Anda di halaman 1dari 2

PATOGENESIS

Berdasarkan penyebabnya, ruptur perineum dibedakan menjadi


1) Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya
tidak teratur (Wiknjosastro et al., 2005).
2) Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada
perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar
saluran keluar vagina (Wiknjosastro et al., 2005).
Robekan perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana (Wiknjosastro et al., 2007) :
1. Kepala janin terlalu cepat lahir
2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
4. Pada persalinan dengan distosia bahu
Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir
tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri, uterus
sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku, kepala janin
terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas (Saifuddin et al.,
2008). Pada kasus ini, ruptur perineum kemungkinan disebabkan oleh karena sang ibu adalah
primipara. Pada seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika
terjadi peristiwa "kepala keluar pintu". Pada saat ini seorang primipara biasanya tidak dapat
tegangan yang kuat >> robek pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi
kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama
pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang
biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak.
Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.
Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan (Wiknjosastro et al., 2007) :
1. Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perineum sedikit.

2. Tingkat II
Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir vagina juga
mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.
3. Tingkat III:
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter
ani. Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai
termasuk dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi
tingkat III menjadi beberapa bagian seperti (Cunningham et al.,2005) :
a. Tingkat III a. Robekan < 50 % ketebalan sfingter ani
b. Tingkat III b. Robekan > 50% ketebalan sfinter ani
c. Tingkat III c. Robekan hingga sfingter ani interna
4. Tingkat IV
Robekan hingga epitel anus . Robekan mukosa rectum tanpa robekan sfingter ani
sangat jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi diatas.

Tingkat I

Tingkat II

Tingkat III

Tingkat IV

Wiknjosastro , Hanifa. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Cunningham FG et al. 2005. William Obstetrics. 22nd . New YorkM : Graw-Hill
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta :Yayasan Bina Sarwono
Prawirohardjo.
Saifudin, Abdul Bari. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai