Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

CYSTITIS
MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Dosen : Wardiyatmi, S.Kep., Ns.




KELOMPOK I :









SEMESTER 4
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D3 BERLANJUT D4 KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2013

1. Agung Jossutiarko
2. Agur Trianto
3. Agus Triwahyudi
4. Amalia Nuril Afifah
5. Anggie Yulianti Musyarofah
6. Ayunda Prita Mutiara
7. Bayu Cahyo Oktafian
8. Bayu Muhammad Ikhrom
9. Budi Sari Dewi
10. Cahya Ari Widya Ningrum
11. Darniati Alimah
12. Desy Indah Ratnawati
13. Eko Yulianto
14. Ertinda Devyta Sari
15. Firda Ratma Pratiwi
16. Fithria Hayu Ambar Sari
17. Fitriana Astuti
18. Giyarni
19. Guntur Sunyata
20. Hanna Hanindyastiti
21. Hasan Tri Arifin
22. Hasnan Pradana Al hakim
23. Intan Maharsiwi
24. Intan Wahyu Setyaningsih
KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat & karunianya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul CYSTI TIS .
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyusun makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh Ibu Wardiyatmi, S.Kep., Ns., selaku salah satu dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan, jadi
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan untuk itu kami mohon saran & kritik guna
menyempurnakan makalah ini, karena kami hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari
kesalahan & dosa karena kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT, kekurangan hanya milik
kita (manusia). Terima kasih.




Surakarta, April 2013

Kelompok I





DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ 1
Daftar Isi .......................................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................. 3
A. Latar Belakang ........................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan .................................................................................................... 4
D. Manfaat .................................................................................................. 4
BAB II : PEMBAHASAN .............................................................................. 5
A. KONSEP MEDIS .................................................................................. 4
1. Definisi ............................................................................................. 4
2. Etiologi ............................................................................................. 4
3. Patofisiologi ..................................................................................... 5
4. Manifestasi Klinik ............................................................................. 5
5. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 6
6. Komplikasi ....................................................................................... 6
7. Penatalaksanaan ............................................................................... 7

B. KONSEP KEPERAWATAN .................................................................. 8
1. Pengkajian ....................................................................................... 8
2. Diagnosa ........................................................................................... 9
3. Intervensi .......................................................................................... 10
BAB III : PENUTUP ...................................................................................... 20
A. Kesimpulan ............................................................................................ 13
B. Saran ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Sistem saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Di antara ke
empat organ tersebut, ginjal adalah organ yang paling penting. Ginjal berfungsi menyaring
sampah dari saluran darah, mengatur keseimbangan cairan, dan memproduksi beberapa
hormon. Ureter berfungsi mengalirkan cairan hasil penyaringan ginjal ke kandung kemih
untuk disimpan semantara dan bila kandung kemih telah penuh maka akan dikeluarkan ke
luar melalui uretra. Gangguan pada sistem urinaria yang umum terjadi yaitu sistitis
(chystitis), hematuria, gromeluronefritis, batu ginjal, dan gagal ginjal. Chystitis merupakan
inflamasi kandung kemih yang lebih sering timbul pada wanita dibandingkan pada pria, dan
juga sering disertai dengan disuria, urgency atau demam ringan. Bagi kaum wanita, radang
selaput lendir kandung kemih dapat terjadi satu atau dua hari sesudah bersenggama.
Peradangan pada kandung kemih juga dapat terjadi karena terjadinya peradangan pada pada
ginjal. Bagi kaum pria, jenis penyakit ini ada hubungannya dengan peradangan pada ginjal
atau prostat. Sesuatu yang menghalangi mengalirnya air kencing sehingga menyebabkan
tertinggalnya air kencing di dalam kandung kemih dapat mengakibatkan peradangan.
Peradangan selaput lendir kandung kemih atau chystitis dapat juga disebabkan oleh sisa-sisa
zat asam di dalam tubuh yang muncul karena makan daging, zat asam oxalat dari bayam,
atau sisa-sisa makanan berkanji lainnya (Nainggolan, 2006).
Kekambuhan meskipun penanganan infeksi saluran kamih khususnya chystitis
selama 3 hari biasanya adekuat pada wanita, tetapi kambuhnya infeksi pada 20% wanita
yang mendapat penanganan untuk infeksi saluran kemih non komplikasi (Suhartono dkk,
2008). Chystitis merupakan Infeksi Saluran Kemih (ISK) bawah. Infeksi saluran kemih lebih
sering terjadi pada wanita. Pada populasi wanita, infeksi ini terjadi sebesar 1-3% pada
anak usia sekolah yang kemudian meningkat cukup signifikan seiring dengan peningkatan
aktivitas seksual pada dewasa.
ISK sering ditemukan pada wanita usia 20-50 tahun. Sedangkan pada populasi
pria, ISK akut terjadi pada usia-usia pertama kehidupan dan ISK jarang ditemukan pada
pasien di bawah usia 50 tahun. Wanita lebih sering mngalami sistitis dari pada pria
dikarenakan uretra wanita lebih pendek dibandingkan dengan uretra pria. Selain itu juga
getah pada cairan prostat pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap
infeksi saluran kemih. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah pada perempuan dapat berupa
sistitis dan Sindrom Uretra Akut (SUA). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung
kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis sistitis
tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis. Sedangkan
ISK bawah pada laki-laki dapat berupa sistitis, prostatitis, epididimitis, dan uretriti (Benson
& Pernoll, 2009).

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuannya adalah untuk mengetahui konsep teori chystitis dan asuhan keperawatan
yang tepat.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian chystitis.
2) Mengetahui etiologi chystitis.
3) Mengetahui faktor presdisposisi chystitis.
4) Mengetahui patofisiologi chystitis.
5) Mengetahui tanda dan gejala chystitis.
6) Mengetahui pemeriksaan penunjang chystitis.
7) Mengetahui pathway chystitis.
8) Mengetahui pengkajian chystitis.
9) Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pda pasien dengan chystitis.
10) Mengetahui rencanan asuhan keperawatan pada pasien dengan chystitis.

C. Manfaat
Dapat menambah pengetahuan tentang gambaran dari Cystitis dan asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami Cystitis.





BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian

Chystitis adalah inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh infeksi bakteri
(biasanya escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau karena respon alergik atau akibat
iritasi mekanis pada kandung kemih (Sloane, 2004). Chystitis juga merupakan inflamasi
kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra, dimana ada
aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks uretrovesikal), kontaminasi
fekal, atau penggunaan kateter atau sistoskop (Baughman & Hackley, 2000). Menurut
Tambayong (2000), chystitis atau radang kandung kemih lebih sering terdapat pada
wanita daripada pria, karena dekatnya muara uretra dan vagina dengan daerah anal.
Organisme gram negatif dapat sampai ke kandung kemih selama bersetubuh, trauma uretra,
atau karena kurang higienis. Biasanya organisme ini cepat dikeluarkan sewaktu
berkemih (miksi). Pada pria, sekret prostat memiliki sifat antibakterial.
Chystitis adalah infeksi yang disebabkan bakteri pada kandung kemih, dimana akan
terasa nyyeri ketika buang air kecil (disuria), kencing yang tidak tuntas, dan demam yang
harus dicurigai (Gupte, 2004). Sistitis (chystitis) merupakan peradangan yangterjadi di
kantung urinaria. Biasanya terjadi karena infeksi oleh bakteri yang masuk ke dalam tubuh
(Ferdinand & Ariebowo, 2007). Chystitis virus dan kimiawi harus dibedakan dari chystitis
bakterial berdasarkan atas riwayat penyakit dan hasil biakan urin. Secara radiografi, ginjal
hipoplastik dan displastik, atau ginjal kecil akibat vaskuler, dapat tampak sama dengan
pielonefritis kronis. Namun, pada yang terakhir ini biasanya terdapat refluks vesikureter.
Chystitis heoragik akut sering kali disebabkan oleh E. Coli, telah dihubungkan juga
dengan adenovirus tipe 11 dan 21. Chystitis adenovirus lebih sering terdapat pada laki-laki,
sembuh dengan sendirinya, dan dengan hematuria yang berlangsung kira-kira selama 4 hari.
Chystitis eosinofilik adalah bentuk jarang chystitis yang asalnya tidak jelas dan kadang-
kadang ditemukan pada anak. Gejala umumnya adalah chystitis dengan hematuria, dilatasi
ureter, dan gagalnya pengisian kandung kemih yang disebabkan oleh masa yang
secara histologis terdiri atas infiltrat radang dengan eosinofil (Behrman dkk, 2000).
Chystitis interstisial adalah lesi yang dapat timbul dalam jenis kelamin mana pun,
tetapi lebih lazim terjadi pada wanita. Etiologi tepat kelainan ini tidak jelas, walaupun
dianggap suatu fenomena autoimun. Pasien dengan chystitis interstisial tampil dengan
diuria, frekuensi dan berkemih yang nyeri. Secara endoskopi ada perdarahan diskrit kecil
dengan distribusi bercak-bercak. Pemeriksaan histologi lesi ini menunjukkan perdarahan,
edema, dan infiltrat limfositik (Sabiston, 1994). Sebagian besar terjadi pada wanita
perimenopause. Dapat menggambarkan adanya defek pada epitel transisional (dengan sebab
yang tidak pasti). Chystitis interstisial yang disertai dengan stress incontinence atau
inkontinensia urgensi, harus dipastikan dengan pemeriksaan urodinamik.
Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu cystitis primer dan cystitis sekunder.
Cystitis primer merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat
terjadi karena penyakit lain, seperti batu pada kandung kemih, divertikel/ penonjolan
mukosa buli, hipertropi prostat dan striktur uretra (penyempitan akibat dari adanya
pembentukan jaringan fibrotik/jaringan parut pada uretra atau daerah urethra). Sedangkan
cystitis sekunder merupakan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari penyakit
primer misalnya uretritis/peradangan yang terjadi pada uretra dan prostatitis/peradangan
yang terjadi pada prostat (Benson & Pernoll, 2009).
Menurut Taber (1994), cystitis dibedakan menjadi dua, yaitu tipe infeksi dan tipe non
infeksi. Tipe infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Sedangkan tipe non
infeksi disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, dan interstisial (tidak diketahui
penyebabnya/ideopatik).

B. Etiologi

Pada umumnya disebabkan oleh basil gram negatif Escheriachia Coli yang dapat
menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita tanpa kelainan urologis atau
kalkuli. Batang gram negatif lainnya termasuk proteus, klebsiella, enterobakter, serratea,
dan pseudomonas bertanggung jawab atas sebagian kecil infeksi tanpa komplikasi.
Organisme-organisme ini dapat dapat menjadi bertambah penting pada infeksi-infeksi
rekuren dan infeksi-infeksi yang berhubungan langsung dengan manipulsi urologis, kalkuli
atau obstruksi. Pada wanita biasanya karena bakteri-bakteri daerah vagina ke arah uretra atau
dari meatus terus naik ke kandumg kemih dan mungkin pula karena renal infeksi tetapi yang
tersering disebabkan karena infeksi E.coli. Pada pria biasanya sebagai akibat dari infeksi
di ginjal, prostat, atau oleh karena adanya urin sisa (misalnya karena hipertropi prostat,
striktura uretra, neurogenik bladder) atau karena infeksi dari usus. Jalur infeksi :
Tersering dari uretra, uretra wanita lebih pendek membuat penyakit ini lebih sering
ditemukan pada wanita.
Infeksi ginjal yang sering meradang, melalui urin dapat masuk ke kandung
kemih.
Penyebaran infeksi secara lokal dari organ lain dapat mengenai kandung kemih
misalnya appendiksitis.
Pada laki-laki prostat merupakan sumber infeksi.

Jalur utama infeksi yang terjadi pada sistitis adalah ascending melalui
periurethral/vaginal dan flora pada tinja. Mikroorganisme penyebab utama adalah E.coli,
Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke dalam buli-buli melalui
uretra. Selain akibat infeksi, inflamasi pada buli-buli juga disebabkan oleh bahan kimia,
seperti deodorant, detergent, atau obat-obatan yangdimasukkan intravesika untuk terapi
kanker buli-buli (siklofosfamid). Sistitis disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra.
Hal ini disebabkan oleh aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih,
kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sitoskopi (Sloane, 2004).
Etiologi dari Etiologi dari cystitis berdasarkan jenisnya menurut Taber (1994), yaitu :
a. Infeksi
Bakteri
Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coly yang secara normal terletak pada
gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari retra dapat menuju
ginjal. Bakteri lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah Enterococcus, Klebsiella,
Proteus, Pseudomonas, dan Staphylococcus.
Jamur
Infeksi jamur, penyebabnya misalnya Candida.
Virus dan parasit
Infeksi yang disebabkan olehvirus dan parasit jarang terjadi. Contohnya
adalah trichomonas, parasit ini terdapat dalam vagina, juga dapat berada dalam urin.
b. Non infeksi :
Paparan bahan kimia, contohnya obat-obatan (misalnya cyclophosphamide/cytotaxan,
Procycox).
Radio terapi.
Reaksi imunologi, biasanya pada pasien SLE (Systemic Lupus Erytematous).

C. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi untuk chystitis adalah bersetubuh, kehamilan, kandung kemih
neurogenis, keadaan-keadaan obsdtruktif, dan diabetes mellitus (Tambayong, 2000). Pada
umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan infeksi saluran
kemih adalah :
a. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki. Faktor-faktor
postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri dari urethra dekat kepada rektum dan
kurang proteksi sekresi prostat dibandingkan dengn pria.
b. Abnormalitas struktural dan fungsional mekanisme yang berhubungan termasuk
stasis urin yang merupakan media untuk kultur bakteri, refluks urin yang infeksi
lebih tinggi pada saluran kemih dan peningkatan tekanan hidrostatik. Contoh :
strikur, anomali ketidak sempurnaan hubungan uretero vesicalis.
c. Obstruksi
Contoh : tumor, hipertofi prostat, calculus, sebab-sebab iatrogenic.
d. Gangguan inervasi kandung kemih
Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital, multiple sklerosi.
e. Penyakit kronis
Contoh : Gout/asam urat, DM, hipertensi, Penyakit Sickle cell
f. Instrumentasi
Contoh : prosedur kateterisasi.
g. Penggunaan fenasetin secara terus menerus dan tidak pada tempatnya.


D. Patofisiologi
Chystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum
disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul dengan
penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik akut
maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral. Kemudian bakteri tersebut berekolonisasi
pada suatu tempat misalkan pada vagina atau genetalia eksterna menyebabkan organisme
melekat dan berkolonisasi disuatu tempat di periutenial dan masuk ke kandung kemih.
Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah ialah oleh organisme gram negatif seperti E.
Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal dari saluran intestinum orang itu sendiri
dan turun melalui urethra ke kandung kencing. Pada waktu mikturisi, air kemih bisa
mengalir kembali ke ureter (Vesicouretral refluks) dan membawa bakteri dari kandung
kemih ke atas ke ureter dan ke pelvis renalis. Kapan saja terjadi urin statis seperti
maka bakteri mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bertumbuh dan menjadikan
media yang lebih alkalis sehingga menyuburkan pertumbuhannya. Infeksi saluran kemih
dapat terjadi jika resistensi dari orang itu terganggu. Faktor-faktor utama dalam
pencegahan infeksi saluran kemih adalah integritas jaringan dan suplai darah. Retak dari
permukaan lapisan jaringan mukosa memungkinkan bakteri masuk menyerang jaringan dan
menyebabkan infeksi. Pada kandung kemih suplai darah ke jaringan bisa berkompromi
bila tekanan di dalam kandung kemih meningkat sangat tinggi (Tambayong, 2000).
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang
terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah
yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari
suplai jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan
melalui helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Menurut Tiber (1994), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E. coly. Tipikal
ini berada pada saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal melalui penyebaran
hematogen, lymphogendan eksogen. Tiga faktor yang mempengaruhi terjadnya infeksi
adalah virulensi (kemampuan untuk menimbukan penyakit) dari organisme, ukuran dari
jumlah mikroorganisme yang masuk dalam tubuh, dan keadekuatan dari mekanisme
pertahanan tubuh. Terlalu banyaknya bakteri yang menyebabkan infeksi dapat
mempengaruhi pertahanan tubuh alami pasien. Mekanisme pertahanan tubuh merupakan
penentu terjadinya infeksi, normalnya urin dan bakteri tidak dapat menembus dinding
mukosa bladder. Lapisan mukosa bladder tersusun dari sel-sel urotenial yang memproduksi
mucin yaitu unsur yang membantu mempertahankan integritas lapisan bladder dan
mencegah kerusakan serta inflamasi bladder. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada
selurotelial. Selain itu pH urine yang asam dan penurunan/kenaikan cairan dari konstribusi
urin dalam batas tetap, berfungsi untuk mempertahankan integritas mukosa, beberapa bakteri
dapat masuk dan sistem urin akan mengeluarkannya.
Bentuk anatomi saluran kencing, keduanya mencegah dan merupakan konstribusi yang
potensial untuk perkembangan UTI (Urinary Tract Infection). Urin merupakan produk yang
steril, dihasilkan dari ultrafiltrasi darah pada glumerolus dari nepron ginjal, dan
dianggap sebagai sistem tubuh yang steril. Tapi uretra merupakan pintu masuk bagi
pathogen yang terkontaminasi. Selain itu pada wanita 1/3 bagian distal uretra disertai
jaringan periuretral dan vestibula vaginalis banyak dihuni bakteri dari usus karena letak
anus tidak jauh dari tempat tersebut. Kolonisasi basi pada wanita di daerah tersebut
diduga karena perubahan flora normal dari daerah perineum, berkurangnya antibody normal,
dan bertambahnya daya lekat oeganisme pada sel spitel pada wanita. Cystitis lebih
banyak pada wanita dari pada laki-laki, hal ini karena uretra wanita lebih pendek dan lebih
dekat dengan anus. Mikroorganisme naik ke bledder pada waktu miksi karena tekanan urine.
Dan selama miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih setelah mengeluarkan urine.

E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis) adalah nyeri yang sering dan rasa
panas ketika berkemih (disuria), spasame pada area kandung kemih dan suprapubis,
hematuria (disertai darah dalam urin), urgensi (terdesak rasa ingin berkemih), nokturia
(sering berkemih pada malam hari), piuria (adanya sel darah putih dalam urin), dan nyeri
punggung (Sloane, 2004). Menurut Taber (1994), secara umum tandan dan gejala
cystitis adalah :
Disuria.
Rasa panas seperti terbakar saat kencing.
Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah.
Urgensi (rasa terdesak saat kencing).
Nokturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan kapasitas
kandung kemih).
Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna.
Inkontinensia (keluarnya urin tanpa disengaja atau sulit ditahan).
Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya.
Nyeri suprapubik



























KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien

Nama, umur (terjadi pada semua umur), jenis kelamin (lebih sering terjadi pada wanita
dan meningkatnya insidennya sesuai pertambahan usia dan aktivitas seksual), pendidikan,
pekerjaan, alamat (ada atau tidaknya factor predisposisi), nomor RM, diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :

Pasien mengatakan nyeri ketika BAK.
P = nyeri dirasakan ketika BAK.
Q = nyeri dirasakan seperti disayat-sayat.

R = nyeri dirasakan di saluran kemih bagian bawah dan menjalar ke pinggang.
S = skala nyeri 5 (dari skala nyeri 0-10)
T = nyeri dirasakan terus-menerus
b. Riwayat penyakit sekarang :

Biasanya nyeri ketika BAK, BAK sering, satu kali BAK ada darahnya, merasa masih
tidak puas setelah BAK, nyeri pada perut bagian bawah, pada laki-laki skrotum terasa
panas dan pegal, ekspresi wajah pasien tampak meringis menahan nyeri.
c. Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat ISK sebelumnya, obstruksi pada saluran kemih, masalah kesehatan lain,
misalnya DM, riwayat seksual
d. Riwayat penyakit keluarga :

Apakah ada riwayat penyakit keturunan, seperti DM, Hipertensi, Hepatitis.
3. Pola Kesehatan Fungsional
a. Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan :
Sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda activitas seksual timbul
perasaan malu dan bersalah
Perasaan takut akan kekambuhan, dimana menyebabkan penolakan terhadap
aktivitas sexual
Nyeri dan kelelahan yang berkenaan dengan infeksi dapat berpengaruh terhadap
penampilan kerja dan aktivitas kehidupan sehari hari

b. Pola nutrisi metabolik :

Mengkaji pola pemenuhan nutrisi pada pasien, meliputi: makan dan minum.
c. Pola eliminasi :
Mengkaji pola eliminasi pasien meliputi: BAK, BAB, dan yang lainnya dalam satu hari.
d. Pola aktivitas-latihan :

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Makan
Eliminasi
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi/ROM
Keterangan :

0 : mandiri

1 : dengan alat bantu

2 : dibantu orang lain

3 : dibantu orang lain dan alat

4 : tergantung total
e. Pola istirahat-tidur :
Mengkaji pola istirahat pasien dalam satu hari apakah ada gangguan atau tidak.
g. Pola konsep diri-persepsi diri :

Mengkaji persepsi pasien terhadap penyakitnya.
h. Pola peran hubungan :
Mengkaji hubungan pasien dengan keluarga, teman, tetangga, dan kerabatnya sebelum
dan saat sakit.
i. Pola toleransi stress-koping :
Mengkaji bagaimana pasien dalam menanggapi dan melakukan koping diri
terhadap penyakitnya.

4. Pemeriksaan Fisik :

a. Keadaan umum : kesadaran, postur tubuh, tidak ada fatique.
b. Tanda vital meliputi: TD, RR, N, S
c. Pemeriksaan antropometri, meliputi: BB dan TB
d. Kepala : bentuk kepala, ada lesi atau tidak, kebersihan, kelembaban rambut,
ditribusi rambut, warna rambut.
e. Mata: kesimetrisan mata, pupil, sklera, ada gangguan penglihatan atau tidak.
f. Hidung : ada pernafasan cuping hidung atau tidak, ada sinus atau tidak.
g. Telinga : kesimetrisan telinga, ada serumen atau tidak, ada lesi atau tidak.
h. Paru :
Inspeksi: kesimetrisan gerakan tulang dada.
Perkusi: ada suara tambahan atau tidak.
Auskultasi: ada suara tambahan atau tidak.
i. Jantung:
Inspeksi: tampak atau tidak ictus cordis
Perkusi: ada pelebaran massa jantung atau tidak.
Auskultasi: tidak ada suara tambahan seperti gallops dan murmur.
j. Abdomen:
Inspeksi : ada lesi atau tidak.
Palpasi : ada distensi kandung kemih atau tidak.
Perkusi : ada suara tambahan atau tidak.
Auskultasi : suara peristaltik terdengar normal atau tidak.
k. Ekstremitas : ada gangguan atau tidak, terpasang tindakan infasif pada ekstremitas atau
tidak.
l. Genitalia : terpasang Dower Cateter (DC) atau tidak.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Urinalis urin tengah.
Ketika infeksi terjadi, memperlihatkan bakteriuria, WBC (White Blood Cell), RBC
(Red Blood Cell) dan endapan sel darah putih dengan keteribatan ginjal.
Tes sensitifitas banyak mikroorganisme sensitive terhadap antibiotic dan antiseptic
berhubungan dengan infeksi berulang.
Pengkajian radiographic
Cystitis ditegakkan berdasarkan history, pemeriksaan medis dan laborat, jika terdapat
retensi urine dan obstruksi aliran urine dilakukan IPV (Identivikasi perubahan dan
abnormalitas structural)
Culture Mengidentifikasi bakteri penyebab
Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomaly struktur nyata.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.

2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih.

3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder.

Anda mungkin juga menyukai