Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN KARDIOLOGI

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

April 2013

UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

DISUSUN OLEH :
FUAD AFIF M. SELOMO
C 111 07 072
KONSULEN:
dr. Abdul Hakim Alkatiri, Sp.JP .FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

Unstable Angina Pectoris


I.

Identitas Pasien
1. Nama
:
2. Jenis kelamin:
3. Umur
:
4. No. RM
:
5. MRS tanggal:
6. RS
:

II.

Mrs. R
Perempuan
47 tahun
605508
21 Maret 2013
Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

Anamnesis
1. Keluhan utama:
Nyeri dada
2.

Anamnesis terpimpin:
Dialami sejak 2 minggu terakhir sebelum masuk RSWS. Pasien

mengeluhkan nyeri pada dada kiri seperti tertekan oleh benda yang berat,
durasi sekitar lebih dari 20 menit dan hilang timbul. Nyeri muncul tidak
dipicu oleh aktivitas dan tidak menghilang dengan istirahat. Nyeri juga
disertai dengan keringat dingin (+) dan sesak (+). Batuk (-), demam (-),
riwayat demam (-), nyeri ulu hati (-).
Buang air besar biasa, buang air kecil lancar
3.

III.

Riwayat penyakit sebelumnya:

DM (-)

Hipertensi (-)

Dislipidemia (-)

Merokok (-)

Riwayat operasi jantung pada tahun 1993

Riwayat penyakit jantung dalam keluarga (-)

Pemeriksaan fisis
A. Status generalis:
2

Sakit sedang / Gizi cukup / Sadar

B. Tanda vital:
Tekanan darah
Nadi
Frekuensi pernafasan
Suhu

: 140/90 mmHg
: 84 x/menit
: 20 x/menit
: 36,6 0C

Mata
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
Abdomen

: Anemis (-), Ikterus (-)


: JVP R+1 cmH2O; Pembesaran kelenjar (-)
: Simetris kiri dan kanan
: BJ S1/S2 regular. Murmur (-)
: BP vesikuler; Rh -/- basal. Wh -/: Datar ikut gerak nafas. Peristaltik (+) kesan normal
Hepar / Lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Edema tungkai -/-

IV.

Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium

Kimia Darah

Nilai normal

Ureum

:14 mg/dl

0-53

Kreatinin

:0,7 mg/dl

< 1,3

SGOT

:20 U/l

< 35

SGPT

:19 U/l

< 45

GDS

: 83g/dl

80-180

Elektrolit

Nilai normal

Natrium :140

136-145

Kalium :4,2

3,5-5,1

Klorida :103

97-111

Penanda jantung

Nilai Normal

CK

: 68

CKMB

: 11

< 190
<24

Troponin T : -

negatif

Tes darah rutin

Nilai normal

WBC

:9.30 x 103 /mm3

4,00-11,00

RBC

:4,95x 106 /mm3

4,50-5,50

Hb

:14,2 gr/dl

13,0-16,0

HCT

: 42,2%

40,0-50,0

MCV : 85,3 m3

80-100

MCH

27-34

: 28,7 pg

MCHC : 33,6 gr/dl


PLT

: 350 x 103 /mm3

31-36
150-450

2. Elektrokardiografi

Rhythm

:Sinus Rhythm

Heart Rate

:56 x/minutes

Gelombang P

: 0.012

PR interval

: 0.16

Kompleks QRS

: 0.08

Axis

: Normoaxis

ST segment

: Normal

Kesimpulan:

Sinus bradikardi, HR 56x/ minute

Extensive anterior et inferior ischaemic

V.

Diagnosis

VI.

Angina Pektoris tak stabil


Penatalaksanaan

O2 2 -4 Lpm via NK
IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
LWMH (Arixtra) 2,5 mg/24 jam/SC
Antiplatelet

---- Aspilet 80 mg 1-0-0

Antiplatelet

---- Plavix 75 mg 0-1-0

Nitrate

---- Fasorbid (10mg/cc) 2mg/jam/SP

Statin

---- Simvastatin 20 mg 0-0-1

Laxative

---- Laxadyne syr 0-0-2C

VII. Anjuran
Echocardiography
Chest X-ray
Coronary Angiography

SINDROMA KORONER AKUT


I.

PENDAHULUAN
Sindroma koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat
jantung dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejalagejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom ini menggambarkan suatu
penyakit yang berat, dengan mortalitas tinggi. Mortalitas tidak tergantung pada
besarnya prosentase stenosis (plak) koroner, namun lebih sering ditemukan pada
penderita dengan plak kurang dari 50-70% yang tidak stabil, yaitu fibrous cap
dinding (punggung) plak yang tipis dan mudah erosi atau ruptur.
Terjadinya SKA, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa
keadaan, yaitu aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress
emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari
dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya
dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran
koroner juga meningkat.
Sindroma koroner akut mencakup:
1.
2.
3.

II.

Angina pektoris tak stabil (APTS)


Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)
ST elevation myocard infark (STEMI)

ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan
antara pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.
Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada
plak

aterosklerosis.

Mikroemboli

dari

agregasi

trombosit

beserta

komponennya dari plak yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.


2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus terjadi
pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis
ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
7

4. Inflamasi penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.


Makrofag, limfosit T metalloproteinase penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/factor pencetus:
a. kebutuhan oksigen miokard demam, takikardi, tirotoksikosis
b. aliran darah koroner
c. pasokan oksigen miokard anemia, hipoksemia
Patofisiologi
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi
kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah
koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya
lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque
disruption disrupsi plak. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor
faktor jaringan dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor
VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab
terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan
agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase
acute thrombosis trombosis akut.
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T
limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta
trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap
destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi
prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit
sehingga menyebabkan ruptur plak.
Endotelium

mempunyai

peranan

homeostasis

vaskular

yang

memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika


mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum
terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi
nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap
dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok,
hipertensi, dan gagal jantung.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan
disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,
8

tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit
oksid dan prostasiklin).
Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat
proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi
platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga
menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi
koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.
SKA yang diteliti secara angiografi 6070% menunjukkan obstruksi
plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak
karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak,
adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.
III.

DIAGNOSIS
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari anamnesis,
EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).
1. Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada
yang khas kardial (gejala kardinal), yaitu:
Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti
diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.
Penjalaran:
ke
lengan
kiri,
leher,
rahang

bawah,

punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.


Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas,
lemah.
Factor pencetus: aktivitas fisik, emosi
Factor resiko: laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM,
hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.
2. Elektro Kardiografi
Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (
1mV) atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang
bersebelahan.
Depresi ST pada iskemia miokard:
A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk
iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik
untuk iskemia

Inverse T pada iskemia miokard:


A. Inverse T yang kurang spesifik untuk
iskemia
B. Inverse T berujung lancip dan simetris,
spesifik untuk iskemia.

Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan


perubahan paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan
miokardium. Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang
yang dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.
Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium:
1) Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T
Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian
inverse (simetris). Perubahan gelombang T menggambarkan
iskemia miokardium. Jika terjadi infark sejati, gelombang T tetap
inverse selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.
2) Elevasi segmen ST
Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan
gelombang T. elevasi segmen ST menggambarkan jejas
miokardium. Jika terjadi infark, segmen ST biasanya kembali ke
garis iso elektrik dalam beberapa jam.
Evolusi EKG pada AMI:
A. Fase hiperakut: Elevasi segmen ST yang
nonspesifik, T yang tinggi dan meruncing.
B. Fase evolusi lengkap: Elevasi ST yang spesifik
dan konveks ke atas, T inverse simetris, Q
patologis.
C. Fase infark lama: Q patologis (QS atau Qr),
ST kembali isoelektrik, T normal atau
negative.

3) Muncul gelombang Q baru


Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa jam
sampai beberapa hari. Gelombang ini menandakan infark
miokard, syarat: lebar 0,04 detik, dalam 4mm atau 25%
tinggi R. Pada kebanyakan kasus, gelombang ini menetap seumur
hidup pasien.

10

Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG:


Lokasi

Lead

Perubahan EKG

Anterios ekstensif

V1-V6

ST elevasi, gelombang Q

Anteroseptal

V1-V4

ST elevasi, gelombang Q

Anterolateral

V4-V6

ST elevasi, gelombang Q

Posterior

V1-V2

ST depresi, Gelombang R tinggi

Lateral

I, aVL, V5, V6

ST elevasi, gelombang Q

Inferior

II, III, aVF

ST elevasi, gelombang Q

Ventrikel kanan

V4R, V5R

ST elevasi, gelombang Q

3. Cardiac Marker
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan
menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatinkinase MB (CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat
dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau
cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung
(infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara
serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
Paling spesifik untuk infark miokard
Troponin C Pada semua jenis otot
Troponin I & T Pada otot jantung
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah
dideteksi
b. Myoglobin
Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya
sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri
Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
Ditemukan pada otot, otak, jantung
Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
Ditemukan di seluruh jaringan
LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung,
normalnya LD2 > LD1
11

Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2


e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Spesifik untuk infark miokard

Cardiac Marker

Meningkat

Puncak

Normal

cTn T

3 jam

12-48 jam

5-14 hari

cTn I

3 jam

24 jam

5-10 hari

CKMB

3 jam

10-24 jam

2-4 hari

CK

3-8 jam

10-36 jam

3-4 hari

Mioglobin

1-2 jam

4-8 jam

24 jam

24-48 jam

3-6 hari

8-14 hari

LDH

Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:


Perbedaan

IV.

APTS

NSTEMI

STEMI

Nyeri dada

<15 menit

>15 menit

>15 menit

EKG

Normal/iskemik

iskemik

evolusi

Cardiac marker

normal

meningkat

meningkat

TERAPI AWAL
Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan nyeri
dada tipikal dengan kecurigaan SKA adalah:
1. Oksigenasi
Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami
cedera dan menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.
Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit
secara kanul hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG)
Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x
dengan interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah
pemberian pertama, dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 g/menit
(jangan lebih 200 g/menit).
Kontraindikasi: hipotensi
Manfaat:
12

memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;


menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel;
dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine

Dosis 2 4 mg intravena
Manfaat:
mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
menurunkan nadi dan tekanan darah.
Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.

4. Aspirin
Dosis yang dianjurkan ialah 160325 mg perhari, dan absorpsinya lebih
baik "chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin
suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau
muntah. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian
GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi
(ulkus gaster, asma bronkial).
Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan
TXA2, sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.
5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine
Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang
waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara
menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet,
sehingga menurunkan kejadian iskemi.
Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis dan
iskemia berulang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis
rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping:
netropenia, trombositopenia (jarang), purpura trombotik trombositopenia
perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan
Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah
13

komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak


terlepas dari adanya risiko perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral,
cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2
jam setelah pemberian obat dan 4060% inhibisi dicapai dalam 37 hari .
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic
Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA,
stroke) pada aterosklerosis.
V.

KOMPLIKASI, PROGNOSIS
Komplikasi:
Aritmia
Disfungsi ventrikel kiri
Hipotensi
Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Ruptur Jantung
o Disfungsi & Ruptur m. Papilaris
Prognosis:
Klasifikasi Killip pada AMI:
Klas

Definisi

Mortalitas (%)

Tak ada tanda gagal jantung kongestif

II

+ S3 dan/atau ronki basah

17

III

Edema paru

30-40

IV

Syok kardiogenik

60-80

Skoring resiko TIMI untuk SKA:


Usia >65 tahun

>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol , DM, rokok)

Diketahui PJK

Pemakaian ASA 7 hari terakhir

Angina berat (<24 jam)

petanda biokimia

Deviasi ST

1
14

Skor, resiko kematian/AMI


0/1
3%
2
3%
3
5%
4
7%
5
12%
6/7
19%

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sudoyo, Aru W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V.

2.

PAPDI: Jakarta.
Thaler, Malcolm S. 2000. Satu-satunya buku EKG yang Anda
Perlukan. Hipokrates: Jakarta.
15

3.
4.

PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut tanpa ST-Elevasi.


PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan ST-

5.
6.

Elevasi.
Wasid, H.A. 2003. Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
Herdanto, Dwi Yuda. 2009. 20 Penyakit Umum di Indonesia.

16

Anda mungkin juga menyukai