Anda di halaman 1dari 11

1

Penafsiran


Pada Ayat Pertama Surat al-Alaq
Oleh: Muhammad Najib
I. Pendahuluan

(

1 (

) 2

)
( 3

) ( 4 (

) 5 )
1
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
II. Tentang Surat al-Alaq
Surat al-Alaq termasuk di antara surat yang memiliki lebih dari satu nama.
Di samping disebut al-Alaq, surat ini juga disebut surat Iqra` atau Iqra` Bismi
Rabbika atau Iqra` Bismi Rabbika al-Ladh Khalaq. Al-Bukhari di dalam al-Jmi
ahh menggunakan sebutan Iqra` Bismi Rabbika al-Ladh Khalaq
2
. Sebagian
naskah al-Jmi ahh ada pula yang menyebutnya surat Iqra`
3
. Tirmidzi
menyebutnya surat Iqra` Bismi Rabbika
4
. Nawawi al-Bantani menyebut nama
lain, yaitu al-Qalam
5
. Sedangkan di dalam mushaf dan kitab-kitab tafsir umumnya

1
Al-Quran, al-Alaq:1-5.
2
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Jmi ahh, (Beirut: Dr Tawq al-Najah, 1422 H.), 6:173.
3
Abu Muhammad Badruddin al-Aini, Umdat al-Qr Sharh a al-Bukhr,(Beirut: Dr Iy`
al-Turth al-Arab, tt), 19:302.
4
Muhammad bin Isa al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidh, (Cairo: Musthafa al-Bb alhalab, 1975),
5:443
5
Muhammad bin Umar Nawawi al-Bantani, Mar Labd fi Kashfi Mana Qur`n Majd, (Beirut:
dr kutub al-Ilmiyyah, 1417 H.), 2:647.
2

digunakan nama surat al-Alaq. Di antara yang tidak menggunakan nama al-Alaq
adalah tafsir al-Thabari yang memakai nama surat Iqra` Bismi Rabbika
6
.
Ada perbedaan penghitungan jumlah ayat dalam surat al-Alaq. Ulama
Madinah dan Makkah menghitungnya 20 ayat. Menurut ulama Syam 18 ayat.
Sedangkan ulama Kufah dan Bashrah menghitungnya 19 ayat. Dalam mushaf dan
umumnya kitab tafsir disebutkan bahwa surat al-Alaq terdiri dari 19 ayat
7
.
Menurut Nawawi al-Bantani, surat al-Alaq terdiri dari 72 kalimat dan 270 huruf
8
.

Al-Alaq termasuk surat Makkiyah dan lima ayat pertama merupakan wahyu
yang pertama diterima Nabi Muhammad alla Allah Alaihy wa Sallam. Aisyah,
sebagaimana diriwayatkan Bukhori, menceritakan:

" :

{ :

:[ }

2 ] ...
9
Awal permulaan wahyu Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam adalah mimpi
yang nyata. Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam tidak bermimpi melainkan

6
Muhammad bin Jarir al-Thabari, Jmi al-Bayn fi Ta`wl al-Qur`an, (Beirut: al-Rislah, 2000),
24:517.
7
Muhammad al-hir Ibnu shr, al-Tarr w al-Tanwr, (Tunsia: al-Dr al-Tunsiyah, 1984),
30:434
8
Nawawi al-Bantani, Mar Labd, 2:647.
9
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Jmi ahh, 1:22.
3

mimpi itu tampak seperti benderang pagi (tampak nyata penulis). Lalu
dijadikanlah Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam senang menyendiri. Ia
menyendiri di gua Hira` dan bermeditasi di sana beberapa malam sebelum kembali
ke keluarganya dan mengambil bekal. Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam
kembali ke Khadijah dan mengambil bekal dan begitu seterusnya hingga datang
kebenaran ketika Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam sedang berada di gua
Hira`. Seorang malaikat datang dan berkata: Bacalah!. Rasulullah menjawab,
saya bukan seorang pembaca. Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam bersabda,
ia mendekapku hingga aku sangat kepayahan. Lalu ia melepasku dan berkata,
bacalah!. aku katakan, aku bukan seorang pembaca. Ia kembali mendekapku
untuk kedua kalinya hingga aku sangat kepayahan. Kemudian ia melepasku dan
berkata, Bacalah!. Aku katakan, Aku bukan seorang pembaca. Ia kembali
mendekapku untuk ketiga kalinya lalu melepasku. Kemudian ia berkata, Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah! dan Tuhanmu maha pemurah [al-Alaq:2]
Pada hadis di atas, Bukhori hanya menyebut dua ayat pertama dari surat al-
Alaq. Tetapi di tempat lain dengan sanad yang berbeda, Bukhori menyebutkan
ayat kesatu hingga ayat kelima
10
. Dari kedua penuturan di atas dapat disimpulkan
bahwa ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad alla Allah Alaihy
wa Sallam adalah lima ayat dari surat al-Alaq.
III. Penafsiran al-Alaq ayat 1-5
A. Qira`at
Mayoritas Ulama membaca

dengan hamzah sukun di akhir kata.


Sementara al-`Asha riwayat dari Abu Bakar dari Ashim membacanya

tanpa
hamzah. Kemungkinan Abu Bakar mengikuti mazhab yang menukar hamzah
dalam bina mahmuz lam dengan huruf ilat yang sesuai dengan harakat
sebelumnya. Jadi,

(qara`a yaqra`u) dibaca

(qar yaqr) dengan


menukar hamzah dengan alif. Dan fiil amarnya adalah

(iqra) dengan
menghilangkan alif di akhir kata
11
.
Dengan demikian ada dua versi bacaan

, yaitu

(iqra`) dan

(iqra).
B. Pengertian

pada ayat 1

10
Ibid, 6:173.
11
Lihat Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf, al-Bahr al-Mu, (Beirut: Dr al-Fikr, 1420 H.),
10:506. Lihat pula Muhammad bin Ali al-Shawkn, fathul qadr, (Damaskus: dr Ibnu Kathir,
1414 H), 5:570.
4

adalah fiil amar (kata perintah) dari

yang berarti membaca. Dengan


demikian

artinya adalah bacalah. Perintah yang dikeluarkan Allah bisa berarti


tuntutan untuk melakukan tindakan, atau disebut perintah taklifi, bisa juga berarti
titah atau perintah takwini, yaitu kehendak Allah yang pasti terjadi. Menurut arti
pertama,

berarti tuntutan agar Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam


melakukan tindakan membaca. Sedang menurut arti kedua

berarti kehendak
Allah bahwa Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam akan menjadi pembaca
setelah sebelumnya tidak bisa membaca.
Di samping itu membaca juga memiliki dua pengertian: membaca tulisan atau
melafalkan kalimat dari hafalan. Contoh pengertian kedua adalah membaca doa,
membaca syahadat, membaca mantra, membaca dzikir dan lain-lain yang
semuanya dilakukan tanpa teks.
Lalu apakah maksud

pada ayat 1?
1. Pendapat Ibnu Ashur
Ibnu Ashur berpendapat bahwa maksud

pada ayat 1 adalah perintah


taklifi. Ia mengatakan:
Perintah membaca digunakan dalam pengertian sesungguhnya yaitu tuntutan untuk
melakukan tindakan membaca pada masa sekarang atau yang akan datang. Obyek
tuntutan dari kalimat

adalah mengucapkan sesuatu yang akan didiktekan kepada


Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam di masa yang akan datang. Bukti bahwa
perintah membaca ini harus dilakukan pada masa yang akan datang adalah bahwa
sebelumnya Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam tidak pernah menerima
kalimat yang didiktekan ataupun tulisan yang dapat dijadikan bahan bacaan. Hal ini
persis dengan kasus seorang guru yang berkata pada muridnya, tulislah, lalu murid
bersiap-siap untuk menulis apa yang akan didiktekan gurunya
12
.
Dengan kata lain perintah membaca dalam ayat ini adalah perintah untuk bersiap-
siap membaca apa yang akan disampaikan Allah. Sebab, bahan bacaan belum
disampaikan ketika perintah membaca dikeluarkan.
Lebih jauh Ibnu Ashur berpendapat bahwa perintah ini juga telah
dilaksanakan Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam saat itu pula. Ia

12
Ibnu shr, al-Tarr w al-Tanwr, 30:345.
5

menyandarkan pendapatnya pada hadis yang diriwayatkan Aisyah, seperti telah
disebutkan di atas, dan menggaris bawahi kalimat berikut:

Lalu, sembari bergetar hatinya, Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam pulang
dengan membawanya
Ibnu Ashur memahami kata ganti nya yang bergaris bawah sebagai ayat-ayat
yang telah disampaikan kepada Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam. Dengan
demikian menurut Ibnu Ashur Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam pulang
dari gua Hira dengan membawa ayat-ayat yang telah disampaikannya. Dari
kalimat di atas Ibnu Ashur berkesimpulan bahwa Rasulullah telah menerima
apa yang diwahyukan kepadanya sekaligus telah membacanya saat itu pula
13
.
Ibnu Ashur menguatkan pendapatnya dengan mengutip kalimat berikutnya
dari hadis yang sama:

Lalu Khadijah datang bersama Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam kepada
Waraqah bin Naufal. Khadijah berkata kepada Waraqah, Sepupuku ! dengarlah dari
keponakanmu.
Menurut Ibnu Ashur, yang dimaksud dengan kata dengarlah adalah dengarlah
kalimat yang telah diwahyukan kepadanya. Atas dasar itu Ibnu Ashur
menyimpulkan, ketika setelah dekapan ketiga dikatakan kepada Rasulullah
alla Allah Alaihy wa Sallam ,

hingga ayat kelima, Rasulullah alla


Allah Alaihy wa Sallam langsung membacanya saat itu juga sebagaimana
diperintahkan Allah
14
.
Selanjutnya Ibnu Ashur menjelaskan mafl bih dari kata

atau obyek
kalimat.

merupakan fiil mutaaddi atau kata kerja eka transitip yang


memerlukan obyek. Tapi dalam ayat tersebut tidak ditemukan obyek kalimat. Ibnu

13
Ibid, 30:435-436.
14
Ibid, 30:436.
6

Ashur memaparkan dua kemungkinan. Pertama,

diperlakukan sebagai fiil


lazim atau kata kerja intransitip dan karenanya tidak memerlukan obyek.
Berdasarkan kemungkinan pertama pengertian

adalah lakukanlah
pembacaan. Kedua, obyek dihilangkan karena sudah diketahui dari konteks
pembicaraan. Jadi, pengertian

menurut kemungkinan kedua adalah bacalah


apa yang akan didiktekan kepadamu
15
.
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, Ibnu Ashur memilih kemungkinan
kedua, sehingga penafsiran

selengkapnya menurut Ibnu Ashur adalah,


Bacalah apa yang akan didiktekan kepadamu. Dan perintah taklifi ini langsung
dilaksanakan Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam seketika seusai perintah
itu dikeluarkan.
Ibnu Ashur tidak menyinggung secara eksplisit, apakah membaca diartikan
sebagai membaca tulisan atau melaflakan kalimat dari hafalan. Tetapi pilihan
kata, apa yang didiktekan kepadamu, mengindikasikan bahwa yang dimaksud
membaca adalah melafalkan kalimat yang didiktekan Jibril, bukan membaca
tulisan.
2. Pendapat Muhammad Abduh
Seperti tafsir-tafsir klasik, al-Qasimi mengartikan

sebagai perintah taklifi


untuk membaca apa yang diwahyukan kepada Rasulullah alla Allah Alaihy wa
Sallam. Yang berbeda adalah pendapat Muhammad Abduh yang dikutipnya. Ia
katakan:
Al-Imam berkata (yang dimaksud adalah Muhammad Abduh Penulis), kamu lihat
dari konteks riwayat yang telah saya kemukakan bahwa makna asosiatif ayat
pertama adalah, jadilah pembaca yang merupakan perintah takwini. Sebab, Nabi
alla Allah Alaihy wa Sallam bukanlah seorang pembaca ataupun penulis. Karena
itu nabi mejawab berulang-ulang, saya bukan pembaca. Setelah itu datanglah titah
Allah yang menghendaki agar Nabi Muhammad alla Allah Alaihy wa Sallam
menjadi pembaca meskipun bukan seorang penulis. Kepadanya akan diturunkan
kitab suci yang akan dibacanya. Sebab itu Allah disifati yang menciptakan.
Artinya Zat yang mewujudkan segala yang ada berkuasa mewujudkan pada dirimu
kemampuan membaca, meskipun sebelumnya kamu tak pernah mempelajarinya.

15
Ibid.
7

Seakan-akan Allah berfirman, jadilah kamu pembaca dengan kekuasaan dan
kehendak-Ku
16

Abduh menolak jika

diartikan sebagai perintah taklifi. Sebab menurutnya,


jika

dipahami sebagai perintah taklifi, maka pengertian ayat tersebut demikian:


kamu diperintahkan: jika membaca, maka membacalah dengan menyebut nama
Allah. Pengertian ini bertentangan dengan makna asosiatif


17
.
Al-Qasimi menyebut pendapat Abduh sebagai pendapat yang baik. Dengan
kata lain, al-Qasimi menyetujui pendapat Abduh yang mengatakan bahwa


adalah perintah takwini.
Abduh membiarkan kalimatnya bersayap, tanpa ada kepastian apakah yang
dimaksud dengan membaca adalah membaca tulisan atau melaflakan kalimat yang
didiktekan.
3. Analisa Penafsiran
Dengan asumsi bahwa

adalah perintah taklifi, maka pertanyaan yang patut


diajukan adalah, apakah obyek bacaan yang diperintahkan untuk dibaca? Tafsir-
tafisr klasik demikian juga Ibnu Ashur menjwabnya dengan: apa yang akan
diwahyukan atau apa yang akan didiktekan. Pertanyaan selanjutnya, apakah

yang merupakan bagian dari apa yang diwahyukan atau yang akan didiktekan
juga termasuk obyek bacaan yang harus dibaca? Jika tidak, maka ayat selanjutnya
akan terputus dan tidak dapat berdiri sendiri tanpa

. Jika iya, maka kalimat


perintah menjadi bagian dari sesuatu yang diperintahkan, dan hal ini tidak logis.
Sebab, jika kalimat perintah menjadi bagian dari sesuatu yang diperintahkan,
maka akan terjadi perintah kedua dan begitu seterusnya, hingga terjadi mata rantai
tak berujung.
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah perintah taklifi tersebut telah
dilaksanakan? Berdasarkan hadis awal wahyu, Ibnu Ashur berkesimpulan
bahwa Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam telah melaksanakan perintah

16
Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Mahsin al-Ta`wl, (Beirut: Dr Kutub al-Ilmiyyah, 1418
H. ), 9:507.
17
Ibid.
8

dengan membaca apa yang didiktekan saat itu juga. Tetapi hadis awal wahyu
sama sekali tidak menyinggung, secara eksplisit maupun implisit, pembacaan
Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam pada wahyu yang didiktekan. Sehingga
kesimpulan Ibnu Ashur terkesan melompat dan dipaksakan.
Penafsiran Muhammad Abduh, sebagaimana dikutip dan disepakati al-
Qasimi, juga tidak luput dari kejanggalan. Pertanyaannya adalah, mengapa


harus dipahami sebagai perintah takwini? Jawaban Rasulullah alla Allah Alaihy
wa Sallam, saya bukan pembaca justru mengindikasikan bahwa

adalah
perintah taklifi. Sebab, jika ia dipahami sebagai perintah takwini, tentu Rasulullah
alla Allah Alaihy wa Sallam tidak perlu menjawab apa-apa. Jawaban Rasulullah
alla Allah Alaihy wa Sallam juga tidak mungkin dipahami sebagai perbedaan
persepsi antara komunikator dan komunikan: Jibril menyampaikannya sebagai
perintah takwini sementara Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam
menangkapnya sebagai perintah taklifi. Sebab, perbedaan persepsi yang berulang
tiga kali tidak pantas terjadi dalam komunikasi antara penyampai wahyu dengan
penerima wahyu.
Pertanyaan lebih fundamental patut diajukan, jika Rasulullah alla Allah
Alaihy wa Sallam tidak bisa membaca tulisan, lalu apa pengertian

yang
disampaikan Jibril? Membaca tulisan atau melfalkan kembali apa yang akan
disampaikan Jibril? Lalu, apa makna jawaban Rasulullah alla Allah Alaihy wa
Sallam,

? Apakah dalam arti tidak dapat membaca tulisan atau tidak


dapat melafalkan kembali ucapan Jibril?
Jika ayat pertama surat al-Alaq dikombinasikan dengan hadis awal wahyu
maka akan muncul empat varian pemahaman Iqra dari sudut pemahaman Jibril
dan Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam.
1. Jibril memerintahkan membaca tulisan dan Rasulullah alla Allah Alaihy
wa Sallam memahaminya sebagai perintah membaca tulisan.
2. Jibril memerintahkan membaca tulisan dan Rasulullah alla Allah Alaihy
wa Sallam memahaminya sebagai perintah melafalkan kembali ucapan
9

3. Jibril memerintahkan melafalkan kembali ucapan dan Rasulullah alla
Allah Alaihy wa Sallam memahaminya sebagai perintah membaca tulisan
4. Jibril memerintahkan melafalkan kembali ucapan dan Rasulullah
memahaminya sebagai perintah melafalkan kembali ucapan
Poin 2 dan 3 sulit digambarkan dalam sebuah komunikasi sakral antara
penyampai wahyu dan penerima wahyu. Sebab, perbedaan persepsi antara
komunikator dan komunikan yang berulang tiga kali tidak layak terjadi dalam
komunikasi sakral seperti ini. Dengan kata lain, pengertian membaca dalam
perintah Jibril

dan jawaban Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam

memiliki makna yang sama. Makna tersebut boleh jadi membaca tulisan
atau melafalkan kembali ucapan.
Jika yang dimaksud adalah membaca tulisan, maka arti ayat dan hadis
tersebut adalah sebagai berikut. bacalah tulisan yang akan aku sampaikan versi
taklifi atau jadilah kamu orang yang bisa membaca tulisan menurut versi
takwini. Lalu Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam menjawab, aku tidak bisa
membaca tulisan. Setelah dua kali dialog yang sama berulang, Jibril
menyampaikan, Bacalah tulisan yang akan aku sampaikan dengan meminta
pertolongan pada Tuhanmu versi taklifi atau Jadilah kamu orang yang bisa
membaca tulisan dengan kekuasaan dan kehendak Tuhanmu. Berdasarkan
pengertian di atas, berarti Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam akan menjadi
orang yang bisa membaca tulisan setelah sebelumnya tidak mampu. Dan
kesimpulan ini berlawanan dengan pendapat mainstream umat Islam bahwa
Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam tidak bisa membaca dan menulis.
Sebaliknya, jika pengertian membaca adalah melafalkan kembali ucapan,
maka jawaban Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam

menjadi
janggal. Sebab, artinya akan menjadi demikian, aku tidak bisa melafalkan
kembali apa yang akan kamu sampaikan. Benarkah Rasulullah tidak mampu
menirukan apa yang akan disampaikan Jibril?
10

Beberapa solusi coba dikemukakan untuk menghindari kesimpulan bahwa
Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam bisa membaca. Pertama dari sudut
pemaknaan hadis. Ibnu Hajar menjelaskan makna

dengan
mengatakan:

bermakna nafi, sebab kalau

diartikan sebagai kata tanya, maka tidak layak


dimasuki

. Meskipun konon al-Akhfash memperbolehkan masuknya

, tetapi
itu pendapat yang nyleneh.

huruf imbuhan untuk menguatkan makna nafi. Jadi


artinya adalah, Saya tidak pandai membaca. Ketika Rasulullah mengucapkan hal
itu tiga kali, dikatakan kepadanya, bacalah dengan nama Tuhanmu. Maksudnya,
Jangan kamu baca dengan kemampuanmu ataupun pengetahuanmu, tetapi dengan
daya dan pertolongan Tuhanmu. Tuhanmu yang mengajarkanmu sebagaimana Ia
menciptakanmu, membersihkanmu dari kotoran darah dan godaan setan semasa
kecilmu, mengajarkan kepada umatmu hingga mereka bisa menulis dengan pena
setelah sebelumnya menjadi umat yang tak bisa membaca dan menulis. Penafsiran
ini disebutkan al-Suhaili... Jika ditanyakan, mengapa diulang tiga kali? Abu Shmah
menjawab bahwa jawaban pertama sebagai penolakan, pengulangan kedua sebagai
informasi ketidakmampuan Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam dan
pengulangan ketiga sebagai pertanyaan. Pendapat ini didukung oleh riwayat Abu al-
Aswad dari Urwah bahwa Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam menjawab,
bagaimana aku membaca?, riwayat Ubaid bin Umair dari Abu Ishaq, Apa yang
aku baca?, dan hadis mursal al-Zuhri, bagaimana aku membaca?. Semua itu
mendukung bahwa

berfungsi sebagai kata tanya


18
.
Berdasarkan keterangan Ibnu Hajar,

bisa diartikan sebagai


pertanyaan balik kepada Jibril, Apa yang aku baca atau Bagaimana aku
membaca. Dengan pengartian ini maka kejanggalan di atas dapat teratasi. Sebab,
sumber kejanggalan adalah ketidak-mampuan Rasulullah alla Allah Alaihy wa
Sallam melafalkan kembali ucapan, ketika

diartikan sebagai penafian.


Pertanyaannya, apakah riwayat Abu al-Aswad, Ubaid bin Umair dan riwayat
mursal al-Zuhri memiliki tingkat keterpercayaan yang dapat diterima?
Solusi kedua adalah menyerah kepada kesimpulan bahwa Rasulullah alla
Allah Alaihy wa Sallam menjadi bisa membaca tulisan dengan kekuasaan dan
kehendak Tuhan setelah peristiwa wahyu pertama. Tetapi kesimpulan ini bukan
tanpa problem. Sebab, dalam peristiwa perdamaian hudaibiyah disebutkan bahwa
Rasulullah meminta kepada Ali bin Abi Thalib Radliya Allah Anhu agar

18
Ibnu Hajar al-Asqaln, Fath al-Br Shar a al-Bukhr, (Beirut: Dr al-Marifah, 1379),
1:24.
11

menunjukkan di mana tempat Muhammad Rasulullah di tulis dalam perjanjian
untuk kemudian Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam akan menghapusnya.
Ini artinya, Rasulullah tidak dapat membaca dan butuh bantuan Ali bin Abi Thalib
untuk membacakannya.
IV. Kesimpulan
Menurut mayoritas Ulama, lima ayat pertama surat al-Alaq merupakan ayat
pertama yang diturunkan kepada Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam. Surat
al-Alaq juga disebut surat al-Qalam, atau Iqra`atau Iqra` Bismi Rabbika atau
Iqra` Bismi Rabbika al-Ladh Khalaq. Al-Alaq terdiri dari 19 ayat dalam 72
kalimat yang terdiri dari 270 huruf.

pada ayat pertama dibaca

(iqra`) dengan hamzah sukun di akhir kata


dan ada sebagian yang membaca

(iqra) tanpa hamzah sukun. Makna

adalah
bacalah. Dalam ayat ini

ditafsirkan dengan, bacalah apa yang akan aku


sampaikan atau Jadilah kamu orang yang bisa membaca atau bisa juga
ditafsirkan sebagai pertanda bahwa Rasulullah alla Allah Alaihy wa Sallam
menjadi orang yang tidak lagi buta aksara. Semuanya masih memiliki kelemahan.
Masih diperlukan kajian lebih lanjut untuk mendapatkan tafsir paling sesuai
dengan konteks kalimat dan konteks dialog, serta tidak keluar dari kaidah
kebahasaan dan didukung dalil-dalil yang kuat. Wa Allah `alam bi al-
awb2013

Anda mungkin juga menyukai