Anda di halaman 1dari 29

Morfologi

Pendahuluan
Ilmu tumbuhan pada waktu sekarang telah mengalami kemajuan yang demikian pesat, hingga
bidang-bidang pengetahuan yang hanya merupakan cabang-cabang ilmu tumbuhan saja, sekarang
ini telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri-sendiri.
Dari berbagai macam ilmu tumbuhan yang sekarang telah berdiri sendiri adalah morfologi
tumbuhan. Morfologi tumbuhan yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh tumbuhan pun sudah
demikian pesat perkembangannya hingga dipisahkan menjadi morfologi luar atau morfolosi saja
(morphology in sensu stricto = dalam arti yang sempit) dan morfologi dalam atau anatomi
tumbuhan.
Tulisan ini akan menguraikan soal morfologi luar atau morfologi dalam arti yang sempit, yang selain
memuat pengetahuan tentang istilah-istilah (termologi) yang lazim dipakai dalam ilmu tumbuhan,
khususnya dalam taksonomi tumbuhan, sekaligus juga berisi tuntunan bagaimana caranya
mencandra (mendeskripsi) tumbuhan.
Karena yang diketengahkan terutama bentuk dan susunan luar tubuh tumbuhan, maka dalam
prateknya dalam tulisan ini hanya diuraikan bentuk dan susunan tubuh tumbuhan yang berupa
kormus. Jadi hanya akan menyangkut dua golongan tumbuhan yaitu: Pteridophyta (tumbuhan paku)
dan Spermatophyta (tumbuhan biji).
Mengenai golongan-golongan yang lain, yaitu Schizophta (tumbuhan belah), Thallophyta (tumbuhan
talus), dan Brophyta (tumbuhan lumut). Mengingat tubuhnya yang belum terdiferensiasikan, bahkan
ada yang hanya terdiri atas sebuah sel saja, pembicaraannya lebih tepat untuk diikut sertakan dalam
anatomi tumbuhan.
Menurut definisinya, morfologi tumbuhan tidak hanya menguraikan bentuk dan susunantubuh
tumbuhan saja, tetapi juga bertugas untuk menentukan apakah fungsi masing-masing bagian itu
dalam kehidupan tumbuhan, dan selanjutnya juga berusaha mengetahui dari mana asal bentuk dan
susunan tubuh yang demikian tadi. Selain itu morfologi harus pula dapat memberikan jawaban atas
pertanyaan mengapa bagian-bagian tubuh tumbuhan mempunyai bentuk dan susunan yang
beraneka ragam itu.
Dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya morfologi dapat menggunakan anggapan-anggapan
maupun teori-teori yang berlaku dalam dunia ilmu hayat, misalnya:
1. Merdasar teori evolusi tubuh tumbuhan akan mengalami perubahan bentuk dan susunanya,
hingga suatu alat atau bagian tubuh dapat dicari asal filogenetiknya.
2. Diterimanya anggapan, bahwa bentuk dan susunan tubuh tumbuhan selalu disesuaikan
dengan fungsinya serta alam sekitarnya.
Dengan adanya pegangan tersebut belum berarti, bahwa tiap bentuk dan susunan tubuh dapat
diterangkan bagaimana filogeninya serta apa fungsinya. Masih banyak hal-hal mengenai bentuk
dan susunan tubuh yang hingga kini belum dapat diterangkan, mengapa bagian-bagian tubuh
tersebut mempunyai sifat yang demikian tadi. Untuk menyebut beberapa contoh saja, misalnya:
ukuran dan bentuk daun yang berbeda-beda pula, tidak adanya klorofil pada daun tumbuhan
tertentu, adalah hal-hal yang masih memerlukan penelitian-penelitian untuk dapat diberikan
keterangannya.
Dlam uraian-uraian berikut, tekanannya terletak pada bentuk dan susunan menurut
kenyataannya dan istilah-istilah apa yang dipergunakan dalam menyatakan secara verbal bentuk
dan susunan tadi, disamping itu seberapa boleh baru diberikan keterangan-keterangan
mengenai fungsi, asal serta data lain-lainnya.
Kormus dan bagian-bagiannya
Telah dikemukaan pada pendahuluan, bahwa dalam morfologi hanya dibicarakan tubuh
tumbuhan-tumbuhan yang berupa kormus. Kormus adalah tubuh tumbuh-tumbuhan yang hanya
dimilikioleh Pteredophyta (tumbuhan paku) dan Spermatophyta (tumbuhan biji), oleh sebab itu
sementara ahli ilmu tumbuhan menempatkan kedua golongan tumbuhan tersebut dalam satu
kelompok yang disebut: Cormophyta (tumbuhan kormus). Kormus merupakan tubuh tumbuh-
tumbuhan yang dengan nyata memperlihatkan diferensiasi dalam tiga bagian pokok yaitu:
- Akar (radix)
- Batang (caulis)
- Daun (folium)
Bagian lain yang dapat kita temukan pada tubuh tumbuhan dapat dipandang sebagai suatu
penjelmaan salah satu atau mungkin dua dua bagian pokok tadi, artinya sebagai bagian lain pada
tubuh tumbuhan dapat dianggap sebagai tubuh yang berasal dari bagian pokok yang telah
mengalami metamorfosis (berganti bentuk, sifat, dan mungkin juga fungsinya bagi tumbuh-
tumbuhan).
Bagian lain yang dapat kita temukan pada tumbuh-tumbuhan dan dianggap sebagai metamorfosis
bagian poko atau kombinasi bagian-bagian poko itu misalnya:
1. Kuncup (gemma), dianggap sebagai penjelmaan batang dan daun.
2. Bunga(flos), juga penjelmaan batang dan daun.
3. Duri (spina), dapat merupakan penjelmaan dahan maupun daun.
4. Alat-alat pembelit (cirrhus), dapat berasal dari daun maupun dari dahan atau cabang.
5. Umbi (tuber), penjelmaan batang.
6. Rimpang (rhizoma), penjelmaan batang beserta daun-daunnya.
7. Umbi lapis (bulbus), penjelmaan batang dan daun. Dan masih banyak contoh lain-lain lagi.
Disamping itu pada bagian tumbuhan tertentu kadang kadang masih dapat ditemukan alat-alat lain
lagi yang biasanya lebih kecil atau lebih halus yang dinamakan alat tumbuhan atau alat pelengkap
(organa accessoria), misalnya:
- Rambut atau bulu (pilus),
- Sisik (lepis),
- Lentisel (lenticulus), dll.
Bagian-bagian tumbuhan yang langsung ataupun tidak berguna untuk menegakkan kehidupan
tumbuhan, jadi terutama bertalian erat dengan soal makanan, disebut alat hara (organum
nutrivum), seperti misalnya akar dan daun untuk menyerap dan mengolah makanan, umbi untuk
menyimpan makanan, piala atau gelembung bagi tumbuh-tumbuhan tertentu untuk menangkap
serangga dll. Alat-alat tadi hanya penting untuk pertumbuhan, dari itu juga dinamakan alat-alat
pertumbuhan atau alat-alat vegetatif.
Bagian-bagian lain pada tumbuhan mempunyai tugas untuk menghasilkan alat perkembangbiakan
atau merupakan alat perkembangbiakan, jadi fungsinya bagi tumbuhan adalah untuk menghasilkan
keturunan baru. Alat perkembangbiakan atau alat untuk memperbanyak diri itu dalam bahasa
asingnya disebut organum reproducticum, misalnya: bunga, buah, biji.
Berikut akan diuraikan bagian-bagian tumbuhan satu persatu, baik bagian-bagian yang tergolong
dalam alat hara maupun bagian-bagian ynag tergolong alat perkembangbiakkan.
Selain untuk mengetahui apakah fungsi masing-masing alat-alat tadi dalam kehidupan tumbuh-
tumbuhan, uraian ini terutama dimaksud untuk memberi tuntunan cara mencandra atau
mendeskripsi suatu jenis tumbuhan atau takson yang lazim digunakan untuk keperluan tersebut.

Penerapan morfologi dan peristilahannya dalam mencandra tumbuhan
Tumbuhan yang ada dimuka bumi kita ini selain terdapat dalam jumlah yang sangat besar juga
menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar pula. Jumlah dan keanekaragaman yang sangat
besar itu mendorong manusia yang mempelajari tumbuhan untuk melakukan penyederhanaan
obyek studi yang berupa tumbuhan yang beranekaragam itu melalui klasifikasi (pengelompokkan)
dan pemberian nama yang tepat untuk setiap kelompok yang terbentuk. Dua kegiatan inilah yang
merupakan tugas utama ilmu sistematik atau taksonomi tumbuhan.
Dalam keanekaragaman tumbuhan yang amat besar itu ahli ahli ilmu tumbuhan dapat mengenali
adanya unit unit atau kelompok kelompok dengan persamaan sifat sifat tertentu, dan setiap
unit yang demikian itulah yang oleh para ahli taksonomi tumbuhan disebut sebagai takson. Setiap
takson mencakup suatu populasi dengan persamaan sifat tertentu, yang berbeda menurut
jenjangnya. Banyak sedikitnya persamaan sifat itulah yang dijadikan landasan penentuan jenjang
takson yang bersangkutan. Takson yang berbeda jenjangnya disebut dengan istilah yang berbeda
dan ditata mengikuti suatu hierarki tertentu. Suatu takson yang mempunyai warna yang berbeda
dengan daun yang masih segar. Perbedaan warna ini kita lihat pula bila kita membandingkan warna
antara daun yang masih muda dan daun yang sudah dewasa. Daun yang muda berwarna hijau muda
keputih putihan, kadang kadang juga ungu atau kemerah merahan. Sedangkan yang sudah
dewasa biasanya berwarna hijau sungguh.
Daun yang gugur selalu diganti dengan daun yang baru, dan biasanya jumlah daun baru yang
terbentuk melebihi jumlah daun yang gugur, sehingga pada tumbuhan yang semakin besar kita
dapati jumlah daun yang semakin besar pula, sehingga suatu batang pohon nampak makin lama
makin rindang. Tetapi ada pula tumbuhan yang pada waktu waktu tertentu mengugurkan semua
daunnya, sehingga tumbuhan dalam keadaan demikian tadi nampak gundul sama sekali seprti
tumbuhan yang mati. Peristiwa ini dapt kita lihat pada musim kemarau pada jenis jenis tumbuhan
tertentu. Yang menjelang datangnya musim huajn membentuk tunas tunas baru dan dalam musim
hujan akan kelihatan hijau kembali. Jenis jenis tumbuhan yang mempunyai sifat demikiana itu
dinamakan tumbuhan meranggas (tropophyta) yang banyak pula kita jumpai di indonesia, seperti
misalnya: pohon jati (Tectona grandis L.), kedondong (Spondias dulcis Forst.), kapok randu (Ceiba
pentandra Gaertn.), pohon para (Hevea brasiliensis Muell.), dan lain lain lagi.
Banyak daun yang tipis melebar, warna hijau, dan duduknya pada batang yang menghadap ke atas
itu memang sudah selaras dengan fungsi daun bagi tumbuhan, yaitu sebagai alat untuk:
a. Pengambilan zat zat makanan (resorbsi), terutama yang berupa zat gas (CO
2
)
b. Pengolahan zat zat makanan (asimilasi)
c. Penguapan air (transpirasi)
d. Pernafasan (respirasi)
Tumbuhan mengambil zat zat makanan dati lingkungannya dan zat yang diambil (diserap) tadi
adalah zat zat yang bersifat anorganik. Air beserta garam garam diambil dari tanah oleh akar
tumbuhan sedangkan gas karbondioksida (CO
2
) yang merupakan zat makanan pula bagi tumbuhan
diambil dari udara melalui celah celah yang halus yang disebut mulut daun (stomata) masuk
kedalam daun. Zat zat tersebut belum sesuai dengan keperluan tumbuhan. Oleh sebab itu harus
diubah, diolah dijadikan zat zat organik yang sesuai dengan kepentingan tumbuhan. Pengolahan
zat anorganik menjadi zat organik dilakukan oleh daun (sesungguhnya zat hijau daun atau klorofil-
nya) dengan bantuna sinar matahari. Pekerjaan ini disebut asimilasi, jadi daun dapt disamakan
dengan dapur bagi tumbuhan. Misalnya gas karbondioksida yang berasal dari udara dengan air yang
berasala dari tanah di dalam daun diubah menjadi zat gula, dan zat zat organik yang terbuka di
dalam daun seterusnya diangkut ke tempat tempat penimbunan dan disitu merupakan zat
makanan cadangan. Karena untuk tugas daun ini diperluakan bantuan sinar matahari, maka daun
bentuknya pipih , lebar, dan selalu menghadap ke atas untuk dapat menangkap sinar matahari
sebanyak banyaknya.
Setiap benda yang basah, di dalam ruang yang belum jenuh dengan uap air akan menguapkan air ke
dalam ruangan tadi. Peristiwa ini merupakan suatu peristiwa yang didalam alam terkenal sebagai
peristiwa difusi, yang bertujuan meniadakan perbedaan konsentrasi kandungan akan air antara
ruangan dengan dengan benda yang basah itu. Penguapan itu akan berjalan terus sampai
konsenttrasi atau kadar air dalam ruangan tempat benda itu sama dengan kadar air dalam benda,
atau udara dalam ruangan tadi tidak sanggup lagi menerima tambahan uap air, dengan lain
perkataan udara dalam ruangan tadi telah jenuh dengan uap air. Tumbuhan yang sebagian tubuhnya
ada didalam udara, pada hakekatnya pun merupakan suatu benda basah, suatu benda yang
mengandung banyak air. Oleh sebab itu selama udara tempat tumbuhan itu terdapat belum jenuh
dengan uap air, selama itu tumbuhan akan terus menerus menguapkan air dalam tubuhnya. Hanya
saja tumbuhan sebagai makhluk yang hidup dapt mengatur penguapan ini, dapt mencegah atau
mengurangi penguapan sesuai dengan kepentingan hidupnya. Walaupun tumbuhan selalu
memerlukan air untuk berbagai macam keperluan hidupnya. Adanya penguapan air tidak dapat
dihindari, lagi pula penguapan air yang terjadi pada tumbuhan itu memang penting pula baginya.
Penguapan air melalui daun menyebabkan air yang diserap oleh akar dari tanah itu di dalam tubuh
tumbuhan dalam keadaan bergerak, mengalir dari bawah ke atas. Hal ini penting sekali artinya bagi
pengangkutan zat zat makanan yang biasanya terdapat dalam bentuk larutan dan oleh arus air dari
bawah ke atas itu zat zat tadi dapat sampai di daun untuk diubah menjadi zat zat organik.
Demikian pentingnya adanya arus air dalm tubuh tumbuhan itu, sehingga kalau udara, misalnya
udara tempat tumbuhan itu berada, telah jenuh dengan uap air, maka tumbuhan mengeluarkan air
dalam bentuk zat cair, sehingga dengan demikian dalam tubuh tumbuhan tetap ada aliran air dari
bawah ke atas. Peristiwa itu dapat kita lihat pada pagi hari dalam musim hujan, misalnya pada
tanaman keladi atau talas yang mencucurkan air ke tanah melalui suatu liang yang terdapat pada
ujung daunnya. Keluarnya air dalam bentuk tetes tetes ini dinamakan penetesan air atau gutasi.
Semua bagian tubuh tumbuhan yang hidup memerlukan tenaga untuk menjalankan berbagai macam
pekerjaan hidup (tumbuh, bergerak, dll.), dan seperti halnya dengan hewan dan manusia tenaga itu
diperoleh dari pernafasan itu pula. Artinya, tumbuhan pun mengambil zat azam (O
2
) dari udara dan
zat tersebut kemudian dipergunakan untuk membakar (mengoksidasikan hasil asimilasi misalnya
gula, sehingga diperoleh tenaga, dan dikeluarkanlah sisa pembakaran yang biasanya berupa gas
karbondioksida (CO
2
) dan air (H
2
O). Daun daun sebagai bagian tubuh tumbuhan yang tersusun atas
sel sel yang hidup pun melakukan pernafasan sebagaimana halnya dengan bagian yang masih
hidup lainnya. Mengingat bahwa daun mempunyai banyak sekali mulut mulut daun yang dapat
menjadi jalan masuknya udara ke dlam tubuh tumbuhan, maka tidaklah berlebihan jika daun pun
dianggap sebagai suatu alat yang penting untuk pernafasan.
Bagian bagian daun
Daun yang lengkap mempunyai bagian- bagian berikut:
1. Upih daun atau pelepah daun (vagina)
2. Tangkai daun (petiolus)
3. Helaian daun (lamina)
Daun lengkap dapat kita jumpai pada beberapa macam tumbuhan, misalnya: pohon pisang (Musa
paradisiaca L.), pohon pinang (Areca catechu L.), bambu (Bambusa sp.), dll.
Tumbuhan yang mempunyai daun yang lengkap tidak begitu banyak jumlah jenisnya. Kebanyakan
tumbuhan mempunyai daun, yang kehilangan satu atau dua bagian dari tiga bagian tersebut di atas.
Daun yang demikian dinamakan daun yang tidak lengkap.
Mengenai susunan daun yang tidak lengkap ada beberapa kemungkinan:
1. Hanya terdiri dari tangkai dan helaian saja, lazimya lalu disebut daun bertangkai. Susunan
daun yang demikian itulah yang paling banyak kita temukan. Sebagian besar tumbuhan
mempunyai daun yang demikian tadi , misalnaya: nangka (Artocarpus integro Merr.),
mangga (Mangifera indica L.), dll.
2. Daun terdiri atas upih dan helaian, daun yang demikian ini disebut daun berupij atau daun
berpelepah seperti lazim kita dapati pada tumbuhan yang tergolong suku rumput, misalnya:
padi (Oryza sativa L.), jagung (Zea mays L.), dll.
3. Daun hanya terdiri atas helaian saja, tanpa upih dan tnagkai, sehingga helaian langdung
melekat atau duduk pada batang, daun yang demikian susunannya dinamakan daun duduk
(sessilis), seperti dapat kita jumpai pada biduri (Calotropis gigantea R.Br.), daun yang hanya
terdiri atas helaian daun saja dapat mempunyai pangkal daun yang demikian lebarnya.
Hingga pangkal daun tadi seakan akan melingkari batang atau memeluk batang, oleh sebab
itu dinamakan daun memeluk batang (amplexicaulis) seperti terdapat pada tempuyung
(Sonchus oleraceus L.). bagian samping pangkal daun yang memiliki batang itu seringkali
daunnya membualat dan disebut telinga daun.
4. Daun hanya terdiri atas tangkai saja, dan dalam hal ini biasanya lalu mejadi pipih sehingga
menyerupai helaian daun, jadi merupakan suatu helaian daun semu atau palsu, dinamakan:
filodia, seperti terdpat pada berbagai jenis pohon Acacia yang berasal dari Australia,
miasalnya: Acacia auriculiformis A. Cunn.
Selain bagian bagian tersebut di atas dan kemungkinan lengkap atau tidaknya bagian bagian tadi,
daun suatu tumbuhan sering mempunyai alat alt tambahan atau pelengkap, antara lain berupa:
1. Daun penumpu (stipula), yang biasanya berupa dua helai lembaran serupa daun kecil, yang
terdapat dekat dengan pangkal tangkai daun dan umumnya berguna untuk melindungi
kuncup yang masih muda. Ada kalanya daun penumpu itu besar dan lebar seprti daun biasa
dan berguna pula sebagai alat untuk berasimilasi seperti terdapat pada kacang kapri (Pisum
sativum L.). daun penumpu ada yang mudah sekali gugur seperti miasalnya pada pohon
nangka (Artocarpus integra Merr.), teteapi ada pula yang tinggal lama dan baru gugur
bersama sama daunnya, misalnya pada mawar (Rosa sp.). menurut letaknya daun
penumpu dapat dibedakan dalam:
a. Daun penumpu yang bebas terdapat di kanan kiri pangkal tangkai daun, disebut daun
penumpu bebas (stipulae liberae) terdapat misalnya pada kacang tanah (Arachis
hypogaea L.)
b. Daun penumpu yang melekat pada kanan kiri pangkal tangkai daun (stipulae adnatae)
pada mawar (Rosa sp.).
c. Daun penumpu yang berlekatan menjadi satu dan mengambil tempat di dalam ketiak
daun (stipulae axillaris atau stipulae intrapetiolaris),
d. Daun penumpu yang berlekatan menjadi satu yang mengambil tempat berhadapan
dengan tangkai daun dan biasanya agak lebar hingga melingkari batang (stipulae petiolo
opposita atau stipulae antridoma),
e. Daun penumpu yang berlekatan dan mengambil tempat di antara dua tangkai daun
seperti seringkali terjadi pada tumbuhan yang pada satu buku buku batang
mempunyai dua daun yang duduk berhadapan, misalnya pada pohon mengkudu
(Morinda citrifolia L.). daun penumpu yang demikian ini dinamakan: daun penumpu
antar tangkai (stipulae interpetiolaris).
2. Selaput bumbung (ocrea atau ochrea). Alat ini berupa selaput tipis yang menyelubungi
pangkal suatu ruas batang, jadi terdapat di atas suatu tangkai daun. Selaput bumbung
dianggap sebagai daun penumpu yang kedua sisinya saling berlekatan dan melingkari
batang, terdapat antara lain pada Polygonum sp.
3. Lidah lidah (ligula), suatu selaput kecil yang biasanya terdapat pada batas antara upih dan
helaian daun pada rumput (Gramineae). Alat ini berguna untuk mencegah mengalirnya air
hujan ke dalam ketiak antara batang dan upih daun, sehingga kemungkinan pembusukkan
dapat dihindarkan.
Upih daun atau pelepah daun (vagina)
Seperti telah diuraikan di atas tidak semua tumbuhan mempunyai daun yang berupih. Daun
yang berupih umumnya hanya kita dapati pada tumbuhan yang tergolong dalam tumbuhan yang
berbiji tunggal (Monocotyledoneae) saja, a.l. suku rumput (Gramineae), suku empon empon
(Zingiberaceae), pisang (Musa sapientum L.), golongan palma (Palmae), dll.
Upih daun selain merupakan bagian daun yang melekat atau memeluk batang, juga dapat
mempunyai fungsi lain:
a. Sebagai pelindung kuncup yang masih muda, seperti dapat dilihat pada tanaman tebu
(Saccharum officinarum L.),
b. Memberi kekuatan pada batang tanaman. Dalam hal ini upih daun daun semuanya
membungkus batang, sehingga btang tidak tampak, bahkan yang tampak sebagai batang
dari luar adalah upih upihnya tadi. Hal ini tentu saja mungkin terjadi apabila upih daun
amat besar seperti misalnya pada pohon pisang (Musa paradisiaca L.). batang yang tampak
pada pohon pisang sebenarnya bukan batang tanaman yang sesungguhnya dari itu disebut
batang semu.
Tangkai daun (petiolus)
Tangkai daun merupakan bagian daun yang mendukung helaiannya dan bertugas untuk
menempatkan helaian daun tadi pada posisi sedemikian rupa, hingga dapat memperoleh cahaya
matahari yang sebanyak banyaknya.
Bentuk dan ukuran tangkai daun amat berbeda beda menurut jenisnya tumbuhan, bahkan
dalam satu tumbuhan ukuran dan bentuknya dapat berbeda. Umumnya tangkai daun berbentuk
silinder dengan sisi atas agak pipih dan menebal pada pangkalnya. Jika dilihat pada penampang
melintangnya dapat kita jumpai kemungklinan kemungkinan berikut:
- Bulat dan berongga, misalnya tangkai daun pepaya (Carica papaya L.)
- Pipih dan tepinya melebar (bersayap), misalnya pada jeruk (Citrus sp.)
- Bersegi
- Setengah lingkaran dan seringkali sisi atasnya beralur dangkal atau berlaur da;am seperti
pada tangkai daun pisang.
Walaupun tangkai daun seperti telah disebutkan di atas biasanya menebal pada pangkalnya, ada
pula tangkai daun yang menebal pada pangkal dan ujungnya, misalnya pada daun pohon kupu
kupu (Bouhinia purpurea L.).
Selanjutnya jika ditinjau keadaan permukaannya, tangkai daun dapat memperlihatkan adanya
kerutan kerutan, sisik sisik, rambut rambut, lentisel, dll.
Dalam uraian mengenai susunan daun telah dikemukakan pula, bahwa tangkai daun dapt
mengalami pergantian bentuk (metamorfosis) menjadi semacam helaian daun yang dinamakan
filodia.
Helaian daun (lamina)
Tumbuhan yang demikian banyak macamdan ragamnya itu mempunyai daun yang helaiannya
berbeda beda pula, baik mengenai bentuk, ukuran, maupun warnanya. Adalah tidak mudah
untuk menemukan dua jenis tumbuh tumbuhan yang helaian daunnya persis sama bentuk dan
warnanya. Oleh sebab itu, walaupun tidak besar nilainya, terutama dalam hal yang meragukan,
sering orang membandingkan bentuk helaian daun untuk memperoleh kepastian mengenai jenis
tumbuhan yang dihadapi untuk dikenal.
Karena helaian daun merupakan bagian daun yang terpenting dan lekas menarik perhatian,
maka suatu sifat yang sesungguhnya hanya berlaku untuk helaiannya, disebut pula sebagai sifat
daunnya. Contohnya: jika kita mengatakan daun nangka bangun jorong. Sesungguhnya yang
jorong itu bukan daunnya, melainkan helaiannya. Dalam uraian ciri ciri yang seharusnya
disebut sebagai ciri helaian daun, akan disebut pula sebagai ciri daun.
Sebatang pohon dapat mempunyai hanya beberapa helai daun saja, misalnya pisang, tetapi dpat
pula sebatang pohon mempunyai ribuan daun, misalnya pohon beringin (Ficus benjamina L.).
apakah jumlah daun pada satu tumbuhan banyak atau sedikit, umumnya dpat dikatan, bahwa
ciri ciri daun pada satu jenis tumbuhan adalah sama satu sama lain, terutama bentuk atau
bangun helaiannya. Kalau ada perbedaaan, maka biasanya hanya mempunyai warna yang
berlainan dengan daun yang telah dewasa. Meskipun demikian perkecualian tetap ada. Pada
tanaman lobak (Raphanus sativus L.) misalnya, daun daun yang dekat dengan permukaan
tanah tidak hanya lebid besar, tetepai bentuknya pun lain dengan daun daun yang letaknya
jauh dari tanah. Juga seringkali kita dapat menyaksikkan sendiri, bahwa tumbuhan yang masih
muda mempunyai bentuk daun yang berbeda dengan yang setelah menjadi tua. Pohon nangka
(Artocarpus integra Merr.) dan pohon benda (Artocarpus elastica Reinw.), waktu muda
mempunyai daun yang tepinya bertoreh, sedang jika sudah besar daunnya bertepi rata. Suat
tanaman yang memperlihatkan bentuk daun yang berlainan pada satu pohon, dikatakan
memperlihatkan sifat heterofili, kalau masing masing terdapat pada cabang yang berlainan.
Kalau pada satu cabang terdapat kedua macam bentuk yang tadi, sifatnya disebut anisofili.
Dalam praktek biasanya kedua istilah itu disamakan saja.
Di atas telah diterangkan, bahwa sifat sifat daun dapat dipakai sebagai petunjuk untuk
mengenal suatu jenis tumbuhan. Untuk keperluan itu perlulah diketahui sifat sifat daun,
sehingga dari daun dapat diberikan lukisan yang selengkap mungkin.
Sifat sifat daun yang perlu mendapat perhatian kita adalah:
a. Bangunnya (sesungguhnya bangun helaiannya / circumscripto)
b. Ujungnya (apex)
c. Pangkalnya (basis)
d. Susunan tulang tulangnya (nervatio atau venatio)
e. Tepinya (margo)
f. Daging daunnya (intervenium)
g. Dan sifat sifat lain lagi, misalnya: keadaan permukaan atas maupun bawahnya (gundul,
berambut, atau lainnya), warna, dll.
Bangun (bentuk) daun (circumscriptio)
Selain menggunakan istilah istilah atau kata kata yang lazim di pakai untuk menyatakan bentuk
suatu benda, misalnya bulat, segitiga, dll. Dalam menyebut bangun daun seringkali kita carikan
perdamaan bentuknya dengan bentuk bentuk benda lain, misalnya bangun tombak, bangun anak
panah, bangun perisai, dst.
Selanjutnya perlu di ingat bahwa dalam menentukan bangun daun kita tidak boleh terpengaruh oleh
adanya toreh toreh atau lekuk lekuk pada tepi daun, melainkan harus dibayangkan seakan akan
toreh itu tidak ada. Daun daun jarak (Ricinus communis L.), pepaya (Carica papaya L.), waluh
(Cucurbita moschata Duch.), ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) dikatakan mempunyai bangun bulat.
Hal itu akan menjadi jelas jika ujung ujung tepi daun dihubungkan satu sama lain dengan suatu
garis, jadi seandainya daun tadi tepinya tidak bertoreh atau berlekuk akan kita dapati bangun yang
betul bulat atau sekurang kuarangnya mendekati bangun bulat. Walaupun dalam prakteknya akan
diketahui nanti, bahwa jika toreh toreh pada tepi daun tadi sedemikian dalamnya hingga bangun
dasar atau aslinya tidak lagi tampak, maka bangun daun akan ditentukan menurut dangkal atau
dalamnya toreh dikombinasikan dengan susunan tulang tulang daunnya.
Untuk memperoleh ikhtisar yang ringkas mengenai bangun daun dan mengingat macam
macamnya bangun daun tadi, diadakan penggolongan daun berdasarkan letak bagiannya yang
terlebar. Berdasarkan letak bagian daun yang terlebar itu dapat dibedakan 4 golongan daun, yaitu
daun dengan:
a. Bagian yang terlebar terdapat kira kira di tengah tengah helaian daun
b. Bagian yang terlebar terdapat di bawah tengah tengah helaian daun
c. Bagian yang terlebar terdapat di atasa tengah tengah helaian daun
d. Tidak ada bagian yang terlebar, artinya helaian daun dari pangkal ke ujung dapat dikatakan
sama lebarnya
Bagian yang terlebar berada di tengah tengah helaian daun
Jika demikian keadaannya maka kita akan jumpai kemungkinan bangun daun seperti berikut:
1. Bulat atau bundar (orbicularis). Jika panjang : lebar = 1 : 1. Bangun daun yang demikian ini
dapat kita jumpai pada Victoria regia, teratai besar (Nelumbium nelumbo Druce), dll.
2. Bangun perisai (peltatus). Daun yang biasanya bangun bulat, mempunyai tangkai daun yang
tidak tertanam pada tangkai daun, melainkan pada tengah helaian daun, misalnya pada
teratai besar tersebut di atas, pada daun jarak, dll. Dalam hal yang sedemikian itu daun
dikatakan mempunyai bangun perisai.
3. Jorong (ovalis atau ellipticus), yaitu jika perbandingan panjang : lebar = 1,5 2 : 1. Seperti
dapat dilihat pada daun nangka (Artocarpus integra Merr.) dan nyamplung (Calophyllum
inophyllum L.)
4. Memanjang (oblongus), yaitu jika panjang : lebar = 2,5 3 : 1. Misalnya daun srikaya
(Annona squamosa L.) dan sirsak (Annon a muricata L.)
5. Bangun lanset (lanceolatus). Jika panjang : lebar = 3 5 : 1, misalnya daun kamboja
(Pluimera acuminata Ait.), oleander (Nerium oleander L.)
Perlu dicatat, bahwa bangun daun yang kita hadapi belum tentu sesuai dengan salah satu dari kelima
kemungkinan di atas. Bentuk bentuk peralihan selalu ada. Dalam hal yang demikian, ditentukan
diantara bentuk bentuk yang manakah bentuk daun bulat memanjang, maka daun tadi dikatakan
mempunyai bangun jorong-memanjang (elliptico-oblongus), jika diantara memanjang dan bangun
lanset disebut memanjang sampai bangun lanset (oblongus-lanceolatus).
Bagian yang terlebar terdapat di bawah tengah-tengah helaian daun
Daun-daun yang mempunyai bagian yang terlebar dibawah tengah-tengah helaian daunnya
dibedakan dalam dua golongan, yaitu:
a. Pangkal daunnya tidak bertoreh. Dalam golongan ini kita dapati bentuk-bentuk berikut:
1. Bnagun bulat telur (ovatus), misalnya daun bunga sepatu (Hibiscus rosa sinensis L.),
daun cabe rawit (Capsicum frutescens L.)
2. Bangun segitiga (triangularis), yaitu bangun segitiga yang sama ketiga sisinya, misalnya
daun air mata pengantin (Antigonon leptopus Hook. Et Arn.)
3. Bangun belah ketupat (rhomboideus), yaitu bangun segi empat yang sisinya tidak sama
panjang, misalnya anak daun yang di ujung pada dayn bengkoang (Pachyrrhizus erosus
Urb.)
b. Pangkal daun beartoreh atau berlekuk. Dalam golongan ini termasuk daun-daun berikut:
1. Bangun jantung (cordatus), yaitu bangun seperti bulat telur, tetapi pangkal daun
memperlihatkan suatu lekukan, misalnya daun waru (Hibiscus tiliaceus L.)
2. Bangun ginjal atau kerinjal (reniformis), yaitu daun yang pendek lebar dengan ujung
yang tumpul atau membulat dan pangkal yang berlekuk dangkal, misalnya daun pegagan
atau daun kaki kuda (Centella asiatica Urb.)
3. Bangun anak panah (sagittatus), yaitu daun yang tidak seberapa lebar, ujungnya tajam,
pankal daun juga lancip, demikian juga bagian kanan kiri lekukan pangkal daunnya.
Dapat kita lihat pada daun enceng (Sagittaria sagittifolia L.)
4. Bangun tombak (hastatus), seperti bangun anak panah tetapi bagian pangkal daun di
kanan kiri tangkai mendatar, misalnya daun wewehan (Monochoria hastata Solms.)
5. Bangun bertelinga (auriculatus), seperti bangun tombak, tetapi pangkal daun di kanan
kiri tangkai membulat, misalnya daun tempuyung (Sonchus asper Vill.)
Bagian yang terlebar terdapat di atas tengah-tengah helaian daun
Dalam hal yang sedemikian kemungkinan bangun daun yang dapat kita jumpai adalah:
a. Bangun bulat telur sungsang (obovatus), yaitu seperti bulat telur tetapi bagian yang terlebar
terdapat dekat ujung daun, misalnya daun sawo kecik (Manilkara kauki Dub.)
b. Bnagun jantung sungsang (obcordatus), misalnya daun sidaguri (Sida retusa L.), daun
calincing atau semanggi gunung (Oxalis corniculata L.)
c. Bangun segitiga terbalik atau bangun pasak (cuneatus), misalnya anak daun semanggi
(Marsilea crenata Pres1.)
d. Bnagun sudip atau bangun spatel atau solet (spathulatus), seperti bangun bulat telur
terbalik, tetapi baguan bawahnya memanjang, misalnya daun tapak liman (Elephantopus
scaber L.), daun lobak (Raphanus sativus L.).
Tidak ada bagian yang terlebar atau dari pangkal sampai ujung hampir sama lebar
Dalam golongan ini termasuk daun-daun tumbuhan yang biasanya sempit, atau lebarnya jauh
berbeda jika dibandingkan dengan panjangnya daun.
a. Bangun garis (lineralis), pada penampang melintangnya pipih dan daun amat panjang,
misalnya daun bermacam-macam rumput (Gramineae).
b. Bnagun pita (lingulatus), serupa daun bangun gaaris, tetapi lebih panjang lagi, juga didapati
pada jenis-jenis rumput, misalnya daun jagung (Zea mays L.)
c. Bangun pedang (ensiformis), seperti bnagun garis, tetapi bangun tebal dibagian tengah dan
tipis dibagian kedua tepinya, misalnya daun nenas sebrang (Agave sisalana Perr., Agave
cantala Roxb.)
d. Bangun paku atau dabus (subulatus), bentuk daun hampit seperti silinder, ujung runcing,
seluruh bagian kaku, misalnya daun Araucaria cunningharnii Ait.
e. Bangun jarum (acerosus), serupa bangun paku, lebih kecil dan meruncing panjang, misalnya
daun Pinus merkusi Jungh, dan Devr.
Lepas dari ada atau tidaknya sifat heterofili / anasofili pada suatu jenis tumbuhan, sekali lagi
diperingatkan disini, bahwa persamaan bentuk daun-daun pada satu jenis tumbuhan itupun hanya
merupakan kesan sepintas lalu saja karena jika diteliti dengan seksama bentuk daun pada satu
pohon akan memperlihatkan variasi, misalnya dari yang memanjang dengan bentuk-bentuk
peralihannya sampai bangun lanset dan lain-lain.
Ujung daun (apex folii)
Ujunga daun dapt pula memperlihatkan bentuk yang beraneka rupa. Bentuk-bentuk ujung daun
yang sering kita juampai ialah:
a. Runcing (acutus), jika kedua tepi di kanan kiri ibu tulang sedikit demi sedikit menuju ke atas
dan pertemuannya pada puncak daun membentuk suatu sudut lancip (lebih kecil dari 90
0
).
Ujung daun yang runcing lazim kita jumpai pada daun-daun bangun: bulat memanjang,
lanset, segitiga, dalta, belah ketupat, dll. Sebagai contoh ujung daun oleander (Nerium
oleander L.)
b. Meruncing (acuminatus), seperti pada ujung yang runcing tetapi titik pertemuan kedua tepi
daunnya lebih tinggi dari dugaan, hingga ujung daun nampak sempit panjang dan runcing,
misalnya ujung daun sirsat (Annona muricata L.)
c. Tumpul (obtusus), tepi daun yang semula masih agak jauh dari ibu tulang, cepat menuju ke
suatu titik pertemuan, hingga terbentuk sudut yang tumpul (lebih besar dari 90
0
), sering kita
jumpai misalnya pada ujung daun sawo kecik (Manilkara kauki Dub.)
d. Membulat (rotundatus), seperti pada ujung yang tumpul, tetapi tidak membentuk sudut
sama sekali, hingga ujung daun merupakan semacam suatu busur, terdapat pada daun yang
bulat atau jorong, atau pada daun bangun ginjal, misalnya ujung daun kaki kuda (Centella
asiatica Urb.), ujung daun teratai besar (Nelumbium nelumbo Druce.)
e. Rompang (truncatus), ujung dau tampak sebagai garis yang rata, misalnya ujung anak daun
semanggi (Marsilea crenata Presl.), daun jambu monyet (Anacardium occidentale L.)
f. Terbelah (retusus), ujung daun justru memperlihatka suatu lekukan, kadang-kadang amat
jelas, misalnya ujung daun sidaguri (Sida retusa L.), kadang-kadang terbelahnya ujung hanya
akan kelihatan jelas jika diadakan pemeriksaan yang teliti, seperti misalnya ujung daun
bayam (Amaranthus hybridus L.)
g. Berduri (mucronatus), yaitu jiika ujung daun ditutup dengan suatu bagian yang runcing
keras, merupakan suatu duri, misalnya ujung daun nenas sebrang (Agave sp.)
Pangkal daun (basis folii)
Apa yang telah diuraikan mengenai ujung daun pada umumnya dapat pula diberlakukan untuk
pangkal daun. Selain dari itu ada pula katanya, bahwa kedua tepi daun di kanan kiri pangkal dapat
bertemu dan berlekatan satu sama lain, oleh sebab itu pangkal daun dibedakan dalam:
1. Yang tepi daunnya di bagian itu tidak pernah bertemu, tetapi terpisah oleh pangkal ibu
tulang / ujung tangkai daun. Dalam keadaan demikian pangkal daun dapat:
a. Runcing (acutus), biasanya terdapat pada daun bangun memanjang, lanset, belah
ketupat, dll.
b. Meruncing (acuminatus), biasanya pada daun bangun bulat telur sungsang atau bangun
sudip.
c. Tumpul (obtusus), pada daun-daun bangun bulat telur, jorong.
d. Membulat (rotundatus), pada daun-daun bangun bulat, jorong, dan bulat telur.
e. Rompang atau rata (truncutus), pada daun-daun bangun segitiga, delta, rombak.
f. Berlekuk (emarginatus), pada daun-daun bangun jantung, ginjal, anak panah.
2. Yang tepi daunnya dapat bertemu dan berlekatan satu sama lain:
a. Pertemuan tepi daun pada pangkal terjadi pada sisi yang sama terhadap batang sesuai
dengan letak daun pada batang tadi, seperti lazim dapat kita lihat pada daun-daun
bangun perisai.
b. Pertemuan tepi daun terjadi pada sisi seberang batang yang berlawanan atau
berhadapan dengan letak daunnya. Dalam hal ini tampaknya seperti pangkal daun
tertembus oleh batangnya (perfoliatus).
Jika ditinjau bentuknya pangkal daun seperti tersebut di atas ini biasanya adalah membulat.
Susunan tulang-tulang daun (nervatio atau venatio)
Tulang-tulang daun adalah bagian daun yang berguna untuk:
a. Memberi kekuatan pada daun seperti pula halnya dengan tulang-tulang pada hewan dan
juga manusia, oleh sebab itu seluruh tulang-tulang pada daun dinamakan pula rangka daun
(sceleton)
b. Disamping sebagai penguat, tulang-tulang itu sesungguhnya adalah berkas-berkas pembuluh
yang berfungsi sebagai jalan untuk pengangkutan zat-zat, yaitu:
- Jalan pengangkutan zat-zat yang diambil tumbuhan dari tanah, ialah air beserta
garam-garam yang terlarut didalamnya.
- Jalan pengangkutan hasil-hasil asimilasi dari tempat pembuatannya, yaitu dari daun
ke bagian-bagian lain yang memerlukan zat itu.
Tulang-tulang daun menurtut besar kecilnya dibedakan dalam 3 macam yaitu:
1. Ibu tulang (costa), ialah tulang yang biasanya terbesar, merupakan terusan tangkai daun,
dan terdapat di tengah-tengah membujur dan membelah daun. Oleh tulang ini helaian daun
umumnya dibagi menjadi dua bagian yang setangkup atau simetris. Ada pula kalnya daun
tumbuhan tidak mempunyai ibu tulang tadi tepat di tengah helaian daun, sehingga kedua
bagian daun di kanan kiri ibu tulang tadi menjadi tidak setangkup atau asimetrik, misalnya
daun Begonia. Ada pula daun yang memperlihatkan beberapa tulang yang besar yang
semuanya berpangkalan pada ujuung tangkai daun, misalnya pada dau yang mempunyai
bangun perisai atau daun-daun yang bulat: daun teratai besar, jarak, ubi kayu, dll.
2. Tulang-tulang cabang (nervus lateralis), yakni tulang-tulang yang lebih kecil dari ibu tulang
dan berpangkal pada ibu tulang tadi atau cabang-cabng tulang ini. Tulang cabnag yang
langsung berasal dari ibu tulang dinamakan tulang cabang tingkat 1, cabang tulang cabang
tingkat 1 dinamakan tulang cabang tingkat 2, demikian seterusnya.
3. Urat-urat daun (vena), sesungguhnya adalah tulang-tulang cabang pula, tetapi yang kecil
atau lembut dan satu sama lain beserta tulang-tulang yang lebih besar membentuk susunan
seperti jala, kisi atau lainnya.
Dalam daun, tulang-tulang cabang tingkat 1 yang tumbuh ke samping, jadi ke arah tepi daun, dapat
memperlihatkan sifat-sifat berikut:
- Tulang cabang tadi dapat mencapai tepi daun.
- Tulang cabang tadi berhenti sebelum mencapai tepi daun.
- Tulang-tulang cabang tadi dekat dengan tepi daun lalu membengkok ke atas,dan
bertemu dengan tulang cabang yang ada diatasnya, demikian berturut-turut,
sehingga sepanjang tepi daun terdapat tulang yag letakknya kurang lebih sejajar
dengan tepi daun atau kadang-kadang tampak berombak, yang dinamakan tulang
pinggir. Dengan adanya tulang ini tepi daun menjadi kuat dan tidak mudah koyak-
koyak, seperti dapat kita lihat pada daun kedondong (Spondias dulcis Forst.), pisang
(Musa paradisiaca L.), dll.
Melihat arah tulanag-tulang cabang yang besar pada helaian daun, kita membedakan beberapa
macam susunan tulang, dan berdasarkan susunan tulangnya kita membedakan daun menjadi 4
golongan, yaitu:
1. Daun-daun yang bertulang menyirip (penninervis). Daun ini mempunyai satu ibu tulang yang
berjalan dari pangkal ke ujung, dan merupakan terusan tangkai daun. Dari ibu tulang ini ke
samping keluar tulang-tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita kepada sirip-
sirip pada ikan, oleh sebab itu dinamakan bertulang menyirip. Daun dengan susunan yang
demikian ini umum kita dapati pada tumbuhan biji belah (Dicotyledoneae), misalnya daun
mangga (Magngifera indica L.)
2. Daun-daun yang bertulang menjari (palminervis), yaitu kalau dari ujung tangkai daun keluar
beberapa tulang yang memencar, memperlihatkan susunan seperti jari-jari pada tangan.
Jumlah tulang ini lazimnya gasal, yang ditengah yang paling besar dan paling panjang,
sedangkan semakin ke samping semakin pendek. Daun dengan susunan tulang demikian pun
umumnya hanya terdapat pada tumbuhan berbiji belah (Dicolyledoneae), misalnya pada:
papaya (Carica papaya L.), jarak (Ricinus communis L.), kapas (Gossypium sp.), dll.
3. Daun-daun yang bertulang melengkung (cerniveris). Daun ini mempunyai beberapa tulang
yang besar, satu di tengah, yaitu yang paling besar, sedangkan yang lainnya mengikuti
jalannya tepi daun, jadi semula memencar kemudian kembali munuju ke satu arah yaitu ke
ujung daun., hingga selain tulang yang di tengah semua tulang-tulangnya kelihatan
melengkung. Daun dengan susunan tulang yang demikian ini biasanya hanya terdapat pada
tumbuhan yang tergolong pada tumbuhan yang berbiji tunggal (Monocotyledoneae),
misalnya genjer (Limnocharis flava Buch.), gadung (Dioscorea hispida Dennst.),dll.
4. Daun-daun yang bertulang daun sejajar atau bertulang daun lurus (rectinervis), biasanya
terdapat pada daun-daun bangun garis atau bangun pita, yang mempunyai satu tulang
ditengah yang beasar membujur daun, sedangkan semua tulang yang lainnya jelas lebih kecil
dan nampak semua mempunyai arah yang sejajar dengan ibu tulangnya tadi, oleh sebab itu
disebut juga bertulang sejajar. Sesungguhnya tulang-tulang daun yang kecil tadi seperti pada
daun yang bertulang melengkung semuanya berasal dari pangkal ibu tulang dan kemudian
bertemu pula kembali pada ujung daun daun. Karena daun sempit dan panjang, tulang-
tulang tadi tidak kelihatan melengkung, tetapi lurus dan sejajar satu sama lain. Tak
mengherankan pula kalau daun dengan susunan tulang daun yang demikian lazimnya pun
terdapat pada tumbuhan yang berbiji tunggal (Monocotyledoneae), misalnya semua jenis
rumput (Gramineae), teki-tekian (Cyperaceae),dll.
Dari uraian mengenai susunan tulang daun itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa susunan tulang daun
dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mengenal tumbuhan, yaitu bahwa:
- Tumbuhan berbiji terbelah (Dicotyledoneae) mempunyai daun bertulang menyirip
atau menjari, sedangkan
- Tumbuhan berbiji tunggal (Monocotyledoneae) mempunyai daun-daun bertulang
melengkung atau sejajar.
Perkecualian salalu ada maksudnya dari golongan tumbuhan yang berbiji terbelah ada pula yang
mempunyai daun yang bertulang daun melengkun. A.l. sirih (Piper betle L.), senggani (Melastoma
polyanthum Bl.), dll. Sebaliknya dari golongan tumbuhan berbiji tunggal ada pula yang mempunyai
daun yang bertulang menyirip, misalnya pisang (Musa paradiciasa L.), tasbih (Canna hybrida Hort.),
dan ada pula yang mempunyai daun yang bertulang daun menjari, misalnya siwalan (Borassus
flabellifer L.)
Tepi daun (margo folii)
Dalam garis besar tepi daun dapat dibedakan dalam dua macam:
1. Yang rata (integer), misalnya daun nangka (Artocarpus integra Merr.)
2. Yang bertoreh (divisus).
Toreh-toreh pada tepi daun sangat beraneka ragam sifatnya, ada yang dangkal ada yang dalam,
besar, kecil, dll. Biasanya toreh-toreh pada tepi daun dapat dibedakan dalam dua golongan:
a. Toreh-toreh yang tidak mempengaruhi atau merubah bangun asli daun. Toreh-toreh ini
biasanya tidak seberapa dalam, letaknya toreh tidak bergantung pada jumlah tulang-tulang
daun. Oleh sebab itu pula disebut toreh yang merdeka. Dalam hubungannya dengan jenis
toreh-toreh ini digunakan istilah sinus untuk torehnya sendiri dan angulus untuk bagian
tepi daun yang menonjol keluar.
Tepi daun dengan toreh yang merdeka
Tepi daun dengan toreh yang merdeka banyak pula ragamnya. Toreh-toreh tadi seringkali amat
dangkal dan kurang jelas, sehingga sukar dikenal. Yang sering kita jumpai ialah tepi daun yang
dinamakn:
- Bergerigi (serratus), yaitu jika singus dan angulus sama lancipnya, misalnya daun
lantana (Lantana camara L.). selanjutnya untuk melengkapi keterangan mengenai
sifat toreh-toreh ini, dapat pula ditambahkan kata-kata yang bertalian dengan besar
kecilnya sinus dan angulus-nya, misalnya bergerigi halus, bergerigi kasar, dst.
- Bergerigi ganda atau rangkap (biserratus), yaitu tepi daun seperti diatas, tetapi
angulusnya cukup besar, dan tepinya bergerigi lagi.
- Bergigi (dentatus), jika sinus tumpul sedang angulusnya lancip, misalnya daun
beluntas (Pluchea indica Less.)
- Beringgit (crenatus), kebalikkannya bergigi, jadi sinusnya tajam dan angulusnya yang
tumpul, misalnya daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata Pers)
- Berombak (repandus), jika sinus dan angulus sama-sama tumpul, misalnya daun air
mata pengantin (Antigonon leptopus Hook et Arn.)
Tepi daun denga toreh-toreh yang mempengaruhi bentuknya
Seperti telah dikemukakan, jika toreh-toreh daun besar dan dalam, bangun daun akan terpengaruh
olehnya, sehingga bangun asli tidak lagi nampak. Toreh-toreh yang besar dan dalm itu biasanya
terdapat di antara tulang-tulang yang besar atau di antara tulang-tulang cabang. Jika daun amat
besar atau lebar, misalnya daun pepaya, bagian daun di antara toreh-toreh yang besar dan dalam itu
dapat bertoreh-toreh lagi, sehingga semakin tidak kelihatan bangun asli daunnya.
Berhubungan dengan itu perlu diperingatkan lagi, bahwa dalam hal yang demikian, biasanya tidak
lagi disebut-sebut bagaimana bangun daunnya, melainkan hanya disebutkan saja bagaimana sifat
toreh-toreh tadi. Sudah pasti harus teliti dalam cara pencandraan yang disamping menyebut sifat-
sifat toreh-torehnya masih didahului dengan menyebut bangun daun aslinya.
Berdasarkan dalamnya toreh-toreh itu, tepi daun dapat dibedakan dalam yang:
A. Berlekuk (lobatus), yaitu jika dalmnya toreh kurang daripada setengah panjangnya tulang-
tulang yang terdpat di kanan kirinya
B. Becangap (fissus), yaitu jika dalamnya toreh kurang lebih sampai tengah-tengah panjang
tulang-tulang daun dikanan kirinya
C. Berbagi (partitus), yaitu jika dalamnya toreh melebihi setengah panjangnya tulang-tulang
daun di kanan kirinya.
Karena seperti telah dikemukakan letak toreh-toreh ini tergantung pada susunan tulang-tulang
daun, maka sebutan untuk mencandra tepi daun yang bertoreh dalam dan besar ini, selalu
merupakan kombinasi antara sifat torehnya dengan susunan tulang daun yang berangkutan, hingga
dengan demikian dapat dibedakan daun-daun dengan tepi seperti berikut:
a. Berlekuk menyirip (pinnatilobus), jika tepi berlekuk mengikuti susunan tulang daun yang
menyirip, misalnya daun terong (Solanum melongena L.)
b. Bercangap menyirip (pinnatifidus), tepi bercangap sedangkan daunnya mempunyai susunan
yang menyirp, misalnya daun keluwih (Artocarpus communis Forst.)
c. Berbagi menyirip (pinnatipartitus), tepi berbagi, dengan susunan tulang yang menyirip,
misalnya daun kenikir (Cosmos caudatus M.B.K) dan sukun (Artocarpus communis Forst.)
d. Berlekuk menjari (palmatilobus), tepi berlekuk, susunan tulang menjari, misalnya daun jarak
pagar (Jatropha curcas L.), kapas (Gossypium sp.)
e. Bercangap menjari (palmatifidus), jika tepinya bercangap, sedang susunan tulangnya
menjari, misalnya daun jarak (Ricinus communis L.)
f. Berbagi menjari (palmatipartitus), yaitu jika tepi berbagi, sedang daunnya mempunyai
susunan tulang yang menjari, misalnya daun ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.)
Daging daun (Intervenium)
Yang dinamakan daging daun (intervenium) ialah: bagian daun yang terdapat diantara tulang-tulang
daun dan urat-urat daun. Bagian inilah yang merupakan dapur tumbuhan yang sesungguhnya.
Dibagian ini zat-zat yang diambil dari luar diubah dijadikan zat-zat yang sesuai dengan keperluan
kehidupan tumbuh-tumbuhan tadi. Warna hijau pada daun sebenarnya adalah warna yang
terkandung dalam bagian ini, juga kalu daun mempunyai warna lain, misalnya merah, berbintik-
bintik kuning, dll. Dalam daging daunnya pulalah terdapat warna tersebut.
Tebal atau tipisnya helaian daun, pada hakekatnya juga bergantung pada tebal tipisnya daging daun.
Berkaitan dengan sifat yang seperti ini dibedakan daun yang:
a. Tipis sepeerti selaput (membranaceus), misalnya daun paku selaput (Hymenophyllum
australe Willd.)
b. Seperti kertas (papyraceus atau chartaceus), tipis tetapi cukup tegar, misalnya daun pisang
(Musa paradiciasa L.)
c. Tipis lunak (herbaceus), misalnya daun selada air (Nasturtium officinale R.Br.)
d. Seperti perkamen (perkamenteus), tipis tetapi cukup kaku, misalnya daun kelapa (Cocus
nucifera L.)
e. Seperti kulit / belulang (coriaceus), yaitu jika helaian daun tebal dan kaku, misalnya daun
nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
f. Berdaging (carnosus), yaitu jika tebal dan berair, misalnya daun lidah buaya ((Aloe sp.)
Sifat-sifat lain pada daun yang perlu pula untuk diperhatikan
Selain sifat-sifat yang telah diuraikan hingga sekarang belumlahlengkap kiranya jika dari daun belum
disebut-sebut pula a.l.:
a. Warna
b. Keadaan permukaannya, atas maupun bawah.
Warna daun
Walaupun umumnya telah maklum, bahwa daun itu biasanya berwarna hijau, tetapi tak jarang pula
kita jumpai daun yang warnanya tidak hijau, lagi pula warna hijau pun dapat memperlihatkan banyak
variasi atau nuansa. Sebagai contoh, dapat disebut daun yang berwarna
- Merah, misalnya daun bunga buntut bajing (Acalypha wilkesiana M.Arg.)
- Hijau bercampur atau tertutup warna merah, misalnya bermacam-macam daun
puring (Codiaeum variegatum Bl.)
- Hijau tua, misalnya daun nyamplung (Colophyllum inophyllum L.)
- Hijau kekuningan, misalnya daun tanaman guni (Corchorus capsularis L.)
Perlu dicatat, bahwa dalam menyebut warna daun sangat besar pengaruh perseorangan, mengingat
mengenai warna tidak ada ukuran yang objektif. Lagi pula warna daun suatu jenis tumbuhan dapt
berubah menurut keadaan tempat tumbuhnya dan erat sekali hubungannya dengan persediaan air
dan makanan serta penyinaran.
Permukaaan daun
Pada umunya warna daun pada sisi atas dan bawah jelas berbeda, biasanya sisi atas tampak lebih
hijau, licin atau mengkilat, jika dibandingkan dengan sisi bawah bagian daun.
Perbedaan warna tadi disebabkan karena warna hijau lebih banyak terdapat pada lapisan atas dari
pada di lapisan bawah.
Kadang-kadang pada permukaaan daun terdapat alat-alat tambahan yang berupa sisik-sisik, rambut-
rambut, duri, dll. Melihat keadaan permukaan daun yang:
a. Licin (laevis), dalam hal ini permukaaan daun dapat kelihatan:
- Mengkilat (nitidus), sisi atas daun kopi (Coffea robusta Lindl.), beringin (Ficus
benjamina L.)
- Suram (opacus), misalnay daun ketela rambat (Ipomoea batatas Poir.)
- Berselaput lilin (pruinosus), misalnya sisi bawah daun pisang (Musa paradiciasa L.),
daun tasbih (Canna hybrida Hort.)
b. Gundul (glabber), misalnya daun jambu air (Eugenia aquea Burm.)
c. Kasap (scaber), misalnya daun jati (Tectona grandis L.)
d. Berkerut (rugosus), misalnya daun jarong (Stachytarpheta jamaicensis Vahl.), jambu biji
(Psidium guajava L.)
e. Berbingkul-bingkul (Bullatus), seperti berkerut, tetapi kerutannya lebih besar, misalnya daun
air mata pengantin (Antigonon leptopus Hook. Et Arn.)
f. Berbulu (pilosus), jika bulu halus dan jarang-jarang, misalnya daun tembakau (Nicotiana
tabacum G.Don.)
g. Berbulu halus dan rapat (villosus), berbulu sedemikian rupa, sehingga jika diraba seperti
laken atau beludru.
h. Berbulu kasar (hispidus), jika rambut kaku dan jika diraba terasa kasar, misalnya daun
gadung (Dioscorea hispida Dennst.)
i. Bersisik (lepidus), seperti misalnya sisi bawah daun durian (Durio zibethinus Murr.)
Daun majemuk (folium compositum)
Jika kita memperhatikan daun berbagai jenis tumbuhan akan terlihat, bahwa ada diantaranya yang:
- Pada tangkai daunnya ada yang terdapat satu helaian daun saja. Daun yang
demikian dinamakan daun tunggal (folium simplex).
- Tangkainya bercabang-cabang dan baru pada cabang tangkai ini terdapat helaian
daunnya, sehingga di sini pada satu tangkai terdapat lebih dari satu helaian daun.
Daun dengan susunan yang demikian disebut daun majemuk (folium compositum).
Suatu daun majemuk dapat dipandang berasal dari suatu daun tunggal, yang torehnya sedemikian
dalamnya, sehingga bagian daun diantara toreh-toreh itu terpisah satu sama lain, dan masing-
masing merupakan suatu helaian kecil tersendiri. Pada suatu daun majemuk dapat kita bedakan
bagian-bagian berikut:
a. Ibu tangkai daun (petiolus communis), yaitu bagian daun majemuk yang menjadi tempat
duduknya helaian-helaian daunnya, yang disini masing-masing dinamakan anak daun
(foliolum). Ibu tangkai daun ini dapat dipandang merupakan penjelmaan tangkai daun
tunggal ditambah dengan ibu tangkai tulangnya, oleh sebab itu kuncup ketiak pada
tumbuhan yang mempunyai daun majemuk, letaknya juga di atas pangkal ibu tangkai pada
batang.
b. Tangkai anak daun (petiololus) yaitu cabang-cabnag ibu tangkai yang mendukung anak daun.
Bagian ini dapat dianggap sebagai penjelmaan pangkal suatu tulang cabang pada daun
tunggal, oleh sebab itu didalam ketiaknya tak pernah terdapat suatu kuncup.
c. Anak daun (foliolum), bagian ini sesungguhnya adalah bagian helaian daun karena dalam
dan besarnya toreh menjadi terpisah-pisah. Anak daun pada suatu daun majemuk lazimnya
mempunyai tangkai yang pendek saja atau hampir duduk pada ibu tangkai, misalnya pada
daun selderi (Apium graviolens L.). ada kalanya anak daun mempunyai tangkai yang cukup
panjang dan jelas kelihatan, misalnya pada daun mangkokan (Nothoponax scuttellarium
Merr.). karena suatu daun majemuk dapat dipandang berasal dari suatu daun tunggal, pada
daun majemuk dapt pula kita temukan bagian-bagian lain seperti pada daun tunggal,
misalnya: upih daun (vagina), yaitu bagian dibawah ibu tangkai yang lebar dan biasanya
memeluk batang, seperti dapat kita lihat pada daun pinang (Areca catechu L.)
Sama halnya dengan daun tunggal, pada pangkal ibu tangkai daun majemuk atau didekat pangkal ibu
tangkai itu dapat pula ditemukan sepasang daun penumpu, seperti misalnya pada daun mawar (Rosa
sp.), yang berupa dua daun kecil melekat pada kanan kiri pangkal ibu tangkai daun, dan pada daun
kacang kapri (Pisum sativum L.) yang disini merupakan sepasang daun yang lebar dan ikut serta
menunaikan tugas daun sebagai alat untuk berasimilasi. Dengan uraian diatas sudah cukup kiranya
petunjuk untuk mengenal suatu daun majemuk, dan tidak akan keliru dengan suatu cabang yang
mempunyai daun-daun tunggal. Sebagai tambahan dapat juga kiranya dikemukakan, bahwa:
a. Pada satu daun majemuk semua anak daun terjadi bersama-sama dan biasanya pun runtuh
bersama-sama pula, sedang suatu cabang dengan daun-daun tunggal mempunyai daun yang
tak sama umur maupun besarnya, dan tentu saja daun-daun tadi tidak runtuh bersama-
sama.
b. Pada suatu daun majemuk seperti pada daun tunggal pula terdapt pertumbuhan yang
terbatas, artinya tidak bertambah panjang lagi dan ujungnya tidak mempunyai kuncup.
Suatu cabang biasanya selalu bertambah panjang dan mempunyai sebuah kuncup di
ujungnya.
c. Pada daun majemuk tak akan terdapat kuncup dalam ketiak anak daun, sedang pada suatu
cabang biasanya dalam ketiak daunnya terdapat satu atau mungkin lebih dari satu kuncup.
Walaupun demikian selalu ada hal-hal yang jika kurang seksama pemeriksaannya dapt menyesatkan,
seperti misalnya:
a. Pada pohon cerme (Phyllanthus acidus Skeels.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
kedua pohon sama-sama mempunyai daun majemuk, tetapi daun majemuk ini sampai masih
agak lama memperlihatkan pertumbuhan memanjang, sehingga anak daunnya mempunyai
umur yang berbeda, oleh karena itu juga tidak luruh bersama-sama. Kita sering melihat anak
daun pada pangkal ibu tangkai sudah runtuh, sedang pada ujungnya masih ada anak daun
yang masih kelihatan segar (masih hijau).
b. Pada tumbuhan meniran (Phyllanthus niruri L.) dan katu (Souropus androgynus Merr.)
terdapat cabang-cabang dengan daun tunggal yang berseling, yang tumbuh mendatar dari
batang pokok dan terbatas pertumbuhannya (tidak bertambah panjang lagi). Cabang-cabnag
daun ini akan kita kira daun majemuk, tetapi dugaan itu keliru karena pada ketiak-ketiaknya
pada waktu-waktu tertentu akan tampak keluar bunga yang kemudian jadi buah pula. Jika
itu daun majemuk, padanya tak mungkin akan kita temukan bunga atau buah.
Jelaas sudah bahwa untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam soal selalu diperlukan penelitian
atau pemerikssaan yang seksama. Menurut susunan anak daun pada ibu tangkainya, daun majemuk
dapt dibedakan dalam dua golongan yaitu:
1. Daun majemuk menyirip (pinnatus), jika anak daun tersusun seperti sirp ikan pada kanan kiri
ibu tangkainya.
2. Daun majemuk menjari (palmatus).
3. Daun majemuk bangun kaki (pedatus).
4. Daun majemuk campuran (digitato pinnatus)
Daun majemuk menyirip (pinatus)
Yang dinamakan daun majemuk menyirip ialah daun majemuk yang anak daunnya terdapat di kanan
kiri ibu tangkai daun, jadi tersusun mirip seperti sirip ikan.daun majemuk menyirip dapat dibedakan
dalam beberapa macam:
a. Daun majemuk menyirip beranak daun satu (unifoliolatus). Tanpa penyelidikan yang teliti
daun ini tentu akan disebut sebagai daun tunggal, tetapi disini tangkai daun memperlihatkan
suatu persendiaan (articulatio), jadi helaian daun tidak langsung terdapat pada ibu tangkai.
Sesungguhnya daun ini juga terdapat lebih daripada satu helaian daun, hanya saja yang lain-
lainny telah tereduksi, sehingga tinggal satu anak daun saja. Daun yang demikian ini biasanya
kita dapati pada berbagai jenias pohon jeruk, misalnya jeruk besar (Citrus maxima Merr.),
jeruk nipis (Citrus aurantilfolia Sw.)
b. Daun majemuk menyirip genap (abrupte pinnatus). Biasanya disini terdapat sejumlah anak
daun yang berpasang-pasangan di kanan kiri ibu tulang, oleh sebab itu jumlah anak daunnya
biasanya lalu menjadi genap. Akan tetapi, mengingat bahwa pada suatu daun
majemukmenyirip anak-anak daun tidak selalu berpasang-pasangan, maka untuk
menentukan apakah suatu daun majemuk menyirip genap atau tidak. Orang tidak lagi
menghitung jumlah anak daun, tetapi melihat pada ujung ibu tangkainya. Jika ujung ibu
tangkai terputus,artinya pada ujung ibu tangkai tidak terdapat suatu anak daun, sehingga
ujung ibu tangkai bebas atau kadang-kadang tertutup oleh suatu pucuk kecil ayng mudah
runtuh. Maka hal itu berarti bahwa daun yang menyirip genap. Dengan keterangan ini
jelashlah, bahwa satu daun majemuk menyirip genap mungkin mempunyai jumlah anak
daun yang gasal. Daun majemuk menyirip genap contohnya terdapat pada pohon asam
(Tamarindus indica L.) yang anak-anak daunnya berpasang-pasangan, jadi jumlah anak
daunnya benar genap. Daun majemuk menyirip genap, tetapi jumlah ank daunnya gasal
dapat kita jumpai misalnya pada pohon leci (Litchi chinensis Sonn.) dan kepulasan
(Nepphelium mutabile B.)
c. Daun majemu menyirip gasal (imparipinnatus). Juga disini yang menjadi pedoman ialah ada
atau tidaknya satu anak daun yang menutup ujung ibu tangkainya. Ditinjau dari jumlah anak
daunnya akan kita dapati bilangan yang benar-benar gasal jika anak daun berpasangan,
sedangkan diujung ibu tangkai terdapat anak daun yang tersendiri (biasanya anak daun ini
lebih besar daripada yang lainnya), seperti dapat kita lihatpada daun pacar cina (Aglaia
odorata Lour.) dan mawar (Rosa sp.). sebagi kebalikan daun majemuk menyirip genap yang
dapat mempunyai jumlah anak daun yang gasal, daun majemuk menyirip gasal juga dapat
pula mempunyai jumlah anak daun yang genap, seperti sering kita temukan pada pohon
pacar cina (Aglaia odorata Lour.) tersebut diatas.
Selain itu ada pula suatu anak daun majemuk menyirip dibekan lagi menurut duduknya anak-anak
daun pada ibu tangkai, dan juga menurut besar kecilnya anak-anak daun ayng terdapat dalam satu
ibu tangkai. Hingga kita dapati pula:
a. Daun majemuk menyirip dengan anak daun yang berpasang-pasangan, yaitu jika duduknya
anak daun pada ibu tangkai berhadap-hadapan.
b. Daun majemuk menyirip berseling, jika anak daun pada ibu tangkai duduknya berseling.
c. Daun majemuk menyirip berselang-seling (interrupte pinnatus), yaitu jika anak-anak daun
pada ibu tangkai berselang-seling pasangan anak daun yang lebar dengan pasangan anak
daun yang sempit, misalnya pada anak daun tomat (Solanum lycopersicum L.)
Pada suatu daun majemuk dapat pula terlihat, bahwa anak daun tidak langsung duduk pada ibbu
tangkainya, melainkan pad cabang ibu tangkainya tadi. Dalam hal yang demikian, daun majemuk lalu
dinamakan daun majemuk rangkap atau daun majemuk ganda. Biasanya hanya daun majemuk
menyiriplah yang dapat memounyai sifat yang demikian, oleh sebab itu pula kalau ada daun
majemuk ganda, maka biasanya adalah daun majemuk yang menyirip. Daun majemuk ganda dapat
dibedakan menurut letak anak daun pada cabang tingkat berapa dari ibu tangkainya. Dengan
demikian daun majemuk menyirip ganda dapt dibedakan:
a. Daun majemuk menyirip ganda dua (bipinnatus), jika anak daun duduk pada cabang tingkat
satu dari ibu tangkai
b. Daun majemuk menyirip ganda tiga (tripinnatus), jika anak-anak daun duduk pada cabang
tingkat dua dari ibu tangkai
c. Daun majemukmenyirip ganda empat, dsb.
Pada umunya jarang dapat ditemukan daun majemuk menyirip ganda lebih dari tiga.
Daun majemuk menyirip ganda dibedakan lagi dalam:
A. Daun majemuk menyirip ganda dengan sempurna, yaitu jiak tidak ada satu anak daun pun
yang duduk pada ibu tangkai
B. Daun majemuk menyirip ganda tidak sempurna, jika mashi ada anak daun yang duduk
langsung pada ibu tangkainya
Yang menyirip ganda tidak sempurna biasanya hanyalah daun majemuk menyirip gasal saja,
sedangkan yang dengan sempurna yang menyirip genap. Berikut diberikan beberapa contoh daun
yang menyirip ganda:
1. Daun majemuk menyiyirp genap ganda dua dengan sempurna, misalnya daun kembang
merak (Caesolpinia pulcherrima Sw.) dan daun lamtoro (Leucanea glauca Benth.)
2. Daun majemuk menyirip gasal ganda dua tidak sempurna, misalnya daun kirinyu (Sambucus
javanica Bl.)
3. Daun majemuk menyirip gasal rangkap tiga tidak sempurna misalnya daun kelor (Moringa
oleifera Lamk.)
Daun majemuk menjari (palmatus atau digitatus)
Yang disebut daun majemuk menjari ialah daun majemuk yang semua anak daunnya tersusun
memencar pada ujung ibu tangkai seperti letaknya jari-jari pada tangan. Mengenai daun majemuk
menjari ini tidak ada hal-hal yang begitu rumit seperti pada daun majemuk menyirip. Berdasarkan
jumlah anak daunnya, daun majemuk menjari dapat dibedakan seperti berikut:
a. Beranak daun dua (bifoliolatus), pada ujung ibu tangkai terdapat dua anak daun, misalnya
daun nam-nam (Cynometra cauliflora L.)
b. Beranak daun tiga (trifoliolatus), pada ujung ibu tangkai terdapat tiga anak daun, misalnya
pada pohon para (Hevea brasiliensis Muell.
c. Beranak daun lima (quinquefoliolatus), pada ujung ibu tangkai terdapat lima anak daun,
misalnya daun maman (Gynandropis pentaphylia D.C.)
d. Beranak daun tujuh (septemfoliolatus), jika ada tujuh anak daun pada ujung ibu tangkainya,
misalnya daun randu (Ceiba pentandra Gaertn.)
Jika daun majemuk menjari memiliki tujuh anak daun atau lebih, maka dapat dikatakan saja beranak
daun banyak (polyfoliolatus), tidak usah lagi dihitung jumlah anak daun yang tepat, seperti misalnya
pada daun randu (Ceiba pentandra Gaertn.)
Seperti halnya dengan daun majemuk menyirip yang menyiripnya dapat bersifat ganda, dapat pula
terjadi daun majemuk menjari yang bersifat ganda, misalnya: majemuk menjari beranak daun tiga
ganda dua (biternatus). Sebagai contoh Aegopodium dan Aquilega vulgaris.
Daun majemuk bangun kaki (pedatus)
Daun ini mempunyai susunan seperti daun majemuk menjari, tetapi dua anak daun yang paling
pinggir tidak duduk pada ibu tangkai, melainkan pada tangkai anak daun yang disampingnya, seperti
terdapat pada Arisaema filiforme (Araceae).
Daun majemuk campuran (digitatopinnatus)
Yang dimaksud dengan daun majemuk campuran adalah suatu daun majemuk ganda yang
mempunyai cabang-cabang ibu tangkai daun, tetapi pada cabang-cabang ibu tangkai daun ini
terdapat anak-anak daun yang tersusun menyirip. Jadi daun majemuk campuran adalah campuran
susunan yang menjari dan menyirip., misalnya daun sikejut (Mimosa pudica L.)
Jika diteliti benar-benar, ternyata daun sikejut tidak merupakan daun majemuk campuran sejati,
tetapi adalah daun majemuk menyirip genap ganda dua yang sempurna. Hanya saja pada daun ini
letak kedua pasang cabang ibu tangkainya tadi sedemikian dekat satu sama lain, hingga seakan-akan
terdapat empat cabang tangkai pada ujung ibu tangkai daunnya.
Tata letak daun pada batang (phyllotaxis atau dipositio foliorum)
Daun-daun pada suatu tumbuhan biasanya terdapat pada batang dan cabang-cabangnya, ada pula
kalanya daun-daun suatu tumbuhan berjejal-jejal pada suatu batang, yaitu pada pangkal batang atau
pada ujungnya. Umumnya daun pada batang terpisah-pisah dengan suatu jarak yang nyata.
Bagian batang atau cabang tempat duduknya suatu daun disebut buku-buku batang (nodus), dan
bagian ini seringkali tampak sebagai bagian batang yang sedikit membesar dan melingkar batang
sebagai suatu cincin, yang dapat kita lihat jelas pada bambu (Bambusa sp.), tebu (Saccharum
officinarum L.) dan semua rumput pada umumnya, sedangkan bagian batang antara dua buku-buku
dinamakan ruas (internodus). Walaupun pada tumbuhan lain biasanya tak tampak adanya buku-
buku batang yang jelas, tetapi juga disini kita menyebut tempat duduknya daun sebagai buku-buku,
sedangkan bagian batang antara dua daun sebagai ruas pula.
Jika kita membandingkan duduknya daun pada batang berbagai jenis tumbuhan, ternyata terdapat
perbedaan. Terutama perbedaan itu mengenai aturan letak daun-daun satu sama lain pada batang
tadi. Aturan mengenai letakknya inilah yang dinamakan tata letak daun. Untuk tumbuhan yang
sejenis (semua pohon pepaya dan dimana saja tumbuhnya) akan kita dapati tata letak daun yang
sama, oleh sebab itu tata letak daun dapat pula dipakai sebagai tanda pengenal suatu tumbuhan.
Untuk mengetahui bagaimana tata letak daun pada batang, harus ditentukan terlebih dahulu berapa
jumlah daun yang terdapat pada satu buku-buku batang, yang kemungkinannya ialah:
a. Pada setiap buku-buku hanya terdapat satu daun saja.
b. Pada tiap buku-buku batang terdapat dua daun yang berhadap-hadapan.
c. Pada setiap buku-buku batang terdapat lebih dari dua daun.
Berdasarkan jumlah daun pada buku-buku batang yang memperlihatkan tiga kemungkinan diatas
dapatlah dibuat suatu ikhtisar mengenai tata letak daun seperti berikut:
1. Pada tiap buku-buku batang hanya terdapat satu daun.
Jia demikian keadaannya, maka tata letak daun dinamakan: tersebar (folio sparsa).
Walaupun demikian tersebar, tetapi jika diteliti justru akan kita jumpai hal-hal yang sangat
menarik, dan akan nyata terlihat bahwa ada hal-hal yang bersifat beraturan.
Jika misalnya pada suatu tumbuhan, batangnya kita anggap mempunyai bentuk silinder,
buku-buku batang sebagai lingkaran-lingkaran dengan jarak yang teratur pada silinder tadi
dan tempat duduknya daun adalah suatu titik pada lingkaran itu, maka akan kita temukan
hal-hal berikut.
Kalau kita mengambil salah satu titik (tempat duduk daun) sebagai titik tolak, dan kita
bergerak mengiktui garis yang menuju ke titik duduk daun pada buku-buku batang di
atasnya dengan mengambil jarak terpendek, demikian seterusnya, pada suatu saat kita akan
sampai pada suatu daun yang letaknya tepat pada garis vertikal diatas daun pertama yang
kita pakai sebagai pangkal tolak, dan sementara itu kita berputarmengikuti suatu garis spiral
yang melingkari batang tadi. Pada perjalanan melingkar sampai tercapainya daun yang tegak
lurus di atas pangkal tolak, telah kita lewati sejumlah daun yang tertentu. Kejadian yang
demikian itu akan selalu berulang kembali, walaupun kita ambil daun yang lain sebagai titik
toalk. Jadi mengenai tata letak daun jelas ada ciri-ciri khas yang bersifat beraturan.
Ternyata disini, bahwa perbandingan antara banyaknya kali garis spiral itu melingkari batang
dengan jumlah daun yang dilewati selama sekian kali melingkar batang tadi (daun
permulaan tidak dihitung) merupakan suatu pecahan yang nialainya tetap untuk satu jenis
tumbuhan.
Jika untuk mencapai daun yang tegak lurus dengan daun permulaan garis spiral tadi
mengelilingi batang a kali, dan jumlah daun yang dilewati selama itu adalah b, maka
perbandingan kedua bialangan tadi akan merupakan pecahan a/b, yang dinamakn juga
rumus daun atau divergensi.
Diatas telah diterangkan, bahwa untuk mencapai dua daun yang tegak lurus satu sama lain
telah dilewati sejumlah b daun, berarti pada batang terdapat pula sejumlah b garis-garis
tegak lurus (garis vertikal) yang dinamakan ortostik. Garis spiral yang kita ikuti melingkar
batang, merupakan suatu garis yang menghubungkan daun-daun berturut-turut dari bawah
ke atas, jadi menurut urut-urutan tua mudanya. Garis spiral ini dinamakan spiral genetik.
Pecahan a/b selanjutnya dapt menunjukkan, jarak sudut antara dua daun berturut-turut, jika
diproyeksikan dalam bidang datar. Jarak sudut antara dua daun berturut-turut pun tetap dan
besarnya adalah a/b x besarnya lingkaran = a/b x 360
0
, yang disebut sudut divergensi. Jika
kita memerilsa berbagai jenis tumbuhan dengan tata letak daun yang tersebar, akan
ternyata, bahwa pecahan a/b dapat terdiri atas pecahan-pecahan: , 1/3, 2/5, 3/8, 5/13,
8/21, dst. Jika kita amati dengan seksama angka-angka yang membentuk pecahan-pecahan
tadi, maka deretan angka-angka pecahan yang masing-masing dapat merupakan rumus daun
suatu jenis tumbuhan itu, memperlihatkan sifat berikut:
- Tiap suku dibelakang suku kedua menjadi suku ketiga dan seterusnya. Merupakan
suatu pecahan, yang pembilangnya dapt diperoleh dengan menjumlah kedua
pembilang dua suku yang ada didepannya, demikian pula dengan penyebutnya, yang
merupakan hasil penjumlahan kedua penyebut dua suku didepannya tadi.
- Tiap suku dalam deret tersebut merupakan suatu pecahan yang penyebutnya
merupakan selisih antara penyebut dan pembilang suku yang didepannya,
sedangkan penyebutnya adalah jumlah penyebut suku didepannya dengan
pembilang suku itu sendiri.
Deretan rumus-rumus daun yang memperlihatkan sifat yang begitu karakteristik ini menurut nama
yang menemukannya dinamakan deret fibonacci. Pada berbagai jenis tumbuhan dengan tata letak
daun tersebar, kadang-kadang kelihatan daun-daun yang duduknya rapat berjejal, yaitu jika ruas-
ruas batang amat pendek, sehingga duduk daun pada batang terlihat hampir sama tinggi, dan sangat
sukar untuk menentukan urutan-urutan tua mudanya. Daun-daun yang mempunyai susunan yang
demikian dinamakan: roset (rosula).
Kita membedakan:
a. Roset akar, yaitu jika batang amat pendek, sehingga semua daun berjejal diatas tanah, jadi
roset itu sangat dekat dengan akar, misalnya pada lobak (Raphanus sativus L.)
b. Roset batang, yaitu jika daun yang rapat berjejal-jejal itu terdapat pada ujung batang ,
misanya pada pohon kelapa (Cocos nucifera L.) dan bermacam-macam palma yang lain-
lainnya.
Pada cabng yang mendatar atau serong ke atas, daun-daun dengan tata letak daun yang tersebar
dapat teratur sedemikian rupa sehingga helaian-helaian daun pada cabang itu teratur pada suatu
bidang datar dan membentuk suatu pola seperti mosaik (pola karpet). Susunan daun yang demikian
itu dinamakan mosaik daun. Bagi cabang-cabang yang mendatar mosaik daun terjadi karena semua
daun terlentang ke kiri dan ke kanan dengan menggunakan bidang datar tersebut selektif mungkin.
Letak daun-daun demikian itu dapt terlihat misalnya pada pohon-pohon Alnus. Bagi cabang-cabang
yang tumbuh serong ke atas, daun-daun yang tata letaknya tersebar menempatkan helaian-helaian
daun pada suatu bidang datar pada ujung cabang, helaian-helaian daun yang muda ditengah dan ke
pinggir daun-daun yang lebih tua yang biasanya pun lebih lebar. Hal itu dapat tercapai karena
tangkai daun-daun menuju ke ujung cabang menjadi semakin pendek. Tipe mosaik daun yang
demikian ini misalnya terdapat pada pohon kemiri (Aleuteris moluccana Willd.) dan jenis-jenis
Begonia tertentu.
2. Pada tiap-tiap buku batang terdapat dua daun
Dalam hal ini dua daun pada setiap buku-buku itu letaknya berhadapan(terpisah oleh jarak
180
0
). Pada buku-buku batang berikutnya biasanya kedua daunnya membentuk suatu silang
dengan dua daun yang dibawahnya tadi. Tata letak daun yang demikian ini dinamakan:
berhadapan bersilang (folio opposita atau folio decussata), misalnya pada mengkudu
(Morinda citrifolia L.), soka (Ixora paludosa Kurz.), dll.
3. Pada tiap buku-buku batang terdapat lebih dari dua daun.
Tata letak daun yang demikian ini dinamakan: berkarang (folio verticillata), dapat ditemukan
misalnya pada pohon pulai (Alstonia scholaris R.Br.), alamanda (Allamanda cathartica L.),
oleander (Nerium oleander L.).
Pada tumbuhan dengan tata letak daun yang berhadapan dan tak berkarang tidak dapat ditentukan
rumus daunnya, tetapi juga pada duduk daun yang demikian dapat pula diperlihatkan adanya
ortostik-ortostik yang menghubungkan daun-daun yang tegak lurus satu sama lain tadi.
Bagan (skema) dan diagram tata letak daun
Untuk memberikan penjelasan mengenai tata letak daun pada batang tanaman, dapat ditempuh dua
jalan:
a. Membuat bagan atau skema letaknya daun
b. Membuat diagramnya

A. Bagan tata letak daun
Untuk keperluan ini batang tumbuhan digambar sebagai silinder dan padanya digambar
membujur ortostik-ortostiknya, demikian pula buku-buku batangnya. Untuk menghindari
kekeliruan hendaknya garis-garis yang digambar masing-masing bagian tadi dibuat
berbedabeda. Daun-daunnya digambar sebagai penampang lintang helaian daun yang
diperkecil. Jadi sebagai suatu segitiga dengan dasar lebar yang terlentang (dengan dasarnya
yang lebar tadi menghadap ke atas). Jika yang digambarkan tata letak daun menurut rumus,
misalnya 2/5 kita harus menggambar terlebih dahulu 5 ortostiknya, dan seterusnya daun-
daun yang jaraknya satu sama lain sejauh 2/5 lingkaran, maka kita akan melihat bahwa
dimulai dengan daun yang mana saja, setelah garis spiral genetiknya melingkar dua kali tadi.
Bahwa daun-daun nomor 1,6,11, dst, tiap kali ditambah 5. Demikian pula daun-daun nomor
2,7,12, dst, akan terletak pada ortostik yang sama. Untuk memperlihatkan itu perlu semua
daun diberi nomor urut sepanjang spiral genetiknya.
B. Diagram tata letak daun atau disingkat diagram daun
Untuk membuat diagramnya batang tumbuhan harus dipandang sebagai kerucut yang
memanjang, dengan buku-buku batangnya sebagai lingkaran-ligkaran yang sempurna. Jika
diproyeksikan pada suatu bidang datar, maka buku-buku batang akan menjadi lingkaran-
lingkaran yang konsentris dan puncak btang akan merupakan titik pusat semua lingkaran
tadi. Ortostiknya akan merupakan jari-jari lingkaran itu. Kalau sebagai contoh diambil tata
letak daun menurut rumus 2/5, maka untuk memperlihatkan daun yang duduk pada satu
ortostik sekurang-kurangnya harus dibuat 6 lingkaran yang konsentris(lebih banyak lebih
baik), dan kelima ortostiknya akan membagi lingkaran-lingkaran tadi dalam 5 sektor yang
sama besarnya. Pada setiap lingkaran berturut-turut dari luar ke dalam digambarkan
daunnya, seperti pada pembuatan bagan tadi dan diberi nomor urut. Dalam hal ini perlu
diperlihatkan, bahwa jarak antara dua daun adalah 2/5 lingkaran. Jadi setiap kali, harus
meloncati satu ortostik. Spiral genetiknya dalam diagram daun akan merupakan suatu garis
spiral yang putarannya semakin keatas digambar semakin sempit. Juga pada diagram akan
kita lihat hal-hal yang sama seperti telah diuraikan mengenai bagan tata letak daun.
Spirostik dan parastik
Pada suatu tumbuhan garis-garis ortostik yang biasanya tampak lurus ke atas dapat mengalami
perubahan-perubahan arahnya karena pengaruh macam-macam faktor. Perubahan yang sangat
karakteristik ialah perubahan ortostik menjadi garis spiral yang tampak melingkar batang pula.
Dalam keadaan yang demikian spiral genetik sukar untuk ditentukan, dan tampaknya letak daun
pada batang mengikuti ortostik yang telah berubah menjadi garis spiral tadi, yang disini lalu diberi
nama yang lain pula, yaitu spirostik. Suatu spirostik terjadi biasanya karena pertumbuhan batang
tidak lurus melainkan memutar. Akibatnya ortostiknya pun ikut memutar dan berubah menjadi
spirostik tadi. Tumbuhan yang memperlihatkan sifat demikian ini misalnya:
- Pacing (Costus specious Smith.), yang mempunyai satu spirostik hingga daun-
daunnya tersusun seperti anak tangga pada tangga yang melingkar.
- Bupleurum falcatum, yang mempunyai dua ortostik.
- Pandan (Pandanus tectorius Sol.) yang memperlihatkan tiga ortostik.
Selanjutnya pada tumbuhan yang tata letak daunnya cukup rapat satu sama lain, misalnya pada
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) daun-daunnya seakan-akan duduk menurut garis-garis spiral
kekanan atau kekiri. Pada pohon ini ortostik dan spiral genetiknya amat sukar untuk ditentukan.
Garis-garis spiral dengan arah putaran melingkar batang ke kiri dan ke kanan itu menghubungkan
daun-daunnya yang menurut arah kesamping (mendatar, horizontal) mempunyai jarak terdekat.
Dapat dimengerti bahwa setiap daun mempunyai tetangga yang terdekat satu disebelah kiri dan
satu lagi disebelah kanannya. Dari itu pula tampaknya lalu ada dua spiral ke kiri dan ke kanan. Garis-
garis spiral inilah yang disebut: parastik. Juga garis-garis spiral yang tampak pada buah nenas yang
menunjukkan aturan letak mata-mata pada buah nenas tadi adalah parastik-parastik.
Batang (caulis)
Batang merupakan bagian tubuh tumbuhan yang amat penting, dan mengigat tempat dan
kedudukan batang bagi tubuh tumbuhan, batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh
tumbuhan.pada umunya batang mempunyai sifat-sifat berikut:
a. Umunya berbentuk panjang bulat seperti silinder atau dapat pula mempunyai bentuk lain,
akan tetapi selalu bersifat aktinomorf, artinya dapat dengan sejumlah bidang dibagi menjadi
dua bagian yang setangkup.
b. Terdiri atas ruas-ruas yang masing-masing dibatasi oleh buku-buku, dan pada buku-buku
inilah terdapat daun.
c. Tumbuhnya biasanya ke atas, menuju cahaya atau matahari (bersifat fototrop atau
heliotrop).
d. Selalu bertambah panjang di ujungnya, oleh sebab itu sering dikatakan, bahwa batang
memiliki pertumbuhan yang tidak terbatas.
e. Mengadakan percabangan dan selama hidupnya tumbuhan tidak digugurkan, kecuali
kadang-kadang cabang atau ranting-ranting kecil.
f. Umunya tidak berwarna hijau, kecuali tumbuhan yang umurnya pendek, misalnya rumput
dan batang yang masih muda.
Sebagai bagian tubuh tumbuhan, batang mempunyai tugas untuk:
1. Mendukung bagian-bagian tumbuhan yang ada diatas tanah yaitu daun, bunga, dan buah.
2. Dengan percabangannya memperluas bidang asimilasi, dan menempatkan bagian-bagian
tumbuhan didalam ruang yang sedemikian rupa, hingga dari segi kepentingan tumbuhan
bagian-bagina tadi terdapat dalam posisi yang paling menguntungkan.
3. Jalan pengangkutan air dan zat-zat makanan dari bawah keatas dan jalan pengangkutan hasi;
asimilasi dari atas ke bawah.
4. Menjadi tempat penimbunan zat-zat cadangan makanan.
Jika membandingkan berbagai jenis tumbuhan, ada diantaranya yang jelas terlihat batangnya, tetapi
ada pula yang tampak seperti tidak berbatang. Oleh sebab itu kita membedakan:
a. Tumbuhan tidak berbatang (planta acaulis). Tumbuhan yang benar-benar tidak berbatang
sesungguhnya tidak ada.hanya tampak saja tidak ada. Hal itu disebabkan karena batang
amat pendek, sehingga semua daunnya seakan-akan keluar dari bagian atas akarnya dan
tersusun rapat satu sama lain, merupakan suatu roset (rosula), sperti misalnya pada lobak
(Raphanus sativus L.), sawi (Brassica juncea L.). tumbuhan semacam ini akan
memperlihatkan batang dengan nyata pada waktu berbunga. Dari tengah-tengah roset daun
akan muncul batang yang tumbuh cepat dengan daun-daun yang jarang-jarang, bercabang-
cabang dan mendukung bunganya.
b. Tumbuhan yang jelas berbatang (planta caulis)
Batang tumbuhan dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Batang basah (herbaceus), yaitu batang yang lunak dan berair, misalnya pada bayam
(Amaranthus spinosus L.), krokot (Portulaca oleracea L.)
2. Batang berkayu (lignosus), yaitu batang yang biasa keras dan kuat, karena sebagian
besar terdiri atas kayu, yang terdapat pada pohon-pohon (arbores)dan semak-semak
(frutices) pada umumnya. Pohon adalah tumbuhan yang tinggi besar, batang berkayu
dan bercabang jauh dari permukaan tanah, sedangkan semak adalah tumbuhan yang tak
seberapa besar, batgn berkayu, dan bercabang-cabang dekat dengan permukaan tanah
atau malahan dalam tanah. Contoh pohon: mangga (Mangifera indica L.), semak:
sidaguri (Sida rhombifolia L.)
3. Batang rumput (calmus), yaitu batang yang tidak keras, mempunyai ruas-ruas yang tak
nyata dan seringkali berongga, misalnya pada padi (Oryza sativa L.) dan rumput
(Gramineae) pada umumnya.
4. Batang mendong (calamus), seperti batang rumput tetapi mempunyai ruas-ruas yang
lebih panjang, misalnya pada mendong (Fimbristylis globulosa Kunth.), wlingi (Scirpus
grossus L.) dan tumbuhan sebangsa teki (Cyperaceae , dan lain-lainnya.
Bentuk batang
Tumbuhan biji terbuka (Dicotyledoneae) pada umunya mempunyai batang yang di bagian bawahnya
lebih besar dan keujung semakin mengecil, jadi batangnya dapat dipandang sebagai suatu kerucut
atau limas yang amat memanjang, yang dapat mempunyai percabangaan atau tidak. Tumbuhan biji
tunggal (Monocotyledoneae) sebaliknya mempunyai batang yang dari pangkal sampai keujung boleh
dikatakan tak ada perbedaan besarnya. Hanya pada beberapa golongan saja yang pangkalnya
tampak membesar, tetapi selanjutnya ke atas tetap sama, seperti terlihat pada bermacam-macam
palma (Palmae). Jika kita berbicara tentang bentuk batang biasanya yang dimaksud ialah bentuk
batang pada penampang melintangnya ini dapat dibedakan bermacam-macam bentuk batang
misalnya:
a. Bulat (teres), misalnya bambu (Bambusa sp.), kelapa (Cocos nucifera L.)
b. Bersegi (angularis), dalam hal ini da kemungkinan:
- Bangun segitiga (triangularis), mislanya batang teki (Cyperus rotundus)
- Segi empat (quadrangulis), misalnya batang markisah (Passiflora quadrangulis L.),
iler (Coleus scutellarioides Benth.)
c. Pipih dan biasanya lalu melebar menyerupai daun dan mengambil alih tugas daun pula.
Batang yang bersifat demikian dinamakan:
- Filoklada (phyllocladium), jika amat pipih dan mempunyai pertumbuhan yang
terbatas, misalnya pada jakang (Muehlenbeckia platyclada Meissn.)
- Kladodia (cladodium), jika masih tumbuh terus dan mengadakan percabangan,
misalnya sebangsa kaktus (Opuntia vulgaris Mill.)
Dilihat dari permukaannya, batang tumbuh-tumbuhan juga memprlihatkan sifat yang bermacam-
macam. Kita dapat membedakan sifat batang yang:
a. Licin (laevis), misalnya batang jagung (Zea mays L.)
b. Berusuk (costatus), jika pada permukaannya terdapat rigi-rigi yang membujur, misalnay iler
(Coleus scutellarioides Benth.)
c. Beralur (sulcatus), jiak membujur batang terdapat alur-alur yang jelas, misalnya pada Cereus
peruvianus L. Haw.
d. Bersayap (alatus), biasanya pada batang yang bersegi, tetapi pada sudut-sudutnya terdapat
pelebaran yang tipis, misalnya pada ubi (Dioscorea alata L.) dan markisah (Passiflora
quadragulis L.)
Selain itu permukaan batang dapat pula:
a. Berambut (pilosus), seperti misalnya pada tembakau (Nicotiana tobacum L.)
b. Berduri (spinosus), misalnya pada mawar (Rosa sp.)
c. Memperlihatkan bekas-bekas daun, misalnya pada pepaya (Carica papaya L.)dan kelapa
(Cocos nucifera L.)
d. Memperlihatkan bekas-bekas daun penumpu, misalnya pada nangka (Artocarpus integra
Merr.), keluwih (Artocarpus communis Forst.)
e. Memperlihatkan banyak lentisel, misalnay pada sengon (Albizzia stipulata Boiv.)
f. Keadaan-keadaan lain, misalnya lepasnya kerak (bagian kulit yang mati) seperti terlihat pada
jambu biji (Psidium guajava L.) dan pohon kayu putih (Melaleuca leucadendron L.)
Arah tumbuh batang
Walaupun seperti telah dikemukakan, batanng umunya tmbuh kearah cahaya, meninggalkan tanah
dan air. Tetapi mengenai arahnya dapat memperlihatkan variasi dan berkaitan dengan sifat ini
dibedakan batang yang tumbuhnya:
1. Tegak lurus (erectus), yaitu jiak arahnya lurus ke atas misalnya papaya (Carica papaya L.)
2. Menggantung (dependens, pendulus), ini tentu saja hanya memungkinkan untuk tumbuh-
tumbuhan yang tumbuhnya dilereng-lereng atau tepi jurang, misalnya Zebrina pendula
Schnitzl., atau tumbuh-tumbhuhan yang hidup diatas pohon seperti epifit, misalnya jenis
anggrek (Orchidaceae) tertentu.
3. Berbaring (humifusus), jika batang terletak pada permukaan tanah, hanay ujungnya saja
yang sedikit membengkok ke atas, misalnya pada semangka (Citrullus vulgaris Schard.)
4. Menjalar atau merayap (repens), batang berbaring, tetapi dari buku-bukunya keluar akar-
akar misalnya batang ubi jalar (Ipomoea batatas Poir.)
5. Serong ke atas atau condong (ascedens), pangkal batang seperti hendak berbaring, tetapi
bagian lainnya lalu membelok keatas, misalnay pada kacang tanah (Arachis hypogaea L.)
6. Mengangguk (nutans), batang utmbuh tegak lurus ke atas, tetapi ujungnya lalu membengkok
kembali kebawah, misalnya pada bunga matahari (Helianthus annuus L.)
7. Memanjat (scandens), jika batanng utmbuh keatas dengan menggunakan penunjang.
Penunjang dapat berupa benda mati ataupun tumbuhan lain, dan pada waktu naik keatas
batang menggunakan alat-alat khusus untuk berpenganagn pada penunjangnya ini
misalnya:
- Akar pelekat, contohnya sirih (Piper betle L.)
- Akar pembelit, misalnya panili (Vanilla planifolia Andr.)
- Cabang pembelit (sulur dahan), misalnya anggur (Vitis vinifera L.)
- Daun pembelit (sulur daun), misalnya bunga sungsang (Gloriosa superba L.)
- Tangkai pembelit, misalnya pada kapri (Pisum sativum L.)
- Duri, misalnya mawar (Rosa sp.), bugenvil (Bougenvillea spectabilis Willd.)
- Duri daun, misalnay rotan Calamus caecius Bl.)
- Kait, misalnya gambir (Uncaria gambir Roxb.)
8. Membelit (volubilis), jika batng naik ke atas dengan menggunakan penunjang sperti batang
yang memanjat, akan tetapi tidak dipergunakan alat yang khusus, melainkan batangnya
sendiri naik dengan melilit penunjangnya. Menurut arah melilitnya dibedakan lagi batang
yang:
- Membelit ke kiri (sinistrorsum volubilis), jika dilihat dari atas arah belitan
berlawanan dengan arah putaran jarum jam. Dapat pula dikatakan demikian itu, jika
kita mengikuti jalannya batang yang membelit itu, penunjang akan selalu berada di
sebalah kiri kita. Batang yang melilit kekiri miaslnay pada kembang telang (Clitoria
ternatea L.)
- Membelit kekanan (dextrorsum volubilis), jika rah belitan sam dengan arah putaran
jarum jam, atau jika kita mengikuti arah belitan, penunjang akan selalu di sebelah
kanan kita. Batang tumbuhan yang membelit kekanan tidak banyak ditemukan,
mislanya gadung (Dioscorea hispida Dennst.)

Anda mungkin juga menyukai