Anda di halaman 1dari 20

Tafsir Surat Al-Kafirun

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Tafsir Tahlili”

Dosen Pengampu: Istiqamah, M.A

Disusun Oleh:

Faridatul Hasanah (17210825)

Haiva Satriana Zahrah (17210832)

Siti Sa’diyah (17210895)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

2020
Pembahasan

‫سورة الكافرون‬

‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬

‫) اواَل أا اَن اعابِ ٌد اما اعبا ْد ُُْت‬3( ‫) اواَل أانْ تُ ْم اعابِ ُدو ان اما أا ْعبُ ُد‬2( ‫) اَل أا ْعبُ ُد اما تا ْعبُ ُدو ان‬1( ‫قُ ْل اَيأايُّ اها الْ اكافِ ُرو ان‬

)6( ‫) لا ُك ْم ِدينُ ُك ْم اوِ ال ِدي ِن‬5( ‫) اواَل أانْ تُ ْم اعابِ ُدو ان اما أا ْعبُ ُد‬4(
Artinya:
“Katakanlah ‘hai orang kafir’ (1) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah
(2) Dan kamu juga bukan penyembah Rab yang aku sembah (3) Dan aku tidak akan
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4) Dan kamu tidak pernah pula
menjadi penyembah Rab yang aku sembah (5) Untukmu agamamu dan untukkulah
agamaku (6)”. (Qs. Al-Kafirun: 1-6)

A. Munasabah Surat
Dalam tafsir al-munir dijelaskan bahwa pada surat sebelumnya Allah SWT
memerintahkan Nabi untuk ikhlas beribadah hanya kepada-Nya. Sementara itu, surah ini
berisi tentang pengesaan dan pembebasan dari segala macam kesyirikan. Dalam surah ini
juga terdapat pengikraran yang jelas dan tegas bahwa Nabi saw, mempunyai ibadah
tersendiri yang berbeda dengan ibadah kaum kafir, beliau hanya menyembah Allah dan
tidak menyembah berhala-berhala dan patung-patung yang disembah oleh kaum kafir.1

Sedangkan dalam kitab tafsir al-maraghi disebutkan bahwa surat al-kautsar


berisi penjelasan tentang perintah Allah kepada Rasulullah saw agar beliau senantiasa
beribadah kepada-Nya sebagai tanda syukur atas nikmat Allah SWT yang berlimpah
juga dilakukan dengan ikhlas Karena Allah SWT. Kemudian dalam surat al-kafirun ini
dijelaskan tentang apa yang diisyaratkan pada surat sebelumnya. 2
B. Sababun Nuzul

1
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”, Penj Abdul Hayyie al-
Kattani, dkk, (Depok; Gema Insani, 2014), halm 698.
2
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, “Terjemah Tafsir Al-Maraghi 30 ”, Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang, 1993. hlm. 446

1
Ath-Thabari dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya
kaum Quraisy memanggil Rasulullah saw. Untuk memberi beliau harta hingga beliau
menjadi lelaki Mekah yang paling kaya dan menikahkan beliau dengan perempuan yang
beliau inginkan. Mereka berkata, “harta ini untukmu wahai Muhammad dengan syarat
kamu berhenti menghina Tuhan-Tuhan kami. Jangan menjelek-jelekkan mereka, jika
kamu tida melakukan itu, sembahlah Tuhan-Tuhan kami selama setahun.” Beliau
menjawab,”tunggu hingga aku dapat wahyu dari tuhanku.” Lantas Allah menurunkan
surah al-kafirun (‫)فُ ْل اَيأايُّ اها اْل اك ِف ُرْو ان‬, dan surah az-zumar: 64 (‫اهلُو ان‬
ِ ‫وّن أا ْعب ُد أايُّ ها ا ْل‬
‫اَّلل اَت ُْم ُر ِِ ُ ا ا‬
ِ‫)قُل أافا غا ْي ه‬.
‫ْ ا‬

Abdur Razaq meriwayatkan dari Wahab, dia berkata, kaum Quraisy berkata
kepada Nabi saw “jika kamu mau, kamu ikuti kami selama setahun dan kami akan
mengikuti agamamu ditahun berikutnya.“ Lantas Allah SWT menurunkan surah al-
kafirun. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari said bin mina’ dia berkata, “ Walid bin
Mughirah, Ash bin Wa’il, Aswad bin Muthalib dan Umaiyyah bin Khalaf menemui
Rasulullah saw, dan berkata, ‘wahai Muhammad, mari sembahlah tuhan yang kami
sembah, dan kami akan menyembah tuhan yang kamu sembah. Kami dan kamu saling
bersama-sama damai semua urusan kita.” Lantas Allah SWT menurunkan surah al-
kafirun.

Hal ini diperkuat oleh riwayat yang disebutkan oleh An-Naisaburi bahwasnya
surah ini turun tentang beberapa orang dari kaum Quraisy. Mereka berkata, “wahai
Muhammad, mari ikutilah agama kami dan kami mengikuti agamamu. Kamu menyembah
tuhan-tuhan kami selama setahun dan kami menyembah tuhanmu selama setahun. Jika
agamamu lebih baik daripada agama kami, kami ikut serta dan mengambil keuntungan
dari kebaikan tersebut. Jika agama kami lebih baik daripada agamamu, kamu telah ikut
serta dan mengambil keuntungan dari agama kami.” Beliau bersabda, “aku berlindung
kepada Allah dari menyekutukan-Nya.” Kemudian Allah SWT menurunkan surat al-
kafirun, lantas Rasulullah saw Pergi ke masjid al-haram dan didalamnya terdapat banyak
kaum Quraisy, lantas beliau membaca surah tersebut hingga selesai. Akhirnya mereka
putus asa untuk mengajak beliau.3

C. Penamaan Surat Al-Kafirun

3
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”…hlm. 699

2
Dinamakan surah al-kafirun karena Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad
saw. Untuk berbicara kepada orang-orang kafir bahwa beliau tidak akan pernah
menyembah berhala-berhala dan patung-patung yang mereka sembah.4

D. Kandungan Surat Al-Kafirun


Surah al-kafirun termasuk surah makkiyah dan termasuk surah pembebasan dari
perbuatan kaum musyrikin dan ikhlas beramal hanya untuk Allah SWT. Surah ini telah
meletakkan perbedaan absolut antara iman dan kufur, serta antara orang-orang yang
beriman dan para penyembah berhala.5
Firman Allah SWT pada ayat pertama surah ini mencakup seluruh orang-orang
kafir di muka bumi ini. Akan tetapi, pembicaraan ini sebenarnya ditunjukan kepada
orang-orang kafir Quraisy. Ada pula yang menyebutkan, sebagai teguran atas
kebodohan mereka yang mengajak Rasul saw untuk menyembah sesembahan mereka.
6

E. Keutamaan Surat Al-Kafirun


Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Jabir bahwasanya Rasulullah saw
membaca surah ini dengan surah al-Ikhlas dalam shalat dua rakaat ketika thawaf.
Dalam Shahih Muslim juga diriwayatkan dari hadis Abu Hurairah bahwasanya
Rasulullah saw, membaca kedua surah ini pada dua rakaat shalat fajar. Hal ini juga
diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar.
Dalam pembahasan surah al-zilzalah telah dijelaskan dalam hadis riwayat Ibnu
Abbas yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwasanya surah ini menyamai seperempat Al-
Qur’an dan surah al-zilzalah menyamai seperempat Al-Qur’an.7

F. Qira’at
Pada lafaz (‫ِل ِديْ ِن‬ِ‫ ا‬Nafi’ dan Hafsh membaca dengan mengkasrahkan huruf lam
‫)و ا‬
(‫ِل ِديْ ِن‬ِ‫ ا‬sedangkan al-baqun yaitu Ibnu Kastir, Abu ‘Amr, Ibnu A’mir, Syu’bah,
‫)و ا‬
Hamzah dan Al-Kisai membaca sukun huruf lam (‫ِل ِديْ ِن‬
‫)وْ ا‬.
‫ا‬
8

4
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”…hlm. 698
5
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”…hlm. 698
6
Ibnu Katsir, “Tafsir Juz ‘Amma (Diambilkan dari Tafsir Ibnu Katsir)”, Sukohajo: Penerbit Insan
kamil Solo, 2019. hlm. 505
7
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”…hlm. 698
8
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”…hlm. 700

3
G. I’rab
(‫)َل ا ْعبُ ُد اما تا ْعبُ ُد ْون‬
‫ ا‬kalimat ini mempunyai makna isim maushul (‫ )الذي‬yang di-nashab-

kan oleh fi’il (‫)أ ْاعبُ ُد‬. Sementra fi’il (‫ )تا ْعبُ ُد‬merupakan shilah dari (‫ )الذي‬dan a’id-nya

dihilangkan, perkiraan kalimatnya (‫)ماتعبدون‬. Boleh juga huruf (‫)ما‬


‫ ا‬dalam kalimat tersebut
merupakan huruf masdhariyah sehingga tidak membutuhkan a’id.
(‫ ) اواَل انْتُ ْم ٰعبِ ُد ْو ان امآ ا ْعبُ ُد‬Allah SWT memakai redaksi kata (‫ ) امآ ا ْعبُ ُد‬dan tidak memakai

huruf (‫)م ْن‬


‫ ا‬bertujuan untuk menyesuaikan dengan kalimat sebelum dan sesudahnya. Ada
yang berpendapat bahwa huruf (‫)ما‬
‫ ا‬tersebut bermakna huruf (‫)م ْن‬.
‫ا‬

(‫ اواَلأانْتُ ْم اعا بِ ُد ْو ان اماا ْعبُ ْد‬,‫ ) اواَلأا اَن اعا بِ ُد َّما اعبا ْد ُُْت‬huruf (‫)ما‬
‫ ا‬dalam dua kalimat tersebut di-nashab
karena menjadi maf’ul dari fi’il sebelumnya. Huruf (‫)ما‬
‫ ا‬tersebut bisa jadi merupakan huruf
maushul atau mashdariyah, sebagaimana (‫)ما‬
‫ ا‬yang pertama.
9

H. Balaghah
(‫)َي أايٌّ اها الْ اك ِف ُرْو ان‬
‫ ا‬khitaab dengan memberi sifat (al-kafirun) bertujuan untuk
menjelekkan dan menghina. (‫ ) اَل ا ْعبُ ُد اما تا ْعبُ ُد ْون‬kalimat ini merupakan bentuj thibaaq sald

(antonim). Kalimat pertama adalah kalimat negatif dan kalimat kedua adalah kalimat
positif.
‫ ا‬dan (‫)واَلأانْتُ ْم اعا بِ ُد ْو ان اماا ْعبُ ْد‬
(‫)َل ا ْعبُ ُد اما تا ْعبُ ُد ْون‬ ‫ ا‬terdapat muqabalah (kalimat perbandingan)
dalam dua kalimat tersebut di masa yang akan datang.

(‫ اواَلأانْتُ ْم اعا بِ ُد ْو ان اماا ْعبُ ْد‬,‫)واَلأا اَن اعا بِ ُد َّما اعبا ْد ُُْت‬
‫ ا‬terdapat muqaabalah dalam kedua kaliamat
tersebut di masa sekarang atau masa lampau. Dalam perbandingan tersebut terdapat
penolakan untuk menyembah berhala di masa sekarang dan yang akan datang.

(‫ اَلأ ْاعبُ ُد اما تا ْعبُ ُد ْو ان‬,‫)َي أيُّ اها الْ اك ِف ُرْو ان‬
‫ ا‬ada kesesuaian huruf terakhir dalam kalimat tersebut.
10

I. Mufaradat Lughawiyyah

9
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”…hlm. 700
10
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”…hlm. 700

4
(‫)َي أايٌّ اها الْ اك ِف ُرْو ان‬
‫ ا‬Wahai orang-orang kafir, yakni orang-orang kafir khusus yang telah
diketahui oleh Allah SWT bahwa mereka tidak akan beriman. Mereka adalah para
pemimpin kesyirikan di Mekah. (‫)َلأ ْاعبُ ُد اما تا ْعبُ ُد ْو ان‬
‫ ا‬aku tidak akan menyembah apa yang

kalian sembah, yakni dimasa yang akan datang. (‫ )َل‬tidak bisa masuk melainkan ke fi’il

mudhari’ yang mempunyai makna mustaqbal (masa akan datang). Itu sebagaimana
huruf (‫ )ما‬tidak masuk melainkan ke fi’il mudhari’ dengan makna hal ( masa sekarang),

yakni dimasa yang akan datang aku tidak akan menyembah berhala-berhala yang kalian
sembah sekarang.
(‫)واَل انْتُ ْم ٰعبِ ُد ْو ان امآ ا ْعبُ ُد‬
‫ ا‬Di masa yang akan datang kalian tidak akan menyembah tuhan
‫م‬ ۠
yang aku sembah sekarang, yaitu Allah SWT yang maha esa (‫ ) اواَل ا اَن اعابِ ٌد َّما اعبا ْد ُُّْت‬sekarang

ataupun dulu aku tidak akan menyembah berhala yang telah kalian sembah ( ‫اواَل انْتُ ْم ٰعبِ ُد ْو ان‬

‫ ) امآ ا ْعبُ ُد‬kalian tidak akan menyembah Tuhan yang sedang aku sembah. Boleh juga kedua

kalimat tersebut berfungsi sebagai penguat makna sebelumnya. Lebih tepatnya dikatakan
bahwa ayat kedua dan ketiga menunjukkan perbedaan pada sesembahan, Nabi saw
menyembah Allah SWT, sedangkan kaum musyirikun menyembah patung dan berhala.
Ayat ke empat dan kelima menunjukkan perbedaan dalam ibadah itu sendiri dan ibadah
Nabi saw murni kepada Allah SWT tanpa disertai kesyirikan dan kelalaian terhadap zat
yang disembah, sedangkan ibadah mereka semuanya merupakan kesyirikan, sehingga
kedua jenis ibadah tersebut tidak akan pernah bertemu.

(‫ )لا ُك ْم ِديْنُ ُكم‬bagi kalian agama kalian, yaitu agama kesyirikan yang telah kalian

yakini, (‫ِل ِديْن‬ِ‫ ا‬dan bagiku agamaku, yaitu agama tauhid atau Islam yang aku yakini dan
‫)و ا‬
tidak akan aku tolak. Baidhawi berkata, “surah ini bukan berarti memberi izin untuk
berbuat kekufuran dan meniggalkan jihad, karena telah mansukh (hapus) oleh ayat
tentang peperangan.“ Zamakhsyari berkata, “maknanya adalah sesungguhnya aku
adalah seorang Nabi yang diutus kepada kalian untuk mengajak kalian kepada

5
kebenaran dan keselamatan. Jika kalian tida menerima ajakanku dan tidak mau
mengikutiku, tinggalkanlah aku dan jangan kalian mengajakku kepada kesyirikan.”11

J. Tafsir Surat Al-Kafirun


Surah ini membebaskan kaum Muslim dari perbuatan kaum Musyirikin dan
memerintahkan untuk ikhlas beribadah kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
)2( ‫) اَل أ ْاعبُ ُد اما تا ْعبُ ُدو ان‬1( ‫قُ ْل اَيأايُّ اها الْ اكافُِرو ان‬

“Katakanlah (Muhammad, “Wahai orang-orang kafir! aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah.” (Qs. Al-Kafirun:1-2)
Katakanlah wahai Nabi kepada orang-orang kafir Quraisy, “Wahai orang-orang
kafir, aku tidak akan menyembah berhala dan patung yang kalian sembah secara mutlak.
Aku juga tida akan menyembah tuhan-tuhan kalian apapun kekadaannya.” Ayat tersebut
mencakup seluruh orang kafir dimuka bumi ini. Ali r.a berkata bahwa huruf ya itu
panggilan untuk nafs (jiwa) dan hati, ya nidaa’ juga menunjukkan untuk orang yang ada
atau hadir saat itu mau pun untuk yang tidak hadir, bagi orang jauh mau pun
dekat.kemudian beliau mengatakan bahwa huruf ha ialah panggilan untuk ruhdan juga
sebagai tanda peringatan.12

Sesungguhnya apa yang mereka sembah bukanlah Tuhan semesta alam yang
berhak disembah. Mereka telah menyembah sesuatu yang membutuhkan anak perantara
dan membutuhkan anak. Bahkan mereka membentuk sesuatu yang mereka duga sebagai
Tuhan. Tetapi yang Nabi sembah adalah Tuhan yang tidak persamaan dan tandingan-Nya.
Tuhan yang tidak memiliki anak dan istri, tidak beraga, tidak diketahui akal manusia,
tidak bertempat tinggal, tidak berpengaruh oleh masa dan tidak perlukan perantara untuk
meminta segala hal kepada-Nya. Sunggah sangatlah berbeda antara yang Nabi dan orang-
orang beriman sembah dengan orang-orang kafir sembah. Karena mereka telah
menggambarkan Tuhan mereka dengan sifat-sifat yang tidak semestinya bagi Allah
SWT.13

)3( ‫اواَل أانْتُ ْم اعابِ ُدو ان اما أ ْاعبُ ُد‬

11
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1,… hlm. 701
12
Fakhruddin Ar-Razi, “Mafatih Al-Ghaib Juz 29”, Dar al-Fikr, 1981. hlm. 143
13
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, “Terjemah Tafsir Al-Maraghi 30 ”… hlm. 447

6
“Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah.” (Qs. Al-Kafirun: 3)

Selagi orang-orang kafir itu masih berada dalam kesyirikan dan kekufuran.
Mereka tidak akan menyembah Allah yang aku sembah, Dialah Allah yang maha esa dan
tiada sekutu baginya. Korelasi anatra ayat dua dan tiga menunjukkan perbedaan yang
disembah. Nabi saw menyembah Allah SWT yang maha esa sedangkan orang-orang
kafir Quraisy menyembah berhala dan patung. Artinya pada masa yang akan datang Nabi
saw tidak akan melakukan permintaan orang-orang kafir Quraisy untuk menyembah
tuhan-tuhan mereka . Di masa yang akan datang mereka juga tidak akan melakukan
permintaan Nabi saw untuk menyembah Tuhannya.14

Ayat di atas menyatakan penyanggahan terhadap kesamaan dalam hal zat yang
disembah. Kemudian Allah menyanggah pula mengenai ketidaksamaan dalam hal
beribadah. Sebab mereka menggap bahwa ibadah yang mereka lakukan harus dengan
perantara atau khusus di tempat mereka buat. Mereka meyakini dengan menggunakan
perantara maka telah melakukan ibadah yang murni, sedang mereka tidak menganggap
Nabi lebih utama dari perantara yang mereka yakini.

)5( ‫) اواَل أانْتُ ْم اعابِ ُدو ان اما أ ْاعبُ ُد‬4( ‫اواَل أ ااَن اعابِ ٌد اما اعبا ْد ُُْت‬

“Dan aku tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.” (Qs.Al-Kafirun: 4-5)

Rasulullah saw menegaskan bahwa beliau menyembah apa yang telah mereka
sembah. Beliau hanya menyembah Allah dengan cara yang Dia disenangi dan ridhai.
Mereka juga tidak akan mengikuti perintah-perintah Allah SWT dan syari’at-Nya dalam
beribadah kepada-Nya. Bahkan mereka telah menciptakan agama sendiri. Ibadah
Rasulullah saw dan para pengikut beliau adalah murni kepada Allah SWT. Tidak
kesyirikan dan kelalaian kepada zat yang disembah. Kaum muslimin menyembah Allah
SWT dengan apa yang telah dia syari’atkan. Oleh karena itu kalimat Islam adalah
“lailaaha illallah, muhammadur rasulullah” (tiada ada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah) yakni tiada zat yang patut disembah kecuali Allah SWT
dan tiada ibadah untuk menggapai ridha-Nya melainkan risalah yang dibawa oleh

14
Wahbah Zuhaili, Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”… hlm. 701-702

7
Rasulullah saw. Sedangkan kaum musyirikun menyembah selain Allah dengan sebuah
ibadah yang tidak pernah diridho’i oleh Allah SWT. Semuanya adalah kesyirikan dan tata
caranya berasal dari perbuatan hawa nafsu dan setan. Kedua ayat tersebut menunjukkan
perbedaan dalam ibadah itu sendiri.15

Di dalam kitab tafsir At-Thobari, dikatakannya hal ini karena khitab ini dari Allah
kepada Rasulullah saw mengenai sejumlah orang musyrik, sebab telah diketahui bahwa
mereka tidak akan pernah beriman, dan itu sudah diketahui didalam ilmu-Nya, maka
Allah memerintahkan Nabi-Nya agar membuat mereka putus asa atas keinginan mereka,
dan menceritakan perihal mereka, bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi dari beliau, dan
tidak pula dari mereka, kapan pun. Allah juga telah memutuskan harapan Nabi Saw akan
keimanan mereka keberuntungan mereka selamanya, sehingga mereka tidak akan pernah
beruntungdan berhasil, hingga sebagian mereka tewas dengan senjata dalam Perang
Badar, dan sebagian lain mati sebelum itu dalam keadaan kafir.16

Al-Maraghi mengutip penafsiran dari Imam Muslim Al-Ashfahani bahwasanya


Nabi saw tidak akan melakukan ibadah seperti ibadah kafir Quraisy lakukan demikian
jug sebaliknya. Kesimpulannya, terdapat perbedaan yang asasi dalam hal beibadah dan
menyembah. Yang disembah oleh Nabi saw bukanlah batu dan caranya pun berbeda.
Yang disembah Nabi saw tidak ada satu pun yang menyamainya, tidak berbentuk seperti
orang, tidak hanya cinta pada satu bangsa dan tidak hanya mencintai satu orang saja. Hal
demikian sangatlah berbeda dengan sesembahan mereka. Ibadah yang Rasul saw lakukan
ikhlas karena-Nya, sedangkan ibadah yang mereka lakukan bercampur dengan
kemusyrikan dan kealpaan terhadap Allah SWT. Karena pada hakikatnya yang mereka
lakukan bukanlah ibadah tapi kemusyrikan.17

)6( ‫ل ِدي ِن‬ ِ


‫لا ُك ْم دينُ ُك ْم اوِ ا‬

“Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (Qs. Al-Kafirun:6)

Bagi kalian (orang-orang kafir Quraisy) kesyirikan dan kekufufuran kalian dan
bagiku agamaku yaitu agama tauhid dan ikhlas atau Islam. Agama kesyirikan kalian

15
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”… hlm. 702
16
Ibnu Jarir At-Thobari, “Jami’ Al-Bayan, Jilid 26”, Jakarta: Pustaka Azzam. hlm. 1047
17
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, “Terjemah Tafsir Al-Maraghi 30 ”… hlm. 448

8
adalah khusus bagi kaliam saja tidak bagiku. Agama tauhidku terbatas untukku bukan
untuk kalian.

Bagi kalian (orang-orang kafir Quraisy) kesyirikan dan kekufufuran kalian dan
bagiku agamaku yaitu agama tauhid dan ikhlas atau Islam. Agama kesyirikan kalian
adalah khusus bagi kaliam saja tidak bagiku. Agama tauhidku terbatas untukku bukan
untuk kalian.

Imam At-Thobari menjelaskan didalam kitab tafsirnya maksud dari ayat ini adalah
untukmulah agamamu, sehingga kamu tidak akan pernah meninggalkannya, karena itu
telah dicapkan kepadamu dan telah ditetapkan bahwa kamu tidak akan melepas diri
darinya. Kamu juga akan mati dalam keadaan memeluknya. Bagiku adalah agama yang
kini aku peluk, dan aku tidak akan pernah meninggalkannya, karena telah ditetapkan di
dalam ilmu Allah terdahulu, bahwa aku tidak akan berpindah darinya kepada selainnya. 18

Namun, menurut Ar-Razi kalimat ‫ِل ِديْن‬ِ ِ


‫ لا ُك ْم ديْنُ ُك ْم او ا‬mempunyai tiga masalah:

Permasalahan pertama, menurut beliau kalimat ‫ِل ِديْن‬ِ ِ


‫ لا ُك ْم ديْنُ ُك ْم او ا‬adalah kufurnya
kamu kepada Allah adalah tanggung jawab kamu, Allah mengatakan dalam kalimat ini
bukan berarti Allah mengizinkan kamu kafir, kalua Allah mengizinkan, Allah tidak
mungkin mengutus para Nabi-Nya dan para ulama. Jadi, maksud dari tafsiran ayat ini
yaitu:

1. Untuk ancaman
2. Seakan-akan Nabi ingin mengatakan “saya ini adalah seorang Nabi yang diutus
kepada kalian untuk menyampaikan kebenaran”

3. ‫ ِديْن‬memiliki banyak makna:


a. Agama (bagimu agamamu, dan bagiku agamaku)
b. Hisab (bagimu hisabmu, dan bagiku hisabku)
c. Balasan (bagimu balasan agamamu, dan bagiku balasan agamaku)
d. Siksaan (kamu disiksa dengan tuhanmu, dan aku disiksa oleh Tuhanku)

18
Ibnu Jarir At-Thobari, “Jami’ Al-Bayan, Jilid 26”… hlm. 1049

9
e. Doa (bagimu doamu dan bagiku doaku) doaku mesti dikabulkan karena Allah
telah berfirman ‫عنِي أ َ ْست َِجبْ لَ ُك ْم‬
ُ ْ‫ “ اُد‬mintalah (doa lah) kepadaku pasti akan aku
kabulkan”, sedangkan doa kalian (orang kafir) tidak mungkin dikabulkan
َ ‫اء ْالكَافِ ِريْنَ اإَّل فِي‬
karena Allah juga telah berfirman ‫ض ََلل‬ ِ ‫“ َو َما د ُ َع‬doa orang-orang
kafir itu sia-sia belaka”.
f. Kebiasaan (bagimu kebiasaanmu dan bagiku kebiasaanku)

ُ ُ‫لا ُك ْم ِديْن‬, terdapat faedahnya kenapa ‫لا ُك ْم ِديْنُ ُك ْم‬


Permasalahan Kedua, dari redaksi ‫ك ْم‬

bukan ‫ِديْنُ ُك ْم لا ُك ْم‬ padahal artinya sama, yaitu kalau ‫لا ُك ْم ِديْنُ ُك ْم‬ tujuannya untuk

pembatasan, artinya “agamamu untukmu dan agamaku untukku jangan sampai ada
percampuran Tuhan atau percampuran agama.

Permasalahan Ketiga, sebagai peringatan. Jadi, jangan sampai ayat ini menjadi
alasan buat orang-orang kafir untuk tidak menerima agama Islam. Karena ayat ini menur
Ar-Razi ingin memaksa orang-orang non-muslim untuk masuk Islam harus dipaksa tetapi
dengan cara-cara yang lembut, dengan cara-cara yang baik. Jadi, beliau sudah dari dulu
memperingatkan jangan sampai ayat ini menjadi alasan buat orang-orang yang
meninggalkan agama Islam, orang-orang yang kafir untuk menggunakan ayat ini.19

Surah ini tidak di mansukh dengan ayat perang. Para Ulama juga berpendapat
bahwa ini tida nasakh, akan tetapi maksudnya adalah tahdid (ancaman). Itu sebagaimana
firman Allah SWT:

‫ا ْع املُوا اما ِشْئ تُ ْم‬

“Lakukanlah apa yang kamu kehendaki!” (Qs.Fushshilat: 40)

Ayat tersebut juga sama dengan ayat:

‫وك فا ُق ْل ِل اع املِي اولا ُك ْم اع املُ ُك ْم أانْتُ ْم با ِريئُو ان ِمها أا ْع ام ُل اوأ ااَن با ِريءٌ ِمها تا ْع املُو ان‬
‫اوإِ ْن اك هذبُ ا‬

“Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka katakanlah, “Bagiku


pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa

19
Fakhruddin Ar-Razi, “Mafatih Al-Ghaib Juz 29”... hlm. 147-148

10
yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu
kerjakan.”(Qs.Yunus:41)

Dan juga firman-Nya:

‫لاناا أا ْع امالُناا اولا ُك ْم أا ْع امالُ ُك ْم‬

“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu.” (Qs. Qashash: 55)

Maksud dari semua ayat tersebut adalah ancaman, bukan keridhaan dengan agama
lain. Asy-Syafi’i dan lainnya berdalil (‫ِل ِديْ ِن‬ِ ِ
‫ )لا ُك ْم ديْنُ ُك ْم او ا‬bahwa seluruh kekufuran merupakan
satu millah (keagamaan). Orang-orang Yahudi bisa mewarisi dari orang-orang Nasrani
dan sebaliknya karena diantara keduanya terdapat hubungan atau sebab untuk saling
mewarisi. Karena seluruh agama selain Islam seperti satu hal dalam kebatilan.20 Sebab
orang Nasrani tidak boleh mewarisi dari orang Yahudi begitu pula sebaliknya. Hal ini
disampaikan oleh Imam Ahmad berdasarkan sabda Nabi saw:21

ِ ْ ‫ث ا ْهل ِملهتا‬
‫ْي اشىت‬ ُ ُ ‫َلا ياتا او اار‬

“Tidak ada waris mewarisi antara dua millah (agama) yang berbeda” (HR. Abu Daud)

K. Fiqh Kehidupan
Surah ini menunjukkan perbedaan sesembahan dan ibadah antara kaum
Muslimin dan kaum selain mereka, serta seluruh kekufuran merupakan satu agama
yang bertentangan dengan agama lain. Ketiga faktor ini menunjukkan bahwa tidak akan
mungkin dipertemukan antara kekufuran dan keimanan, serta para pemeluk agama
kedengkian yang berasal dari diri sendiri dan agama Isla serta pemeluknya.
Adapun perbedaan sesembahan antar Nabi saw serta para pengikut beliau kaum
mukmin dan kaum kafir, yaitu bahwa kelompok pertama menyembah Allah yang maha
Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, sedangkan kelompok kedua menyembah berhala, patung,
dan sekutu-sekutu lainnya dari kalangan manusia, malaikat, bintang atau selainnya yang
termasuk dalam kebatilan-kebatilan agama-agama (selain Islam).

20
Wahbah Zuhaili, Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”… hlm. 702-703
21
Ibnu Katsir, “Tafsir Juz ‘Amma (Diambilkan dari Tafsir Ibnu Katsir)”…hlm. 509

11
Adapun dalam perbedaan ibadah, kaum mu’minun menyembah Allah SWT
dengan ikhlas, tidak menyekutukan dan melalaikan zat yang disembah. Kaum mu’minun
juga menunaikannya dengan cara yang disyari’atkan dan diridho’i oleh Allah SWT untuk
hamba-hamba-Nya. Sementra itu kaum kafir dan musyrik menyembah tuhan-tuhan
mereka dengan cara kesyirikan yang mereka ciptakan sendiri dan tidak diridha’i oleh
Allah SWT.

Seluruh kekufuran merupakan satu agama yeng bertentangan dengan Islam.


Agama yang benar dan diterima disisi Allah SWT adalah agama Islam, yaitu agama ikhlas
menyembah Allah SWT dan mentauhidkan-Nya. Adapun seluruh macam kekufuran yang
bertentangan dengan prinsip tauhid, semuanya itu sama dalm inti keyakinan yang
menyimpang dari prinsip tauhid.22

22
Wahbah Zuhaili, “Tafsir Al-Munir. Aqidah, Syari’ah & Manhaj jilid 1”… hlm. 703-704

12
‫‪Lampiran tafsir Ar-Razi:‬‬

‫أ َّاما قا ْولُهُ تعاىل‪ :‬قُ ْل َي أايُّ اها الْكافِ ُرو ان فاِف ِيه ام اسائِ ُل‪:‬‬

‫ال‪َ :‬ي‬ ‫ي اع ْن اعلِ ٍّي اعلاْي ِه َّ‬


‫الس اَل ُم أان َُّه قا ا‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َّم الْ اق ْو ُل ف ايها ِِف ام اواض اع‪ ،‬اوالَّذي نزيده هاهنا‪ ،‬أانَّهُ ُرِو ا‬ ‫الْ ام ْسأالاةُ ْاْل ا‬
‫ُوىل‪ :‬اَي أايُّ اها‪ ،‬قا ْد تا اقد ا‬
‫وح‪،‬‬
‫الر ِ‬‫ب‪ ،‬اواها نِ اداءُ ُّ‬ ‫نداء النفس وأي نِ اداء الْ اقلْ ِ‬
‫ُ‬
‫اْلاِف ِي‪ ،‬اوِمنْ ُه ْم‬
‫ك ْ‬ ‫ِ‬
‫وك ثااَل اًث اواَل ُُِتيبُِن امَّرةا اما اه اذا إََِّل ِِلا ْهل ا‬ ‫ول‪ :‬أ ْاد ُع ا‬ ‫اض ِر‪ ،‬اواها لِلتَّنْبِ ِيه‪ ،‬اكأانَّهُ يا ُق ُ‬
‫اي لِلْح ِ‬
‫ب اوأ ُّ ا‬ ‫وقِيل‪ :‬اَي نِ اداء الْغاائِ ِ‬
‫ُ‬ ‫ا ا‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬
‫ب‬‫ك امعي اوفار ُاراك اع ِن يُوج ُ‬ ‫ول‪ُ :‬م اع ااملاتُ ا‬ ‫ْي اَي الذي ُه او للْباعيد‪ ،‬اوأاي الذي ُه او للْ اقريب‪ ،‬اكأانَّهُ تا اع ا‬
‫اىل يا ُق ُ‬ ‫اىل اَجا اع با ْا‬‫ال‪ :‬إنَّهُ تا اع ا‬‫ام ْن قا ا‬
‫وجب الْ ُقرب الْ اق ِريب‪ :‬واَنن أاقْ رب إِلاي ِه ِمن حب ِل الْوِر ِ‬ ‫ول نِعم ِِت إِلاي ِ‬
‫يد [ق‪]16 :‬‬ ‫ا ا ْ ُ ا ُ ْ ْ اْ ا‬ ‫ك تُ ُ ْ ا‬ ‫ص ا ْا ْ ا‬ ‫ك‪ ،‬اوُو ُ‬ ‫الْبُ ْع اد الْباعِ ايد‪ ،‬لا ِك َّن إِ ْح اس ِاِن إِلايْ ا‬
‫يق ِم ِن‪ُُ ،‬ثَّ ذكرها بعد ذلك‬ ‫ِ‬ ‫وجب الْب ع اد علاى أ ِ َّ ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ك اوالت َّْوف ُ‬ ‫ص ُري ِمْن ا‬
‫ول‪ :‬التَّ ْق ِ‬ ‫ب‪ ،‬اكأان َُّه يا ُق ُ‬ ‫ب الْ ُق ْر ا‬ ‫اي الذي يُوج ُ‬ ‫َّم اَي الَّذي يُ ُ ُ ْ ا‬ ‫اوإََِّّناا قاد ا‬
‫اْلايا ِاة‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫وجب الْ ُقر ِ‬ ‫ِ‬
‫ْي ْ‬ ‫ت احالاةٌ ُمتا اوسطاةٌ با ْا‬ ‫صلا ْ‬‫ص اَل اح ا‬ ‫ب الَّذي ُه او اكا ْْلايااة‪ ،‬فالا َّما اح ا‬ ‫ْلن‪ /‬ما يوجب البعد الذي هو كاملوت وأي يُ ُ ْ ا‬
‫اْلر ِ‬ ‫ب ختِمت حر ُ ِ ِ ِ‬ ‫اْلاالاةُ ِهي الن َّْوُم‪ ،‬والنَّائِم اَل بُ َّد وأا ْن ينبه وها اكلِمةُ تانْبِ ٍّيه‪ ،‬فالِ اه اذا َّ ِ‬
‫ف‪.‬‬ ‫وف الن اداء ِبا اذا ْاْ‬ ‫السبا ُ ا ْ ُ ُ‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا ُ‬ ‫ا‬ ‫ك ْ‬ ‫اوالْ ام ْو ِت‪ ،‬اوتِلْ ا‬
‫الْ ام ْسأالاةُ الثَّانِايةُ‪:‬‬

‫ان الْ اولِ ايد بْ ان الْ ُمغِ اريِة والعاص بن وائل واْلسود بن عبد املطلب‪ ،‬وأمية بن خلف‪ ،‬قالوا‬ ‫ول اه ِذ ِه ُّ‬
‫الس اورِة أ َّ‬ ‫ب نُز ِ‬
‫ي ِِف اسبا ِ ُ‬ ‫ُرِو ا‬
‫ول الْ اع اد ااوةُ ِم ْن باْينِناا‪ ،‬فاِإ ْن اكا ان‬ ‫ِ‬
‫ك‪ ،‬اوتا ُز ا‬ ‫ك ُم َّد اة‪ ،‬اوتا ْعبُ اد آَلتا ناا ُم َّد اة‪ ،‬فيحصل مصلح باْي نا ناا اوباْي نا ا‬ ‫لرسول هللا تعاىل‪ :‬اح ََّّت نا ْعبُ اد إِ اَلا ا‬
‫اىل‪ :‬قُ ْل أافا غا ْاري‬
‫ضا قا ْولُهُ تا اع ا‬ ‫ت اه ِذ ِه ُّ‬
‫الس اورةُ اوناازال أايْ ا‬ ‫أامراك رِش ايدا أاخ ْذ اَن ِمنْه حظًّا‪ ،‬وإِ ْن اكا ان أامراَن رِش ايدا أاخ ْذ ِ‬
‫ت منْهُ احظًّا‪ ،‬فانا ازلا ْ‬
‫ا ا‬ ‫ُْ ا‬ ‫ُ ا ا‬ ‫ا‬ ‫ُْ ا‬
‫ِ‬
‫[الزامر‪]64 :‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َِّ‬
‫اَّلل اَتُْمُروِن أ ْاعبُ ُد أايُّ اها ا ِْلاهلُو ان ُّ‬

‫اَل أا ْعبُ ُد اما تا ْعبُ ُدو ان (‪ )2‬اوَل أانْ تُ ْم عابِ ُدو ان اما أا ْعبُ ُد (‪ )3‬اوَل أاَن عابِ ٌد اما اعبا ْد ُُّْت (‪ )4‬اوَل أانْتُ ْم عابِ ُدو ان اما أا ْعبُ ُد (‪)5‬‬

‫فاِف ِيه ام اسائِ ُل‪:‬‬

‫ان فِ ايها تِ ْكار اارا أ َّاما ْاْل َّاو ُل‪:‬‬ ‫اح ُد ُُهاا‪ :‬أانَّهُ اَل تِ ْكر اار فِ ايها اوالث ِ‬
‫َّاِن‪ :‬أ َّ‬ ‫ا‬
‫ِِ ِ ِ‬
‫ُوىل‪ِِ :‬ف اهذه ْاَلياة قا ْواَلن‪ :‬أ ا‬
‫الْ ام ْسأالاةُ ْاْل ا‬
‫ِ ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍّ‬ ‫ِ‬
‫ضا ِرٍّع‬‫يل اعلاى أن اْلول للمستقبل أن اَل تا ْد ُخ ُل إََِّل اعلاى ُم ا‬ ‫ان ْاْل َّاوال للْ ُم ْستا ْقبا ِل‪ ،‬اوالثَّاِنا للْ احال اوالدَّل ُ‬ ‫فاتا ْق ِر ُيرهُ م ْن ُو ُجوه أ ا‬
‫اح ُد اها‪ :‬أ َّ‬
‫ال ْ ِ‬ ‫ان لا ْن اَتْكِي ٌد فِ ايما ياْن ِف ِيه اَل‪ ،‬اوقا ا‬
‫ِِف ام ْع اَن ِاَل ْستِ ْقبا ِال‪ ،‬أا ْن تاارى أ َّ‬
‫ت اه اذا فا اق ْولُهُ‪ :‬اَل أ ْاعبُ ُد اما‬ ‫اصلُ ُه اَل أا ْن‪ ،‬إِ اذا ثابا ا‬
‫يل ِِف لا ْن أ ْ‬ ‫اْلال ُ‬
‫اعلُو ان ِِف الْ ُم ْستا ْقبا ِل اما أاطْلُبُهُ ِمْن ُك ْم ِم ْن ِعبا ااد ِة‬ ‫تاعب ُدو ان أاي اَل أافْ عل ِِف الْمستا ْقب ِل ما تاطْلُبوناه ِم ِن ِمن ِعباد ِة ِآَلتِ ُكم واَل أانْتُم فا ِ‬
‫ْ اا ا ْا ْ‬ ‫اُ ُ ْ ا ا ُ ُ‬ ‫ْ‬ ‫ُْ‬
‫ودي الْو ْجهُ الث ِ‬ ‫اْل ِال بِعابِ ِدين لِمعب ِ‬ ‫ال‪ :‬وَل أاَن عابِ ٌد ما عب ْد ُُّت أاي ولاست ِِف ْ ِ ِ ِ ٍّ‬ ‫ِِ‬
‫َّاِن‪:‬‬ ‫ا‬ ‫اْلاال ب اعابد ام ْعبُواد ُك ْم اواَل أانْتُ ْم ِِف ْا ا ا ا ْ ُ‬ ‫ا اا ْ ْ ا ْ ُ‬ ‫إ اَلي‪ُُ ،‬ثَّ قا ا ا‬
‫ان قا ْوال‪ :‬اوَل أاَن عابِ ٌد اما اعبا ْد ُُّْت لَِِل ْستِ ْقبا ِال أانَّهُ ُرفِ اع‬ ‫يل اعلاى أ َّ‬ ‫ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ‬
‫ب ْاْل ْامار فاتا ْج اع ال ْاْل َّاوال للْ احال اوالثَّاِنا لَل ْست ْقباال اوالدَّل ُ‬
‫ِ‬
‫أا ْن تا ْقل ا‬
‫ال الْ او ْجهُ‬ ‫ال‪ :‬أا اَن قااتِ ٌل ازيْ ادا فُ ِه ام ِمْنهُ ِاَل ْستِ ْقبا ُ‬ ‫ك أ َّان اه اذا لَِِل ْستِ ْقبا ِال بِ ادلِ ِيل أانَّهُ لا ْو قا ا‬‫لِ ام ْف ُه ِوم قا ْولِناا‪ :‬أا اَن اعابِ ٌد اما اعبا ْد ُُْت اواَل اش َّ‬
‫َّاِن ِِبَِل ْستِ ْقبا ِال ادفْ اعا‬ ‫صلُ ُح لِْل اح ِال اولَِِل ْستِ ْقبا ِال‪ ،‬اولا ِكنَّا خنص إحداها ِِب ْْلا ِال‪ ،‬اوالث ِ‬ ‫ِ ٍّ ِ‬
‫ض ُه ْم‪ُ :‬ك ُّل اواحد مْن ُه اما يا ْ‬ ‫ال با ْع ُ‬ ‫ث‪ :‬قا ا‬ ‫الثَّالِ ُ‬
‫اخااَب أ َّاواَل اع ِن ِاَل ْستِ ْقبا ِال‪ ،‬فاِِلانَّهُ ُه او الَّ ِذي‬ ‫يب‪ ،‬اوإِ ْن قُلْناا‪ :‬أ ْ‬
‫اْل ِال‪ُُ ،‬ثَّ ع ِن ِاَلستِ ْقب ِال‪ ،‬فا هو َّ ِ‬
‫الَّتت ُ‬
‫ُا ْ‬ ‫ْ ا‬ ‫ا‬ ‫اخااَب اع ِن ْا‬
‫ِِ‬
‫للت ْكارا ِر‪ ،‬فاِإ ْن قُلْناا‪ :‬إِنَّهُ أ ْ‬
‫اْل ْخبا ِر اع ِن ْ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ ِ ِ‬ ‫ِِ‬
‫َّار‬
‫الصنا ام‪ ،‬اوأ َّاما الْ ُكف ُ‬ ‫وما أانَّهُ اما اكا ان يا ْعبُ ُد َّ‬ ‫اْلاال اواكا ان ام ْعلُ ا‬ ‫يل‪ :‬اما فاائ ادةُ ِْ ا‬ ‫اد اع ْوهُ إلاْيه‪ ،‬فا ُه او ْاْل ااه ُّم فابا ادأا به‪ ،‬فاإ ْن ق ا‬

‫‪13‬‬
‫ض ْاْلاحو ِال؟ قُ ْلناا‪ :‬أ َّاما ا ْْلِ اكاي ُة عن نا ْف ِس ِه فالِئ ََّل ي ت وَّهم ا ِْل ِ‬
‫اه ُل أانَّهُ يا ْعبُ ُد اها ِسًّرا اخ ْوفاا ِمْن اها أ ْاو طا ام اعا‬ ‫فا اكانُوا يا ْعبُ ُدو ان َّ ِ‬
‫ا اا ا ا ا‬ ‫ا اْ‬ ‫اَّللا ِف با ْع ِ ْ ا‬
‫ود ِمن ْاْل َّاولا ْ ِ‬
‫ْي‬ ‫صا ا‬ ‫اختِيا ُار أِاِب ُم ْسلٍِّم أ َّ‬
‫ان الْ ام ْق ُ‬ ‫الرابِ ُع اوُه او ْ‬
‫اص اَل‪ .‬الْ او ْج ُه َّ‬ ‫ان فِعل الْ اكافِ ِر لاي ِ ٍّ‬
‫س بِعبا اادة أ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫إلاْي اها اوأ َّاما نا ْفيُهُ عبا ااد اَتُْم فاِل َّ ْ ا‬
‫ِ‬
‫ْ ا‬
‫ص اد ِر‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ود اواما ِِباْع اَن الَّ ِذي‪ ،‬فا اكأانَّهُ قا ا‬
‫اَّللا‪ ،‬اوأ َّاما ِِف ْاْلاخ ارييْ ِن فا اما ام اع الْف ْع ِل ِِف اَتْ ِو ِيل الْ ام ْ‬
‫اصنا اام اواَل تا ْعبُ ُدو ان َّ‬
‫ال‪ :‬اَل أ ْاعبُ ُد ْاْل ْ‬ ‫الْ ام ْعبُ ُ‬
‫الش ْراك اوتا ْرِك النَّظاِر‪ ،‬اواَل أانْتُ ْم تا ْعبُ ُدو ان عِبا اادِت‬
‫أاي اَل أ ْاعب ُد ِعبادتا ُكم الْمبنِيَّ اة علاى ِ‬
‫ُ ا ا ُ اْ ا‬ ‫ْ‬
‫ل ِدي ِن (‪)6‬‬ ‫ِ‬
‫لا ُك ْم دينُ ُك ْم اوِ ا‬
‫اه ِل‪ ،‬اوُه او قا ْولُهُ‪:‬‬ ‫ُّ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ان أ َّاوال ُّ ِ‬ ‫الس اؤ ُال الث ِ‬
‫َّاِن‪ :‬أ َّ‬
‫َّس ُ‬
‫الس اورة ا ْشتا ام ال اعلاى التَّ ْشديد‪ ،‬اوُه او الن اداءُ ِبلْ ُك ْفر اوالتَّ ْكر ُير اوآخاراها اعلاى اللطْف اوالت ا‬ ‫ُّ‬
‫ت ِِف اَْت ِذي ِرُك ْم اعلاى اه اذا ْاْل ْام ِر‬
‫ول‪ :‬إِِِن قا ْد اِبلاغْ ُ‬ ‫ْي ْاْل ْاماريْ ِن؟ ‪ /‬ا ِْلااو ُ‬
‫اب‪ :‬اكأان َُّه يا ُق ُ‬ ‫ف او ْجهُ ا ِْلا ْم ِع با ْا‬
‫لا ُكم ِدينُ ُكم وِ ِ‬
‫ِل دي ِن فا اكيْ ا‬‫ْ اا‬ ‫ْ‬
‫ٍّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ت فيه‪ ،‬فاإ ْن اَلْ تا ْقبا لُوا قا ْوِِل‪ ،‬فااتْ ُرُك ِوِن اس اواءا ب اس اواء‪.‬‬ ‫الْ اقبِ ِ‬
‫ص ْر ُ‬
‫يح‪ ،‬اواما قا َّ‬

‫ول‪ :‬لا ْن أ ْاعبُ اد اما تا ْعبُ ُدو ان‪ِْ ،‬ل َّ‬


‫ان اه اذا أابْلا ُغ‪ ،‬أااَل‬ ‫ث‪ :‬لا َّما اكا ان التِ ْكرار ِْلاج ِل التَّأْكِ ِ‬
‫يد اوالْ ُمباالاغاِة فا اكا ان يانْ باغِي أا ْن يا ُق ا‬ ‫اُ ْ‬ ‫الس اؤ ُال الثَّالِ ُ‬
‫ُّ‬
‫اب‪:‬‬ ‫ف لا َّما ِبلاغُوا قاالُوا‪ :‬لان نا ْد ُعوا ِمن ُدونِِه إَِلا [الْ اك ْه ِ‬ ‫اصحاب الْ اك ْه ِ‬ ‫تاارى أ َّ‬
‫اِلااو ُ‬ ‫ف‪ ]14 :‬او ْ‬ ‫ْ ا ْ‬ ‫ا‬ ‫ان أ ْ ا ا‬
‫الصنا ام قا ْب ال الش َّْرِع‪،‬‬ ‫اح ٍّد ِم ْن ُُما َّم ٍّد اعلاْي ِه َّ‬
‫الس اَل ُم أان َُّه اما اكا ان يا ْعبُ ُد َّ‬ ‫ِ‬ ‫الْمبالاغاةُ إََِّّناا ُُيتااج إِلاي ها ِِف مو ِض ِع الت ِ‬
‫ُّه امة‪ ،‬اوقا ْد اعل ام ُك ُّل أ ا‬
‫ْ‬ ‫ْ ُ ْا اْ‬ ‫ُا‬
‫اص احاب الْ اك ْهف فإنه وجد منهم ذلك فيما قبل‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ف يا ْعبُ ُدهُ با ْع اد ظُُهور الش َّْرِع‪ِ ،‬ب اَلف أ ْ‬
‫فا اكْي ا‬

‫‪14‬‬
Daftar Pustaka

Ar-Razi, Fakhruddin, Mafatih al-Ghaib Juz 29, Dar al-Fikr, 1981

Jarir, Ibnu At-Thobari, Jami’ al-Bayan Jilid 26, Jakarta: Pustaka Azzam

Katsir, Ibnu, Tafsir Juz ‘Amma (Diambilkan dari Tafsir Ibnu Katsir), Solo: Insan
Kamil, 2019

Mustafa, Ahmad Al- Maraghi, Terjemah Tafsir Al- Maraghi 30, Semarang: PT. Toha
Putra, 1993

Zuhaili, Wahbah, Tafsir Al- Munir. Aqidah, Syari’ah dan Manhaj, Depok: Gema
Insani, 2014

15
Quotes surat Al-Kafirun:

1. Zulfi Ida Syarifah


“Kesepian terburuk adalah jika sudah tidak nyaman dengan diri sendiri”
2. Farhah Rahmah Hidayah
“Jangan takut untuk berbeda, karena di dunia sudah terlalu padat dengan orang
biasa”
3. Enung Nurlaela
“Jangan pernah takut kehilangan terhadap sesuatu, ingatlah bahwa segalanya
adalah milik Allah”
4. Faridhatul Hasanah
“Sebenarnya dalam hidup kita tidak ada yang sia-sia, cukup nikmati dan syukuri
sekalipun itu pahit”
5. Umnia Lailatul Rahimah
“Kita tidak bisa menghakimi Amal perempuan lebih banyak atau lebih sedikit dari
kerudung yang ia pakai”
6. Umi Farihah
“Allah mengerti do’a-do’a kita, bahkan ketika kita tak punya kata yang tepat untuk
mengungkapkannya”
7. Yunita Umar
“Balas dendam terbaik adalah menjadikan dirimu menjadi lebih baik”
8. Hilmy Rabi’ah nur
“Sehina-hinanya sesuatu tak pantas untuk kita merasa ‘lebih baik’ darinya.”
9. Roro Muthoharoh
“Adalah Ikhlas. ketika kritik, hinaan bahkan fitnah tidak mengendorkan amalmu
dan tida membuat semangatmu punah”
10. Atika
“Terkadang yang sulit bukan hanya ujian, tetapi juga pada memberikan rasa
percaya diri dan yain mampu menjalaninya. Syukurilah pada masa lalu yang
mengajari lebih baik untuk hari ini dan esok”
11. Iffah Nurul Isnaini

16
“Orang yang mengalahkan keinginannya lebih berani dari pada orang yang
mengalahkan musuhnya, karena kemenangan yang paling sulit adalah
kemenangan atas diri sendiri.”
12. Siti Wahyuni
“I try to don’t give up, but my journey is always talking about lose”
13. Raudhatul Iklimah
“Kau menuntut sempurna, sedangkan dirimu tak mampu mengajarkannya, jadi
bagaimana bisa? Think about that”
14. Galuh Widya Murti
“Allah telah menanamkan be\nih iman di dalam hati kita, selanjutnya terserah kita
untuk menyiraminya dan membiarkannya tumbuh”
15. Hidayatus Salikiyah
“Kamu gak bisa bahagia, kalau cuma kamu satu-satunya yang bahagia”
16. Wahyu Dian Saputri
“Untuk apa diciptakan mata dan hati, jika menilai orang dengan telinga.”
17. Qurrotul Aini
“Hati. Ia medan luas yang mungkin tak semua orang bisa memahaminya. Dengan
hati kita mampu menyemai sait namun dengan hati pula ia mampu mengobati.”
18. Trada Aurelia
“Ciri kelalaian manusia adalah sering mengeluh ketika sedang di uji dan jarang
bersyukur ketika mendapatkan nikmat”
19. Thoyyibatus Saidah
“Yang tampak baik belum tentu terbaik. Misalnya dalam perihal jodoh”
20. Ulva Mauliza
“Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi. Namun ilmu tanpa iman
bagaikan lentera di tangan pencuri”
21. Syifa Nurtsania
“Jangan terlihat bodoh, musuhmu menyukai itu. Meski sedang tidak tau, pura-
puralah mengerti”
22. Haplatul Layal Mardika
“Jangan takut jika seseorang pergi, takutlah jika dia bersamamu tapi hatinya untuk
orang lain”

17
23. Farah Salsabila Alif
“Jika ada seseorang menghinamu dan mempermalukanmu dengan apa yang ia
ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan apa yang
engkau ketahui ada padanya, akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya”
24. Febri Suryamita
“Perubahan itu menyakitkan, ia menyebabkan orang merasa tidak aman, bingung,
dan marah. Orang menginginkan hal seperti sediakala, karena mereka ingin hidup
yang mudah”
25. Shofiyah Iskandar
“Disetiap kali aku bersabar Allah selalu datangkan kejutan setelahnya.
Percayalah, buah dari kesabaran itu manis”
26. Siti Fauziyah Amalia
“Jangan bandingkan hidupmu dengan orang lain, karena antara matahari dan
bulan pun, mereka bersinar saat waktunya tiba”
27. Qurrota Ayunin al Alam
“Mata dapat melihat dengan jelas namun hati dapat melihat dengan jujur”
28. Hilma Azhari
“Dunia itu luas, jadi kalo ada yang berbeda jangan kaget”
29. Siti Sa’diyah
“Do’a memberi kekuatan pada mereka yang lemah, memberi keyakinan pada
mereka yang ragu, dan memberi keberanian pada mereka yang takut”
30. Siti Farhantunnisa
“Kau tak perlu memaksa untuk terus terlihat ceria, hidup selalu punya rasa pahit
sebelum rasa manis tercipta”
31. Salma Indri Afiani
“Takdir Allah pasti baik. Terus perbaiki diri karena yang terbaik akan diantarkan
Allah pada waktu yang paling baik”
32. Suci Amelia
“Angin tidak berhembus untuk menggoyahkan pohonnya, melainkan menguji
kekuatan akarnya”
33. Gina Maulida

18
“Karena harapan mampu melihat bahwa ada seberkas cahaya dibalik pekatnya
kegelapan”
34. Fitroh Ni’matul Kafiyah
“Merasa baik belum tentu dinilai baik”
35. Syarifah Mudaim
“Toleransi sangat dibutuhkan untuk menjaga hubungan baik antar sesama demi
terciptanya persahabatan, persaudraan dan persatuan masyarakat”
36. Haiva Satriana Zahra
“Konsistensi terhadap suatu hal yang terpuji akan mengantarkanmu ke pada
kebahagian yang hakiki”
37. Hermanida
“ Jangan biarkan semua berlalu dengan sia-sia, hargai setiap usahamu”

19

Anda mungkin juga menyukai