Anda di halaman 1dari 11

e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)




ANALISIS PERILAKU INSTRUKSIONAL GURU DALAM MENGELOLA
PEMBELAJARAN DI KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR

(Ditinjau Dari Teori Perkembangan Kognitif Piaget Pada Para Guru
SD di Gugus III Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng)

Ni Pt. Eni Astuti
1
, Nym. Dantes
2
, AAIN. Marhaeni
3

1,2,
Jurusan Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

3,
Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: (eni.astuti, nyoman.dantes, agung.marhaeni)@pasca.undiksha.ac.id

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku instruksional guru
ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget tahap operasional konkret di kelas
tinggi sekolah dasar. Desain penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian ex-
post facto, dimana metode penelitian kuantitatif sebagai metode primer. Sampel
pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel jenuh atau lebih
dikenal dengan istilah sensus yaitu 24 orang guru kelas tinggi di gugus III
Kecamatan Sukasada, Singaraja. Data dianalisis secara induktif yakni dengan
mengkaji melalui proses berlangsung dari fakta (data) ke tori dan deskriptif
dengan memaparkan dan membahas kemudian menarik kesimpulan. Hasil
penelitian menemukan bahwa: (1) pemahaman guru terhadap pembelajaran
operasional konkret di sekolah dasar dilihat dari dimensi cara belajar, media dan
metode pembelajaran serta bahan ajar yang digunakan adalah sebesar 40% yang
berada pada kategori kurang. (2) Perilaku instruksional guru dalam mengelola
pembelajaran di kelas tinggi SD ditinjau dari teori perkembangan kognitif Piaget
tahap operasional konkret pada fase perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, dan penilaian pembelajaran cenderung berada pada kategori
sangat kurang masing-masing adalah sebesar 33,3%, 33,3%, dan 54,2%.

Kata kunci : Perilaku Instruksional Guru, Operasional Konkret

Abstract
This study aims to determine the level of determination several variables, such as:
(1) teachers' understanding of concrete operational learning in high-grade class
Elementary School, (2) teachers instructional behavior in managing high-grade
class learning observed from Piaget's theory of cognitive development in the level
of concrete operational stage in the teaching learning preparation, teaching
learning process, and learning assessment. The population in this study was
elementary school teachers for grade III Sukasada District. The samples in this
study used saturated sampling techniques or better known as the census, which
took up the entire high-class teachers in grade III Elementary Schools in
Sukasada District. This study was designed in the form of ex-post facto research,
where quantitative research method was used as the primary method. The data in
this study were collected using an interview guide and observation sheet with its
rubrics. Data were analyzed inductively means that the data would be assessed
through the process of facts (data) into theory and describe descriptively by
explaining and discussing which then move into drawing conclusions. The results
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


showed that: (1) teachers' understanding related to concrete operational learning
on the high grade of elementary schools can be categorized as less by 40%. (2)
Teachers instructional behavior in managing high grade learning process in the
elementary schools observed from Piaget's theory of cognitive development in the
concrete operational stage of the high grade in teaching learning preparation,
teaching learning process, and learning assessment tend to be in the category of
very lessis in 33,3%, 33,3%, and 54,2% respectively.

The Key Terms: teacher instructional behavior, concrete operational

PENDAHULUAN
Permasalahan terkait dengan ke-
merosotan kualitas proses dan hasil
pendidikan dari sejak bangsa ini merdeka
hingga kini memasuki era milenium belum
juga dapat terselesaikan dengan baik.
Masalah ini memang sangat komplek dan
rumit, ini tidak semudah membalikkan
kedua telapak tangan kita. Kualitas
pendidikan merupakan cerminan dari mutu
sebuah bangsa. Manakala kualitas
pendidikannya bagus, maka bagus pula
kualitas peradaban bangsa tersebut.
Untuk itu seyogyanya masalah kualitas
pendidikan harus menjadi perhatian
serius. Tentu dalam
pengimplementasiannya upaya
peningkatan kualitas pendidikan menjadi
tanggung jawab kita bersama, dan bukan
hanya pemerintah.
Peningkatan kualitas pendidikan
memang merupakan pekerjaan rumah
yang tidak juga terselesaikan walaupun
berbagai cara telah dilakukan. Berbagai
kebijakan dirancang untuk mengangkat
kualitas hasil dan hasil proses pendidikan
ini, termasuk peningkatan kualitas guru.
Guru haruslah mempunyai empat
kemampuan dasar dalam dirinya sehingga
proses yang dijalankannya benar-benar
proporsional. Kemampuan dasar inilah
yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai
indikator keberhasilan proses pendidikan
dan pembelajaran yang dilakukan oleh
guru. Semakin bagus penguasaan guru
atas empat kemampuan dasar ini, berarti
semakin kompeten guru tersebut dalam
profesi kependidikannya. Empat
kemampuan dasar tersebut meliputi
kemampuan pedagogik, kemampuan
kepribadian, kemampuan professional,
dan kemampuan sosial, sesuai dengan
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan
Dosen. Keempat kemampuan atas
kompetensi dasar inilah yang selanjutnya
menentukan kualitas seorang guru.
Salah satu dari keempat
kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru seperti disampaikan diatas
kali ini memfokuskan pada kemampuan
pedagogik. Pedagogik/pedagogi menurut
KBBI adalah ilmu pendidikan atau ilmu
pengajaran. Kompetensi pedagogik
merupakan kemampuan mutlak yang
wajib dimiliki oleh seorang guru dalam
mengelola pembelajaran. Kompetensi
pedagogik diatur sesuai dengan standar
dan tingkatannya serta dikelompokkan
menurut jenjang tempat guru bertugas,
diantaranya guru PAUD/TK, guru kelas
SD/MI, guru mata pelajaran SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Pada
dasarnya kompetensi inti untuk semua
tingkat dan jenjang hampir sama.
Kemampuan ini meliputi: (1) Menguasai
karakteristik peserta didik dari aspek fisik,
moral, sosial, kultural, emosional, dan
intelektual, (2) Menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik, (3) Mengembangkan kurikulum
yang terkait dengan mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu, (4)
Menyelenggarakan pembelajaran yang
mendidik, (5) Memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran, (6)
Memfasilitasi pengembangan potensi
peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki, (7)
Berkomunikasi secara efektif, empatik,
dan santun dengan peserta didik, (8)
Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar, (9)
Memanfaatkan hasil penilaian dan
evaluasi untuk kepentingan pembelajaran,
dan (10) Melakukan tindakan reflektif
untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Tingkat satuan pendidikan yang
dianggap sebagai dasar pendidikan
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


adalah sekolah dasar. Di sekolah inilah
anak didik mengalami proses pendidikan
dan pembelajaran. Secara umum
pengertian sekolah dasar dapat kita
katakan sebagai institusi pendidikan yang
menyelenggarakan proses pendidikan
dasar dan mendasari proses pendidikan
selanjutnya. Pendidikan ini
diselenggarakan untuk anak-anak yang
telah berusia tujuh tahun dengan asumsi
bahwa anak seusia tersebut mempunyai
tingkat pemahaman dan kebutuhan
pendidikan yang sesuai dengan dirinya.
Pendidikan dasar memang
diselenggarakan untuk memberikan
dasar pengetahuan, sikap dan
keterampilan bagi anak didik. Pendidikan
dasar inilah yang selanjutnya
dikembangkan untuk meningkatkan
kualitas diri anak didik. Kita seharusnya
memahami pengertian sekolah dasar
sehingga dapat mengikuti setiap kegiatan
yang diselenggarakan sesuai dengan
tahap perkembangan siswa di tingkat ini.
Bagi guru di sekolah dasar,
melakukan pembelajaran dengan
memperhatikan struktur perkembangan
berpikir anak menurut teori Piaget
sangatlah penting. Menurut Piaget, anak
yang berumur 7 tahun hingga 11 atau 12
tahun pada usia SD berada pada fase
operasional konkret, seperti yang
dinyatakan oleh Nurkancana (2001:68).
Dikatakan operasional konkret karena
pada periode ini anak sudah maampu
berpikir logis, tetapi masih terbatas pada
hal-hal yang sifatnya konkret, yaitu
pemecahan masalah yang langsung bisa
dialami atau bersifat konkret. Menyikapi
hal ini, guru haruslah memahami betul
bagaimana kemampuan berpikir anak
pada fase ini. Perilaku instruksional guru
semestinya memperhatikan tahap-tahap
perkembangan berpikir anak pada
operasional konkret tersebut dan
melakukan pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme personal dan
sosial, dengan mengkonkretkan
pembelajaran yang dekat dengan
lingkungan siswa, sehingga pembelajaran
memang betul-betul dirasakan nyata oleh
siswa dan memang dapat dipahami
dalam tahapan perkembangan yang
dimilikinya.
Media konkret adalah segala
sesuatu yang nyata dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat
siswa sehingga proses pembelajaran
dapat berjalan lebih efektif dan efesien
menuju kepada tercapainya tujuan yang
diharapkan. Hamdani (2005:9)
menyatakan bahwa (1) media
pembelajaran konkret berfungsi untuk
menarik minat siswa terhadap materi
pembelajaran yang disajikan, (2) media
pembelajaran konkret berguna dalam hal
meningkatkan pengertian anak didik
terhadap materi yang disajikan, (3) media
pembelajaran konkret mampu menyajikan
data yang kuat dan terpercaya.
Sumantri, (2004:178)
mengemukakan bahwa secara umum
media konkret berfungsi sebagai (a) Alat
bantu untuk mewujudkan situasi bejar
mengajar yang efektif, (b) Bagian integral
dari keseluruhan situasi mengajar, (c)
Meletakkan dasar-dasar yang konkret dan
konsep yang abstrak sehingga dapat
mengurangi pemahaman yang bersifat
verbalisme, (d) Mengembangkan motivasi
belajar peserta didik, (e) Mempertinggi
mutu belajar mengajar. Begitu pentingnya
media pembelajaran yang konkret dalam
sebuah pembelajaran, membentu guru
untuk memperoleh banyak keuntungan
didalam pembelajaran yang ia ciptakan.
Ardhana, et al dalam Timbangalan,
Priska (2012), dari hasil survei terhadap
beberapa SD di Buleleng (Bali) dan Kota
Malang menemukan bahwa 80% guru
menyatakan paling sering menggunakan
metode ceramah untuk pembelajaran
sains. Sedangkan dari pandangan siswa,
90% menyampaikan bahwa gurunya
mengajar dengan cara menerangkan,
58,8% berpendapat dengan cara
memberikan PR, dan 43,6%
menyampaikan dengan cara meringkas,
serta jarang sekali melakukan
pengamatan di luar kelas.
Terkait dengan temuan ini,
kegiatan mengajar yang dilakukan oleh
para guru sekolah dasar tersebut
merupakan aktivitas menyimpan
informasi dalam pikiran siswa yang pasif
dan dianggap kosong. Siswa hanya
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


menerima informasi verbal dari buku-
buku, guru atau ahli dan masih bersifat
abstrak. Setiono (2008:24)
mengemukakan bahwa siswa SD yang
berada pada tahap operasional konkret
telah mampu berpikir sistematis, tetapi
terbatas pada objek yang merupakan
aktivitas konkret. Tahap operasi konkret
(concrete operations) dicirikan dengan
perkembangan sistem pemikiran yang
didasarkan pada aturan-aturan tertentu
yang logis. Kemudian, dipertegas lagi
oleh (Suparno: 36) yang menyatakan
bahwa tahap operasional konkret tetap
ditandai dengan adanya sistem operasi
berdasarkan apa-apa yang kelihatan
nyata/konkret. Anak masih menerapkan
logika berpikir pada barang-barang yang
konkret, belum bersifat abstrak apalagi
hipotetis. Anak masih mempunyai
kesulitan untuk memecahkan persoalan
yang mempunyai banyak variabel. Maka
itu, meskipun inteligensi pada tahap ini
sudah sangat maju, cara berpikir seorang
anak tetap masih terbatas karena masih
berdasarkan sesuatu yang konkret.
Jika dikaitkan dengan teori
perkembangan kognitif Piget yang
mengelompokkan kemampuan kognitif
anak usia SD pada tahap operasional
konkret sangat tidak sesuai jika dalam
mengajar guru menggunakan metode
ceramah. Pandangan Piaget justru
sangat menyarankan para guru untuk
menggunakan media atau bahan ajar
yang konkret agar siswa mampu
menerima pembelajaran pada tahap
kognitif operasional konkret yang mereka
alami.
Perilaku instruksional guru seperti
tersebut tentu dapat menimbulkan
masalah dalam pencapaian hakikat
tujuan-tujuan pembelajaran.
Pembelajaran yang didasari oleh perilaku
instruksional yang terbatas di kelas,
secara kognisi akan lebih berorientasi
pada kemampuan siswa menguasai
sebanyak mungkin konten pelajaran dari
pada memberdayakan dan
mengoptimalkan kemampuan struktur
kognisi anak untuk kepentingan
beradaptasi dengan lingkungan.
Akibatnya, siswa mungkin banyak
memiliki pengetahuan-pengetahuan yang
terpisah-pisah, tetapi pengetahuan
tersebut kurang bersistem dan kurang
powerful (bermakna, terintegrasi,
berbasis nilai, menantang, dan membuat
siswa aktif).
Melihat pemaparan teori yang
didahului dengan permasalahan
pendidikan yang telah diungkapkan diatas,
maka para pengajar dipandang sangat
perlu untuk melakukan penyesuaian
antara pelaksanaan proses pembelajaran
dengan pola perkembangan yang dimiliki
oleh siswa, serta sangat penting untuk
diketahui dan dipahami bagi seluruh insan
pendidikan untuk arah ke depannya.
Berdasarkan batasan masalah di
atas, maka masalah-masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1) Bagaimanakah pemahaman guru
tentang karakteristik pembelajaran di
kelas tinggi SD ditinjau dari teori
perkembangan kognitif Piaget?
2) Bagaimanakah prilaku instruksional
guru dalam mengelola pembelajaran di
kelas tinggi SD ditinjau dari teori
perkembangan kognitif Piaget tahap
operasional konkret pada fase
perencanaan pembelajaran di kelas
tinggi semester satu di gugus III
Kecamatan Sukasada tahun ajaran
2013/2014?
3) Bagaimanakah prilaku instruksional
guru dalam mengelola pembelajaran di
kelas tinggi SD ditinjau dari teori
perkembangan kognitif Piaget tahap
operasional konkret pada fase
pelaksanaan pembelajaran di kelas
tinggi semester satu di gugus III
Kecamatan Sukasada tahun ajaran
2013/2014?
4) Bagaimanakah prilaku instruksional
guru dalam mengelola pembelajaran di
kelas tinggi SD ditinjau dari teori
perkembangan kognitif Piaget tahap
operasional konkret pada fase
penilaian pembelajaran di kelas tinggi
semester satu di gugus III Kecamatan
Sukasada tahun ajaran 2013/2014?

METODE
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan mixed
methods. Mixed methods merupakan
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


sebuah pendekatan dalam penelitian yang
mengkombinasikan atau menghubungkan
antara metode penelitian kuantitatif dan
kualitatif untuk digunakan secara
bersama-sama dalam suatu kegiatan
penelitian sehingga diperoleh data yang
lebih komprehensif, valid, reliabel, dan
obyektif, sebagaimana dinyatakan oleh
Sugiyono (2012:404). Dalam penelitin ini
mengunakan concurrent embedded
design. Metode penelitian kombinasi
model embedded, merupakan metode
penelitian yang mengkombinasikan
penggunaan metode kualitatif dan
kuantitatif atau sebaliknya secara
simultan/ bersama-sama, tetapi bobot
metodenya berbeda. Pada model ini ada
metode primer dan metode sekunder.
Metode primer digunakan untuk
memperoleh data utama, dan metode
sekunder digunakan untuk memperoleh
data guna mendukung data yang
diperoleh dari metode primer. Dalam
penelitian ini metode penelitian kuantitatif
menjadi metode primer dan metode
kualitatif menjadi metode sekunder.
Melalui kombinasi dua metode, maka data
yang diperoleh dari penelitian akan lebih
valid, karena data yang kebenarannya
tidak dapat divalidasi dengan metode
kuantitatif akan divalidasi dengan metode
kualitatif dan sebaliknya.
Populasi dalam penelitian ini
adalah 24 orang guru SD kelas tinggi di
gugus III Kecamatan Sukasada .
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini meliputi: (1) Pemahaman
guru tentang karakteristik pembelajaran
dikelas tinggi SD ditinjau dari teori
perkembangan kognitif Piaget; dan (2)
Penerapan teori perkembangan kognitif
Piaget dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian pembelajaran di kelas tinggi.
Data (1) dikumpulkan menggunakan
lembar panduan wawancara, sedangkan
data (2) diperoleh dengan menggunakan
lembar observasi beserta rubrik berskala
likert. Data yang didapatkan bersifat
interval. Selanjutnya data yang diperoleh
akan dianalisis secara induktif yakni data
tersebut akan dikaji melalui proses
berlangsung dari fakta (data) ke tori dan
deskriptif dengan memaparkan dan
membahas kemudian menarik
kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian adalah sebagai
berikut.
1. Pemahaman guru tentang karakteristik
pembelajaran di kelas tinggi SD
ditinjau dari teori perkembangan
kognitif Piaget adalah sebesar 40%.
2. Perilaku instruksional guru dalam
mengelola pembelajaran di kelas tinggi
SD ditinjau dari teori perkembangan
kognitif Piaget tahap operasional
konkret pada fase perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, dan penilaian
pembelajaran di kelas tinggi semester
satu di gugus III Kecamatan Sukasada
tahun ajaran 2013/2014 cenderung
berada pada kategori sangat kurang
yakni masing-masing sebesar 33,3%,
33%, dan 54,2%.

PEMBAHASAN
1. Pemahaman guru tentang karakteristik
pembelajaran di kelas tinggi SD
ditinjau dari teori perkembangan
kognitif Piaget
Setelah mengidentifikasi
keseluruhan responden, maka masa kerja
responden dapat digolongkan ke dalam 5
kelompok masa kerja, masing-masing
responden yang memiliki masa kerja
kurang dari atau sama dengan 5 tahun, 6
sampai 10 tahun, 11 sampai 15 tahun, 16
sampai 20 tahun, dan 21-25 tahun.
Masing-masing masa kerja tersebut
dipetakan lagi ke dalam persentase untuk
dimensi wawancara mengenai cara
belajar, metode pengajaran yang
digunakan, media pembelajaran yang
dipakai, serta bahan ajar yang dimiliki oleh
masing-masing guru dalam kelompok
masa kerjanya.
a. Jika dilihat dari cara belajar, maka
persentase kesesuaian jawaban
responden yang mendukung teori
perkembangan kognitif Piaget tahap
operasional konkret adalah sebesar
84% berada pada kategori sangat
baik. Sebanyak 84% dari jawaban
responden tersebut menyatakan
bahwa cara belajar siswa di kelas
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


tinggi adalah cenderung berkelompok,
membutuhkan pengulangan dalam
mengkonstruk pengetahuannya, serta
mereka lebih optimal dalam menerima
pembelajaran dengan menemukan
sendiri konsep pelajaran yang
didapatkan. Namun, sebanyak 16%
masih menilai secara konvensional
seperti membaca buku paket,
menceramahkan pelajaran, tanya
jawab, dan penugasan yang terpake
pada apa yang tersaji di buku paket
atau LKS.
b. Dari segi metode pembelajaran,
kesesuaian jawaban responden
terhadap dimensi metode
pembelajaran jika dihubungkan
dengan pembelajaran operasional
konkret yang dilakukan secara total
adalah sebesar 30% yang berada
pada kategori kurang. Dari 30%
responden yang menanggapi
pertanyaan terkait tentang metode
pembelajaran, guru yang
bersangkutan telah menerapkan
metode demonstrasi atau ksperimen di
kelas. Dari demonstrasi atau
eksperimen yang disajikan oleh guru
tersebut, siswa kelas tinggi dapat
mengkonstruk sendiri pengetahuan
mereka, sesuai dengan kecepatan
penerimaan siswa yang berbeda-beda.
Namun, persentase yang masih
menggunakan metode mengajar
secara konvensional baik ceramah,
tanya jawab, dan penugasan tanpa
didahului penanaman konsep
sebelumnya masih lebih dominan
ditemui, yakni 70%. Khususnya
pelajaran yang memang perlu
dieksperimenkan, metode ceramah
adalah metode yang tidak efektif
diberlakukan di sekolah dasar, karena
siswa belum mampu mengkonstruik
pengetahuannya tanpa melihat, atau
menyaksikan sendiri pengetahuan
yang dipelajarinya.
c. Pada dimensi media pembelajaran,
maka persentase kesesuaian jawaban
responden yang mendukung teori
perkembangan kognitif Piaget tahap
operasional konkret sebesar 28%,
yang berada pada kategori kurang.
Mengadopsi dari teori
perkembangan kognitif Piaget pada
tahap operasional konkret, yang
menyatakan bahwa siswa belajar
dengan melihat langsung atau terlibat
dalam eksperimen yang dipelajarinya
menandakan bahwa siswa belajar
memerlukan media perantara, bukan
kata-kata verbal dari guru, atau
sederetan pertanyaan yang
jawabannya ada di buku. Sebanyak
28% responden telah menjawab
bahwa dalam pengajarannya guru
yang bersangkutan telah
menggunakan bantuan alat peraga,
benda-benda konkret yang dekat
dengan lingkungan siswa, OHP, dll.
Namun masih lebih dominan yang
tidak mendukung teori sebanyak 72%
yang masih terpaku pada buku paket
dan atau buku penunjang sebagai
media satu-satunya penyalur informasi
antara guru dn siswa dalam proses
pembelajaran.
d. Pada dimensi bahan ajar yang
digunakan oleh guru sesuai dengan
pembelajaran operasional konkret
yang dilakukan oleh guru adalah
sebesar 17% yang berada pada
kategori sangat kurang. Dengan
berdasarkan salah satu asumsi dari
teori perkembangan kognitif tahap
operasional konkret Piaget bahwa
relativitas selalu ada pada diri individu
yang sedang belajar, maka jika
dikaitkan dengan bahan ajar yang
digunakan oleh guru dikelas
hendaknya bervariasi. Variasi disini
dimaksudkan, agar keragaman bahan
ajar tersebut mampu mengakomodir
seluruh kemampuan siswa dalam
menyerap informasi yang berbeda-
beda. Jadi, tidak ada siswa yang
merasa nyaman dengan satu sumber
belajar saja, namun khasanahnya
semakin diperkaya dengan
memvariasikan beberapa bahan ajar,
tentunya menyesuaikan dengan tahan
perkembangan siswa. Disisi lain
sebanyak 83% sisanya masih terpaku
pada materi yang terdapat di buku
paket dan atau LKS, jadi khasanah
pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


terbatas pada apa yang terdapt dibuku
paket atau LKS saja.
Dengan demikian, persentase
keseluruhan dari pemahaman guru
terhadap pembelajaran konkret di sekolah
dasar dilihat dari dimensi cara belajar,
media dan metode pembelajaran serta
bahan ajar yang digunakan adalah
sebesar 40% yang berada pada kategori
kurang.
2. Secara keseluruhan, dimensi
perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian pembelajaran
kecenderungan persentase perilaku
instruksional guru berada pada
kategori kurang yakni sebesar 46,49%.
Persentase ini menunjukkan
bahwa pembelajaran di sekolah dasar
belum bersifat operasional konkret. Guru
kurang menyesuaikan pembelajaran yang
dirancang dengan perkembangan kognitif
siswa. Sebesar 46,49% responden yang
ada pada kategori kurang tersebut
mencerminkan tidak sesuainya
pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh
kemampuan guru dalam merancang
kegiatan pembelajaran belum
memperhatikan karakteristik siswa
operasional konkret. Ketidakmampuan
tersebut mengakibatkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Guru belum mampu melakukan
perumusan terhadap tujuan
pembelajaran yang disesuaikan
dengan kemampuan peserta didik.
Perumusan tujuan tersebut
disebabkan oleh indikator-indikator
yang ditetapkan belum mampu
memperkirakan metode yang tepat
agar siswa mudah untuk belajar.
Dengan penetapkan indikator yang
tepat, guru mampu memilih atau
memodifikasi metode pembelajaran
yang memudahkan siswa dalam
menerima pembelajaran.
2. Guru kurang mampu menyusun bahan
ajar secara runut, logis,
kontekstual,dan nyata. Penyusunan
bahan ajar yang dilakukan cenderung
masih abstrak, dan terkesan jauh
dengan lingkungan siswa dan tidak
kontekstual. Jika pembelajaran masih
abstrak dan tidak kontekstual, maka
pembelajaran akan tidak berlangsung
secara efektif.
Ketidakmampuan merumuskan
pembelajaran akan berimbas pada
pelaksanaan pembelajaran yang tidak
efektif dan tidak mencerminkan
pembelajaran operasional konkret.
Perencanaan pembelajaran yang tidak
terancang secara kontekstual, maka akan
menyebabkan pembelajaran bersifat semu
dan masih sangat konvensional. Ketika
guru tidak menciptakan aktivitas yang
melibatkan guru dan siswa dalam tugas
operasional, maka guru cenderung akan
menyampaikan pembelajaran dengan
metode ceramah. Metode ceramah tidak
mampu membangun konsep siswa yang
masih sangat sederhana. Ketika
pembelajaran di sekolah lebih didominasi
oleh metode ceramah, maka besar
kemungkinan pembelajaran tidak tercapai
secara optimal. Hal ini disebabkan karena
siswa sekolah dasar belum mampu
membentuk pengetahuannya hanya
dengan cara mendengar. Mereka akan
mampu menerima dan membentuk
pengetahuannya dengan cara terlibat
secara langsung secara operasional. Hal
ini sangat ditentukan oleh metode dan
pemanfaatan media konkret yang dekat
dengan lingkungan siswa.
Tidak tercapainya pelaksanaan
pembelajaran akan berimbas pada
penilaian pembelajaran. Karena guru tidak
mampu menciptakan dan melaksanakan
pembelajaran operasional konkret yang
optimal, maka penilaian akan terbatas
pada soal-soal yang ada di buku paket
atau LKS. Sehingga hampir seluruh
responden dalam penelitian ini tidak
menggunakan variasi penilaian. Hal ini
terkesan bahwa penilaian bersifat
hapalan, karena materi pembelajaran
yang digunakan terbatas pada apa yang
tersaji di buku paket dan LKS.
Pembelajaran pada siswa pada
tahap operasional konkret sangat
memerlukan media nyata yang membantu
melibatkan siswa pada tugas-tugas
operasional untuk menemukan sendiri
konsep pembelajaran dan menjadikan
pembelajaran lebih efektif dan bermakna.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan
oleh Jampel pada tahun 2013, dengan
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


penelitian yang berjudul Pengaruh Model
Pembelajaran Sinektik Berbantuan Media
Benda Konkret Terhadap Hasil Belajar
Mengarang Deskripsi Kelas IV Gugus IV
Kecamatan Jembrana. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa model
pembelajaran sinektik berbantuan media
benda konkret lebih berpengaruh positif
terhadap hasil belajar mengarang
deskripsi dalam Bahasa Indonesia
dibandingkan dengan model pembelajaran
konvensional.
Penelitian sejalan juga dilakukan
oleh Dantes pada tahun 2013, dengan
penelitian yang berjudul Pengaruh Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Berbantuan Media Konkret Terhadap
Pemahaman Konsep Ipa Siswa Kelas V
Sd Gugus V Kecamatan Buleleng. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara
pemahaman konsep IPA antara siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran inkuiri
terbimbing berbantuan media konkret dan
siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan menggunakan model
pembelajaran langsung. Dari hasil
beberapa penelitian diatas, secara
keseluruhan menyatakan bahwa dengan
media pembelajaran konkret mampu
mengoptimalkan pembelajaran daripada
pembelajaran konvensional. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa
kecenderungan perilaku instruksional
berada pada kategori kurang, disebabkan
oleh ketiadaan faktor utama yang harus
digunakan pada siswa pada tahap
operasional konkret. Faktor tersebut
adalah kemampuan guru dalam
merancang dan menggunakan media
konkret dalam pembelajaran. Ketika hal ini
diabaikan, maka pembelajaran yang
dilakukan oleh guru tidak memperhatikan
karakteristik siswa dan tidak
mencerminkan pembelajaran tahap
operasional konkret.
Persentase kecenderungan
perilaku instruksional guru yang berada
pada kategori 46,49% tersebut
disebabkan oleh pemahaman yang
mereka terhadap pembelajaran
operasional konkret yang masih sangat
minim. Persentase pemahaman guru
terkait dengan pembelajaran operasional
konkret di sekolah dasar, yang diperoleh
dari hasil wawancara adalah sebesar
40%. Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran yang dilakukan oleh guru
dipengaruhi oleh pemahamannya
terhadap pembelajaran itu sendiri. Ketika
guru belum memahami bahwa siswa
sekolah dasar mengkonstruk
pengetahuannya dengan cara mengalami
atau terlibat secara langsung dalam
pembelajaran, maka pembelajaran yang
diciptakan oleh guru akan bersifat
konvensional dengan didominasi oleh
metode ceramah. Dengan demikian, siswa
akan semakin dibuat bingung karna
konsep yang mereka butuhkan diberikan
oleh gurunya berupa bahasa verbal,
bukan tugas-tugas operasional yang
melibatkan mereka dalam pembelajaran.
Hal ini menjadikan pembelajaran bersifat
semu, siswa akan menerima setiap
pembelajaran dengan menghapal.
Pembelajaran seperti ini akan menjadikan
pembelajaran yang ia peroleh terpisah dari
dirinya. Manfaat dari sebuah pembelajaran
pun tidak akan dirasakan, akibat dari
konsep yang tidak mereka pahami.

PENUTUP
Pembelajaran operasional konkret
sangat penting dipahami dan dilakukan
oleh para guru sekolah dasar. Dengan
demikian, kepada para guru hendaknya
mampu merancang kegiatan
pembelajaran ini mulai dari perencanaan
pembelajaran, pelksanaan pembelajaran,
dan penilaian pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran yang bersifat operasional
konkret mencerminkan pemahaman
terhadap karakteristik siswa sekolah dasar
yang sangat memerlukan media konkret
pada kegiatan operasional dalam
pembelajaran yang ia alami. Kegiatan ini
akan mampu mengoptimalkan tujuan
pembelajaran, melekat, dan bermakna
bagi siswa. Kepada kepala sekolah,
pengawas sekolah, dan instansi di
atasnya agar menyediakan sarana dan
prasarana penunjang pembelajaran dan
merancang kegiatan evaluasi
pembelajaran operasional konkret yang
dilakukan oleh guru. Tindak lanjut
berikutnya dalam skup gugus, antar gugus
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


dan lingkungan yang lebih luas lagi,
seoptimal mungkin mengadakan kegiata-
kegiatan tutorial dari guru-guru
dilingkungan tersebut yang telah berhasil
melaksanakan pembelajaran operasional
konkret. Kegiatan ini hendaknya
dilaksanakan secara teratur dan
berkesinambungan.

DAFTAR RUJUKAN
Agulina dkk. 2013. Peningkatan Hasil
Belajar Siswa Pada Pembelajaran
Ipa Dengan Menggunakan Media
Konkret Di Kelas II. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran
Universitas Tanjungpura, Volume 2
No.6: Juni (2013).
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpd
pb/article/view/2191. Diunduh
tanggal, 8 Oktober 2013.

Asrori, Mohammad. 2008. Psikologi
Pembelajaran. Bandung: CV
Wacana Prima.

Candiasa, I Made. 2010. Statistik Univariat
dan Bivariat Disertai Aplikasi SPSS.
Jakarta. Undiksha Press.

Daiyono. 2005. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dantes, Nyoman. 2008. Tinjauan
mengenai Standar Proses
Pembelajaran.
http://nyomandantes.wordpress.com/
author/profdantes/. Diunduh Tanggal
2 Desember 2012.

-------. 2011. Metodologi Penelitian.
Singaraja: Program Pascasarjana
Undiksha.

-------. 2012. Metode Penelitian.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.

-------. 2013. Pengaruh Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Berbantuan Media Konkret Terhadap
Pemahaman Konsep Ipa Siswa
Kelas V Sd Gugus V Kecamatan
Buleleng. Mimbar PGSD Undiksha,
volume I (2013).
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.p
hp/JJPGSD/article/view/1282.
Diunduh tanggal 8 Oktober 2013.

Djaali, H. 2006. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara. 2000.

Gregory, Robert J. Psychology Testing
History, Principle, and Applications.
Third Editions. Boston, London,
Toronton, Sydney, Tokyo,
Singapore: Allyn and Bacon.

Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung: Bumi
Aksara.

Hamdani (2005). Media Pembelajaran Di
Sekolah Dasar. Bandung: Alfabeta.

Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.

Jampel. 2013. Pengaruh Model
Pembelajaran Sinektik Berbantuan
Media Benda Konkret Terhadap
Hasil Belajar Mengarang Deskripsi
Kelas IV Gugus IV Kecamatan
Jembrana. Mimbar PGSD Undiksha,
volume I (2013).
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.p
hp/JJPGSD/article/view/677.
Diunduh tanggal 8 Oktober 2013.

Kartika, I Komang. 2010. Pengaruh
Pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik Dan Penalaran
Operasional Konkret Terhadap
Prestasi Belajar Matematika Siswa
Sekolah Dasar Negeri 1 Semarapura
Kangin. Tesis. (tesis tidak
diterbitkan). Program Pascasarjana
Undiksha.

Koyan, Wayan. 2012. Telaah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar.
Singaraja: Program Pascasarjana
Undiksha.

Kumang. 2012. Peningkatan Aktivitas
Pembelajaran Matematika Dengan
Mengunakan Media Konkret Kelas 1
SD Negeri No. 05 Nanga Ungai.
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


Universitas Tanjungpura, Volume 2
No.7: Juli (2013).
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/ind
ex/search/results. Diunduh tanggal, 8
Oktober 2013.

LN, Syamsu Yusuf. 2004. Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung. Remaja Rosdakarya.

Modgil, Sohan. 1973. Piagetian Research
A Handbook of Recent Studies.
USA: NFER Publishing Company
Ltd.

Mudiartana, Made. 2012. Penelitian
Tindakan Kelas.
http://mudiartana.blogspot.com/2011/
06/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Diunduh Tanggal 2 Juli 2012.

Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Munandar, Utami. 1992. Mengembangkan
Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.

Nasution. 1989. Kurikulum dan
Pengajaran. Bandung: PT. Bumi
Aksara.

Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.

Notoatmodjo. 2005. Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.

Nurkanca. Wayan. 2001. Perkembangan
Jasmani dan Kejiwaan. Surabaya.
Usaha Nasional.

Palmer, Joy A. 2003. 50 Pemikir
Pendidikan dari Piaget sampai Masa
Sekarang. Yogyakarta: Jendela.

Palmer,Parker J. 2009. Keberanian
Mengajar. Jakarta: PT. Indeks.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2006 Tentang Standar Kompetensi
Lulusan. 2006. Jakarta: Badan
Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2006 Tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar Dan
Menengah. 2006. Jakarta: Badan
Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik IndonesiaNomor 41 Tahun
2007 Tentang Standar Proses
Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan
Menengah. 2007. Jakarta. Badan
Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2010 Tentang
Pengelolaan Dan Penyelenggaraan
Pendidikan. Badan Standar Nasional
Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2010 Tentang
Pengelolaan Dan Penyelenggaraan
Pendidikan. Badan Standar Nasional
Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan. 2005.
Jakarta: Badan Standar Nasional
Pendidikan.

Riduwan. 2010. Metode dan Teknik
Penyusunan Tesis. Bandung:
Alfabeta.

Sagala, H. Syaiful. 2010. Supervisi
Pembelajaran. Bandung. Alfabeta.

Sanjaya,Wina. 2008. Perencanaan dan
Desain Sistem Pembelajaran.
Jakarta. Kencana Prenada Media
Group.

Santrock, John W. 2004. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
Group.

e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)


Setiono, Kusdwiratri. 2008. Psikologi
Perkembangan. Bandung. Widya
Padjajaran.

Suastra, Wayan. 2009. Pembelajaran
Sains Terkini. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.

Sugiyono. 2012. Metode penelitian
Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Alfabeta.

Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997.
Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Sumantri, Mulyani dkk. (2004). Media
Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.

Suparno, A. Suhaenah. (2000).
Membangun Kompetensi Belajar .
Jakarta: Direktorat Jenderal
PendidikanTinggi Departeman
Pendidikan Nasional.

Suparno, Paul. 1996. Filsafat
Konstruktivisme dalam
Pendidikan.Yogyakarta: Kanisius.

Suparno, Paul. 2001. Teori
Perkembangan Kognitif Jean Piaget.
Yogyakarta: Kanisius.

Susanto. 2008. Penyusunan Silabus dan
RPP Berbasis Visi KTSP. Surabaya.
Matapena.

Timbangalan, Priska. 2012. Pembelajaran
Konvensional.
http://phisicandmatch.blogspot.com/2
012/05/pembelajaran
konvensional.html. Diunduh Tanggal
2 Desember 2012.

Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru Dan Dosen. 2005. Jakarta.
Kementerian Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1989 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Badan
Standar Nasional Pendidikan.

Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.2003.
Jakarta: Kementerian Pendidikan
Nasional

Wicaksono, Irwan. 2012. Analisa Kasus
Teori Vygotsky dan Teori Piaget
dalam proses Belajar anak.
http://irwan-
wicaksono.blogspot.com/2012/04/an
alisa-kasus-teori-vygotsky-dan-
teori.html. Diunduh Tanggal 2
Desember 201).

Wikipedia. 2012. Teori perkembangan
kognitif.
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perk
embangan_kognitif. Diunduh
Tanggal 2 Desember 2012.

Winarto, Joko. 2011. Teori
Perkembangan Kognitif Jean Piaget
dan Implementasinya dalam
Pendidikan. Tersedia pada:
http://edukasi.kompasiana.com/2011
/03/12/teori-perkembangan-kognitif-
jean-piaget-dan-implementasinya-
dalam-pendidikan-346946.html.
(diunduh2 Desember 2012).

Winataputra, Udin S. dkk. 2007. Teori
Belajar dan Pembelajaran. Jakarta.
Universitas Terbuka.

Zainal, Muhamad Habidin. 2010. Teori
Perkembangan Kognitif Jean Piaget
By Dr Paul Suparno.
http://www.masbied.com/search/teori
-perkembangan-kognitif-jean-piaget-
by-dr-paul-suparno. Diunduh
Tanggal 2 Desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai