Anda di halaman 1dari 9

1

Identifikasi Tumbuhan Berkhasiat Obat Yang Digunakan Oleh Pengobat


Tradisional Suku Bajo di Desa Torosiaje
Nurmala Rahim
1
, Novri Y. Kandowangko
2
,Wirnangsi D. Uno
2

1)
Mahasiswa J urusan Biologi,
2)
Dosen J urusan Biologi,
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo
Email: nur_mhala291@yahoo.com

Abstrak: This study aims to determine the types of medicinal plants used by
traditional healers of Bajo Tribe in Torosiaje village. This research is a qualitative
descriptive study using survey methods and techniques of data collection was done
by using interviews with sources who are considered to have extensive knowledge
of medicinal plants is a traditional healer. The collected data described their
characteristics, and then elaborated plant morphology, taxonomy hierarchy as well
as to identify the medicinal plants using the key determination and surf the internet.
Identification results obtained are 29 species of medicinal plants Enhalus
acoroides, Cymbopogon citrates, xanthorrhiza Curcuma, Curcuma domestica,
Sesuvium portulacastrum, Hemigraphis alternate, Orthosiphon Stamineus,
Solenostemon amboinensis, Euphorbia tirucali, Rhizophora apiculata, Terminalia
catappa, Amyema sp, Lannea coromandelica, Morinda citrifolia, Andrographis
paniculata, Blumea balsamifera, Physalis peruviana, Solanum mammosum,
Thespesia populnea, Ficus septica, Tinospora crispa, Xylocarpus granatum,
Chamaerops humilis, Sikappo (Family Orchidaceae), Castor oil (Family
Euphorbiaceae), Dangkalang (Family Rhizophoraceae), Pina Tabelo (Family
Combretaceae ), Galacak (Family Fabaceae) and Tangguro (Family Arecaceae).

Keywords: Identification, Medicine Plants, Traditional Healers, Bajo Tribe

PENDAHULUAN
Gorontalo merupakan provinsi
yang ada di Indonesia yang memiliki
sumber daya alam yang melimpah dan
beranekaragam, contohnya adalah
tumbuhan. Tumbuhan memiliki peran
yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup manusia salah satunya berfungsi
dalam menyembuhkan berbagai penyakit
yang dikenal sebagai tumbuhan obat.
Menurut Zuhud (1991), Tumbuhan obat
adalah tumbuhan yang bagian
tumbuhannya (daun, batang, atau akar)
mempunyai khasiat sebagai obat dan
digunakan sebagai bahan mentah dalam
pembuatan obat modern dan obat
tradisional.
Obat tradisional merupakan
ramuan bahan alam yang secara
tradisional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman
(Katno dan Promono, 2009).
Penggunaan obat tradisional secara
umum dinilai lebih aman
dibandingkan dengan penggunaan
obat modern. Hal ini disebabkan
karena obat tradisional memiliki efek
samping yang relatif lebih sedikit dari
pada obat modern (Lusia, 2006).
Selain itu pengobatan dengan
menggunakan ramuan tumbuhan
secara tradisional tersebut, ramuannya
mudah didapat di sekitar rumah dan
mudah dibuat.

2

Tradisi penggunaan tumbuhan
sebagai obat sudah ada dari nenek
moyang terdahulu yang dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai jenis penyakit.
Tradisi tersebut diturunkan dari satu
generasi ke generasi penerusnya dan
telah berlangsung dalam kurun waktu
yang lama. Bermula dari hasil uji coba
masyarakat terhadap tumbuh-tumbuhan
yang ada disekitar tempat hidup mereka
untuk memenuhi kebutuhan akan
pengobatan, tradisi masyarakat tersebut
akhirnya menjadi suatu pegangan bagi
mereka dalam memenuhi kebutuhan
akan pengobatan. Sampai dengan saat
ini, tradisi itu masih ada di kalangan
masyarakat Gorontalo khususnya Suku
Bajo yang bermukim di Desa Torosiaje,
Kecamatan Popayato, Kabupaten
Pohuwato.
Tempat pengobatan seperti
puskesmas sudah tersedia di desa
Torosiaje, akan tetapi tenaga dan
fasilitasnya masih kurang. Selain itu,
jarak pemukiman suku Bajo menuju
tempat pengobatan yang terlengkap
seperti rumah sakit cukup jauh. Bila ada
masyarakat yang sakit, biasanya
tidak langsung dibawa ke rumah sakit
tetapi dibawa ke tabib atau pengobat
tradisional yang dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai penyakit.
Pengobat tradisional suku
Bajo dalam mengobati orang yang
sakit menggunakan tumbuhan sebagai
bahan dalam pembuatan ramuan obat.
Tumbuhan yang digunakan selain
berasal dari daerah pegunungan juga
diperoleh dari laut misalnya,
tumbuhan mangrove (bangkau) yang
dimanfaatkan untuk menyembuhkan
batuk kering, tumbuhan lamun (samo)
digunakan sebagai penawar racun
akibat gigitan hewan berbisa, dan
tumbuhan krokot laut (gaganga)
digunakan untuk mengobati bayi yang
kurang gizi. Masih banyak lagi jenis-
jenis tumbuhan berkhasiat obat yang
belum dikenal dan diketahui
manfaatnya oleh masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul identifikasi tumbuhan
berkhasiat obat yang digunakan oleh
pengobat tradisional suku Bajo di
desa Torosiaje.


METODE PENELITIAN

Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
desa Torosiaje, Kabupaten Pohuwato,
Provinsi Gorontalo. Waktu penelitian
dilaksanakan dari bulan November 2012
sampai dengan bulan J uni 2013.

Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan antara lain
GPS digunakan untuk menentukan posisi

geografis titik pengambilan sampel,
soil tester digunakan untuk mengukur
salinitas tanah, higrometer untuk
mengukur kelembaban udara, pisau,
kantung plastik, etiket gantung (kertas
dan tali), lakban, gunting, sasak
bambu, dan kamera digital. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah spritus untuk pembuatan
herbarium.



3


Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode survey yang dirancang untuk
memperoleh gambaran tentang berbagai
jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan
oleh pengobat. Cara penentuan informan
dengan menggunakan snowball
sampling. Snowball sampling merupakan
teknik pengambilan sampel yang
menggali data melalui wawancara dari
satu responden ke responden lainnya dan
seterusnya. Sampai peneliti tidak
menemukan informasi baru lagi
(Hamidi, 2004).

Tahap Observasi
Tahap awal yang dilakukan
adalah observasi untuk memperoleh
informasi awal mengenai lokasi
penelitian serta menentukan pengobat
tradisional yang akan diwawancarai.

Tahap Wawancara
Melakukan wawancara dengan
pengobat tradisional untuk memperoleh
informasi tentang tumbuhan obat,
kemudian dilanjutkan dengan
pengambilan sampel.

Tahap Pengambilan Sampel
Berikut tahap-tahap pengambilan
sampel :
1. Pengambilan dokumentasi dari
perawakan tumbuhan, batang, cabang
atau ranting difoto secara vertikal
untuk menunjukkan tata letak daun,
permukaan atas dan bawah helaian
daun lengkap dengan bagian pangkal,
tepi daun, pertulangan daun dan ujung
daun, susunan karangan bunga, bunga
tampak samping, atas, bawah, dan
bagian dalam untuk menunjukkan
perhiasan bunga, tata letak buah, buah
tampak samping, bagian dalam buah,
biji, untuk tumbuhan paku dan
tumbuhan tidak berbiji ditambahkan
bagian sporangia.
2. Setiap pengambilan sampel harus
disertakan etiket gantung yang
telah diisi dengan format yang
telah ditentukan.
3. Pengambilan sampel yang
representatif :
a. Ukuran : ukuran 30x40 cm,
jika terlalu besar maka dibuat
secara berseri (ujung, tengah,
pangkal) dan diberi nomor
koleksi yang sama
b. Bagian : seluruh bagian
tumbuhan lengkap
4. Sampel dari tumbuhan berukuran
besar :
a. Batang, cabang, atau ranting
dipotong seukuran 20-30 cm
diutamakan yang terdapat
bunga dan buah.
b. Tumbuhan dengan variasi daun
(ukuran, tipe, warna) diambil
cabang atau ranting yang
memiliki variasi daun tersebut.
c. Kulit batang : kelupas dengan
ukuran 5x10 cm
d. Catat tempat munculnya
ranting, warna dan tekstur kulit
batang pada batang tua dan
muda.
e. Catat karakter lain : ada
tidaknya getah, warna getah,
tekstur getah, bau, rasa.





4


5. Terna (herba) atau semak :
a. Sampel berukuran besar dipotong
menjadi beberapa bagian yaitu
batang/cabang yang terdapat
bunga dan daun bagian atas tetap
pada posisi sebenarnya:
1) Potongan batang dengan daun
bagian tengah
2) Potongan dengan bagian
dalam tanah (akar, umbi,
rimpang).
b. Setiap bagian diberi label dan
catat tinggi tumbuhan sebenarnya.
c. J ika sampel berukuran kecil maka
seluruh bagian tumbuhan diambil
sebagai sampel.
d. Akar atau bagian lainnya (umbi,
rimpang) : dibersihkan dari tanah
yang menutupinya. J ika kedua
organ tersebut terlalu besar maka
diiris menjadi beberapa bagian.
6. Koleksi tumbuhan paku dan Rumput-
rumputan
Koleksi seluruh bagian/organ
tumbuhan termasuk bagian yang ada
di dalam tanah (akar, rimpang, umbi).
J ika ukuran tumbuhan kecil,
sebaiknya dikoleksi dalam jumlah 5-
10 individu (selama berasal dari satu
populasi yang sama contoh rumput
teki).
7. Sampel dibungkus kertas merang dan
diatur sedemikian rupa. Sampel
dimasukkan ke dalam kantong plastik
ukuran 40x60 cm, kemudian sampel
dibasahi/disemprot spiritus hingga
sampel dan kertas merang basah (cek
kelembaban setiap hari). Ujung
plastik dilipat dan direkatkan
menggunakan lakban cokelat.
8. Sebanyak 5-10 sampel dalam kantong
plastik ukuran 40x60 cm disimpan
dalam satu kantong plastik ukuran
80x120 cm kemudian diikat bagian
ujung.
9. Melakukan pengukuran faktor-
faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang diukur adalah
tekstur tanah, salinitas tanah,
kelembaban udara dan pH.
Pengukuran Tekstur Tanah
dilakukan dengan cara memilin
sejumlah cuplikan tanah diantara
telunjuk dan ibu jari. Memijit tanah
dan menggerakkan kedua jari tadi
seolah-olah memilin sesuatu, lalu
menentukan tanah tersebut
berdasarkan kriteria tertentu
(Penuntun praktikum ekologi, 2010).
a Tanah pasir; butirannya terasa
kasar dan lepas satu sama lain,
tidak dapat dibentuk dalam
keadaan kering, partikel-
partikelnya terlepas.
b Tanah pasir berlumpur; sulit
dibentuk, pada tangan memberi
warna lemah, masih dapat
dirasakan adanya butiran kasar.
c Tanah lumpur berpasi; dapat
dibentuk dengan baik, dapat
dipilin sampai sebesar hitamnya
karbon pensil, sangat nyata
member warna pada jari tangan.
d Tanah lumpur; dapat dibentuk
sangat baik, lengket pada sendok,
dengan kuku tidak meninggalkan
bekas mengkilat tapi terlihat
sedikit kasar, memberi warna
pada tangan.
e Tanah liat; sangat lengket licin
dengan kuku bekasnya mengkilat,
bila kering merekah.
Pengukuran kelembaban
menggunakan higrometer dan
pengukuran pH tanah menggunakan
soil tester dengan cara menancapkan
soil tester ke permukaan tanah
kemudian dicatat hasil pada kisaran
berapa hasil pengukuran yang
diperoleh.
5


Tahap Identifikasi
Identifikasi dilakukan dengan
melihat ciri morfologi tumbuhan obat
dengan berpedoman pada buku
determinasi tumbuhan Practical Plant
Identification oleh J ames Cullen (2006).
Selanjutnya melakukan penelusuran
internet dengan membandingkan gambar
yang diperoleh dengan gambar yang ada
di website http://www.theplantlist.org
untuk mengetahui nama spesiesnya.

Tahap Pembuatan Herbarium
Herbarium dibuat dari spesimen
yang tidak terserang hama, penyakit atau
kerusakan fisik lain. Tumbuhan
berhabitus pohon dan semak disertakan
ujung batang, daun, bunga dan buah,

sedang tumbuhan berbentuk herba
disertakan seluruh habitus. Herbarium
kering digunakan untuk spesimen
yang mudah dikeringkan misalnya
daun, batang, bunga dan akar.
Herbarium basah digunakan untuk
spesimen yang berair, lembek dan
sulit dikeringkan misalnya buah
(Lawren dalam Seytawan, 2008).

Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul
kemudian dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Mendeskripsikan ciri dari
spesies tumbuhan obat yang
ditemukan, kemudian menguraikan
morfologi tumbuhan, hirarki
taksonominya.


HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh 29 jenis tumbuhan obat
dengan klasifikasi seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Tumbuhan Obat yang Digunakan Oleh Pengobat Tradisional
Suku Bajo di Desa Torosiaje
No. Nama Umum Nama Lokal Nama Ilmiah
1. Lamun Samo Enhalus acoroides
2. Serai Surre Cymbopogon citratus
3. Temulawak Kunyikarobbow Curcuma xanthorrhiza
4. Kunyit Kunye Curcuma longa
5. Palem kipas Silar Chamaerops humilis
6. - Tangguro - (Famili Arecaceae)
7. - Sikappo - (Famili Orchidaceae)
8. Krokot laut Gaganga Sesuvium portulacastrum
9. Keji beling Bakaji Hemigraphis alternata
10. Kumis kucing Tarro Orthosiphon stamineus
11. Daun tebal Daong tabali Solenostemon scutellarioides
12. Patah tulang Tangae Euphorbia tirucali
13. - Kastroli - (Famili Euphorbiaceae)
14. Manggrove Bangkau Rhizophora apiculata
15. - Dangkalang - (Famili Rhizoporaceae)
16. Ketapang Talise Terminalia catappa
6

17. - Pinatabelo - (Famili Combretaceae)
18. Benalu manggrove Cacabi Amyema mackayense
19. Kayu J awa Kasaju Lannea coromandelica
20. Biji Nyiri Tatambu Xylocarpus granatum
21. Mengkudu Mangkudu Morinda citrifolia
22. Sambiloto Sote Andrographis paniculata
23. Sembung Dadune Blumea balsamifera
24. Ciplukan Soka Physalis peruviana
25. Terung susu Buago Solanum mammosum
26. Baru laut Babala Thespesia populnea
27. Awar-awar Tanggalolo Ficus septica
28. Empedu Elang Bonopa Tinospora crispa
29. - Galacak - (Famili Fabaceae)

Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, sebagian tumbuhan tersebut
berperawakan semak (10 jenis)
kemudian diikuti tumbuhan
berperawakan pohon (9 jenis)
berperawakan terna (7 jenis) dan yang
paling sedikit yaitu liana (3 jenis).
Terdapat 21 famili yaitu family
Hydrocharitacea (1 jenis), Poaceae (1
jenis), Zingiberaceae (2 jenis),
Arecaceae (2 jenis), Orchidaceae (1
jenis), Aizoaceae (1 jenis), Acanthaceae
(2 jenis), Lamiaceae (2 jenis),
Euphorbiaceae (2 jenis), Rhizophoraceae
(2 jenis), Combretaceae (2 jenis),
Loranthaceae (1 jenis), Anacardiaceae (1
jenis), Meliaceae (1 jenis), Rubiaceae (1
jenis), Asteraceae (1 jenis), Solanaceae
(2 jenis), Malvaceae (1 jenis), Moraceae
(1 jenis), Menispermaceae (1 jenis), dan
Fabaceae (1 jenis). Terdapat 6 spesies
tumbuhan obat yang belum diketahui
nama genus dan spesiesnya dan 1
spesies yang termasuk tumbuhan baru
dan belum dikenal yaitu Sikappo.
Pada umumnya spesies yang
terdapat di desa Torosiaje tumbuh pada
substrat tanah berpasir, pasir berlumpur,
dan lumpur berpasir. pH tanah berkisar
5-7, kelembaban udara berkisar 50-69%.


Setiap spesies mempunyai rentan
toleransi yang tidak jauh berbeda
terhadap faktor lingkungan seperti
pH, kelembaban, dan tekstur tanah.

Simpulan
Simpulan dalam penelitian ini
adalah terdapat 29 jenis tumbuhan
obat yang digunakan pengobat
tradisional suku Bajo di desa
Torosiaje yaitu: 1) Lamun (Enhalus
acoroides), 2) Serai (Cymbopogon
citrates), 3) Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza), 4) Kunyit (Curcuma
domestica), 5) Krokot laut (Sesuvium
portulacastrum), 6) Keji beling
(Hemigraphis alternate), 7) Kumis
kucing (Orthosiphon stamineus), 8)
Daun tebal (Solenostemon
amboinensis), 9) Patah tulang
(Euphorbia tirucali), 10) Manggrove
(Rhizophora apiculata), 11) Ketapang
(Terminalia catappa), 12) Benalu
manggrove (Amyema mackayense),
13) Kayu J awa (Lannea
coromandelica), 14) Mengkudu
(Morinda citrifolia), 15) Sambiloto
(Andrographis paniculata), 16)
Sembung (Blumea balsamifera), 17)
Ciplukan (Physalis peruviana), 18)
7

Terung susu (Solanum mammosum),
19) Baru laut (Thespesia populnea),
20) Awar-awar (Ficus septica), 21)
Brotowali (Tinospora crispa), 22)
Biji nyiri (Xylocarpus granatum), 23)
Palem kipas (Chamaerops humilis),
24) Sikappo (Family Orchidaceae),
25) Kastroli (Family Euphorbiaceae),
26) Dangkalang (Family
Rhizophoraceae), 27) Pinatabelo
(Family Combretaceae), 28) Galacak
(Family Fabaceae), 29) Tangguro
(Family Arecaceae).

Saran
Setelah penelitian ini,
diharapkan akan ada usaha dari
masyarakat dan pemerintah untuk
membudidayakan berbagai jenis
tumbuhan obat agar tumbuhan obat
dapat dilestarikan.



DAFTAR PUSTAKA
Abdiyani, S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di
Dataran Tinggi Dieng. Balai Penelitian Kehutanan Solo. J urnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. V(1):79-92.
Arisandi, Y.,dan Y.Andriani.2011.Khasiat Berbagai Tanaman Untuk Pengobatan.
J akarta: Eska Media.
Brush, S.B. 1994. A non-market approach to proctecting biological research. In:
Greaves, T. (editor). Intelectual Property Right for Indigenous People.
Oklahoma City: Society for Applied Anthropology.
Cullen, J . 2006. Practical Plant Identification : Including a Key to Native and
Cultivated Flowering Plants in North Temperate Regions. New York :
Cambridge University Press.
Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 1. J akarta : Trubus Agriwidya.
Dirjen POM. 1999. Peraturan Perundang-undangan di Bidang Obat Tradisional.
J akarta : Departemen Kesehatan RI.
Gunawan, S., R. Darmawan., S. Akhmad., S. Ajeng., dan M.N Aliwafa. 2011.
Potensi Biji Buah Mangrove (Xylocarpus moluccensis) Sebagai Obat.
Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Universitas Diponegoro.
Semarang, 26 juli 2011.
Halidah., Saprudin., dan A. Kadir. 2007. Kajian Potensi dan Nilai Ekonomi
Tanaman Obat dan Tanaman Hias di Hutan Lindung Dulamayo
Kabupaten Gorontalo. Info Sosial Ekonomi, Vol VII(2): 91-99
Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Malang : UMM Press.
8

Hamzari. 2008. Identifikasi Tumbuhan Obat-obatan yang Dimanfaatkan oleh
Masyarakat Sekitar Hutan Tabo-tabo. J urnal Hutan dan Masyarakat Vol.
III (2):111-234
Hanan, A. 2000. Koleksi Palem. Jurnal Seri Koleksi Kebun Raya-LIPI, Vol II(1):
1-29
Handayani, M.P dan S. Wahyuono. 2008. Analisis Biji Ketapang (Terminalia
catappa L.) Sebagai Suatu Alternatif Sumber Minyak Nabati. Majalah
Obat Tradisional, Vol XIII(45): 101-107
Katno., dan S. Pramono. 2009. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat
dan Tanaman Obat Tradisional. Farmasi UGM, Yogyakarta.
Kusumawati, R. 2011. Jenis dan Kandungan Kimiawi Lamun dan Potensi
Pemanfaatannya di Indonesia. J urnal Farmasi, Vol.III (1): 134-139
Lusia, O. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat
dan Khasiatnya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III (1):01-07.
Manikandan, S., dan D.R. Sheela. 2005. Anti-oxidant property of alpha-asarone
against noise-stress-induced changes in different regions of rat brain.,
Pharmacol Res, Vol. IV (6):467-74.
Purnobasuki, H. 2004. Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat. J urnal Botani
Manggrove, Vol.IX(2): 125-126
Prastowo, B. 2007. Krokot Gulma Berkhasiat Obat Mengandung Omega 3. J urnal
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Perkebunan, Vol.
XIII(1): 1-3
Rosita, S.M.D., R. Otih.,dan W. Prawirasupradja. 1993. Tanaman Obat Keluarga.
Balai Penelitian Tanaman Rempah (BALITRO), Bogor.
Saad, S. 2009. Bajo Berumah di Laut Nusantara. J akarta: COREMAP 11.
Setyawan, A. 2008. Biodiversitas Ekosistem Manggrove di Jawa; Tinjauan
Pesisir Utara dan Selatan Jawa Tengah. Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Biodiversitas Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Sosrokusumo, P. 1999. Pelayanan pengobatan tradisional di bidang kesehatan
jiwa. Dalam: Salan, R., Boedihartono, P. Pakan, Z.S. Kuntjoro, dan I.B.I.
Gotama (ed.). Lokakarya tentang Penelitian Praktek Pengobatan
Tradisonal. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Ciawi, 14-17 Desember 1988.
Steenis, C,G,G,J ,V. 1992. Flora, Cetakan ke 6, M. Sorjowinoto, S.
Hardjosuwarno, S.S. adisewojo, M. Partodidjojo, S.Wijahardja
(penerjemah), PT. Pradnja Paramita, J akarta.
9

Suarni, 2005. Pemanfaatan Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat dan
Keamanannya. J urnal farmasi, Vol. III(1):01-07.
Subagiyo., Setyati., dan R. Ali. 2005. Uji Bioaktifitas Ekstrak Batang Tumbuhan
Benalu Manggrove dan Uji Anti Bakteri. J urnal Ilmu Kelautan, Vol X(1):
35-40
Sukandar E Y. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik-Teknologi
Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB,
http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses J anuari
2013.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Wakidi, 2003. Pemasyarakatan tanaman obat keluarga toga untuk mendukung
Penggunaan sendiri self medication. J urnal Bagian Farmasi Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Widyaningrum, H. 2011. Kitab Tanaman Obat Nusantara. Yogyakarta: Media
Pressindo.
World Health Organization, 2000. General Guidelines for Methodologies on
Research and Evaluation of Traditional Medicine. WHO Geneva.
Zuhud, E.A.M.S., A.M., Ghulamahdi., N. Andarwulan., dan L.K. Darusman.
2001. Dukungan teknologi pengembangan obat asli Indonesia dari segi
budidaya, pelestarian dan pasca panen. Lokakarya Pemanfaatan dan
Pelestarian Sumber Hayati mendukung Agribisnis Tanaman Obat.

Anda mungkin juga menyukai