Anda di halaman 1dari 34

Pemel i haraan Li f t / El evat or

INSTALASI ELEVATOR




1. Apabila jalan masuk ke kamar mesin menggunakan tangga, maka pemasangan tangga tersebut harus cukup kuat
dan pasangan tetap (permanen) dan sudut kemiringan maksimal 40
2. Kamar mesin harus dilengkapi dengan ventilasi yang baik.
3. Ventilasi kamar mesin harus dapat menahan suhu maksimal 40C.
4. Pemasangan instalasi tenaga listrik dalam kamar mesin harus memenuhi persyaratan Peraturan Umum Instalasi
Listrik (PUIL).
5. Penerangan kamar mesin harus sekurang-kurangnya 100 lux per satuan mesin.
6. Kamar mesin dijaga bersih dan dilarang menaruh atau menyimpan barang apapun.
7. Peralatan dan perkakas untuk maksud perawatan harus disimpan rapi di lemari yang disediakan dikamar mesin.
8. Kamar mesin harus dilengkapi dengan stop kontak jenis tertutup dan dilengkapi dengan kawat pentanahan.
9. Harus tersedia lampu tangan yang sesuai dengan persyaratan kelistrikan.
10. Harus tersedia alat pemadam api cepat CO2 atau bubuk kering atau BCF dari 5 kg dan ditempatkan pada tempat
yang mudah di capai, sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.
11. Apabila kamar mesin tidak dijaga, maka pintu harus selalu tertutup dan terkunci. Kunci tersebut harus disimpan
oleh petugas yang ditunjuk pada tempat yang telah ditentukan.
12. Alat-alat darurat seperti engkol dan pembuka rem harus ditempatkan dalam kamar mesin pada tempat yang
ditentukan, sedangkan kunci darurat (interlock releasing key) harus disimpan oleh pengelola bangunan dan atas
tanggung jawabnya.
13. Pemasangan pemutus arus utama distribusi tenaga listrik (MCB) harus pada tempat yang mudah dicapai dan tidak
terhalang oleh apapun.
14. Instalasi tenaga listrik untuk lif harus terpisah dari instalasi lain dan harus dilayani secara khusus. Sakelar tersebut
harus diberi tanda pengenal dengan kata seperti Lif.
15. Tenaga listrik untuk pengendali (controller) harus terpisah dari MCB ( Main Circuit Breaker ) dengan sakelar utama
tersendiri.

16. Apabila kamar mesin merupakan bagian yang tertinggi dari bangunan sekitarnya, harus dipasang instalasi
penyalur petir.
17. Dudukan mesin harus sempurna, dan tidak cacat, gunakan isolasi peredam getaran padabed-plate dan kick-
plate.
18. Permukaan pelumas didalam rumah gigi mesin harus cukup sesuai dengan garis petunjuk tanda batas.
19. Roda tarik atau puli tidak retak atau cacat, alurnya harus sempurna dan seragam, tidak menyebabkan geser (slip)
antara roda dan tali.

1.3. Ruang Luncur

1. Bangunan ruang luncur harus dibuat dari bahan yang cukup kuat, tahan api dan tertutup rapat mulai dari lekuk
dasar sampai kebagian teratas (langit-langit) dari ruang luncur.
2. Bangunan ruang luncur harus langsung didukung oleh pondasi tanah. Jika tidak, maka bobot imbang harus
dilengkapi dengan pesawat pengaman, sama halnya dengan kereta.
3. Pada bagian ruang luncur ekspres harus dipasang pintu-pintu darurat pada tiap-tiap jarak 12 meter, atau tiap-tiap 3
lantai.
4. Didalam ruang luncur dilarang memasang peralatan apapun yang bukan merupakan bagian dari instalasi l if.
5. Di bagian atas ruang luncur dilarang harus terdapat ruang bebas paling sedikit 60 (enam puluh) cm, antara bagian
teratas kontruksi kereta dan langit-langit sewaktu bobot imbang menekan penuh penyangga.
6. Apabila di dalam ruang luncur dipasang instalasi listrik, mka harus memenuhi persyaratan PUIL.
7. Bobot imbang (counterweight) harus dapat bergerak dengan lancar mengikuti rel pemandu yang kokoh.
8. Apabila bobot imbang terdiri dari potongan atau balok-balok logam, maka satu sama lain harus diikat paling sedikit
dengan dua buah baut, sehingga merupakan satu kesatuan yang kuat dan aman.
9. Rel-rel pemandu harus cukup kuat untuk menahan tekanan akibat pesawat pengaman kereta saat bekerja.
10. Rel-rel pemandu untuk kereta dan bobot imbang harus terbuat dari baja dan konstruksi kaku, kecuali rel untuk lift
pelayanan (dumbwaiter) dan lift yang kecepatannya tidak melebihi 30 m per menit.
11. Rel-rel pemandu lift berkecepatan tidak melebihi 30 m/m dan digunakan di tempat-tempat kerja yang menyimpan
dan/atau mengolah bahan-bahan kimia atau bahan-bahan yang mudah meledak, dapat digunakan bahan bukan
logam, diantaranya kayu.
12. Rel-rel pemandu harus tetap lurus dan vertikal. Cara pemeriksaan rel-rel dapat dilakukan dengan pemandangan
mata visual atau alat lainnya.
13. Baut-baut angker pengikat braket harus tertanam dengan kuat pada dinding dan tiap-tiap baut braket harus
diperiksa satu demi satu.
14. Kereta dan bobot imbang yang menggunakan sepatu luncur, rel pemandu harus dilunasi agar jalannya kereta dan
bobot imbang tidak terhambat atau tersendat.
1.4. Lekuk dasar (Pit)

1. Di bagian lekuk dasar harus terdapat ruang bebas paling sedikit 60 (enam puluh) cm, antara lantai bawah dan
bagian terbawah dari konstruksi kereta sewaktu kereta menekan penuh penyangga.
2. Lekuk dasar dilarang untuk menyimpan atau menaruh barang apapun dan selalu dalam keadaan bersih dan
kering.
3. Dalam lekuk dasar harus dipasang lampu penerangan dengan stop kontak dan tangga monyet pasangan
permanen. Tangga permanen tidak boleh licin dan pegangan tangga menonjol ke atas sampai kira-kira 30 cm di
atas permukaan lantai. Tangga tersebut diharuskan untuk kedalaman lekuk dasar lebih dari 1.2 meter.
4. Untuk kedalaman lekuk dasar lebih kecil dari 1.20 meter tidak diharuskan memasang tangga permanen. Hanya
orang yang kompeten dan terlatih saja yang boleh masuk ke lekuk dasar.
5. Pintu darurat dapat di pasang di lekuk dasar, jika kedalamannya lebih besar dari 2.50 meter. Ukuran pintu 0.6 m
(lebar) x 1.20 m (tinggi) membuka arah kedalam. Pintu tesebut dapat dibuka dari dalam dengan grandel,
sedangkan dari luar dibuka dengan kunci khusus.
6. Lantai lekuk dasar harus datar. Tonjolan pada bagian lantai dibolehkan, jika diperlukan untuk tumpuan (buffer
stand). Legokan pada lantai dibolehkan pada daerah tertentu saja, agar tidak mengganggu dan dimaksud untuk
mengumpulkan air.
7. Untuk ruang luncur yang berjejer dimana lekuk dasar berbeda kedalamannya, maka :
8. Jika selisih kedalamannya lebih besar dari 1,0 meter, harus dipasang dinding pemisah pelindung setinggi minimal
1,50 meter.
9. Jika selisih kedalamannya lebih kecil dari 1,0 meter, maka cukup dipasang pagar (railing) setinggi minimal 0,6
meter.

1.5. Pintu lantai perhentian.

Untuk mencegah kecelakaan yang mungkin timbul, diantaranya :
- Tergelincir, terhimpit atau terbentur pada pembukaan pintu;
- Terjerat atau terseret kereta;
- Terjatuh ke dalam ruang luncur;
- Terjepit pintu lantai.
Maka perlu diperhatikan pemasangan sebagai berikut :
1. Kunci kait (interlock) harus dilengkapi dengan kontak arus listrik, dan bekerja sejalan dengan pengendalian lift,
sehingga kereta tidak dapat bergerak jika salah satu pintu tebuka.
2. Semua jenis pintu (otomatis maupun tidak) harus dilengkapi dengan kunci kait (interlock) yang menjamin :
-Kereta tidak dapat bergerak atau melanjutkan gerakannya, kecuali apabila semua pintu dalam keadaan tertutup
rapat dan terkunci.
- Pintu dapat terbuka jika kereta dalam keadaan berhenti dan permukaan lantai kereta sama rata dengan lantai
pemberhentian, atau lantai kereta berada dalam batas jarak maksimum 20 cm diatas atau dibawah dari
permukaan lantai perhentian.

3. Pintu-pintu lantai dan pintu kereta harus dapat menutup dengan rapat dengan cara penekanan oleh gaya pegas
atau oleh gaya gravitasi pemberat.
4. Jarak antara ambang pintu (door sill) kereta dan pintu lantai (running clearance) harus dibuat tidak lebih dari 35
mm.
5. Alur-alur pada ambang pintu dimana sepatu-sepatu pintu meluncur harus sellu berih, sehingga pintu dapat
bergerak hambatan. Sepatu yang aus atau longgar harus segera diganti dengan yang baru.
6. Apabila pada pintu-pintu dilengkapi dengan panel kaca, maka panel tersebut harus selalu utuh dan kokoh dan
tahan api sesuai pintunya.
7. Pada tiap kali perhentian, lantai kereta harus sellu rata dengan permukaan lantai. Apabila tidak rata, maka alat
perata kereta harus diperiksa dan disetel.
8. Ambang pintu (door sill) harus dibuat dari bahan yang kuat dan tidak licin.

9. Permukaan lantai pada ambang harus rata dengan permukaan lantai sekitarnya.
10. Cahaya atau penerangan pada daerah lantai pemberhentian harus cukup terang, minimal 100 lux.

1.6. Kereta.

1. Setiap rangka kereta harus terbuat dari baja yang sesuai kekuatannya, kecuali lif pelayan (dumbwaiter) tidak perlu dengan
rangka.
2. Atap kereta harus cukup kuat untuk menahan berat peralatan yang ditempatkan diatasnya dan beban minimal dua orang
yang mungkin naik diatasnya.
3. Setiap atap kereta (kecuali lif pelayan) harus dilengkapi pintu darurat dengan ketentuan :
- Dapat dibuka dari dalam atau dari luar kereta arah ke atas.
- Tidak menganggu peralatan diatas atap kereta sewaktu dibuka sebagian atas seluruhnya.
- Ukuran cukup luas, sekurang-kurangnya berukuran 0.35 x 0.45 m, yang memungkinkan orang keluar/masuk kereta dengan
mudah.
4. Pintu darurat harus dilengkapi dengan kontak arus listrik sejalan dengan pengendalian, kecuali untuk lif yang tidak otomatis.
5. Interior badan kereta harus merupakan kurungan tertutup (kecuali lif barang)
6. Kereta lif barang yang tidak diperlengkapi dengan atap, tinggi dinding tidak boleh kurang dari 2 (dua) meter.
7. Luas lantai kereta harus dibatasi sesuai kapasitas atau jumlah penumpang maksimal (lihat 4.2.4.7), kecuali lift rumah sakit
(hospital elevator) dapat lebih luas dengan ketentuan harus mendapat izin khusus dan harus dilengkapi alat pembatas
beban lebih (overload limit switch).
8. Tinggi bagian dalam dari kereta tidak boleh kurang dari 2 (dua) meter, (kecuali lif pelayan).
9. Instalasi lampu penerangan dan langit-langit gantung (suspended ceiling) di dalam kereta harus cukup kuat dan aman dari
goncangan akibat bekerjanya pesawat pengaman kereta. Langit-langit gantung dilarang terbuat dari kaca (glass).
10. Setiap kereta (kecuali lif pelayan) harus dilengkapi dengan pintu, dengan pengaman mekanis dan elektris.


Gambar 1.6.
Kereta.

11. Setiap kereta (kecuali lif pelayan) harus dilengkapi dengn :
- Ventilasi udara dan penerangan yang cukup serta memenuhi syarat.
- Stop kontak, saran kendali dan penerangan di atas atap kereta (lihat 4.2.2.6).
- Lampu darurat dalam kereta dengan sumber tenaga dari baterai (aki), yang bekerja otomatis dn tahan selama satu jam.
- Penerangan listrik di bawah bagian kereta, kecuali bila telah tersedia penerangan pada lekuk dasar ruang.
12. Kereta harus diperiksa terhadap kemungkinan cacat konstruksi dan pemasangan diantaranya :
- Baut-baut yang longgar.
- Roda atau sepatu luncur pemandu yang sentries.
- Goyangan, getaran dan suara-suara tidak normal.
13. Pintu darurat pada kereta hrus di uji dengan cara membuka pintu tersebut.
14. Semua tombol dan sakelar dalam kereta harus utuh (tidak retak) dan tetap berfungsi.
15. Kereta harus dilengkapi alat pembatas beban lebih (over load limit switch) yang menyebabkan kereta tidak mau berangkat
serta pintu tetap terbuka dan menyembunyikan suara buzzer.


1.7. Tali Baja

Bahaya dan kecelakaan akibat putusnya tali baja tidak mudah terjadi apabila tali baja tersebut cukup kuat, terpelihara baik
dan pemeriksaan secra teratur. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan, harus diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Tali penarik kereta, bobot imbang dan keperluan governon harus digunakan tali baja lemas (flexible) dan dengan kekuatan
serta faktor keamanan yang sesuai, dan tidak boleh terdapat sambungan.
2. Rantai tidak boleh dipergunakan untuk penarik kereta dan bobot imbang (kecuali lift khusus untuk perumahan yang sifat
penggunaannya pribadi).
3. Lift tarikan langsung (drum drive lift) sekurang-kurangnya harus menggunakan 2 (dua) lembar tali baja penarik kereta dan
dua tali baja penarik bobot imbang, sedangkan lift tarikan gesek (traction drive lift) harus mempergunakan minimal 3 (tiga)
lembar tali baja, (kecuali lif pelayan).
4. Penggunaan tali baja harus memperhitungkan faktor keamanan sesuai daftar tersebut dibawah ini.

Kecepatan Lif (m/m) Faktor keamanan tali
baja tarik
20 59 8,0
60 -90 9,5
105 180 10,5
210 300 11,5
Diatas 300 12,0

5. Garis tengah tali baja penarik kereta dan bobot imbang sekurang-kurangnya harus 8 (delapan) mm, kecuali lif pelayan 6
(enam) mm.







Gambar 1.7.
Tali baja.
6.Perbandingan garis tengah teromol terhadsp tali baja minimal adalah :
- 40 : 1 untuk lif jenis papun.
- 25 : 1 untuk governor.

7.Semua roda puli harus beralur khusus untuk penempatan tali baja. Ukuran alur harus tepat/sesuai guna mencegah tali
terjepit dan/atau tergelincir (slip) terhadap keliling puli.

8. Tali baja pada lif tarikan langsung (drum drive lift) harus cukup panjang, sehingga pada waktu kereta berada pada batas
perjalanan terakhir, tali baja dalam teromol masih bersisa sekurang-kurangnya satu setengah belitan pada tabung gulungan.

9.Ujung tali baja pada lif tarikan langsung (drum drive lift) hrus diamankan dengan soket lonjong dari babit atau dijepit pada
bagian sisi kepingin dari tabung gulungan.

10.Pengikat ujung tali pada kereta dan bobot imbang harus dikerjakan sesuai prosedur baku dengan teliti dan baik. Dalam
praktek penyambungan tali baja ada 2 sistim yaitu :
a. Untuk lif berkecepatan maksimal sampai 45 m/m, pengikat dapat dengan cara diklem. Jumlah klem pengikatan baja
sekurang-kurangnya 3 buah berjarak 20 cm dan arah baut klem selang seling.
b. Untuk lif berkecepatan lebih dari 60 m/m atau lebih, pengikatn dengan cara ujung tali masuk ke soket dari baj u tempa,
lilitan diurai dan di tekuk masuk kedalam soket, kemudian soket dicor dengan babit.

1.8. Perlengkao\pan pengamanan.

1. Pesawat pengaman kereta (car safety device).

a.Setiap kereta, kecuali lif pelayan harus dilengkapi pesawat pengaman kereta yang dapat memberhentikan kereta dari
kelajuan, apabila terjadi kecepatan lebih.

b. Pesawat pengaman kereta yang dipergunakan harus dapat memberhentikan kereta dengan aman tanpa mengejut.

c. Setiap lif harus dilengkapi dengan sebuah governor yang memicu dan mengatur bekerjanya pesawat pengaman kereta,
jika terjadi kecepatan lebih (overspeed).

d. Governor harus disetel dan diuji sehingga pesawat pengaman kereta bekerja sebelum mencapai prosentase kecepatan
lebih tertentu, sesuai daftar. Jika governor telah dietel dan disegel dari pabrik pembuatnya, tetap harus diuji keabsahannya.






Gambar 1.8.
Perlengkapan pengaman kereta.




Tabel 1-8
Daftar kecepatan lebih

Kecepatan lif
(m/m)
Prosentase maksimal kecepatan
lebih terhadap kecepatan
normal (%)
Jarak tempuh
perhentian kereta
(kemerosotan) (m)
Saat saklar
OS terbuka
Saat governor
bekerja
sampai 42 40 50 0,05 0,40
42 s/d 90 30 40 0,10 0,70
90 s/d 105 25 35 0,25 1,10
105 s/d 150 20 30 0,50 1,80
150 s/d 210 15 25 1,00 3,00
210 s/d 300 15 20 2,00 5,60

e. Setiap lif yang kecepatannya minimal 60 m/m harus dilengkapi sebuah saklar (Overspeed Switch, OS) pemutus rus listrik
ke pengedalian motor. Saklar bekerja atas pengungkit pada governor ketika lif mengalami kecepatan lebih tertentu (lihat
table 1-8).

f. Pesawat pengaman harus dilengkapi dengan Safety Operated Switch (SOS) untuk semua jenis atau kecepatan lif, yang
dapat memutuskan arus listrik ke motor saat governor bekerja.

g. Pesawat pengaman senantiasa dirawat agar selalu tetap dalam keadaan bekerja baik. Pemeliharaan pesawat pengaman
ini dengan cara member pelumas secara teratur pada bagian tertentu.

h. Governor dan pesawat pengaman secara berkala harus diperiksa atas keausan, keretakan, pecah, karatan dan atas
kemungkinan baut-baut longgar.

i.Pesawat pengaman dalam waktu-waktu tertentu harus diuji kemampuannya. Pengujian harus dilakukan oleh tenaga ahli
yang kompeten.


Penjelasan Cara Bekerja Pesawat Pengaman

Cara bekerja pesawat pengaman kereta terpisah dari cara bekerja motor
penggerak lif. Peralatan pengaman kereta ini terdiri dari :
1. Governor sebagai pengindra dan pembatas kelajuan lif.
2. Dasar pengaman kereta (safety block), yang berada langsung dibagian bawah
rangka kereta di kiri dan kanan (pada produk tertentu dipasang pada bagian
atas rangka).
3. Tali baja governor.
4. Roda teromol sebagai pengatur tegangan tali baja governor yang berada di
lekuk dasar (pit). Lif berkecepatan tinggi (120 m/m keatas) pengaturan tegangan
dengan pegas dan peredam hidrolis yang dipasang pada rangka teromol.

Tali baja governor, bergerak diantara roda penegang (tension sheave) dan roda
governor dan kedua ujung dari kabel baja tersebut diikatkan pada tangan
(stang) penggerak rem pada rangka kereta, sehingga pasak atau rem kiri dan
kanan bekerja sekaligus serempak.
Dalam keadaan normal, pesawat pengaman tidak mempengaruhi jalannya lif,
kecuali jika kecepatan lif melampaui batas kecepatan tertentu, dengan
prosentase sesuai daftar tersebut diatas.
Sistim pengaman ini bekerja dengn dua tahap sebagai berikut :
a. Pada tahap pertama, apabila awal mula terjadi kecepatan lebih (lihat daftar) lif
dalam keadaan turun, maka governor akan membuka sakelar OS pemutus arus
listrik ke motor penggerak lif, dan memberhentikan lif.
b. Apabila OS tidak sempat bekerja dan kereta tetp melaju dengan kecepatan terus
meningkat, maka governor akan tersentak menyebabkan rahang governor
menggigit tli baja, selanjutnya menyebabkan tangan-tangan menarik rem masuk
ke dalam rumah (blok) sert menjepit rel pengantar. Lif akan berhenti pada jarak
lintas tertentu. Berhentinya dibantu oleh pegas yang ada pada blok rem/pasak.
Lihat daftar jarak lintas perhentian merosot. Bersamaan dengan peristiwa
tersebut saklar SOS terbuka, sehingga arus ke motor terputus.


Saklar-saklar pembatas (Limit Switches)

a. Setiap lift harus dilengkapi dengan saklar-saklar pengaman batas lintas (travel limit switches) yang akan memutuskan arus
listrik ke motor secara otomatis sebelum kereta atau bobot imbang mencapai batas-batas lintas terakhir ujung atas dan
bawah dari ruang luncur (lihat 4.2.3.2).
b. Saklar-saklar pengaman batas harus diperiksa mengenai jarak terhadap lantai dan letaknya, keadaan ikatannya dan letak
tuasnya (cam), yang akan membuka saklar dan memutus arus listrik menuju motor penggerak (lihat 4.2.4.8).
c. Terhadap saklar-saklar pengaman batas harus diadakan percobaan (test) untuk mengetahui baik tidaknya cara bekerja
saklar-saklar tersebut, sehubungan dengan luang lari (runby).
d. Saklar-saklar pengaman batas harus selalu terpelihara baik, agar dapat bekerja secara otomatis memutuskan arus listrik ke
motor lif dan pemberhentian kereta, apabila kereta melampaui batas lintas yang ditentukan, sebelum bobot imbang
menyentuh penyangga (lihat 4.2.4.8).

Penyangga/ peredam (buffer).

a. Setiap kereta dan bobot imbang harus dilengkapi dengan penyangga/ peredam (buffer) yang di tempatkan di lantai lekuk
dasar (pit) ruang luncur.
b. Penggunaan penyangga harus sesuai dengan kecepatan kereta menurut ketentuan sebagai berikut :

Tabel 1.8.3.(1)
Kecepatan lift dan jenis penyangga

Kecepatan jalannya
kereta
Jenis peredam atau penyangga
yang harus digunakan
Kecepatan tidak melebihi
dari 30 m/m.
Bumper (penyangga masih kenyal
atau penyangga pefas (spring buffer)
Kecepatan lebih dari 30
m/m, tetapi kurang dari
90 m/m.
Penyangga pegas (spring buffer)
atau peredam oli (oil atau hydraulic
buffer)
Kecepatan lebih dari 90
m/m.
Peredam oli (Oil atau hydraulic
buffer).

c. Permukaan minyak hidrolis penyangga harus diperiksa, sesuai batas petunjuk.
d. Untuk penyangga hidrolik harus digunakan jenis oli/minyak khusus yang dianjurkan oleh pabrik pembuat.
e. Dudukan penyangga harus rata dan vertikal. Baut-bautnya hrus diperiksa.
f. Penyangga pegas harus diperiksa, kedudukannya harus kokoh ditempatnya.
g. Jarak langkah (stroke) dari penyangga/ peredam harus diuji memenuhi syarat-syarat sesuai dengan kecepatan lif, sebagai
berikut :

Tabel 1.8.3.(2)
Kecepatan lif terhadap Langkah peredam

Kecepatan (m/m) L, Langkah peredam saat
ditekan (meter)
s/d 45 0,04
60 0,06
90 0,15
105 0,20
120 0,27
150 0,43
180 0,63
210 0,84
240 1,10
300 1,60
360 2,40
420 3,30

Pengujian dilakukan dengan cara menjalankan kereta turun melampaui batas bawah, menekan penyangga sepenuhnya
dalam hal ini limit switch di jumper.


Kapasitas dan luas lantai kereta.

a. Kapasitas angkut yang direncanakan dalam rekayasa pesawat lif harus menjadi kapasitas angkut yang dinyatakan dan
tertera dengan jelas dalam kereta.
b. Perubahan kapasitas angkut yang diijinkan tersebut ayat (i) harus dengan Keputusan Direktur atau Pejabat yang
ditunjuknya.
c. Kapasitas angkut lif yang diijinkan harus tertulis dalam kereta dan dinyatakan dalam kg dan jumlah orang yang dapat
diangkut.
d. Cara menentukan jumlah maksimal orang yang dapat diangkut tersebut pada ayat (iii) ialah kapasitas angkut dalam kilogram
(kg) dibagi 68, kecuali lif kapasitas dibawah 600 kg dibagi 70 (lihat daftar)
e. Contoh :
Muatan orang yang diijinkan = 750 kg/68 = 11 orang
Muatan yang diijinkan = 300 kg/70 = 4 orang
f. Kapasitas angkut yang ditetapkan dan diijnkan tidak boleh dilampaui ataupun dirubah, termasuk penambahan dekorasi
dinding, lantai dan langit-langit kereta.
g. Kapasitas angkut tersebut harus dinyatakan secara tertulis dipasang didalam kereta pada tempat yang mudah dilihat dan
dibaca.
h. Luas rantai kereta harus dibatasi untuk mencegah agar jumlah penumpang tidak melibihi kapasitas angkut yang diijinkan.
Lihat daftar kapasitas lif yang umum dipakai (kg) dan luas kereta.


Tabel 1.8.4.
Kapasitas Lif

Kapasitas angkut
(kg)
Maksimum jumlah
muatan (orang)
Maksimum luas bersih lantai
kereta (m)
300 4 0,90
375 5 1,10
450 6 1,30
525 7 1,45
600 9 1,60
680 10 1,75
750 11 1,90
900 13 2,20
1000 15 2,50
1100 16 2,65
1250 18 2,95
1350 20 3,10
1425 21 3,25
1500 22 3,40

Peralatan tanda bahaya.
Setiap kereta (kecuali kereta lift pelayan) harus dilengkapi dengan sinyal tanda bahaya yang dapat digunakan dari dalam
kereta, yaitu berupa :
a. Bel listrik kecemasan (darurat) yang dipasang dalam gedung di tempat yang mudah didengar oleh pengawas bangunan
atas orang yng ditunjuk bertanggung jawab terhadap pemakaian lif, atau
b. Interphone atau intercom sebagai penghubung dari dalam kereta dengan pengawas bangunan atau orang yang ditunjuk
bertanggung jawab terhadap pemakaian lift.


1.9. Luang lari (runby)

1. Luang lari (runby) bobot imbang adalah jarak antara plat rangka bawah bobot imbang dengan ujung atas penyangga. Luang
lari harus dibatasi minimal sebagai berikut :
a. Penyangga hidrolis pada lif berkecepatan minimal 90 m/m, luang lari adalah 23 cm.
b. Penyangga pegas, untuk :
1) Kecepatan lif 7.5 m/m, luang lari = 11 cm
2) Kecepatan lif 15 m/m, luang lari = 15 cm
3) Kecepatan lif 30 m/m, luang lari = 22 cm
4) Kecepatan lif 60 m/m, luang lari = 30 cm.

Contoh :
Luang lari bobot imbang = 20 cm.
Kecepatan lif 180 m/m.
Sesuai daftar, langkah penyangga = 63 cm.
Tinggi ruang bebas atas, saat bobot imbang membentur :
1 Luang lari 20 cm
2 Langkah peredam 63 cm
3 Lonjakan 33 cm setengah langkah
4 Ruang aman 60 cm
Jumlah 176 cm



2.PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN INSTALASI PESAWAT LIF

2.1. Jenis riksa uji .

Pemeriksaan dan pengujian tehadap pesawat lift dibagi dalm 3 jenis, yaitu :
a. Pemeriksaan dan pengujian awal terhadap instalasi yang baru selesai dipasang.
b. Pemeriksaan dan pengujian ulang dan dapat dilakukan sewaktu-waktu, sekurang-kurangnya satu kali setahun.
c. Pemeriksaan dan pengujian khusus karena pada pesawat telah diadakan reparasi, perubahan teknis dan nyata-nyata
dianggap perlu.

2.2. Syarat-syarat pelaksanaan riksa uji.

Setiap instalasi pesawat yang baru selesai dipasang atau direparasi, atau diadakan perubahan teknis, maka sebelum
dipakai harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Tujuan dari pemeriksaan dan pengujian ini ialah untuk meyakinkan bahwa pesawat lif yang bersangkutan betul -betul dapat
bekerja atau berfungsi dengan aman termasuk kerja semua peralatan pengamannya.
Pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian instalasi harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pemeriksa atau penguji harus memakai pakaian kerja berlengan pendek, bersepatu yang tidak mudah tergelincir, siap
dengan lampu senter model saku, pensil dan buku catatan serta balok karet.
2. Pemeriksa tidak boleh memakai jam tangan, cincin atau sejenisnya dan tidak berdasi.
3. Pemeriksa menggunakan sarung tangan khusus, dimana saat tertentu diperlukan.
4. Waktu bertugas diatas atap kereta, usahakan salah satu tangan hrus memegang pada bagian rangka kereta yang aman
atau pagar railing pada atap.
5. Sebelum bagian-bagian alat listrik diperiksa, aliran listrik ke bagian yang diperiksa harus dimatikan dan pada sakelarnya
harus diberi tanda peringatan bahwa lif sedang diperiksa.
6. Harus tersedia sarana kendali di atas kereta antara lain tombol untuk menggerakan kereta bergerak ke atas dan ke bawah
dengan kecepatan rendah (inspection speed) 0,5 m/s, tombol stop darurat (emergency stop switch) yang dapat
memberhentikan kereta dalam keadaan darurat dan lampu penerangan yang berlindung.


2.3. Peralatan pengaman pada pesawat lif.

Peralatan pengaman utama pada lift antara lain :
1. Sebuah alat pengindra dan pembatas kecepatan (governor) yang mengatur bekerjanya alat pengaman kereta (car safety
device) apabila kecepatan kereta melampaui batas yang ditentukan dilengkapi dengan pemutus control listrik.
2. Sakelar pelamban (slow down switch) dan sakelar batas lintas (limit switch) yang keduanya berfungsi sebagai pengaman
batas perjalanan kereta baik di ujung atas maupun di ujung bawah yang bertugas untuk menghentikan kereta apabila
sampai pada batas perjalanan terakhir ke atas atau ke bawah.
3. Rem mesin yang bekerja secara otomatis apabila sumber tenaga listrik tiba-tiba terputus.
4. Kunci kait (interlock) pada semua pintu ruang luncur dan kontak listrik pengaman pada pintu kereta, keduanya untuk
mengatur secara otomatis, agar pintu ruang luncur dan pintu kereta hanya dapat terbuka apabila kereta berada pada batas
tertentu dari permukaan lantai perhentian (lihat 2.4.4).
5. Penyangga dan peredam (buffer) terpasang pada lekuk dasar ruang luncur untuk meredam gaya tumbukan kereta dan/atau
bobot imbang yang mungkin jatuh bebas, yaitu ada 2 macam :
a. Penyangga pegas atau penyangga masip kenyal
b. Penyangga hidrolik atau peredam.
6. Tombol sakelar darurat (emergency stop switch) di dalam kereta yang berbentuk gagang atau tombol berwarna merah.
7. Peralatan pengaman dan peralatan pendukung lainnya yang disesuaikan dengan standar pabrik pembuat dan tidak
bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

2.4. Prosedur pemeriksaan dan pengujian.

Mengingat aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K-3), maka pemerisaan minimal diarahkan pada obyek :
2. Kamar mesin;
3. Ruang luncur;
4. Lekuk dasar (pit);
5. Pintu-pintu lantai perhentian;
6. Kereta;
7. Tali baja;
8. Perlengkapan pengaman;
9. Luang lari (runby)

2.5. Pemeriksaan dan pengujian ulang.

1. Pemeriksaan dan pengujian harus dilakukan secara berkala paling lambat dilakukan satu kali tiap-tiap tahun. Pelaksanaan
pemeriksaan dan pengujian ulang sama halnya dengn prosedur untuk pertama kalinya.
Pada pemeriksaan dan pengujian ulang harus dilakukan bersama-sama dengan tenaga ahli yang kompeten dan
bertanggung jawab.
Dalam melakukan pemeriksaan pegawai pengawas harus menjaga diri keselamatan masing-masing terutama waktu berada
dalam kamar mesin, di atas kereta dan di dalam lekuk dasar.
2. Perhatikan setiap lif dan bagian-bagiannya harus dirawat sebagaimana mestinya, agar selalu bekerja dengan tepat dan
aman, dan memenuhi syarat-syarat miniml pemeriksaan :
a. Kamar mesin, ruang luncur dan lekuk dasar (pit) harus selalu dijaga kebersihannya dan bebas dari sampah, kotoran debu,
ceceran minyak dan halangan lainnya.
b. Rel pemandu, governor, pesawat pengaman, kereta, pintu-pintu, mesin, penyangga dan peralatannya harus dirawat dan
dilumasi secara teratur, agar tetap dalam keadaan berfungsi sebagaimana mestinya dengan aman.
c. Tali baja yang memperlihatkan tanda-tanda memecah, putus atau patahan pada beberapa komponen, kawat, ataupun
berkarat, dan ataupun diameternya susut lebih dari 10%, harus segera diganti dengan yang baru. Tali baja harus dilumasi
dengan minyak pelumas yang khusus, jika ternyata kering.
d. Semua pintu lantai harus lebih sering diperiksa dan disetel ulang, agar selalu bekerja sebagaimana mestinya dengan
optimal dan aman.
e. Semua peralatan pengaman (mekanis dan elektris) dan tanda-tanda bahaya (alarm bell dan sebagainya) harus lebih sering
diperiksa dan dicoba, supaya selalu siap berfungsi sebagaimana mestinya.








PELAKSANAAN PENGUJIAN


1.Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja

Nama Pengawas : .
NIP : .
Tanggal : .
Tanda tangan : .

2.Perusahaan Jasa Inspeksi Teknis :
Nama Tenaga Ahli K3 Lift :
Tanggal :
Tanda tangan :







PENGOPERASIAN.

3.1. Kondisi Normal

1. Jenis Cara Kerja
a. Cara kerja lif yang paling sederhana ialah Single Automatic Push Button (SAPB), digunakan pada lif barang dibangunan
industry dan rumah-rumah pribadi.
b. Cara kerja yang umum dipakai ialah otomatis kolektif. Sifat kolektif dipakai pada lif tunggal (simplex operation), lif ganda
(duplex operation) dan lif kerja gabung (grup operation).

2. Kerja Lif Ganda (duplex operation)

a. Kerja lif harus otomatis dengan cara penekanan tombol yaitu tombol panggilan lantai (PL) atau hall call dan tombol
permintaan kereta (PK) atau car call.
b. Salah satu lif akan berhenti atas panggilan PL dan PK jika arah lif tersebut sesuai dengan panggilan, dan penekanan tombol
dilakukan lima detik sebelum lif berhenti pada lantai yang dimaksud.
c. Seseorang masuk kereta diberikan kesempatan menekan PK (prioritas) sebelum pintu lif menutup. Jika selang waktu
tersebut PK tidak ditekan, maka kereta bebas menuju kea rah dimana ada PL.
d. Semua PL arah ke atas akan dilayani oleh lif yang ke aatas, sebaliknya PL arah ke bawah dilayani oleh lif yang bergerak ke
bawah. Lif akan berbalik arah, jika panggilan/ permintaan terakhir telah dilayani dan selanjutnya akan melayani PL dan PK
dengan arah yang berlawanan.
e. Jika lif tidak ada tugas, salah satu lif menunggu di lobby. Lif lain (kedua) berhenti dilantai dimana dia terakhir mengantar
penumpang. Jika lif yang kedua ini kebetulan tugas akhir mengatar penumpang ke lobby pada hal di l obby sudah ada lif,
maka segera lif yang menunggu di lobby berangkat ke lantai home landing. Home landing biasanya dipilih lantai yang
terletak 2/3 total lintasan. Umpama gedung berlantai 15, maka Home Landing di set pada lantai 10.
f. Lif yang menunggu di lobby akan berangkat jika lif kedua sibuk melayani PL dan PK mulai selang waktu tertentu.


3.Kerja Lift Gabung (Group Operation).

a. Operasi kerja gabung pada dasarnya sama dengan kerj duplex (butir 4.1.2).
b. Tugas tiap-tiap lif dikendalikan oleh supervisoy control, memanfaat-kan microprocessor.
c. Jumlah lantai seluruh bangunan seolah-olah dibagi menjadi beberapa zona sebanyak jumlah lif yang ada. Lobby
merupakan zona sendiri, sebagai lantai prioritas.
d. Semua lif tanggap atas PL dan PK, dan akan menyebar ke zona yang kosong jika selesai tugas.
e. Microprocessor dilengkapi beberapa perangkat unggulan (features), yaitu Up Peak Demand(UPD) dan Down Peak
Demand (DPD) untuk menanggulangi arus padat pagi hari dan sore hari.
f. Banyak cara untuk memicu saat terjadinya UPD dan DPD. Feature yang lain banyak ditawarkan oleh pabrik lif, antara lain
: Relative System Response, Channeling Operation,dan Arfical Intellegent (dengan maksud yang berbeda-beda).

4.Cara-cara Kerja Khusus

a. Relative System Response (RSR)

1. Relative system response adalah penghitungan system waktu relative atas masing-masing lif, dalam suatu group operation.
2. Optimasi diperoleh dengan menghitung system waktu relatif atas masing-masing lif dibandingkan satu dengan lainnya,
mana yang akan lebih berpeluang untuk menanggapi tombol panggilan PL.
3. Unsur-unsur itu ialah : jarak lif dengan lantai yang membutuhkan pelayanan PL dan PK sebelumnya, jumlah beban
penumpang dikereta, jumlah PK yang harus dipenuhi, arah jalannya lif dan terjadinya PL dan PK yang mendadak.
4. Hanya lif yang mempunyai RSR terpendek akan diberi tugas menjemput PL.
5. Keputusan ditetapkan oleh MCU lima detik sebelum mendarat dan perhitungan relative waktu dilakukan lima kali per-detik.


b. Channeling Operation

1) Channeling operation terjadi jika timbul lonjakan arus penumpang menunggu lif di lobby (morning peak hour).
2) Channeling mulai beroperasi setelah sensor yang mendetect adany arus penumpang memberi masukan pada kontroler.
3) Channeling biasanya dipakai pada bangunan bertingkat tinggi saja.
4) Controller membagi jumlah lantai menjadi beberapa sector (2-4 lantai) sesuai dengan keadaan sesaat dan jumlah lif.
5) Lif tertentu pada saat tertentu melayani sector tertentu sehingga bekerja efisien, karena lif hanya melayani satu sector,
setelah selesai langsung ke lobby, dan mendapat tugas untuk sektor lain.


Penjelasan :
Pada lobby diatas pintu terpampang layar (display). Lima detik sebelum lif tiba, layar memberitahu lantai -lantai yang akan
dituju. Jika arus penumpang reda, channeling ilang.


4.2.Keadaan Darurat.

1. Operasi kebakaran

a. Jika saklar (toggle switch) yang terdapat pada kotak kaca telah diaktifkan, maka signal FIREMANS SERVICE akan
menyala, memberitahu penumpang bahwa lif akan turun ke lobby untuk dipakai oleh regu kebakaran.
b. Jika pada saat itu lif yang sedang bergerak ke atas akan berhenti pada lantai terdekat berikutnya, tanpa membuka pintu dan
langsung bertolak turun nonstop ke lantai lobby (atau suatu lantai yang direncanakan).
c. Jika pada saat itu lif sedang bergerak turun, maka lif tersebut meneruskan perjalanan langsung ke lantai lobby.
d. Lif yang sedang parkir di suatu lantai, maka segera menutup pintu dan berangkat ke lantai lobby.
e. Pintu yang menutup tersebut diatur tidak akan membuka kembali, meskipun safety shoe (edge) tersinggung oleh seseorang
ataupun tombol DC ditekan. Semua operasi tersebut diatas tanpa mengindahkan panggilan tombol PK dan PL.
f. Jika semua lif telah sampai di lobby, maka pintu-pintu membuka.
g. Salah satu lif siap dipakai oleh petugas regu pemadam dengan menggunakan kunci kontak.
h. Jika saklar kebakaran kembli ke normal, maka signal FIREMANS SERVICE padam dan lif bekerja secara normal.
i. Lif tidak dapat dianggap sebagai bagian dari tata cara penyelamatan dari bahaya kebakaran, akan tetapi masih boleh
digunakan sebagai jalan pelarian saat awal sirine berbunyi.


2. Syarat Lif Kebakaran.

Lif khusus untuk dipakai regi pemadam kebakaran mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a. Sumber tenaga dari generator darurat,
b. Kabel feeder tenaga harus tahan api (fireresistance) selama satu jam, dan dipasang dalam perlindungan terhadap api.
c. Luas kereta minimal 2.0 m, lebar pembukaan pintu minimal 1.0 m, atau dapat masuk kereta tabung pemadam kebakaran
30 kg.
d. Tempo perjalanan sampai lantai teratas tidak lebih dari 60 detik.
e. Setelah kunci kebakaran di switch ke ON, tombol PK ditekan.
f. Tiap-tiap daerah operasi kerja kelompok disediakan satu buah lif untuk regu pemadam.
g. Setelah lif tiba ditempat lantai yang dituju, pintu tidak otomatis membuka, tetapi harus dengan menekan tombol DO, secara
terus menerus.
h. Kamar mesin lif, ruang-luncur dan pintu-pintu lif harus tahan api selama satu jam. Pintu-pintu sebaiknya kedap asap.
i. Perhentian terminal bawah harus mudah dicapai oleh kendaraan regu pemadam, yaitu setelah saklar kebakaran diaktifkan
lif langsung ke terminal bawah khusus untuk regu pemadam kebakaran.


3. Gempa Bumi

a. Alat pendeteksi adanya gelombang gempa dapat dipasang, agar lift otomatis berhenti pada saat terjdi gempa.
b. Tujuannya agar rel tidak rusak akibat dari guncangan pendulum effect.
c. Setelah gempa berhenti, segera dilakukan inspeksi seluruh rel. rel yang bengkok atau terpuntir harus diganti.
d. Braket juga mengalami pemeriksaan kemungkinan baut dan angker menjadi longgar termasuk sepatu luncur pemandu.
e. Lif-lif rumah sakit di daerah gempa, tidak boleh rusak akibat gempa, karena harus melayani pasien gawat darurat ke ruang
operasi. Rel harus lebih besar dari semestinya. Jumlah braket diperbanyak, sepatu luncur diperbesar atau ditambah.


4. Kemacetan

a. Kemacetan lif oleh sumber tenaga PLN putus, harus ditanggulangi dengan generator darurat.
b. Kemacetan lift oleh sebab fungsi pengaman bekerja, umpama overspeed dan karena kesalahan teknis, (perawatan dan
komponen yang aus) dapat ditanggulangi dengan REM (remote elevator monitoring) yaitu dengan memasang modem,
melalui line telpon secara otomatis kemacetan direkam pada computer kontraktor perawat. Atau secepat mungkin
diperbaiki.
c. Operasi emergency landing device atau Automatic Rescue Device (ARD), hanya dianjurkan untuk lif rumah sakit saja. Lihat
lampiran uraian cara kerja ARD.


5. Tenaga Listrik Darurat

a. Generator listrik darurat harus dapat menggantikan hilangnya sumber tenaga PLN, dalam waktu singkat secara otomatis.
b. Oleh karena sumber darurat tidak berdaya penuh, maka harus ada pembagian jatah. Yaitu setengah dari jumlah lif
mendapat tenaga dan setengah yang lain istirahat.
c. Operasi darurat sebagai berikut :
1) Segera setelah arus darurat masuk, secara otomatis satu persatu secara bergantian lif turun ke lobby yaitu dari tiap-tiap
kelompok operasi (low rise, med rise, high rise dan sebagainya).
2) Setelah tiba dilobby pintu membuka agar semua orang keluar.
3) Kemudian ada beberapa lif yang terpilih secara otomatis mendapat jatah tenaga untuk beroperasi kembali. Jumlah lif
tersebut tergantung perencanaan awal berdasar tersedianya jatah tenaga.


4.4. PEMELIHARAAN.

4.4.1. Program pemeliharaan

1. Secara praktis pemeliharaan dikerjakan oleh ahlinya yaitu produsen atau agennya. Walaupun begitu pihak pengelola
bangunan harus mendapat jaminan bahwa pesawat lif berfungsi baik sebagaimana mestinya. Jaminan lif itu dapat berupa
sebagai berikut :
a. Tiap-tiap kemacetan harus sudah selesai diperbaiki dalam satu jam, atau dua jam dengan alasan yang wajar.
b. Jumlah kemacetan dalam setahun tiap-tiap satuan pesawat, rata-rata tidak lebih dari 3 kali.
c. Jumlah jam lift berhenti (tidak jalan) karena dilakukan perawatan dan perbaikan ialah maksimal 5% dari jumlah jam
tugasnya setahun. Lihat box ilustrasi.
d. Setahun sekali diadakan audit atas pekerjaan fisik dan administrasi oleh pihak ketiga (ahli bidang lift, kesehatan dan
keselamatan kerja) untuk menilai mutu dan hasil pelaksanaan pemeliharaan.

2. Sangsi atas jaminan harus jelas tersebut dalam kontrak (surat perjanjian). Biaya inspeksi atau audit dipikul bersama agar
auditur jujur tidak memihak siapapun.



Catatan : Suatu Ilustrasi :

Jumlah jam operasi lift dalam suatu bangunan kantor kira-kira 3000
jam. Jumlah aktu lift diizinkan istirahat untuk dirawat ialah 5% atau 150
jam, terdiri atas 100 jam pemeriksaan berkala dan 50 jam cadangan
untuk reparasi dan penyetelan ulang (readjustment). Jika dalam satu
tahun dilakukan 32 kali pemeriksaan (rata-rata 3 kali per bulan), maka
tiap-tiap kunjungan memakan waktu 3,2 jam diluar jam perjalanan. Lihat
contoh daftar periksa pada lampiran.

3. Kontrak perawatan harus lengkap mencakup semua aspek, termasuk jadwal pemeriksaan. Table dibawah ini adalah contoh
jadwal untuk satu tahun pemeliharaan lift. Jadwal ini merupakan lampiran dri kontrak pemeliharaan, dan mengikat untuk
dilaksanakan.




Catatan :

Ada satu bulan dalam satu tahun dikosongkan, untuk mengulang pekerjaan
yang dirasa tertunda, dan atau reparasi yang direncanakan dalam rangka
pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance).

Jadwal Pemeliharaan Lift



Catatan :

1. Jadwal alternative dapat dibuat untuk tiap-tiap gedung agar menyesuaikan
diri dengan keadaan dan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Dasar
penjadwalan tetap berlaku, yaitu jumlah jam pemeriksaan untuk tiap-tiap
komponen.
2. Komponen yang lebih sering mengalami pemeriksaan ialah pintu lantai,
terutama pintu di lobby karena tugas kerjanya lebih berat. Dianjurkan tiap-
tiap bulan diperiksa, yaitu door contack, interlock, door hanger roller,
excentric roller, air cord, door closer (weight), stopper, guides, dan cam
roller.





4.4.2. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance).

Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance = PM ) dirancang dengan maksud menghindari (dan juga menunda)
kerusakan dari peralatan atau komponen yang vital, yang lambat atau cepat pasti terjadi.
Ada dua (2) aspek yang dapat kita kemukakan dalam pelaksanaan Pemeliharaan pencegahan :

1. Pemeriksaan (Inspection).

Pemeriksaan oleh teknisi yang kompeten atas bagian-bagian peralatan kritis. Pemeriksaan seringkali memberi petunjuk
adanya keharusan mengganti suku cadang (atau cukup reparasi), jauh-jauh hari sebelum terjadi kerusakan, dan biasanya
sesuai dengan jadwal yang dirancang oleh pabrikan. Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan harus serendah mungkin
sehingga tidak mengganggu pelayanan (operasi) lift.

2. Pemeliharaan berkala.

Yaitu kebersihan, pelumasan, penyetelan kembali peralatan yang senantiasa berfungsi. Jadwal yang dianjurkan oleh
pabrikan harus diikuti, disamping juga pengalaman sendiri selama bertahun-tahun.
Preventive Maintenance tidak beda dengan Planned Maintenance.


4.4.3. Karakteristik dari Pemeliharaan pencegahan.

1. Check list buat khusus untuk individual unit (planning).
2. Dedikasi dan mekanik, teknisi dan adjuster saat memeriksa peralatan.
3. Kecakapan dan keterampilan (skill and competent) teknisi dengan pengetahuan up to date, melalui field
education (pelatihan lapangan).
4. Quality control oleh supervisor untuk memperoleh quality assurance.
5. Tiap-tiap trouble (call back) harus dianalisa sebab-musabahnya dengan dasar teori, dan disimpulkan oleh suatu
tim (bukan perorangan). Kemungkinan diperlukan perbaikan rencana.
6. Suku cadang dibawah standard (mutu rendah) harus dicari substitusinya dan diuji lebih dulu (improvement of
quality design).
7. Jumlah jam pemeriksaan dan pemeliharaan berkala tidak harus sama seragam untuk semua unit lift, melainkan
harus seimbang menurut work-load, umpama 12 kali setahun untuk lift VIP dan 15 kali setahun untuk lift
penumpang pegawai (umum).
8. Kontraktor sebaiknya agen tunggal pabrikan atau pabrikan sendiri, karena dia mempunyai pengalaman yang luas
dan paham sifat-sifat lift tertentu.
9. Jadwal reparasi dapat dilaksanakan pada waktu-waktu yang ditentukan oleh manajemen, setelah keputusan atas
laporan evaluasi. Reparasi dilaksanakan tanpa tergesa-gesa sehingga diharapkan hasil mutu yang baik.

Catatan :

1. Check list : Tiap-tiap suku ada umurnya, dan saat kapan mulai
diperiksa, ditest atau di re-adjust (stel ulang) dan terakhir kapan diganti
baru (replacement).
2. Tiap-tiap lift mempunyai jam terbangyang berbeda, sehingga ramalan
umur suku/komponen berbeda.



4.4.4. Performance Guranted Maintenance (PGM).

1. Performance (unjuk atau tampil kerja) mempunyai unsure-unsur sebagai berikut :
a. Kenyamanan (Ride comfort).
b. Keamanan dan keandalan (Safety and Reliability).
c. Tanggap atas permintaan (System response).
d. Hasil guna kerjasama beberapa unit (Handling Efficiency of group operation).
e. Taraf bising dan getaran (Noise and Vibriation level).

2. Dalam PGM, kontraktor berkewajiban senantiasa menjaga performance sama seperti awal semula lift diserah
terimakan pertama kali untuk dipakai, yaitu dalam kondisi top performance. Kondisi sesungguhnya yang terjadi
pada waktu-waktu tertentu, harus dibandingkan dengan performance yang diharapkan oleh management (sebagai
acceptable performance). Perbedaan yang mungkin timbul harus diusahakan sekecil mungkin (minimized), dan
perbedaan ini dipakai sebagai ukuran untuk memberikan insentive atau mengenakan penalty kepada kontraktor.

3. Perjanjian PGM harus jelas apa yang termasuk dan tidak termasuk dalam tanggung jawab kontraktor, jika lift
macet dan atau terjadi call back. Lihat daftar klasifikasi call back. Jumlah call back service sebaiknya rata-
rata 3 kali per unit per tahun. Jika dalam suatu bangunan ada 10 unit tercakup dalam satu kontrak, maka jumlah
CB tersebut dapat ditoleransi sampai 30 kali per tahun. Jumlah selang waktu lift diam tidak kerja (shut down hours)
diperkenankan berjumlah 75 jam per unit per tahun. Jumlah selang waktu temasuk reparasi, call back service,
routine service dan inspection, tetapi tidak termasuk kerusakan, karena hal-hal diluar kuasa kontraktor. Melebihi
batasan-batasan wajar tersebut, kontraktor dikenakan penalty.

4. Untuk menanggulangi kewajiban-kewajiban yang berat tersebut diatas kontraktor harus mempunyai strategy yaitu :

a. Technology back up dari pabrikan : standard mutu yang tinggi dari tiap-tiap komponen/suku/part.
b. Persediaan spare part (suku cadang) secara ilmiah cukup, dan berdasar pengalaman.
c. Dukungan dari specialist sub-contractor dan vendor.
d. Sarana bengkel perbaikan (reparasi)
e. Fasilitas lending part, yaitu persediaan komponen untuk sementara dipinjamkan, jika ada komponen rusak dan perlu
diperbaiki.
f. Informasi improvement atas part/ komponen dari pabrikan. (Lihat box).




5. Semua dukungan tesebut diatas pasti memerlukan biaya yang besar. Part 3 umpamanya, suncontraktor perlu
diikat dengan perjanjian dengan up front payment agar kita memperoleh pelayanan khusus yang cepat dari
vendor. Dan semua dukungan tersebut bertujuan agar tercapai target maximum 75 jam shut down hours
pertahun per lift. Sedangkan call back, harus ditekan dengan cara preventive maintenance.

6. PGM adalah perluasan dari Full Maintenance, sehingga Preventive Maintenance termasuk dalam lingkup kerja.

7. Kontraktor harus menjaga catatan atas kejadian call back, dan lamanya lift tidak beroperasi dengan betul -betul
perhitungan, agar pada akhir tahun dapat dipertanggung jawabkan kepada management. Sebaliknya,
management pun harus tanggap dan waspada atas kejadian incidence, tegangan sumber tenaga atau perbuatan
tangan jahil, dan sebagainya. Hubungan dua arah komunikasi antara management dan teknisi dari kontraktor
harus terbuka dan jujur.

8. Management sebaiknya memanggil consultant (pihak ketiga) untuk membuat quality audits atas pekerjaan
kontraktor selama satu tahun. Biaya PGM memang mahal yaitu 2.5 sampai 3 kali lipat biaya FM. Tetapi ada
beberapa keuntungan yang dapat dinikmati. Tenants (penyewa) merasa puas, sewa kantor melebihi target
dibanding gedung tetangganya, dan management dapat lepas tanggung jawab kalau ada kecelakaan, premi
asuransi lebih rendah, dan yang terpenting umur instalasi lift dapat mencapai lebih rendah, dan yang terpenting
umur instalasi lift dapat mencapai lebih dari 40 tahun atau seumur bangunannya dengan melaksanakan major
refurbishment 5 tahun sekali setelah lift berumur 15 tahun. Perjanjian PGM sebaiknya ditanda tangani untuk
jangka waktu paling sedikit 10 tahun.


4.4.5. Pemeliharaan Lif Terpadu

1. Segera setelah lif dijalankan melayani penumpang, pemeliharaan berkala sudah harus dimulai. Kewajiban
manajemen untuk membuat program atau kontrak pemeliharaan dengan ahlinya mencakup pelumasan
sebagaimana mestinya, pemeriksaan, penyetelan kembali secara teratur dan bekala dan test-tahunan alat-alat
keamanan.
2. Penggantian bagian suku-suku cadang yang aus sebelum rusak dan tidak berfungsi, yang pasti akan
menyebabkan operasi (kerja lif) gagal, harus (tercantum) masuk dalam kontrak.
3. Manajemen harus waspada terhadap isi kontrak. Apa yang tertulis tidak selalu menjangkau apa-apa yang kita
maksud/kehendaki, dan apa-apa yang terjadi di luar dugaan semu pihak.
4. Pokok-pokok isi kontrak pemeliharaan terpadu harus paling sedikit meliputi hal-hal ebagai berikut :
a. Lingkup pekerjaan
b. Penggantian suku cadang yang termasuk/ tidak termasuk dalam harga kontrak
c. Reparasi suku cadang pinjaman
d. Call back sevice (24 hours service)
e. Jadwal jam-jam pekerjaan pemeliharaan
f. Orang yang bertanggung jawab dilapangan & penggantinya
g. Laporan bulanan (macet dan sebab-sebabnya)
h. Laporan tahunan (termasuk rencana kerja tahun berikut)
i. Testing tahunan atau rutin (safeties)
j. Pemeriksaan (inspection) 2 tahun sekali (quality audit)
k. Tanggung jawab dan kewajiban manajemen
l. Biaya, penyesuaian dan denda
m. Jangka waktu kontrak dn perpanjangannya
n. Kecelakaan
o. Arbitrasi
p. Penyelesaian hukum
q. Legalitas

5. Satu hal yang harus disadari oleh management jika telah siap masuk dalam kontrak perawatan terpadu ialah :
bahwa kita yakin kontraktor mempunyai pengalaman dan reputasi (citra) yang baik selama jangka waktu yang
panjang ( 15-20 tahun), suatu perusahaan yang sehat dan back-up technology dari pabrikan. Terlampir daftar
unsure-unsur yang diperlukan atas suatu bentuk perawatan yang dinamakan guaranteed maintenance.

6. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah kesediaan kontraktor untuk dievaluasi kerjanya oleh pihak ketiga paling
lambat 2 tahun sekali untuk meyakinkan bahwa hasil kerjanya selama ini bagus dan betul.

7. Pihak ketiga ialah seorang ahli lapangan dibidang lift yang tidak memihak

8. Juga kesediaan kontraktor untuk di penalty (didenda), jika melakukan kesalahan atau melalaikan tugas, sehingga
lift menjadi rusak ataupun tidak berfungsi selama jangka waktu yang ditetapkan. Berganti-ganti kontraktor untuk
merawat lift tidak bijak. Jika kontraktor tahun lalu banyak berbuat kesalahan, sebaiknya diberi kesempatan satu
tahun lagi, dengan perjanjian baru dan menambah pasal-pasal dimana diperlukan, agar kontraktor lebih
bertanggung jawab. Jika terpaksa harus ganti/tukar kontraktor, tentunya kontraktor baru akan melakukan survey
atas kelalaian perawatan keseluruhan dan membuat proposal untuk rekondisi pesawat tersebut sebelum dimulai
dengan perjanjian perawatan.


4.4.6. Rekomendasi tentang Lif (Europen Elevator Association).

1. Semua lif harus dipelihara. Pemeliharaan harus oleh orang-orang yang kompeten dari perusahaan yang
memenuhi syarat dan bekerja sesuai aturan-aturan EEA.
2. Pemilik/ manajemen dapat menerima kebutuhan akan (perlunya) lif harus di upgrade. Yaitu bagi peralatan yang
berumur lebih dari 15 tahun dan selanjutnya tiap-tiap 5 tahun setelah melalui pemeriksaan. Hal ini agar memenuhi
persyaratan-persyaratan keselamatan yang berlaku akhir-akhir ini (up to date).
3. Panggilan darurat harus segera dilayani.
Seseorang dalam organisasi building management harus siap 24 jam untuk menolong orang yang terperangkap dalam lif.
Alat komunikasi dengan orang tersebut harus berfungsi.
4. Peralatan cacat atau rusak harus segera dilaporkan.
Seorang petugas dari pihak manajemen harus segera melaporkan kepada perusahaan pemelihara.
5. Perusahaan pemelihara harus membuktikan kecakapannya, dapat dipercaya dan berpengalaman.
Perusahaan harus terdaftar dan menutup asuransi untuk kepentingan umum (kecelakaan dan kerusakan harta benda).
6. Perusahaan pemeliharaan harus jelas.
Nama dan alamat, nomor telepon sebaiknya terpampang di dalam lif. Hal ini memudahkan komunikasi jika ada masalah
dengan peralatan demi keselamatan.



7. Perusahaan pemeliharaan harus peduli dengan keselamatan.
Perusahaan harus melaporkan kepada manajemen/pemilik pada waktunya atas unit lif untuk memenuhi persyaratan K3.
Juga perusahaan peduli atas keselamatan pegawainya dengan kebijakan yang jelas.
8. Perusahaan pemeliharaan harus dapat melayani call back sevice 24 jam sehari, 365 hari per tahun.
Hal ini terutama untuk menolong penumpang yang terkurung/ terperangkap didalam kereta lif yang macet. Teknisi yang
dikirim untuk menolong harus cakap dan sigap, sehingga tidak menunda waktu terlalu lama.
9. Perusahaan pemeliharaan harus bermutu tinggi.
Di Eropa perusahaan tersebut lulus ISO 9000/EN29000 (memiliki sertifikat) untuk sisitim/ procedure kerja.
10. Perusahaan pemeliharaan harus memiliki pegawai yang cakap.
Perusahaan menyediakan pelatihan dan senantiasa melaksanakan peningkatan keahliannya dan pengetahuannya
mengenai pemeliharaan.
11. Perusahaan pemeliharaan menyediakan pelayanan kebutuhan suku cadang.
12. Perusahaan pemeliharaan harus mencatat dan menyimpan sejarah pemeliharaan, reparasi, modifikasi, dan lain-
lain, atas tiap unit lif.


4.4.7. Tugas dan kewajiban pengelola bangunan.

1. Pengelola gedung harus memperoleh izin penggunaan lif dari instansi resmi (Depnaker) yang menyatakan bahwa
lif aman dipakai untuk umum dalam jangka waktu tertentu, kemudian memperpanjang izin setelah dilakukan safety
test. Pengelola gedung wajib mengamati dan mematuhi peraturan Depnaker tentang keselamatan dan
menerapkan instalasi peralatan keselamatan pada pesawt lif.
2. Pengelola gedung harus menyimpan kunci darurat yang sewaktu-waktu dapat diperoleh dengan mudah (available)
untuk membuka pintu lif dalam keadaan darurat (macet). Pelaksanaan membuka pintu lif dalam keadaan darurat
harus oleh orang-orang yang kompeten dan mengetahui tata caranya.
3. Pengelola gedung harus mempekerjakan teknisi (ahli teknik) terlatih untuk melakukan pertolongan kepada
penumpang-penumpang lif yang membutuhkannya, terutama dalam keadaan darurat. Teknisi tersebut harus siap
siaga sewaktu-waktu dibutuhkan selama pesawat dalam keadaan dioperasikan.
4. Pengelola gedung harus menjaga agar gambar Pengawatan (Straight wiring diagram) control lif tetap tersimpan
didalam kamar mesin lif. Tiap-tiap kali ada perubahan pengawatan control lif, maka revisi harus tergambar dengan
tinta merah pada gambar pengawatan tersebut, sehingga gambar tersebut menunjukan keadaan pengawatan
control yang sebenarnya, termasuk perubahan-perubahannya.
Pengelola wajib memperoleh surat approval dari pabrikan jika terjadi bobot kereta, karena perubahan interior (umpama
penambahan marmer), dan melaksanakan static balance antara kereta dan bobot imbang (counterweight).
5. Pengelola gedung harus mempunyai ikatan kerja (kontrak) dengan perorangan atau badan hukum ahli lif yang
diakui resmi (terdaftar) oleh pemerintah, untuk melakukan pemeliharaan lif secara berkala. Semua catatan dan
data-data (log-book) atas masing-masing pesawat yang berhubungan dengan pemeliharaan dan perbaikan, harus
tersimpan rapi.
6. Pengelola gedung wajib mematikan lif jika ternyata pesawat tersebut nyata-nyata berbahaya untuk dipakai,
menurut sepanjang pengetahuannya, sampai perbaikan dilaksanakan, dan dinyatakan aman oleh ahlinya
(kontraktor pemeliharaan).
7. Pengelola gedung wajib memasang plakat pengumuman tata cara memakai lif untuk kepentingan umum dan
terpeliharanya pesawat, termasuk pengumuman batas maksimum kapasitas (baik dalam kg ataupun jumlah
penumpang).
8. Pengelola gedung wajib mengangkat petugas (operator) untuk melayani lif, jika lif tersebut tidak bekerja secara
otomatis. Petugas tersebut tidak harus seorang ahli teknik, tetapi telah menjalani pelatihan.


4.4.8. Pandangan Pemilik/Pengelola gedung atas perjanjian pemeliharaan dan Kontraktor

1. Pengelola mempunyai hak untuk menolak teknisi pelaksana pemeliharaan karena diragukan keahliannya, latar
belakang pendidikan dan sikap tidak wajar dilapangan.
2. Pengelola berhak untuk mengetahui apa yang boleh dikerjakan kontraktor dengan cara laporan lisan atau tertulis.
3. Pengelola berhak memegang memegang daftar harga suku cadang, jika suku cadang tidak termasuk dalam
kontrak pemeliharaan.
4. Pengelola berhak menunjuk pihak ketiga (AK3) untuk menilai hasil kerja kontraktor tiap-tiap akhir tahun. Juga
dalam hal inspeksi dan pengetesan (uji coba tahunan). Hasil laporan pihak ketiga AK3 harus dibicarakan dan
dipahami dan diterima oleh kontraktor untuk diambil tindakan, demi keselamatan.
5. Biaya kontrak dipahami akan naik tiap-tiap tahun sesuai dengan kenaikan biaya tenaga kerja, sparepart dan
bahan. Pengelola seringkali sulit menerima kenaikan biaya (nilai kontrak). Perlu dianalisa bobot komponen biaya.
Contoh bobot komponen biaya harus tercantum dalam kontrak. Lihat contoh dalam box.

Contoh bobot komponen biaya

1 Tenaga kerja 30%
2 Bahan (pelumas, dsb) 15%
3 Parts * 15%
4 Hoistrope * 20%
5 Soread, Transport, dsb 20%
Jumlah 100%
Jika termasuk dalam kontrak yang sifatnya terpadu (compretensivr(full)maintenance)

6. Pengelola ingin agar biaya (nilai kontrak) wajar diantara bangunan yang berlokasi sama dan jenis pesawat yang
sama. Hal ini tidak mudah. Akan tetapi dapat dicari solusi dengan pendapat antara berbagai pihak.


4.4.9. Prosedur cara menolong penumpang dari Kereta Lift.

1. Pertolongan penumpang lift yang macet harus dilakukan oleh 2 orang petugas yng terlatih.
2. Beritahu pengelola bangunan atau pengawas, bahwa pertolongan akan segera dilaksanakan.
3. Matikan sumber tenaga listrik pada panel saklar di kamar mesin.
4. Pastikan lokasi kereta yang macet ada diantara lantai-lantai berapa, terlihat pada indicator diselektor.
5. Buka dop penutup ujung as monitor. Pasang alat engkol diujung as tersebut. Motor-motor lift model lain, pada
ujung asnya telah terpasang roda gila (fly wheel) yang sekaligus berfungsi sebagai engkol.
6. Peringkatkan penumpang agar tetap tenang didalam kereta, dan jangan memaksa buka pintu, karena kereta akan
digerakkan.
7. Buka rem motor dengan alat pengungkit atau dengan handel yang terpasang.
8. Seorang memegang engkol, menahan gerakan, sementara seorang lain membuka rem.
9. Kemudian engkol diputar kearah yang ringan, sampai kereta bergerak mendekati pintu lantai, pada posisi kira-kira
cukup 20 cm dari permukaan lantai bangunan. Pada posisi ini pengungkit(cam) pintu kereta telah mencapai kunci
kait pintu lantai. (Perhatikan indicator pada selector).
10. Lepaskan alat pembuka rem atau handel. Sekarang as motor dalam keadaan direm.
11. Pada pintu lantai dimana kereta sekarang berada, dipasang alat pembuka darurat (emergency unlocking device).
Buka pintu dengan cukup tenaga, kemudian lepaskan alat pembuka tersebut.
12. Setelah pintu dibuka penuh, pada bagian bawah pintu diganjal agar tetap terbuka.
13. Bimbing penumpang keluar, melangkah naik atau turun dari kereta.

Catatan :
a. Tahapan 1 sampai dengn 10, pelaksanaan petugas dikamar mesin.
b. Tahapan 11 sampai 13, pelaksanaan dilantai dimuka pintu, dimana kereta lift berada.
c. Petugas harus dilatih secara resmi oleh perusahaan pemasang (instalatir) lift dan diulang tiap-tiap tahun.


Ringkasan Unsur-Unsur PGM
(Preventive Guarantee Maintenance)


1 Planned Maintenance (Preventive Maintenance) Regular check up, oil and grease
Adjustment-to the spesification
Repair Team Breakdown, atau
Call Back Team
Replacement wear and tear in time
Substitution quality improvement.
2 Ample stock of parts Jumlah minimal secara ilmiah
Minimum stock of fast moving parts
3 Lending parts PC Board, Motor, dsb.
4 Technical support of Transfer of technology
Technical support of manufactures Transfer of technology
5 Technical support from vendor Front up payment quick service, dan ikatan kontrak
6 Management & Skill SDM
7 Remote elevator monitoring (REM)

Lampiran 1
Down time per tahun

1 Call Back Rate = 2,5 times per-unit per-year
2 Average Down Time = 6 jam/Call Back
3 Down Time = 2,5 x 6 = 15 jam/Unit/Year
4 PMT (Programmed Maintenance Time) 3 jam/tiap-
tiap 2 minggu
= 3 x 52 = 78 jam
2
5 Total Down Time = 15 + 78 = 93 jam
= (61 jam service berkala, dan 32 jam untuk lain-
lain).
6 Operational Time = 18 x 360 = 6480 jam
7 Sevicecable Ratio (SR) = 6480 93 x 100% = 98,5%
6480
8 Normal Servicecable Ratio = 6285 jam/ tahun 97%
9 Normal Avg Down Time 3% = 195 jam/tahun > 93 jam (OK)



Lampiran 2
Jatah Jam Perawatan Per tahun


Maintenance standard

Jam/tahun
Routime 66% +
Others 34% incl C/B
1 G/L Machine, 15 lantai 195 130 + 66
2 G/D AC VVVF 10 lantai 105 69 + 36
3 Escalator 105 69 + 36
4 Hydraulic 90 jam 60 + 30
5 Geared AC 2 sp, 5 lantai 78 jam 51 + 27


Lampiran 3
Call Back Maintenance
Ilustrasi Jumlah Unit Lift 1200

A Lift Contractor Responsibility Kali/bulan
1 Power & Motor 6% 18
2 Mechanical Part 10% 30
3 Electronic Part 12% 36
4 Overspeed 4% 12
5 Door / Entrance 15% 45
6 Electric Circuit
7 Contact Switch 10% 30
Sub total 57% 171

B Beyond The Control Of Contractor
1 Vandalism 15% 45
2 Incident 18% 54
3 Wrong Use 5% 15
4 Power Source 5% 15
Sub Total 43% 100
Total 100% 300



PEMELIHARAAN LIFT
BOBOT KOMPONEN BIAYA PERBULAN

1. Tenaga Kerja (direct + indirect) = 30
2. Bahan (pelumas, dsb) = 15
3. Suku cadang, dsb = 15 (*)
4. Tali baja = 20 (**)
5. Overhead, Transport, dsb = 20

Jumlah Bobot = 100%


(*) Berupa cadangan (tidak tiap-tiap bulan terpakai).
(**) Tali baja, umur 5 tahun + 60 bulan

Harga tali baja = 900
Biaya pemasangan = 200
Overhead = 100
Biaya Total Biaya = 1200 untuk 5 tahun
Biaya perbulan = 1200 / 60 = 20

Perbandingan :
1) Full maintenance = 100
2) Oil and Grease = 100 (15 + 20) = 65


TARIP BIAYA PERAWATAN PER BULAN / UNIT

Lokasi : Jakarta

1. Full Maintenance (FM)
(incl. Spare parts + Rope, Call back, Annual Testing)
2. Oil and Grease : 60% FM incl.Call back



















































Catatan :

Tambahan 3 jam/tahun per lantai (stop/opening)
High Speed 210 360 m/m
Medium Speed 120 -180 m/m
Low Speed 60 105 m/m


ROPE REMOVAL (REJECTED)


Tali baja
8 x 19

A B C Pemeriksaan
32 10 16 Tiap-tiap 6 bulan
40/lay 16/lay 24/lay Tiap-tiap bulan

Kondisi A : Patahan kawat tersebar merata semua pilinan dan apabila dalam satu lilitan
(lay) ada jumlah maksimum 32 s/d 40 kawat patah.

Kondisi B : Patahan kawat tidak merata, melainkan didominasi pada satu atau dua
Pilinan, dan apabila dalam satu lilitan (lay) ada jumlah maksimum 10
s/d 16 kawat patah.

Kondisi C : Patahan 4 atau 5 kawat bersebelahan pada daerah gunung dari pilinan,
Dan apabila dalam satu lilitan (lay) ada jumlah maksimum 16 s/d 24
Kawat patah.

Batas-batas jumlah kawat patah diperketat menjadi 50%, jika kombinasi dengan keburukan kondisi lain.
1. Tegangan
2. Diameter susut
3. Batas alur pada puli
4. Berkarat.
ROPE TENSION

Anda mungkin juga menyukai