Anda di halaman 1dari 9

Klasifikasi

Phylum : Apicomplexa
Klass : Sporozoa
Sub klas : Coceidia
Ordo : Eucoceidia
Sub ord : Eimeriina
Familia : Eimeriidae
Genus : Eimeria,
Spesies : E. tenella, E. necatrix, E. maxima, E. brunette, E. acervulina, E. mitis, E.mivati, E.
praecox, dan E. hagani.
Pada ayam terdapat sembilan spesies Eimeria yaitu : Eimeria tenella, E. necatrix, E.
maxima, E. brunette, E. acervulina, E. mitis, E.mivati, E. praecox, dan E. hagani. Spesies
yang paling pathogen pada unggas yaitu Eimeria tenella, dan E. necatrix.
Morfologi
Eimeria tenella
Ookista E. tenella tidak bersporulasi didalam tinja ayam yang terinfeksi. Ookista lebar,
berbentuk ovid lebar dan tidak ada perbedaan nyata dari lebar kedua ujung. Ukurannya sangat
bervariasi, panjang berkisar antara 14-31 mikron, lebar 9-25 mikron, dengan rata-rata panjang
23 mikron dan lebar 19 mikron. Dinding ookista halus, tidak ada mikropil (micropyle) pada
ujung yang lebih kecil.
Ookista yang disimpan dalam suhu kamar dengan suhu dan kelembapan yang cukup
membutuhkan waktu untuk bersporulasi dalam waktu kira-kira 48 jam (1-2 hari). Ookista
yang bersporulasi mengandung empat sporokista dan masing-masing sporokista mengandung
dua sporozoit. Sporokista berbentuk tanpa residudan berukuran kira-kira lebar 7 mikron dan
panjang 11 mikron. Sporokista pada ujung yang lebih kecil terdapat sumbat berbentuk bulat
kecil yang mengisi suatu lubang pada dindingnya dan agak menonjol keluar. Sporozoit
berbentuk sosis kecil terdapat dua dalam masing-masing sporokista dengan massa bulat
hyalin dekat salah satu ujungnya. Gambar 1.
E. tenella
Gambar 2. E. tenella
Eimeria necatrix
Spesies ini adalah salah satu parasit yang paling penting pada usus halus ayam. Ookista
menyerupai E. tenella berbentuk seperti telur dengan ukuran rata-rata lebar 14,2 mikron dan
panjang 16,7 mikron. Dinding ookista halus, tidak berwarna, tanpa mikropil, dan waktu
sporulasi 48 jam.
Gambar 3. E. necatrix
Siklus Hidup
Eimeria tenella
Koksidiosis yang disebabkan oleh E. tenella adalah suatu penyakit yang ditularkan dari
unggas ke unggas lain melalui ookista yang sudah bersporulasi. Genus Eimeria umumnya
mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap didalam dan diluar tubuh induk
semangnya dan dapat dibagi menjadi siklus aseksual dan siklus seksual. Siklus hidup ini
dikenal dengan tiga stadium yaitu : stadium skizogoni, gametogoni dan sporogoni. Siklus
aseksual merupakan stadium skizogoni, siklus seksual meliputi stadium gametogoni.
Sedangkan sporogoni adalah stadium pembentukan spora.
Siklus aseksual dimulai dari ookista (stadium yang sangat resisten) yang dikeluarkan
bersama-sama tinja dari ayam yang terinfeksi. Pada saat itu, ookista belum infektif tetapi
pada kondisi kelembapan dan kehangatan yang optimal (25-29
0
C) dan oksigen yang cukup
ookista E. tenella akan mengalami sporulasi dalam waktu 24-48 jam dalam suhu kamar
sampai terbentuk sporokista. Ookista yang telah bersporulasi infektif tertelan oleh ayam yang
rentan sehingga terbentuk sporokista yang didalamnya terdapat badan-badan kecil berbentuk
sosis kecil yang disebut sporozoit. Dalam usus, sporozoit ini keluar dari dinding ookista
kemudian memasuki sel-sel epitel usus. Disitulah terjadi perkembangan sporozoit lalu
menjadi skizon. Kemudian skizon ini menghasilkan bentuk-bentuk kecil seperti buah pisang
yang disebut merozoit. Perkembangan dan aktivitas merozoit dalam sel-sel epitel usus
menyebabkan robeknya sel-sel epitel dan menyebabkan pembebasan merozoit-merozoit
kedalam lumen usus. Selanjutnya merozoit bebas tersebut memasuki sel-sel epitel baru dan
membentuk skizon generasi kedua. Skizon generasi kedua ini membentuk merozoit generasi
kedua yang kemudian menjadi skizon lagi. Siklus ini diulang sampai terbentuk merozoit
generasi ketiga sehingga menyebabkan kerusakan mukosa usus.
Siklus seksual berlangsung setelah melalui siklus aseksual yaitu siklus yang ditandai dengan
dimulainya mikrogametosit dan makrogametosit. Setelah mikrogamet dan makrogamet
bertemu didalam usus, maka akan terbentuk zigot. Dari zigot dibentuk ookista. Ookista ini
akan keluar dari tubuh bersama tinja dan membentuk sporokista, masing-masing sporokista
berisi dua sporozoit. Jika ookista yang telah bersporulasi tersebut tertelan oleh unggas yang
rentan maka terjadi infeksi. Waktu yang dibutuhkan untuk siklus hidup Eimeria pada unggas
sangat bervariasi, berkisar antara 1-5 hari.
Eimeria necatrix
Siklus permulaan dari sporozoit sama dengan E. tenella, sporozoit melalui ujung villi epitel
masuk kedalam lamina propia dan bermigrasi menuju muscularis mukosa. Selama migrasi ini
kebanyakan sporozoit ditelan oleh makrofag dan dibawa kedalam sel-sel epitel fundus dari
crypta Lieberkuhn. Generasi pertama skizon terdapat di sebelah proximal inti sel induk
semang, merozoit-merozoit terlihat dalam lumen 2-3 hari sesudah infeksi, kemudian
memasuki sel-sel yang berdekatan dan berkembang menjadi skizon generasi kedua. Stadium
E. necatrix relatif besar dan sel epitel yang mengandung skizon yang berkembang ini
meninggalkan epitelnya lalu bermigrasi ke jaringan sub epitel dan kadang-kadang kedalam
jaringan sub mukosa. Skizon generasi kedua relatif besar, berukuran panjang 63 mikron dan
lebar 49 mikron, dapat dibedakan dari skizon spesies koksidia lain yang terdapat didalam
usus halus. Merozoit generasi kedua dibebaskan pada hari ke 5-6 sesudah infeksi, selanjutnya
oleh gerakan peristaltik usus halus dibawa ke sekum. Di sekum merozoit menembus epitel
dan mengalami perkembangan menjadi skizon generasi berikutnya atau melanjutkan
perkembangan ke siklus gametogoni. Skizon-skizon generasi ketiga kecil dan sel-sel dapat
terinfeksi berulang kali sehingga dalam satu sel skizon ini banyak ditemukan. Stadium
gametogoni dapat timbul dari merozoit generasi kedua atau ketiga dan letaknya di sebelah
distal inti sel induk semang. Masa prepatennya 6-7 hari. Puncak produksi ookista terjadi pada
hari ke 8-10 setelah infeksi.
Patogenesis
Eimeria tenella
Koksidiosis pada sekum oleh E. tenella paling sering terjadi pada ayam muda berumur 4
minggu, karena umur tersebut adalah umur yang paling peka. Ayam yang berumur 1-2
minggu lebih resisten, walaupun demikian E. tenella dapat juga menginfeksi ayam yang
sudah tua. Ayam yang sudah tua umumnya memiliki kekebalan imunitas akibat sudah
terinfeksi sebelumnya. Pada umumnya koksidiosis sekum terjadi akibat infeksi berat dalam
waktu yang relatif pendek tidak lebih dari 72 jam. Pada ayam umur 1-2 minggu diperlukan
200.000 ookista untuk menyebabkan kematian, dan diperlukan 50.000-100.000 ookista untuk
menyebabkan kematian pada ayam yang berumur lebih tua.
Pada kelompok ayam, mula-mula gejala terlihat 72 jam setelah infeksi. Ayam terkulai,
anoreksia, berkelompok agar badannya hangat dan sekitar hari ke-4 sesudah infeksi terdapat
darah didalam tinja. Darah paling banyak ditemukan pada hari ke-5 dan ke-6 sesudah infeksi
dan menjelang hari ke-8 atau ke09 ayam sudah mati atau dalam tahap persembuhan.
Kematian paling tinggi terjadi antara hari ke-4 dan ke-6 karena kehilangan banyak darah.
Kematian kadang-kadang terjadi tanpa diduga. Jika ayam sembuh dari penyakit akut maka
penyakit akan bersifat kronis.
Eimeria necatrix
Parasit E. necatrix cenderung menyebabkan penyakit yang lebih kronis daripada E. tenella
dan menyerang ayam yang lebih tua, tetapi dapat menimbulkan penyakit pada ayam muda.
Lesion utama ditemukan sepertiga bagiam usus halus yang ditengah. Pada keadaan akut
terjadi hemoragi berat pada sub mukosa hari ke-5 dan 6, dinding usus bengkak, hemoragi dan
penuh berisi darah yang tidak membeku. Pendarahan ini berhubungan dengan skizon generasi
kedua yang besar dan terletak didalam, yang kadang-kadang terlihat sebagai titik-titik putih
buram yang dikelilingi daerah hemoragi. Terjadi pendarahan yang hebat, juga darah
ditemukan didalam sekum sehingga dapat dikelirukan dengan infeksi E. tenella. Infeksi
kedua spesies ini dapat terjadi dalam waktu yang bersamaan.
Pada infeksi ringan terlihat bintik-bintik putih yang tersebar pada usus dan menunjukan
koloni-koloni skizon yang dikelilingi oleh suatu zona (daerah) hemoragi petchial, tetapi tidak
terlihat ada pendarahan yang besar kedalam lumen usus. Berbeda dengan infeksi E. tenella,
ayam-ayam yang sembuh dari serangan E. necatrix dapat terlihat kurus selama beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah sembuh.
Gejala Klinis
Gejala klinis mulai tampak ketika skizon generasi kedua menjadi besar dan merozoit
keluardari epitel sehingga terjadi pendarahan dimana-mana dalam sekum.pendarahan pada
tinja pertama-tama ditemukan pada hari ke-4 atau hari ke-5 sesudah infeksi. Hewan tampak
lesu, mengantuk, sayap terkulai, tampak bulu terkotori oleh darah dan pendarahan hebat
terjadi pada hari ke-5 dan ke-6. Nafsu makan sangat berkurang sedangkan nafsu minum 2
atau 3 kali lebih banyak daripada biasanya, sehingga hewan menjadi kurus, depresi dan
bulubya kusut. Kematian paling tinggi terjadi antara hari ke-4 sampai hari ke-6 sesudah
infeksi. Kemudian gejala-gejala tampak menurun. Ookista mulai ditemukan dalam tinja pada
hari ke-7 setelah infeksi bila hewan tersebut masih hidup. Jumlah ookista pada tinjanya
maksimal pada hari ke-8 dan ke-9, kematian akan berkurang dengan cepat. Pada hari ke-11
masih ditemukan ookista tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Diagnosis
Diagnosa koksidiosis pada ayam didasarkan pada sejarah, gejala klinis, lesion nekropsi,
pemeriksaan feses dengan metode flotasi untuk melihat ookista koksidia dan pemeriksaan
mikroskopis untuk mencari koksidia dalam jaringan. Namun, yang paling baik dilakukan
adalah dengan pemeriksaan post mortem. Diagnose dengan pemeriksaan tinja saja dapat
menimbulkan kesalahan-kesalahan. Terdapatnya ookista yang banyak dalam telur tidak selalu
menunjukan gejala patologis yang berat karena identifikasi ookista dari berbagai spesies
koksidia ayam tidak mudah. Lokasi lesion banyak memberikan petunjuk mengenai spesies
koksidia yang terlihat. Jika lesion hemoragi yang terjadi dipertengahan usus diduga akibat
infeksi E. necatrix sedangkan jika pendarahan terjadi di sekum diduga akibat infeksi E.
tenella, yang lokasi hemoragisnya ada pada rectum maka diduga akibat infeksi E. brunetii.
Diagnose adanya koksidiosis tidak cukup dengan melihat ookista saja, karena ookista tidak
selalu dapat ditemukan pada usus ayam. Jika belum ada ookista perlu ditunjukan adanya
skizon yang banyak terdapat pada jaringan sub epitel yang dapat menimbulkan patogenitas.
Pencegahan dan Pengendalian
Koksidiosis dapat dicegah dengan melakukan sanitasi, pengelolaan liter dan pengelolaan
sampah yang baik. Hindari kondisi liter yang basah terutama pada bagian bawah tempat air
minum. Ookista koksidia sangat tahan terhadap kondisi lingkungan yang keras dan
desinfektan yang umum digunakan. Penggunaan obat-obatan anti koksial atau vaksinasi tidak
pernah menjadi sebagai praktek managemen yang baik. Obat antikoksidial biasanya
ditambahkan pada pakan unggas sebagai tindakan preventif terhadap penyakit ini. Obat-
obatan ini bekerja membunuh dan menghentikan perkembangan parasit. Beberapa obat-
obatan seperti Inophors-Coban, Avatec menyebabkan unggas memiliki kekebalan terhadap
parasit tersebut, oleh karena itu jenis obat anti koksidia harus diubah untuk mengurangi
terjadinya resistensi terhadap satu jenis obat.
Obat-obatan anti koksidia dalam pakan tidak menjamin bahwa unggas-unggas memakannya,
karena apabila cuaca panas atau masalah penyakit lain akan menyebabkan burung berhenti
makan. Pengobatan koksidiosis digunakan untuk mengendalikan wabah. Amprolium,
sulfamethoxine dan sulfaquonoxaline efektif untuk pengobatan terhadap koksidia, namun
perlu diperhatikan toksisitas dan withdrawl time ketika menggunakan obat-obatan dari
golongan sulfa.
Pengobatan
Pengobatan segera dilakukan setelah diagnosa koksidiosis diketahui. Pengobatan secara
terputus lebih memuaskan dengan obat-obatan sulfa daripada pengobatan secara terus
menerus, tujuannya adalah untuk menghindari konsentrasi obat yang tidak diinginkan yang
dapat menghambat perkembangan awal parasit sehingga yang dengan sendirinya
mengganggu pembentukan imunitas. Untuk menghindari hal ini dianjurkan untuk
memberikan sodium sulfamethazine, sulfadimidine, konsentrasi 0,2% dalam air minum untuk
2 periode masing-masing 3 hari dipisahkan dan 2 hari tanpa pengobatan. Sodium
sulfaquinoxalin diberikan dalam makanan dengan konsentrasi 0,5%, nitofurazon dengan
furazolidon konsentrasi 0,0126% diberikan selama tujuh hari dan dapat diulangi setelah
interval 5 hari.
Sulfonamide memiliki kekuatan koksidiostat yang lebih baik daripada efek koksidiosidal,
sehingga tidak memiliki efek pengobatan secara langsung tetapi dapat menghambat
permulaan penyakit pada kelompok lain. Obat-obatan ini aktif terhadap stadium skizon
generasi kedua dari E. tenella dan E. necatrix. Konsentrasi yang lebih tinggi merusak skizon
generasi pertama tetapi dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk merusak stadium
gametositik. Beberapa obat yang sering dipakai dan bersifat koksidiostat atau koksidiosidal
yaitu sulfadimidine (Sulfamethazine) diberikan dalam pakan dengan konsentrasi 0,4% atau
dalam air minum 0,2%. Aktif terhadap E. tenella, E. necatrix dan spesies koksidia lain.
Toksisitas menyebabkan waktu pembekuan darah lebih lama, kemungkinan disebabkan oleh
terganggunya sintesis vit K dalam usus. Unggas jantan yang diberi dengan dosis tinggi
menunjukan hyperplasia dari tubulus seminiferous testis sedangkan pada ayam betina
produksi telur menurun.
Sulfaquinoxaline adalah koksidiostat yang paling efektif dan umumnya digunakan diseluruh
dunia. Untuk pencegahan digunakan dosis 0,05 dalam air minum dengan periode yang cukup
lama sedangkan untuk pengobatan dosis yang digunakan adalah 0,5% dalam pakan atau
0,43% dalam air minum dua kali pengobatan masing-masing 2 hari dengan interval 3-5 hari
memberikan hasil yang memuaskan. Sulfaquinoxaline telah digunakan terutama untuk infeksi
E. tenella dan E. necatrix tetapi juga efektif terhadap E. acervulina. Sulfaquinoxaline
konsentrasi 0,006% dalam pakan lebih efektif terhadap koksidia ayam daripada penggunaan
masing-masing senyawa tersebut.
Zoalen baik digunakan sebagai pencegahan dengan dosis 0,01-0,015% dalam pakan dan
bersifat aktif terhadap koksidia sekum dan usus halus. Zoalen menghambat perkembangan
generasi kedua skizon tetapi pada kondisi lapangan tidak menghambat perkembangan
imunitas.
Nitrofurazone (Furacine, Furazol) berperan sebagai koksidiostat dan juga berperan sebagai
bakteriostatik karena aktif terhadap bakteri gram negative. Untuk pencegahan dosis yang
dianjurkan adalah 0,005-0,0126% dalam pakan atau air minum. Untuk pengobatan dosis yang
digunakan adalah 0,022% tetapi apabila konsentrasi ini diteruskan lebih dari 10 hari akan
terlihat efek keracunan berupa kegelisahan. Gabungan antara 0,005% nitrofurazone dengan
0,008% furazolidone memiliki efek koksidiosidal terhadap E. tenella dan E. necatrix.
Furazolidone, senyawa ini telah digunakan untuk infeksi bakteri penyebab enteritis tetapi
efektif juga terhadap E. tenella dosis 0,011 atau 0,0055% dalam pakan. Biasanya diberikan
gabungan dengan nitrofurazone seperti dosis yang disebutkan diatas terutama untuk infeksi
yang disebabkan E. tenella.
Nicarbazine, senyawa ini terutama digunakan sebagai pencegahan sedangkan dosis
pengobatan hampir mendekati dosis toksik. Nicarbazine biasanya didapat sebagai 22,5%
premix dan dimasukan dalam pakan dengan konsentrasi 0,0125%. Senyawa ini efektif
terhadap E. tenella, E. necatrix dan E. acervulina dan tidak menghalangi pembentukan
imunitas. Obat ini baik diberikan pada ayam broiler dan biasanya diberikan pada 12 minggu
pertama. Tidak baik diberikan untuk ayam petelur karena mempengaruhi warna dan daya
tetas telur.
Toksisitas sudah dapat terlihat pada konsentrasi 0,003% atau lebih. Terlihat gangguan
bertelur, telur tidak berpigmen, kuning telur berbintik-bintik dan daya tetas menurun. Ataksia
terlihat apabila diberikan dosis 0,05-0,1% dalam pakan selama 3 minggu. Apabila mati
keracunan terdapat degenerasi epitel tubulus ginjal dan sel hati.
Nitrophenide, dosis yang digunakan dilapangan adalah 0,025% memiliki efek koksidiostat
yang baik terhadap E. tenella dan E. necatrix. Efek maksimum terlihat apabila diberikan 49-
96 jam sesudah terjadi infeksi, diduga obat ini menghambat skizon generasi kedua. Perbedaan
dosis toksik dan pengobatan adalah kecil dan kematian dapat terjadi dengan konsentrasi
0,16% dalam pakan. Dosis 0,04% dalam pakan yang diberikan terus menerus selama 4-12
minggu tidak mempengaruhi pertumbuhan, produksi telur atau daya tetas telur.
Unistat dengan konsentrasi 0,1% dalam pakan mencegah kematian pada infeksi berat dengan
E. tenella, E. necatrix dan E. acervulina.
Polystat merupakan senyawa yang aktif terhadap E. tenella dan E. necatrix dosis 0,02%
dalam pakan.
Beberapa antibiotik aktif terhadap infeksi E. tenella yaitu aeromycine, chloramphenicol,
erythromycin, spiromycin, dan terramycin. Antibiotik spiromycine memberikan efek yang
paling memuaskan.
Kesimpulan
Koksidiosis pada ayam disebabkan oleh E. tenella dan E. necatrix. Protozoa ini dapat
menimbulkan kerugian bagi peternak karena menyebabkan penurunan produksi dan
kematian. Tindakan Pengendalian dan pengobatan yang tepat diperlukan untuk menghindari
kerugian yang lebih besar. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain perbaikan sanitasi,
vaksinasi, dan pemberian koksidiostat dalam pakan. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk
mengatasi koksidia pada ayam antara lain Sulfonamide, Sulfaquinoxaline dan lain-lain.
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Eimeria Infections in Poultry.
http://www.baycox.com/32/Eimeria_Infections_in_Poultry.htm- [28 Maret 2010]
Helm, J.D. 1999. Coccidiosis in Poultry.
http://www.clemson.edu/public/lph/ahp/disease_links/images/coccidia.pdf [28 maret 2010]
Soulsby, E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals 7
th
ed.
Bailliere, Tindall and Cassell. London.
Tampubolon, M.P. 2004. Protozoologi. Bogor : Pusat Studi Ilmu Hayati Institut Pertanian
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai