Anda di halaman 1dari 30

ASFIKSIA

Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran
udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi
pada saluran pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Gangguan
ini akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai
dengan peningkatan kadar karbondioksida. Keadaan ini jika terus dibiarkan dapat menyebabkan
terjadinya kematian.
Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran
forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan
disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak
pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya
pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia, khususnya asfiksia
mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses penyidikan.
Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban yang diduga karena
peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Seorang dokter
sebagaimana pasal 179 KUHAP wajib memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan di bidang keahliannya demi keadilan. Untuk itu, sudah
selayaknya seorang dokter perlu mengetahui dengan seksama perihal ilmu forensik, salah
satunya asfiksia.
Terminologi
Asfiksia berasal dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari a yang berarti tidak, dan sphinx yang
artinya nadi. Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai tidak ada nadi atau tidak
berdenyut. Pengertian ini sering salah dalam penggunaannya. Akibatnya sering menimbulkan
kebingungan untuk membedakan dengan status anoksia lainnya (1).
Definisi Asfiksia
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh
akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon
dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan
karbon dioksida disebut hiperkapnia.
Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat kelompok,
dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri. Walaupun ciri
atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan menghasilkan akibat yang
sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah :
a. Hipoksik-hipoksia
Hipoksia hipoksik adalah hipoksia yang disebabkan oleh rendahnya tekanan parsial oksigen
dalam darah arteri yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk paru-paru sehingga
oksigen tidak dapat mencapai darah dan gagal untuk masuk dalam sirkulasi darah. Kegagalan ini
bisa disebabkan adanya sumbatan / obstruksi di saluran pernapasan, baik oleh sebab alamiah
(misalnya penyakit yang disertai dengan penyumbatan saluran pernafasan seperti laringitis
difteri, status asmatikus, karsinoma bronchonenik, dan sebagainya) atau oleh trauma/kekerasan
yang bersifat mekanik, seperti tercekik, penggantungan, tenggelam dan sebagainya
b. Anemik-hipoksia
Anemik hipoksia, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia untuk
mengangkut oksigen berkurang. Contohny, keracunan Karbon monoksida yang menghambat
kemampuan hemoglobin berikatan dengan oksigen.
c. Stagnan-hipoksia
Di mana ada pembatasan lokal aliran darah beroksigen ke jaringan. Oksigen diberikan ke seluruh
tubuh namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Contohnya adalah iskemia otak,
penyakit jantung iskemik dan hipoksia Intraurine, yang merupakan penyebab kematian perinatal
tersering.
d. Histotoksik-hipoksia
Hipoksia histotoksik di mana jumlah oksigen yang mencapai sel-sel normal, tetapi sel tidak dapat
secara efektif menggunakan oksigen karena kerusakan enzim fosforilasi oksidatif. Contohnya
adalah pengaruh minum minuman beralkohol.
Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia (Amir, 2008), yaitu:
1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
- Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi
kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan
tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.
- Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan,
gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam
tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.
2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia berat dan
perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa
bahan bakar ke pabrik.
3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok dan
sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar.
Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.
4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:
a. Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi perusakan pada
enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera. Pada keracunan Barbiturat
dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung
perlahan.
b. Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas membran
sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti kloform, eter dan
sebagainya.
c. Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh jaringan
seperti pada keadaan uremia.
d. Substrat
Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien, misalnya pada
keadaan hipoglikemia.
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan (Amir,
2008), yaitu:
1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel
otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan
lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan
oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan basal
ganglia.
Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh
yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan
oksigen langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan mempertinggi
outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang
terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung
dengan cepat. Keadaan ini didapati pada:
- Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
- Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus
alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara
masuk ke paru-paru.
- Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic asphyxia).
- Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya
pada luka listrik dan beberapa keracunan.
Etiologi Asfiksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut :
1. Penyebab Alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti
laryngitis difteri, tumor laring, asma bronkiale, atau menimbulkan gangguan pergerakan
paru seperti fibrosis paru, pneumonia, COPD.
2. Trauma mekanik, yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli, pneumotoraks bilateral, sumbatan atau halangan pada saluran
napas dan sebagainya. Emboli terbagi atas 2 macam, yaitu emboli lemak dan emboli
udara. Emboli lemak disebabkan oleh fraktur tulang panjang. Emboli udara disebabkan
oleh terbukanya vena jugularis akibat luka.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya barbiturate,
narkotika.
Gejala Asfiksia
Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu :
1. Fase dispneu / sianosis
Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi akibat
rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar karbon dioksida
akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan
tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah
terukur meningkat.
2. Fase konvulsi
Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu kejang tonik
kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan
tekanan darah turun.
3. Fase apneu
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa adanya
depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi
spingter.
4. Fase akhir / terminal / final
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut jantung
beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.
Gambaran Postmortem pada Asfiksia Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka
secara menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama,
yaitu:
1. Pada pemeriksaan luar :
a. Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan tubuh
mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.
b. Tardieus spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieus spot merupakan bintik-bintik
perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.
c. Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan darah dan
meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar CO2
sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya
kadar HbCO2..
d. Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena
kocokan pada pernapasan kuat.
Pada pemeriksaan dalam :
a. Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki akibat
kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.
b. Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
c. Tardieus spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring, kelenjar
timus dan kelenjar tiroid.
d. Busa halus di saluran pernapasan.
e. Edema paru.
f. Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur tulang
lidah dan resapan darah pada luka.

A. Asfiksia Mekanik
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang memasuki
saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya :
1. Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
a. Pembekapan (smothering)
Definisi : Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas
yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel kecil.
Etiologi Kematian pada Pembekapan: Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan
(smothering), yaitu :
1. Asfiksia
2. Edema paru
3. Hiperaerasi
Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan.
Cara Kematian pada kasus pembekapan, yaitu
a) Kecelakaan (paling sering), misalnya tertimbun tanah longsor atau salju, alkoholisme,
bayi tertutup selimut atau mammae ibu
b) Pembunuhan, misalnya hidung dan mulut diplester, bantal ditekan ke wajah, serbet atau
dasi dimasukkan ke dalam mulut.
c) Bunuh diri
Gambaran Postmortem Pembekapan
Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus pembekapan, yaitu :
1) Mencari penyebab kematian.
2) Menemukan tanda-tanda asfiksia.
3) Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang lambat.

b. Penyumbatan (gagging dan choking)
Definisi, Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan
menyumbat lumen jalan udara.
Cara Kematian Pada Kasus Tersedak
Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak, yaitu :
a) Kecelakaan (paling sering), seperti gangguan refleks batuk pada alkoholisme, pada bayi
atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam mulutnya, tonsilektomi,
aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi eter.
b) Pembunuhan (kasus infanticide)
Gambaran Postmortem
Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus tersedak (chocking), yaitu :
Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada tanda
kekerasan di mulut korban.
Menemukan tanda asfiksia.
Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian lambat.
Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.

2. Penekanan dinding saluran pernafasan:
a. Penjeratan (strangulation)
Definisi
Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban
akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat badan korban.
Etiologi Kematian pada Penjeratan
Ada 3 penyebab kematian pada jerat (strangulation by ligature), yaitu :
1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal refleks
Cara Kematian pada Penjeratan:
Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan (strangulation by ligature), yaitu :
a. Pembunuhan (paling sering).
Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian infanticide dengan
menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati (zaman dahulu).
b. Kecelakaan.
Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali pakaian,
orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab kematian pada orang
yang bersenda gurau.
c. Bunuh diri.
Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali secara berulang dimana
satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher dimasukkan tongkat lalu
mereka memutar tongkat tersebut.
Hal-hal penting yang perlu kita perhatikan pada kasus jeratan, antara lain :
1. Arah jerat mendatar / horisontal.
2. Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan.
3. Jenis simpul penjerat.
4. Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.
5. Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang digunakan untuk
menjerat.
Gambaran Postmortem
Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip kasus penggantungan
(hanging) kecuali pada :
Distribusi lebam mayat yang berbeda.
Alur jeratan mendatar / horisontal.
Lokasi jeratan lebih rendah.

b. Pencekikan (manual strangulation)
Definisi
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban
yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. Pencekikan dapat dilakukan
dengan 3 cara, yaitu:
1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini
disebut mugging.
Etiologi Kematian pada Pencekikan
Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu (1):
a. Asfiksia
b. Iskemia
c. Vagal reflex
Cara Kematian pada Pencekikan
Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu (1):
Pembunuhan (hampir selalu).
Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.
Gambaran Postmortem Pencekikan
Pemeriksaan Luar:
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain :
1. Tanda asfiksia.
Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan antara lain adanya
sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan terlihat gelap.
2. Tanda kekerasan pada leher.
Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas kuku dan bantalan jari. Bekas
kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet berbentuk semilunar/bulan
sabit. Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan pula tangan yang digunakan
pelaku, apakah tangan kanan (right handed) ataukah tangan kiri (left handed). Arah pencekikan
dan jumlah bekas kuku juga tak luput dari perhatian kita.
3. Tanda kekerasan pada tempat lain.
Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-lain. Tanda
ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan.
Pemeriksaan Dalam:
Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan, yaitu:
1. Perdarahan atau resapan darah.
Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan
mukosa & submukosa pharing atau laring.
2. Fraktur.
Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea,
kartilago krikoidea, dan trakea.
3. Memar atau robekan membran hipotiroidea.
4. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.

c. Gantung (hanging)
Definisi
Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher akibat adanya
jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban.
Etiologi Kematian pada Penggantungan
Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan, yaitu : Asfiksia, Iskemia otak akibat gangguan
sirkulasi, Vagal reflex, Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis
Cara Kematian pada Penggantungan
Ada 3 cara kematian pada penggantungan, yaitu :
1. Bunuh diri (paling sering) .
2. Pembunuhan, termasuk hukuman mati .
3. Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali parasut pada terjun payung, dan
penggunaan tali untuk mendapat kepuasan seks.
Untuk mengetahui lebih jelas cara kematian ini, hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.
b. Arah serabut tali penggantung.
Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban dapat memberi petunjuk bagi kita bahwa
korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya, bila arah serabut tali menjauhi korban menjadi bukti
korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung.
1. Distribusi lebam mayat.
Distribusi lebam mayat harus di perhatikan secara seksama, apakah sesuai dengan posisi mayat
ataukah tidak.
2. Jenis simpul tali gantungan.
Hal ini penting diperhatikan karena dapat kita jadikan sebagai patokan apakah korban melakukan
bunuh diri ataukah korban pembunuhan. Simpul tali, baik simpul hidup maupun simpul mati,
bila melewati lingkar kepala korban dapat menunjukkan korban melakukan bunuh diri. Apabila
simpul tali tidak melewati lingkar kepala korban, berarti korban dibunuh lebih dahulu sebelum
digantung. Simpul hidup harus dilonggarkan secara maksimal untuk membuktikannya.
Gambaran Postmortem pada Penggantungan
Pemeriksaan luar :
a. Kepala.
Muka korban penggantungan akan mengalami sianosis dan terlihat pucat karena vena
terjepit. Selain itu, pucat pada muka korban juga disebabkan terjepitnya arteri. Mata korban
dapat melotot akibat adanya bendungan pada kepala korban. Hal ini disebabkan terhambatnya
vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.
Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban terjadi akibat pecahnya vena dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia.
Lidah korban penggantungan bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur.Lidah terjulur apabila letak
jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur apabila letaknya
berada diatas kartilago tiroidea.
b. Leher.
Alur jeratan pada leher korban penggantungan berbentuk lingkaran (V shape). Alur jerat berupa
luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri :
Alur jeratan pucat.
Tepi alur jerat coklat kemerahan.
Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging)
menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan yang
asimetris menunjukkan letak simpul disamping leher.
c. Anggota gerak (lengan dan tungkai).
Anggota gerak korban penggantungan dapat kita temukan adanya lebam mayat pada ujung
bawah lengan dan tungkai. Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada anggota gerak
tersebut.
d. Dubur dan Alat kelamin.
Dubur korban penggantungan dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban dapat
mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin disebabkan kontraksi otot
polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia. Lebam mayat dapat ditemukan pada genitalia
eksterna korban.
Pemeriksaan Dalam :
1. Kepala.
Kepala korban penggantungan dapat kita temukan tanda-tanda bendungan pembuluh darah otak,
kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata. Kedua kerusakan tersebut biasanya terjadi
pada hukuman gantung (judicial hanging).
2. Leher.
Leher korban penggantungan dapat kita temukan adanya perdarahan dalam otot atau jaringan,
fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea), dan robekan kecil pada
intima pembuluh darah leher (vena jugularis).
3. Dada dan perut.
Pada dada dan perut korban dapat ditemukan adanya perdarahan (pleura, perikard, peritoneum,
dan lain-lain) dan bendungan/kongesti organ.
4. Darah.
Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan konsistensinya
lebih cair.
Tabel 1. Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem
No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem
1 Tanda tanda penggantungan
antemortem bervariasi. Tergantung dari
cara kematian korban
Tanda tanda postmortem menunjukkan
kematian yang bukan disebabkan
penggantungan
2 Tanda jejas jeratan miring, berupa
lingkaran terputus (non-continuous) dan
letaknya pada leher bagian atas
Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler dan
letaknya pada bagian leher tidak begitu tinggi
3 Simpul tali biasanya tunggal, terdapat
pada sisi leher
Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan
dengan kuat dan diletakkan pada bagian depan
leher
4 Ekimosis tampak jelas pada salah satu
sisi dari jejas penjeratan. Lebam mayat
tampak di atas jejas jerat dan pada
tungkai bawah
Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan
tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat
terdapat pada bagian tubuh yang menggantung
sesuai dengan posisi mayat setelah meninggal
5 Pada kulit di tempat jejas penjeratan
teraba seperti perabaan kertas
perkamen, yaitu tanda parchmentisasi
Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
begitu jelas
6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan
lain-lain sangat jelas terlihat terutama
jika kematian karena asfiksia
Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan
lain-lain tergantung dari penyebab kematian
7 Wajah membengkak dan mata
mengalami kongesti dan agak menonjol,
disertai dengan gambaran pembuluh
dara vena yang jelas pada bagian kening
dan dahi
Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
terdapat, kecuali jika penyebab kematian
adalah pencekikan (strangulasi) atau sufokasi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama
sekali
Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
kematian akibat pencekikan
9 Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem
keluarnya cairan sperma sering terjadi
pada korban pria. Demikian juga sering
ditemukan keluarnya feses
ada. Pengeluaran feses juga tidak ada
10 Air liur. Ditemukan menetes dari sudut
mulut, dengan arah yang vertikal
menuju dada. Hal ini merupakan
pertanda pasti penggantungan ante-
mortem
Air liur tidak ditemukan yang menetes pad
kasus selain kasus penggantungan.
Tabel 2. Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pada pembunuhan
No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan
1 Usia. Gantung diri lebih sering terjadi
pada remaja dan orangdewasa. Anak-
anak di bawah usia 10 tahun atau orang
dewasa di atas usia 50 tahun jarang
melakukan gantung diri
Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan
dari korban dan tidak bergantung pada usia
2 Tanda jejas jeratan, bentuknya miring,
berupa lingkaran terputus (non-
continuous) dan terletak pada bagian
atas leher
Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak
terputus, mendatar, dan letaknya di bagian
tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan
untuk membuat simpul tali
3 Simpul tali, biasanya hanya satu simpul
yang letaknya pada bagian samping
leher
Simpul tali biasanya lebih dari satu pada
bagian depan leher dan simpul tali tersebut
terikat kuat
4 Riwayat korban. Biasanya korban
mempunyai riwayat untuk mencoba
bunuh diri dengan cara lain
Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat
untuk bunuh diri
5 Cedera. Luka-luka pada tubuh korban
yang bisa menyebabkan kematian
mendadak tidak ditemukan pada kasus
Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
biasanya mengarah kepada pembunuhan
No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan
bunuh diri
6 Racun. Ditemukannya racun dalam
lambung korban, misalnya arsen,
sublimat korosif dan lain-lain tidak
bertentangan dengan kasus gantung diri.
Rasa nyeri yang disebabkan racun
tersebut mungkin mendorong korban
untuk melakukan gantung diri
Terdapatnya racun berupa asam opium
hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai
pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
perlu waktu dan kemauan dari korban itu
sendiri. Dengan demikian maka kasus
penggantungan tersebut adalah karena bunuh
diri
7 Tangan tidak dalam keadaan terikat,
karena sulit untuk gantung diri dalam
keadaan tangan terikat
Tangan yang dalam keadaan terikat
mengarahkan dugaan pada kasus pembunuhan
8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri,
mayat biasanya ditemukan tergantung
pada tempat yang mudah dicapai oleh
korban atau di sekitarnya ditemukan alat
yang digunakan untuk mencapai tempat
tersebut
Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan
tergantung pada tempat yang sulit dicapai oleh
korban dan alat yang digunakan untuk
mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
9 Tempat kejadian. Jika kejadian
berlangsung di dalam kamar, dimana
pintu, jendela ditemukan dalam keadaan
tertutup dan terkunci dari dalam, maka
kasusnya pasti merupakan bunuh diri
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan
ditemukan terkunci dari luar, maka
penggantungan adalah kasus pembunuhan
10 Tanda-tanda perlawanan, tidak
ditemukan pada kasus gantung diri
Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada
kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar
atau masih anak-anak.

INHALATION OF SUFFOCATING GASSES
Definisi
Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas tertentu
dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi.
Cara kematian pada kasus Inhalation of suffocating gasses:
Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap gas :
1. CO
2. CO2
3. H2S
Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang bawah
tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.
B. ASFIKSIA TRAUMATIK
TENGGELAM
Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan.
Terminologi tenggelam :
a. Wet drowning
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernafasan setelah korban tenggelam. Kematian
terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air yang dapat mematikan, jika dihirup paru-paru
adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml untuk bayi.
b. Dry drowning
Pada keadaan ini, cairan tidak masuk ke dalam saluran pernafasan, akibat spasme laring dan
kematian terjadi sebelum menghirup air.
c. Secondary drowning
Terjadi gejala bebertapa hari setelah korban tenggelam dan diangkat dari dalam air dan korban
meninggal akibat komplikasi
d. Immersion syndrome
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal yang
menyebabkan cardiac arrest. Keadaan tersebut hanya dapat dijelaskan oleh karena terjadinya
fibrilasi ventrikel dan dapat dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air dingin atau tersiram
air yang dingin, dapat mengalami ventricular ectopic beat. Alkohol dan makan terlalu banyak
merupakan faktor pencetus.
Patofisiologi Akibat Tenggelam
Dalam air tawar
Absorbsi/aspirasi cairan masif hemodilusi hemolisis gangguan keseimbangan elektrolit,
terutama hiperkalemia di otot jantung fibrilasi ventrikel & penurunan tekanan anoksia otak
kematian dalam 5 menit
Pada keadaan ini terjadi absorbsi/aspirasi cairan masif hingga terjadi hemodilusi oleh karena
konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah. Air akan
masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah
(hemolisis).
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan dengan melepaskan
ion kalium dari serabut otot jantung hingga kadar ion kalium dan plasma meningkat, terjadi
perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabuit otot jantung dapat mendorong
terjadinya febrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan
timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5 menit.
Dalam air asin
Absorbai/aspirasi cairan masif edema pulmo hipovolemia, hemokonsentrasi pelambatan
aliran sirkulasi payah jantung kematian 8-9 menit
Konsentrasi elektrolit cairan asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik
dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan menimbulkan edema
pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah.
Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya
payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.
Adapun mekanisme kematian pada orang tenggelam dapat berupa :
a) Asfiksia akibat spasme laring
b) Asfiksia karena gagging dan choking
c) Refleks vagal
d) Fibrilasi ventrikel (dalam air tawar
e) Edema pulmoner (dalam air asin)
Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam :
1) Pakaian / mayat basah, kadang bercampur pasir, lumur dan benda-benda asing lain yang
terdapat dalam air.
2) Cutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh, terutama pada ekstremitas akibat
kontraksi otot errector pilli yang dapat terjadi karena rangsang dinginnya air (sebagai
gambaran seperti saat seseorang berdiri bulu kuduknya / merinding)
3) Kulit telapak tangan dan kaki, kadang menyerupai washer woman hand/skin, yakni
berwarna
4) Keputihan dan berkeriput yang disebabkan imbibisi cairan ke dalam kulit dan biasanya
membutuhkan waktu lama (sebagai gambaran sepert tangan / kulitnya orang setelah
mencuci)
5) Cadaveric spasm, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban berusaha
menyelamatkan diri dengan memegang apa saja benda-benda disekitarnya, seperti rumput
atau benda lain dalam air. (sebagai gambaran : tangan korban menggenggam erat hingga
sulit dibuka dan biasanya terdapat benda air, misalnya rumput/lumut dalam
genggamannya).
6) Buih halus dari mulut dan hidung berbentuk seperti jamur (mushroom-like mass) yang
terbentuk akibat edema pulmo akut, berwarna putih dan persisten (tetap diproduksi terus,
meskipun korban sudah meninggal). Buih semakin banyak jika dada ditekan.
7) Luka memar/lecet/robek bisa ditemukan pada beberapa bagian tubuh, akibat benturan
dengan benda-benda keras dalam air (misalnya batu sungai atau karang laut) pada saat
tenggelam.
Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam:
1. Pada saluran nafas (trakhea & bronkhus) terdapat buih.
2. Emphysema aquosum, yakni keadaan paru-paru membesar dan pucat seperti paru-paru
penderita asma tetapi lebih berat dan basah, di banyak bagian terlihat gambaran seperti
marmer, bila permukaannya ditekan meninggalkan lekukan dan bila diiris terlihat buih
berair.
3. Bercak hemolisis pada dinding aorta. Bercak paltauf yaitu bercak perdarahan yang
besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi inter alveolar dan sering terlihatn
di bawah pleura.
4. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yang berasal dari bilik jantung
kiri dan kanan. Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah
jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan, sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi
sebaliknya
5. Lambung dan esofagus terisi air beserta pasir dan benda air lain.
6. Benda air (diatom) di jaringan paru, darah, ginjal, tulang.

Gejala Asfiksia
Ada empat stadium hingga terjadinya asfiksia, antara lain :
1. Dispnue
Durasi 4 menit, dengan gejala nafas cepat dalam, tekanan darah naik, nadi cepat, dan sianosis
terutama pada muka dan tangan.
Gejala tersebut akibat rangsangan pusat pernafasan di medulla oblongata oleh karena kurangnya
oksigen pada sel darah merah disertai penumpukan kadar CO2 berupa amplitudo-frekuensi nafas
meningkat, nadi cepat, tensi tinggi, tanda-tanda sianosis pada muka-tangan
2. Konvulsi
Durasi 2 menit, semula klonik tonik epistotonik, rangsangan susunan saraf pusat akibat
peningkatan CO2 berupa kejang klonik, lalu tonik, akhirnya epistotonus, pupil dilatasi, denyut
jantung menurun, tensi turun.
Pupil dilatasi, bradikardi dan tekanan darah menurun oleh karena paralise pada pusat syaraf yang
letaknya lebih tinggi.
3. Apnue
Durasi 1 menit, dengan gejala nafas sangat lemah atau berhenti, tak sadar, pengeluaran feses,
urin & sperma. Depresi pusat nafas hingga berhenti, kesadaran menurun, relaksasi spinkter.
4. Stadium akhir
- Paralise total, jantung masih berdenyut beberapa saat postapneu.
- Pernafasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernafasan kecil pada leher.
Lama proses asfiksia sampai timbulnya kematian umumnya antara 4-5 menit. Massa dari saat
asfiksia timbul hingga terjadi kematian sangat bervariasi, tergantung dari tingkat penghalangan
oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda - tanda asfiksia akan
lebih jelas dan lengkap.
Tanda-tanda Asfiksia
A. Tanda klasik / umum :
- Sianosis
- <<< O2, darah lebih encer dan gelap kulit, mulosa & lebam mayat umumnya lebih
gelap
- Juga terdapat umum pada banyak kematian
Kurangnya oksigen menyebabkan darah lebih encer dan lebih gelap. Warna kulit dan mukosa
terlihat lebih gelap. Tanda ini juga terdapat umum pada banyak kematian.
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas
akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar
membeku dan mudah mengalir. Pada kasus keracunan sianida dan CO, lebam jenazah berwarna
merah terang meskipun tidak selalu demikian, sebab masing-masing mempunyai kadar
oskihemoglobin dan CO-Hb yang tinggi.
- Kongesti vena
Khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan organ selain paru-paru
Petechial haemorrages (tardieu spot)
Terutama pada jaringan longgar (kelopak mata) atau organ dengan membran
trasnparan (pleura, perikardium)
Kongesti yang terjadi di paru-paru pada kematian karena asfiksia bukan merupakan tanda yang
khas. Kongesti yang khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan organ selain paru-paru,
termasuk dilatasi jantung kanan. Sebagai akibat dari kongesti vena, akan terlihat adanya bintik-
bintik perdarahan (petechial haemorrages) atau disebut tardieus spot. Bintik perdarahan terjadi
karena timbulnya peningkatan permeabilitas kapiler dan juga karena rusak/pecahnya dinding
endotel kapiler akibat hipoksia. Bintik perdarahan ini lebih mudah terjadi pada jaringan longgar,
seperti misalnya jaringan bawah kelopak mata, atau organ dengan membran trasnparan (pleura,
perikardium). Pada asfiksia hebat, bintik perdarahan dapat terlihat pada faring dan laring.

- Edema
Disebkan karena kerusakan pada pembuluh kapiler sehingga permeabilitas meningkat, terutama
pada paru-paru
B. Tanda spesifik yang berhubungan dengan jenis penyebab asfiksia
a) Pembekapan
- Bila pembekapan dengan menggunakan benda lunak, maka pada pemeriksaan luar
mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
- Kekerasan yang mungkin terdapat adalah luka lecet jenis tekan atau geser, goresan kuku
dan luka memar pada ujung hidung, bibir, pipi dan dagu yang mungkin terjadi akibat
korban melawan.
- Luka memar atau lecet pada bagian/permukaan dalam bibir, adalah akibat bibir yang
terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah.
b) Penggantungan
a. Jejas jerat :
Jejas jerat berupa lekukan melingkari leher, baik penuh atau sebagian dan disekitarnya terlihat
bendungan. Arah jejas jerat mengarah ke atas menuju simpul dan membentuk sudut atau jika
jejas diteruskan (pada jejas yang tidak melingkar secara penuh) akan membentuk sudut semu.
Warna jejas coklat kemerahan (karena lecet akibat tali yang kasar), perabaan seperti kertas
perkamen. Jeratan akan semakin tidak jelas jejasnya, apabila penggantungan menggunakan alat
yang lunak dan atau mempunyai ukuran lebar makin besar. Hal serupa terjadi pula pada
penjeratan. Alat tersebut misalnya kain jarik, sprei atau sarung yang digulung.
b. Resapan darah
Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot. Tanda ini merupakan salah satu tanda
intravital, yakni adanya proses reaksi inflamasi / ekstravasasi sel-sel darah pada jaringan yang
menunjukkan bahwa trauma / jeratan terjadi sebelum korban meninggal. Hal serupa pada
prinsipnya terjadi pada semua jenis trauma pada semua jaringan.
c. Fraktur os hyoid (biasanya pada cornu majus) dan cartilage crycoid
d. Lebam mayat
Lebam mayat dapat ditemukan pada bagian tubuh bawah, anggota bagian distal serta alat genital
distal apabila sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama hingga lebam mayat
menetap.
e. Lidah
Lidah akan terlihat menjulur bila posisi tali di bawah kartilago thyroid dan berwarna lebih gelap
akibat proses pengeringan. Sebaliknya, apabila lilitan tali di atas kartilago thyroid, lidah tidak
akan menjulur.
Posisi gantung :
1. komplit hanging
2. inkomplit hanging
a. duduk / berlutut
b. berbaring terlungkup
Letak simpul :
1. typical hanging : belakang kepala
2. atypical hanging : samping leher kiri dan kanan, depan

c) Penjeratan
- Jejas jerat
# jerat : jejas jerat / simpul
# jejas : luka lecet tekan
a. mendatar, seluruh leher
b. di bawah rawan gondok
c. simpul mati
# jejas jerat : tali penjerat keras, kecil, kasar terlihat jelas, -- halus, lebar, lunak tidak
terlihat jelas
- + luka/memar bagian tubuh lain
- + sering adanya buih halus kemerahan di jalan nafas
- Resapan darah subkutis / otot
- Jejas jerat biasanya mendatar, melingkari leher dan umumnya terdapat lebih rendah
daripada jejas jerat pada gantung. Jejas jerat biasanya terletak setinggi atau di bawah
rawan gondok.
- Bila jerat kasar seperti tali dan tekanan kuat, maka dapat meninggalkan luka lecet yang
tampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat yang dengan perabaan teraba
kaku seperti kertas perkamen.
- Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet-lecet atau memar di sekitar
jejas jerat, biasanya terjadi karena korban berusaha membuka jeratan.
- Pada pemeriksaan dalam leher di sekitar jeratan, bisa tampak resapan darah pada otot dan
jaringan ikat, fraktur dari tulang rawan reutama rawan gondok, dan kongesti jaringan
ikat, kelenjar limnfe dan pangkal lidah.
- Sering ditemukan adanya buih halus kemerahan pada jalan nafas

d) Pencekikan
o Luka/memar di daerah leher bentuk serupa kuku
o Resapan darah di bagian dalam leher, terutama di belakang kerongkongan, dasar lidah
dan kelenjar thyroid
o Fraktur tulang rawan thyroid, crycoid dan hyoid
o Buih halus lubang mulut dan hidung
Pada pemeriksaan luar, tampak pembendungan pada kepala dan muka karena tertekannya
pembuluh vena dan arteries superficial, sedangkan arteri vertebrallis tidak terganggu.
Tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan distribusi berbeda-beda, tergantung cara
mencekik.
Tabel 2.1 : Cara membedakan kematian (pembunuhan atau bunuh diri)
Pembunuhan Bunuh Diri
Alat penjerat:
- Simpul
- Jumlah lilitan
- Arah
- Jarak titik tumpu-simpul

Biasanya simpul mati
Hanya satu
Mendatar
Dekat
Simpul hidup
Satu atau lebih
Serong ke atas
Jauh
Korban:
- Jejas jerat
- Luka perlawanan
- Luka-luka lain

- Jarak dari lantai

Berjalan mendatar
+
Ada, sering di daerah leher
Jauh
Meninggi ke arah simpul
-
Biasanya tidak ada, mungkin
terdapat luka percobaan lain
Dekat, dapat tidak tergantung
TKP:
- Lokasi
- Kondisi
- Pakaian

Bervariasi
Tidak teratur
Tidak teratur, robek
Tersembunyi
Teratur
Rapi dan baik
Alat: Dari si pembunuh Berasal dari yang ada di TKP
Surat peninggalan: - +
Ruangan: Tak teratur, terkunci dari luar Terkunci dari dalam
Sumber: Ilmu Kedokteran Forensik, 1997

Anda mungkin juga menyukai