ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku instruksional guru ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget tahap operasional konkret di kelas tinggi sekolah dasar. Desain penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian ex- post facto, dimana metode penelitian kuantitatif sebagai metode primer. Sampel pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel jenuh atau lebih dikenal dengan istilah sensus yaitu 24 orang guru kelas tinggi di gugus III Kecamatan Sukasada, Singaraja. Data dianalisis secara induktif yakni dengan mengkaji melalui proses berlangsung dari fakta (data) ke tori dan deskriptif dengan memaparkan dan membahas kemudian menarik kesimpulan. Hasil penelitian menemukan bahwa: (1) pemahaman guru terhadap pembelajaran operasional konkret di sekolah dasar dilihat dari dimensi cara belajar, media dan metode pembelajaran serta bahan ajar yang digunakan adalah sebesar 40% yang berada pada kategori kurang. (2) Perilaku instruksional guru dalam mengelola pembelajaran di kelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget tahap operasional konkret pada fase perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran cenderung berada pada kategori sangat kurang masing-masing adalah sebesar 33,3%, 33,3%, dan 54,2%.
Kata kunci : Perilaku Instruksional Guru, Operasional Konkret
Abstract This study aims to determine the level of determination several variables, such as: (1) teachers' understanding of concrete operational learning in high-grade class Elementary School, (2) teachers instructional behavior in managing high-grade class learning observed from Piaget's theory of cognitive development in the level of concrete operational stage in the teaching learning preparation, teaching learning process, and learning assessment. The population in this study was elementary school teachers for grade III Sukasada District. The samples in this study used saturated sampling techniques or better known as the census, which took up the entire high-class teachers in grade III Elementary Schools in Sukasada District. This study was designed in the form of ex-post facto research, where quantitative research method was used as the primary method. The data in this study were collected using an interview guide and observation sheet with its rubrics. Data were analyzed inductively means that the data would be assessed through the process of facts (data) into theory and describe descriptively by explaining and discussing which then move into drawing conclusions. The results e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
showed that: (1) teachers' understanding related to concrete operational learning on the high grade of elementary schools can be categorized as less by 40%. (2) Teachers instructional behavior in managing high grade learning process in the elementary schools observed from Piaget's theory of cognitive development in the concrete operational stage of the high grade in teaching learning preparation, teaching learning process, and learning assessment tend to be in the category of very lessis in 33,3%, 33,3%, and 54,2% respectively.
The Key Terms: teacher instructional behavior, concrete operational
PENDAHULUAN Permasalahan terkait dengan ke- merosotan kualitas proses dan hasil pendidikan dari sejak bangsa ini merdeka hingga kini memasuki era milenium belum juga dapat terselesaikan dengan baik. Masalah ini memang sangat komplek dan rumit, ini tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan kita. Kualitas pendidikan merupakan cerminan dari mutu sebuah bangsa. Manakala kualitas pendidikannya bagus, maka bagus pula kualitas peradaban bangsa tersebut. Untuk itu seyogyanya masalah kualitas pendidikan harus menjadi perhatian serius. Tentu dalam pengimplementasiannya upaya peningkatan kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab kita bersama, dan bukan hanya pemerintah. Peningkatan kualitas pendidikan memang merupakan pekerjaan rumah yang tidak juga terselesaikan walaupun berbagai cara telah dilakukan. Berbagai kebijakan dirancang untuk mengangkat kualitas hasil dan hasil proses pendidikan ini, termasuk peningkatan kualitas guru. Guru haruslah mempunyai empat kemampuan dasar dalam dirinya sehingga proses yang dijalankannya benar-benar proporsional. Kemampuan dasar inilah yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Semakin bagus penguasaan guru atas empat kemampuan dasar ini, berarti semakin kompeten guru tersebut dalam profesi kependidikannya. Empat kemampuan dasar tersebut meliputi kemampuan pedagogik, kemampuan kepribadian, kemampuan professional, dan kemampuan sosial, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. Keempat kemampuan atas kompetensi dasar inilah yang selanjutnya menentukan kualitas seorang guru. Salah satu dari keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru seperti disampaikan diatas kali ini memfokuskan pada kemampuan pedagogik. Pedagogik/pedagogi menurut KBBI adalah ilmu pendidikan atau ilmu pengajaran. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan mutlak yang wajib dimiliki oleh seorang guru dalam mengelola pembelajaran. Kompetensi pedagogik diatur sesuai dengan standar dan tingkatannya serta dikelompokkan menurut jenjang tempat guru bertugas, diantaranya guru PAUD/TK, guru kelas SD/MI, guru mata pelajaran SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Pada dasarnya kompetensi inti untuk semua tingkat dan jenjang hampir sama. Kemampuan ini meliputi: (1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, (2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu, (4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, (5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, (7) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik, (8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, (9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, dan (10) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Tingkat satuan pendidikan yang dianggap sebagai dasar pendidikan e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
adalah sekolah dasar. Di sekolah inilah anak didik mengalami proses pendidikan dan pembelajaran. Secara umum pengertian sekolah dasar dapat kita katakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar dan mendasari proses pendidikan selanjutnya. Pendidikan ini diselenggarakan untuk anak-anak yang telah berusia tujuh tahun dengan asumsi bahwa anak seusia tersebut mempunyai tingkat pemahaman dan kebutuhan pendidikan yang sesuai dengan dirinya. Pendidikan dasar memang diselenggarakan untuk memberikan dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi anak didik. Pendidikan dasar inilah yang selanjutnya dikembangkan untuk meningkatkan kualitas diri anak didik. Kita seharusnya memahami pengertian sekolah dasar sehingga dapat mengikuti setiap kegiatan yang diselenggarakan sesuai dengan tahap perkembangan siswa di tingkat ini. Bagi guru di sekolah dasar, melakukan pembelajaran dengan memperhatikan struktur perkembangan berpikir anak menurut teori Piaget sangatlah penting. Menurut Piaget, anak yang berumur 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun pada usia SD berada pada fase operasional konkret, seperti yang dinyatakan oleh Nurkancana (2001:68). Dikatakan operasional konkret karena pada periode ini anak sudah maampu berpikir logis, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang sifatnya konkret, yaitu pemecahan masalah yang langsung bisa dialami atau bersifat konkret. Menyikapi hal ini, guru haruslah memahami betul bagaimana kemampuan berpikir anak pada fase ini. Perilaku instruksional guru semestinya memperhatikan tahap-tahap perkembangan berpikir anak pada operasional konkret tersebut dan melakukan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme personal dan sosial, dengan mengkonkretkan pembelajaran yang dekat dengan lingkungan siswa, sehingga pembelajaran memang betul-betul dirasakan nyata oleh siswa dan memang dapat dipahami dalam tahapan perkembangan yang dimilikinya. Media konkret adalah segala sesuatu yang nyata dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efesien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan. Hamdani (2005:9) menyatakan bahwa (1) media pembelajaran konkret berfungsi untuk menarik minat siswa terhadap materi pembelajaran yang disajikan, (2) media pembelajaran konkret berguna dalam hal meningkatkan pengertian anak didik terhadap materi yang disajikan, (3) media pembelajaran konkret mampu menyajikan data yang kuat dan terpercaya. Sumantri, (2004:178) mengemukakan bahwa secara umum media konkret berfungsi sebagai (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi bejar mengajar yang efektif, (b) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (c) Meletakkan dasar-dasar yang konkret dan konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) Mengembangkan motivasi belajar peserta didik, (e) Mempertinggi mutu belajar mengajar. Begitu pentingnya media pembelajaran yang konkret dalam sebuah pembelajaran, membentu guru untuk memperoleh banyak keuntungan didalam pembelajaran yang ia ciptakan. Ardhana, et al dalam Timbangalan, Priska (2012), dari hasil survei terhadap beberapa SD di Buleleng (Bali) dan Kota Malang menemukan bahwa 80% guru menyatakan paling sering menggunakan metode ceramah untuk pembelajaran sains. Sedangkan dari pandangan siswa, 90% menyampaikan bahwa gurunya mengajar dengan cara menerangkan, 58,8% berpendapat dengan cara memberikan PR, dan 43,6% menyampaikan dengan cara meringkas, serta jarang sekali melakukan pengamatan di luar kelas. Terkait dengan temuan ini, kegiatan mengajar yang dilakukan oleh para guru sekolah dasar tersebut merupakan aktivitas menyimpan informasi dalam pikiran siswa yang pasif dan dianggap kosong. Siswa hanya e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
menerima informasi verbal dari buku- buku, guru atau ahli dan masih bersifat abstrak. Setiono (2008:24) mengemukakan bahwa siswa SD yang berada pada tahap operasional konkret telah mampu berpikir sistematis, tetapi terbatas pada objek yang merupakan aktivitas konkret. Tahap operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Kemudian, dipertegas lagi oleh (Suparno: 36) yang menyatakan bahwa tahap operasional konkret tetap ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotetis. Anak masih mempunyai kesulitan untuk memecahkan persoalan yang mempunyai banyak variabel. Maka itu, meskipun inteligensi pada tahap ini sudah sangat maju, cara berpikir seorang anak tetap masih terbatas karena masih berdasarkan sesuatu yang konkret. Jika dikaitkan dengan teori perkembangan kognitif Piget yang mengelompokkan kemampuan kognitif anak usia SD pada tahap operasional konkret sangat tidak sesuai jika dalam mengajar guru menggunakan metode ceramah. Pandangan Piaget justru sangat menyarankan para guru untuk menggunakan media atau bahan ajar yang konkret agar siswa mampu menerima pembelajaran pada tahap kognitif operasional konkret yang mereka alami. Perilaku instruksional guru seperti tersebut tentu dapat menimbulkan masalah dalam pencapaian hakikat tujuan-tujuan pembelajaran. Pembelajaran yang didasari oleh perilaku instruksional yang terbatas di kelas, secara kognisi akan lebih berorientasi pada kemampuan siswa menguasai sebanyak mungkin konten pelajaran dari pada memberdayakan dan mengoptimalkan kemampuan struktur kognisi anak untuk kepentingan beradaptasi dengan lingkungan. Akibatnya, siswa mungkin banyak memiliki pengetahuan-pengetahuan yang terpisah-pisah, tetapi pengetahuan tersebut kurang bersistem dan kurang powerful (bermakna, terintegrasi, berbasis nilai, menantang, dan membuat siswa aktif). Melihat pemaparan teori yang didahului dengan permasalahan pendidikan yang telah diungkapkan diatas, maka para pengajar dipandang sangat perlu untuk melakukan penyesuaian antara pelaksanaan proses pembelajaran dengan pola perkembangan yang dimiliki oleh siswa, serta sangat penting untuk diketahui dan dipahami bagi seluruh insan pendidikan untuk arah ke depannya. Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah-masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pemahaman guru tentang karakteristik pembelajaran di kelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget? 2) Bagaimanakah prilaku instruksional guru dalam mengelola pembelajaran di kelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget tahap operasional konkret pada fase perencanaan pembelajaran di kelas tinggi semester satu di gugus III Kecamatan Sukasada tahun ajaran 2013/2014? 3) Bagaimanakah prilaku instruksional guru dalam mengelola pembelajaran di kelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget tahap operasional konkret pada fase pelaksanaan pembelajaran di kelas tinggi semester satu di gugus III Kecamatan Sukasada tahun ajaran 2013/2014? 4) Bagaimanakah prilaku instruksional guru dalam mengelola pembelajaran di kelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget tahap operasional konkret pada fase penilaian pembelajaran di kelas tinggi semester satu di gugus III Kecamatan Sukasada tahun ajaran 2013/2014?
METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan mixed methods. Mixed methods merupakan e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
sebuah pendekatan dalam penelitian yang mengkombinasikan atau menghubungkan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan obyektif, sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2012:404). Dalam penelitin ini mengunakan concurrent embedded design. Metode penelitian kombinasi model embedded, merupakan metode penelitian yang mengkombinasikan penggunaan metode kualitatif dan kuantitatif atau sebaliknya secara simultan/ bersama-sama, tetapi bobot metodenya berbeda. Pada model ini ada metode primer dan metode sekunder. Metode primer digunakan untuk memperoleh data utama, dan metode sekunder digunakan untuk memperoleh data guna mendukung data yang diperoleh dari metode primer. Dalam penelitian ini metode penelitian kuantitatif menjadi metode primer dan metode kualitatif menjadi metode sekunder. Melalui kombinasi dua metode, maka data yang diperoleh dari penelitian akan lebih valid, karena data yang kebenarannya tidak dapat divalidasi dengan metode kuantitatif akan divalidasi dengan metode kualitatif dan sebaliknya. Populasi dalam penelitian ini adalah 24 orang guru SD kelas tinggi di gugus III Kecamatan Sukasada . Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) Pemahaman guru tentang karakteristik pembelajaran dikelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget; dan (2) Penerapan teori perkembangan kognitif Piaget dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran di kelas tinggi. Data (1) dikumpulkan menggunakan lembar panduan wawancara, sedangkan data (2) diperoleh dengan menggunakan lembar observasi beserta rubrik berskala likert. Data yang didapatkan bersifat interval. Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis secara induktif yakni data tersebut akan dikaji melalui proses berlangsung dari fakta (data) ke tori dan deskriptif dengan memaparkan dan membahas kemudian menarik kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian adalah sebagai berikut. 1. Pemahaman guru tentang karakteristik pembelajaran di kelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget adalah sebesar 40%. 2. Perilaku instruksional guru dalam mengelola pembelajaran di kelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget tahap operasional konkret pada fase perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran di kelas tinggi semester satu di gugus III Kecamatan Sukasada tahun ajaran 2013/2014 cenderung berada pada kategori sangat kurang yakni masing-masing sebesar 33,3%, 33%, dan 54,2%.
PEMBAHASAN 1. Pemahaman guru tentang karakteristik pembelajaran di kelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget Setelah mengidentifikasi keseluruhan responden, maka masa kerja responden dapat digolongkan ke dalam 5 kelompok masa kerja, masing-masing responden yang memiliki masa kerja kurang dari atau sama dengan 5 tahun, 6 sampai 10 tahun, 11 sampai 15 tahun, 16 sampai 20 tahun, dan 21-25 tahun. Masing-masing masa kerja tersebut dipetakan lagi ke dalam persentase untuk dimensi wawancara mengenai cara belajar, metode pengajaran yang digunakan, media pembelajaran yang dipakai, serta bahan ajar yang dimiliki oleh masing-masing guru dalam kelompok masa kerjanya. a. Jika dilihat dari cara belajar, maka persentase kesesuaian jawaban responden yang mendukung teori perkembangan kognitif Piaget tahap operasional konkret adalah sebesar 84% berada pada kategori sangat baik. Sebanyak 84% dari jawaban responden tersebut menyatakan bahwa cara belajar siswa di kelas e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
tinggi adalah cenderung berkelompok, membutuhkan pengulangan dalam mengkonstruk pengetahuannya, serta mereka lebih optimal dalam menerima pembelajaran dengan menemukan sendiri konsep pelajaran yang didapatkan. Namun, sebanyak 16% masih menilai secara konvensional seperti membaca buku paket, menceramahkan pelajaran, tanya jawab, dan penugasan yang terpake pada apa yang tersaji di buku paket atau LKS. b. Dari segi metode pembelajaran, kesesuaian jawaban responden terhadap dimensi metode pembelajaran jika dihubungkan dengan pembelajaran operasional konkret yang dilakukan secara total adalah sebesar 30% yang berada pada kategori kurang. Dari 30% responden yang menanggapi pertanyaan terkait tentang metode pembelajaran, guru yang bersangkutan telah menerapkan metode demonstrasi atau ksperimen di kelas. Dari demonstrasi atau eksperimen yang disajikan oleh guru tersebut, siswa kelas tinggi dapat mengkonstruk sendiri pengetahuan mereka, sesuai dengan kecepatan penerimaan siswa yang berbeda-beda. Namun, persentase yang masih menggunakan metode mengajar secara konvensional baik ceramah, tanya jawab, dan penugasan tanpa didahului penanaman konsep sebelumnya masih lebih dominan ditemui, yakni 70%. Khususnya pelajaran yang memang perlu dieksperimenkan, metode ceramah adalah metode yang tidak efektif diberlakukan di sekolah dasar, karena siswa belum mampu mengkonstruik pengetahuannya tanpa melihat, atau menyaksikan sendiri pengetahuan yang dipelajarinya. c. Pada dimensi media pembelajaran, maka persentase kesesuaian jawaban responden yang mendukung teori perkembangan kognitif Piaget tahap operasional konkret sebesar 28%, yang berada pada kategori kurang. Mengadopsi dari teori perkembangan kognitif Piaget pada tahap operasional konkret, yang menyatakan bahwa siswa belajar dengan melihat langsung atau terlibat dalam eksperimen yang dipelajarinya menandakan bahwa siswa belajar memerlukan media perantara, bukan kata-kata verbal dari guru, atau sederetan pertanyaan yang jawabannya ada di buku. Sebanyak 28% responden telah menjawab bahwa dalam pengajarannya guru yang bersangkutan telah menggunakan bantuan alat peraga, benda-benda konkret yang dekat dengan lingkungan siswa, OHP, dll. Namun masih lebih dominan yang tidak mendukung teori sebanyak 72% yang masih terpaku pada buku paket dan atau buku penunjang sebagai media satu-satunya penyalur informasi antara guru dn siswa dalam proses pembelajaran. d. Pada dimensi bahan ajar yang digunakan oleh guru sesuai dengan pembelajaran operasional konkret yang dilakukan oleh guru adalah sebesar 17% yang berada pada kategori sangat kurang. Dengan berdasarkan salah satu asumsi dari teori perkembangan kognitif tahap operasional konkret Piaget bahwa relativitas selalu ada pada diri individu yang sedang belajar, maka jika dikaitkan dengan bahan ajar yang digunakan oleh guru dikelas hendaknya bervariasi. Variasi disini dimaksudkan, agar keragaman bahan ajar tersebut mampu mengakomodir seluruh kemampuan siswa dalam menyerap informasi yang berbeda- beda. Jadi, tidak ada siswa yang merasa nyaman dengan satu sumber belajar saja, namun khasanahnya semakin diperkaya dengan memvariasikan beberapa bahan ajar, tentunya menyesuaikan dengan tahan perkembangan siswa. Disisi lain sebanyak 83% sisanya masih terpaku pada materi yang terdapat di buku paket dan atau LKS, jadi khasanah pengetahuan yang dimiliki oleh siswa e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
terbatas pada apa yang terdapt dibuku paket atau LKS saja. Dengan demikian, persentase keseluruhan dari pemahaman guru terhadap pembelajaran konkret di sekolah dasar dilihat dari dimensi cara belajar, media dan metode pembelajaran serta bahan ajar yang digunakan adalah sebesar 40% yang berada pada kategori kurang. 2. Secara keseluruhan, dimensi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran kecenderungan persentase perilaku instruksional guru berada pada kategori kurang yakni sebesar 46,49%. Persentase ini menunjukkan bahwa pembelajaran di sekolah dasar belum bersifat operasional konkret. Guru kurang menyesuaikan pembelajaran yang dirancang dengan perkembangan kognitif siswa. Sebesar 46,49% responden yang ada pada kategori kurang tersebut mencerminkan tidak sesuainya pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh kemampuan guru dalam merancang kegiatan pembelajaran belum memperhatikan karakteristik siswa operasional konkret. Ketidakmampuan tersebut mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: 1. Guru belum mampu melakukan perumusan terhadap tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Perumusan tujuan tersebut disebabkan oleh indikator-indikator yang ditetapkan belum mampu memperkirakan metode yang tepat agar siswa mudah untuk belajar. Dengan penetapkan indikator yang tepat, guru mampu memilih atau memodifikasi metode pembelajaran yang memudahkan siswa dalam menerima pembelajaran. 2. Guru kurang mampu menyusun bahan ajar secara runut, logis, kontekstual,dan nyata. Penyusunan bahan ajar yang dilakukan cenderung masih abstrak, dan terkesan jauh dengan lingkungan siswa dan tidak kontekstual. Jika pembelajaran masih abstrak dan tidak kontekstual, maka pembelajaran akan tidak berlangsung secara efektif. Ketidakmampuan merumuskan pembelajaran akan berimbas pada pelaksanaan pembelajaran yang tidak efektif dan tidak mencerminkan pembelajaran operasional konkret. Perencanaan pembelajaran yang tidak terancang secara kontekstual, maka akan menyebabkan pembelajaran bersifat semu dan masih sangat konvensional. Ketika guru tidak menciptakan aktivitas yang melibatkan guru dan siswa dalam tugas operasional, maka guru cenderung akan menyampaikan pembelajaran dengan metode ceramah. Metode ceramah tidak mampu membangun konsep siswa yang masih sangat sederhana. Ketika pembelajaran di sekolah lebih didominasi oleh metode ceramah, maka besar kemungkinan pembelajaran tidak tercapai secara optimal. Hal ini disebabkan karena siswa sekolah dasar belum mampu membentuk pengetahuannya hanya dengan cara mendengar. Mereka akan mampu menerima dan membentuk pengetahuannya dengan cara terlibat secara langsung secara operasional. Hal ini sangat ditentukan oleh metode dan pemanfaatan media konkret yang dekat dengan lingkungan siswa. Tidak tercapainya pelaksanaan pembelajaran akan berimbas pada penilaian pembelajaran. Karena guru tidak mampu menciptakan dan melaksanakan pembelajaran operasional konkret yang optimal, maka penilaian akan terbatas pada soal-soal yang ada di buku paket atau LKS. Sehingga hampir seluruh responden dalam penelitian ini tidak menggunakan variasi penilaian. Hal ini terkesan bahwa penilaian bersifat hapalan, karena materi pembelajaran yang digunakan terbatas pada apa yang tersaji di buku paket dan LKS. Pembelajaran pada siswa pada tahap operasional konkret sangat memerlukan media nyata yang membantu melibatkan siswa pada tugas-tugas operasional untuk menemukan sendiri konsep pembelajaran dan menjadikan pembelajaran lebih efektif dan bermakna. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Jampel pada tahun 2013, dengan e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Sinektik Berbantuan Media Benda Konkret Terhadap Hasil Belajar Mengarang Deskripsi Kelas IV Gugus IV Kecamatan Jembrana. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran sinektik berbantuan media benda konkret lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar mengarang deskripsi dalam Bahasa Indonesia dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian sejalan juga dilakukan oleh Dantes pada tahun 2013, dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Media Konkret Terhadap Pemahaman Konsep Ipa Siswa Kelas V Sd Gugus V Kecamatan Buleleng. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman konsep IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media konkret dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Dari hasil beberapa penelitian diatas, secara keseluruhan menyatakan bahwa dengan media pembelajaran konkret mampu mengoptimalkan pembelajaran daripada pembelajaran konvensional. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan perilaku instruksional berada pada kategori kurang, disebabkan oleh ketiadaan faktor utama yang harus digunakan pada siswa pada tahap operasional konkret. Faktor tersebut adalah kemampuan guru dalam merancang dan menggunakan media konkret dalam pembelajaran. Ketika hal ini diabaikan, maka pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak memperhatikan karakteristik siswa dan tidak mencerminkan pembelajaran tahap operasional konkret. Persentase kecenderungan perilaku instruksional guru yang berada pada kategori 46,49% tersebut disebabkan oleh pemahaman yang mereka terhadap pembelajaran operasional konkret yang masih sangat minim. Persentase pemahaman guru terkait dengan pembelajaran operasional konkret di sekolah dasar, yang diperoleh dari hasil wawancara adalah sebesar 40%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru dipengaruhi oleh pemahamannya terhadap pembelajaran itu sendiri. Ketika guru belum memahami bahwa siswa sekolah dasar mengkonstruk pengetahuannya dengan cara mengalami atau terlibat secara langsung dalam pembelajaran, maka pembelajaran yang diciptakan oleh guru akan bersifat konvensional dengan didominasi oleh metode ceramah. Dengan demikian, siswa akan semakin dibuat bingung karna konsep yang mereka butuhkan diberikan oleh gurunya berupa bahasa verbal, bukan tugas-tugas operasional yang melibatkan mereka dalam pembelajaran. Hal ini menjadikan pembelajaran bersifat semu, siswa akan menerima setiap pembelajaran dengan menghapal. Pembelajaran seperti ini akan menjadikan pembelajaran yang ia peroleh terpisah dari dirinya. Manfaat dari sebuah pembelajaran pun tidak akan dirasakan, akibat dari konsep yang tidak mereka pahami.
PENUTUP Pembelajaran operasional konkret sangat penting dipahami dan dilakukan oleh para guru sekolah dasar. Dengan demikian, kepada para guru hendaknya mampu merancang kegiatan pembelajaran ini mulai dari perencanaan pembelajaran, pelksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang bersifat operasional konkret mencerminkan pemahaman terhadap karakteristik siswa sekolah dasar yang sangat memerlukan media konkret pada kegiatan operasional dalam pembelajaran yang ia alami. Kegiatan ini akan mampu mengoptimalkan tujuan pembelajaran, melekat, dan bermakna bagi siswa. Kepada kepala sekolah, pengawas sekolah, dan instansi di atasnya agar menyediakan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran dan merancang kegiatan evaluasi pembelajaran operasional konkret yang dilakukan oleh guru. Tindak lanjut berikutnya dalam skup gugus, antar gugus e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
dan lingkungan yang lebih luas lagi, seoptimal mungkin mengadakan kegiata- kegiatan tutorial dari guru-guru dilingkungan tersebut yang telah berhasil melaksanakan pembelajaran operasional konkret. Kegiatan ini hendaknya dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan.
DAFTAR RUJUKAN Agulina dkk. 2013. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Ipa Dengan Menggunakan Media Konkret Di Kelas II. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Tanjungpura, Volume 2 No.6: Juni (2013). http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpd pb/article/view/2191. Diunduh tanggal, 8 Oktober 2013.
Candiasa, I Made. 2010. Statistik Univariat dan Bivariat Disertai Aplikasi SPSS. Jakarta. Undiksha Press.
Daiyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dantes, Nyoman. 2008. Tinjauan mengenai Standar Proses Pembelajaran. http://nyomandantes.wordpress.com/ author/profdantes/. Diunduh Tanggal 2 Desember 2012.
-------. 2011. Metodologi Penelitian. Singaraja: Program Pascasarjana Undiksha.
-------. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
-------. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Media Konkret Terhadap Pemahaman Konsep Ipa Siswa Kelas V Sd Gugus V Kecamatan Buleleng. Mimbar PGSD Undiksha, volume I (2013). http://ejournal.undiksha.ac.id/index.p hp/JJPGSD/article/view/1282. Diunduh tanggal 8 Oktober 2013.
Djaali, H. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2000.
Gregory, Robert J. Psychology Testing History, Principle, and Applications. Third Editions. Boston, London, Toronton, Sydney, Tokyo, Singapore: Allyn and Bacon.
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara.
Hamdani (2005). Media Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Bandung: Alfabeta.
Jampel. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Sinektik Berbantuan Media Benda Konkret Terhadap Hasil Belajar Mengarang Deskripsi Kelas IV Gugus IV Kecamatan Jembrana. Mimbar PGSD Undiksha, volume I (2013). http://ejournal.undiksha.ac.id/index.p hp/JJPGSD/article/view/677. Diunduh tanggal 8 Oktober 2013.
Kartika, I Komang. 2010. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Dan Penalaran Operasional Konkret Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar Negeri 1 Semarapura Kangin. Tesis. (tesis tidak diterbitkan). Program Pascasarjana Undiksha.
Koyan, Wayan. 2012. Telaah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. Singaraja: Program Pascasarjana Undiksha.
Kumang. 2012. Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Matematika Dengan Mengunakan Media Konkret Kelas 1 SD Negeri No. 05 Nanga Ungai. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
Universitas Tanjungpura, Volume 2 No.7: Juli (2013). http://jurnal.untan.ac.id/index.php/ind ex/search/results. Diunduh tanggal, 8 Oktober 2013.
LN, Syamsu Yusuf. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Modgil, Sohan. 1973. Piagetian Research A Handbook of Recent Studies. USA: NFER Publishing Company Ltd.
Mudiartana, Made. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. http://mudiartana.blogspot.com/2011/ 06/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diunduh Tanggal 2 Juli 2012.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nasution. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Bandung: PT. Bumi Aksara.
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nurkanca. Wayan. 2001. Perkembangan Jasmani dan Kejiwaan. Surabaya. Usaha Nasional.
Palmer, Joy A. 2003. 50 Pemikir Pendidikan dari Piaget sampai Masa Sekarang. Yogyakarta: Jendela.
Palmer,Parker J. 2009. Keberanian Mengajar. Jakarta: PT. Indeks.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan. 2006. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. 2006. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik IndonesiaNomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. 2007. Jakarta. Badan Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan. Badan Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan. Badan Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Bandung: Alfabeta.
Sagala, H. Syaiful. 2010. Supervisi Pembelajaran. Bandung. Alfabeta.
Sanjaya,Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Santrock, John W. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)
Setiono, Kusdwiratri. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung. Widya Padjajaran.
Suastra, Wayan. 2009. Pembelajaran Sains Terkini. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Sugiyono. 2012. Metode penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.
Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sumantri, Mulyani dkk. (2004). Media Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Suparno, A. Suhaenah. (2000). Membangun Kompetensi Belajar . Jakarta: Direktorat Jenderal PendidikanTinggi Departeman Pendidikan Nasional.
Suparno, Paul. 1996. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.Yogyakarta: Kanisius.
Suparno, Paul. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.
Susanto. 2008. Penyusunan Silabus dan RPP Berbasis Visi KTSP. Surabaya. Matapena.
Timbangalan, Priska. 2012. Pembelajaran Konvensional. http://phisicandmatch.blogspot.com/2 012/05/pembelajaran konvensional.html. Diunduh Tanggal 2 Desember 2012.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. 2005. Jakarta. Kementerian Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Badan Standar Nasional Pendidikan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.2003. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional
Wicaksono, Irwan. 2012. Analisa Kasus Teori Vygotsky dan Teori Piaget dalam proses Belajar anak. http://irwan- wicaksono.blogspot.com/2012/04/an alisa-kasus-teori-vygotsky-dan- teori.html. Diunduh Tanggal 2 Desember 201).
Wikipedia. 2012. Teori perkembangan kognitif. http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perk embangan_kognitif. Diunduh Tanggal 2 Desember 2012.
Winarto, Joko. 2011. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Implementasinya dalam Pendidikan. Tersedia pada: http://edukasi.kompasiana.com/2011 /03/12/teori-perkembangan-kognitif- jean-piaget-dan-implementasinya- dalam-pendidikan-346946.html. (diunduh2 Desember 2012).
Winataputra, Udin S. dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Universitas Terbuka.
Zainal, Muhamad Habidin. 2010. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget By Dr Paul Suparno. http://www.masbied.com/search/teori -perkembangan-kognitif-jean-piaget- by-dr-paul-suparno. Diunduh Tanggal 2 Desember 2012.
Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Akhlak Melalui Metode Sosiodrama Pada Siswa Kelas Ii Sekolah Dasar Negeri Kalikayen 02 Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2007