Anda di halaman 1dari 15

1

OPTIMALISASI UTILITAS GUDANG UNILEVER - PT POS INDONESIA DI KAWASAN PULO


GADUNG MELALUI PENATAAN LAY OUT GUDANG DAN APLIKASI SISTEM INFORMASI
MANAJEMEN INVENTORY PERGUDANGAN BERUPA SYSTEM RADIO FREQUENCY
IDENTIFICATION (RFID)

Oleh : I Wayan Kemara Giri, S.Sos., M.Si
Dosen Jurusan Logistik Bisnis Politeknik Pos Indonesia Bandung



ABSTRAK
Gudang adalah fasilitas khusus yang bersifat tetap, yang dirancang untuk mencapai target tingkat
pelayanan dengan total biaya yang paling rendah. Kurang seimbangnya antara proses penawaran dan
permintaan mendorong munculnya persediaan (inventory), sehingga membutuhkan ruang sebagai
tempat penyimpanan sementara (gudang), baik berupa raw materials, goods in process maupun finished
goods yang dibutuhkan didalam proses koordinasi penyaluran barang. Aktivitas pendukung utama dalam
proses pergudangan, yaitu storage dan material handling. Penanganan bahan baku (material handling)
merupakan bagian integral dari pengendalian proses pergudangan yang memerlukan tingkat perhatian
yang cukup tinggi.
Untuk mengelola gudang dengan baik perlu adanya system yang dapat dibangun dan
dikendalikan dengan baik. Penataan ruang (Lay Out) merupakan salah satu dari perencanaan gudang
yang baik terutama pada saat melakukan order picking, efisensi penggunaan ruang gudang juga
merupakan salah satu dari tindakan manajemen gudang untuk mengoptimalkan pengelolaan gudang
secara terstruktur demikian pula dengan penggunaan area gudang yang dapat dihitung dengan baik
untuk memaksimumkan penggunaan area gudang. Penggunaan teknologi sebagai pemungkin dalam
pengelolaan gudang yang saat ini sedang berkembang di dunia pergudangan seperti RFID (Radio
Frequency Identification) adalah salah satu dari sekian banyak system yang dapat membantu efisiensi
dan efektivitas pergudangan.
Dari hasil analisis didapat bahwa layout gudang di gudang Unilever Pos Indonesia belum
mengikuti pola ketentuan gudang yang berlaku sehingga system fifo tidak berjalan. Manajemen Gudang
telah menerapkan system yang baik dalam penggunaan kapasitas gudang, dimana hampir tidak terdapat
space yang kosong dan semua dipenuhi untuk penyimpanan barang. Teknologi yang digunakan saat ini
masih bersifat stand alone dan baru untuk kepentingan internal, sehingga barang yang datang lebih
banyak dari barang yang keluar, dampaknya adalah kerusakan barang cenderung lebih banyak karena
terlalu lama menumpuk disimpan.

ABSTRACT
Warehouse is a special facility that is fixed, which is designed to achieve the target level of service with the
total lowest cost. Less balanced between the supply and demand drives the supply (inventory), so the need for
space for temporary storage (warehouse), in the form of raw materials, goods in process and finished goods are
needed in the process of coordinating the distribution of goods. The main supporting activities in the warehousing
process, the storage and material handling. Handling of raw materials (material handling) is an integral part of the
warehousing process control that require the attention level high enough. To properly manage the warehouse
needed a system that can be built and properly controlled. Spatial layout (Lay Out) is one of the good warehouse
planning especially at the time of order picking, warehouse space usage efficiency is also one of the warehouse
management actions to optimize the management of structured storage as well as with the use of storage areas

Artikal Warehousing
2
that can be calculated by either to maximize the use of the warehouse area. The use of technology as a warehouse
management pemungkin currently being developed in the warehouse such as RFID (Radio Frequency
Identification) is one of the many systems that can help the efficiency and effectiveness of warehousing. From the
analysis results obtained that the layout of the warehouse at the warehouse Unilever - Pos Indonesia has not
followed the pattern of the applicable provisions of the warehouse so that the system fifo not running. Warehouse
Management has implemented a good system in the warehouse space usage, where there is almost no empty
space, and all met for the storage of goods. The technology used today is still a new stand alone and for internal
purposes, so that goods coming more from the exit of goods, the effect is damage to goods are more prone to being
too long kept piling up.

P E N D A H U L U A N.
Latar Belakang
Dalam perusahaan manufaktur maupun jasa, baik itu perusahaan besar maupun perusaaan kecil
membutuhkan gudang, karena gudang merupakan tempat penyimpanan barang sementara, baik berupa
bahan baku (raw materials), barang setengah jadi (goods in process) maupun barang jadi (finished
goods). Akan tetapi penyimpanan barang tersebut tidak berada dalam satu persil gudang, melainkan
dipisahkan sesuai dengan sifat dan karakteristik barangnya. Dengan adanya pengaturan barang
tersebut, maka barang-barang akan terjamin dan terhindar dari kemungkinan rusak ataupun cacat
selama proses penyimpanan. Selain itu dengan adanya sistem penyimpanan yang baik di gudang,
maka hal itu dapat mempermudah jalannya alur proses produksi karena adanya penanganan persediaan
barang yang tepat di gudang.

Aktivitas gudang yang seperti dipaparkan di atas dapat di temukan pada Gudang Unilever - PT. Pos
Indonesia (Persero) di Kawasan Pulo Gadung yang menyelenggarakan usaha dalam bidang jasa
pergudangan. Gudang Unilever memiliki luas 1800 m harus ditangani secara cepat dan tepat, karena
barang-barang tersebut membutuhkan penanganan khusus dan harus dilengkapi dengan sarana-sarana
yang memadai dalam proses penyimpanannya. Tata letak (layout) gudang juga dirancang sesuai
dengan tingkat persediaan dari barang dan tanpa menggunakan rak-rak besi penyimpanan yang
memanfaatkan fungsi tinggi gudang akan memudahkan baik dalam hal penerimaan, penyimpanan
maupun pada saat pengeluaran barang dari gudang.
Walau pengelolaan gudang ini sudah mempergunakan sistem manajemen pergudangan seperti
WMS (Warehousing Management System) sebagai suatu sistem untuk mengetahui stock barang, luas
space yang tersedia dan pembuatan packing list, namun sifatnya masih stand alone belum terkoneksi
dengan PT Unilever. Sehingga antara barang yang datang, stock barang dan ruang gudang sering tidak
tepat.
Dalam kerjasama operasional gudang Unilever ini, PT Pos Indonesia Cq SBU Logistik Pos
menerima penggantian biaya dari PT Unilever, yang dibuat berdasarkan analisa neraca rugi laba (profit
and losses), disamping itu terdapat biaya pengelolaan gudang berupa marketing fee. Marketing fee ini
ditetapkan sebesar 10 % (berdasarkan pada surat keputusan No.011/SBU-TL/0107 tanggal. 2 Januari
2007 tentang marketing fee SBU Total Logistik) yang dihitung dari keuntungan berdasarkan analisa
neraca rugi laba yang dibuat setiap bulannya.
Pembayaran biaya-biaya yang menjadi beban PT Unilever Indonesia. Tbk diterima oleh SBU
Logistik selalu melewati batas waktu yang ditentukan, artinya seharusnya dibayarkan pada awal bulan
setelah laporan dibuat dan kenyataannya pembayaran melebihi batas waktu dimaksud dan adakalanya
terjadi perbedaan perhitungan yang menyebabkan tagihan PT Pos Indonesia (Persero) kepada PT
Unilever Indonesia. Tbk sehingga sering berlarut-larut penyelesaiannya.
Berlarut-larutnya masalah tersebut merupakan kerugian bagi pihak PT Pos Indonesia karena
pembayaran dimuka oleh PT Pos Indonesia merupakan kerugian finansial (opportunity lose), karena
besarnya biaya yang dibayarkan jika uang tersebut masih mengendap di PT Pos Indonesia (Persero)
dapat menambah cash management sebesar dan sesuai dengan tarif bunga bank yang berlaku saat itu.



Artikal Warehousing
3
Rumusan Masalah.
Berdasarkan pada uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pranata (lay out) gudang yang baik agar mudah dalam pencarian barang sehingga
penerapan system fifo sebagai yang dipersyaratkan dalam pergudangan dapat berjalan dengan
baik?
2. Berapa indeks efisiensi pranata (layout) gudang persediaan barang Unilever PT Pos Indonesia di
Cakung dengan lokasi dan areal yang tetap?
3. Bagaimana aplikasi system informasi manajemen inventory yang tepat guna untuk mengatasi agar
tidak terjadi stock out maupun over stock barang dan pengawasanya?

KONDISI GUDANG UNILEVER - PT POS INDONESIA SAAT INI
Joint Operation.
PT Pos Indonesia (Persero) Cq SBU Logistik Pos merupakan anak perusahaan yang melaksanakan
bisnis logistik sedangkan PT Unilever Indonesia, Tbk adalah perusahaan manufaktur yang menghasilkan
berbagai produk untuk dan yang akan di salurkan keberbagai outlet Unilever. Untuk menyalurkan
produknya dan pengelolaan gudang, PT Unilver Indonesia,Tbk mengadakan kerjasama (join operation)
dengan PT Pos Indonesia Cq SBU Total Logistik melalui perjanjian kerjasama No : 01/LM/KTK/10/01
dan No : PKS 37/DIROPOS/0302 tertanggal 1 Oktober 2001 tentang pemanfaatan jasa layanan logistik
dan pengiriman barang (POS/Gift) PT. Unilever Indonesia, Tbk dan Fix Cabinet/ Sparepart Ice Cream
Walls.
Ruang lingkup perjanjian meliputi :
1. Pemanfaatan layanan jasa logistik yang disediakan SBU Total Logistik Pos Indonesia dalam hal
pengiriman barang POS (point of sale) dan Gift (barang yang dibagikan secara Cuma-Cuma kepada
konsumen) dan sparepart Walls.
2. Melakukan pekerjaan administrasi gudang yang meliputi penerimaan, penyimpanan dan persiapan
pengiriman barang.
3. Pengelolaan Sumber Daya Manusia, alat/ sarana kerja.
Luas gudang Unilever yang dikelola PT Pos Indonesia (Persero) seluas 1800 m
2
(panjang 60 m dan
lebar 30 m, sedangkan ketinggian gudang 4 m ) yang di bagi atas 2 (dua) bagian yaitu sebagian ruang
untuk menempatkan barang PoS/GIFT dan sebagian lagi adalah ruang untuk produk WALLS yang
masing-masing barang mempunyai menajemen tersendiri.
Produk dari Unilever yang dikelola oleh gudang Unilever Pos Indonesia. Walaupun berlabel
Unilever tapi barang yang dikelola bukan produk-produk asli dari Unilever (seperti detergent, sabun
mandi, pasta gigi dlsb) melainkan barang-barang Point of Selle and Gift serta barang-barang sparepart
Walls. Secara lebih detail barang yang ditangani oleh SBU Total Logistik dapat diuraikan sebagai berikut
a. Barang Point of Salle (POS) and Gift.
Barang PoS and Gift adalah barang dan / atau alat bantu yang diletakkan / dipasang di suatu toko
dengan tujuan untuk mempromosikan barang / produk Unilever dan barang hadiah yang dibagikan /
diberikan secara cuma-cuma kepada pelanggan dan / atau konsumen Unilever. .
b. Sparepart Walls.
Untuk mencegah kerugian yang ditimbulkan oleh hal-hal tersebut, maka Walls telah menyediakan
barang-barang spare part yang siap menggantikan barang-barang fasilitas yang ada jika terjadi
kerusakan tanpa memungut bayaran. Spareparts yang disediakan berupa ; compressor, ice maker,
freezer, rack, dll.
Penerimaan Barang (received).
Penerimaan barang di gudang Unilever - Pos Indonesia tidak jauh berbeda dengan penerimaan
barang di gudang-gudang umum lainnya. Armada transport yang membawa barang wajib membawa
Purchase order dari Unilever dan dilengkapi Surat Jalan. Jika tanpa kedua surat tersebut, pihak gudang
Artikal Warehousing
4
berhak menolak menerima barang tersebut. Kecuali bila ada konfirmasi dari pihak Unilever via Fax/
Telepon maupun e-mail.
Setelah surat-surat yang dibutuhkan lengkap, barang kemudian di check, baik itu jumlah, ukuran,
satuan, kondisi sampai status barang. Setelah barang secara fisik cocok dengan barang yang tercantum
di daftar/faktur maka barulah barang-barang tersebut disimpan dalam gudang. Bagian inventory melihat
secara komputerik, di space mana barang tersebut akan diletakkan kemudian dengan bagian Sistem
Informasi menghitung jumlah persediaan dan memberikan laporan kepada pihak Unilever bahwa barang
telah diterima.
Penyimpanan (Storage)
Pada awalnya, system penyimpanan di gudang Unilever - Pos Indonesia menggunakan penomoran
sehingga memudahkan dalam cara penyimpanan dan pengambilan. Namun, karena jumlah barang yang
datang tidak seimbang dengan alur barang yang keluar dan space gudang yang terbatas, maka sistem
penomoran tidak dapat dilakukan. Sistem penyimpanan pada sistem Informasi hanya untuk keperluan
inventory. Sedangkan dalam proses penyimpanan dan pengambilan barang (order picking), petugas
gudang hanya mengandalkan daya ingat cheker dan packer serta supervisor Inventory.
Dampaknya adalah barang yang baru datang diletakan diatas tumpukan barang yang telah ada
atau pada space lainnya yang dekat dengan pintu keluar gudang, sehingga apabila dibutuhkan untuk di
kirim ketempat lain, maka barang yang dekat atau mudah terjangkau akan diambil lebih awal.
Sedangkan barang yang sulit terambil karena letaknya agak jauh dengan pintu gudang, tetap dibiarkan
menunggu sampai pesanan berikutnya. Proses ini tidak memperhatikan system fifo (first in first out),
sehingga barang yang lama akan cenderung menjadi out of date dan bahkan bisa rusak karena
penyimpanan yang terlalu lama di dalam gudang.
Pengiriman Barang ( Distribution system)
Dalam proses pengiriman barang (distribution system) , SBU Logistik Pos - Unilever Indonesia
menggunakan 3 (tiga) cara pengangkutan barang yaitu dengan menggunakan kendaraan bermotor roda
empat, baik dengan menggunakan armada sendiri atau dengan armada angkutan lainnya dengan sistem
kontrak atau carter atau dengan alat angkutan lainnya, jika barang tersebut untuk luar kota, diantaranya
dengan menggunakan :
a. Pengangkutan Armada Paket Pos (Arpakpos)
Pengiriman barang dengan menggunakan Armada Paket Pos, hanya digunakan untuk semua jenis
kiriman barang di luar area JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi).
b. Pengiriman Langsung (Door to door)
Pengriman secara langsung dilakukan dengan menggunakan angkutan truck yaitu menggunakan
armada pos dan jika dipandang perlu maka pengiriman barang PoS/Gift dapat diangkut dengan
angkutan lain yaitu bekerja sama agen transport lain. Salah satunya adalah PT. Sola Gracia untuk
pendistribusian spareparts dan kulkas Walls dengan cara sewa kontrak. Sistem distribusi ini
dilakukan khusus untuk wilayah Jawa dan Bali.
c. Shipping Agent (laut dan udara)
Pengiriman barang dengan angkutan laut maupun angkutan udara, SBU Total Logistik
mengirimkannya melalui agen kapal laut (EMKL) dan agen kapal udara (EMKU), hal ini ditempuh
untuk mendistribusikan spareparts dan kulkas Walls yang diperuntukan bagi tujuan daerah luar
Jawa dan Bali. Kebijakan ini ditempuh karena jika dilakukan pengiriman via Kantorpos maka akan
terjadi pembengkakkan biaya transportasi disamping proses birokrasi di Kantorpos yang akan
mamakan waktu, sehingga berpengaruh terhadap waktu tempuh.

Sistem Informasi & Inventory
WMS (Warehousing Management System)
Warehousing Management System merupakan system informasi manajemen yang dimiliki oleh
SBU Logistik Pos. Dalam hubungan kerjasama ini, namun pada kenyataannya WMS hanya berfungsi
sebagai :
Artikal Warehousing
5
a. Data internal Gudang Pos yang digunakan untuk mengetahui dengan cepat stock barang yang
tersedia di gudang.
b. Mengetahui space gudang yang tersedia.
c. Membuat Delivery Docket dan Packing List yang berfungsi sebagai Surat Jalan terhadap barang.
Dalam operasional sehari-hari justru keberadaan WMS ini tidak berfungsi dengan baik artinya
seringkali kepala gudang menerima pemberitahuan melalui telepon akan adanya pendisitribusian barang
kepada para konsumen Unilever yang ditindak lanjuti dengan pengiriman barangnya, tanpa melihat
kondisi atau persediaan barang (stock) yang ada digudang, dampaknya adalah terjadi system Lifo (Last
in Fist Out atau barang yang tiba langsung dikirimkan kepada konsumen).
BPCS (Business Planning Controlling System)
Business Planing Controlling System merupakan system informasi yang dimiliki dan digunakan
oleh PT. Unilever Indonesia. Tbk. BPCS dalam hubungan kerjasama ini memiliki fungsi untuk
melaporkan kepada PT Unilever tentang aktivitas gudang yang meliputi :
a. Barang yang telah diterima di Gudang
b. Barang yang telah dikirim
c. Stock barang danBiaya pengiriman yang terhutang
Namun sifatnya masih stand alone sehingga dalam pembuatan BPCS ini petugas secara
berkala membuat hard copy dan mengirimkannya kepada PT Unilever Indonesia untuk dilakukan cross
check.
Pranata (Lay Out) Gudang Unilever PT Pos Indonesia.
Seperti telah dikemukan diatas bahwa gudang Unilever yang dikelola oleh SBU Total Logistik Pos
menempati area gudang seluas 1.800 m (panjang 60 m dan lebar 30 m tinggi gudang 4 m). Gudang
tidak dilengkapi dengan rak sehingga barang-barang ditumpuk sesuai dengan diterimanya barang.
Walaupun gudang ini menggunakan palet untuk aktivitas penyimpanan barang, namun hanya barang
Walls saja yang diberi palet, sedangkan barang yang pembungkusnya dari karton tidak diberi palet.
Penerimaan barang tidak didasarkan pada kapasitas gudang, sehingga barang yang diterima tidak
sesuai dengan barang yang keluar, sehingga sering terjadi over stock barang. Dampaknya adalah
penumpukan barang yang melebihi kapasitas daya/beban karton pembungkus barang.

Disain Gudang.
Gudang Unilever di disain datar antara lantai dengan tempat cross docking sehingga apabila
dilakukan loading pada truck harus digunakan handy fork lift atau tenaga manusia untuk menaikannya
dari lantai gudang ke atas truk atau sebaliknya. Halnya akan menjadi masalah jika barang yang akan
dimuat (loading) di truk barang yang besar dan berat yang akan memakan waktu dalam pemuatan
maupun pembongkaranya.
Disamping itu gudang kelihatan kumuh dan banyak debu karena, gudang jarang dibersihkan,
walau ada pegawai namun mereka tidak melakukan pembersihan areal gudang sehingga gudang
menjadi kotor dan berdebu, disamping itu gudang tidak mempunyai alat kebersihan gudang dan terdapat
beberapa bagian atap yang bocor jika hujan datang, hal ini menjadi masalah, karena air yang jatuh
langsung mengenai barang yang ada digudang. Tentang kebocoran atap telah dilaporkan, dan sejauh
ini belum ada tindak lanjutnya, karena perbaikan merupakan kewenangan Pihak Pertama (PT Unilever),
Pihak Kedua dalam hal ini walau dapat memperbaikinya namun dikawatirkan nantinya tidak mendapat
penggantian biaya yang telah dikeluarkan.

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Pengertian Gudang
Menurut Lambert (2001:390) pengertian gudang didefinisikan sebagai berikut: Gudang adalah bagian
dari sistem logistik perusahaan yang menyimpan produk-produk (raw material, port, goods in-
process, finished goods) pada dan antara titik sumber (point-of-origin) dan titik konsumsi (Point-of-
consumption), dan menyediakan informasi kepada manajemen mengenai status, kondisi, dan
disposisi dari item-item yang disimpan.
Artikal Warehousing
6
Fungsi Gudang
Pergudangan pada dasarnya mempunyai tiga fungsi utama yaitu :
1. Movement/Material Handling
Movement atau material handling dibagi kedalam tiga aktivitas utama yaitu :
a. Receiving
b. Transfer
c. Order selection Shipping
2. Storage
Storage terdiri dari empat kegiatan utama :
a. Holding, atau penyimpanan dengan tujuan memberikan proses perlindungan
keamanan dan persediaan terhadap barang.
b. Consolidation, proses konsolidasi barang baik inbound consolidation maupun
outbound consolidation.
c. Outbound dispertion
d. Good in process, dalam hal ini adalah product mixing
3. Information Transfer
Pada umumnya tempat penyimpanan persediaan (gudang) diperlukan untuk :
a. Mencapai transportasi yang ekonomis.
b. Mencapai produksi yang ekonomis.
c. Mendapat keuntungan dari diskon pembelian dengan kuantitas banyak dan pembelian
duluan.
d. Memelihara sumber persediaan.
e. Mendukung kebijakan pelayanan pelanggan perusahaan.
f. Mengantisipasi kondisi perubahan pasar (seperti musiman, fluktuasi permintaan,
kompetisi).
g. Mengatasi perbedaan ruang dan waktu yang berbeda diantara produsen dan
konsumen.
h. Menetapkan setidak-tidaknya biaya total logistik seimbang dengan tingkat pelayanan
pelanggan yang diinginkan.
i. Mendukung just-in-time dari supplier dan pelanggan.

Radio Frequenty Identity (RFID)
Radio Frequency Identification (RFID) adalah sebuah metode pengidentifikasian sebuah obyek
secara otomatis. RFID dapat digunakan dalam bisnis pergudangan dan lain sebaginya Sebagi alat Bantu
manajemen dalam mengidentifikasikan barang maupun obyek. Obyek yang dimaksud adalah obyek
yang telah dilengkapi dengan sebuah tag/transporder yang digunakan untuk melakukan komunikasi
dengan reader. Tag/transporder RFID adalah sebuah alat pengidentifikasi yang dipasang pada sebuah
obyek berupa produk, binatang, kendaraan atau orang dengan tujuan untuk melakukan identifikasi
melalui penggunaan gelombang radio.
Menurut Patrick J. Sweeny II (2005 9) RFID sangat penting dalam pengembangan bisnis
dimana RFID bisa mengidentifikasikan barang secara real time, dan menyatakan sebagai berikut :
RFID is a very valuable business and technology tool. It holds the promise of replacing existing.
Indentification technologies like the barcode. RFID offer strategic advantages for business because it
can track inventory in the supply chain more efficiency, provide real time in-transit visibility (ITV), and
monitor general enterprise assets..
Sampai saat ini, teknologi RFID telah digunakan pada berbagai macam area aplikasi. Secara
sederhana, teknologi RFID dapat dilihat sebagai sebuah alat pengidentifikasi seseorang atau sebuah
obyek dengan menggunakan radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik ini terjadi antar reader
dengan tag /transponder sebagai pembawa identitas. Proses pengidentifikasian ini dimulai ketika reader
memancarkan sinyal radio-frequency terhadap tag yang berada dalam area jangkauan sinyal tersebut.
Radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh sinyal radio-frequency akan mengaktifkan tag sehingga tag
akan mengirimkan identitasnya kepada reader. Proses komunikasi yang dibangun antara reader dan tag
untuk mendapatkan identitas dari sebuah tag dapat dilihat pada gambar berikut di bawah ini :

Artikal Warehousing
7

Gambar 1: Proses Kerja RFID Jenis High Frekuensi

Komponen Sistem RFID
Secara umum, sistem RFID terdiri atas beberapa komponen seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2 : Komponen Sistem RFID

Penjelasan gambar komponen RFID:
- Tag atau biasa juga disebut transponder.
Tag RFID adalah sebuah komponen yang ditempatkan pada sebuah obyek yang akan
diidentifikasi. Tag ini berfungsi untuk menyimpan dan mentransmisikan data ke sebuah reader
secara contactless dengan menggunakan gelombang radio.
- Reader atau biasa juga disebut interrogator.
Sebuah reader dapat berfungsi untuk membaca dan menulis data pada tag RFID yang sesuai.
Proses pembacaan/penulisan pada tag akan dilakukan apabila tag berada dalam daerah
interogasi sebuah reader.
- Antenna
Antena digunakan oleh reader untuk memancarkan gelompang radio pada tag sehingga
terbentuk komunikasi antara reader dengan tag untuk melakukan proses pembacaan atau
penulisan data pada sebuah tag
- Reader Interface Layer atau biasa juga disebut middleware.
Middleware adalah sebuah komponen yang sangat penting dari sebuah sistem RFID karena
tanpa komponen ini maka sebuah sistem RFID hampir tidak ada nilainya. Komponen ini terdiri
atas perangkat keras seperti komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak berupa aplikasi
dan sistem basis data yang akan mengontrol dan mengolah data-data yang dibaca atau ditulis
oleh sebuah reader pada tag

Kerangka Pemikiran
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan mengacu kepada asas akademisi dan dapat
dipertanggungjawabkan dan diuji secara akademis, maka perlu dibuat suatu kerangka pemikiran
yang jelas terinci dan mendasar.
Artikal Warehousing
8
Karena penelitian ini didasarkan pada apa yang dilihat secara nyata dan dibandingkan dengan apa
yang seharusnya ada. Adapun kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

















Penelitian dimulai dari identifikasi masalah yang dilihat dan terjadi pada obyek penelitian yang
disebut existing condition, kemudian masalah tersebut dianalisis untuk menentukan permasalahan inti
dan dirumuskan menjadi suatu topik bahasan penelitian ini yang kemudian diarahkan kepada kondisi
yang diharapkan (Expectation condition).
Perubahan dari existing condition menjadi expeting condition tidaklah semudah itu karena
terdapat beberapa kendala yang disebut Gap, untuk itu gap ini harus dianalisa dengan mendekatkan
dan didasari pada teori yang berkaitan dengan obyek penelitian. Analisis gap akan menghasilkan
manajemen rekomendasi (Management recomendation) yang dapat dipergunakan sebagai perbaikan
kondisi saat ini (Existing condition) untuk pencapaian kondisi yang diharapkan (Expecting condition).
Manajemen rekomendasi akan menghasilkan program aksi yang disebut perbaikan atau mengobati
yang luka atau salah dari proses dan diharapkan akan mendekatkan antara harapan yang diinginkan
dengan kenyataan melalui kajian terstruktur.

KONDISI GUDANG UNILEVER - PT POS INDONESIA YANG DIHARAPKAN
Dengan memperhatikan uraian yang telah dikemukan pada Bab II tentang kondisi gudang saat ini
dan Bab III tentang kajian pustaka gudang yang diharapkan, berdasarkan pada kajian pustaka serta
pada observasi singkat tersebut dapat ditemu kenali beberapa hal yang belum sesuai antara kenyataan
dengan kondisi yang diharapkan, antara lain berupa :

Managing Office Lay Out.
Penyimpanan ataupun penyusunan barang belum dilakukan dengan baik dan benar, hal terlihat
dengan adanya penumpukan karton/barang yang melebihi kapasitas daya dukung barang yang
semestinya. Penumpukan barang tanpa menggunakan palet sehingga pada saat dan akan diangkut
dengan hand forklif menyebabkan rusaknya kemasan barang. Disamping itu penumpukan barang tidak
menggunakan rak, dampak adalah bahwa sistem fifo (first in first out) sebagaimana hal yang diterapkan
dalam manajemen pergudang tidak berjalan dengan baik, khususnya untuk barang yang sifatnya
homogen dan kecenderungan menggunakan sistem lifo (last in first out).









Gambar 3 Kerangka Pemikiran





Existing
condition
Expectation
Condition
Management
Recomendation
Problems
Identification
Gap
Analysis
Remedial
GA
P
GAP
Artikal Warehousing
9
















Mushola









Penyusunan barang agar disusun berdasarkan kategori ABC yaitu barang yang fast moving (kategori A)
ditempatkan pada bagian muka yaitu mendekati pintu keluar gudang. Barang yang sifatnya average
moving (kategori B) ditempatkan pada layer kedua atau dibelakang fast moving. Sedangkan barang
yang slow moving (kategori C) diletakan dibelakang barang average moving. Demikian pula dengan
barang yang retour agar ditempatkan pada tempat yang tidak mengganggu manover handy fork lift, atau
diusulkan untuk di hapuskan dari pertanggungan gudang melalui mekanisme yang berlaku.
Usulan perbaikan layout gudang Unilever PT Pos Indonesia dari yang lama seperti yang terdapat
pada Bab II dalam penelitian ini diusulkan agar lajur stacking yang tadinya melintang dan menutupi pintu
keluar masuk gudang, menjadi membujur kearah pintu keluar masuk barang. Gambar/ denah dapat
dilihat seperti di atas
Lay out gudang yang ditawarkan adalah seperti gambar tersebut di atas, untuk itu harus dilakukan
perombakan total, karena pengelola harus menenpatkan barang sesuai dengan kepentingannya.
Penumpukan barang harus dapt diambil dari dua sisi dimana picker dapat mengambil dan menyinpan
barang secara paralel.
Penyimpanan harus sesuai dengan pola atau model ABC dimana warna merah sebagai low moving,
warna kuning untuk barang yang average moving dan warna hijau untuk barang yang fast moving. Hal
ini berlaku untuk barang PoS/Gift dan Walls Spare Part, sedangkan untuk barang yang return atau
sparepart yang telah rusak hendaknya disingkirkan dari gudang penyimpanan.

Managing Reporting System.
Untuk percepatan pelaporan kepada pihak Unilever SBU Logistik Pos menggunakan system WMS
(Warehousing Management System) yang merupakan system informasi yang hanya berfungsi sebagai :
a. Data internal PoS yang digunakan untuk mengetahui stock barang yang tersedia di gudang.
b. Mengetahui space gudang yang tersedia.
c. Membuat Delivery Docket dan Packing List yang berfungsi sebagai Surat Jalan terhadap barang.

System ini belum memberikan informasi yang actual khususnya dalam system penyimpanan dan
informasi lainnya yang dibutuhkan dalam suatu manajemen pergudangan yang dapat diakses secara on
line. System lainnya adalah BPCS (Business Planning Controlling System) yang merupakan system
WC
O
F
F
I
C
E
Picker,
Checker and
Packaging
Area
P
o
S
/
G
I
F
T

A
R
E
A
WALL,S
SPARE
PART
AREA
Gambar 4. Layout Gudang Baru yang Diusulkan
Artikal Warehousing
10
informasi yang dimiliki dan digunakan oleh PT. Unilever. BPCS dalam hubungan kerjasama ini memiliki
fungsi untuk melaporkan kepada Unilever tentang :
a. Barang yang telah diterima
b. Barang yang telah dikirim
c. Stock barang
d. Biaya pengiriman

Kedua system ini walau menggunakan komputer sebagai pemungkin teknology, namun sifatnya
masih stand alone yaitu pelaporan yang dilaporkan dengan menggunakan faximile atau pengiriman data
fisik atau hard copy. Sehingga data tersebut tidak bersifat real time. Untuk meningkatkan kapasitas
WMS dan BPCS ini maka manajemen gudang mulai dapat menggunakan teknologi RFID (Radio
Frequency Identification) yang banyak digunakan diberbagai negara dalam pengelolaan gudangnya.

Managing Trasportation System.
Untuk menghidari terjadinya miss communication dalam penetapan alat angkutan dan pengawasan
kendaraan perlu digunakan suatu sistem pengawasan fleet atau armada angkutan misalnya dengan
menggunakan alat komunikasi radio atau yang lebih dikenal dengan sistem GPS (Global Positioning
System) yang dikenal dengan system C-track.

Managing Capacity Area Warehousing.
Pengelolaan kapasitas gudang merupakan hal yang penting, dimasa sekarang gudang
merupakan suatu pemasukan dari perusahaan, semakin banyak barang yang dikelola maka semakin
banyak income karena pengelolaaan space gudang yang baik akan menghasilkan keuntungan. Dari data
yang luas area gudang diketahui bahwa luas area bagain dalam gudang dengan ukuran panjang 60 m
dan lebar 30 m pemanfaatanya belum maksimal antara lain sebagai berikut :

1. Total Floor Area :
Untuk menentukan berapa floor area yang dibutuhkan selama satu tahun , pertama-tama kita dapat
menentukannya dalam perbulan, misalnya consignment weight bulan januari 2006 sebesar 349.945
kg = 350 ton (dibulatkan) dengan volume muatan sebesar 100 m maka stowage factor 3 % (100/350
= 3 %), sedangkan broken stowage sebesar 15 % Sehingga kebutuhan ruangan dalam bulan
Januari 2008 adalah sebesar :
350 x 3 x 100 + 15
Total Floor Area = ---------------------------------- = 1.050
100
Maka dari perhitungan tersebut diatas ruang yang dibutuhkan dalam bulan Januari 2006 sebesar
1.050 m dari 1.260 m yang tersedia.

2. Usable Storage Area :
Sering disebut sebagai luas gudang efektif yaitu luas gudang yang dapat digunakan untuk menimbun
muatan. Luas gudang efektif tersebut biasanya terdiri dari 70 % dari total floor area, dimana yang
30 % terdiri dari :
Ruang yang terpakai dan dibutuhkan untuk penyimpanan adalah 70 % x 1.800 m = 1.260 m
3. Stacking Height :
Ketinggian rata-rata penumpukan muatan digudang. Dalam menyusun muatan perlu diberi
batas-batas tertentu sehingga penimbunan benar-benar dapat diatur secara baik, biasanya
tinggi penumpukan diberi tanda pada dinding gudang dengan garis-garis sebagai pembatas
ketinggian. Adapun warna garis tersebut dapat dibedakan antara lain sebagai berikut :
Stacking Factor : 3 x 100 + 15 = 3,15
100
Stacking factor maksimal adalah 3,15 dan mengingat tinggi gudang maka disarankan untuk
stacking factor kurang dari 3,15 m


Artikal Warehousing
11

4. Stowage Factor :
Adalah jumlah ruangan dalam meter yang diperlukan untuk 1 ton muatan atau dengan kata lain
jumlah volume dibagi dengan jumlah berat. Misalnya volume suatu muatan 100 m, sementara
itu berat muatan 350 ton, maka stowage factornya adalah :
Stowage factor : 100 M = 2,81 (dibulatkan menjadi 3 %)
350
5. Holding Capacity :
Untuk holding kapasitas daya tampung gudang dapat diketahui sebagai berikut :
Holding Capacity = 1.260 x 3,15 = 1.260 m
3,15
6. Storage Occupancy Ratio :
Untuk menentukan storage occupancy ratio dalam satu tahun maka dapat dihitung berdasarkan
besarnya produksi barang yang dikelola dalam satu tahun, dari data tahun 2006 terdapat produksi
sebesar 2.408.456 kg ( atau dibulatkan sebesar 2.408 ton), maka dapat dihitung rationya sebagai
berikut :
Storage Occupancy Ratio = 2.408 x 100 % = 150,5 %
1600
Berdasarkan perhitungan diatas, maka ratio occupancy storage telah melampaui 70 % maka hal
ini menunjukan bahwa aktivitas gudang tersebut tidak sesuai dengan daya tampung gudang,
dimana barang yang masuk dengan barang yang keluar tidak seimbang, lebih banyak barang
yang diterima ketimbang barang yang keluar. Menghadapi kondisi seperti ini maka pengelola
gudang harus melakukan overbregen (pengalihan barang ke gudang lainnya), sehingga gudang
yang ada akan dapat digunakan dengan baik dan sesuai dengan pola dan aturan pergudangan
yang berlaku.

Managing Eficiently Warehousing.
Pengelolaan gudang erat kaitannya dengan efisiensi dari gudang, terutama dalam pengelolaan
space yang berkaitan dengan peletakan ayau penempatan barang yang baik, jika memungkinkan
maka digunakan sistem raking, hal ini penting untuk menjamin ketidak rusakan barang yang ditumpuk,
dan atau sebagai bagian dari kemudahan dalam order picking dan storagenya.
a. Indeks Ruang Gang (IRG)
Indeks ruang gang sebagaimana yang digunakan adalah untuk menentukan apakan ruang gang
yang ada telah sesuai dengan kebutuhan riel suatu operasional gudang yang baik, untuk itu dapat
dihitung sebagai berikut : banyaknya ruas gang pada gudang PoS/Gift tersebut sebesar 6 bh x
30 m x 0,80 = 144 m dan ruas gang gudang Walls 3 bh x 20 m x 0,80 m = 48 m
(144 + 48 )
IRG = ----------------- = 0,12
1600
Indeks ruang gudang menunjukan angka 0,12 ini membuktikan bahwa penggunaan ruang untuk
gang dibawah 3 % untuk stowage factor, menunjukan bahwa penggunaan gang/isle sangat
efisien karena gang dibuat dengan jarak 0,80 m. Namun dengan ukuran sedemikian rupa
menyulitkan bagi material handling seperti hand fork liftuntuk manover, atau waktu melakukan
order picking. Kondisi ini menyebabkan picker mengambil barang yang berada di depan matanya
sedangkan barang yang telah lama datang tidak diambil untuk dikirim sesuai dengan permintaan.
b. Indek Ruang Gudang (IRGd).
Untuk mengetahui indeks kerapatan tata letak barang dan peralayan dapat dihitung sebagai
berikut :
(1600 1260)
IRGd = ------------------- = 0,21
1600
Nilai 0,21 atau 21 % menunjukan tingkat kerapatan yang tinggi hal ini menunjukan bahwa
pemakaian ruang gudang untuk penempatan barang dan peralatan kerja sangat efisien. Jika
dibandingkan dengan stowage factor 3 %
Artikal Warehousing
12
c. Indek Pemanfaatan Ruang Gudang (IPRG).
Untuk menghitung berapa besaran indeks pemanfaatan gudang (IPRG) dapat dilihat dari berapa
besar storage occupancy ratio gudang dibagi dengan volume total yang tersedia untuk gudang
senyatanya, sebagai berikut :
150,5
IPRG = ------------- = 2,15
70
Indeks pemanfaatan ruang gudang berdasarkan perhitungan IPRG sebesar 2,15 ini menunjukan
bahwa penggunaan ruangan sangat efisien, karena pemakaian ruangan diatas 1 %, atau
seharusnya 0,70 % yang idealnya. Jadi manajemen gudang dalam mengelola gudang sangat
efisien sehingga tidak terdapat ruang kosong untuk manover hand fork lift atau peralatan lainnya.
Dan penumpukan barang melebihi stacking heigh/factor yang diperbolehkan. Dampaknya adalah
kerusakan kemasan dan sirkulasi udara yang kurang baik jika stacking high ini melebihi yang
seharusnya ditetapkan.

Material Handling.
Material handling sangat menentukan dalam proses bongkar muat (loading/unloading), walau
gudang ini telah menggunakan hand fork lift, namun dalam penyusunan barang masih menggunakan
tenaga manual, artinya dalam melakukan penumpukan barang masih menggunakan tenaga manusia
sebagai alat untuk melakukan penyusunan (stacking item).

Penggunaan pallet sebagai alat pembatas dan kemudahan dalam order picking tidak dilakukan
pada barang PoS (Point of Service) sehingga barang/dus akan menjadi robek ketika akan diambil
dengan hand fork lift. Hanya barang walls saja yang diberi pallet. Demikian pula dengan barang yang
akan dikirim dengan menggunakan kantungpos sering penumpukannya tidak melalui kaidah
penumpukan barang yang harus ditumpuk secara melintang dan membujur.

ANALISIS GAP DAN PEMBAHASAN
Untuk mendekatkan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diharapkan, diperlukan adanya
justifikasi system yang dapat menganalisis gap tersebut sehingga apa yang dikerjakan dengan apa
yang seharusnya dikerjakan sesuai dan pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan
pergudangan. Untuk menganalisis gap tersebut ada beberapa metode yang ditawarkan untuk justifikasi
dan pemecahan masalah manajemen pergudangan unilever dan PT Pos Indonesia. Adapun metode
yang ditawarkan serta hal lainnya yang berkaitan dengan manajemen pergudangn itu antara lain :

Managing Lay Out Warehousing.
Apabila kita memahami gudang sebagai suatu sistem, maka proses pergudangan pada setiap
tahapan baik pre order picking, order picking maupun post order picking akan memiliki tiga jalur
kecepatan arus barang. Masing-masing jalur tersebut adalah jalur cepat, jalur sedang dan jalur lambat.
Ada empat cara dalam pengelolaan layout yang baik yaitu :
1. Layout for storage, layout gudang yang dipengaruhi oleh tingkat turnover persediaan, apabila
tingkat turnover persediaan rendah, maka gudang akan relatif lebih padat dengan peralatan
penyimpanan dan volume inventory yang relatif lebih tinggi.
2. Layout for order picking, pada umumnya pross sirkulasi komoditi di dalam gudang selalu
berpola bahwa masukan selalu dalam unit yang lebih besar dari keluaran gudang. Dengan
demikian layout didesain untuk memudahkan order picking.
3. Strorage equipment choice, pemilihan saran penyimpanan yang memadai dan sesuai dengan
kebutuhan penyimpanan barang, menurut klasifikasi dan karakteristik produk/komoditi.
4. Movement equipment choice, adalah pemilihan saran pemindahan produk/komoditi yang
dipisahkan menjadi tiga bagian yaitu :
a. Manual equipment, yaitu sarana pemindahan barang dilakukan dengan menggunakan
tangan/tenaga manusia.
b. Power assisted equipment, sarana pemindahan barang dengan menggunakan bantuan
tenaga listrik.
Artikal Warehousing
13
c. Fully mechanized equipment, adalah sarana pemindahan barang yang sepenuhnya
terkomputerisasi.

Managing Indeks Efisiensi Warehousing
Indeks efisiensi merupakan suatu pendekatan sistematis, untuk mepertimbangkan atau apakah
pengunaan space gudang telah dilakukan dengan efisien. Untuk itu harus ada alat ukur yang
menyatakan bahwa suatu gudang dikelola dengan baik, dan alat ukur itu harus dapat menunjukan
efisiensi dari suatu proses yang dilakukan dengan ukurannya adalah penekanan biaya (cost).
Tingkat efisiensi gudang yang dikelola menunjukan angka yang baik yaitu : IRG (Indeks Ruang
Gang) sebesar 0,10 % dibandingkan dengan stowage factor sebesar 3 %, dan IRGd (Indeks Ruang
Gudang) sebesar 0,21 menunjukan tingkat kerapatan gudang yang tinggi serta IPRG (Indeks
Pemanfaatan Ruang Gudang) sebesar 2,15 ini menunjukan bahwa pengelola gudang sangat efisien
dalam mengunakan space gudang.
Namun jika dilihat dari segi estetika dan system pergudangan yang berlaku, efisiensi yang
dilakukan oleh pengelola gudang tidak menggambarkan kenyaman kerja seperti yang dituntut dalam pola
kerja K3 (Keamanan, Kenyamanan dan keselamatan kerja), keamanan barang/komoditi tidak terjamin,
karena terdapat banyak barang yang rusak akibat penumpukan barang yang melebihi daya dukung,
serta melampaui stacking factor yang diharuskan dalam pengelolaan gudang. Disamping itu kecepatan
dalam proses order picking dan storage terganggu, karena untuk mengambil barang yang lebih dahulu
datang agak sulit, karena harus mencari dari tumpukan barang/komoditi lain.

Managing Reporting System
Pengelolaan pelaporan akan erat hubungannya dengan sistem penagihan piutang dari Pihak
Pertama kepada Pihak Kedua. Gudang Unilever sudah mempunyai sistem informasi manajemen,
namun sejauh ini sifatnya stand alone dan manual tidak online. Walau gudang Unilever sudah
mempunyai WMS (Warehousing Management System) namun penggunaannya masih terbatas pada
pencatatan inventory saja dan belum berfunsi sebagai sistem informasi manajemen yang semestinya,
dan kecenderungan menggunakan manual yang jauh lebih efektif, misalnya saja dalam penempatan
barang/komoditi dalam gudang, dimana mereka lebih cenderung menggunakan ingatan dari
menggunakan komputer sebagai alat untuk kontrol space dan penempatan barang/komoditi pada
gudang yang bertalian.
Disamping itu gudang mempunyai system pelaporan keuangan yang disebut BPCS (Business
Planning Contolling System) dan system ini juga tidak terhubung secara online dan masih stand alone,
system ini memberikan laporan manajemen tentang barang yang telah diterima, dikirim dan biaya yang
dikeluarkan terhadap pengiriman dan penerimaan barang/komoditi. Setiap akhir bulannya laporan BPCS
yang berupa hard copy dikirim ke PT Unilever untuk penyelesaian piutangnya.

Managing Transportation.
Untuk pengawasan alat transportasi khususnya Arpak yang dikelola oleh SBU Total Logistik dapat
menggunakan bantuan C-track yaitu suatu alat pengawasan transportasi dengan menggunkan GPS
(Global Position System), system ini sangat baik untuk mengawasi alat angkutan dari kecelakaan,
kelambatan dan kecurangan supir. Kendaraan dapat dipantau selama 24 jam melalui monitor/ layer
computer yang terhubung dengan internet dan satelite. System ini sudah banyak dipakai diberbagai
instansi di Indonesia dan sangat akurat dalam pengawasan fleet (armada) pengangkutan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan.
Dari uraian bab per-bab dalam penelitian ini maka dapat kami simpulkan bahwa penataan Layout
gudang belum efektif, karena penempatan barang/komoditi tidak menggunakan system. Dimana barang
yang fast moving, average moving dan slow moving sebagai bagian dari order picking tercampur menjadi
satu, dan bahkan hampir tidak dapat dilacak dengan baik.
Berdasarkan alat pengukuran efisiensi dalam pemakaian space gudang, pengelola telah
melakukannya dengan baik, dimana tidak terdapat ruang yang kosong bagi penempatan
Artikal Warehousing
14
barang/komoditi, serta tidak terdapat broken stowage. Indeks Ruang Gang (IRG), Indeks Ruang Gudang
(IPGd) dan IPRG (Indeks Penggunaan Ruang Gudang) menunjukan tingkat efisiensi gudang yang
dikelola cukup baik yaitu : IRG (Indeks Ruang Gang) sebesar 0,10 % dibandingkan dengan stowage
factor sebesar 3 %, dan IRGd (Indeks Ruang Gudang) sebesar 0,21 menunjukan tingkat kerapatan
gudang yang tinggi serta IPRG (Indeks Pemanfaatan Ruang Gudang) sebesar 2,15 ini menunjukan
bahwa pengelola gudang sangat efisien dalam mengunakan space gudang.
Aplikasi system informasi manajemen inventory yang ada sudah baik, namun system tidak online
atau masih stand alone, sehingga fungsi WMS (Warehousing Management System) hanya untuk
membuat Dokumen Keterangan (surat jalan) yang seharusnya WMS mempunyai fungsi lain sebagai
bagian dari data Inventory. Sedangkan BPCS (Business Planning Controlling System) yang seharusnya
digunakan sebagai System Informasi Management Keuangan tidak berfungsi dengan baik dan masih
stand alone, sehingga system pelaporan dibuat secara hard copy kepada pihak PT Unilever Indonesia
melalui SBU Total Logisik Pos.
Rekomendasi
Dari kesimpulan tersebut di atas peneliti menganggap perlu adanya rekomendasi dalam pengelolaan
gudang PT Unilever ini satu dan lain guna dapat memberikan perbaikan dalam pengelolaannya.
Disamping itu diharapkan bahwa pengelolaan ini dapat dilakukan secara professional, mengingat bahwa
bisnis pergudangan dalam kancah bisnis logistik apabila dikelola dengan baik akan menghasilkan
pendapatan yang cukup baik.
Untuk perbaikan kondisi yang senyatanya kepada kondisi yang diharapkan maka rekomendasi
pengelola gudang sebagai berikut :

a. Penataan Layout gudang merupakan hal yang mendasar, penataan agar dibuat berdasarkan system
fifo dan menggunakan metode ABC yaitu barang yang fast moving ditempatkan pada bagian dekat
pintu keluar, barang yang average moving diletakan dibelakang barang fast moving dan yang slow
moving diletakan dibelakang barang average moving. Untuk mengurangi kerusakan barang dalam
penumpukan dan kemudahan dalam pengambilan barang (order picking) agar dibuat rak yang terdiri
dari tiga tingkat.
b. Efisiensi bukan berarti menggunakan space dengan full, akan tetapi juga memperhatikan estetika
gudang, yaitu penumpukan barang sejenis dengan memperhatikan alur barang, misalnya dengan
melakukan penumpukan secara alur melintang dan membujur. Penumpukan barang sebaiknya tidak
melampaui daya tumpuk barang, hal ini untuk menghindari kerusakan barang akibat penumpukan
yang berlebihan, serta kelamaan penyimpanan barang yang berakibat pada kerusakan atau
kelapukan pembungkusnya.
c. Teknologi yang ada cukup baik, namun jika digunakan RFID maka halnya akan mengurangi rework,
karena barang yang keluar dan masuk dicatat secara otomatis tanpa harus mengentry ulang.
d. Penggunaan material handling sebagai percepatan dalam proses loading dan unloading belum
maksimal, karena penggunaan hand fork lift masih terbatas diusulkan agar menggunakan simple fork
lift yang digerakan dengan baterai.
d. Sebagai rekomendasi tambahan, SBU Total Logistik Pos dalam pengawasan fleet angkutan paket
pos dapat menggunakan system c-track yaitu pengawasan fleet dengan menggunakan GPRS yang
dihubungkan dengan internet dan GSM sehingga kendaraan bermotor dapat diawasi secara 24 jam,
sehingga dapat mengurangi tingkat efisiensi dan efektivitas kendaraan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bolten, Ernst F, 1997, Managing Time and Space in the Modern Warehousing,1601 Broadway, New
York,NY 10019
2. Emmet, Stuart, 2005, Excellence Warehouse Management how to Minimize Cost and Maximise
Value, john Wiley & Sons Ltd, Ontario Canada.
3. Harmon, Roy L., 1993, Reinventing The Warehouse World ClassmDistribution Logistics, A Division of
Mcmillan. Inc, 866 Third Avenu, New York, NY 10022
4. Jounal, Goods That Talk Strategic Infact of RFID, Feb 2004/026, AT Kienery,Inc.
Artikal Warehousing
15
5. Journal,Cross-docking speeds up Belk Distribution Center, @ 2005 FKI Logistex, St Louise Universe,
USA
6. Sweeney II, Patrick J, 2005, RFID for Dummies, ets Ready to Implement This Revolutionary Inventory
Control Tool, WilleyPublishing, Inc, Indianapolis, USA
7. Tomkins, James A., 1998, The Warehouse Management Handbook, 2809 Millbrook Road, Raleigh,
NC 27604.
8 Keputusan Direksi PT Pos Indonesia No : 01/LM/KTK/10/01 dan No : PKS 37/DIROPOS/0302
tertanggal 1 Oktober 2001 tentang pemanfaatan jasa layanan logistik dan pengiriman barang
(POS/Gift) PT. Unilever Indonesia, Tbk dan Fix Cabinet/ Sparepart Ice Cream Walls.

Anda mungkin juga menyukai