Anda di halaman 1dari 14

KOKSIDIOSIS PADA AYAM

Ditulis Oleh: Dimas Tri Nugroho


Klasifikasi
Phylum

: Apicomplexa

Klass

: Sporozoa

Sub klas : Coceidia


Ordo

: Eucoceidia

Sub ord : Eimeriina


Familia : Eimeriidae
Genus

: Eimeria,

Spesies : E. tenella, E. necatrix, E. maxima, E. brunette, E. acervulina, E. mitis,


E.mivati, E. praecox, dan E. hagani.
Pada ayam terdapat sembilan spesies Eimeria yaitu : Eimeria tenella,
E.
necatrix, E. maxima, E. brunette, E. acervulina, E. mitis, E.mivati, E.
praecox, dan E. hagani. Spesies yang paling pathogen pada unggas yaitu Eimeria
tenella, dan E. necatrix.
Morfologi
Eimeria tenella
Ookista E. tenella tidak bersporulasi didalam tinja ayam yang terinfeksi. Ookista
lebar, berbentuk ovid lebar dan tidak ada perbedaan nyata dari lebar kedua
ujung. Ukurannya sangat bervariasi, panjang berkisar antara 14-31 mikron, lebar
9-25 mikron, dengan rata-rata panjang 23 mikron dan lebar 19 mikron. Dinding
ookista halus, tidak ada mikropil (micropyle) pada ujung yang lebih kecil.
Ookista yang disimpan dalam suhu kamar dengan suhu dan kelembapan yang
cukup membutuhkan waktu untuk bersporulasi dalam waktu kira-kira 48 jam (1-2
hari). Ookista yang bersporulasi mengandung empat sporokista dan masingmasing sporokista mengandung dua sporozoit. Sporokista berbentuk tanpa
residudan berukuran kira-kira lebar 7 mikron dan panjang 11 mikron. Sporokista
pada ujung yang lebih kecil terdapat sumbat berbentuk bulat kecil yang mengisi
suatu lubang pada dindingnya dan agak menonjol keluar. Sporozoit berbentuk
sosis kecil terdapat dua dalam masing-masing sporokista dengan massa bulat

hyalin dekat salah satu ujungnya.


Gambar 1. E. tenella

Gambar 2. E. tenella
Eimeria necatrix
Spesies ini adalah salah satu parasit yang paling penting pada usus halus ayam.
Ookista menyerupai E. tenella berbentuk seperti telur dengan ukuran rata-rata
lebar 14,2 mikron dan panjang 16,7 mikron. Dinding ookista halus, tidak

berwarna, tanpa mikropil, dan waktu sporulasi 48 jam.

Gambar 3. E. necatrix
Siklus Hidup
Eimeria tenella
Koksidiosis yang disebabkan oleh E. tenella adalah suatu penyakit yang
ditularkan dari unggas ke unggas lain melalui ookista yang sudah bersporulasi.
Genus Eimeriaumumnya mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap
didalam dan diluar tubuh induk semangnya dan dapat dibagi menjadi siklus
aseksual dan siklus seksual. Siklus hidup ini dikenal dengan tiga stadium yaitu :
stadium skizogoni, gametogoni dan sporogoni. Siklus aseksual merupakan
stadium skizogoni, siklus seksual meliputi stadium gametogoni. Sedangkan
sporogoni adalah stadium pembentukan spora.
Siklus aseksual dimulai dari ookista (stadium yang sangat resisten) yang
dikeluarkan bersama-sama tinja dari ayam yang terinfeksi. Pada saat itu, ookista
belum infektif tetapi pada kondisi kelembapan dan kehangatan yang optimal (25290C) dan oksigen yang cukup ookista E. tenella akan mengalami sporulasi
dalam waktu 24-48 jam dalam suhu kamar sampai terbentuk sporokista. Ookista
yang telah bersporulasi infektif tertelan oleh ayam yang rentan sehingga
terbentuk sporokista yang didalamnya terdapat badan-badan kecil berbentuk
sosis kecil yang disebut sporozoit. Dalam usus, sporozoit ini keluar dari dinding
ookista kemudian memasuki sel-sel epitel usus. Disitulah terjadi perkembangan
sporozoit lalu menjadi skizon. Kemudian skizon ini menghasilkan bentuk-bentuk
kecil seperti buah pisang yang disebut merozoit. Perkembangan dan aktivitas
merozoit dalam sel-sel epitel usus menyebabkan robeknya sel-sel epitel dan
menyebabkan pembebasan merozoit-merozoit kedalam lumen usus. Selanjutnya
merozoit bebas tersebut memasuki sel-sel epitel baru dan membentuk skizon
generasi kedua. Skizon generasi kedua ini membentuk merozoit generasi kedua
yang kemudian menjadi skizon lagi. Siklus ini diulang sampai terbentuk merozoit
generasi ketiga sehingga menyebabkan kerusakan mukosa usus.
Siklus seksual berlangsung setelah melalui siklus aseksual yaitu siklus yang
ditandai dengan dimulainya mikrogametosit dan makrogametosit. Setelah

mikrogamet dan makrogamet bertemu didalam usus, maka akan terbentuk zigot.
Dari zigot dibentuk ookista. Ookista ini akan keluar dari tubuh bersama tinja dan
membentuk sporokista, masing-masing sporokista berisi dua sporozoit. Jika
ookista yang telah bersporulasi tersebut tertelan oleh unggas yang rentan maka
terjadi infeksi. Waktu yang dibutuhkan untuk siklus hidup Eimeria pada unggas
sangat bervariasi, berkisar antara 1-5 hari.
Eimeria necatrix
Siklus permulaan dari sporozoit sama dengan E. tenella, sporozoit melalui ujung
villi epitel masuk kedalam lamina propia dan bermigrasi menuju muscularis
mukosa. Selama migrasi ini kebanyakan sporozoit ditelan oleh makrofag dan
dibawa kedalam sel-sel epitel fundus dari crypta Lieberkuhn. Generasi pertama
skizon terdapat di sebelah proximal inti sel induk semang, merozoit-merozoit
terlihat dalam lumen 2-3 hari sesudah infeksi, kemudian memasuki sel-sel yang
berdekatan dan berkembang menjadi skizon generasi kedua. Stadium E.
necatrix relatif besar dan sel epitel yang mengandung skizon yang berkembang
ini meninggalkan epitelnya lalu bermigrasi ke jaringan sub epitel dan kadangkadang kedalam jaringan sub mukosa. Skizon generasi kedua relatif besar,
berukuran panjang 63 mikron dan lebar 49 mikron, dapat dibedakan dari skizon
spesies koksidia lain yang terdapat didalam usus halus. Merozoit generasi kedua
dibebaskan pada hari ke 5-6 sesudah infeksi, selanjutnya oleh gerakan peristaltik
usus halus dibawa ke sekum. Di sekum merozoit menembus epitel dan
mengalami perkembangan menjadi skizon generasi berikutnya atau melanjutkan
perkembangan ke siklus gametogoni. Skizon-skizon generasi ketiga kecil dan selsel dapat terinfeksi berulang kali sehingga dalam satu sel skizon ini banyak
ditemukan. Stadium gametogoni dapat timbul dari merozoit generasi kedua atau
ketiga dan letaknya di sebelah distal inti sel induk semang. Masa prepatennya 67 hari. Puncak produksi ookista terjadi pada hari ke 8-10 setelah infeksi.
Patogenesis
Eimeria tenella
Koksidiosis pada sekum oleh E. tenella paling sering terjadi pada ayam muda
berumur 4 minggu, karena umur tersebut adalah umur yang paling peka. Ayam
yang berumur 1-2 minggu lebih resisten, walaupun demikian E. tenella dapat
juga menginfeksi ayam yang sudah tua. Ayam yang sudah tua umumnya
memiliki kekebalan imunitas akibat sudah terinfeksi sebelumnya. Pada umumnya
koksidiosis sekum terjadi akibat infeksi berat dalam waktu yang relatif pendek
tidak lebih dari 72 jam. Pada ayam umur 1-2 minggu diperlukan 200.000 ookista
untuk menyebabkan kematian, dan diperlukan 50.000-100.000 ookista untuk
menyebabkan kematian pada ayam yang berumur lebih tua.
Pada kelompok ayam, mula-mula gejala terlihat 72 jam setelah infeksi. Ayam
terkulai, anoreksia, berkelompok agar badannya hangat dan sekitar hari ke-4
sesudah infeksi terdapat darah didalam tinja. Darah paling banyak ditemukan
pada hari ke-5 dan ke-6 sesudah infeksi dan menjelang hari ke-8 atau ke09 ayam
sudah mati atau dalam tahap persembuhan. Kematian paling tinggi terjadi
antara hari ke-4 dan ke-6 karena kehilangan banyak darah. Kematian kadangkadang terjadi tanpa diduga. Jika ayam sembuh dari penyakit akut maka
penyakit akan bersifat kronis.
Eimeria necatrix

Parasit E. necatrix cenderung menyebabkan penyakit yang lebih kronis


daripada E. tenella dan menyerang ayam yang lebih tua, tetapi dapat
menimbulkan penyakit pada ayam muda. Lesion utama ditemukan sepertiga
bagiam usus halus yang ditengah. Pada keadaan akut terjadi hemoragi berat
pada sub mukosa hari ke-5 dan 6, dinding usus bengkak, hemoragi dan penuh
berisi darah yang tidak membeku. Pendarahan ini berhubungan dengan skizon
generasi kedua yang besar dan terletak didalam, yang kadang-kadang terlihat
sebagai titik-titik putih buram yang dikelilingi daerah hemoragi. Terjadi
pendarahan yang hebat, juga darah ditemukan didalam sekum sehingga dapat
dikelirukan dengan infeksi E. tenella. Infeksi kedua spesies ini dapat terjadi
dalam waktu yang bersamaan.
Pada infeksi ringan terlihat bintik-bintik putih yang tersebar pada usus dan
menunjukan koloni-koloni skizon yang dikelilingi oleh suatu zona (daerah)
hemoragi petchial, tetapi tidak terlihat ada pendarahan yang besar kedalam
lumen usus. Berbeda dengan infeksi E. tenella, ayam-ayam yang sembuh dari
serangan E. necatrix dapat terlihat kurus selama beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah sembuh.
Gejala Klinis
Gejala klinis mulai tampak ketika skizon generasi kedua menjadi besar dan
merozoit keluardari epitel sehingga terjadi pendarahan dimana-mana dalam
sekum.pendarahan pada tinja pertama-tama ditemukan pada hari ke-4 atau hari
ke-5 sesudah infeksi. Hewan tampak lesu, mengantuk, sayap terkulai, tampak
bulu terkotori oleh darah dan pendarahan hebat terjadi pada hari ke-5 dan ke-6.
Nafsu makan sangat berkurang sedangkan nafsu minum 2 atau 3 kali lebih
banyak daripada biasanya, sehingga hewan menjadi kurus, depresi dan bulubya
kusut. Kematian paling tinggi terjadi antara hari ke-4 sampai hari ke-6 sesudah
infeksi. Kemudian gejala-gejala tampak menurun. Ookista mulai ditemukan
dalam tinja pada hari ke-7 setelah infeksi bila hewan tersebut masih hidup.
Jumlah ookista pada tinjanya maksimal pada hari ke-8 dan ke-9, kematian akan
berkurang dengan cepat. Pada hari ke-11 masih ditemukan ookista tetapi
jumlahnya sangat sedikit.
Diagnosis
Diagnosa koksidiosis pada ayam didasarkan pada sejarah, gejala klinis, lesion
nekropsi, pemeriksaan feses dengan metode flotasi untuk melihat ookista
koksidia dan pemeriksaan mikroskopis untuk mencari koksidia dalam jaringan.
Namun, yang paling baik dilakukan adalah dengan pemeriksaan post mortem.
Diagnose dengan pemeriksaan tinja saja dapat menimbulkan kesalahankesalahan. Terdapatnya ookista yang banyak dalam telur tidak selalu
menunjukan gejala patologis yang berat karena identifikasi ookista dari berbagai
spesies koksidia ayam tidak mudah. Lokasi lesion banyak memberikan petunjuk
mengenai spesies koksidia yang terlihat. Jika lesion hemoragi yang terjadi
dipertengahan usus diduga akibat infeksi E. necatrix sedangkan jika pendarahan
terjadi di sekum diduga akibat infeksi E. tenella, yang lokasi hemoragisnya ada
pada rectum maka diduga akibat infeksi E. brunetii. Diagnose adanya koksidiosis
tidak cukup dengan melihat ookista saja, karena ookista tidak selalu dapat
ditemukan pada usus ayam. Jika belum ada ookista perlu ditunjukan adanya
skizon yang banyak terdapat pada jaringan sub epitel yang dapat menimbulkan
patogenitas.

Pencegahan dan Pengendalian


Koksidiosis dapat dicegah dengan melakukan sanitasi, pengelolaan liter dan
pengelolaan sampah yang baik. Hindari kondisi liter yang basah terutama pada
bagian bawah tempat air minum. Ookista koksidia sangat tahan terhadap kondisi
lingkungan yang keras dan desinfektan yang umum digunakan. Penggunaan
obat-obatan anti koksial atau vaksinasi tidak pernah menjadi sebagai praktek
managemen yang baik. Obat antikoksidial biasanya ditambahkan pada pakan
unggas sebagai tindakan preventif terhadap penyakit ini. Obat-obatan ini bekerja
membunuh dan menghentikan perkembangan parasit. Beberapa obat-obatan
seperti Inophors-Coban, Avatec menyebabkan unggas memiliki kekebalan
terhadap parasit tersebut, oleh karena itu jenis obat anti koksidia harus diubah
untuk mengurangi terjadinya resistensi terhadap satu jenis obat.
Obat-obatan anti koksidia dalam pakan tidak menjamin bahwa unggas-unggas
memakannya, karena apabila cuaca panas atau masalah penyakit lain akan
menyebabkan burung berhenti makan. Pengobatan koksidiosis digunakan untuk
mengendalikan wabah. Amprolium, sulfamethoxine dan sulfaquonoxaline efektif
untuk pengobatan terhadap koksidia, namun perlu diperhatikan toksisitas dan
withdrawl time ketika menggunakan obat-obatan dari golongan sulfa.
Pengobatan
Pengobatan segera dilakukan setelah diagnosa koksidiosis diketahui. Pengobatan
secara terputus lebih memuaskan dengan obat-obatan sulfa daripada
pengobatan secara terus menerus, tujuannya adalah untuk menghindari
konsentrasi obat yang tidak diinginkan yang dapat menghambat perkembangan
awal parasit sehingga yang dengan sendirinya mengganggu pembentukan
imunitas. Untuk menghindari hal ini dianjurkan untuk memberikan sodium
sulfamethazine, sulfadimidine, konsentrasi 0,2% dalam air minum untuk 2
periode masing-masing 3 hari dipisahkan dan 2 hari tanpa pengobatan. Sodium
sulfaquinoxalin diberikan dalam makanan dengan konsentrasi 0,5%, nitofurazon
dengan furazolidon konsentrasi 0,0126% diberikan selama tujuh hari dan dapat
diulangi setelah interval 5 hari.
Sulfonamide memiliki kekuatan koksidiostat yang lebih baik daripada efek
koksidiosidal, sehingga tidak memiliki efek pengobatan secara langsung tetapi
dapat menghambat permulaan penyakit pada kelompok lain. Obat-obatan ini
aktif terhadap stadium skizon generasi kedua dari E. tenella dan E.
necatrix. Konsentrasi yang lebih tinggi merusak skizon generasi pertama tetapi
dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk merusak stadium gametositik. Beberapa
obat yang sering dipakai dan bersifat koksidiostat atau koksidiosidal
yaitu sulfadimidine (Sulfamethazine) diberikan dalam pakan dengan konsentrasi
0,4% atau dalam air minum 0,2%. Aktif terhadap E. tenella, E. necatrix dan
spesies koksidia lain.
Toksisitas menyebabkan waktu pembekuan darah lebih lama, kemungkinan
disebabkan oleh terganggunya sintesis vit K dalam usus. Unggas jantan yang
diberi dengan dosis tinggi menunjukan hyperplasia dari tubulus seminiferous
testis sedangkan pada ayam betina produksi telur menurun.
Sulfaquinoxaline adalah koksidiostat yang paling efektif dan umumnya
digunakan diseluruh dunia. Untuk pencegahan digunakan dosis 0,05 dalam air
minum dengan periode yang cukup lama sedangkan untuk pengobatan dosis

yang digunakan adalah 0,5% dalam pakan atau 0,43% dalam air minum dua kali
pengobatan masing-masing 2 hari dengan interval 3-5 hari memberikan hasil
yang memuaskan. Sulfaquinoxaline telah digunakan terutama untuk infeksi E.
tenella dan E. necatrixtetapi juga efektif terhadap E. acervulina. Sulfaquinoxaline
konsentrasi 0,006% dalam pakan lebih efektif terhadap koksidia ayam daripada
penggunaan masing-masing senyawa tersebut.
Zoalen baik digunakan sebagai pencegahan dengan dosis 0,01-0,015% dalam
pakan dan bersifat aktif terhadap koksidia sekum dan usus halus. Zoalen
menghambat perkembangan generasi kedua skizon tetapi pada kondisi lapangan
tidak menghambat perkembangan imunitas.
Nitrofurazone (Furacine, Furazol) berperan sebagai koksidiostat dan juga
berperan sebagai bakteriostatik karena aktif terhadap bakteri gram negative.
Untuk pencegahan dosis yang dianjurkan adalah 0,005-0,0126% dalam pakan
atau air minum. Untuk pengobatan dosis yang digunakan adalah 0,022% tetapi
apabila konsentrasi ini diteruskan lebih dari 10 hari akan terlihat efek keracunan
berupa kegelisahan. Gabungan antara 0,005% nitrofurazone dengan 0,008%
furazolidone memiliki efek koksidiosidal terhadap E. tenella dan E. necatrix.
Furazolidone, senyawa ini telah digunakan untuk infeksi bakteri penyebab
enteritis tetapi efektif juga terhadap E. tenella dosis 0,011 atau 0,0055% dalam
pakan. Biasanya diberikan gabungan dengan nitrofurazone seperti dosis yang
disebutkan diatas terutama untuk infeksi yang disebabkan E. tenella.
Nicarbazine, senyawa ini terutama digunakan sebagai pencegahan sedangkan
dosis pengobatan hampir mendekati dosis toksik. Nicarbazine biasanya didapat
sebagai 22,5% premix dan dimasukan dalam pakan dengan konsentrasi
0,0125%. Senyawa ini efektif terhadap E. tenella, E. necatrix dan E.
acervulina dan tidak menghalangi pembentukan imunitas. Obat ini baik diberikan
pada ayam broiler dan biasanya diberikan pada 12 minggu pertama. Tidak baik
diberikan untuk ayam petelur karena mempengaruhi warna dan daya tetas telur.
Toksisitas sudah dapat terlihat pada konsentrasi 0,003% atau lebih. Terlihat
gangguan bertelur, telur tidak berpigmen, kuning telur berbintik-bintik dan daya
tetas menurun. Ataksia terlihat apabila diberikan dosis 0,05-0,1% dalam pakan
selama 3 minggu. Apabila mati keracunan terdapat degenerasi epitel tubulus
ginjal dan sel hati.
Nitrophenide, dosis yang digunakan dilapangan adalah 0,025% memiliki efek
koksidiostat yang baik terhadap E. tenella dan E. necatrix. Efek maksimum
terlihat apabila diberikan 49-96 jam sesudah terjadi infeksi, diduga obat ini
menghambat skizon generasi kedua. Perbedaan dosis toksik dan pengobatan
adalah kecil dan kematian dapat terjadi dengan konsentrasi 0,16% dalam pakan.
Dosis 0,04% dalam pakan yang diberikan terus menerus selama 4-12 minggu
tidak mempengaruhi pertumbuhan, produksi telur atau daya tetas telur.
Unistat dengan konsentrasi 0,1% dalam pakan mencegah kematian pada infeksi
berat dengan E. tenella, E. necatrix dan E. acervulina.
Polystat merupakan senyawa yang aktif terhadap E. tenella dan E. necatrix dosis
0,02% dalam pakan.

Beberapa antibiotik aktif terhadap infeksi E. tenella yaitu aeromycine,


chloramphenicol, erythromycin, spiromycin, dan terramycin. Antibiotik
spiromycine memberikan efek yang paling memuaskan.
Kesimpulan
Koksidiosis pada ayam disebabkan oleh E. tenella dan E. necatrix. Protozoa ini
dapat menimbulkan kerugian bagi peternak karena menyebabkan penurunan
produksi dan kematian. Tindakan Pengendalian dan pengobatan yang tepat
diperlukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Pencegahan yang
dapat dilakukan antara lain perbaikan sanitasi, vaksinasi, dan pemberian
koksidiostat dalam pakan. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengatasi
koksidia pada ayam antara lain Sulfonamide, Sulfaquinoxaline dan lain-lain.
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Eimeria Infections in
Poultry.http://www.baycox.com/32/Eimeria_Infections_in_Poultry.htm- [28 Maret
2010]
Helm, J.D. 1999. Coccidiosis in
Poultry.http://www.clemson.edu/public/lph/ahp/disease_links/images/coccidia.pdf
[28 maret 2010]
Soulsby, E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals 7th ed. Bailliere, Tindall and Cassell. London.
Tampubolon, M.P. 2004. Protozoologi. Bogor : Pusat Studi Ilmu Hayati Institut
Pertanian Bogor.
Eimeria Penyebab Penyakit Koksidiosis

Parasitologi adalah ilmu yang berisi kajian tentang organism (jasad hidup), yang
hdup dipermukaan atau di dalam tubuh organism lain buat semntara waktu atau
selama hidupnya, dengan cara mengambil sebagian atau seluruh fasilitias
hidupnya dari organism lain tersebut, hingga organism lain tersebut jadi merugi
(dirugikan). Salah satunya adalah eimeria.
Eimeria adalah suatu protozoa yang sering menginfeksi unggas dan berbagai
jenis burung yang bermultiplikasi pada saluran pencernaan dan menyebabkan
kerusakan jaringan sehingga menyebabkan gangguan pada pencernaan dan
penyerapan tubuh manusia. Eimeria tergolong dalam kelas Sporozoa dengan
genus Eimeria.
Banyak sekali sepsies dari Eimeria ini, seperti Eimeria clupearum, Eimeria
sardinae, Eimeria perforans, Eimeria tenella, Eimeria necatrix, Eimeria praecox,
Eimeria hagani,dan masih banyak lagi. Pada manusia parasit tersebut hanya
menumpang lewat saja di saluran pencernaan yang disebut passant. Banyak
Eimeria lain yang pathogen bagi hewan peliharaan, seperti ayam, burung,
kambing, sapi, dan babi. Eimeria tenella termasuk parasit yang pathogen
daripada spesies eimeria yang lainnya. Eimeria tenella ini menyerang saluran
pencernaan pada ayam,terutama pada ayam usia muda.

Hospes dari penyakit ini adalah binatang. Misalnya Eimeria tenella hidup di
dalam saluran pencernaan ayam yaitu usus dan sekum. Pada manusia parasit ini
hanya sebagai passant, karena parasit ini hanya menumpang lewat saja pada
saluran pencernaan manusia.
Penyakit yang ditimbulkan karena parasit Eimeria tenella ini adalah Koksidiosis.
Koksidiosi merupakan penyakit parasit yang ditandai dengan kukurusan dan
diare (berak darah) dengan angka kesakitan dan kematian tinggi (terutama pada
ayam yang masih muda).
Penyebaran parasit ini pada mamalia dan unggas, yaitu ayam, sapi dan berbagai
hewan peliharaan. Hampir tersebar diseluruh dunia.
Eimeria tenella tidak bersporulasi didalam tinja ayam yang terinfeksi. Ukurannya
sangat bervariasi, panjang berkisar antara 14-31 mikron, lebar 9-25 mikron,
dengan rata-rata panjang 23 mikron dan lebar 19 mikron. Dinding ookista halus,
tidak terdapat mikropil pada ujung yang lebih kecil. Dalam satu ookista terdapat
4 sporokista dan satu sporokista dapat melepaskan 2 sporozoit. Bila mengalami
ekskistasi satu ookista menghasilkan 8 sporozoit infektif.

Gambar Eimeria tenella

Siklus hidup dari Eimeria tenella tidak menular secara langsung dari ayam satu
ke ayam lainnya. Penularan alami koksidiosis hanya terjadi dengan cara menelan
ookista hidup yang telah bersporulasi. Ayam yang terinfeksi dapat mengeluarkan
ookista bersama feses selama beberapa hari atau beberapa minggu. Ookista
yang terdapat di dalam feses akan menjadi infektif setelah proses sporulasi
selama 2 hari. Penularan Eimeria tenella antar kandang/peternakan dapat terjadi
melalui pekerja atau peralatan yang berpindah-pindah. Ookista juga dapat
berpindah maelalui debu.
Genus Eimeria umumnya mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap
di dalam dan di luar tubuh induk semangnya dan dapatdibagi menjadi siklus
aseksual dan siklus seksual. Siklus hidup ini dikenal dengan tiga stadium yaitu
stadium skizogoni, gametogoni, dan sporogoni. Siklus aseksual merupakan
stadium skizogoni, siklus seksual meliputi stadium gametogoni. Sedangkan
sporogoni adalah stadium pembentukan spora.

Siklus aseksual dimulai dari ookista (stadium yang sangat resisten) yang
dikeluarkan bersama-sama tinja dari ayam yang terinfeksi. Pada saat itu, ookista
belum unfektif tetapi pada kondisi kelembapan dan kehangatan yang optimal
(25-290C) dan oksigen yang cukup. Ookista Eimeria tenellaakan mengalami
sporulasi dalam waktu 24-48 jam dalam suhu kamar sampai terbentuk
sporokista. Ookista yang telah bersporulasi infektif tertelan oleh ayam yang
rentan sehingga terbentuk sporokista yang di dalamnya terdapat badan-badan
kecil berbentuk sosis kecil yang disebut sporozoit. Dalam usus, sporozoit ini
keluar dari dinding ookista kemudian memasuki sel-sel epitel usus. Distulah
terjadi perkembangan sporozoit lalu menjadi skizon. Kemudian skizon ini
menghasilkan bentuk-bentuk kecil sperti buah pisang yang disebut merozoit.
Perkembangan dan aktivitas merozoit dalam sel-sel epitel usu menyebabkan
robeknya sel-sel epitel dan menyebabkan pembebasan merozoit-merozoit ke
dalam lumen usus. Selanjutnya merozoit bebas tersebut memasuki sel-sel epitel
baru dan membentuk skizon generasi kedua. Skizon generasi kedua ini
membentuk merozoit generasi kedua yang kemudian menjadi skizon lagi. Siklus
ini diulang smpai terbentuk merozoit generasi ketiga sehingga menyebabkan
kerusakan mukosa usus.
Siklus seksual berlangsung setelah melalui siklus aseksual yaitu siklus yang
ditandai dengan dimulainya mikrogametosit dan makrogametosit. Setalah
mikrogamet dan makrogamet bertemu di dalam usus, maka akan terbentuk
zigot. Dari zigot dibentuk ookista. Ookista ini akan keluar dari tubuh bersama
tinja dan membentuk sporokista, masing-masing sporokista berisi dua sporozoit.
Jika ookista yang telah bersporulasi tersebut tertelan oleh unggas yang rentan
maka terjadi infeksi. Waktu yang dibutuhkan untuk siklus hidup Eimeria
tenella pada unggas sangat bervariasi,berkisar antara 1-5 hari.

Koksidiosis pada sekum oleh Eimeria tenella paling sering terjadi pada ayam
muda berumur 4 minggu, karena umur tersebut adalah umur yang paling peka.
Ayam yang berumur 1-2 minggu lebih resisten, walaupun demikian Eimeria
tenella dapat juga menginfeksi ayam yang sudah tua. Ayam yang sudah tua
umumnya memiliki kekebalan imunitas akibat sudah terinfeksi sebelumnya. Pada
umumnya koksidiosis sekum terjadi akibat infeksi berat dalam waktu yang

relative pendek tidak lebih dari 72 jam. Pada ayam umur 1-2 minggu diperlukan
200.000 ookista untuk menyebabkan kematian, dan diperlukan 50.000-100.000
ookista untuk menyebabkan kematian pada ayam yang berumur lebih tua.
Pada kelompok ayam, mula-mula gejala terlihat 72 jam setelah infeksi. Ayam
terkulai, anoreksia, berkelompok agar badannya hangat dan hari keempat
sesudah infeksi terdapat darah di dalam tinja. Darah paling banyak ditemukan
pada hari kelima dan keenam sesudah infeksi dan menjelang hari kedelapan
atau kesembilan ayam sudah mati atau dalam tahap persembuhan. Kematian
paling tinggi terjadi antara hari keempat dan keenam karena kehilangan banyak
darah. Kematian kadang-kadang terjadi tanpa diduga. Jika ayam sembuh dari
penyakit akut maka penyakit akan bersifat kronis..
Spesies yang berbeda akan memberikan gejala klinis yang berbeda pula, gejala
klinis yang ditimbulkan bervariasi pada infeksi bermacam spesies dan juga pada
banyak sedikitnya jumlah koksidia yang menginfeksi dan resistensi hospes.
Spesies yang kurang pathogen tidak atau sedikit menunjukan gejala klinis.
Gejala klinis dari penyakit ini yang disebabkan parasit Eimeria tenella adalah
lesu, nafsu makan turun, dan tinja bercampur darah.

Koksidiosis yang disebabkan oleh Eimeria tenella dapat berakibat kerusakan


jaringan sehingga menyebabkan ganguan pada pencernaan dan penyerapan
nutrisi, dehidrasi, perdarahan dan meningkatkan kemungkinan terinfeksi
penyakit lain. Penyakit ini dapat ditularkan secara mekanik malalui pekerja
kandang, peralatan yang tercemar atau dalam beberapa kasus yang pernah
terjadi dapat disebarkan melalui debu kandang dan litter dalam jangkauan
pendek. Berat tidaknya penyakit ini tergantung dari jumlah protozoa yang
termakan

Unggas Indonesia
Membangun Industri Perunggasan
Nasional Mandiri

Home

Sponsor

Buku
Tamu

e-mail

Profil

www.alabio.cjb.net

Surat2

Periklana
FAQ
n

Strategi Jangka Panjang Pengobatan Koksidiosis : Khemoterapi Plus Vaksinasi


H.D.
Poultry

Chapman,
International,

March

Phd
2000

Koksidiosis merupakan penyakit unggas yang umum, disebabkan oleh parasit

genus Eimeria dan biasanya dikendalikan dengan penambahan obat


antikoksidial ke dalam pakan. Praktek ini cukup berhasil tetapi sejalan dengan
berkembangnya resistensi dari parasit terhadap semua obat yang pernah
dipergunakan, maka diperkirakan cara konvensional tidak cukup berhasil untuk
kurun waktu ke depan. Adalah penting untuk mengembangkan strategi jangka
panjang yang dapat mempertahankan atau mengembalikan keampuhan obatobat antikoksidial. Pendekatan mutakhir adalah mengkoordinasikan praktek
vaksinasi
dan
teknik
khemoterapi
konvensional.
Vaksin koksidiosis selama bertahun-tahun digunakan untuk mengebalkan ayam
pullet dan pembibit broiler, yang belakangan ini semakin banyak diminati untuk
imunisasi ayam broiler. Belakangan sudah dikembangkan metoda baru
penggunaan vaksinasi misalnya dengan penyemprotan rak-rak penetasan.
Beberapa jenis vaksin yang tersedia antara lain Coccivac dan Paracox
mengandung strain Eimeria yang sudah diisolasi sejak beberapa tahun lalu dan
bersifat peka terhadap obat. Jika vaksin itu digunakan, maka strain vaksin yang
peka terhadap obat dapat menggantikan jenis-jenis strain koksidia yang sudah
terdapat di dalam kandang broiler. Perbaikan keampuhan obat akan timbul
setelah penggunaan vaksin jenis ini. Telah didapatkan bukti dari penelitian atas
keampuhan obat ionophore monensin (Coban) terhadap isolat Eimeria yang
diperoleh dari flok-flok ayam broiler setelah divaksinasi dengan Coccivac-B
(Chapman, 1994). Ayam-ayam yang sudah diobati tersebut memperlihatkan
perbaikan laju pertumbuhan dan menghasilkan lebih sedikit parasit - oosit - yang
terdapat
di
dalam
feses
(Gambar
1).
Alternatif

Obat

dan

Vaksin

Pilihan untuk menggunakan obat dan vaksin bisa menguntungkan. Sebuah


percobaan dilakukan melibatkan 4 program terhadap 12 flok pemeliharaan
ayam. Program 1 dan 2 menggunakan dua jenis obat yang berbeda terhadap 3
atau 4 flok lalu diikuti dengan vaksinasi terhadap 3 atau 4 flok berikutnya.
Sebagai contoh digunakan obat ionophore salinomycin (Sacox atau Biocox), atau
program rotasi (shuttle) menggunakan dua obat berbeda untuk pakan starter
dan grower (misalnya obat sintetis nicarbazin diikuti dengan monensin. Obat
ionophore atau sintetik yang berbeda (A atau B) harus dipilih apabila jenis obat
diganti.
Tabel 1. Program Selang-seling Obat & Vaksin pada Broiler

Program

Rangkaian (12 flok pemeliharaan berurutan)

AAA

VVV

BBB

VVV

AAAA

VV

BBBB

VV

AAA

CC

VVV

BBBB

AAA

CCC

VVV

BBB

Huruf-huruf individual dalam setiap baris menggambarkan


sebuah
flok
pemeliharaan
yang
berurutan
A, B - flok diberi tipe obat berbeda (A atau B)
C
flok
diberikan
diclazuril
V - flok diberikan vaksin Coccivac-B
Kemungkinan menarik lainnya adalah menggunakan obat antikoksidial baru (C)
yang mampu menekan perkembangan strain resisten, dan selanjutnya disusul
dengan penggunaan vaksin. Penggunaan obat akan membersihkan kandang
broiler dan penggunaan vaksin selanjutnya akan menulari kandang dengan
parasit-parasit yang lebih sensitif terhadap obat. Untuk suksesnya pendekatan
ini, penting untuk mengenali obat yang mampu menekan perkembangan strainstrain resisten misalnya menggunakan diclazuril (Clinacox). Diclazuril
mempunyai cara kerja yang unik dan efektif melawan strain yang sudah resisten
terhadap obat-obat lain (Chapman, 1989).

Gambar 1. Pengaruh monensin terhadap pertambahan berat badan dan produksi


oosit pada ayam broiler yang diberikan isolat Eimeria yang diperoleh dari
sebelum dan sesudah penggunaan vaksin koksidiosis. H.D. Chapman, Phd
Penggunaan gabungan misalnya salinomycin (A), lalu 2 atau 3 flok pemeliharaan
diberikan diclazuril (C) dan kemudian 3 flok digunakan Coccivac-B (program 3
dan 4). Ini memungkinkan untuk kemudian kembali ke program semula atau jika
lebih disukai menggunakan obat yang berbeda (B). Keuntungan tambahan dari
pendekatan ini adalah bahwa penggunaan vaksin setelah pemberian diclazuril
dapat mencegah timbulnya resistensi atas program gabungan tersebut. Pada
situasi kandang dimana diclazuril sudah digunakan secara ekstensif dan strain
resisten sudah terbentuk, maka obat pilihan yang lebih efektif akan mampu
menekan
perkembangan
strain
resisten harus segera diidentifikasi.
Fokus

Terhadap

Lama

Pengobatan

Daripada

Jumlah

Flok

Pemeliharaan

Program selang-seling yang dijabarkan di sini didasarkan atas flok-flok individual


tetapi
dalam

prakteknya lama setiap program lebih didasarkan atas waktu dibandingkan


jumlah flok. Jika vaksin digunakan selama 6 bulan pada broiler yang dipelihara
sampai umur 8 minggu, tergantung pada lokasi pemeliharaan broiler dan
periode kandang tersebut dikosongkan, adalah mungkin beberapa peternakan
melakukan vaksinasi selama 2 flok yang berturutan sedangkan peternakan
lainnya selama 3 flok pemeliharaan. Idealnya vaksinasi atau penggunaan
diclazuril bisa dimulai terhadap flok setelah pembuangan litter karena ini dapat
menolong mengurangi jumlah organisma resisten obat didalam kandang. Sejauh
ini, peneliti belum mengumpulkan bukti-bukti penelitian yang mendukung
program selang-seling vaksin dan obat mampu memperbaiki keampuhan obatobat antikoksidial dalam jangka panjang

Anda mungkin juga menyukai