BAGIAN PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI KESEHATAN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan permukiman manusia ternyata dapat mengundang beberapa hewan liar, salah satunya rakun untuk mencari makan. Hewan ini mendekati lingkungan manusia sebagai tempat sumber makanannya. Keberadaan hewan ini ternyata dapat menimbulkan penyakit zoonosis, yaitu baylisascaris yang dapat menginfeksi manusia serta hewan peliharaan seperti anjing. Cacing gelang Baylisascaris spp. tentu tidak menginfeksi pada inang definitif rakun saja, tetapi juga pada beruang dan panda. Species Baylisascaris adalah nematode ascaridoidea dari subfamily Ascaridinae dan menunjukan kedua pola sejarah kehidupan monxenous dan heteroxenous (Sprent, 1983; Adamson, 1986). Baylisascaris adalah parasit nematode terbatas pada species terrestrial carnivore. Infeksi cacing gelang Baylisascaris dapat menyebabkan penyakit klinis pada inang. Kematian dari sindrom migrasi larva telah dilaporkan lebih dari Sembilan puluh species vertebrata, termasuk species yang termasuk endangered. B. procyonis, cacing gelang pada rakun, dan B. columnaris, cacing gelang pada sigung telah menyebabkan kematian pada manusia. Beberapa helminth pada carnivore adalah agen etilogical yang berpotensi menyerang ocular, visceral dan neural larva migrans syndromes (Beaver, 1969; Beaver et al., 1984; Kazacos, 1991; 1996; 1997; 2000; Smyth, 1995). Cacing gelang pada beruang, B. transfuga adalah pathogen persisten pada populasi beruang. Migrasi B. transfuga telah dilaporkan menginvasi SSP menghasilkan penyakit visceral, neural dan ocular (Papini dan Carosa, 1994; Papini et al., 1994; Papini et al., 1996; Sato, 2003). B. schroederi adalah satu-satunya endoparasit yang muncul secara konsisten pada giant panda, species unggulan untuk konservasi satwa liar di Cina dan merupakan ancaman signifikan populasi liar dan penangkaran (Zhang JS, 2008; Loeflerr K, 2006). Di alam, tingkat infeksi B. schroederi pada panda dapat mencapai 50-100%, membuatnya menjadi salah satu penyebab utama kematian dari infeksi primer dan sekunder pada populasi liar (Zhang L, 2011; Zhang ZH, 2006; Zhang W,1995). B. schroederi dapat menyebabkan peradangan dan jaringan parut yang luas dari dinding usus, parenkim hati dan paru-paru (terutama disebabkan oleh larva), serta obstruksi usus, peradangan dan bahkan kematian (yang disebabkan oleh cacing dewasa) pada panda raksasa (Loeflerr K, 2006). Baylisascaris procyonis, parasit rakun, berkaitan dengan cacing gelang Toxocara canis. Ditemukan pada intestines rakun di Amerika Utara, Jepang dan Jerman. Menginfeksi 68 sampai 82% populasi rakun, menurut the House Rabit Society. Parasit ini berbahaya dan mematikan pada manusia. Agregasi rakun umumnya dalam jumlah besar dan dapat ditemukan hidup dekat tempat tinggal manusia, fasilitas hewan domestic dan kebun binatang. Kebiasaan buang air besar menyebabkan akumulasi yang terlokalisasi dari telur dari waktu ke waktu di lokasi jamban. Baylisascaris procyonis, cacing gelang pada raccoons sering terlibat dalam penyakit migrasi larva, semua species Baylisascaris dianggap berpotensial zoonosis (Samuels et al., 2001; Sangster, 2004).
1.2 Tujuan
Menambah pemahaman mahasiswa dalam memahami penyakit yang disebabkan oleh Baylisascaris spp. pada inang definitif satwa liar seperti beruang, panda dan rakun. Selain itu mahasiswa dapat memahami bagaimana biologi, patogenisitas dan zoonotik pada species tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Kingdom : Animalia Phylum : Nematoda Class : Secernentea Order : Ascaridida Family : Ascarididae Genus : Baylisascaris
2.2 Morfologi 2.3 Siklus Hidup Baylisascaris procyonis menyelesaikan hidupnya pada rakun. Telur tidak berembrio dilepaskan di lingkungan, di mana telur memerlukan 2-4 minggu untuk embrio menjadi infektif. Rakun dapat terinfeksi dengan menelan telur berembrio dari lingkungan. Tambahan, lebih dari 100 species burung dan mamalia (khususnya rodensia) dapat berperan sebagai inang paratenic untuk parasit ini: telur di telan oleh inang ini, menetas dan larva menembus dinding usus dan bermigrasi ke berbagai jaringan di mana mereka encyst. Siklus hidup selesai ketika rakun memakan inang ini. Larva berkembang menjadi cacing dewasa pada usus halus dan telur dieliminasi pada feses rakun. Manusia tidak sengaja terinfeksi ketika mereka menelan terlur infektif dari lingkungan; biasanya ini terjadi pada anak-anak kecil yang bermain di tempat kotor. Migrasi larva melewati beberapa jaringan yang luas (hati, jantung, paru-paru, mata, otak). Berbeda dengan larva Toxocara, larva Baylisascaris terus tumbuh selama mereka ada di dalam inang manusia. Kerusakan jaringan dan symptoms baylisascariasis jarang terjadi parah karena ukuran dari larva Baylisascaris, kecenderungan mereka untuk berkelana secara luas, dan fakta bahwa mereka tidak mudah mati. Diagnosis biasanya dibuat dengan serologi, atau dengan mengidentifikasi larva pada biopsy atau autopsy specimen.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang diketahui untuk Visceral Larva Migran (VLM) dan Neural Larva Migran (NLM), tetapi ada obat untuk parasit ini yaitu adalah piperazine , pirantel pamoat , atau fenbendazole . Menurut abstrak The Efficacy of Six Anthelmintics Against Luminal Stages of Baylisascaris procyonis in Naturally Infected Raccoons (Procyon lotor) [JOURNAL. Bauer, C; Gey, A. Veterinary Parasitology, v.60, n.1-2, 1995:155-159] : khasiat enam anthelmintics terhadap infeksi alami Baylisascaris procyonis pada rakun ( n = 7 per obat ) ditentukan dalam serangkaian critical test. Obat-obatan diberikan melalui lembab makanan kucing sebagai dosis tunggal atau sekali sehari selama tiga hari berturut-turut . Rakun diobati dengan pirantel embonate ( 1 kali 20 mg basa kg - 1 berat badan ( bwt. ) ) , ivermectin ( 1 kali 1 mg kg - 1 bwt . ) , moxidectin ( 1 kali 1 mg kg - 1 bwt . ) , albendazole ( 3 kali 50 mg kg - 1 bwt . ) , fenbendazole ( 3 kali 50 mg kg - 1 bwt . ) atau flubendazole ( 3 kali 22 mg kg - 1 bwt).
Pengendalian Pada dasarnya tidak ada obat yang efektif untuk penyakit ini. Cara terbaik untuk tidak terinfeksi penyakit ini adalah dengan pencegahan. Pencegahan untuk manusia adalah dengan mengedukasi masyarakat untuk tidak kontak dengan daerah yang terkontaminasi tinja rakun. Orang tua untuk mengawasi tempat bermain anak-anak dan mengajarkan anak-anak untuk selalu mencuci tangan setelah bermain di luar atau sehabis kontak dengan anjing. Membersihkan tempat atau benda yang telah terkontaminasi tinja rakun. Panas adalah metode terbaik untuk membunuh B. procyonis telur (Kazacos K, 2001). Permukaan material cukup dibersihkan dengan campuran xylene - etanol , setelah tinja dihilangkan. Namun, desinfeksi kimia secara umum jarang efektif dan tidak praktis untuk lingkungan luar. Telur resisten terhadap sebagian besar desinfektan; 20 % pemutih ( 1 % sodium hipoklorit ) akan menghilangkan telur tapi tidak membunuh mereka (Kazacos K, 2001) .
DAFTAR PUSTAKA
Adamson, M.L. 1986. Modes of transmission and evolution of life histories in zooparasitic nematodes. Can. J. Zool. 64:1375-1384. Beaver, P. C. 1969. The nature of visceral larval migrans. J. Parasitol. 55:3-12.
Beaver, P. C., R. C. Jung, and E.W. Cupp. 1984. Clinical parasitology, 9th ed. Lea and Febiger, Philadelphia, PA Kazacos, K. R., and W. L. Wirtz. 1980. Experimental infection of mice, hamsters, and grey squirrels with Baylisascaris procyonis, p. 55. In Proceedings 61st Conf. Res. Workers Anim. Dis. Kazacos, K. R. 2001. Baylisascaris procyonis and related species, p. 30141. In W. M. Samuels, M. J. Pybus, and A. A. Kocans (ed.), Parasitic diseases of wild mammals, 2nd ed. Iowa State University Press, Ames, Iowa. Loeffler K, Montali RJ, Rideout BA: Diseases and pathology of giant pandas. In Giant Pandas: Biology, Veterinary Medicine and Management. Edited by Wildt DE, Zhang AJ, Zhang HM, Janssen DL, Ellis S. Cambridge: Cambridge University Press; 2006:377409. Papini, R. and L. Casarosa. 1994. Observations on the infectivity of Baylisascaris transfuga eggs for mice. Vet. Parasitol. 51(3-4):283-288. Samuel, W. M., M. J. Pybus, and A. A. Kocan. 2001. Parasitic diseases of wild mammals, 2nd edition. Iowa State Press, Ames, IA Sangster, C. 2004. Report on potential zoonotic diseases in Vietnamese endangered species. Canadian Cooperative Wildlife Health Centre Sprent, J. F. A. 1983. Observations on the systematics of ascaridoid nematodes, p. 303-309. In A.R. Stone, H.M. Platt, and L.F. Kahil (eds.). Concepts in nematode systematics. Academic Press, New York, NY Zhang L, Yang X, Wu H, Gu X, Hu Y, Wei F: The parasites of giant pandas: individual-based measurement in wild animals. J Wildl Dis 2011, 47:164171.
Zhang ZH, Wei FW: Giant Panda Ex-situ Conservation Theory and Practice. Beijing: Science Press; 2006.
Zhang W, Yie S, Yue B, Zhou J, An R, Yang J, Chen W, Wang C, Zhang L, Shen F, Yang G, Hou R, Zhang Z: Determination of Baylisascaris schroederi infection in wild giant pandas by an accurate and sensitive PCR/CE-SSCP method. PLoS One 2012, 7:e41995. Zhang JS, Daszak P, Huang HL, Yang GY, Kilpatrick AM, Zhang S: Parasite threat to panda conservation. Ecohealth 2008, 5:69.
Loeffler K, Montali RJ, Rideout BA: Diseases and pathology of giant pandas. In Giant Pandas: Biology, Veterinary Medicine and Management. Edited by Wildt DE, Zhang AJ, Zhang HM, Janssen DL, Ellis S. Cambridge: Cambridge University Press; 2006:377409.