Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus Ujian

TENGGELAM








Oleh

Erwin Christianto, S. Ked
I1A008080




Pembimbing
dr. Rahmat Setiawan






SMF IIMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN
FK UNLAM RSUD ULIN
BANJARMASIN

September, 2014
2

BAB I
PENDAHULUAN

Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan
dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Gangguan tersebut dapat
disebabkan adanya obstruksi pada saluran pernapasan, dan gangguan yang
diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan
menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai
dengan peningkatan karbondioksida.
1
Salah satu kejadian yang dapat menyebabkan
terjadinya asfiksia adalah tenggelam.
Tenggelam adalah suatu sufocation yang mengakibatkan terganggunya
oksigenasi jaringan akibat terbenam dalam cairan. Batasan near-drowning adalah
hidup untuk beberapa waktu setelah terendam dalam air dan tercekik sementara
berkenaan dengan kelangsungan hidup setelah suatu episode tenggelam walaupun
korban dapat saja meninggal setelahnya.
1,2
Angka kematian akibat tenggelam yang terjadi diseluruh dunia masih belum
pasti tetapi kemungkinan sekitar 140.000 orang tiap tahunnya. Sekitar satu dari setiap
10 kejadian tenggelam berakibat kematian. Tahun 2000, World Health Organization
memperkirakan 409.272 orang tenggelam dan tenggelam merupakan penyebab
kematian kedua akibat kecelakaan setelah kecelakaan kendaraan bermotor. Banyak
negara melaporkan peningkatan secara bertahap pada jumlah kematian akibat
tenggelam selama tahun 1960 dan 1970 tetapi tingkat kenaikan ini telah menjadi
stabil atau menurun dalam tahun terakhir.
3,4
3

Angka kejadian tenggelam di Banjarmasin masih cukup tinggi dikarenakan
letak geografis Banjarmasin yang dikelilingi oleh sungai sehingga transportasi air
memiliki peran yang cukup tinggi di kota seribu sungai tersebut. Angka curah hujan
yang cukup tinggi di penghujung tahun ini menyebabkan ombak cukup tinggi
sehingga kecelakaan lalu lintas air sering terjadi akhir-akhir ini. Akan tetapi mati
tenggelam juga dapat terjadi dengan cara pembunuhan atau bunuh diri.
Berikut akan disajikan laporan kasus mati tenggelam dengan permintaan
visum luar oleh Kepolisian Air Polisi Daerah Kalimantan Selatan.















4

BAB II

Pada pemeriksaan luar ditemukan :
Keadaan Jenazah
Jenazah berlabel berwarna putih, terletak di atas meja otopsi didalam
kantong berwarna hitam bertuliskan SATPOLAIR berwarna jingga. Setelah
dibuka, terdapat jenazah menggunakan sweater garis-garis berwarna coklat
berbahan kaos dengan merek Juice ematic, setelah sweater dibuka jenazah
menggunakan baju berbahan kaos berwarna hitam bertuliskan tumor arteri
pulmonari. Jenazah menggunakan celana jeans merek wrengler berwarna hitam
yang robek pada lutut sebelah kanan dengan ikat pinggang kulit berwarna hitam,
mata ikat pinggang terbuat dari besi. Setelah celana jeans dibuka, terdapat celana
pendek bergaris coklat hitam dengan dua kantong kanan dan kiri dengan
risleting tanpa isi. Setelah dibuka terdapat celana dalam warna hitam bermerk
ocean pacific. Pada tangan sebelah kiri pasien mengenakan jam tangan hitam
bermerk Casio. Tidak terdapat tanda-tanda perawatan jenazah.
Kaku Jenazah
Terdapat kaku jenazah pada dagu, siku tangan kanan dan kiri,
pergelangan tangan kanan dan kiri, jari jari tangan kanan dan kiri, pangkal
paha kiri, sendi lutut kanan, pergelangan kaki kanan dan kiri serta jari jari kaki
kanan dan kiri.
Lebam Jenazah
5

Terdapat lebam jenazah dibagian punggung bagian kiri jenazah yang
tidak hilang dengan penekanan.
Pembusukan Jenazah
Terdapat proses pembusukan jenazah. Kulit ari terkelupas pada bagian
lengan, tangan, dada, perut, punggung, paha, tungkai dan kaki. Terdapat
gambaran pembuluh darah permukann yang melebar berwarna biru kehitaman di
daerah lengan, perut, paha dan tungkai. .
Terdapat :
1. Terdapat luka robek ukuran satu sentimeter berbentuk garis di bagian
samping kepala sebelah kanan, tiga sentimeter dari lubang telinga kanan.
2. Terdapat luka lecet geser pada dahi sebelah kiri dengan ukuran dua kali satu
sentimeter. Luka terletak satu sentimeter dari sumbu tubuh kearah kiri dan
satu sentimeter diatas alis kiri.
3. Terdapat pengkeriputan pada kedua tangan dan kaki
4. Dari kedua lubang hidung keluar cairan berwarna merah encer dengan
gelembung udara. Kedua bola mata teraba lembek dan manik mata sulit
diukur
5. Dalam keadaan terbuka lima kali dua sentimeter dengan gigi lengkap
menggigit lidah. Dari lubang mulut keluar cairan berwarna merah encer dan
tidak memar. Pada bibir atas tidak terdapat luka dan memar. Pada bibir
bawah terdapat luka di bibir bagian dalam ukuran nol koma dua sentimeter
berbentuk garis. Lidah tergigit, dalam keadaan tidak menjulur keluar, dan
luka serta memar pada lidah tidak dapat teridentifikasi.
6. Terdapat luka lecet sebelah kiri berukuran limabelas kali lima sentimeter
berada tepat di bawah ketiak. Pada perabaan pada dada kiri sulit
diidentifikasi.
6

7. Terdapat gelembung berisi udara berukuran sebelas kali tigabelas sentimeter
berada pada limabelas sentimeter ke arah kiri dari sumbu tubuh dan
enambelas sentimeter di bawah ketiak.
1. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan atas permintaan penyidik
2. Pemeriksaan Laboratorium
Golongan darah : tidak diperiksa atas permintaan penyidik
Alkohol dalam darah : tidak diperiksa atas permintaan penyidik
Patologi Anatomi : tidak diperiksa atas permintaan penyidik
3. Kesimpulan
a. Jenazah laki-laki berusia dua puluh dua tahun. Panjang badan seratus tujuh
puluh satu sentimeter, berat badan tidak diukur
b. Terdapat tanda-tanda mati lemas akibat masuknya air ke dalam saluran
pernafasan.
c. Terdapat tanda-tanda mati lemas pada point 2 yang dapat menyebabkan
kematian tanpa mengenyampingkan sebab-sebab kematian yang lainnya dan
penyakit karena tidak dilakukan pemeriksaan dalam (autopsi) sesuai surat
permintaan penyidik.
d. Saat kematian lebih dari dua puluh empat jam sebelum pemeriksaan.

7

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut Apuranto, tenggelam adalah suatu bentuk suffocation dimana
korban terbenam dalam air atau cairan dan benda tersebut terhisap masuk ke
jalan napas sampai alveoli paru-paru. Sedangkan definisi tenggelam menurut
Idries Tenggelam merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian
tubuh ke dalam air. Tenggelam merupakan salah satu bentuk kematian
asfiksia, dimana bila pada asfiksia yang lain tidak terjadi perubahan elektrolit
dalam darah, sedangkan pada tenggelam perubahan tersebut ada, baik
tenggelam pada air tawar maupun air asin.
1,4
B. Klasifikasi
Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan posisi mayat, yaitu:
4,5

1. Submerse drowning
Submerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi sebagian
tubuh mayat masuk ke dalam air, seperti bagian kepala mayat.
2. Immerse drowning
Immerse drowning adalah mati tenggelam dengan posisi seluruh
tubuh mayat masuk ke dalam air.






8

Ada 2 jenis mati tenggelam berdasarkan penyebabnya, yaitu
2
:

1. Dry drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi sedikit air. Penyebab
kematian karena spasme laring (menimbulkan asfiksia) atau vagal reflex
(cardiac arrest / kolaps sirkulasi).
2. Wet drowning mati adalah tenggelam dengan inhalasi banyak air. Ada 3
penyebab kematian pada kasus wet drowning yaitu Asfiksia, Fibrilasi
ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar, dan Edema paru pada kasus
tenggelam dalam air asin (laut).
C. Mekanisme Tenggelam
Mekanisme tenggelam ada 3 macam yaitu:
2,4


1. Beberapa korban sesaat bersentuhan dengan air yang dingin terutama leher
atau jatuh secara horizontal ia mengalami vagal refleks.
2. Korban saat menghirup air, air yang masuk ke laring menyebabkan laringeal
spasme. Sebab kematian karena asfiksia. Pada korban ditemukan tanda-tanda
asfiksia tapi tanda-tanda tenggelam pada organ dalm tidak ada karena air
tidak masuk.
3. Korban saat masuk ke dalam air ia akan berusaha untuk mencapai permukaan
sehingga menjadi panik dan terhirup air, batuk dan berusaha untuk ekspirasi.
Karena kebutuhan oksigen maka ia akan lebih banyak menghirup air. Lama
lama korban menjadi sianotik dan tidak sadar. Selama tidak sadar korban
akan terus bernapas dan akhirnya paru tidak dapat berfungsi sehingga
pernapasan berhenti. Proses ini berlangsung 3-5 menit, kadang-kadang 10
menit.
9

Mekanisme tenggelam dalam air tawar diawali air tawar akan dengan
cepat diserap dalam jumlah yang besar sehingga terjadi hemodilusi yang hebat
sampai 72% yang berakibat terjadinya hemolisis. Oleh karena terjadi perubahan
biokimiawi yang serius, dimana kalium dalam plasma meningkat dan natrium
berkurang, juga terjadi anoksia pada miokardium. Hemodilusi menyebabkan
cairan dalam pembuluh darah dan sirkulasi berlebihan, terjadi penurunan
tekanan sistole dan dalam waktu beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel.
Jantung untuk beberapa saat masih berdenyut lemah, terjadi anoksia cerebri yang
hebat, hal ini menerangkan mengapa kematian terjadi dengan cepat.
6,7,8
Mekanisme tenggelam dalam air asin akan menyebabkan
hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi tertarik keluar sampai 42% dan masuk ke
dalam jaringan paru sehingga terjadi edem pulmonum yang hebat dalam waktu
relatif singkat. Pertukaran elektrolit dari asin ke dalam darah mengakibatkan
meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar natrium plasma. Fibrilasi
ventrikel tidak terjadi, tetapi terjadi anoksia pada miokardium dan disertai
peningkatan viskositas darah akan menyebabkan payah jantung. Tidak terjadi
hemolisis melainkan hemokonsentrasi, tekanan sistolik akan menetap dalam
beberapa menit.
4,7

D. Otopsi
Penemuan-penemuan patologis pada pemeriksaan postmortem dari tubuh
yang diangkat dari air tergantung pada sejumlah faktor, termasuk keadaan-
keadaan dimana tubuh terendam dan lama waktu tubuh terendam didalam air.
Terdapat sejumlah pertanyaan medikolegal penting dimana ahli patologi harus
10

mengantisipasinya pada seluruh kasus sesuai dengan keadaan-keadaan yang
tampak pada kematian. Hal ini mencakup:
9,10

1. Identitas dari almarhum (pembusukan dapat menghalangi identifikasi visual)
2. Penyebab langsung dari kematian, apakah terendam atau lainnya
3. Pengaruh dari faktor-faktor lainnya yang menyumbang kepada kematian
4. Interval postmortem dan, selanjutnya, saat terjadinya penenggelaman yang
mengakibatkan kematian.
5. Membedakan cedera antemortem dan postmortem
Sebagaimana seluruh pemeriksaan medis forensik, perbandingan dari bukti
medis obyektif dengan situasi-situasi yang diduga.
5

Pada pemeriksaan luar otopsi, tidak ada patognomonis untuk mati
tenggelam. Ada 7 tanda penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam
(drowning), yaitu:
2,4,5
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.
2. Lebam mayat biasanya sianotik. Postmortem terjadi lebam mayat (lividitas-
hipostasis) karena pusat gravitasi tubuh mengarah ke kepala, tubuh korban
tenggelam biasanya mengambang sebagian dengan kepala-kebawah didalam
air. Sehingga lebam mayat sering menonjol pada wajah dan kepala. Lebam
mayat mati tenggelam di air dingin berwarna merah muda (pink-cerah)
sebagai akibat pengawetan suhu dingin terhadap oksihemoglobin.
3. Kulit telapak tangan dan telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput
(washer woman's hands/feet). Walaupun tidak dapat ditentukan secara pasti
11

waktu tepat yang mengakibatkan keadaan ini, perubahan dapat dilihat setelah
selama satu jam terendam dalam air hangat.
4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine atau goose skin pada lengan, paha dan
bahu mayat. Hal ini terjadi akibat kontraksi otot erektor rambut hal ini cukup
dikenal. Cutis anserina tidak spesifik dan dapat dijumpai pada tubuh yang
tidak terendam.
5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth)
yang bersifat melekat.
6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut atau hidung.
7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air atau bahan setempat berada
dalam genggaman tangan mayat.
Ada 5 tanda penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam
(drowning) pada pemeriksaan dalam otopsi, yaitu
(3,4,5)
:
1. Paru-paru mayat membesar paru berwarna plum, konsistensi paru yang keras
dan mengalami kongesti. Permukaan pleura visceral dapat sebagian atau
seluruhnya tertutup dengan petechiae (Paltauf`s spots).
2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau
rumput air.
3. Lambung mayat berisi banyak cairan.
4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.
5. Organ dalam mayat mengalami kongesti.
Berikut diperlihatkan perbedaan yang ditemukan saat otopsi korban
tenggelam pada air tawar dan air asin (tabel 1).
12


Tabel 1. Perbedaan hasil otopsi paru korban tenggelam air laut dan air tawar

Di daerah tropis, tubuh mayat pada kasus mati tenggelam (drowning)
mulai membusuk pada hari ke-2. Sedangkan di daerah dingin, membusuk setelah
1 minggu. Pembusukan tersebut ditandai oleh terkelupasnya kulit ari. Jika
pembusukannya merata, tubuh mayat akan mengapung di permukaan air.
Keadaan ini disebut floaten. Floaten biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai hari
ke-6. Volume gas pembusukan dapat terjadi 2 kali lipat dari berat tubuh. Apabila
berat badan korban 40 kg maka gas pembusukan terbentuk 80 kg sehingga dapat
gaya tekan gas ke atas terhadap air 80-40 yaitu 40. Sehingga badan akan
terapung.
2,4,5


13

Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam (drowning), yaitu:
2,4,5
1. Cadaveric spasme.
2. Perdarahan pada liang telinga tengah mayat.
3. Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya) dapat kita temukan dalam
saluran pencernaan dan saluran pernapasan mayat.
4. Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru mayat.
5. Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda dengan jantung kiri.
6. Ada diatome pada paru-paru atau sumsum tulang mayat.
7. Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada Tardieu's spot di pleura mayat.
Pada kasus mati tenggelam (drowning), dapat kita temukan tanda-tanda
adanya kekerasan berupa luka lecet pada belakang kepala, siku, lutut, jari-jari
tangan, atau ujung kaki mayat.
2,4,5

E. Pemeriksaan Khusus
Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning),
yaitu:
2
1. Percobaan getah paru (lonset proef).
2. Pemeriksaan diatome (destruction test).
3. Penentuan berat jenis (BJ) plasma.
4. Pemeriksaan kimia darah (gettler test).
Adanya cadaveric spasme dan tes getah paru (lonset proef) positif
menunjukkan bahwa korban masih hidup saat berada dalam air.
4



14

Percobaan Getah Paru (Lonsef Proef)

Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef) yaitu mencari benda
asing (pasir, lumpur, tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat harus segar atau belum
membusuk. Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu
permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan menggunakan pisau bersih lalu
dicuci dan iris permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek gelas.
Syarat sediaan harus sedikit mengandung eritrosit. Evaluasi sediaan yaitu pasir
berbentuk kristal, persegi dan lebih besar dari eritrosit. Lumpur amorph lebih
besar daripada pasir, tanaman air dan telur cacing.
4
Ada 3 kemungkinan dari hasil percobaan getah paru (lonsef proef),
yaitu:
2,4
1. Hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain.

2. Hasilnya positif dan ada sebab kematian lain.

3. Hasilnya negatif.

Jika hasilnya positif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita
interpretasikan bahwa korban mati karena tenggelam. Jika hasilnya positif dan
ada sebab kematian lain maka ada 2 kemungkinan penyebab kematian korban,
yaitu korban mati karena tenggelam atau korban mati karena sebab lain. Jika
hasilnya negatif maka ada 3 kemungkinan penyebab kematian korban, yaitu:
2,4
1. Korban mati dahulu sebelum tenggelam.

2. Korban tenggelam dalam air jernih.

3. Korban mati karena vagal reflex atau spasme larynx.
15

Jika hasilnya negatif dan tidak ada sebab kematian lain maka dapat kita
simpulkan bahwa tidak ada hal yang menyangkal bahwa korban mati karena
tenggelam. Jika hasilnya negatif dan ada sebab kematian lain maka
kemungkinan korban telah mati sebelum korban dimasukkan ke dalam air.
2,4

Pemeriksaan Diatome (Destruction Test)
Kegunaan melakukan pemeriksaan diatome adalah mencari ada tidaknya
diatome dalam paru-paru mayat. Diatome merupakan ganggang bersel satu
dengan dinding dari silikat. Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan
segar, yang diperiksa bagian kanan perifer paru-paru, dan jenis diatome harus
sama dengan diatome di perairan tersebut. Cara melakukan pemeriksaan diatome
yaitu ambil jaringan paru-paru bagian perifer (100 gr) lalu masukkan ke dalam
gelas ukur dan tambahkan H2SO4. Biarkan selama 12 jam kemudian panaskan
sampai hancur membubur & berwarna hitam. Teteskan HNO3 sampai warna
putih lalu sentrifus hingga terdapat endapan hitam. Endapan kemudian diambil
menggunakan pipet lalu teteskan diatas objek gelas. Interpretasi pemeriksaan
diatome yaitu bentuk atau besarnya bervariasi dengan dinding sel bersel 2 dan
ada struktur bergaris di tengah sel. Positif palsu pada pencari pasir dan pada
orang dengan batuk kronik. Untuk hepar atau lien, tidak akurat karena dapat
positif palsu akibat hematogen dari penyerapan abnormal gastrointestinal.
1,4

Penentuan Berat Jenis (BJ) Plasma

Penentuan berat jenis (BJ) plasma bertujuan untuk mengetahui adanya
hemodilusi pada air tawar atau adanya hemokonsentrasi pada air laut dengan
16

menggunakan CuSO4. Normal 1,059 (1,0595-1,0600); air tawar 1,055; air laut
1,065. Interpretasinya ditemukan darah pada larutan CuSO4 yang telah diketahui
berat jenisnya.
2,4

Pemeriksaan Kimia Darah (Gettler Test)

Pemeriksaan kimia darah (gettler test) bertujuan untuk memeriksa kadar
NaCl dan kalium. Interpretasinya adalah korban yang mati tenggelam dalam air
tawar, mengandung Cl lebih rendah pada jantung kiri daripada jantung kanan.
Kadar Na menurun dan kadar K meningkat dalam plasma. Korban yang mati
tenggelam dalam air laut, mengandung Cl lebih tinggi pada jantung kiri daripada
jantung kanan. Kadar Na meningkat dan kadar K sedikit meningkat dalam
plasma.
2,4
Pemeriksaan Histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologi dapat kita temukan adanya bintik
perdarahan di sekitar bronkioli yang disebut Partoff spot.
4










17

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 20 tahun dinyatakan mati tenggelam.
Tidak didapatkan keterangan adanya penggunaan obat-obatan terlarang dan minum-
minuman beralkohol sebelum kejadian.
Berdasarkan hasil pemeriksaan luar didapatkan adanya kaku jenazah yaitu
pada dagu, siku tangan kanan dan kiri, pergelangan tangan kanan dan kiri, jari jari
tangan kanan dan kiri, pangkal paha kiri, sendi lutut kanan, pergelangan kaki kanan
dan kiri serta jari jari kaki kanan dan kiri, dengan kaku jenazah yang sukar
digerakkan. Kaku jenazah merupakan kekakuan otot yang terjadi sekitar 2 jam
postmortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam posmortem, keadaan ini
kemudian menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang.
Kaku mayat akan dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan
tungkai. Pada korban tidak terdapat kaku mayat tetapi terjadi cadaveric spasm yang
menyerupai kaku mayat. Cadaveric spasme terjadi pada otot tangan dan kaki korban.
Kejadian ini terjadi karena kelelahan dari otot yang aktif saat korban berusaha untuk
tidak tenggelam. Saat korban berusaha untuk tidak tenggelam dengan menggerakkan
tangan dan kaki menyebabkan ATP yang diperlukan aktin dan miosin sangat
berkurang sehingga aktin dan miosin tertumpuk dan terjadi kekakuan. Kekakuan ini
menunjukkan tanda kejadian intravital dan lambat hilang. Hal ini dipengaruhi suhu
lingkungan yang rendah sehingga kekakuan menjadi lebih cepat terjadi dan lambat
hilang.
1,2,4

18

Kekakuan yang diduga sebagai kaku mayat pada kasus ini lebih mengarah
pada cadaveric spasme karena pada jenazah ditemukan derik udara seluruh tubuh
yang menandakan terjadinya pembusuka yang merata. Pada kasus tenggelam,
pembusukan merata terjadi biasanya pada hari ketiga sampai hari keenam ditandai
dengan mengapungnya jenazah di permukaan perairan.
2
Sehingga berdasarkan waktu
tersebut dapat diperkirakan kekauan pada daerah perut dan punggung sudah
menghilang namun pada kasus ini masih ada.
Pada jenazah terdapat lebam mayat berwarna merah keunguan pada
punggung kiri yang tidak hilang pada penekanan. Lebam mayat terjadi mengikuti
gaya gravitasi. Pada kasus tenggelam lebam mayat akan lebih banyak ditemukan di
daerah kepala karena kepala saat tenggelam merupakan bagian terbawah. Lebam
mayat pada jenazah banyak ditemukan di daerah anterior tubuh. Hal ini
menunjukkan jenazah sejak awal posisinya telungkup sama saat ditemukan. Lebam
mayat akan muncul setelah 30 menit kematian somatis dan mencapai puncak 8-12
jam kemudian setelah itu lebam mayat tidak akan hilang dengan penekanan karena
terjadi perembesan darah akibat kerusakan pembuluh darah ke dalam jaringan di
sekitarnya. Warna lebam mayat merah keunguan mendekati warna merah gelap yang
menandakan kematian akibat asfiksia.
2
Pembusukan korban sudah terdapat diseluruh tubuh. Pembusukan akan lebih
cepat terjadi di udara terbuka. Tanda pembusukan yang ditemukan pada jenazah
adalah warna kulit coklat kehijauan, kulit menggelembung dan mudah terkelupas,
keluar cairan merah kehitaman dari mulut dan hidung berbuih, warna kebiruan pada
jaringan di bawah kulit, rambut mudah dicabut. Banjarmasin termasuk daerah tropis
19

sehingga jenazah sudah membusuk pada hari ke-2. Floaten biasanya terjadi pada hari
ke-3 sampai hari ke-6. Pada kasus ini jenazah ditemukan terapung pada hari ke-2.
Percepatan waktu pembusukan ini mungkin karena kondisi air sungai Banjarmasin
yang kotor dan asam sehingga mempercepat masa pembusukan.
Pada pemeriksaan luar kasus tenggelam dapat ditemukan beberapa tanda
yang biasanya terjadi pada mati tenggelam yaitu:
2
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.
2. Lebam mayat menonjol pada wajah dan kepala.
3. Kulit telapak tangan dan telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput
(washer woman's hands/feet).
4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine atau goose skin pada lengan, paha dan
bahu mayat.
5. Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang
bersifat melekat.
6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut atau hidung.
7. Terdapat cadaveric spasme
Pada kasus ini, tanda yang ditemukan yaitu . Kkuli tubuh terasa basah,
dingin, pucat, washer woman hands/feet, buih putih halus dan cairsan yang keluar
dari mulut atau hidung. Cutis anserina terjadi karena kontraksi dari muskulus erektor
pilli sedangkan pada korban kulit telah menggelembung dan terkelupas. Buih putih
yang keluar dihidung terjadi karena pengkocokan air dengan surfaktan paru sehingga
terbentuk mukus yang berbuih.
1,2
20

Dari surat permintaan visum korban hanya dimintakan untuk pemeriksaan
luar saja tanpa pemeriksaan dalam dan pemeriksaan laboratorium oleh penyidik.
Sehingga pemeriksaan khusus yang mendukung terjadinya tenggelam di air tawar
tidak terbukti dan untuk membuktikan penyebab kematian lain selain tenggelam juga
tidak dapat dipastikan.
Penentuan saat kematian pada kasus ini jika dilihat dengan adanya tanda-
tanda pembusukan lanjut namun belum ditemukan adanya larva lalat maka
diperkirakan waktu kematian antara 24-36 jam sebelum pemeriksaan. Larva lalat
ditemukan 36-48 jam setelah terjadinya kematian.
2

Pada jenazah ditemukan warna kebiruan pada daerah mulut dan kulit di
bawah kuku menandakan terdapatnya tanda-tanda mati lemas sedangkan bintik
perdarahan pada konjungtiva tidak dapat ditemukan karena telah terjadinya
pembusukan lanjut, namun hal ini tidak dapat dipastikan karena tidak dilakukannya
pemeriksaan dalam.












21

BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah laporan kasus, jenazah laki-laki, dua puluh tahun,
dengan panjang badan 171 cm. Berdasarkan surat permintaan penyidik dari polisi air
POLDA Kalimantan Selatan, maka dilakukan visum luar terhadap jenazah tersebut di
bagian Forensik RSUD Ulin Banjarmasin, yang diduga meninggal karena tenggelam.
Berdasarkan hasil pemeriksaan luar yang dilakukan ditemukan tanda-tanda mati
lemas akibat tersumbatnya jalan nafas bagian atas oleh air, namun tidak
menyingkirkan penyebab lainnya sebab tidak dilakukannya pemeriksaan dalam.
Perkiraan waktu kematian adalah antara 24 sampai 36 jam sebelum pemeriksaan
dilakukan.

22

DAFTAR PUSTAKA


1. Idries, AM. Kejahatan seksual Dalam Pedoman ilmu kedokteran forensik edisi
pertama. Jakarta: Binarupa aksara, 1997.

2. World Health Organization. Fact about injuries drowning. (online) available at
www.who.int/violence_injury_prevention/.2000.

3. Knaut AL. Feldhaus KM. Submersion. In: Marx J. Rosens Emergency
Medicine: Concepts and Clinical Practice. 6th ed. St. Louis, Mo: Mosby; 2006.

4. Apuranto A. Asfiksia Dalam Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
Surabaya: FK UNAIR, 2007.

5. Al-Fatih M. Tenggelam (online) available at www.klinikindonesia.com.

6. Epstein E, Anna K. Accidental hypothermi. BMJ 2006; 332: 7069.

7. Chen L. Case Report: Myocardial infarction after near drowning. American Journal
of Emergency Medicine 2008; 26: 635.e3635.e5.

8. Ronco R, Gonzalez G. Drowning and early cranial computed tomography findings:
Just another piece of information. Pediatr Crit Care Med 2008 Vol. 9, No. 6.

9. Bell GS, Gaitatzis A, Bell CL, et al. Drowning in people with epilepsy How great is
the risk?. Neurology 2008;71:578582.

10. Milne S, Cohen A. Secondary drowning in a patient with epilepsy. BMJ
2006;332:7756.

Anda mungkin juga menyukai