Disusun Oleh :
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Disusun oleh :
121.0211.033
Pembimbing :
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga presentasi kasus
yang berjudul Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Sedang dapat diselesaikan.
Penyusunan presentasi kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas di Kepaniteraan Klinik
Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto. Presentasi kasus ini dapat diselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak, dengan rendah hati disampaikan rasa terima kasih kepada:
1. dr. Agung, SpKJ, selaku Kepala Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto.
2. dr. Rosita, SpKJ, selaku pembimbing presentasi kasus atas bimbingan, arahan, dan
masukan dalam penyusunan presentasi kasus ini.
3. Orang tua kami yang selalu mendoakan, memberi motivasi, dan semangat dalam
penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan presentasi kasus
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
memperbaiki mutu dalam pembuatan presentasi kasus yang akan datang. Penulis berharap
semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta,
Mei 2014
Penulis
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Sdr. APB
Umur
: 20 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir
: 18 Mei 1994
Alamat
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: TNI
Status perkawinan
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Tanggal masuk RS
: 2 Mei 2014
Pukul
: 14.13 WIB
: datang sendiri
Alloanamnesa
A.
Keluhan utama
2.
3.
B.
C.
D.
E.
Masa dewasa
1. Riwayat pendidikan
Pasien bersekolah dari sekolah dasar sampai sekolah menengah
atas di Lumajang Jawa Timur. Pasien lulus SMA tahun 2012. Lalu ingin
melanjutkan ke kuliah di jurusan hukum, namun tidak dapat kuliah karena
alasan biaya.
2. Riwayat pekerjaan
Genogram
1. Penampilan :
Pasien berjenis kelamin laki - laki berusia 19 tahun dengan penampilan
sesuai dengan usia. Berkulit sawo matang dengan perawatan diri cukup. Pada saat
diwawancara tanggal 5 Mei 2014 pasien menggunakan baju kaos TNI lengan
pendek dan celana panjang berwarna biru muda seragam pasien RSPAD dengan
alas kaki sandal jepit.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Selama dilakukan wawancara pasien menunjukkan perilaku wajar, pasien
posisi duduk, aktivitas psikomotor pasien normal.
3. Sikap terhadap pemeriksa :
Pasien kooperatif selama wawancara, berperilaku wajar, berbicara jelas.
Pasien menjawab setiap pertanyaan yang diajukan pemeriksa. Kontak mata pasien
dengan pemeriksa baik selama wawancara.
: hipotim
2. Afek
: terbatas
3. Keserasian
C. Pembicaraan
Pembicaraan spontan, dalam menjawab pertanyaan volume suara terkadang
sedang, intonasi cukup, artikulasi jelas. Pasien menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh pemeriksa walaupun terkadang tidak langsung ke ide jawaban.
D. Gangguan persepsi
Halusinasi disangkal
E. Pikiran
1. Arus pikiran
2. Orientasi
Waktu
Tempat
Orang
3. Daya Ingat
Jangka Panjang
Baik, pasien ingat nama SD, SMP, dan SMA dulu ia sekolah.
Jangka Menengah
Baik, pasien dapat mengingat siapa yang mengantarnya ke rumah sakit.
Jangka Pendek
Baik, pasien dapat mengingat menu sarapan yang baru saja dimakannya.
Penyimpanan dan daya ingat segera
Baik, pasien dapat mengingat 3 angka yang diucapkan oleh dokter.
4. Konsentrasi dan Perhatian
Baik, pasien dapat melakukan pengurangan 100 dikurang 7 jawabannya 93,
dikurang 7 jawabannya 86, dikurang 7 jawabannya 79.
5. Kemampuan Membaca dan Menulis
Baik, pasien dapat membaca dan menulis dengan baik.
6. Kemampuan Visuospasial
Baik, pasien dapat menggambarkan jam dan memperlihatkan arah jarum
panjang dan jarum pendek seperti yang diminta oleh pemeriksa dengan benar
walaupun pasien membutuhkan waktu lama.
7. Pikiran Abstrak
Baik, pasien dapat mengartikan peribahasa seperti berakit-rakit kehulu berenangrenang ketepian, atau besar pasak daripada tiang
8. Intelegensia dan Kemampuan Informasi
Baik, pasien dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pemeriksa, seperti:
siapa nama presiden Republik Indonesia?.
Baik, pasien bersikap sopan terhadap dokter muda perempuan maupun laki-laki,
pasien juga bersikap sopan kepada perawat dan pasien lainnya.
2. Penilaian realita
Dinilai dari sikap, pikiran, dan perilaku pasien. Pada pasien ini insight terganggu,
karena adanya waham yang menyebabkan gangguan pada sikap, pikiran, dan
perilaku pasien.
3. Tilikan
Derajat 2 : Agak menyadari bahwa mereka sakit dan membutuhkan bantuan tetapi
dalam waktu yang bersamaan menyangkal penyakitnya.
Status Interna
a. Keadaan Umum
: Baik
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Status Gizi
: Cukup
: 120/80 mmHg
: 88 kali/menit, reguler
: 24 kali/menit
: 36,5C
: CA -/- SI -/: Perdarahan (-), palpasi pada daerah sinus
i. Paru
gallop.
: Vesikuler kiri dan kanan, tidak ada wheezing, tidak ada
j. Abdomen
pada bagian
rhonki.
: Datar, supel, tidak ada nyeri tekan, hati dan limpa tidak
teraba, bising usus normal. Di bagian abdomen terdapat
makula
hipopigmentasi
ukuran
bervariasi
dengan
2. Status Neurologis
a. GCS
: 15
: negatif
Tremor
: tidak ada
Akatisia
: tidak ada
Bradikinesia
: tidak ada
Rigiditas
: tidak ada
d. Motorik
e. Sensorik
VI.
: 5
selama dirumah, pasien tidak minum obat secara teratur serta masih bertingkah
laku aneh yaitu banyak bicara dan suka keluar malam. Pada tanggal 2 Mei pasien
Tidak ada gangguan persepsi yang dialami pasien. Arus pikir pasien
sirkumstansialitas, isi pikir preokupasi dan tidak ditemukan waham ataupun
halusinasi. Pada pemeriksaan sensorium pasien mempunyai kesadaran, orientasi,
daya ingat, kemampuan membaca dan menulis, serta kemampuan visuospasial
yang cukup baik. Konsentrasi pasien baik, tidak mudah teralihkan.
VII.
FORMULASI DIAGNOSTIK
Aksis I :
Berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan, pada pasien
ini ditemukan adanya pola perilaku, pikiran, dan perasaan yang secara klinis bermakna dan
menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan
dan sosial. Dengan demikian berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalami suatu gangguan jiwa.
Pada pasien tidak pernah menderita penyakit yang secara fisiologis mengganggu
fungsi otak, seperti cedera/trauma kepala atau penyakit lainnya yang berhubungan dengan
gangguan jiwa. Pada pemeriksaan fisik dan neurologis juga tidak ditemukan keadaan yang
dapat menunjukan gangguan fungsi otak. Oleh sebab itu, diagnosis gangguan mental organik
(F00-F09) dapat disingkirkan.
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis, diketahui pula bahwa tidak terdapat :
Riwayat penggunaan zat psikoaktif ataupun alkohol, sehingga diagnosis gangguan
mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-F19) dapat disingkirkan.
Pasien memenuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia, tetapi gejala tidak ditemukan
pada pasien berupa adanya waham ataupun halusinasi yg menonjol. Sehingga
diagnosis skizofrenia paranoid (F20.00) dapat disingkirkan.
Ditemukan episode depresif sedang yaitu sekurangnya 2 dari 3 gejala utama afek
depresif dan kehilangan minat dan kegembiraan, serta sekurangnya 3 dari gejala
lainnya kepercayaan diri berkurang, rasa tidak berguna, pesimistis, tidur terganggu
dan ada ide bunuh diri.
Aksis II :
Gangguan Kepribadian Dependen
Aksis III :
Tidak ada diagnosis
Aksis IV :
Ditemukan masalah relasi pasien yang tidak sesuai dengan harapannya, yaitu dia selalu
ada masalah dengan senior di pekerjaannya, serta wanita di kehidupannya. (masalah
pekerjaan dan lingkungan sosial)
Aksis V :
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assesment of Functioning
(GAF) menurut PPDGJ-III didapatkan pada Aksis V GAF current adalah 60-51. Pada Aksis
V GAF HLPY (highest level past year) 70-61.
VIII. EVALUASI MULTI AKSIAL
Aksis I
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
Aksis V
Psikologis
1.
2.
3.
4.
Proses pikir
Isi pikir
RTA
Tilikan (Insight)
: Sirkumtalsialitas
: Preokupasi
: baik
: derajat 2
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Sanationam
Ad Fungsionam
XI.
: ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
RENCANA TERAPI
a. Psikofarmaka :
Rencana Terapi pada pasien ini adalah:
1.
Lithium Carbonate
2 x 250 mg
2.
Fluoxetine
2 x 20 mg
b. Psikoterapi :
o
Memberikan penjelasan mengenai fungsi dan efek samping obat yang diminum oleh
pasien serta efek bila pasien tidak minum obat sehingga dapat menjaga kepatuhan
minum obat.
Mengembalikan pasien pada fungsi optimal dalam kehidupan, minimal pasien bisa
menjalani aktivitas sehari-hari dan merawat kebersihan diri dengan baik.
c. Sosioterapi :
XII.
Terhadap keluarga dan rekan kerja di TNI memberikan edukasi dan informasi
yang benar tentang penyakit pasien sehingga diharapkan keluarga dan rekan kerja dapat
menerima pasien dan mendukung kearah penyembuhan. Keluarga dan rekan kerja juga
diharapkan mampu mengawasi kepatuhan pasien untuk kontrol minum obat. Meminta
keluarga untuk lebih mendengarkan dan komunikasi dengan pasien.
DISKUSI
Gangguan afektif bipolar bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania) dan pada
waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Kedua
episode tersebut seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma
mental lain.
Berdasarkan PPDGJ-III, kriteria episode mania antara lain:
(a)Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai
mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang
biasa dilakukan.
(b)
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya
aktivitas
Gejala lainnya:
(a)Konsentrasi dan perhatian kurang
(b)
Pada pasien berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktifitas (depresi)
perasaan ingin bunuh diri, pasien suka menyendiri di pojok ruang perawatan untuk melamun
ataupun menggambar di tembok menggunakan tanah, dan menulis nama Dilla di rumput.
Kepercayaan diri berkurang dan tidak berguna seperti pasien selama di bangsal amino juga
sempat mengatakan kalau dirinya suka kepada dr. Dilla namun pasien tidak akan bisa
menjadi pacar dr. Dilla krn pasien hanya seorang supir TNI, sehingga tidak mungkin dokter
mau berpacaran dgn supir.
Sehingga untuk menegakan diagnosis Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini
Depresif Ringan atau Sedang (F31.3):
(a)
Episode yang sekarang harus menunjukan kriteria untuk episode depresif ringan
ataupun sedang
(b)
Harus ada minimal satu episode hipomania atau mania atau campuran di masa
lampau.
Pengobatan pada pasien ini dipilih Lithium Carbonate merupakan mood stabilizer, obat
pilihan utama untuk meredakan sindrom mania akut atau profilaksis terhadap serangan
sindrom mania yang kambuhan pada gangguan afektif bipolar. Mekanisme kerjanya yaitu
mengurangi dopamine receptor supersensitivity, dengan meningkatkan cholinergicmuscarinic activity, dan menghambat cyclic AMP dan phosphoinositides. Dosis pemberian
dimulai dengan 250-500 mg/hari, diberikan 1-2 kali/hari dinaikan 250mg/hari setiap
minggu, sambil diukur serum lithium setiap minggu sampai diketahui kadarnya yang berefek
klinis terapeutik (0,8-1,2 mEq/L). Biasanya dosis efektif dan optimal sekitar 1500 mg/hari.
Dipertahankan 2-3 bulan, kemudian diturunkan menjadi dosis maintanance. Lama
pemberian pada gangguan afektif bipolar hingga beberapa tahun, sesuai dengan indikasi
profilaksis serangan sindrom mania/depresi. Penggunaan jangka panjang sebaiknya dalam
dosis minimum dengan kadar serum lithium terendah yang masih efektif untuk terapi
profilaksis.
Karena saat diperiksa pasien sedang depresif, maka diberi tambahan antidepresan
berupa pemberian fluoxetine yang merupakan golongan SSRI (Selective Serotonine
Reuptake Inhibitor) bertujuan untuk mengobati adanya depresi pada gangguan afektif
bipolar dengan cara menghambat pengambilan serotonin oleh neuron prasinaptik. SSRI
dipilih berdasarkan urutan step care karena memiliki efek samping paling minimal,
spektrum antidepresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal. Sistem utama yang
terpengaruh SSRI adalah saluran gastrointestinal, dan gejala mual, anoreksia, dan diare.
Pemberian SSRI bersama makanan mengurangi gejala-gejala gastrointestinal. Indikasi terapi
untuk pemakaian SSRI adalah untuk gangguan depresif berat dan penelitian dengan
fluoxetine juga telah menunjukkan bahwa obat ini efektif untuk terapi episode depresif dari
gangguan bipolar I. Dosis fluoxetine yang paling sering dalam terapi depresi adalah 20 mg
sehari. Penggunaannya dalam jangka pendek, karena penggunaan jangka panjang pada
pasien bipolar dapat berpotensi menginduksi hipomania atau mania.
Terdapat respon yang cukup baik dari pasien terhadap pengobatan yang diberikan,
yaitu pasien merasakan lebih tenang setelah meminum obat teratur.
Selain diberikan psikofarmaka sebagai terapi utama, perlu ditambahkan juga terapi
yang lain yaitu psikoterapi suportif untuk mensupport pasien dalam masa adaptasinya, yang
berujuan agar pasien merasa aman, diterima, dan dilindungi. Serta psikoedukasi perihal
penyakit pasien dengan menekankan betapa pentingnya kepatuhan minum obat. Penelitian
menemukan bahwa intervensi psikososial, termasuk didalamnya psikoterapi, dapat
memberikan perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus berintegrasi dengan penggunaan
obat dan harus saling mendukung.
Dari hasil autoanamnesis terakhir dengan pasien, pasien kooperatif dan mau
bergabung bersama pasien lain dan selalu makan dan minum obat teratur. Pasien
berkeinginan untuk segera pulang.
Dari segi prognosis, faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis pada pasien ini
antara lain;
Berdasarkan faktor klinis keseluruhan, yaitu :
Usia: Usia yang tidak terlalu muda pada pasien ini (19 tahun) saat onset
sehingga memungkinkan prognosis lebih baik
Penyakit organik: Pada pasien tidak ditemukan gangguan mental akibat penyakit
organik, sehingga tidak memperburuk prognosis pasien.
Lingkungan: Dari lingkungan atau institusi tempat pasien bekerja, pasien kurang
mendapat suasana yang kondusif dan cenderung mendapat stressor dari rekanrekan kerjanya, sehingga mempersulit penyembuhan pasien.
Kepatuhan minum obat : Dari kondisi lingkungan tempat tinggal pasien yang
jauh dari orang tua atau orang-orang terdekatnya untuk kontrol pengawasan obat
sehingga dapat mempersulit juga dalam penyembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa.Rujukan ringkasan dari PPDGJ
III.1997. Jakarta.
2. Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unika Atma Jaya.2007.Jakarta.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta.
EGC, 2013.