Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau
coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga
merupakan hasil residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan material
yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali
bitumen disebut pula sebagai aspal.

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat dan
bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan
temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan
agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman,
2003).

Aspal dikenal sebagai bahan/material yang bersifat viskos atau padat,
berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung
bagian-bagian utama yaitu hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau
kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida.

Aspal dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi
minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu
350
o
C dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti
gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil (Wignall, 2003).

Universitas Sumatera Utara
Aspal adalah material yang termoplastik, berati akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur
bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan
terhadap temperatur dari setiap jenis aspal berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh
komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau
viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Pemeriksaan sifat kepekaan aspal
terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi rentang
temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan.








Gambar 2.1 Kepekaan aspal terhadap temperatur
Gambar 2.1. memberikan ilustrasi tentang dua jenis aspal yang mempunyai nilai
viskositas yang sama pada temperatur 60
o
C , tetapi berbeda pada temperatur lainnya.
Aspal A lebih peka terhadap perubahan temperatur, jika dibandingkan dengan aspal B.
Kepekaan terhadap lama waktu pelaksanaan perkerasan jalan dan perubahan
temperatur sepanjang masa pelayanan jalan, jika menggunakan aspal A lebih tinggi
dari pada jika menggunakan aspal B.
Aspal yang mengandung lilin (wax) lebih peka terhadap temperatur
dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal
yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi, tetapi sangat berbeda
viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar
perbedaan umur aspal untuk menjadi retak/mengeras. Parameter pengukur kepekaan











Aspal A
Aspal B
Aspal A & B
mempunyai viskositas young
60
o
C
V
i
s
k
o
s
i
t
a
s

Universitas Sumatera Utara
aspal terhadap temperatur adalah indeks penetrasi (penetration index = PI)
(Sukirman,S., 2003).

Gambar 2.2 Struktur Aspal


2.1.1. Jenis Jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses
pembentukannya adalah sebagai berikut :

a) Aspal Alamiah
Aspal alamiah ini berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan
Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat
anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung
kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak
bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting.

b) Aspal Batuan
Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang
diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di
Universitas Sumatera Utara
Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan
lama dan stabil, tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada
daerah-daerah tertentu saja.

c) Aspal Minyak Bumi
Aspal minyak bumi perrtama kali digunakan di Amerika Serikat untuk
perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal
dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio,
Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain, California, dan
Alaska. Sumber-sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur
Tengah. Sebesar 32 juta ton telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby, 1996).

Aspal pabrik, merupakan aspal yang terbentuk oleh proses yang terjadi dalam
pabrik, sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal pabrik ini,
mempunyai kualitas standard. Aspal pabrik terbagi kedalam tiga jenis, yaitu :

1) Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan emulsi
1% sampai 2%. Di pasaran ada dua macam aspal emulsi, yaitu jenis aspal emulsi
anionik (15%) dan jenis aspal emulsi kationik (di pasaran lebih banyak, yaitu
sebesar 85%).
2) Aspal cair, disebut juga aspal cut-back, yang dibagi-bagi menurut proses
fraksinya. Misalnya Slow Curing (SC), Medium Curing (MC) dan Rapid Curing
(RC).
3) Aspal beton, disebut juga Asphalt Concrete (AC) yang dibagi-bagi menurut angka
penetrasinya. Misal : AC 40/60, AC 80/100, dan seterusnya. Umumnya aspal
beton yang digunakan dalam proyek-proyek konstruksi jalan terbagi atas beberapa
jenis yaitu jenis aspal beton campuran panas atau dikenal dengan Hot Mix Asphalt
Concrete (HMAC) merupakan aspal yang paling umum digunakan dalam jalan
raya, sedangkan jenis lainya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton
campuran dingin, dan aspal mastis (Asiyanto, 2008).

Aspal iran merupakan salah satu jenis aspal yang diimpor dari Iran-Teheran.
Aspal jenis ini direkomendasikan untuk negara-negara yang mempunyai iklim tropis
Universitas Sumatera Utara
termasuk Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik
dan turun, contohnya aspal tipe grade 60/70. Untuk data jenis pengujian dan
persyaratan aspal tersebut tercantum seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70
Sifat Ukuran Spesifikasi Standart Pengujian
Densitas pada T 25
o
C K/m
3
1010 - 1060 ASTM-D71/3289
Penetrasi pada T 25
o
C 0,1 mm 60/70 ASTM-D5
Titik leleh
o
C 49/56 ASTM-D36
Daktilitas pada T 25
o
C Cm Min. 100 ASTM-D113
Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6
Penurunan pada penetrasi setelah
pemanasan
% Max. 20 ASTM-D6&D5
Titik nyala
o
C Min. 250 ASTM-D92
Kelarutan dalam CS
2
%wt Min. 99,5 ASTM-D4
Spot Test Negatif AASHO T102


2.1.2. Sifat Kimiawi Aspal

Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen molekul
berat yang disebut aspaltene, dispersi/hamburan di dalam minyak perantara disebut
maltene. Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara disebut resin yang menjadi
instrumen di dalam menjaga dispersi asphaltene (Koninklijke, 1987).

Aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C) yang terdiri dari
paraffin, naften dan aromatis. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan
sebagai selimut agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek
permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi
penetrasi air ke dalam campuran (Rianung, 2007).

Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh
hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil. Dimana unsur-
unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%),
Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%). Berikut sifat-sifat dari
senyawa penyusun dari aspal :
Universitas Sumatera Utara
a). Asphaltene
Asphaltene merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna hitam atau
coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar, merupakan komplek aromatis, H/C
ratio 1 :1, memiliki berat molekul besar antara 1000 100000, dan tidak larut dalam
n-heptan. Asphaltene juga sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi
bitumen, dimana semakin tinggi asphaltene, maka bitumen akan semakin keras dan
makin kental, sehingga titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga
penetrasinya semakin rendah.

b). Maltene
Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis,
dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia
yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen.

Resin. Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk
solid atau semi solid dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom C dan H, dan sedikit
atom O, S, dan N, untuk perbandingan H/C yaitu 1,3 - 1,4, memiliki berat molekul
antara 500 50000, dan larut dalam n-heptan.

Aromatis. Senyawa ini berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat
non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300 2000, terdiri
dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total bitumen.

Saturate. Senyawa ini berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir
sama dengan aromatis. tersususn dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil
napthene, dan aromatis, komposisi 5-20% dari total bitumen.

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan
kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan
disusun utamanya oleh polisiklik aromatis hidrokarbon yang sangat kompak
(Nuryanto, A. 2008).


Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Aspal Polimer

Aspal polimer adalah suatu material yang dihasilkan dari modifikasi antara polimer
alam atau polimer sintetis dengan aspal. Modifikasi aspal polimer (atau biasa
disingkat dengan PMA) telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir.
Umumnya dengan sedikit penambahan bahan polimer (biasanya sekitar 2-6%) sudah
dapat meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi, mengatasi
keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan usang dari kerusakan akibat umur
sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama serta juga dapat mengurangi
biaya perawatan atau perbaikan jalan (Polacco, 2005).

Penggunaan campuran polimer aspal merupakan trend yang semakin
meningkat tidak hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga demi mendapatkan kualitas
aspal yang lebih baik dan tahan lama. Modifikasi polimer aspal yang diperoleh dari
interaksi antara komponen aspal dengan bahan aditif polimer dapat meningkatkan
sifat-sifat dari aspal tersebut. Dalam hal ini terlihat bahwa keterpaduan aditif polimer
yang sesuai dengan campuran aspal. Penggunaan polimer sebagai bahan untuk
memodifikasi aspal terus berkembang di dalam dekade terakhir (Fei-Hung, 2000).

Untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan permukaan aspal, peneliti telah
memusatkan perhatian pada aditif yang diperoleh dengan memanfaatkan bahan bekas,
seperti polistirena bekas. Untuk bahan-bahan polimer yang efektif digunakan jalan
raya, haruslah yang dapat meningkatkan resistensi terhadap keretakan letih,
mengurangi cakupan deformasi permanen dan mengurangi pengerasan pada suhu
tinggi (King, 1986).


2.2. Polistirena

Polistirena pertama kali dibuat pada 1839 oleh Eduard Simon, seorang apoteker
Jerman. Polistirena adalah sebuah polimer dengan monomer stirena, sebuah
hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruangan,
Universitas Sumatera Utara
polistirena biasanya bersifat termoplastik padat, tidak mudah patah dan tidak beracun
serta dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi.

Stirena tergolong senyawa aromatik. Polistirena berbentuk padatan murni yang
tidak berwarna, bersifat ringan, keras, tahan panas, agak kaku, tidak mudah patah dan
tidak beracun, memiliki kestabilan dimensi yang tinggi dan shrinkage yang rendah,
tahan terhadap air atau bahan kimia non-organik atau alkohol, dan sangat mudah
terbakar. Berikut ini tabel sifat-sifat fisik dari polistirena.

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik Polistirena
Sifat Fisis Ukuran
Densitas 1050 kg/m
Densitas EPS 25 - 200 kg/m
Spesifik Gravitasi 1,05
Konduktivitas Listrik (s)
10
-16
S/m
Konduktivitas Panas (k) 0.08 W/(mK)
Modulus Young(E) 3000-3600 MPa
Kekuatan Tarik (s
t
)
4660 MPa
Perpanjangan 34%
Notch test 25 kJ/m
Temperatur Transisi gelas (Tg) 95 C

Polistirena adalah molekul yang memiliki berat molekul ringan, terbentuk dari
monomer stirena yang berbau harum. Polistirena merupakan polimer hidrokarbon
parafin yang terbentuk dengan cara reaksi polimerisasi, dimana reaksi pembentukan
polistirena adalah sebagai berikut :




Gambar 2.3 Struktur Stirena dan Polistirena

Universitas Sumatera Utara
Salah satu jenis polistirena yang cukup popular dikalangan masyarakat
produsen maupun konsumen adalah polistirena foam. Polistirena foam dikenal luas
dengan istilah Styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik
karena sebenarnya Styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh
perusahaan Dow Chemical. Oleh pembuatanya Styrofoam dimaksudkan untuk
digunakan sebagai insulator pada bahan konstuksi bangunan.

Polistirena foam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas
seperti n-butana atau n-pentana. Polistirena foam dibuat dari monomer stirena melalui
polimerisasi suspense pada tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan
pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa blowing agent. Polistirena
foam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang
tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat
ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal
ini membuatnya menjadi insulator panas yang sangat baik (Badan POM, 2008).

Polistirena foam begitu banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, tetapi tidak
dapat dengan mudah direcycle sehingga pengolahan limbahnya harus dilakukan secara
benar agar tidak merugikan lingkungan. Pemanfaatan polistirena bekas untuk bahan
aditif dalam pembuatan aspal polimer merupakan salah satu cara meminimalisir
limbah tersebut (Damayanthi, 2004).


2.3. Agregat

Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun
komposisi lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil pengolahan
(manufactured aggregate) maupun agregat buatan (syntetic aggregate) yang
digunakan sebagai bahan utama penyusun perkerasan jalan.

Menurut Pedoman No. 023/T/BM/1999, SK No. 76/KPTs/Db/1999. Pedoman
Teknik Perencanan Campuran beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak
Universitas Sumatera Utara
Dep. Kimpraswil Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan,
agregat dibedakan dalam beberapakelompok yaitu :
a) Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan No. 8 (2,36 mm) terdiri atas
batu pecah atau kerikil pecah. Agregat kasar dalam campuran beraspal panas
untuk mengembangkan volume mortar dengan demikian membuat campuran lebih
ekonomis dan meningkatkan ketahanan terhadap kelelehan.
b) Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan
saringan No. 200 (0.075 mm) terdiri dari hasil pemecahan batu atau pasir alam.
Fungsi utama dari agregat halus adalah untuk mendukung stabilitas dan
mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan dan gesekan antar
partikel, berkenaan dengan itu agregat halus harus memiliki kekerasan yang cukup
dan mempunyai sudut, mempunyai bidang pecah permukaan, bersih dan bukan
bahan organik.
c) Agregat pengisi (filler), terdiri atas bahan yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm)
tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.(SK. SNI M-02- 1994-03). Fungsi dari
Filler adalah untuk meningkatan viskositas aspal dan untuk mengurangi kepekaan
terhadap temperatur. Hasil penelitian umumnya menunjukan bahwa meningkatnya
jumlah bahan pengisi (filler) cenderung akan meningkatkan stabilitas dan
mengurangi rongga dalam campuran (Rianung, 2007).


2.3.1. Penggunaan Pasir Sebagai Bahan Agregat

Pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 - 5 mm didapat
dari hasil disintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahanya (artifical
sand), dari kondisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas :
pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa ke pantai
(Setyono, 2003).

Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal,
sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya. Persyaratan pasir menurut
PUBI 1982 agar dapat digunakan sebagai bahan konstruksi adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
- Pasir harus bersih. Bila diuji dengan memakai larutan pencuci khusus, tinggi
endapan pasir yang kelihatan dibandingakan tinggi seluruhnya endapan tidak
kurang dari 70%.
- Kandungan bagian yang lewat ayakan 0,063 mm (Lumpur) tidak lebih besar dari
5% berat.
- Angka modulus halus butir terletak antara 2,2 sampai 3,2 bila diuji memakai
rangkaian ayakan dengan mata ayakan berukuran berturut-turut 0,16 mm, 0,315
mm, 0,63 mm, 1,25 mm, 2,5 mm, dan 10 mm dengan fraksi yang lewat ayakan 0,3
mm minimal 15% berat.
- Pasir tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat mengurangi mutu aspal.
Untuk itu bila direndam dalam larutan 3% NaOH, cairan di atas endapan tidak
boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding.
- Kekekalan terhadap larutan MgSO4, fraksi yang hancur tidak lebih dari 10% berat.
- Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir terhadap alkali
harus negatif (Setyawan, 2006)

Senyawa kimia silikon dioksida, juga yang dikenal dengan silika (dari bahasa
latin silex), adalah oksida dari silikon dengan rumus kimia SiO
2
dan telah dikenal
sejak dahulu kekerasannya. Silika ini paling sering ditemukan di alam sebagai pasir
atau kuarsa, serta di dinding sel diatom.


2.4. Inisiator Radikal Bebas

Beberapa jenis monomer, khususnya stirena dan metal metakrilat dan beberapa
sikloalkana cincin teregang, mengalami polimerisasi oleh pemanasan tanpa hadirnya
suatu inisiator radikal bebas tambahan. Akan tetapi sebagian monomer memerlukan
beberapa jenis inisiator. Inisiator radikal bebas dikelompokkan menjadi empat tipe
utama, yaitu : peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator redoks dan
beberapa senyawa membentuk radikal bebas dibawah pengaruh cahaya (fotoinisiator)
(Steven MP, 2001).


Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Penggunaan Dikumil Peroksida (DCP) Sebagai Inisiator

Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH)
merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Mereka tidak stabil dengan panas dan
terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang tergantung pada
strukturnya. Yang ideal, suatu inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada suhu
pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi yang layak (Stevens, 2001).

DCP adalah sumber radikal sumber yang kuat, digunakan sebagai inisiator
polimerisasi, katalis, dan zat penvulkanisasi. Temperatur waktu paruh 61
o
C (untuk 10
jam) 80
o
C (untuk 1 jam) dan 120
o
C (untuk 1 menit).

DCP terdekomposisi dengan cepat, menyebabkan kebakaran dan ledakan, pada
pemanasan dan dibawah pengaruh cahaya. DCP juga bereaksi keras dengan senyawa
yang bertentangan (asam, basa, zat pereduksi, dan logam berat). Sebaiknya DCP
disimpan dalam kondisi temperatur kamar (<27
o
C atau maksimum 39
o
C) dan untuk
menjaga dari zat pereduksi dan senyawa-senyawa yang tidak kompatibel dengannya
(http://www.chemicalland21.com/specialtychem/perchem/DICUMYL%20PEROXID
E.htm).





Gambar 2.4 Struktur Dikumil Peroksida




Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Degradasi Polistirena Dengan Inisiator Dikumil Peroksida

Polistirena yang ditambahkan dengan dikumil peroksida akan terjadi pemutusan rantai
polistirena dan pembentukan ikatan silang pada polistirena. Dengan reaksinya sebagai
berikut :

1. Tahap Dekomposisi

2. Tahap Inisiasi

3. Tahap Pemutusan Rantai

4. Tahap Pembentukan Ikatan Silang

Gambar 2.5 Reaksi Degradasi Polistirena dengan Dikumil Peroksida
Universitas Sumatera Utara
2.5. Divenil Benzena (DVB)

Divenil benzena berubah-ubah secara ekstrim zat crosslinking (ikat silang) yang
sangat baik dan juga meningkatkan sifat-sifat polimer. Sebagai contoh, divenil
benzena banyak digunakan pada pabrik adesif, plastik, elastromer, keramik, material
biologis, mantel, katalis, membran, peralatan farmasi, khususnya polimer dan resin
penukar ion



Gambar 2.6 Struktur Divenil benzena

Rumus molekul divenil benzena C
10
H
10
, titik didih 195
o
C, tidak larut dalam
air dan larut dalam etanol dan eter dan titik nyala 76
o
C. ketika bereaksi bersama-sama
dengan stirena, difenil benzena dapat digunakan sebagai monomer reaktif dalam resin
polyester. Stiren dan divenil benzena bereaksi secara bersama-sama menghasilkan
kopolimer stirena divenilbenzena (James, 2005).


2.6. Karakterisasi Modifikasi Aspal Polimer

Karakteristik dari modifikasi aspal polimer yang diukur meliputi : uji sifat fisik dan
mekanik yaitu dengan uji penyerapan air mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan uji
kuat tekan mengacu pada ASTM D 1559-76.


Universitas Sumatera Utara
% 100
) (
x
M
M M
WA
k
k j

=
2.6.1. Uji Penyerapan Air (Water Absorption Test)

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal polimer, dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :


.................................................................. Pers. 2.1


Dengan : WA =Penyerapan air
M
k
=Massa sampel kering
M
j
=Massa jenuh air


2.6.2. Uji Kuat Tekan (Compressive Strength Test)

Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan
tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada
mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu
pada saat beban maksimum bekerja seperti gambar dibawah ini :



Gambar 2.7 Kuat Tekan

Pengukuran kuat tekan (compressive strength) aspal polimer dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
A
F
P =
............................................................................ Pers. 2.2



Dengan : P =Kuat tekan
F =gaya maksimum dari mesin tekan, N
A =Luas penampang yang diberi tekanan, m
2

(Butarbutar, 2009).




















Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai