Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN

TUTORIAL SKENARIO B
BLOK X

DISUSUN OLEH

Kelompok Tutorial IX
Tutor : dr. Dwi Handayani, M.Kes.
Abi Rafdi
Akbar Rizky Wicaksana
Feliani
Helvie Rahmadaniati
M. Auzan Ridho
M. Tafta Zani
Patima Sitompul
Rahma Putri Utami
Rikka Wijaya
Sharah Aqila
Sherly Wahyuni

(04011281320013)
(04011381320003)
(04011281320027)
(04011181320071)
(04011381320075)
(04011381320061)
(04011181320069)
(04011181320103)
(04011281320037)
(04011381320063)
(04011181320091)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
TAHUN PELAJARAN 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penyusun bisa menyelesaikan tugas Laporan
Tutorial ini dengan baik.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas Tutorial
Skenario B Blok X yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Terima kasih tak lupa kami haturkan kepada dr. Dwi Handayani,
M.Kes yang telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihakpihak lain yang terlibat, baik dalam memberikan saran, arahan, dan
dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, oleh karena itu
kritik

yang

membangun

sangat

kami

harapkan

sebagai

bahan

pembelajaran dimasa yang akan datang.

Palembang,

September

2014
Penyusun

Kelompok Tutorial IX

DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ................................................................................
.............................2
DAFTAR
ISI ..............................................................................................
..........................3
SKENARIO
B ................................................................................................
.......................4
A. Klarifikasi
Istilah ................................................................................
.........................4
B. Identifikasi
Masalah .....................................................................................
...............5
C. Analisis
Masalah .....................................................................................
....................6
D. Keterkaitan

antar-

Masalah .....................................................................................
..22
E. Identifikasi Topik Pembelajaran (Learning Issue)
1. Plasmodium
falciparum ......................................................................
............22

2. Pemeriksaan
Fisik................................................................................
............28
3. Pemeriksaan
Laboratorium...................................................................
...........32
4. Pemeriksaan
Penunjang ......................................................................
...........34
5. Penyakit
Endemik..........................................................................
..................36
6. Malaria
Cerebral..........................................................................
....................50
F.

Kerangka
Konsep ..................................................................................
....................59

G.

KESIMPULAN ......................................................................
......................................59

DAFTAR
PUSTAKA ....................................................................................
........................60

SKENARIO B
4

Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan
tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu. Keluarga pasien
mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam
yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringkat. Pasien juga
mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak
nyaman pada perut serta diare. Selama sakit tidak ada keluhan bicara
pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Sebelumnya
didapatkan riwayat bepergian ke papua lebih kurang dua minggu sebelum
sakit. Tidak ada riwayat transfuse darah sebelumnya.
Pemeriksaan fisik :
TD 120/80 mmHg, nadi 98x/ menit, RR 20x/menit, T: 38 derajat celcius.
Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+) N, konjungtiva palpebral anemis,
sklera ikterik, kaku kuduk (-), thorax dalam batas normal, abdomen : lien
teraba S1
Pemeriksaan lab:
Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mm%, preparat darah tebal didapatkan delicate
ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasite 13.800/ul dan
preparat darah tipis hasil P. falciparum (+). Pemeriksaan penunjang yang
lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.

A. KLARIFIKASI ISTILAH
No.

Istilah

Kejang

2
3

Tidak sadar
Menggigil

Demam

Lesu
perasaan
sedih

Definisi
kaku dan menegang atau pengerutan otot yang
berlebihan diluar kehendak
keadaan kehilangan kesadaran
getaran tubuh secara involunter
setiap penyakit yang ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh
berasa lemah dan lelah
menderita, atau agoni disebaban oleh rangsangan
saraf khusus
pengeluaran tinja berair bekali- kali yang idak
normal
ketidakmampuan seseorang untuk mengucapkan

Diare

Bicara pelo

seuatu huruf atau menggantikan suatu huruf

Transfusi

dengan huruf lainnya


pemasuka darah lengkap atau komponen darah
5

secara langsung ke dalam aliran darah

darah
10
11
12

Kesadaran
GCS 9
Pupil isokor
RC
Konjungtiva
palpebral
anemis

penilaian untuk ukuran kesadaran


kesamaan ukuran pupil kedua mata
konjungtiva dan palpebra berwarna pucat
menandakan bahwa penderita menderita anemia

13

Sklera ikterik

14

Kaku kuduk

15
16

GDS
Delicate ring

17

Plasmodium
falciparum

warna kekuningan pada lapisan luar bola mata yang


disebabkan oleh hiperbilirubin dan pengendapan
pigmen empedu
sakit kepala dengan kaku otot seputar leher yang
dihubungkan dengan gangguan otot pericranium
dan terkait dengan stress , psikis dan biasanya
responsive terhadap obat bebas.
pemeriksaan gula darah sewaktu
cincin P. falciparum fase tropozoid
genus sporozoa yang bersifat parasite pada sel
darah merah hewan dan manusia yang
menyebabkan jenis malaria spesisfk

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan
tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu. (vvvv)
2. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu pasien
mengalami demam yang diikuti dengan perasaan menggigil dan
berkeringkat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada
tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare. (vvv)
3. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan
anggota gerak yang lemah sesisi.
4. Sebelumnya didapatkan riwayat bepergian ke papua lebih kurang
dua minggu sebelum sakit. Tidak ada riwayat transfuse darah
sebelumnya. (vv)
5. Pemeriksaan fsik : TD 120/80 mmHg, nadi 98x/ menit, RR
20x/menit, T: 38 derajat celcius. Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC
(+/+) N, konjungtiva palpebral anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-),
thorax dalam batas normal, abdomen : lien teraba S1 (v)
6. Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mm%, preparat darah tebal didapatkan
delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasite
13.800/ul

dan

preparat

darah

tipis

hasil

P.

falciparum

(+).

Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak


ada fasilitas.(v)

C. ANALISIS MASALAH
1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan
keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu.
Apa penyebab Andi kejang dan tidak sadar sejak 6 jam yang
lalu ?
Eritrosit yang mengandung P. falciparum cenderung bersifat
mudah melekat dengan eritrosit normal disekitarnya , sel
trombosit, dan endotel kapiler sehingga terjadi pembentukan
rosette dan penggumpalan di dalam pembuluh darah yang dapat
memperlambat sirkulasi darah. Hal-hal ini berperan dalam
menyebabkan peripheral pooling dan hipoksia jaringan. Hipoksia
menyebabkan

sel

otak

melakukan

respirasi

anaerob

dan

menyebabkan penimbunan asam laktat. Hal itu menyebabkan


kelainan

depolarisasi

neuron

sehingga

memicu

pelepasan

neurotransmitter asetil kolin secara terus menerus. Asetil kolin


secara terus menerus menyebabkan kejang.

Apa dampak dari kejang sejak 6 jam yang lalu?


Dampak dari kejang selama 6 jam ini dapat menyebabakan
semakin banyaknya sel otak yang akan rusak.

Apa saja klasifkasi kejang?


Kejang yang merupakan pergerakkan abnormal atau perubahan
tonus dan tungkai dapat diklasifkasikan menjadi 2 bagian yaitu :
a.
Kejang Pasrsial Sederhana
Kesadaraan tidak terganggu dapat mencangkup satu atau
lebih hal berikut ini:
Tanda motoris : kedutan padah wajah, tangan, atau salah satu
sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama. Tanda atau
gejala otonomik : muntah, berkeringat, muka-merah, dilatasi
pupil.

Gejala

somatosensoris

atau

sensoris

khusus

mendengar music, merasakan seakan

jatuh dari udara,

paresthesia.
Gejala psikik : dejavu, rasa takut, visi panoramic.
b.
Kejang Parsial Kompleks
Terdapat

gangguan

sebagai

kejang

kesadaran,

parsial

walaupun

simpleks,

dapat

pada

awalnya

mencangkup

otomatisme atau gerakan otomatik : mengecapngecapkan


bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang
pada tangan, dan gerakan tangan lainya. Dapat tanpa
otomatisme tatapan terpaku.

Apa saja tingkat kesadaran?


a.
Compos Mentis. kesadaran penuh
b. Apatis Kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk tetapi
mudah dibangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran,
serta perabaan normal.
c. Somnolent Kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang,
dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila rangsangan
berhenti pasien tidur lagi.
d. Sopor Kesadaran yang

dapat

dibangunkan

dengan

rangsangan kasar dan terus menerus.


e. Sopora coma Reflek motoris terjadi hanya bila dirangsang
nyeri.
f. Coma

Tidak

ada

reflek

motoris

sekalipun

dengan

rangsangan nyeri.

Bagaimana mekanisme kejang?


Kejang diakibatkan adanya keadaan anemia dan membuat
keadaan hipoksia dan iskemik di jaringan. Akibatnya mekanisme
kejang akibat kekurangan oksigen di sel dan jaringan otot
terjadi. Hipoksia menyebabkan sel otak melakukan respirasi
anaerob yang akan memacu terbentuknya asam laktat, sehingga
terjadi asidosis metabolic (Ph turun). Kemudian akibat keadaan
hipoksia ini kerja Na-K ATPase pun terganggu yang dapat
menyebabkan kelainan depolarisasi neuron sehingga memacu
pelepasan neurotransmitter asetil kolin secara terus menerus.

Pelepasan neurotransmitter asetil kolin secara terus menerus


tersebut menyebabkan kejang.
Penelitian

Dobbie

dkk

menunjukkan

pada

pasien

malaria

serebral terdapat peningkatan kadar asam quinolinik yang


merupakan eksitotoksin endogen( toksik yang bersifat eksitasi /
merangsang ) yang dihasilkan oleh mikroglia ( turunan sel
makrofag / monosit di jaringan otak ) akibat rangsangan sitokin.
Toksin

ini

merupakan

agonis

reseptor

glutamat

NMDA,

perangsangan reseptor berlebihan dapat menyebabkan kejang,


pembengkakan neuron reversibel karena influks natrium, dan
disintegrasi neuron karena influks kalsium yang berlebihan ;
mungkin hal ini dapat menerangkan mekanisme gejala malaria
serebral pada anak yaitu konvulsi, edema serebri reversibel dan
kerusakan / sekuele neurologik permanen. sekuele neurologik
permanen.

Bagaimana mekanisme tidak sadar?


Penurunan kesadaran terjadi merupakan akibat dari kejang
demam yang dialami Tn. Andi. Pada prosesnya, kenaikan suhu
tubuh dapat mengakibatkan adanya perubahan keseimbangan
membran neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion
Kalium dan ion Natrium melalui membran, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini
demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
9

ke membran sel tetangga dengan perantaraan neurotransmiter


sehingga terjadi kejang. Lepasnya muatan listrik yang besar ini
juga mempengaruhi neuron lain pada bagian paroksismal dan
mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan intracranial. Neuron
yang terganggu pada bagian proksismal cranial inilah yang
menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.
Apa hubungan antar kejang dan tidak sadar?
Hubunganya, tidak sadar itu terjadi karena eritrosit yang
membentuk
sehingga

roset

dan

menggumnpal

memperlambat

sirkulasi

di

pembuluh

darah

akibatnya

darah
terjadi

gangguan otak, karena sirkulasi nya lambat menyebabkan


pasokan

oksigen

ke

otak

menurun

hipoksia)

yang

menyebabkan sel otak melakukan respirasi anaerob, sehingga


terbentuk asam laktat dan terjadi asidosis metabolik (PH turun)
dan kerja Na-K ATPase terganggu (kerja pompa Na/K menurun)
menyebabkan kelainan depolarisasi yang memacu pelepasan
neurotransmitter asetil colin secara terus menerus sehingga
terjadinya kejang.
Bagaimana penatalaksanaan kejang dan tidak sadar?
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan menaikan
metabolisme
meningkat

basal
20%.

10-15%
Pada

dan

seorang

kebutuhan
anak

oksigen

berusia

akan
tahun,

sirkulasiotak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan


orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu,

dapat

terjadi

perubahan

keseimbangan

dari

membransel neuron,dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi


ion

maupun

Na

melalui

membran.

Perpindahan

ini

mengakibatkan lepas muatan listrik yang besar, sehingga


meluas ke membran sel lain melalui neurotransmitter, dan
terjadilah kejang.
2. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu
pasien mengalami demam yang diikuti dengan perasaan
10

menggigil dan berkeringkat. Pasien juga mengeluh lesu,


nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak
nyaman pada perut serta diare.

Apa tipe demam pada kasus ini?


Demam ini disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala
demam timbul intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini
paling

sering

menjadi

malaria

berat

yang

menyebabkan

kematian. Pada tipe demam intermitten, suhu badan turun ke


tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana
dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan
dmam disebut kuartana

Mengapa demamnya terjadi sejak 10 hari yang lalu?


Karena Tn. Andi sebelumnya sudah berpergian ke Papua dimana
wilayah endemik malaria, sejak 10 hari

yang lalu merupakan

masa tahap inkubasi masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh


yang peka terhadap penyakit, seperti species parasit yaitu
Plasmodium falciparum sehingga timbulah gejala-gejala yang
dialami oleh Tn. Andi tersebut.

Bagaimana mekanisme dari:


a. Demam dan Menggigil
Demam periodic yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon
matang (sporulasi). Demam khas malaria teridiri atas 3
stadium, yaitu menggigil (15 menit-1 jam), puncak demam ( 26 jam) dan berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda secara
berahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit
dalam tubuh dan ada respon imun. Gejala-gejala klasik umum
yaitu

terjadinya

trias

malaria

(malaria

proxym)

secara

berurutan:
Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita
sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada
saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai
11

sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung


antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperatur

Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi
cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40 oC atau
lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat,
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, muntah-muntah dan dapat
terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase
dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat.
b.

Berkeringat
Periode Berkeringat.
Pada periode ini penderita berkeringat banyak sekali sampaisampai

tempat

tidurnya

basah.

Temperatur

turun

dan

penderita merasa capek dan biasanya dapat tidur nyenyak.


Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada
gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.
Gejala-gejala yang disebutkan di atas tidak selalu sama pada
setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur
dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada
malaria

tropika.

Hal

ini

disebabkan

oleh

adanya

kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan sison). Untuk


berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak,

12

hati

dan

ginjal

sehingga

menyebabkan

tersumbatnya

pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut.


c.

Lesu
Lesu dalam skenario ini disebabkan oleh anemia. Anemia yang
terjadi pada skenario ini disebabkan oleh :
1. Plasmodium (merozoit) yang menginvasi eritrosit akan
merombak Hb dan menghasilkan digesti berupa asam
amino globin dan cincin hematin (feriprotoporfrin IX).
Asam

amino

globin

akan

digunakan

untuk

menyusuntubuh plasmodium sehingga menjadi tropozoit, s


edangkan cincin hematin yang tidak terpakai akan menjadi
hemozoin (pigmen kuning kecoklatan-hitam), nah prosesini
kemudian menyebabkan eritrosit pecah, dan hemozoin (zat
toksik) akan keluardan memicu respon demam. Banyaknya
sel darah merah yang pecah akibat pertumbuhan aseksual
parasit ini menyebabkan anemia.
2. Membran sel yang abnormal pada eritrosit yang terinfeksi
dan tidak. Membran sel yang abnormal akibat infeksi
plasmodium

menyebabkan

magnesium-activated

ATP-ase

terjadinya
pada

hambatan

eritrosit

yang

menyebabkankegagalan pompa sodium, sehingga terjadi


hiponatremia pada sel, akibatnyakontraksi otot berkurang.
Selain

itu

tejadi

penurunan

interaksi

hemoglobin

dandinding sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya


deformitas eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.
3. Membran
eritrosit
yang
tidak
terinfeksi
juga
mengalami perubahan sehingga terjadi bentuk rosette (ber
gerombolnya eritrosit yang berparasit

dengan

eritrosit

lainnya).
Terjadi peningkatan asam laktat, peningkatan rasio laktat/
piruvat, depresi respirasi mitokondria. Kekurangan oksigen
menyebabkan

fase

recoveryuntuk

menghilangkan

penumpukan asam laktat pun menjadi lambat. Hal itu


menyebabkan tubuh menjadi lesu karena asam laktat
13

benar-benar

terakumulasi,dan

pembentukan

ATP

terhambat.
b.

Nyeri kepala
Nyeri kepala yang dialami oleh Tn. Andi merupakan dampak
dari infeksi eritrosit oleh parasit Plasmodium falciparum.
Parasit ini akan mengeluarkan antigen GP1 yang merangsang
makrofag

sebagai

sistem

pertahan

tubuh

pertama

mengeluarkan zat pirogen. Zat pirogen ditransmisikan ke


hipotalamus otak dan memacu pengeluaran asam arakidonat.
Penumpukan Asam Arakidonat akan menimbulkan terjadinya
sistesis PGI2. Proses inilah yang membuat kepala pasien yang
terinfeksi parasit akan terasa nyeri.
c.

Nyeri tulang dan sendi


Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi
dari pirogeneksogen yang telah mengenali bakteri maupun
jamur

yang

masuk

ke

dalam

tubuh.

Virus

pundapat

menginduksi pirogen endogen melalui sel yang terinfeksi.


Tidak hanya mikroorganisme; inflamasi, trauma, nekrosis
jaringan,

dan

kompleks

antigen-antibodipun

mampu

menginduksi pirogenendogen. Pirogen eksogen dan endongen


akan berinteraksi dengan endotel dari kapiler-kapiler di
circumventricular

vascular

organ

sehingga

meembuat

konsentrasi prostaglandin-E2 (PGE2) meningkat. PGE2 yang


terstimulus tidak hanya yang di pusat, tetapi juga PGE2 di
perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu hipotalamus
untuk meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu
menimbulkan rasa nyeri ditubuh (Kasper, 2005).
d.

Rasa tidak nyaman pada perut


Sekuetrasi (tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh
kapiler alat dalam tubuh) paling banyak dideposit pada
pembuluh darah otak akan tetapi dari hasil autopsi ditemukan
bahwa sekuestrasi tidak terjadi secara merata di dalam tubuh,
dan jumlah yang paling banyak adalah pada sitokin otak,
14

namun juga terjadi di jantung, mata, hati, ginjal, intestinal,


dan jaringan lemak. Dari hasil yang menuju kepada intestinal
ini yang akan menyebabkan peningkatan kontraksi pada kolon
yang mengakibatkan tidak enak perut dan diare.
e.

Diare ringan
Parasit P.falciparum masuk ke RBC > toxin dikeluarkan sebagai
reseptor di usus > melekat pada eritrosit (sel absortif usus) >
merusak eritrosit > enzim intrasel usus meningkat > diare

3. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada
keluhan anggota gerak yang lemah sesisi.
Apa makna tidak ada keluhan bicarca pelo dan tidak ada keluhan
anggota gerak?
Hal tersebut menunjukkan bahwa Tn. Andi tidak mengalami
gangguan neurologis. Berbicara pelo terjadi karena kelumpuhan
otot-otot lidah , dapat berkaitan dengan gangguan/kerusakan
syaraf cranial XII. Tn. Andi tidak berbicara pelo menunjukkan tidak
adanya kerusakan syaraf otot lidah
4. Sebelumnya didapatkan riwayat bepergian ke papua lebih
kurang

dua

minggu

sebelum

sakit.

Tidak

ada

riwayat

transfuse darah sebelumnya.


Apa hubungan bepergian ke papua selama dua minggu dengan
kasus ini?
Papua merupakan daerah endemis malaria dengan didukung
keadaan geografs yang lembab yang merupakan tempat yang
baik bagi nyamuk berkembang biak, Hal ini memungkinkan Tn.
Andi terkena malaria dan menyebabkan gejala-gejala tersebut
muncul.
Apa saja penyakit endemic yang terdapat di Papua?
Malaria, Penyakit kulit, diare, TB paru, Ispa, HIV/ AIDS, dll.
Apa hubungan riwayat transfuse darah dengan kasus ini?
Tidak adanya riwayat transfuse darah menandakan bahwa Andi
terineksi P. falciparum bukan karena penularan secara mekanik,

15

tetapi penularan secara alamiah yaitu melalui gigitan nyamuk


anopheles secara langsng.
5. Pemeriksaan fisik : TD 120/80 mmHg, nadi 98x/ menit, RR
20x/menit, T: 38 derajat celcius. Kesadaran GCS 9, pupil
isokor RC (+/+) N, konjungtiva palpebral anemis, sklera
ikterik, kaku kuduk (-), thorax dalam batas normal, abdomen
: lien teraba S1
Bagaimana interpretasi pemeriksaan fsik?
a. TD 120/80 mmHg : Normal (120/80 mmHg)
b. Nadi 98x/menit : normal (mendekati tinggi ), normal : 60c.
d.
e.
f.
g.

100x/menit
RR 20x/menit : normal (18-24x/menit)
Temperature 38 C : tinggi , normal : 36,5 37,5 C
Kesadaran GCS 9 = penurunan kesadaran, normal : 11
Pupil Isokor RC (+/+)N : Normal
Konjungtiva Palpebral Anemis : tidak normal, Kurangnya Hb
dalam darah yang dikarenakan penurunan eritrosit, sedangkan
darah yang ada di perifer di pasokkan ke organ organ vital

h.
i.
j.
k.

sehingga pasokan
Sklera Iterik : tidak normal ; adanya bilirubin unconjugated.
Kaku kuduk (-) : normal (-)
Thorax dalam batas normal
Abdomen : Lien teraba SI :Lien terjadi pembesaran palpasi pd
arcus costae sinistra.

Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan fsik?


a. GCS 9 > delirium, yaitu gelisah, memberontak, berhalusinasi,
kadang berkhayal-khayal.
b. Konjungtiva palpebra anemis > tidak normal, kurangnya Hb
dalam darah dikarenakan berkurangnya eritrosit, sehingga
darah yang ada di perifer harus dipasokkan ke organ organ
vital menyebabkan darah di perifer berkurang
c. Sclera ikterik > tidak normal, adanya bilirubin unconjugated
d. Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan sclera akibat
kelebihan bilirubin dalam darah
e. Lien teraba S1 (schuffner 1)
f. Splenomegali adalah pembesaran limfa yang merupakan gejala
khas malaria. Limfa mengalami kongesti, menghitam dan
menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan
16

jaringan

ikut

bertambah.

Pembesaran

limfa

terjadi

pada

beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien


teraba dibawah arcus crista kiri, lekukan pada batas anterior.
Jika lien membesar lebih lanjut terdorong ke bawah kanan,
mendekati umbiloicus dan fossa iliaca dextra.
Bagaimana teknik pemeriksaan fsik?
a. Pemeriksaan Tanda Vital
Mengukur Tekanan Darah
Perhatikan karakteristik suara aliran darah dalam arteri berikut :
Bunyi Korothkof I : Bunyi yang pertama terdengar lemah,
nadanya agak tinggi, terdengar tak-tek.( Suara sistol )
Bunyi Korothkof II : Adanya bunyi seperti K I, tapi disertai bising,
terdengar tekss..,atau tekrd
Bunyi Korothkof III : Adanya bunyi yang berubah menjadi keras,
nada rendah tanpa bising, terdengsr deg..deg
Bunyi Korothkof IV : Saat bunyi jelas seperti K III melemah
Bunyi Korothkof V : Saat bunyi menghilang ( Suara Diastol )
Mengukur Denyut Nadi Per Menit
meraba nadi radial yang termudah, bilatidak teraba nadi carotid
atau apical, pada bayi nadi temporal.
Menghitung Frekuensi Pernafasan Permenit
dengan menyilangkan tangan klien di dada amati pergerakan
dinding dada klien.
Mengukur suhu tubuh
pada orang dewasa pada axillar, pada bayi dan anak pada
rectal atau oral, dan pada kondisi yang memerlukan tingkat
akurasi yang tinggi pada orang dewasa bisa per-oral atau perrektal
b.

Pemeriksaan Abdomen
1. Palpasi
Palpasi Lien: Posis pasien tetap telentang, buatlah garis
bayangan Schuffner dari midclavikula kiri ke arcus costaemelalui umbilicus berakhir pada SIAS kemudian garis dari
arcus costae ke SIAS di bagi delapan. Dengan Bimanual
lakukan palpasi dan diskrisikan nyeri tekan terletak pada
garis Scuffner ke berapa ?( menunjukan pembesaran lien )

17

6.

Pemeiksaan lab :Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mm%, preparat


darah

tebal

berbentuk

didapatkan

pisang,

delicate

kepadatan

ring

parasite

dan

gametosit

13.800/ul

dan

preparat darah tipis hasil P. falciparum (+). Pemeriksaan


penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada
fasilitas.
Bagaimana interpretasi pemeriksaan lab?
1. HB dan GDS
Hasil Pemeriksaan Kadar
Lab
Hb 4,6mg/dl
GDS 145 mm%

Normal

(Laki- Interpreta

Laki Dewasa)
13,5-18 mg/dl

si
Tidak

<180 mm%

normal
Normal

2. Preparat tebal
Pada preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan
gametosit bentuk pisang. Delicate ring menandakan adanya
parasit Plasmodium falciparum dalam stadium tropozoit,
sedangkan gametosit bentuk pisang menandakan adanya
Plasmodium

falciparum

dalam

stadium

gametosit

(makrogametosit).
Indikasi hasil pemeriksaan preparat darah tebal pada pasien;
(+) jika ditemukan fase aseksual plasmodium
(-) jika tidak ditemukan fase aseksual plasmodium
Pada preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan
gametosit berbentuk pisang, hal ini menandakan pada darah
pasien positif terdapat bakteri Plasmodium falciparum.
3. Preparat tipis
Pada preparat darah tipis hasil P. falciparum (+), yang
menandakan bahwa ada jenis parasit falciparum dalam darah
Tn. Andi yang dapat menandakan adanya infeksi malaria
Falciparum (tropica).

Bagaimana mekanisme mekanisme abnormal pemeriksaan lab?


Hb menurun karena penigkatan infeksi oleh plasmodium sehingga
eritosit lisis

18

Bagaimana ciri- ciri P. falciparum?


a. Tropozoit muda : 1. Bentuk cincin dengan inti yang kecil dan
sitoplasma yang halus, 2. Seringkala cincin mempunyai 2 inti, 3.
Banyak sekali cincin disertai tingkat parasit yang lebih tua.
b. Tropozoit Dewasa : 1. Vakuole cincin sering tidak ada atau
hampir tidak ada, 2. Parasit sangat kecil dan kompak, 3.
Sitoplasma biasanya pucat, oval, atau bulat tidak teratur. 4.
Sebuah inti yang besar kumpulan pigmen yang berkabut atau
kelompok yang sangat gelap kira kira sebesar inti. 5. Biasanya
hanya dijumpai pada infeksi berat saja, dimana terlihat bentuk
yang banyak jumlahnya.
c. Skizon muda : 1. Tingkat ini jarang terlihat dan biasanya
bersama sama dengan sejumlah besar tropozoit sedang
berkembang. 2. Parasit sangat kecil dengan 2 inti atau lebih dan
sedikit sekali sitoplasmanya sering berwarna pucat. 3. Pigmen
terdiri dari satu kelompok kecil atau lebih, padat dan berwarna
gelap sekali.
d. Skizon dewasa : 1. Selalu bersamaan dengan banyak bentuk
cincin 7 kali, 2. Biasanya mempunyai kira kira 20 atau lebih
merozoit kecil yang berkumpul disekitar satu kelompok kecil,
pigmen yang berwarna gelap sekali.
e. Gametosit dewasa : 1. Bentuk pisang atau biji kacang kedele, 2.
Pada bagian yang tebal dari sediaan, dapat berbentuk bulat,
bujur telur atau kelihatan agak rusak, 3. Dapat bersama sama
bentuk cincin atau tanpa cincin.

Bagaimana siklus hidup P. falciparum?


a. Siklus hidup pada manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk ke
dalam peredaran darah selama kurang lebih jam. Setelah itu
sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10 00030 000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut
siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2
minggu.Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan
19

masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di


dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium
tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya).
Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar
akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus
eritrositer.Siklus

eritrositer

ini

menyebabkan

timbulnya

gejala

malaria.Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang


menginfeksi sel darah merah akanmembentuk stadium seksual
(gametosit jantan dan betina).
b. Siklus hidup pada nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap

darah

yang

mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan


betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang
menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk.
Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista
dan selanjutnya menjadi sporozoit, dan bermigrasi ke kelenjar air
liur nyamuk. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia.

Apa

ciri

demam yang

disebabkan

oleh P.

falciparum

(yang

membedakannya dengan plasmodium lain)?

Demam yang disebabkan oleh P.Falciparum merupakan demam tinggi


yang mendadak timbul disertai gejala ikutan lain seperti menggigil, dan
berkeringat.

Dalam

kebanyakan

kasus,

infeksi

bakteri

ini

dapat

menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.

Apa saja pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan pada


kasus?
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
b. tes antigen
c. tes serologi
d. pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction )

Bagaimana cara penularan P. falciparum?

20

Patogenesis malaria falsifarum dipengaruhi oleh faktor parasit dan


faktor pejamu (host). Yang termasuk faktor parasit adalah intensitas
transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Yang masuk ke
dalam faktor pejamu (host) adalah tingkat endemisitas daerah
tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi.
Parasit dalam eritrosit mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin
pada 24 jam pertama dan satdium matur pada 24 jam kedua.
Permukaan EP stadiumm cincin akan menampilkan antigen RESA
yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur, Permukaan
membran EP Stadium matur akan mengalami penonjolan dan
membentuk knob dengan histidin Rich-protein-I sebagai komponen
utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan
dilepaskan toksin malaria berupa GPI (GlikosilPosfatidilinasitol) yang
merangsang pelepasan TNF alfa dan interleukin-I (IL-I) dari makrofag

Bagaimana cara pencegahan penularan penyakit yang disebabkan


oleh P. falciparum?
1. Usahakan tidur dengan kelambu, memberi kawat kasa, memakai
obat nyamuk bakar, menyemprot ruang tidur, dan tindakan lain
untuk mencegah nyamuk berkembang di rumah.
2. Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di
daerah endemis malaria.
3. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang
tidur, semak-semak sekitar rumah, genangan air, dan kandangkandang ternak.
4. Memperbanyak jumlah ternak seperti sapi, kerbau, kambing,
kelinci dengan menempatkan mereka di luar rumah di dekat
tempat nyamuk bertelur.
5. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah
dan parit. Atau dengan memberi sedikit minyak pada air yang
tergenang.
6. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman
kering atau pengeringan sawah secara berkala
7. Menyemprot rumah dengan DDT.

Apa hubungan umur dan jenis kelamin dengan infeksi P. falciparum?


21

a. Umur
Anak-anak lebih rentan terhadap penyakit malaria dibandingkan
orang dewasa. Anak-anak usia kurang dari 5 tahun adalah kelompok
terbanyak yang berisiko terhadap malaria. Pertahanan tubuh
terhadap malaria yang diturunkan penting untuk melindungi anak
kecil atau bayi karena sifat khusus eritrosit yang relative resisten
terhadap masuk dan berkembang biaknya parasit malaria.
b. Jenis kelamin
Infeksi parasit plasmodium dapat menyerang semua masyarakat
dari segala golongan termasuk golongan yang paling rentan seperti
wanita hamil. Hasil penelitan Gomes (2001) menyatakan bahwa ibu
hamil yang anemia kemungkinan 8,56 kali menderita malaria
falsiparum dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak anemia.

Apa diagnosis sementara berdasarkan pemeriksaan fsik dan lab?


Diagnosisnya berdasarkan pemeriksaan fsik dan laboratorium yaitu
Tn.Andi mengalami demam malaria

Bagaimana penatalaksaan penyakit yang disebabkan P. falciparum?


Tindakan dan Pengobatan:
a. Memutus rantai penularan dengan memilih mata rantai yang
paling lemah. Mata rantai tersebut adalah penderita dan nyamuk
malaria.
b. Seluruh penderita yang memiliki tanda-tanda malaria diberi
pengobatan pendahuluan dengan tujuan untuk menghilangkan
rasa sakit dan mencegah penularan selama 10 hari. Pengobatan
penyakit malaria tidak selalu mudah, apalagi jika penyakit yang
diderita sudah semakin memberat. Klorokuin fosfat (Aralen)
adalah obat pilihan untuk semua parasit malaria kecuali untuk
strain Plasmodium klorokuin. Meskipun hampir semua strain P.
malariae rentan terhadap klorokuin, P. falciparum, P. vivax, dan
bahkan beberapa strain P. ovale telah dilaporkan resisten
terhadap klorokuin.

Namun ada beberapa penderita yang

resisten dengan pemberian Chloroquine, maka beberapa dokter


akan

memberikan

antimalaria

lainnya

seperti

Artesunate22

Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine, Artesunatpiperquine, Artemether-lumefantrine, dan Dihidroartemisininpiperquine. Penatalaksanaan malaria dapat diberikan tergantung
dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara
lain salah satunya adalah malaria tropika: Kombinasi sulfadoksin
1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal
sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik
seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan
aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.
c. Bagi penderita yang dinyatakan positif menderita malaria
setelah diuji di laboratorium, akan diberi pengobatan secara
sempurna.
d. Bagi orang-orang yang akan masuk ke daerah endemis malaria
seperti para calon transmigran, perlu diberi obat pencegahan.
pencegahan malaria dengan mengkonsumsi antimalaria dengan
beberapa pilihan antara lain mefloquine, atovakuon/proguanil,
dan doksisiklin.

D. KETERKAITAN ANTAR MASALAH

23

E. LEARNING ISSUE
Plasmodium falciparum
Plasmodium falciparum mempunyai klasifkasi sebagai berikut:
Kingdom

: Haemosporodia

Divisio : Nematoda
Subdivisio

: Laveran

Kelas

: Spotozoa

Ordo

: Haemosporidia

Genus

: Plasmodium

Species : Falcifarum
Plasmodium

falciparum adalah protozoa parasit,

salah

satu

spesies Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia.


Protozoa

ini

masuk

melalui nyamukAnopheles betina. P.

pada

tubuh

manusia

falciparum menyebabkan

infeksi

paling berbahaya dan memiliki tingkat komplikasi dan mortalitas malaria


tertinggi. Nama penyakit yang di akibatkan oleh Plamodium Falciparum
adalah malaria falsiparum atau serting di sebut malaria tropikana.
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles
betina menjadi hopses defnitifnya atau merupakan vektornya. Parasit ini
ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di
Indonesia parasit ini terbesar di seluruh kepulauan. P. falciparum, salah
satu

organisme

penyebab

malaria,

merupakan

jenis

yang

paling

berbahaya dibandingkan dengan jenis plasmodium lain yang menginfeksi


manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Saat ini, P. falciparum
merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak
diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan angka
kesakitan dan kematian pada manusia.

Morfologi Plasmodium falciparum


Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang

ditimbulkannya

dapat

menjadi

berat

dan

menyebabkan
24

kematian.Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase


preritrosit saja; tidak ada fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat
dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran 30 pada hari
keempat setelah infeksi.
Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000
bentuk cacing stadium trofosoit muda Plasmodium falciparum sangat kecil
dan halus dengan ukuran 1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin
dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk
accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam
satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin
dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam
eritrosit yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia,
kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan pada Plasmodium falciparum
dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.
Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih
besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang setengah diameter
eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae.
Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium
perkembangan

siklus

aseksual

berikutnya

pada

umumnya

tidak

berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus brat (perniseosa)

Siklus hidup Plasmodium falciparum


Daun / Siklus Hidup Plasmodium Falciparum Vivax Malariae Ovale

Siklus hidup Plasmodium ditemukan oleh Ronald Ross dan Grassi.


Reproduksi secara aseksual terjadi di dalam tubuh manusia secara
skizogoni (pembelahan diri dalam tubuh inang tetap) dan pada tubuh
nyamuk Anopheles betina secara sporogoni (pembentukan spora pada
inang sementara). Sedangkan reproduksi secara seksual terjadi melalui
peleburan gamet. Ketika nyamuk Anopheles betina menggigit manusia,
maka air liur nyamuk tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia.
25

Dalam air liur tersebut terkandung zat anti pembekuan darah dan sel-sel
Plasmodium yang

disebut sporozoit. Sporozoit

selanjutnya

akan

ikut

dalam aliran darah menuju ke sel hati. Dalam sel hati, sporozoit
melakukan

pembelahan

berkalikali membentuk

merozoit.

Merozoit

selanjutnya akan menginfeksi sel darah merah hingga rusak dan pecah.
Merozoit-merozoit tersebut sebagian akan menginfeksi sel darah merah
lainnya, dan sebagian lagi akan membentuk gametosit.
Ketika

berada

dalam

dinding

usus

nyamuk

Anopheles

betina, gametosit akan menghasilkan gamet jantan (makrogametosit)


dan gametosit betina (mikrogametosit). Jadi, gametosit akan masuk
kembali ke

dalam

menghisap darah

tubuh

manusia

nyamuk
yang

telah

ketika

nyamuk

terinfeksi.

Setelah

tersebut
terjadi

pembuahan, maka terbentuklah zigot yang selanjutnya tumbuh menjadi


oosit, dan oosit akan tumbuh membentuk sporozoit kembali. Bentuk parasit
pada sediaan darah tipis

a. Bentuk cincin (tropozoit awal)


1. Ukuran 1/5 dari eritrosit
2. Bentuk cincin sangat halus
3. Kromatin titiktitik halus sering kali dua
4. Bentuk accole sering
5. Pigmen pada stadium ini tidak ada
b. Tropozoit sedang berkembang
1. Jarang terlihat pada darah perifer
2. Mempunyai ukuran kecil
3. Bentuk padat
4. Vakuola tidak di kenal
5. Kromatin titik-titik atau batang-batang
6. Berpigmen bentuk kasar
7. Warna hitam, jumlah sedang
8. Penyebran terkumpul dalam dua kelompok
c. Sison imature(muda)
1. Jarang terlihat pada darah perifer
2. Ukuran hampir mengisi eritrosit
26

3. Bentuk padat
4. Kromatin banyak berupa massa irreguler
5. Pigmen tersebar
d. Sison matur(tua)
1. Jarang terlihat dalam darah perifer
2. Ukuran hampir mengisi erytrosit
3. Bentuk berpigmen
4. Merozoit 32, rata-rata 24 berukuran kecil
5. Pigmen tersebar
e. Makrogametosit
1. Jumlah dalam darah banyak
2. Ukuran lebih besar dari pada erytrosit
3. Bentuk bulan sabit ujung runcing/ bulat
4. Sitoplasma biru tua
5. Kromatin melebar halus
6. Pigmen granula-granula hitam tersebar
f. Mikrogametosit
1. Waktu timbul 7-12 hari

2.

Jumlah dalam darah banyak

3.

Ukuran lebih besar dari pada erytrosit

4.

Bentuk seperti pisang (ginjal)

5.

Sitoplasma biru kemerahan

6.

Kromatin granula kasar terkumpul

7.

Pigmen granula hitam, inti bulat

Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria.


Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup,

berkembangbiak dan menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi


pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih
tinggi yang masih dapat ditoleransi. Resistensi P.falciparum terhadap obat
malaria golongan 4 aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin untuk
pertama kali ditemukan pada tahun 1960 -1961 di Kolombia dan Brasil.
27

Kemudian secara berturut-turut ditemukan di Asia Tenggara, di Muangthai,


Kamboja, Malaysia, Laos, Vietnam, Filifna. Di Indonesia ditemukan di
Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976), Sumatera Selatan (1978),
Timor Timur (1974), Jawa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981).
Focus resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive
dibeberapa tempat di daerah tersebut. Bila resistensi P.Falciparum
terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan.
Tindakan dan Pengobatan:
a. Memutus rantai penularan dengan memilih mata rantai yang paling
lemah. Mata rantai tersebut adalah penderita dan nyamuk malaria.
b. Seluruh penderita yang memiliki tanda-tanda malaria diberi
pengobatan pendahuluan dengan tujuan untuk menghilangkan rasa
sakit dan mencegah penularan selama 10 hari. Pengobatan penyakit
malaria tidak selalu mudah, apalagi jika penyakit yang diderita
sudah semakin memberat. Klorokuin fosfat (Aralen) adalah obat
pilihan

untuk

semua

parasit

malaria

kecuali

untuk

strain

Plasmodium klorokuin. Meskipun hampir semua strain P. malariae


rentan terhadap klorokuin, P. falciparum, P. vivax, dan bahkan
beberapa

strain

P.

ovale

telah

dilaporkan

resisten

terhadap

klorokuin. Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan


pemberian Chloroquine, maka beberapa dokter akan memberikan
antimalaria lainnya seperti Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine,
Artesunate-amodiaquine,

Artesunat-piperquine,

Artemether-

lumefantrine, dan Dihidroartemisinin-piperquine. Penatalaksanaan


malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut
Tjay & Rahardja (2002) antara lain salah satunya adalah malaria
tropika: Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per
tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg
selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama
7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.
c. Bagi penderita yang dinyatakan positif menderita malaria setelah
diuji di laboratorium, akan diberi pengobatan secara sempurna.
d. Bagi orang-orang yang akan masuk ke daerah endemis malaria
seperti para calon transmigran, perlu diberi obat pencegahan.
28

pencegahan malaria dengan mengkonsumsi antimalaria dengan


beberapa pilihan antara lain mefloquine, atovakuon/proguanil, dan
doksisiklin.

Tindakan-tindakan Pencegahan:
a. Usahakan tidur dengan kelambu, memberi kawat kasa, memakai
obat nyamuk bakar, menyemprot ruang tidur, dan tindakan lain
untuk mencegah nyamuk berkembang di rumah.
b. Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah
endemis malaria.
c. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur,
semak-semak sekitar rumah, genangan air, dan kandang-kandang
ternak.
d. Memperbanyak jumlah ternak seperti sapi, kerbau, kambing, kelinci
dengan menempatkan mereka di luar rumah di dekat tempat
nyamuk bertelur.
e. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan
parit.

Atau

dengan

memberi

sedikit

minyak

pada

air

yang

tergenang.
f. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman
kering atau pengeringan sawah secara berkala
g. Menyemprot rumah dengan DDT.

Proses Penularan Penyakit Malaria


Penularan

parasit

plasmodium

kepada

manusia

adalah

melalui

nyamuk anopheles betina. Ketika nyamuk menggigit seseorang yang


terinfeksi malaria, nyamuk tersebut menyedot parasit yang disebut
gametocytes. Parasit tersebut menyelesaikan siklus pertumbuhannya di
dalam tubuh nyamuk dan kemudian merambat ke kelenjar ludah nyamuk.
Pada saat menggigit anda, nyamuk ini menyuntikan parasit ke aliran
darah anda. Menuju hati kemudian melipat gandakan diri. Bentuk
penularan lain yang dapat terjadi dapat berupa penularan dari wanita
hamil ke janin. Malaria juga dapat menular melalui transfusi darah.
Faktor Risiko Terkena Malaria
29

Mereka yang memiliki imunitas rendah terhadap malaria memiliki risiko


yang lebih besar. Hal ini berlawanan dengan mereka yang tinggal di
daerah endemik karena telah memiliki imunitas terhadap malaria. Mereka
yang berisiko mengalami malaria antara lain:
a.

Anak-anak dan bayi

b.

Pelancong yang datang dari wilayah tanpa malaria

c.

Wanita hamil dan janinnya

Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Tanda Vital
Mengukur Tekanan Darah Perhatikan karakteristik suara aliran darah
dalam arteri berikut :
Bunyi Korothkof I : Bunyi yang pertama terdengar lemah,
-

nadanya agak tinggi, terdengar tak-tek.( Suara sistol )


Bunyi Korothkof II : Adanya bunyi seperti K I, tapi disertai

bising, terdengar tekss..,atau tekrd


Bunyi Korothkof III : Adanya bunyi yang berubah menjadi

keras, nada rendah tanpa bising, terdengsr deg..deg


Bunyi Korothkof IV : Saat bunyi jelas seperti K III melemah
Bunyi Korothkof V : Saat bunyi menghilang ( Suara Diastol )

Mengukur Denyut Nadi Per Menit


meraba nadi radial yang termudah, bilatidak teraba nadi carotid
atau apical, pada bayi nadi temporal.
Menghitung Frekuensi Pernafasan Permenit
dengan menyilangkan tangan klien di dada amati pergerakan
dinding dada klien
Mengukur suhu tubuh
pada orang dewasa pada axillar, pada bayi dan anak pada rectal
atau oral, dan pada kondisi yang memerlukan tingkat akurasi yang
tinggi pada orang dewasa bisa per-oral atau per-rektal
B. Pemeriksaan Abdomen
a. Palpasi
Palpasi Lien
Posis pasien tetap telentang, buatlah garis bayangan Schuffner dari
midclavikula kiri ke arcus costae- melalui umbilicus berakhir pada
SIAS kemudian garis dari arcus costae ke SIAS di bagi delapan.
Dengan Bimanual lakukan palpasi dan diskrisikan nyeri tekan
30

terletak pada garis Scuffner ke berapa ? ( menunjukan pembesaran


lien )
C. Kesadaran GCS 9 (cara pemeriksaan)
GCS (Glascow Coma Scale) adalah skala yang digunakan untuk
menilai tingkat kesadaran pasien dengan menilai respon pasien
terhadap rangsangan yang diberikan, yaitu respon membuka mata,
respon verbal, dan respon motorik. Sistem penilaian GCS ini
dirancang sebagai pedoman untuk mengevaluasi dengan cepat
pasien yang sakit kritis atau pasien yang cedera sangat berat yang
status kesehatannya dapat berubah dengan cepat. Ketiga fungsi
masing-masing dinilai dan pada akhirnya dijumlahkan dan hasilnya
merupakan derajat kesadaran. Semakin tinggi nilai menunjukkan
semakin baik nilai kesadaran.
Tabel kesadaran menggunakan GCS:

Respon Mata (Eyes)


(1) Tidak dapat membuka mata
(2) Mata membuka dengan rangsang nyeri. Biasanya rangsang nyeri
pada dasar

kuku-kuku jari; atau tekanan pada supraorbita, atau

tulang dada, atau tulang iga


(3) Mata membuka dengan rangsang suara.
(4) Mata membuka spontan
Respon Verbal (V)
(1) Tidak ada respon suara
(2) Suara-suara tak berarti

(mengerang/mengeluh

dan

tidak

berbentuk kata-kata)
(3) Kata-kata tidak berhubungan (Berkata-kata acak atau berseruseru, namun tidak sesuai percakapan
(4) Bingung atau disorientasi (pasien merespon pertanyaan tapi
terdapat kebingungan dan disorientasi)

31

(5) Orientasi baik (pasien merespon dengan baik dan benar


terhadap pernyataan, seperti nama, umur, posisi sekarang dimana
dan mengapa, bulan, tahun, dsb)
Respon Motorik (M)
(1) Tidak ada respon gerakan
(2) Ekstensi terhadap rangsang nyeri (abduksi jari tangan, bahu
rotasi interna, pronasi lengan bawah,ekstensi pergelangan tangan)
(3) Fleksi abnormal terhadap rangsang nyeri (adduksi jari-jari
tangan,

bahu

rotasi

interna,

pronasi

lengan

bawah,

flexi

pergelangan tangan)
(4) Flexi/penarikan terhadap rangsang nyeri (fleksi siku, supinasi
lengan bawah, fleksi pergelangan tangan saat ditekan daerah
supraorbita; menarik bagian tubuh saat dasar kuku ditekan)
(5) Dapat melokalisasi nyeri (gerakan terarah dan bertujuan ke arah
rangsang nyeri; misal tangan menyilang dan mengarah ke atas
klavikula saat area supraorbita ditekan
(6) Dapat bergerak mengikuti perintah

(melakukan

gerakan

sederhana seperti yang diminta)


Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan
dalam simbol E,V, dan M. Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai
GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3
yaitu E1V1M1. Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil
kesimpulan :
Compos Mentis(GCS: 1514)
Apatis (GCS: 1312)
Somnolen(1110)
Delirium (GCS: 97)
Sopor coma (GCS: 64)
Coma (GCS: 3)
D. Pupil Isokor RC (++) N
Pupil isokor yaitu ketika dilakukan pemeriksaan diatas kedua pupil
ukurannya sama (normal). RC (++) maksudnya adalah kedua pupil
memberikan

refleks cahaya yang positif yaitu dengan mengecil

saat diberikan cahaya, misalnya dengan pen light. RC positif ini


menunjukkan

bahwa

tingkat

kesadaran

pasien

belum

turun

mencapai koma, karena reflex kornea masih positif.


32

E. Konjunctiva palpebra anemis


Pada pasien anemia, salah satu gejalanya adalah konjungtiva
terlihat pucat. Anemia dapat terjadi pada penderita malaria. Hal ini
disebabkan karena lisis sel darah merah yang mengandung parasit
(plasmodium) secara berlebihan. Pada infeksi P. falcifarum dapat
terjadi anemi berat karena semua umur eritrosit dapat diserang
akibat dari fragilitas osmotik meningkat. Selain itu juga dapat
disebabkan oleh peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit
berparasit maupun tidah berparasit sehingga masa hidup eritrosit
menjadi lebih singkat dan anemi lebih cepat terjadi. SkleraIkterik
F. Sklera ikterik atau jaundice adalah perubahan warna lapisan bola
mata (skelera) dari warna putih menjadi warna kekuningan akibat
dari hiperbilirubinemia atau penimbunan kadar bilirubin pada darah.
Hal ini bisa terjadi karena lisis sel darah merah yang berlebihan.
Pada penderita malaria, parasit plasmodium yang hidup dalam sel
darah merah akan berkembang dan pada akhirnya akan memecah
hemoglobin dengan cepat dan melebihi batas normal. Selanjutnya
hal ini akan meningkatkan kadar bilirubin indirect yang tidak larut
air. Di hati, bilirubin indirect ini akan diubah menjadi bilirubin direct
jika diikat dengan protein albumin. Pada pasien ikterik, albumin
tidak mampu mengikat semua bilirubin indirect yang kadarnya
sudah diluar batas normal, sehingga akhirnya bilirubin direct atau
indirect

akan

dikeluarkan

ke

sirkulasi

darah

menyebabkan

kekuningan pada tubuh dan jaringan.


G. Kaku kuduk (-)
Kaku kuduk (+)

menunjukkan

terdapatnya

rangsangan

pada

meningen, seperti meningitis. Hasil negative menunjukkan bahwa


gejala neurologic yang dialami pasien merupakan manifestasi dari
penyakit malaria, bukan meningitis, atau penyakit lainnya. Cara
pemeriksaannya adalah tangan pemeriksa ditempatkan di bawah
kepala pasien yang sedang baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan

33

agar dagu menyentuh dada. Kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan
dan dagu tidak dapat mencapai dada.

Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Hb normal untuk laki-laki dewasa adalah 13,5-18 mg/dl. Pada kasus
Tn. Andi mempunyai kadar Hb 4,6 mg/dl, yang menunjukkan hasil yang
tidak normal. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah eritrosit
yang terinfeksi parasit sehingga terjadi aktivasi sistem RES untuk
memfagositosis eritrosit baik yang terinfeksi parasit maupun yang tidak,
karena parasit pada RBC dapat merangsang perlekatan dengan RBC
lainnya yang tidak mengandung parasit (rossete) sehingga banyak RBC
yang lisis. Otomatis Hb juga ikut dihancurkan dan jumlahnya di dalam
tubuh pun berkurang seiring dengan berkurangnya RBC. Dalam standar
WHO hal ini tergolong sebagai malaria berat akibat komplikasi malaria
berat yang ditandai dengan Hb <5 mg/dl. GDS normal pada laki-laki
dewasa adalah <180 mm%. pada kasus Tn. Andi mempunyai kadar GDS
145 mm%, yang menunjukkan hasil yang normal. Preparat sediaan darah
tebal dilakukan dengan memeriksa 100 lapang pandang mikroskop
dengan pembesaran 500-600/1000 yang setara dengan 0,2 l darah.
Jumlah parasit dapat dihitung per lapang pandang mikroskop. Metode
semikuantitatif utnuk hitung parasit pada sediaan darah tebal adalah :
+

= 1-10 parasit per 100 lapangan

++

= 11-100 parasit per 100 lapangan

+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan


++++
Kepadatan

parasit

= .10 parasit per 1 lapangan


Tn.

Andi

adalah

13.800/l

artinya

13.800

100lapangan / 0,2 l darah. Hasilnya = 27,6 parasit per 1 lapangan.


Berarti preparat darah tebal Tn. Andi ++++. Pada preparat darah tebal
didapatkan delicate ring dan gametosit bentuk pisang. Delicate ring
menandakan adanya parasit Plasmodium falciparum dalam stadium
tropozoit, sedangkan gametosit bentuk pisang menandakan adanya
Plasmodium falciparum dalam stadium gametosit (makrogametosit). Pada
preparat darah tipis hasil P. falciparum (+), yang menandakan bahwa ada
34

jenis parasit falciparum dalam darah Tn. Andi yang dapat menandakan
adanya infeksi malaria Falciparum (tropica).
Nilai Hb nya rendah. Hb normal untuk laki-laki dewasa adalah 13,5-18 g/dl
sedangkan untuk wanita dewasa adalah 12-16 g/dl. Anemia berat terjadi
jika Hb < 5 gr/dl. Anemia berat dan keadaan parasit > 1000/uL
mengindikasikan

bahwa

terjadi

malaria

berat.

GDS

nya

normal.

Normalnya 70-150 mg/dl.

Delicate ring dan gametosit berbentuk pisang menunjukkan bahwa jenis


parasit yang terdapat dalam darah tuan Andi merupakan Plasmodium
falciparum fase tropozoit muda. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
membantu
a.
b.
c.
d.
e.

untuk menegakkan diagnose, yaitu:


Thick flm (DDR)
Thin flm
Q.B.C. (Quantitative Buffy Coat)
I.R.M.A. (Immunoradiometric assay)
Elisa for Ag p. falcliparum (HRP-2 = histidine Rich Protlein-2)

f. RNA probe
g. DNA Hybridization
h. Rapid Manuel test (P.falciparum)
i. Indirect fluorescence Assay (IFA)
j. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan
penunjang
yang
dibutuhkan

untuk

mengetahui

perkembangan parasit bagi tubuh, yaitu:


a. Hemoglobin dan hematocrit
b. Leukosit dan trombosit
c. Kimia darah (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan
d.
e.
f.
g.
h.

kalium, analisis gas darah)


EKG
Foto toraks
Urinalisis
Analisis cairan serebrospinal
Biakan darah dan uji serologi
35

Pemeriksaan Penunjang
Mikroskopis
Pemeriksaan laboratorium

demam malaria

pada

penderita

dengan

melakulan pemeriksaan darah tepi secara mikroskopis merupakan standar


emas (gold standard). Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat
tetes tebal (thick-smear) atau dengan hapusan darah tipis (thin-smear).
Tetes tebal dilakukan untuk menentukan diagnosis malaria secara cepat,
tetapi belum dapat ditentukan spesies parasit Plasmodium. Hapusan
darah tipis dapat digunakan untuk menentukan spesies parasit penyebab
malaria.
Asal sediaan darah dapat berasal dari kegiatan Active Case Detection
(ACD) yaitu pencarian penderita seacara aktif oleh petugas-petugas
kesehatan; sediaan darah yang berasal dari kegiatan Passive Case
Detection (PCD) yang merupakan pencarian penderita secara pasif
(menunggu datangnya penderita) oleh petugas kesehatan di Rumah Sakit
dan Puskesmas; sediaan darah yang berasal dari kegiatan Contact survey
dan follow up dan sediaan darah yang berasal dari kegiatan survei malaria
seperti malariometric survey dan mass blood survey (Depkes, 2006).
Diagnosis defenitif malaria ditegakkan dengan ditemukannya parasit
Plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikroskopis yang
dilakukan satu kali dan memberikan hasil negatif, tidak menyingkirkan
diagnosis demam malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial
dengan interval antar pemeriksaan satu hari. Sediaan darah tebal terdiri
dari tumpukan sediaan darah merah , volume darah yang diambil yaitu
darah kapiler (fnger prick) sebanyak 1,0 mikroliter untuk sediaan darah
tipis dan 3,0-5,0 mikroliter untuk sediaan darah tebal. Mikroskopis sediaan
darah

tebal

dan

tipis

merupakan

pemeriksaan

yang

terpenting.

Interpretasi pemeriksaan miroskopis yang terbaik adalah berdasarkan


perhitungan dengan identifkasi parasit yang tepat (Warrell, 2002).
Berikut adalah pemeriksaan penunjang untuk menegekkan diagnosis
penyakit malaria:
a.
Pemeriksaan tetes darah untuk malaria

36

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya


parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan

satu

kali

dengan

hasil

negatif.

Tidak

mengesampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan 3 kali darah tepi


dengan hasil negatif maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan.
Pemeriksaan sebaliknya dilakuan oleh tenaga laboratorik yang
berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan
pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan
kemungkinan ditemukanya parasir. Adapun pemeriksaan darah tepi
dapat dilakukan melalui :
b. tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk
menemukan parasite. malaria karena tetesan darah cukup banyak
dibandingkan

preparat

darah

tipis.

Sediaan

mudah

dibuat

khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat


sediaan perlu untuk memudahkan identifkasi parasit. Pemeriksaan
parasit dilakukan selama 5 menit ( diperkirakan 100 lapang pandang
dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah
diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 7001000 kali tidak ditemukan parasit.
c. tetesan darah tepi. Digunakan untuk identifkasi jenis plasmodium
karena bila dilakukan dengan preparat darah tebal, sulit ditentukan.
Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasit count).
Dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit
per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000 per mikro
liter darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting
untuk

menentukan

pronogsa

penderita

malaria.

Pengecetan

dilakukan dengan cat Giemsa, Leishmans Field, atau Romanowsk.


Tetapi yang biasa digunakan adalah pengecetan Giemsa karena
mudah dipakai dengan hasil yang cukup baik.
d. Tes antigen
Yaitu mendeteksi antigen dari P,falciparum (Histidin Rich Protein II).
Deteksi ini sangat cepat. Hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan
khusus, sensitivitasnya baik dan tidak memerlukan alat khusus.
Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan
37

metode ICT . tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase


dari plasmodium (pLDH)

dengan cara immunochromatographic,

telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat


mendeteksi dari 0-200 parasit per mikri liter darah dan dapat
membedakan apakah infeksi P.Falciparum atau P.vivax.
e. Tes serologi
Teknik ini dengan menggunakan indirect fluorescent antibody test. Test
ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifk terhadap
malaria atau keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk
penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200
dianggap sebagai infeksi baru dan test > 1:20 dinyatakan positif.
f. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan dianggap sangat peka dengan teknologi amplikasi DNA,
waktui

yang

dipakai

cukup

cepat

dan

sensitivitas

mauapun

spesiftasnya tinggi. Keunggulan dari tes ini walaupun jumlah parasit


sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tetapi tes ini baru
dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

Penyakit Endemik (Malaria)


Endemik adalah suatu keadaan dimana penyakit secara menetap
berada dalam masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu.
Epidemik ialah mewabahnya penyakit dalam komunitas / daerah
tertentu dalam jumlah yang melebihi batas jumlah normal atau yang
biasa.Sedangkan pandemik ialah epidemik yang terjadi dalam daerah
yang sangat luas dan mencakup populasi yang banyak di berbagai
daerah / negara di dunia. Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik pada
suatu populasi jika infeksi tersebut berlangsung di dalam populasi
tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar. Suatu infeksi penyakit
dikatakan sebagai endemik bila setiap orang yang terinfeksi penyakit
tersebut menularkannya kepada tepat satu orang lain (secara ratarata). Bila infeksi tersebut tidak lenyap dan jumlah orang yang
38

terinfeksi tidak bertambah secara eksponsial, suatu infeksi dikatakan


berada dalam keadaan tunak endemik (endemic steady state) suatu
infeksi yang dimulai sebagai suatu epidemik pada akhirnya akan lenyap
atau mencapai tunak endemik, bergantung pada sejumlah faktor
termasuk virotensi dan cara penulisan penyakit bersangkutan.
Dalam bahasa percakapan, penyakit endemik sering diartikan
sebagai suatu penyakit yang ditemukan pada daerah tertentu, sebagai
contoh AIDS sering dikatakan endemik di Afrika. Walaupun kasus
AIDS di Afrika masih terus meningkat (sehingga tidak dalam keadaan
tunak endemik) lebih tepat untuk menyebut kasus AIDS di Afrika
sebagai suatu epidemi.
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa
obiglat intraseluler dari genus Plasmodium yang ditularkan oleh
nyamuk Anopheles betina). MALARIA BERAT = Malaria berat adalah
penyakit malaria akibat infeksi Plasmodium falsiparum aseksual
dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:

39

Klasifkasi malaria
Jenis-Jenis Nyamuk Anopheles Atau Vektor Malaria Indonesia
merupakan daerah yang sangat luas yang terdiri dari pulau-pulau
dari Sabang sampai Merauke. Vektor penyakit malaria di Indonesia
melalui nyamuk anopheles. Anopheles dapat disebut vektor malaria
disuatu daerah, apabila species anopheles tersebut di daerah yang
bersangkutan telah pernah terbukti positif mengandung sporosoit
didalam kelenjar ludahnya. Disuatu daerah tertentu apabila terdapat
vektor malaria dari salah satu species nyamuk anopheles, belum
tentu di daerah lain juga mampu menularkan penyakit malaria.
40

Nyamuk anopheles dapat dikatakan sebagai vektor malaria apabila


memenuhi suatu persyaratan tertentu diantaranya seperti yang di
sebutkan dibawah ini.
1. Kontaknya dengan manusia cukup besar.
2. Merupakan species yang selalu dominan.
3. Anggota populasi pada umumnya berumur cukup panjang,
sehingga memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan
plasmodium hingga menjadi sporosoit
4. Ditempat lain terbukti sebagai vektor
Ada

beberapa

jenis

vektor

malaria

yang

perlu

diketahui

diantaranya:
1.
2.
3.
4.

An.
An.
An.
An.

Aconitus.
Sundaicus.
Maculatus.
Barbirostris.

An. Aconitus
Vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz
pada tahun 1902. Vektor jenis An. aconitus betina paling sering
menghisap

darah

ternak

dibandingkan

darah

manusia.

Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya dengan


lingkungan dimana kandang ternak yang ditempatkan satu atap
dengan rumah penduduk. Vektor Aconims biasanya aktif mengigit
pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai
diluar rumah penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis
Aconitus ini hanya mencari dm-ah didalam rumah penduduk.
Setelah itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka
hinggap didaerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir
parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab.
Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan
dan saluran irigasi. Persawahan yang berteras merupakan tempat
yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain disawah, jentik
nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir
perlahan dan kolam air tawar. Distribusi dari An- Aconims, terdapat
41

hubungan antara densitas dengan umur padi disawah. Densitas


mulai meninggi setelah tiga - empat minggu penanaman padi dan
mencapai

puncaknya setelah padi berumur lima sampai enam

minggu.
An. Sundaicus
An. Sundaictus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt
pada tahun 1925. Pada vektor

jenis ini umurnya lebih sering

menghisap darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk ini


aktif menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara pukul
22.00 - 01.00 dini hari. Pada waktu malam hari nyamuk masuk ke
dalam rumah untuk mencari darah, hinggap didinding baik sebelum
maupun sesudah menghisap darah. Perilaku istirahat nyamuk ini
sangat berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya.
Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatera Utara,
pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai
pada pagi hingga siang hari, jenis vektor An. Sundaicus istirahat
dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang An.
Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih
dijumpai nyamuk betina dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat
yang

berjarak

kurang

lebih

kilometer

(Km)

dari

tempat

perindukan nyamuk tersebut . Vektor An. Slmdaicus biasanya


berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar dan
air

asin,

dengan

kadar

garam

optimum

antara

12%

-18%.

Penyebaran jentik ditempat perindukan tidak merata dipermukaan


air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti diantara
tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput
dipinggir Sungai atau pun

parit. Genangan air payau yang

digunakan sebagai tempat berkembang biak, adalah yang terbuka


yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti pada muara
sungai, tambak ikan, galian -galian yang terisi air di sepanjang
pantai dan lain -lain.
An. Maculatus
42

Vektor

An.

Maculatus

pertama

sekali

ditemukan

oleh

Theobaldt pada tahun 1901. Vektor An. Maculatus betina lebih


sering mengiisap darah binatang daripada darah manusia. Vektor
jenis ini akti fmencari darah pada malam hari antara pukul 21.00
hingga 03.00 Wib.

Nyamuk ini berkembang biak di daerah

pegunungan. Dimana tempat perindukan yang spesifk vektor An.


Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air
yang mendapat sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih
juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun densitasnya rendah.
Densitas An. Maculatus tinggi pada musim kemarau, sedangkan
pada musim hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat
perindukan hanyut terbawa banjir.
An. Barbirostris.
Vektor An. Barbirotris pertama sekali diidentifkasi oleh Van
der Wulp pada tahun 1884. Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa
jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai
menggigit binatang peliharaan. Sedangkan pada daerah Sulawesi,
Nusa Tenggara Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih sering
menggigit manusia daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya
mencari darah pada waktu malam hingga dini hari berkisar antara
pukul 23.00 -05.00. Frekuensi mencari darah tiap tiga hari sekali.
Pada siang hari nyamuk jenis ini hanya sedikit yang dapat
ditangkap, didalam rumah penduduk, karena tempat istirahat
nyamuk ini adalah di alam terbuka. paling sering hinggap pada
pohon- pohon seperti pahon kopi, nenas dan tanaman perdu
disekitar rumah. Tempat berkembang biak (Perindukan) vektor ini
biasanya di sawah sawah dengan saluran irigasinya kolam dan
rawa-rawa. Penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan
cukup kuat dengan curah hujan disuatu daerah. Dari pengamatan
yang dilakukan didaerah Sulawesi Tenggara vektor An. Barbirotris ini
paling tinggi jumlahnya pada bulan Juni.
Epidemiologi malaria
43

Insiden Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah


1,9 persen menurun dibanding tahun 2007 (2,9%), tetapi di Papua
Barat mengalami peningkatan tajam jumlah

penderita malaria.

Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0 persen. Lima provinsi


dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (9,8% dan
28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7%
dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8%
dan 10,7%) (tabel 3.4.9). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi
mempunyai prevalensi malaria di atas angka nasional, sebagian
besar berada di Indonesia Timur. Provinsi di Jawa-Bali merupakan
daerah dengan prevalensi malaria lebih rendah dibanding provinsi
lain, tetapi sebagian kasus malaria di Jawa-Bali terdeteksi bukan
berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan.

44

Gambar tersebut merupakan gambaran kejadian malaria yang terjadi di


Provinsi Nusa Tenggara Barat pada masing-masing Kabupaten. Terlihat
bahwa, kasus malaria banyak terdapat pada Kabupaten Lombok Barat,
Lombok Utara, Sumbawa Barat, dan Lombok Tengah. Hal ini terkait
dengan area jangkauan vector malaria yang dapat dipengaruhi oleh arah
angin, kelembaban, ketinggian dari permukaan air laut, serta kuantitas
hujan.

Pengaruh keadaan geografis terhadap perkembangan malaria


Suhu yang mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk sekitar
20C dan 30C. Nyamuk adalah binatang berdarah dingin dan karenanya
proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu
lingkungan. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu
kurang dari 10C atau lebih dari 40C. Pada kelembapan yang lebih tinggi
nyamuk menjadi aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan
penularan malaria. Tingkat kelembapan 60% merupakan batas paling
rendah untuk memungkinkan nyamuk hidup. Adanya kelembapan yang
tinggi juga mempengaruhi nyamuk untuk mencari tempat yang lembap
dan basah di luar rumah sebagai tempat hinggap istirahat pada siang
hari.
Kecepatan angin yang dapat menghambat penerbangan nyamuk adalah
11-14 meter/detik atau 25-31 mil/jam. Hal ini dapat mengakibatkan
nyamuk bebas terbang ke daerah yang lainnya. Kecepatan dan arah angin
dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah
kontak antara nyamuk dan manusia. Secara teoritis, nyamuk bisa terbang
sampai 2-3 km, namun pengaruh angin, jarak terbang nyamuk bisa
45

mencapai 40 km. Bahkan dengan perkembangan sarana transportasi,


nyamuk bisa mencapai daerah yang jauh dengan menumpang alat
transportasi.

Terdapat

hubungan

langsung

perkembangan larva nyamuk menjadi

antara

hujan

dan

bentuk dewasa. Besar kecilnya

pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya hujan, jumlah hari hujan,
jenis vektor dan jenis tempat perindukan (breeding places). Hujan yang
diselingi

oleh

panas

akan

memperbesar

kemungkinan

berkembangbiaknya Anopheles.
Curah hujan Mempengaruhi penyebaran malaria dengan menyediakan
tempat bagi nyamuk Anopheles untuk

berkembang biak dan disertai

peningkatan kelembaban udara rata-rata juga dapat mendukung untuk


bertahan hidup. Pengaruh hujan berbeda-beda menurut banyaknya hujan
dankeadaan fsik daerah. Stadium telur, jentik dan kepompong nyamuk
berada dalam air yang dinamakan breeding places. Breeding places yang
ditemui di daerah penelitian adalah pantai, tempayan, sungai, kubangan
air, lagun, kolam, parit dan genangan air. An. aconitus dan An. vagus
memiliki habitat pada sumur, parit, sawah. An. vagus merupakan spesies
yang juga didapatkan pada perubahan lingkungan seperti, sungai,
perikanan dan tambak. Tempat perindukan nyamuk vektor An. maculates
tidak luas, berupa genangan air di pinggir sungai, rembesan dan sawah
yang airnya mengalir lambat. Jentik An. balabacensis kerapkali ditemukan
dalam jumlah besar di tempat genangan air terbuka, seperti kubangan.
An. aconitus hidup pada sawah dengan pola tanam tak teratur, tepi
sungai, penampungan air hujan serta menyukai sinar matahari. Lagun
merupakan tempat perindukan utama An. sundaicus, An. Subpictus dan
An. barbirostris. Genangan air yang terjadi akibat curah hujan yang lebat
dapat menjadi tempat perindukan Anopheles. Ada 3 kelompok nyamuk
yang berhubungan dengan sinar matahari serta terlindung tidaknya
tempat perindukannya, yaitu: senang sinar matahari (heliophilic), tidak
senang sinar matahari (heliophobic) dan suka hidup di habitat yang
terlindung (shaded). Dengan kondisi ini, spesies yang heliophilic misalnya
An. maculates, An. sundaicus, An. barbirostris, An. umbrosus, An.

46

balabacensis dan An. aconitus. Spesies heliophobic adalah An. umbrosus


dan spesies shaded adalah An. balabacensis.
Kenapa vektor plasmodium pada malaria adalah nyamuk anopheles?
Dalam tubuh nyamuk anopheles terdapat Circum Sporozoite Protein, yang
mana protein tersebut nantinya akan berikatan dengan permukaan
antigen plasmodium. Protein ini menandakan bahwa nyamuk tersebut
infektif jika menggigit. Protein ini dapat dideteksi dengan ELISA (antibodi
monoklonal).
Siklus Nyamuk Anopheles Betina
Semua serangga termasuk nyamuk, dalam siklus hidupnya mempunyai
tingkatan-tingkatan yang kadang-kadang antara tingkatan yang sama
dengan tingkatan yang berikutnya terlihat sangat berbeda. Berdasarkan
tempat hidupnya dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu:
1. Tingkatan di dalam air
2. Tingkatan di luar tempat berair (darat/udara).
Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air, siklus hidup
nyamuk akan terputus. Tingkatan kehidupan yang berada di dalam air
ialah: telur. jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur berada
didalam air, maka telur akan menetas dan keluar jentik. Jentik yang baru
keluar

dari

telur

masih

sangat

halus

seperti

jarum.

Dalam

pertumbuhannya jentik anopheles mengalami pelepasan kulit sebanyak


empat kali. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10
hari tergantung pada suhu, keadaan makanan serta species nyamuk. Dari
jentik

akan

tumbuh

menjadi

kepompong

(pupa)

yang

merupakan

tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan


kepompong ini memakan waktu satu sampai dua hari. Setelah cukup
waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah dapat
dibedakan jenis kelaminnya. Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara,
tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah mampu terbang, yang berarti
meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya didarat atau

47

udara. Dalam meneruskan keturunannya. Nyamuk betina kebanyakan


banya kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi
setelah 24 -48 jam dari saat keluarnya dari kepompong.
Etiologi
Malaria

disebabkan

merupakan

parasit

oleh

sporozoa

amoeboid

dari

genus

intraseluler

Plasmodium

yang

vertebrata

yang

pada

enghasilkan pigmen, dengan siklus hidup pada hati dan eritrosit.


Plasmodium

yang

menyebabkan

penyakit

pada

manusia

adalah

plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium falsiparum, dan


plasmodium

knowlesi.

Penularan

kepada

manusia

adalah

melalui

vektornya, yaitu nyamuk Anopheles betina. Sebagian besar kasus malaria


berat di sebabkan oleh Plasmodium Falsiparum. Malaria

berat juga

dilaporkan pada penderita malaria yang disebabkan Plasmodium lainnya,


yaitu: Plasmodium Vivax Dan Knowlesi.
Patofsiologi dan pathogenesis

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang


dan

lingkungan.

Patogenesis

lebih

ditekankan

pada

terjadinya

peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Oleh karena skizogoni


48

menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan menyebabkan anemia.


Beratnya

anemia

tidak

sebanding

dengan

parasitemia,

hal

ini

menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit.


Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi
eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa sehingga parasit
keluar.

Faktor

lain

yang

menyebabkan

anemia

mungkin

karena

terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran


dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah

pecah. Dalam

limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi


fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.
Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan
makrofag. Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya

berkaitan

dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit


yang

mengandung

parasit

mengalami

perubahan

struktur

dan

biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan


tersebut

meliputi

mekanisme

transpor

membran

sel,

penurunan

deformabilitas, pembentukan knob, ekspresi varian non antigen di


permukaan sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting, peranan sitokin
dan NO (Nitrik Oksida). Menurut pendapat ahli lain patogenesis malaria
berat atau malaria falciparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor
penjamu (host). Yang termasuk ke dalam faktor parasit adalah intensitas
transmisi,

densitas

parasit

dan

virulensi

parasit.

Sedangkan

yang

termasuk ke dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah


tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi, dan status imunologi. Parasit
dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu
stadium cincin pada 24 jam pertama dan stadium matur pada 24 jam
kedua. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA
( Ring Erytrocite Suirgace Antigen) yang menghilang setelah parasit
masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur akan
mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich
Protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP
tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskantoksin malaria berupa GPI

49

yaitu Glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF dan


Interleukin 1 (IL-1) dari makrofag.

Sitoadherensi adalah peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi


P.falsiparum

pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler.

Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi
sehingga terbentuk roset. Sitoadherensi

menyebabkan eritrosit matur

tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang
tinggal dalam

jaringan mikrovaskuler disebut eritrosit matur yang

mengalami sekuestrasi. Hanya P.falsiparum yang mengalami sekuestrasi,


karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh
darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir
semua jaringan dalm tubuh. Sekustrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti
dengan hepar dan ginjal, paru, jantung dan usus. Sekuestrasi ini
memegang peranan utama dalam patofsiologi malaria berat.
Rosseting

50

adalah suatu fenomena perlekatan antara satu buah eritrosit yang


mengandung merozoit matang yang di selubungi oleh sekitar 10 atau
lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu
faktor yang mempengaruhi terjadinya rosseting adalah golongan darah
dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak
sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi parasit.
Rosseting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal atau dalam jaringan
sehingga mempermudah terjadinya sitoadherensi. Sitokin terbentuk dari
sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari toksin
malaria. Sitokin ini antara lain TNF alfa (TNF ), interleukin 1 (IL-1), IL-6,
IL3, lymphotoxin (LT) dan interferon gamma (INF ). Dari beberapa
penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal
atau dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar
TNF yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa komplikasi kadar TNF, IL1, IL-6 lebih rendah dari malaria serebral. Walaupun demikian hasil ini
tidak konsisten karena juga dijumpai penderita malaria yang mati dengan
TNF normal atau rendah at au pada malaria serebral yang hidup dengan
sitokin

yang

tinggi.

Oleh

karenanya

diduga

adanya

peran

dari

neurotransmiter yang lain sebagai free radical dalam kaskade ini seperti
NO sebagai faktor yang penting dalam patogenesa malaria berat. Menurut
pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah mulitifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal berikut: 1. Penghancuran eritrosit Fagositosis
tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tapi juga terhadap
eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia
dan anoksia jaringan. Pada hemolisis intravaskuler yang berat dapat
terjadi hemoglobinuria (black water fever) dan dapat menyebabkan gagal
ginjal. 2. Mediator endotoksin-makrofag Pada saat skizogoni, eritrosit yang
mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk
melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran
pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis
tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin yang ditemukan dalam peredaran
darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin
lainnya

menimbulkan

demam,

hipoglikemia

dan

sindrom

penyakit
51

pernafasan pada orang dewasa. 3. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi


Eritrosit

yang terinfeksi dengan stadium lanjut P.falciparum dapat

membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan


tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan
berhubungan dengan afnitas eritrosit yang mengandung P.falciparum
terhadap endotelium kapiler darah alat dalam, sehingga skizogoni
berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel
pada endotelium dan membentuk gumpalan yang membendung kapiler
yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.
1. Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah
yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan
merangsang

sel-sel

makrofag,

monosit

atau

limfosit

yang

mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor


Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan
dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada
keempat

plasmodium memerlukan waktu yang bebeda-beda.

Plasmodium falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/P.


ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum
dapat terjadi setiap hari, P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari,
dan P. Malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
2. Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi
maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale
hanya menginfeksi sel darah merah muda yang

jumlahnya

hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P.


malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya
1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. vivax, P. ovale dan P. malariae umumnya
terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum menginfeksi
semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi
pada infeksi akut dan kronis.
3. Splenomegali Limpa merupakan

organ

retikuloendothelial,

dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan

52

limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan


limpa membesar.
4. Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang
khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. Falciparum akan mengalami
proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit
tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada
permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang
berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain
lain) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit
akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada
saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler
terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah
obstruksi

(penyumbatan)

dalam

pembuluh

kapiler

yang

menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan


ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette, yaitu
bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel
darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi
proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara
lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain), dimana mediator tersebut
mempunyai peranan dalam gangguan fungsi

pada jaringan

tertentu.

53

Anamnesis
a. Keluhan utama Demam, menggigil, berkeringat, dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau
pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke
c.
d.
e.
f.

daerah endemic malaria.


Riwayat tinggal di daerah endemic malaria
Riwayat sakit malaria
Riwayat minum obat malaria
Riwayat mendapat transfusi darah

Malaria Cerebral
Malaria cerebral adalah malaria dengan penurunan kesadaran yang
di nilai dengan skala dari Glasgow Coma Scale (GCS). Nilai GCS untuk
penderita

malaria

dewasa

<15.

Hampir

semua

malaria

cerebral

disebabkan Plasmodium falsiparum.

Etiologi

54

Malaria

serebral

merupakan

malaria

berat

yang

umumnya

disebabkan olehPlasmodium falciparum. Namun, dalam kejadiannya juga


dipengaruhi oleh beberapa penyebab yang menjadi factor yang penting
dan kejadian tersebut berbeda-beda pada tiap daerah satu dengan daerah
yang lain, karena:
1. Faktor manusia (rasial).
2. Faktor vektor (nyamuk Anopheles).
Di
Indonesia
terdapat
beberapa
(spesies Anopheles) yaitu
subpictus, yang terdapat
aconitus diSumatera; A.

:A.
di

vektor

aeonitus,

Jawa

sundaicus,

A.

dan Bali; A.
A.

yang

penting

maeulatus,

A,

sundaicus dan A.

subpictus di

Sulawesi;A.

balabacensis di Kalimantan; A. farauti dan A. punctulatus di Irian


Jaya.
3. Parasit Umumnya adalah Plasmodium falciparum.
4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus biologi nyamuk
Epidemiologi
Angka kejadian malaria cerebral pada kasus malaria dewasa yang di rawat
di Rumah Sakit di beberapa daerah di Indonesia 3,18% - 14,8% dengan
rata rata 11% - 12%. Menurut kelompok usia, malaria cerebral menonjol
pada kelompok usia produktif 14 45 tahun. Menurut jenis kelamin
perbandingan laki laki dan perempuan (1,2 20) : 1. Menurut pekerjaan
66,7% merupakan petani.
Patogenesis dan Patologi
Daur hidup spesies malaria terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang
berlangsung

pada

nyamuk

anopheles,

dan

siklus

aseksual

yang

berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic


schizogony) dan fase yang berlangsung di dalam parenkim sel hepar (exoerythrocytic schizogony). Fase aseksual (skizogoni). Stadium ini dimulai
ketika

nyamuk

anopheles

infektif

mengisap

darah

manusia

dan

memasukkan sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk ke dalam


peredaran darah. Melalui aliran darah dalam beberapa menit sporozoit
akan masuk ke dalam sel hati dan menginfeksi sel hati. Di sini selama 5-

55

16 hari sporozoit mengalami reproduksi aseksual disebut skizogoni yang


menghasilkan ribuan merozoit, yang kemudian akan dikeluarkan dari sel
hati dan selanjunya menginfeksi eritrosit.
Siklus di darah dimulai dengan keluarnya merozoit dari skizon matang di
hati ke dalam sirkulasi. Setelah masuk ke dalam eritrosit, merozoit
bentuknya membulat dan tampak sebagai kromatin kecil dan mulai
berkembang membentuk tropozoit lalu menjadi skizon muda lalu skizon
matang dan membelah menjadi merozoit dan menginfeksi eritrosit lainnya
sementara yang lainnya membentuk gametosit yaitu siklus seksual. Di
dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium
tropozoit sampai merozoit. Keseluruhan siklus aseksual eritrosit ini disebut
periodisitas skizogoni yang lamanya berbeda-beda pada masing-masing
spesies yaitu 48 jam untuk P.vivax, dan P.ovale, P.falciparum dan 72 jam
pada P. malariae.
Fase seksual (sporogoni). Apabila nyamuk anopheles betina menghisap
darah yang menganduing gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet
jantan

dan

betina

melakukan

pembuahan

menjadi

zigot.

Zigot

berkembang mnejadi ookinet kemudian menembus dinding lambung


nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista
dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap
ditularkan ke manusia.
Gambaran patologi jaringan otak penderita malaria cerebral sesuai
dengan patogenesisnya. Terjadi pendarahan dan nekrosis sekitar Venule
dan Kapiler. Kapiler dipenuhi oleh lekosit dan monosit, terjadi sumbatan
pembuluh darah oleh susunan roset eritrosit yang terinfeksi. Ada juga
Fibrin dan trombus dalam kapiler sebagai pertanda adanya KID. Proses
proses ini akan menimbulkan anoksia otak.
Patofisiologi
Patogenesis malaria serebral sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya malaria
56

serebral antara lain edema otak, peninggian tekanan intrakranial, hipoksia


serebri obstruksi mikrovaskuler, dan sequestration. Sel-sel darah merah
yang mengandung parasit, alirannya menjadi lambat dalam mikrosirkulasi
otak karena deformabilitas eritrosit dan adanya perlengketan eritrosit
pada endotel kapiler. Kedua keadaan ini dapat menyebabkan hipoksia
serebri. Selain itu pada pemeriksaan postmortem, didapatkan kapilerkapiler penuh dengan sel-sel darah merah yang mengandung parasit
malaria, petekie, dan makrofag berisi pigmen malaria.
Patogenesis malaria berat sangat kompleks karena dipengaruhi oleh
berbagai

faktor

geografk. Faktor
terjadinya

yang

terdiri

parasit

malaria

berat.

dari

faktor

tampaknya
Seluruh

parasit,

berperan

sangat

manifestasi

disebabkan oleh perkembangannya di darah.

host

klinis

dan

sosial

besar

untuk

dari

malaria

Parasit yang sedang

tumbuh mengkonsumsi dan menghancurkan protein sel dengan hebatnya


terutama hemoglobin yang menyebabkan terbentuknya pigmen malaria
dan hemolisis dari sel darah merah yang terinfeksi.

Selain itu juga

mengganggu sistem transportasi dari membran sel itu sendiri sehingga


terjadi perubahan bentuk menjadi lebih spheris . Ruptur dari sel akan
mengeluarkan faktor penting dan toksin seperti glikosifosfotidilnositol dari
protein membran parasit, fosfoliopprotein, produk membran sel darah
merah, komponen yang sensitif pada protease dengan hemozoin, dan
toksin malaria .
Toksin ini akan menginduksi terlepasnya sitokin seperti TNF dan IL 1
dari makrofag sehingga terjadi demam.
juga

keluar

seperti

TNF

alpha

dan

Selain itu sitokin pro inflamasi


Interferon

alpha.

Sitokin

ini

memberikan perlindungan terhadap stadium aseksual parasit . sitokin ini


juga dapat menginduksi penambahan dan produksi yang tidak terkontrol
dari nitrit oksida. Nitrit Oksida dapat berdifusi kedalam sawar darah otak
dan

mengganggu

fungsi

sinaps

yang

mirip

anastesi

umum

dan

konsentrasi etanol yang tinggi yang menurunkan kesadaran . Di lain pihak


kadar sitokin lokal di suatu organ yang tinggi dapat mengganggu fungsi
organ tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
meningkatkan atau memperberat sitoadherens.
57

Pada malaria falciparum, semua sel darah merah di berbagai tingkat


terinfeksi, ditambah dengan adanya pembentukan sticky knobs (tonjolan)
pada permukaan sel yang disebabnya oleh Pf Erythrocyte Membrane
Protein 1 (PEMP1). Sel darah merah yang terinfeksi ini akan terikat pada
sel endotel pada venula post capilary atau disebut sitoaderens. Sel darah
merah dan sel endotel ini akan membentuk rosettes dengan sel yang
tidak terinfeksi. Selain itu juga eritrosit terinfeksi ini dapat menyebabkan
agregasi dengan trombosit (clumping).
rosetting dan clumping ini

Proses Knobs-cytoadherence-

menghasilkan sekuestrasi parasit pada

jaringan yang lebih dalam , jauh dari pembersihan limpa dan membantu
parasit

untuk

berkembang

biak

dengan

aman.

Selain

itu

akan

menghambat mikrosirkulasi yang menyebabkan hipoksia, asidosis laktat


dan kerusakan organ
Penelitian patogenesis malaria berat berkembang pesat, meskipun
demikian penyebab pasti belum jelas. Titik perhatian dalam patogenesis
malaria berat adalah sekuestrasi eritrosit yang berisi parasit dalam
mikrovaskular organ vital. Faktor lain seperti induksi sitokin oleh toksin
parasit dan produksi nitrit oksida diduga mempunyai peranan penting
dalam patogenesis malaria berat.
1. Faktor Parasit
a. Intensitas transmisi
Tingkat parasitemia yang terjadi selama puncak transmisi adalah
14x lebih tinggi dibandingkan saat tingkat transmisi rendah.
Rendahnya parasitemia pada saat transmisi disebabkan oleh karena
adanya imunitas yang telah diperoleh saat puncak transmisi.
Sedangkan tingginya parasitemia saat puncak transmisi disebabkan
karena meningkatnya jumlah gigitan nyamuk infeksius.
b. Densitas parasit
Hubungan antara tingkat parasitemia dan mortalitas akibat malaria
falsiparum pertama kali dilaporkan oleh Field dan Niven. Mortalitas
meningkat pada parasitemia 100.000/L. Tingkat parasitemia dapat
digunakan untuk menilai beratnya penyakit. Meskipun demikian,
pada daerah endemis malaria, parasitemia yang tinggi sering

58

ditemukan pada individu yang asimptomatik. Dilain pihak terdapat


kasus kematian akibat malaria dengan tingkat parasitemia yang
rendah. Beratnya penyakit lebih ditentukan oleh jumlah parasit yang
bersekuestrasi ke dalam jaringan dari pada jumlah parasit dalam
sirkulasi.
c. Virulensi parasit
Virulensi parasit ditentukan oleh daya multiplikasi parasit, strain
parasit,
Ringwald

kemampuan
dan

Carlson

melakukan

sitoadherens

melaporkan

adanya

dan

rosseting.

hubungan

antara

virulensi parasit dengan kemampuan pembentukan roset pada


penderita

di

Gambia

dan

Malagasi.

Namun

Al-Yaman

tidak

menemukan hubungan ini pada penelitian di Papua Nugini.

2. Faktor Host
a. Endemisitas
Pada daerah endemis malaria yang stabil, malaria berat terutama
terdapat pada anak kecil sedangkan orang dewasa umumnya hanya
menderita malaria ringan. Di daerah dengan endemisitas rendah,
malaria berat terjadi tanpa memandang usia.
b. Genetik
Kelainan genetik yang saat ini diketahui mempunyai efek protektif
terhadap malaria berat adalah kelainan dinding eritrosit dan HLA
kelas I serta II yaitu HLA-Bw 53, HLA-DRBI 1302, HLA-DQB 0501.
c. Umur
Bayi berusia 3-6 bulan yang lahir dari seorang ibu yang imun,
mempunyai imunitas yang diturunkan, sehingga meskipun terdapat
hiperparasitemia dan demam, tetapi jarang mengalami malaria
berat. Primigravida yang tinggal didaerah hipoendemis lebih rentan
terhadap malaria serebral. Keadaan ini diduga disebabkan oleh
menurunnya imunitas dengan mekanisme yang belum diketahui.
d. Status Nutrisi

59

Malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak dengan


marasmus atau kwashiorkor. Defsiensi zat besi dan riboflavin juga
dilaporkan mempunyai efek protektif terhadap malaria berat.
e. Imunologi
Mekanisme imunologi malaria berat melibatkan imunitas selular dan
humeral yang komplek. Limpa memegang peranan penting dalam
mekanisme

imunologi

malaria,

karena

limpa

memfagositosis

eritrosit.Proses pembersihan oleh limpa merupakan mekanisme


penting dalam pertahanan tubuh dan patogenesis anemia pada
malaria.
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi
Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Yaitu rentang
waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai
dengan demam. Pada P.falciparum periode inkubasinya antara 7-12 hari.
Gejala-gejala umum:
1. Periode dingin, yaitu mulai menggigil, kulit dingin dan kering,
penderita sering membungkus seluruh badan dengan selimut.
Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperature.
2. Periode panas, yaitu wajah mulai merah, kulit panas dan kering,
nadicepat, dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 400C atau
lebih, respirasi meningkat nyeri kepala, nyeri retro orbital,
muntah. Periode ini berlangsung hingga 2 jam atau lebih.
3. Periode berkeringat, penderita mulai berkeringat mulai dari
temporal, diikuti seluruh badan sampai basah, temperature
turun, penderita merasa cape dan sering tidur.
Anemia terjadi karena adanya pengrusakan eritrosit oleh parasit,
hambatan eritropoesis sementara, hemolisis karena proses complement
mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran
retikulosit, dan pengaruh sitokin. P. falciparum menginfeksi semua jenis
sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan
kronis. Splenomegali, sering dijumpai dan khas pada penderita malaria
60

kronik, limpa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena


timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.
Diagnosis
Diagnosis
didasarkan

malaria

pada

sebagaimana

manifestasi

klinis

penyakit
(termasuk

pada

umumnya

anamnesis),

uji

imunoserologis dan ditemukannya parasit di dalam darah penderita.


Manifestasi klinis demam malaria seringkali tidak khas dan menyerupai
penyakit

infeksi

menyulitkan

lain

para

(demam

klinisi

dengue,

untuk

demam

mendiagnosis

typhoid)

sehingga

malaria

dengan

mengandalkan pengamatan menifestasi klinis malaria sedini mungkin.


Penurunan kesadaran dan parasitemia merupakan hal yang patognomonis
dalam diagnosa malaria cerebral. Meskipun demikian, kemungkinan
penyebab lain penurunan kesadaran harus disingkirkan. Ada empat
pemeriksaan

yang

sering

digunakan

dalam

diagnosa

penurunan

kesadaran yaitu :

Analisa kimia / toksikologi darah dan urine;

CT scanning / MRI;

Pemeriksaan Elektro Ensefalo Graf (EEG);

Pemeriksaan cairan serebrospinal.

Sebagai standar emas pemeriksaan laboratorium demam malaria


pada penderita individu dan survey epidemiologis adalah mikroskopis
untuk menemukan parasit plasmodium di dalam darah tepi. Diagnosis
malaria serebral ditegakkan berdasarkan :
1. Penderita bersal dari daerah endemis atau berada di daerah
endemis malaria.
2. Adanya

manifestasi

dengan

atau

serebral

tanpa

gejala

berupa

penurunan

neurologis

lain,

kesadaran
sedangkan

kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan.


3. Ditemukannya parasit malaria dalam sediaan darah tepi.
4. Tidak ditemukannya kelainan cairan serebrospinal yang berarti;
Nonne/Pandi positip lemah, dan adanya hipoglikemi ringan.
Penatalaksanaan
61

Prinsip penatalaksanaan malaria cerebral meliputi :

Menghilangkan parasitemia;

Mencegah mengurangi udem otak;

Keseimbangan cairan dan elektrolit;

Mengatasi kelainan penyerta seperti kejang, hipoglikemia,

gagal ginjal.
Untuk menghilangkan parasit malaria telah dikenal berbagai macam obat
antimalaria, seperti klorokuin, kina, pirimetamin. Pemberian obat pada
penderita malaria serbral harus sedini mungkin dengan dosis yang
adekuat. Pada kasus yang sensitif terhadap klorokuin ada dua pilihan yaitu
:
1.

Kina HCl

Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis
plasmodium dan efektif sebagai schizontocidal maupun gametocydal.
Dipilih sebagai obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat
terhadap P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin.
Cara pemberian dan dosis :
Dosis loading dengan 20 mg/KgBB Kina HCl dalam 100-200 cc cairan
Dextrose 5% (atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dan segera dilanjutkan
dengan 10 mg/KgBB dilarutkan dalam 200 cc Dextrose 5% diberikan
dalam waktu 4 jam, selanjutnya diberikan dengan dosis yang sama
diberikan tiap 8 jam. Apabila penderita sudah sadar, kina diberikan peroral
dengan dosis 3 x 400-600 mg selama 7 hari dihitung dari pemberian hari I
dosis parenteral (10 mg/KgBB/8jam). Kina HCL 25 % (perdrip), dosis
10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml
dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan
kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8
jam sampai penderita dapat minum obat. Bila penderita sudah dapat
minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10
mg/Kg BB/ dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung
sejak pemberian infus perdrip yang pertama).

62

White dkk

memberikan kinine perinfus pada kasus-kasus malaria

serebral, perbaikan terjadi dalam 2 4 jam pertama setelah pemberian


obat. Diberikan 20 mg/kgbb. iv dalam empat jam pertama, kemudian
dilanjutkan dengan dosis 10 mg/kgbb setiap 8 12 jam, sampai
pemberian oral dimungkinkan dengan dosis maksimal 1,8 gram dalam 24
jam.

Kombinasi

kina

dengan

sulfadoksin/pirimetamin

atau

dengan

tetrasiklin oral selama 7 hari atau lebih dengan dosis 4 x 250 mg/hari
dapat mencapai angka penyembuhan 90% 95%.
Prognosis
Prognosis penderita malaria berat tergantung dari cepatnya mendapatkan
diagnosis yang tepat dan penanganan yang akurat. Walaupun demikian
keterlambatan penderita ke RS merupakan factor penting juga. Mortalitas
tergantung dari organ yang terlibat dalam komplikasi.

KERANGKA KONSEP

63

KESIMPULAN
Tn. Andi (30 tahun) terkena malaria cerebral yang diinfeksi oleh
Plasmodium falciparum karena bepergian ke daerah endemic yaitu papua.

DAFTAR PUSTAKA
Amante, Fiona H, et al. Immune-Mediated Mechanisms of Parasite
Tissue. 2010, The Journal of Immunology.
Harijanto PN. 2000. Malaria epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis
dan penanganan. Jakarta: EGC

64

Iskandar, Zulkarnain and Setiawan, Budi. Malaria Berat . [book auth.] Aru
W Sudoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006, Vol. 3, p. 1737.
Markum, H.M.S. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Interna Publishing
McGlynn, Burnside.1995. Diagnostik Fisik Adams Edisi 17. Jakarta:EGC
Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC
Staf

Pengajar

Departemen

Parasitologi

FK

UI.

2006.

Parasitologi

Kedokteran edisi keempat. Jakarta : FK UI


Staf prngajar Departemen FKUI. Parasit

malaria. Dalam: parasitologi

Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2008.h.219.


Syarif A.Zunildan DS. Siklus hidup plasmodium dan obat malaria. Dalam:
farmakologi

dan Terapi.

Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI.2011.h.556-67.
Thieme 2005, Thieme Color Atlas of Medical Microbiology, medical
electronic book.
http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/1070/T1_46
200 8083_BAB%20II.pdf?sequence=3, diunduh pada 2 September
2014
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18650/4/Chapter
%20II.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/fles/disk1/107/jtptunimus-gdlsitihaniah-5329-2-bab2.pdf
http://www.kalbemed.com/Portals/6/11_195Malaria%20 Berat.pdf, diunduh
pada 2 September 2014
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/3d3keperawatanpdf/0810701019/bab2.p
df
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311091/BAB%20II.pdf

65

Anda mungkin juga menyukai