengan Bu Yayuk, kalau Bu Effi menerapkan
metode CTL dengan cara menyuruh membuat power point dan sebagainya
yang dapat menunjang pembelajaran, sehingga akan lebih
memudahkandalam menyampaikan materi, selain itu wawasan anak juga

72
Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk Ernawati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei
2010)

akan lebih luas, kemudian siswa berdiskusi dan hasil diskusi
dipresentasikan ke depan, jika ada kelompok lain yang belum faham maka
dapat mengajukan pertanyaan terhadap kelompok yang presentasi. Dari
sinilah maka akan terjadilah suatu masyarakat belajar (Learning
Community). Dalam kelas pembelajaran menggunakan metode CTL
dengan cara siswa belajar secara berkelompok, dari sini siswa akan saling
bertukar pikiran, sehingga terjadilah komunikasi dua arah antara satu
siswa dengan siswa yang lain. Dalam masyarakat belajar, anggota
kelompok yang terlibat dalam komunikasi dua arah dapat saling belajar.
Peneliti melakukan wawancara dengan guru sejarah dan
wawancara terhadap siswa guna memperkuat kebenaran hasil wawancara
dengan guru sejarah. Peneliti juga mencari data mengenai fenomena yang
berkaitan dengan strategi pembelajaran guru yakni observasi langsung di
kelas pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung hingga selesai. Hal
ini dilakukan peneliti guna memperoleh kebenaran bahwasanya guru
menggunakan strategi pembelajaran sesuai dengan hasil wawancara.
Kemudian peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara dan data hasil pengamatan dengan dokumentasi berdasarkan
perangkat pembelajaran guru sejarah.
Dari observasi yang peneliti lakukan, yakni mengikuti proses
kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru sejarah pada saat itu
menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah. Guru menggunakan
strategi ini dalam bentuk diskusi kelompok, yakni dalam satu kelas di bagi
menjadi 4 kelompok. Awalnya guru menjelaskan terlebih dahulu materi
pokok-pokoknya dengan ceramah dan menggunakan peta konsep. Setelah
itu, guru memberikan kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan kepada
setiap kelompok untuk didiskusikan. Hasil diskusi dipertanggungjawabkan
setiap kelompoknya. Kemudian dikumpulkan dan guru meluruskan
kembali guna menyelesaikan jawaban yang berbeda dari masing-masing
kelompok. Guru tidak langsung menilai hasil diskusi tersebut dikarenakan
jam pelajaran telah selesai.
Adapun penerapan metode CTL yang digunakan oleh guru sejarah
diperkuatdengan wawancara peneliti dengan siswa-siswi kelas X.6 sebagai
berikut:
Siswa kelas X.6 yang bernama Andina Yasintasari mengatakan:
Selama ini saya tidak tahu apa nama metode yang digunakan guru
dalam mengajar, tapi yang saya tahu selama ini guru sejarah
mengajar dengan cara kita sering disuruh unuk mencari materi
sendiri, disini maksunya biasanya guru hanya memberi poin-
poinnya saja, kemudian kita suruh mengembangkan sendiri, setelah
itu kita disuruh membuat pertanyaan dimana yang menjawab bukan
guru dari sesama siswa, baru diakhir waktu guru meluruskan
jawaban kami yang kurang sempurna.
73

Siswa kelas X.6 yang bernama Bintang Virgy Shafirna
mengatakan:
Menurut saya guru sejarah kalau mengajar sering memberi tugas
untuk mencari materi sendiri tentang apa yang akan dipelajari
dikelas, kadang kita suruh browsing diinternet, atau kadang ada
tugas untuk membuat power point secara berkelompok dan di
diskusikan kemudia presentasi bergantian secara perkelompok
dengan diwakili anggota kelompok.
74

Siswa kelas X.6 yang bernama Essa Karina C. D. A. mengatakan:

73
Hasil Wawancara dengan Andina Yasintasari, (Kelas X.6, 15Mei 2010).
74
Hasil Wawancara dengan Bintang Virgy Shafirna, (Kelas X.6, 15Mei 2010).
Kalau menurut saya Bu Yayuk hanya ceramah yang dilanjutkan
dengan memberi tugas mengerjakan LKS, dalam ceramah itu kita
hanya dikasih tau dari poin-poin materi saya, kemudian kita
disuruh mencari sendiri pemecahan masalah yang ada, kadang
pembelajaran dilakukan dengan diskusi kelompok yang kemudian
ada tanya jawab.
75

Siswa kelas X.6 yang bernama Nindya Sukma S mengatakan:
Menurut saya pembelajaran itu membosankan, akan tetapi
sekarang sudah tidak lagi, karena dalam pembelajaran sejarah kita
tidak mendengarkan ceramah dari guru saja, tetapi saat ini malah
kita sendiri yang harus mencari sendiri pengetahuan yang baru dan
di diskusikan dengan teman secara berkelompok.
76

Siswa kelas X.6 yang bernama Faizal A. D mengatakan:
Selama ini pembelajaran dengan metode yang telah diterapkan
yaitu pemberian tugas untuk mencari bahan sendiri yang akan
dipelajari dengan petunjuk kita telah diberi poin-poinnya saja, dan
diskusi secara berkelompok saya rasa sudah cukup enak, karena
menurut saya disini pembelajaran tidak harus bersumber dari guru,
maksudnya gurunya saja yang ceramah, tapi disini siswa sendiri
yang mencari pengetahuan sendiri dan didiskusikan dengan teman-
temannya secara berkelompok. Dari sini kita bisa saling bertukar
pikiran denngan sesama teman.
77

Siswa kelas X.6 yang bernama Sulu Basthiyan Zamara
mengatakan:
Metode yang biasanya ditertapkan oleh guru sejarah adalah
menyuruh kita untuk berdiskusi kelompok, sehingga disini kita bisa
saling bertukar pikiran tentang suatu topik yang dibahas tersebut,
dimanap pada akhirnya dapat dicapai suatu keputusan yang dapat
dipahami oleh semua siswa.
78


Dari pendapat beberapa siswa dapat disimpulkan bahwa selama ini
guru sejarah sudah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan
metode CTL (Contextual Teaching and Learning) akan tetapi selama ini
kebanyakan siswa tidak mengetahui nama metode yang digunakan oleh

75
Hasil Wawancara dengan Essa Karina C. D. A, (Kelas X.6, 15Mei 2010).
76
Hasil Wawancara dengan Nindya Sukma S, (Kelas X. 6, 15Mei 2010).
77
Hasil Wawancara dengan Faizal A. D, (Kelas X. 6, 15Mei 2010).
78
Hasil Wawancara dengan Sulu Basthiyan Zamara, (Kelas X. 6, 15Mei 2010).

guru sejarah. Penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning)
dalam pembelajaran mata pelajaran sejarah banyak disukai siswa dan
dapat menghidupkan suasana kelas, hal ini dapat dilihat dari semangat
dalam proses pembelajaran sejarah dan siswa akan terdorong untuk
berlomba-lomba mendapatkan nilai yang bagus, sehingga dengan begitu
prestasi hasil belajar akan lebih bagus dan meningkat serta memuaskan.
Dalam sebuah proses pembelajaran yang menggunakan metode
CTL (Contextual Teaching and Learning) memerlukan adanya persiapan
yang lebih. Dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and
Learning) sebaiknya guru terlebih dahulu mempersiapkan segala
sesuatunya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh guru-guru
sejarah di SMAN 1 Malang.
Ibu Effi Harsiwiniwati, Dra(Guru Sejarah kelas XI)
Dalam menerapkan CTL, saya harus lebih mempersiapakan, bisa
dikatan kalau persiapannya lebih berat. Karena adanya peralatan
sebagai penunjang dalam pembelajaran, saya juga harus mencari
kasus atau tema yang akan digunakan sebagai bahan diskusi siswa
di kelas. Akan tetapi waktu yang terbatas dengan materi yang
banyak. Kadang-kadang saya bingung anak-anak mengerti dengan
materi yang telah dijelaskan dan dapat mencapai target yang
diinginkan jika keadaanya seperti itu.
79



Ibu Yayuk Ernawati, Dra. (Guru Sejarah kelas X)
Harus ada persiapan yang khusus untuk menerapkan CTL, selain
peralatan yang harus dipersiapakan guru juga harus membuat
perangkat pembelajaran, dan mempersiapkan secara matang dalam
menerapkan metode ini.
80


79
Hasil Wawancara dengan Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei
2010)
80
Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk Ernawati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei
2010)


Dari paparan data diatas dapat disimpulkan dalam penerapan
metode CTL (Contextual Teaching and Learning), guru sejarah harus
mempunyai persiapan yang lebih jika dibandingkan dengan menggunakan
metode pembelajaran yang lain.
2. Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang

Berdasarkan tabel daftar nilai sejarah siswa kelas X.6 di SMAN 1
Malang, sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh guru sejarah dan
beberapa siswa, maka dapat diambil kesimpulan bahwa proses
pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode CTL (Contextual
Teaching and Learning) dapat berhasil meningkatkan prestasi hasil belajar
siswa, khususnya kelas X.6. Perubahan peningkatan nilai ini terjadi karena
adanya perubahan pola metode dalam menyampaikan materi. Dalam tabel
daftar nilai memang tidak semua siswa mendapat nilai yang amat baik,
akan tetapi semua siswa telah memenuhi batas KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimum) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu nilai 75. Perubahan
nilai untuk meningkat menjadi lebih baik tidak secara langsung setelah
menerapkan CTL, akan tetapi bertahap dengan penggunaan CTL lebih dari
satu kali. Daftar nilai dibawah ini merupakan daftar nilai terakhir dari
perolehan siswa dalam penerapan metode CTL.
Tabel 4.5 Daftar nilai mata pelajaran siswa kelas X.6
No Nama Siswa
Nilai Aspek
Kognitif Afektif
1 AINUL YAQIN ABROR HAFI 77 BAIK
2 AKBAR NOURMA P. 78 BAIK
3 AMILIA PRIMADANI 76 BAIK
4 ANDINA YASINTASARI 90 AMAT BAIK
5 ANITA KUSUMA WARDANI 80 BAIK
6 BINTANG VIRGY SHAFIRNA 86 AMAT BAIK
7 DEFITRA MARDIANA 78 BAIK
8 DEMAAR BALQIS 76 BAIK
9 DENYTA SARAH P. 82 BAIK
10 DEWI AMBARWATI AULIA F. 77 BAIK
11 ESSA KARINA C. D. A. 88 AMAT BAIK
12 FAIZ HASBULLAH 80 BAIK
13 FAIZAL A. D 90 AMAT BAIK
14 GHEA NATASHA 87 AMAT BAIK
15 HANIF NOER ROFIQ 77 BAIK
16 HERNIDA SAFIRA JAYANTI 88 AMAT BAIK
17 IDA RAHAYU NINGTYAS 86 AMAT BAIK
18 ISMI ALIFAH HANUM 88 AMAT BAIK
19
KENNYCHI HARITS
SYAHPUTRA
78
BAIK
20
KURNIASARI DEWI
PRASWATI
76
BAIK
21 LEIDY NOVERIA A. 80 BAIK
22 MUHAMMAD HUSNURRIDLO 82 BAIK
23 MUHAMMAD ANSY ALGHASI 80 BAIK
24 NINDYA SUKMA S 88 AMAT BAIK
25 NOVIAN SHINDU NUGROHO 79 BAIK
26 POPY FEBRITASARI 76 BAIK
27 RACHMA FARIZA 88 AMAT BAIK
28 RACHMAD MAHENDRA 78 BAIK
29 RENDY PURWO PRASETYO 80 BAIK
30
RENNY ANGGRAINI ANGGUN
K.
81
BAIK
31 RIFKA ULFA R 79 BAIK
32 SABILA NAJAH 77 BAIK
33 SENTANU KUNTA WIJAYA 78 BAIK
34 SEPTI NUR RACHMAWATI 78 BAIK
35 SULU BASTHIYAN ZAMARA 87 AMAT BAIK
36 TARA WINDA HAPSARI 78 BAIK
37 VITRIA ZHUANITA RANI 82 BAIK
38 INDRA BAGUS IRAWAN 88 AMAT BAIK




3. Faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL
(Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah di
SMAN 1 Malang

a) Faktor Penunjang
Faktor penunjang adalah segala sesuatu yang dapat membantu
pendidikan menjadi maju dan berhasil dengan baik, sehingga apa yang
menjadi tujuan pendidikan dapat tercapai. Adapun faktor yang
menunjang proses pembelajaran dengan menggunakan metode CTL
seperti hasil wawancara peneliti kepada guru sejarah di SMAN 1
Malang.
Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI)
Faktor-faktor penunjang dalam penerapan metode CTL yang
saya gunakan adalah laptop, LCD, dan buku sejarah sebagai
sumber belajar.
81


Ibu Yayuk Ernawati, Dra. (Guru Sejarah kelas X)
Faktor yang menunjang dalam pembelajaran ya dari guru
sendiri, yaitu dari persiapannya, kematangan materi, dan
tertulis. Kalau dari siswanya itu ya dilihat dari intake siswa
(keluarga, pergaulan) sendiri terus media, Buku sejarah yang
berkaitan dengan materi yang akan dipelajari, LCD, soal-soal,
CD tergantung dari materi yang dipelajari. Semisalnya tentang
monumen dibuat semacam karya tulis, jadi anak-anak bisa
mengambil dari internet, malang tempo dulu itupun tergantung
dari pendukung materi.
82


Dari paparan di atas, dijelaskan bahwasanya faktor yang
menunjang selain berasal dari guru sendiri dan kondisi siswa, media
pembelajaran pendukung. Faktor penunjang yang berasal dari guru
sendiri, yaitu dari persiapannya, kematangan materi, dan tertulis. Hal

81
Hasil Wawancara dengan Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra (Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei
2010)
82
Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk Ernawati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei 2010)
ini menunjukkan sebelum guru tampil di depan kelas untuk mengelola
interaksi belajar mengajar, terlebih dahulu harus sudah menguasai
bahan yang akan diajarkan sekaligus bahan-bahan yang dapat
mendukung jalannya proses belajar mengajar. Tertulis dalam artian
guru membuat perangkat pembelajaran untuk mencapai tujuan
kualitas belajar mengajar yang dipelajari. Sebab, bahan pelajaran
adalah subtansi yang akan disampaikan dalam proses belajar
mengajar. Apabila guru sendiri mengetahui dengan jelas inti pelajaran
yang akan disampaikan, guru akan lebih mudah menjawab pertanyaan
siswa tanpa ragu-ragu.Adapun faktor penunjang yang berasal dari
siswa dilihat dari intakenya dan pengetahuan serta kesiapan siswa
sebelum menerima pelajaran.
Faktor penunjang dari media pembelajaran yang berupa laptop,
LCD, dan sumber belajar berupa buku sejarah juga diperlukan dalam
penerapan pembelajaran dengan metode CTL. Hal ini ditunjukkan
bahwa sering kali guru menggunakan metode CTL dengan
menggunakan media LCD dan laptop. Siswa melakukan presentasi
setelah membuat power point. Guru hanya sebagai fasilitator saat
siswa presentasi dan diskusi. Dari diskusi ini maka muncullah
masyarakat belajar.
b) Faktor Penghambat
Faktor penghambat adalah segala sesuatu yang dapat
menggangu jalannya pendidikan sehingga tujuan pendidikan tidak
atau kurang terwujud dengan baik. Begitu juga dengan proses
pembelajaran dengan menggunakan metode CTL di SMAN 1 Malang,
khususnya pada mata pelajaran sejarah masih mengalami hambatan-
hambatan. Hambatan tersebut seperti kondisi siswa saat menerima
pelajaran, peralatan yang menunjang pembelajaran dan waktu
sebagaimana yang diuraikan guru sejarah pada saat peneliti
mewawancarai mengenai faktor yang menghambat proses
pembelajaran dengan menggunakan metode CTL pada mata pelajaran
sejarah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh guru mata pelajaran
sejarah berikut mengenai faktor-faktor penghambat dalam penerapan
metode CTL.
Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI)
Terkait dengan faktor penunjangnya tadi, sering kali faktor
penghambatnya adalah terkait dengan peralatan seperti LCD
yang harus selalu on, tapi masalahnya disini LCD nya sering
mati sehingga terpaksa saya harus menggunakan strategi yang
lain, selain masalah peralatan faktor penghambat yang lain
adalah kondisi siswa yang ramai sendiri dan tidak
memperhatikan apa yang dipresentasikan oleh temannya
83


Ibu Yayuk Ernawati, Dra. (Guru Sejarah kelas X)
Faktor penghambatnya ada sebagian siswa yang ramai,
peralatan yang kurang mendukung misalnya LCD nya rusak,
jadinya harus ada persiapan yang khusus untuk menerapkan
CTL, selain itu kondisi siswa yang ramai juga dapat
menghambat proses pembelajaran.
84

Dari hasil wawancara mengenai faktor yang menghambat
proses pembelajaran dengan menggunakan metode CTL ada beberapa

83
Hasil Wawancara dengan Ibu Effi Harsiwiniwati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei
2010)
84
Hasil Wawancara dengan Ibu Yayuk Ernawati,Dra(Guru Sejarah kelas XI), (Rabu, 12 Mei
2010)
faktor yang terkait dengan media penunjang pembelajaran, minimnya
waktu pembelajaran dan faktor yang berasal dari siswa yakni dari segi
minat siswa untuk belajar mata pelajaran sejarah yang menurut siswa
merupakan pelajaran yang membosankan dan menyebabkan
menagantuk, selain itu siswa juga mengalami kesulitan dalam
menerima materi yang disampaikan guru. Kemudian faktor sarana
prasarana dan fasilitas khususnya untuk pembelajaran mata pelajaran
sejarah.
Guru sejarah mengatakan ada fasilitas yang dapat digunakan,
namun tidak semua materi yang dipelajari bisa menggunakan fasilitas
yang ada. Tapi sering kali LCD yang ada dikelas itu sudah banyak
yang rusak atau kadang rewel kalau mau digunakan. Adapun faktor
yang penting menurut guru sejarah yaitu waktu, sebab dilihat dari
banyak materi yang harus dapat dipahami siswa dengan waktu yang
sangat sedikit, bahkan kurang jika menggunakan metode CTL, hal ini
yang kadang membuat guru bingung harus menggunakan metode apa
yang bisa memahamkan siswa dengan materi banyak dan waktu yang
sedikit agar target yang diinginkan dapat tercapai.
Pengamatan yang peneliti lakukan terhadap siswa yakni
memang pada dasarnya sebagian besar faktor yang menghambat
proses pembelajaran sejarah berasal dari anak-anak yang tidak suka
sejarah karena sulit, mereka beranggapan belajar sejarah itu harus
mendengarkan guru bercerita dan menghafal, hal ini yang
menyebabkan siswa kurang berminat, sehingga ramai sendiri saat
pelajaran sejarah. Hal penting lain yang menurut guru sejarah kurang
adalah waktu. Jumlah waktu yang disediakan untuk mata pelajaran
sejarah tidak sebanding dengan jumlah materi yang ada dalam
kurikulum.


















BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Mata pelajaran sejarah adalah salah satu mata pelajaran yang materinya
membicarakan tentang peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kehidupanpada
masa lampau. Dengan demikian seorang guru sejarah harus dapatmenggambarkan
secara langsung materimateri yang diberikan dengan keadaan yang sebenarnya di
masa lampau. Selama ini pembelajaran sejarahcenderung pada pembelajaran yang
tematik teoristik yaitu pembelajaran yang terdiri dari hafalan belaka. Sehingga
banyak terjadi kecenderungan darisiswa bahwa pelajaran sejarah dianggap
pelajaran yang hanya mempelajari kehidupan di masa lampau belaka sehingga
menjadikan pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang sangat membosankan
karena berisi cerita-ceritamasa lampau.
Untuk menanggulangi hal tersebut maka perlu dilakukan altenatif metode
pembelajaran sehingga pelajaran sejarah menjadi pelajaranyang menarik minat
siswa. Salah satu metode pembelajaran sejarah yangdapat digunakan sebagai
alternative metode pembelajaran adalah metodependekatan kontekstual
(Contextual Teaching and Learning atau CTL).Dengan pendekatan kontekstual
tersebut siswa diharapkan dapat mengkaitkanmateri pelajaran yang diberikan oleh
guru dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Setelah peneliti mengumpulkan data dari hasil penelitian di SMAN 1
Malang melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, maka peneliti akan
melakukan anlisis data untuk menjelaskan lebih lanjut dari hasil penelitian.
Sebagaimana dijelaskan dalam teknik analisis data dalam penelitian ini peneliti
103
menggunakan analisis kualitataif deskriptif (pemaparan) dan data yang peneliti
peroleh baik melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang telah
dikumpulkan oleh peneliti selama mengadakan penelitian dengan lembaga terkait.
Di bawah ini adalah hasil dari analisa peneliti tentang Pembelajaran
Kontekstual Pada Kompetensi Dasar Peradaban Awal Masyarakat Di Dunia Yang
Berpengaruh Terhadap Peradaban Indonesia Mata Pelajaran Sejarah Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus Kelas X.6 Di SMAN 1
Malang).
1. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam
Pembelajaran Sejarah Di SMAN 1 Malang

Strategi dalam pembelajaran sangat diperlukan guru dalam
meningkatkan prestasi hasil belajar dan kualitas pendidikan. Dalam proses
pembelajaran, guru harus bisa menggunakan berbagai macam strategi sesuai
dengan materi yang akan disampaikan. Tidak semua strategi bisa digunakan
untuk menyampaikan materi, meskipun strategi tersebut bagus atau bahkan
mudah dilaksanakan. Strategi digunakan dalam proses agar tepat dan sesuai
sehingga materi mudah diterima dan dipahami peserta didik.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Melalui strategi ini siswa diharapkan belajar sejarah melalui mengalami
bukan menghafal, dengan ini guru dapat membantu proses belajar siswa
dengan cara-cara mengajar dengan membuat informasi menjadi sangat relevan
bagi siswa, dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan dan
menemukan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan
menggunakan atau menerapkan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Guru dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi
tetapi harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga itu.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara
dengan guru sejarah dan beberapa siswa, dapat disimpulkan bahwa selama ini
guru sejarah sudah sering menerapkan metode CTL (Contextual Teaching and
Learning) meski banyak siswa yang tidak mengetahui bahwa selama ini
metode yang digunakan guru mereka adalah motode CTL, dengan penerapan
metode ini bisa meningkatkan prestasi hasil belajar siswa. Dalam menerapkan
metodeCTL (Contextual Teaching and Learning) guru sejarah menggunakan
berbaga macam cara. Misalnya guru menggunakan menerapkan pembelajaran
berbasis masalah dan pembelajaran berbasis inkuiri.
Guru menggunakan strategi berbasis masalah dalam bentuk diskusi
kelompok, yakni dalam satu kelas di bagi menjadi 4 kelompok. Awalnya guru
menjelaskan terlebih dahulu materi pokok-pokoknya dengan ceramah dan
menggunakan peta konsep. Setelah itu, guru memberikan kertas yang berisi
pertanyaan-pertanyaan kepada setiap kelompok untuk didiskusikan. Hasil
diskusi dipertanggungjawabkan setiap kelompoknya. Kemudian dikumpulkan
dan guru meluruskan kembali guna menyelesaikan jawaban yang berbeda dari
masing-masing kelompok. Guru tidak langsung menilai hasil diskusi tersebut
dikarenakan jam pelajaran telah selesai.
Dari observasi yang peneliti lakukan, yakni mengikuti proses kegiatan
belajar mengajar di kelas, penerapan Metode CTL (Contextual Teaching and
Learning) dalam pembelajaran mata pelajaran sejarah yang dilakukan oleh
guru sejarah kelas X.6 di SMAN 1 Malang dapat menghidupkan suasana kelas,
karena berdasarkan pengamatan peneliti siswa kelas X.6 mengikuti pelajaran
dengan semangat dan aktif mengungkapkan pendapatnya dalam proses diskusi
yang berlangsung, sehingga proses pembelajaran lebih bearti dan
menyenangkan.
Dari beberapa metode yang telah digunakan oleh guru seperti inkuiri,
diskusi dan pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran kontekstual
pada kompetensi dasar peradaban awal masyarakat di dunia yang berpengaruh
terhadap peradaban Indonesia dengan 5 indikator. Dari kelima Indikator
tersebut ada 3 indikator yang tingkat ketercapainnyatinggi, hal ini dilihat dari
perolehan hasil belajar. Adapun indikator yang tingkatketercapaiannya tinggi
yaitu pada indikator siswa dapat menjelaskan pengertian peradaban dan
kebudayaan, mengidentifikasi pengaruh kebudayaan Sa Huynh di Indonesia,
dan mengidentifikasi pengaruh kebudayaan India di Indonesia. Sedangkan
pada indikator 2 dan 3, yaitu siswa dapat mengidentifikasi pengaruh
kebudayaan Bacson Hoabinh di Indonesia dan mengidentifikasi pengaruh
kebudayaan Dongson di Indonesia tingkat ketercapaiannya dirasa masih
kurang.
Tingkat Ketercapaian Indikator yang tinggidisebabkan karena indikator
ini lebih mudah dari pada 2 indikator yang lain, selain itu contoh kongkrit dari
peradaban Sa Huynh dan peradaban india masih dapat mudah dicari dan
terdapat disekitar kehidupan sehari-hari siswa. Dalam penyampaian materi
peradaban Sa Huynh dan peradaban india yang berpengaruh terhadap
kebudayaan Indonesia, guru menyuruh siswa untuk bekerja dan diskusi
kelompok untuk mencari contoh yang ada disekitar siswa setelah guru
menjelaskan materi secara garis besar. Setelah siswa melakukan pengamatan
dan berdiskusi kelompok, maka guru menyuruh perwakilan kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi secara bergantian, kemudian menunjukkan
contoh-contoh asli dari dua kebudayaan tersebut dalam bentuk barang asli dan
gambar dalam slide power point.
Jika dilihat dari nilai hasil belajar mata pelajaran sejarah khususnya
kelas X.6 mempunyai nilai yang bagus-bagus dan telah memenuhi kriteria
ketuntasan minimum yang telah ditetapkan oleh sekolah. Dari sini kalau dilihat
dari nilai hasil belajar maka bisa dikatakan bahwa pembelajaran sejarah dengan
menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat
meningkatkan prestasi hasil belajar siswa.
2. Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X.6 di SMAN 1 Malang

Berdasarkan paparan data hasil penelitian disini hasil belajar siswa kelas
X.6 SMAN 1 Malang pada mata pelajaran mengalami kenaikan setelah
diterapkan pembelajaran kontektual. Selain nilai hasil belajar yang telah
menunjukkan bahwa pembelajaran kontektual dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa, perubahan lain yang menunjukkan prestasi meningkat adalah
hasil observasi saat pembelajaran dikelas. Saat proses belajar mengajar dengan
menggunakan pendekatan CTL siswa sangat antusias dalam mengikuti
pelajaran. Selain itu siswa merasa senang dengan penerapan pendekatan CTL
ini. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan pada
siswa pada tanggal 26 Mei 2010.
Perubahan peningkatan nilai ini terjadi karena adanya perubahan pola
metode dalam menyampaikan materi. Dalam tabel daftar nilai memang tidak
semua siswa mendapat nilai yang amat baik, akan tetapi semua siswa telah
memenuhi batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang telah ditetapkan
oleh sekolah yaitu nilai 75. Perubahan nilai untuk meningkat menjadi lebih
baik tidak secara langsung setelah menerapkan CTL, akan tetapi bertahap
dengan penggunaan CTL lebih dari satu kali. Daftar nilai dibawah ini
merupakan daftar nilai terakhir dari perolehan siswa dalam penerapan metode
CTL.
3. Faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan metode CTL
(Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah di
SMAN 1 Malang

Pada umumnya setiap lembaga pendidikan berupa sekolah menyediakan
sarana dan prasarana serta fasilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan sekolah
guna meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab sarana dan prasarana
merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
Namun, tidak semua sekolah mempunyai kesamaan dalam kelengkapan sarana
dan prasarana maupun fasilitas yang bagus dan sesuai dengan kebutuhan.
Sebab, di dalam sekolah ada yang berstatus negeri dan kebutuhan sekolah
dibiayai oleh pemerintah. Ada pula yang berstatus swasta dan dibiayai oleh
yayasan maupun dari dana bantuan orang tua siswa. Selain itu, ada yang
bertempat di kota dan di desa yang menjadi perbedaan dalam penggunaan
teknologi dan mempunyai latar belakang lingkungan yang berbeda. Hal ini
yang menjadi salah satu faktor penunjang dan faktor penghambat guru dalam
menerapkan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) pada
pembelajaran sejarah di SMAN 1 Malang. Adapun kedua faktor tersebut antara
lain:
a) Faktor Penunjang
Faktor penunjang adalah segala sesuatu yang dapat membantu
pendidikan menjadi maju dan berhasil dengan baik, sehingga apa yang
menjadi tujuan pendidikan dapat tercapai. Proses pembelajaran sejarah di
SMAN 1 Malang dengan menggunakan metode CTL (Contextual
Teaching and Learning) juga ditunjang dengan sarana dan prasarana,
meskipun tidak semua materi yang disampaikan guru menggunakan
fasilitas dari sekolah baik dari kelengkapan sumber belajar maupun media
belajar. Di dalam proses pembelajaran guru sejarah mengajar dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada dengan strategi pembelajaran yang
bervariasi dan salah satunya dengan menggunakan metode CTL
(Contextual Teaching and Learning). Untuk menunjang jalannya proses
pembelajaran, guru sejarah menggunakan sumber belajar (seperti LKS,
buku paket sejarah, laptop, dan LCD). Selain itu, guru sejarah juga
melakukan persiapan dalam kegiatan belajar mengajar, menguasai materi
yang akan disampaikan, dan membuat perencanaan tertulis (perangkat
pembelajaran).
Faktor yang menunjang tidak hanya dari sarana dan prasana yang
menunjang pembelajaran dan guru saja, sebab tanpa siswa tidak akan
terjadi kegiatan belajar mengajar. Oleh sebab itu, siswa juga harus
memberi dukungan terhadap kelancaran proses pembelajaran. Faktor yang
mendukung dalam proses pembelajaran dilihat dari intake siswa. Apabila
intake siswa mendukung, maka proses pembelajaran akan berlangsung
dengan baik dan akan mengeluarkan hasil yang baik. Namun sebaliknya,
apabila intake siswa kurang mendukung proses pembelajaran akan
terhambat.
Hal ini juga diperkuat dalam buku Wina Sanjaya yang mengatakan
bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan dapat
dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Perbedaan-perbedaan semacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula
baik dalam penempatan atau pengelompokan siswa maupun dalam
perlakuan guru dalam penyesuaian gaya belajar. Demikian juga dengan
tingkat pengetahuan siswa, yaitu dalam penggunaan bahasa juga akan
mempengaruhi dalam proses pembelajaran.
b) Faktor Penghambat
Faktor penghambat adalah segala sesuatu yang dapat mengganggu
jalannya pendidikan sehingga tujuan pendidikan tidak atau kurang
terwujud dengan baik. Faktor yang menghambat proses pembelajaran di
SMAN 1 Malang juga tidak lepas dari jumlah waktu yang kurang, guru,
siswa, sarana dan prasarana.
Dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode
CTL (Contextual Teaching and Learning), guru sejarah di SMAN 1
Malang juga tidak terlepas dari faktor-faktor penghambat. Misalnya
dengan jumlah waktu pelajaran yang sedikit dan materi yang akan
disampaikan banyak, maka penjelasan guru tidak begitu luas dikarenakan
waktu yang sudah direncanakan untuk dibagi dengan diskusi dan
menyelesaikan hasil diskusi. Kurang waktu disini sangat berpengaruh
terhadap pemahaman materi yang didapat siswa. Sebab, waktu pelajaran
mata pelajaran sejarah hanya 2 jam dalam satu minggu. Ini mengakibatkan
proses pembelajaran tidak bisa dipelajari secara mendalam dan luas.
Faktor yang menghambat proses pembelajaran seperti yang
dikemukakan Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya psikologi belajar,
bahwasanya ada banyak faktor yang menghambat kegiatan belajar
mengajar yakni faktor dari dalam dan dari luar. Faktor dari luar seperti
lingkungan (meliputi lingkungan alami dan sosial budaya) dan
instrumental (meliputi kulrikulum, program, sarana dan fasilitas, dan
guru). Sedangkan faktor dari dalam yaitu fisiologis (meliputi kondisi
fisiologis, kondisi panca indra) dan psikologis (meliputi minat, kecerdasan,
bakat, motivasi dan kemampuan kognitif).
Selain keterkaitan dengan masalah waktu, disini sarana dan
prasarana yang dapat menunjang pembelajaran dengan menggunakan
metode CTL (Contextual Teaching and Learning) banyak yang mengalami
kerusakan, misalnya LCD yang ada di kelas-kelas banyak yang tidak bisa
digunakan, dari sini jika tersedianya peralatan yang seharusnya menunjang
proses belajar mengajar tapi malah tidak bisa digunakan, maka dapat
menghambat proses yang akan dilaksanakan, bahkan pembelajaran yang
sudah direncankan tidak dibisa dilakukan karena adanya hambatan dari
peralatan penunjang.
Berdasarkan paparan di atas, faktor yang menghambat kegiatan
belajar dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching and
Learning) memang banyak sekali, namun bagaimana guru bisa
meminimalisir kekurangan-kekurangan yang ada agar proses pembelajaran
bisa berjalan dengan baik. Sebab guru disini dalam kegiatan belajar
merupakan pemimpin lancarnya kegiatan tersebut. Apabila kegiatan
belajar mengajar dipimpin dengan baik, maka proses pembelajaran akan
berjalan dengan baik. Begitu juga dengan siswa, apabila siswa memang
bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu pasti akan melakukan yang
terbaik buat dirinya sendiri baik dari aktif mengikuti belajar di kelas
maupun belajar di luar kelas dengan bimbingan guru.



BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian, analisis dan penyajian data tentang
Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pada Mata Pelajaran Sejarah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Kelas X.6 di SMAN 1 Malang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Selama ini guru sejarah di SMAN 1 Malang sudah menerapakan
pembelajaran dengan menggunakan metode CTL (Contextual Teaching
and Learning) dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi hasil belajar
siswa, khusunya kelas X.6 Dalam penerapan metode CTL (Contextual
Teaching and Learning) pada mata pelajaran sejarah ada beberapa cara
yang digunakan oleh guru, misalnya saja pembelajaran berbasis inkuiri
yang mengharuskan siswa untuk mencari sendiri pengetahuan baru,
dimana guru hanya sebagai fasilitator dan pembelajaran berbasis masalah
yang menuntut siswa untuk berdiskusi secara berkelompok dalam
menyelesaikan masalah pada topik pembahasan tertentu.
2. Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pada Mata Pelajaran Sejarah sudah dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa, hal ini dapat dilihat dari nilai hasil pembelajaran siswa dan antusias
siswa dalam mengikuti pembelajaran sejarah.
3. Dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning) di
SMAN 1 Malang ada faktor penghambat dan yang mendukung penerapan
metode ini. Adapun faktor pendukungnya terdiri dari persiapan guru,
kematangan pemahaman materi, kondisi siswa dan situasi kelas yang baik,
selain itu peralatan media penunjang seperti Laptop, LCD, dan bahan ajar
yang berupa buku sejarah yang relevan dengan materi merupakan faktor
penunjang dalam penerapanmetode CTL (Contextual Teaching and
Learning). Disamping faktor pendukung, maka ada juga faktor yang dapat
menghambat dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and
Learning) yang dengan peralatan seperti LCD yang harus selalu on, tapi
masalahnya disini LCDnya sering mati, selain masalah peralatan faktor
penghambat yang lain adalah kondisi siswa yang ramai sendiri dan tidak
memperhatikan pelajaran juga dapat menghambat proses pembelajaran.
B. Saran
Setelah mengadakan penelitian di SMAN 1 Malang,perlu
dikemukakan beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
rangka perbaikan dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and
Learning). Adapun saran yang peneliti kemukakan sebagai berikut:
Dalam penerapan metode CTL (Contextual Teaching and Learning)
sebagai upaya meningkatkan prestasi hasil mata pelajaran sejarah, sebaikanya
sekolah lebih memperhatikan lagi sarana dan prasarana di sekolah yang dapat
penunjang proses pembelajaran agar dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap
peralatan-peralatan yang rusak. Adapun setelah mengetahui faktor-faktor yang
menunjang dan menghambat penerapan metode CTL (Contextual Teaching
and Learning) dalam pembelajaran sejarah, hendaknya dapat dijadikan
sebagai acuan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran sejarah.





















DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1975. Didaktik Metodik. Semarang: CV. Thoha Putra.
Ahmadi, Abu. 1990. Psikologi Belajar. Jakarta: CV. Rineka Cipta.
Alwasilah A. Chaedar. 2006. Contextual Teaching And Learning: Menjadikan
Kegiatan Belajar Mengasyikkan Dan Bermakna. Bandung: Mizan
Learning Center (MLC).

A.M. Sardiman. 1988. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rajawali Pers.

Arifin, H. M. 1978. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama. Jakarta: Bulan
Bintang.

Arifin, Imron. 1996. Penelitian Kualitatif. Malang: Kalimasahada Press.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: CV.
Rajawali.

Aziz, Abdul W. 2007. Metode Dan Model-Model Mengajar. Bandung: Penerbit
Alfabeta.

Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan
Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan)
(www.bsn.or.id/SNI).

Bahri, Syaiful. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Renika Cipta.

Harahap, Nasrun. 1982. Teknik Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Bulan Bintang.

Imam. 1981. Penyusunan Dan Pengelolaan Hasil Tes Dalam Rangka Penilaian
Hasil Belajar. Jakarta: CV. Pepara.

Indrakusuma, Amir Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.

Lexy J. Moleong. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Mansyur. 1982. Evaluasi Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Songo Abadi Inti.

Maslow, AH. 1992. Motivasi Dan Perilaku. Semarang: Dahara Prize.

Nasution. S. 1996. Metodologi Research. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurhadi dan Gerrad Senduk Agus. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching And Learning/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK. Malang:
Penerbit Universitas Universitas Negeri Malang.

Oemar Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa)
( www.kopertis4.or.id)

Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang Sisdiknas. Bandung: Citra Umbara.

Sanjaya Wina. 2007. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Media Group.

Soekanto, Soejono. 2003. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Sulhan Najib. 2006. Pengembangan Karakter Pada Anak: Manajemen
Pembelajaran Guru Menuju Sekolah Efektif. Surabaya: Intelektual Club.

Suryabrata, Sumadi. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Syam, N. Noor. 1980. Pengertian Dan Hukum Dasar Pendidikan. Surabaya:
Usaha Nasional.

Tadjab. 1980. Pengantar Psikologi Pendidikan. Malang: Biro Ilmiah IAIN Sunan
Ampel Malang.

www. Dikdasmen. org/Files/KTSP/SMP/Pengembangan Model Pembelajaran
Efektif-SMP. doc.

Winkel, W. S. 1984. Psikologi Pendidikan Dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT.
Gramedia.

Whitherington, Ahli Bahasa M. Buchori. 1985. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Aksara Baru.

Zuhairini dkk. 1981. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Offset
Printing.

Anda mungkin juga menyukai