ISSN 1410-9379 ANALISIS PERTUMBUHAN MIKROBA IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius sutchi) ASAP YANG TELAH DIAWETKAN SECARA ENSILING
Wazna Amin
dan Tjipto Leksono
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau
Diterima: 09-8-2001 Disetujui: 12-9-2001
ABSTRACT
The dipping treatment of giant fresh-water catfish (Pangasius sutchi) into the liquid of fermented cabbage (Brassica oleracia) affects very significantly to the sensory value, total bacteria, and total molds of the smoked-fish yielded. The dipping treatment (ensiling) for 3 hours can endure the sensory quality of the smoked-catfish up to 35 days. The others are 30 days for 2 hours, 25 days for 1 hour, and 20 days for without dipping. Water content of the smoked-catfish yielded is between 30,5% and 34,8%. Total bacteria of the smoked-catfish are between 2,6x10 2 and 8,3x10 4 cell/gr, below the rejection borderline, meanwhile the total molds are between 2,1 X 10 2 and 8,8 X 10 8 cell/gr. The species of molds identified are Rhizopus sp. and Aspergillus sp.
PENDAHULUAN Produksi ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) meningkat dari tahun ke tahun. Dari total produksi 1288,2 ton pada tahun 1992 me- ningkat menjadi 1318,5 ton pada ta- hun 1994, dengan luas areal budi- daya mencapai 915 Ha (Dinas Peri- kanan Propinsi Riau, 1995). Pada tahun 1996 luas areal budidaya (kolam dan karamba) meningkat menjadi 1144 Ha dengan total pro- duksi 1326,3 ton (Dinas Perikanan Propinsi Riau, 1997). Sebahagian besar produksi ikan Jambal Siam ini dipasarkan dalam keadaan segar. Untuk mengatasi sekaligus me- ngantisipasi kelebihan produksi ikan Jambal Siam, maka diperlukan usa- ha diversifikasi produk perikanan, yang banyak disukai masyarakat, yaitu ikan asap. Menurut Dinas Perikanan Propinsi Riau (1995), permintaan ikan asap selalu me- ningkat setiap tahunnya. Sejak tahun 1988, produksi ikan asap telah Jurnal Natur Indonesia 4 (1) ISSN 1410-9379 meningkat empat kali lipat dari 80 ton menjadi 343 ton pada tahun 1994. Permintaan ikan asap tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang seiring dengan semakin meningkatnya jum- lah hotel dan restoran yang me- nyediakan masakan dari ikan asap. Meningkatnya wisatawan yang membeli ikan asap sebagai oleh-oleh dan permintaan ikan asap oleh Malaysia dan Singapura diper- kirakan akan memacu peningkatan produksi dan kualitas ikan asap. Daya tahan ikan yang diasap tanpa pengawet relatif pendek ka- rena mudah ditumbuhi jamur selama penyimpanan pada suhu kamar se- hingga menurunkan mutu produk. Menurut Moelyanto (1968), agar ikan asap dapat awet harus dikom- binasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya sebelum ikan di- asapi, ditambahkan bahan pengawet seperti garam NaCl maupun bahan pengawet lainnya seperti asam sor- bat dan garam-garamnya, benzoat dan lain-lain. Menurut Suriawiria (1980), sistem pengawetan ikan yang umum dilakukan adalah secara fisis, ki- miawi, dan biologis ensiling. Proses ensiling merupakan proses pe- ngawetan pangan alami (ikan, hasil tanaman, daging, dll) dengan me- manfaatkan kemampuan kelompok bakteri laktat, yaitu Lactobacillus plantarum, L. acidophylus, Leuco- nostoc mesenterousdes, Strepto- coccus faecalis, dan S. lactis. Per- tumbuhan kelompok bakteri ini mampu menurunkan nilai pH subs- trat hingga di bawah 4,5. Pada pH tersebut, pertumbuhan kelompok bakteri lain dapat dihambat. Proses ensiling dapat dilakukan secara mu- dah, murah dan sederhana, aman dan tidak mengurangi nilai orga- noleptik bahan pangan. Produk ikan awetan secara ensiling dapat dilakukan dengan memanfaatkan limbah kubis (Bras- sica oleracia). Limbah kubis dapat diperoleh dari pedagang kubis yang selalu membuang lapisan luar dari daunnya sebelum dipasarkan. Lapi- san daun luar kubis ini jika di- biarkan menumpuk dan terlambat dibuang akan membusuk dan me- rusak lingkungannya. Amin (1998) menyatakan bah- wa ikan Jambal Siam segar yang direndam dalam larutan hasil fermentasi limbah kubis selama 2 jam dapat memperpanjang masa simpan ikan basah tersebut hingga 18 jam pada suhu kamar. Seperti yang telah diungkapkan oleh Suriawiria (1986), yang menyatakan bahwa pengawetan ikan secara ensiling dapat dilanjutkan dengan pengasapan, maka dapat diharapkan Jurnal Natur Indonesia 4 (1) ISSN 1410-9379 bahwa masa simpan ikan Jambal Siam asap yang dihasilkan melalui pengawetan secara ensiling sebelum pengasapan akan lebih lama. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengevaluasi per- tumbuhan mikroba pada ikan Jambal Siam asap yang telah mengalami pengawetan secara ensiling, yaitu perendaman dalam larutan hasil fer- mentasi limbah kubis selama pe- nyimpanan pada suhu kamar, sehingga dapat diketahui mutu ikan asap yang terbaik.
BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) dengan ukuran 400-450 gr/ekor dalam keadaan masih hidup, limbah daun kubis (Brassica oleracia), dan garam dapur (NaCl). Bahan lainnya, yaitu tempurung kelapa (Coconut sp.) dan kayu karet (Havea bra- silliansis) sebagai bahan bakar pe- ngasapan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Ke- lompok (RAK). Faktor perlaku- annya adalah lama perendaman ikan Jambal Siam dalam larutan hasil fer- mentasi limbah kubis, yang terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu: peren- daman selama 0 jam atau tanpa pe- rendaman (A 0 ), 1 jam (A 1 ), 2 jam (A 2 ), dan 3 jam (A 3 ). Sebagai ke- lompok adalah lama penyimpanan yang terdiri atas 5 kelompok, yaitu: penyimpanan selama 0 hari, 15 hari, 30 hari, 45 hari, dan 60 hari. Langkah pertama adalah pem- buatan larutan ensiling. Prosedur pembuatan larutan pengawet untuk ensiling menurut Suriawiria (1983) adalah sebagai berikut: mula-mula limbah kubis dicuci dan diiris se- panjang 0,5 cm, lalu dimasukkan ke dalam ember plastik berisi larutan garam dapur 2,5% dengan ukuran perbandingan 100 gr irisan daun kubis per liter larutan. Selanjutnya, diaduk rata, lalu ditutup rapat dan diinkubasi selama 6 hari. Setelah itu, hasil fermentasi disaring, dipasteu- risasikan, lalu didinginkan. Langkah berikutnya adalah pe- rendaman ikan dalam larutan ensi- ling. Mula-mula sebanyak 60 ekor ikan jambal Siam disiangi, yaitu de- ngan cara membuang isi perut dan sirip. Bagian punggung dibelah dari ekor ke kepala, lalu dicuci bersih dan ditiriskan. Selanjutnya ikan ter- sebut direndam dalam larutan hasil fermentasi kubis sesuai dengan per- lakuan masing-masing. Setelah ikan direndam dalam larutan ensiling, ikan tersebut diti- riskan lalu diasap di dalam rumah asap pada suhu 6085 o C selama 1 hari (Moelyanto, 1982). Setelah Jurnal Natur Indonesia 4 (1) ISSN 1410-9379 pengasapan selesai, ikan asap di- biarkan dingin (diangin-anginkan), lalu dikemas dalam kantong plastik polietilena. Untuk mengevaluasi mutu ikan asap yang dihasilkan, maka digu- nakan beberapa parameter mutu, yaitu: nilai organoleptik (Kartika et al., 1988) total bakteri, total jamur dan identifikasi jamur (Fardiaz, 1989 a). Selanjutnya, data yang di- peroleh dihitung menggunakan me- tode ANAVA untuk menguji pe- ngaruh perlakuan, yang dilanjutkan dengan uji BNT untuk menentukan perlakuan terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Mutu Organoleptik Nilai organoleptik merupakan rata-rata nilai karakteristik inderawi rupa, tekstur, bau dan rasa. Kualitas rupa ikan Jambal Siam asap dipe- ngaruhi oleh terlihatnya pertum- buhan jamur, sehingga dapat menu- runkan nilai organoleptik ikan asap tersebut. Perlakuan tanpa perenda- man (A 0 ) menunjukkan pertumbu- 0han jamur pada hari ke-15, sedang- kan pada perlakuan lainnya jamur baru bertumbuh pada hari ke-30. Ikan Jambal Siam berkadar lemak tinggi yaitu 6,1%. Hal ini me- nyebabkan ikan ini mudah teroksi- dasi dan menyebabkan bau tengik, sementara itu protein ikan juga te- rurai dan menghasilkan bau busuk. Menurut Ketaren (1986), selain oleh karena proses oksidasi, mikroba da- pat merusak lemak dengan meng- hasilkan cita rasa yang tidak enak dan berbau tengik. Kerusakan pro- tein, oleh Winarno (1989) dikatakan bahwa bakteri yang terdapat pada bahan pangan menghasilkan enzim yang akan menguraikan protein se- hingga menghasilkan bau busuk. Rasa ikan Jambal Siam asap dipengaruhi oleh rasa asam lak-tat yang enak, namun kalau terlalu asam menyenabkan tidak disukai panelis. Selain itu, rasa dipengaruhi oleh terjadinya proses oksidasi le- mak ikan yang menimbulkan bau tengik dan rasa tidak enak. Nilai mutu rasa yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan A 2 , sementara itu perlakuan A 0 menunjukkan tekstur yang lembek akibat meningkatnya kadar air hasil oksidasi lemak. Nilai organoleptik ikan Jambal Siam asap ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 1 berikut. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai organoleptik mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan tersebut disebabkan oleh terjadinya kerusakan ikan Jambal Siam asap akibat perubahan kimia maupun mikrobiologis. Penurunan mutu or- ganoleptik tersebut berlangsung me- lampaui batas penolakan (border- Jurnal Natur Indonesia 4 (1) ISSN 1410-9379 line) yaitu 5 dari skala hedonik 9 (Kartika et al., 1988). Sementara itu, Dirjen Pengawasan Obat dan Maka- nan (1992) menetapkan ambang ba- tas minimal untuk produk ekspor adalah 7.
Perendaman ikan dalam larutan ensiling tersebut sebelum ikan di- asap berpengaruh sangat nyata ter- hadap nilai organoleptik ikan Jambal Siam asap yang dihasilkan (P<0.01; ANAVA). Perlakuan perendaman selama 2 jam (A 2 ) dalam larutan ha- sil fermentasi kubis menghasilkan ikan Jambal Siam asap yang terbaik dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya (P<0.01; BNT). Perlakuan perendaman 3 jam (A 3 ) tidak berbeda nyata dengan perla- kuan tanpa perendaman (A 0 ). Hal ini disebabkan karena perlakuan A 0 menghasilkan ikan asap yang cepat ditumbuhi jamur dan berbau tengik, sementara itu perlakuan A 3 mengha-
silkan rasa yang terlalu asam dan teksturnya rapuh sehingga kurang disukai konsumen. Hal ini dipe- ngaruhi oleh tingginya tingkat ke- asaman larutan hasil fermentasi ku- bis, yang digunakan untuk larutan ensiling, yang mengandung 2,3% asam laktat dengan pH 3,6.
Total Bakteri Total bakteri yang terdapat pada ikan Jambal Siam asap yang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 15 30 45 60 Lama Penyimpanan (hari) N i l a i
O r g a n o l e p t i k A0 A1 A2 A3
Gambar 1. Grafik Nilai Organoleptik Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) Asap yang telah Diawetkan secara Ensiling selama 0 Jam (A 0 ), 1 Jam (A 1 ), 2 Jam (A 2 ), dan 3 Jam (A 3 ). Jurnal Natur Indonesia 4 (1) ISSN 1410-9379 telah diawet secara ensiling berkisar antara 2,6x10 2 dan 8,3x10 4 sel/gr sampel. Jumlah tersebut masih di bawah ambang batas, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (1992), yaitu maksimal 5x10 5
sel/gr. Gambar 2 berikut ini me- nampilkan grafik peningkatan total bakteri pada ikan asap.
Pada awal penyimpanan, total bakteri yang terdapat pada ikan Jam- bal Siam asap relatif tidak berbeda untuk setiap perlakuan. Selanjutnya jumlah bakteri semakin meningkat seiring dengan lamanya penyimpa- nan. Menurut Buckle et al. (1985), lingkungan yang optimal untuk per- tumbuhan bakteri akan menyebab- kan bakteri dapat tumbuh secara maksimal yang ditunjukkan oleh ke- naikan kurva pertumbuhannya. Perlakuan perendaman dalam larutan ensiling berpengaruh sangat nyata terhadap total bakteri ikan Jambal Siam asap (P<0,01; ANAVA). Peningkatan total bakteri pada perlakuan A 3 lebih lambat di-
bandingkan dengan perlakuan lain- nya, disebabkan oleh lebih tingginya penetrasi asam ke dalam daging ikan. Namun demikian, perlakuan A 3 tidak berbeda sangat nyata di- bandingkan dengan perlakuan A 1
dan A 2 (P>0,01; BNT), tetapi ber- beda sangat nyata dengan perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 0 15 30 45 60 Lama Penyimpanan (Hari) T o t a l
B a k t e r i
( L o g ) A0 A1 A2 A3 Gambar 2. Grafik Total Mikroba pada Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi ) Asap yang telah Diawetkan secara Ensiling selama 0 Jam (A 0 ), 1 Jam (A 1 ), 2 Jam (A 2 ), dan 3 Jam (A 3 ) Jurnal Natur Indonesia 4 (1) ISSN 1410-9379 A 0 . Menurut Suriawiria (1983), cara pengawetan ikan berdasarkan proses ensiling merupakan proses penga- wetan menggunakan bahan alami dengan memanfaatkan kemampuan kelompok bakteri laktat. Proses fer- mentasi yang terjadi dapat menu- runkan pH substrat menjadi 3 sam- pai 4,5 sehingga pertumbuhan ke- lompok bakteri lain akan terhambat. Menurut Buckle et al. (1985), asam mempunyai sifat anti-mikroorganis- me yang dipengaruhi oleh rendah- nya pH dan sifat racun dari asam.
Total Jamur dan Identifikasinya Total jamur yang terdapat pada ikan Jambal Siam asap berkisar an-
tara 2,1x10 2 dan 8,8x10 8 sel/gr sam- pel. Total jamur meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan, me- lebihi peningkatan total bakteri, ka- rena ikan asap tersebut berkadar air yang lebih sesuai untuk pertum- buhan jamur. Moelyanto (1982) me- ngatakan bahwa ikan asap tidak dapat disimpan lama karena mudah ditumbuhi jamur, sehingga pertum- buhan jamur menjadi masalah yang lebih serius dibandingkan pertum- buhan bakteri. Peningkatan total ja- mur tersebut diperlihatkan oleh gra- fik pada Gambar 3 berikut ini. Nilai ambang batas total mikroba adalah 5x10 5 sel/gr (Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan,
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 15 30 45 60 Lama Penyimpanan (Hari) T o t a l
J a m u r
( L o g ) A0 A1 A2 A3 Gambar 3. Grafik Total Jamur pada Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) Asap yang telah Diawetkan secara Ensiling selama 0 Jam (A 0 ), 1 Jam (A 1 ), 2 Jam (A 2 ), dan 3 Jam (A 3 ).
Jurnal Natur Indonesia 4 (1) ISSN 1410-9379 (1992). Dari grafik pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa total jamur pada ikan asap hasil perlakuan A 0 dapat disimpan pada suhu kamar hingga 20 hari, perlakuan A 1 , hingga 25 ha- ri, perlakuan A 2 hingga 30 hari, se- dangkan hasil perlakuan A 3 dapat disimpan hingga 35 hari. Perlakuan perendaman ikan da- lam larutan hasil fermentasi kubis berpengaruh sangat nyata terhadap total jamur pada ikan Jambal Siam asap (P<0,01; ANAVA). Perlakuan A 0 menghasilkan total bakteri ter- tinggi dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya (P<0,01; BNT). Sementara itu, perlakuan menghasilkan total bakteri terendah, namun tidak berbeda sangat nyata dengan perlakuan A 1 dan A 2
(P>0,01; BNT). Setelah dilakukan identifikasi berdasarkan warna, struktur hifa dan tipe spora, diduga jenis jamur yang tumbuh pada ikan Jambal Siam asap adalah Rhizopus sp. dan Aspergullis sp. Jamur Rhizopus sp. mempunyai ciri-ciri antara lain hifa non septa, membentuk miselium seperti kapas, mempunyai stolon dan rhizoid, dan spora berwarna hitam dan putih. Jamur Aspergullis sp. mempunyai ciri-ciri memiliki hifa septa dan mi- selium bercabang, konidia kehi- jauan, coklat atau hitam. Jamur ini tersebar luas di alam dan sering menyebabkan kerusakan makanan (Fardiaz, 1989 b).
KESIMPULAN Perendaman ikan dalam larutan asam laktat hasil fermentasi limbah kubis (ensiling) sebelum ikan diasap berpengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik ikan Jambal Siam asap yang dihasilkan. Perlakuan pe- rendaman selama 2 jam dalam laru- tan hasil fermentasi kubis (Brassica oleracia) menghasilkan ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) asap yang terbaik dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan perendaman selama 3 jam, 1 jam, maupun 0 jam (tanpa perendaman). Pertumbuhan bakteri pada ikan Jambal Siam asap hasil perlakuan perendaman selama 0 jam, 1 jam, 2 jam, maupun 3 jam, hingga akhir penyimpanan (60 hari), belum melampaui ambang batas maksimal 5x10 5 sel/gr sampel. Perlakuan pe- rendaman selama 2 jam dapat mem- pertahankan masa simpan ikan Jam- bal Siam asap hingga 30 hari pada suhu kamar, dimana peningkatan to- tal jamur tersebut belum melampaui ambang batas maksimal. Jenis jamur yang tumbuh adalah Aspergillus sp. dan Rhyzopus sp.
Jurnal Natur Indonesia 4 (1) ISSN 1410-9379 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disam- paikan kepada Proyek Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Dir- jen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, yang telah membiayai penelitian ini.
Proses Pengasapan Dan Kualitas Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Dan Tuna Sirip Kuning (Thunnus Albacares) Asap Di Desa Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba