Teori kegagalan adalah ilmu memprediksi kondisi di mana bahan padat gagal
pada aksi beban eksternal. Kegagalan material biasanya diklasifikasikan ke
dalam keruntuhan getas (fraktur) atau kegagalan ulet (hasil). Tergantung pada
kondisi (seperti suhu, keadaan stres, loading rate) bahan yang paling bisa
gagal dengan cara yang rapuh atau ulet atau keduanya. Namun, untuk
kebanyakan situasi praktis, material dapat diklasifikasikan sebagai rapuh atau
ulet. Meskipun teori kegagalan telah dikembangkan selama lebih dari 200
tahun, tingkat penerimaan belum mencapai yang mekanika kontinum.
Dalam istilah matematika, teori kegagalan ini dinyatakan dalam bentuk
berbagai kriteria kegagalan yang berlaku untuk bahan tertentu. Kriteria
kegagalan fungsi dalam stres atau ketegangan ruang yang memisahkan
"gagal" negara dari "unfailed" negara.Definisi fisik yang tepat dari sebuah
negara "gagal" tidak mudah diukur dan definisi bekerja beberapa sedang
digunakan dalam teknik masyarakat. Cukup sering, kriteria kegagalan
fenomenologis dari bentuk yang sama digunakan untuk memprediksi
kegagalan getas dan hasil ulet.
Isi [hide]
1 Bahan kegagalan
2 Jenis-jenis kegagalan material
2,1 mikroskopis kegagalan
2,2 Makroskopik kegagalan
3 kriteria bahan rapuh kegagalan
3,1 kriteria kegagalan fenomenologis
3,2 Linear mekanika fraktur elastis
3.3 Energi metode berbasis
4 kriteria bahan Ulet kegagalan
5 Lihat juga
6 Referensi
7 Pranala luar
Bahan kegagalan
Dalam ilmu bahan, kegagalan material adalah hilangnya beban daya dukung
unit material. Definisi per se memperkenalkan fakta bahwa kegagalan
material dapat diperiksa dalam skala yang berbeda, dari mikroskopis, untuk
makroskopik. Dalam masalah struktural, dimana respon struktur haviour,
kegagalan material sangat penting mendalam untuk penentuan integritas
struktur. Di sisi lain, karena kurangnya kriteria fraktur yang diterima secara
global, penentuan kerusakan struktur itu, karena kegagalan material, masih
dalam penelitian intensif.
Jenis-jenis kegagalan material
: Kegagalan material dapat dibedakan dalam dua kategori luas tergantung
pada skala di mana bahan yang diperiksa
[Sunting] kegagalan mikroskopis
Kegagalan material mikroskopis didefinisikan dalam hal propagasi retak dan
inisiasi.Metodologi tersebut berguna untuk mendapatkan wawasan dalam
1.
Patahan (Fracture): adalah bahan menjadi patah menjadi 2 bagian atau lebih
akibat pengaruh tegangan statis (konstan) pada suhu yang rendah terhadap
suhu bahan itu.
Kelelahan (Fatigue): adalah bentuk kerusakan pada struktur bahan akibat
tekanan dinamis pada waktu tertentu.
Mulur (Creep): adalah deformasi permanen benda karena tekanan konstan
yang dialami pada waktu tertentu.
Perbedaan Ductile Fracture dan Brittle Fracture yaitu:
A.
B.
2.
Menciut
B.
Kekosongan Inti
C.
Peleburan rongga
D.
Penghambatan Retakan
E.
Patah
2.
3.
2.
3.
4.
Failure Analysis
Analisis kegagalan adalah langkah-langkah pemeriksaan kegagalan atau
kerusakan pada suatu komponen yang mencakup situasi dan kondisi
kegagalan atau kerusakan tersebut, sehingga dapat ditentukan penyebab
dari kegagalan/kerusakan yang terjadi pada komponen tersebut.
Analisis
kegagalan
mempunyai
tujuan
sebagai
berikut
:
1.
Menemukan
penyebab
utama
kegagalan
2. Menghindari kegagalan/kerusakan yang sama dimasa yang akan datang
dengan
melakukan
langkah-langkah
penanggulangan
3. Sebagai bahan pengaduan teknis terhadap pembuat komponen
4. Sebagai langkah awal untuk perbaikan kualitas komponen tersebut
5. Sebagai penentuan kapan waktu perawatan (maintenance) dilakukan.
Kegiatan Analisis kegagalan seringkali harus dilakukan oleh berbagai ahli dari
berbagai disiplin ilmu yang bekerja sama sesuai dengan prosedur/tahapan
yang telah ditetapkan. Adapun tahapan/langkah utama dalam melakukan
Analisis
kegagalan
adalah
sebagai
berikut
:
1.
Melakukan
investigasi
lapangan,
yang
meliputi
:
Melakukan
observasi
lapangan
Mengukur
dimensi
obyek
yang
diselidiki
Melakukan
wawancara/interview
terhadap
pihak
terkait
Mendokumentasikan
temuan
lapangan
(fotografi)
2.
Melakukan
uji
tidak
merusak
di
lapangan
Menentukan
panjang
retak
aktual
Menentukan derajat kerusakan (damage level determination) dengan cara:
uji kekerasan, uji metalografi in-situ, uji komposisi kimia (dengan portable
spectrometry).
3.
Melakukan
uji
aspek
metalurgis
di
laboratorium
Pengukuran
dimensi
dari
objek
yang
diteliti
Dokumentasi fraktografi (makro optik, dan mikro - SEM)
Analisis komposisi kimia dari paduan dan/atau produk korosi
Inspeksi metalografi (sampling, cutting, molding, polishing, etching).
Uji
sifat
mekanik
4.
Melakukan
analisis
beban
dan
tegangan
Perhitungan
beban
dan
tegangan
kritis
Perhitungan
mekanika
retak
5.
Mempelajari
aspek
desain,
operasi
dan
inspeksi
terkini
6. Melakukan analisis mendalam dan komprehensif terhadap informasi/data
yang
telah
diperoleh
7.
8.
Mempersiapkan
Mempersiapkan
laporan
saran
dan
presentasi
teknik
untuk
perbaikan.
Kegagalan dapat didefinisikan sebagai kerusakan yang tidak wajar atau rusak
sebelum waktunya. Adapun penyebab utama kegagalan dapat dikelompokkan
sebagai
berikut
:
1.
Kesalahan
dalam
disain
2.
Kesalahan
dalam
pemilihan
material
3.
Kesalahan
dalam
proses
pengerjaan
4.
Kesalahan
dalam
pemasangan/perakitan
5.
Kesalahan
operasional
6.
Kesalahan
perawatan
(maintenance)
Secara umum komponen dapat dikatakan gagal apabila masuk dalam kriteria
sebagai
berikut:
1. Komponen tidak dapat beroperasi atau tidak dapat digunakan sama sekali
2. Komponen dapat digunakan tetapi umur pakainya terbatas (tidak sesuai
dengan
umur
pakai
yang
dikehendaki)
3. Komponen mengalami kelainan dan dapat membahayakan bila digunakan.
Kegagalan suatu komponen biasanya diawali dengan retakan yang menjalar
sehingga menyebabkan suatu cacat. Retakan yang terjadi dapat
dikatagorikan atas ciri-ciri makroskopis, yaitu sebagai berikut :
1.
Patah
ulet
(Ductile
fracture)
2.
Patah
getas
(Brittle
fracture)
3.
Patah
lelah
(Fatigue
fracture)
4.
Retak
korosi
tegangan
(Stress
corrosion
cracking)
5.
Penggetasan
(Embrittlement)
6.
Mulur
(Creep)
dan
Stress
rupture
Patah
Ulet
(Ductile
fracture)
Patah ulet adalah patah yang diakibatkan oleh beban statis, jika beban
dihilangkan maka penjalaran retak akan berhenti. Patah ulet ini ditandai
dengan penyerapan energi disertai adanya deformasi plastis yang cukup
besardi sekitar patahan, sehingga permukaan patahan nampak kasar,
berserabut
(fibrous),
dan
berwarna
kelabu.
Patah
Getas
(Brittle
fracture)
Patah getas terjadi dengan ditandai penjalaran retak yang lebih cepat
dibanding patah ulet dengan penyerapan energi yang lebih sedikit, serta
hampir tidak disertai dengan deformasi plastis. Permukaan patahan pada
komponen yang mengalami patah getas terlihat mengkilap, granular dan
relatif
rata.
Patah getas dapat mengikuti batas butir ataupun memotong butir. Bila bidang
patahannya mengikuti batas butir, maka disebut patah getas intergranular,
sedangkan bila patahannya memotong butir maka disebut patah getas
transgranular.
Patah
Lelah
(Fatigue
fracture)
Latar Belakang
Dilaporkan bahwa telah terjadi kegagalan pada non-return valve yang digunakan pada
eksplorasi minyak pada Laut Natuna. Klasifikasi valve yang digunakan adalah 16K-150.
Valve tersebut digunakan untuk mengalirkan air laut dan berperan sebagai gating system.
Air laut mengalir dari saluran yang berada pada sisi bawah lalu masuk ke saluran yang
berada pada sisi kanan. Valve dioperasikan dengan diputar secara manual oleh operator di
lapangan. Kegagalan terjadi pada tekanan sekitar 5 kg/cm2 di bawah tekanan kerja (16
kg/cm2). Pada komponen tersebut terlihat tanda-tanda korosi pada bagian ujung
perpatahan.
Perpatahan terjadi pada bagian valve body. Perpatahan yang terjadi termasuk ke dalam
perpatahan getas (brittle). Pada bagian valve body terjadi percabangan crack. Selain itu,
terjadi korosi yang parah pada bagian luar valve, yaitu pada bagian dengan cat yang
terkelupas. Bentuk katup dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
II.
Tujuan investigasi adalah untuk menyelidiki penyebab utama terjadinya premature failure
yang terjadi pada gray cast iron valve body yang digunakan dalam lingkungan air laut,
dimana bagian permukaan inner body terekspos secara berkesinambungan oleh air laut.
Ruang lingkup investigasi terfokus pada valve yang mengalami kegagalan. Investigasi
dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berupa data komposisi kimia material
yang digunakan, foto mikrostruktur, kekerasan dan foto bentuk valve yang mengalami
kegagalan.
Pengujian Kekerasan
Untuk mengetahui kekerasan material komponen dengan menggunakan Brinell Test. Nilai
ini dapat digunakan untuk mengetahui layak tidaknya material tersebut digunakan untuk
aplikasi tegangan maksimum 16 Kg/cm2. Selain itu, nilai kekerasan juga dapat
membandingkan nilai kekerasan yang didapat dengan kekerasan unsur Feo dan
Dengan menggunakan metode EDX dan XRD pada base valve body, pengujian komposisi
dilakukan pada daerah korosi besi oksida dan korosi besi klorida. EDX berfungsi unuk
mengetahui informasi kualitatif dan kuantitatif pada daerah tertentu di sampel, sedangkan
OES berfungsi untuk mengetahui informasi kualitatif dan kuantitatif smpel secara
keseluruhan.
Pengujian XRD
Untuk membuktikan adanya FeCl2 yang terbentuk sebagai hasil samping korosi yang
membentuk lapisan hitam pada permukaan dalam material. Prinsip yang digunakan adalah
dengan membaca struktur kristal dari sampel tersebut.
III.
Kegagalan yang terjadi pada grey cast iron valve dapat disebabkan oleh
terjadinya graphitization dan korosi lanjutan yang terjadi pada produk korosi graphitization
(produk korosi FeO) yang disebabkan oksidasi lebih lanjut oleh O 2 dan adanya ion Cl- yang
berasal dari air laut.
IV.
Material yang digunakan pada komponen tersebut adalah material cast iron tipe 16K-150.
Komposisi dari tipe ini ditampilkan pada tabel 1.
Tabel 1.
Komposisi material
Dari data komposisi di atas, terlihat komposisi karbon yang cukup tinggi, yaitu 2.9%. Pada
data tersebut, komposisi silikon sebesar 1.98%. Komposisi ini terlalu rendah dibandingkan
standar material untuk besi tuang yang sebesar 3-5%. Rendahnya kadar silikon ini akan
menurunkan ketahanan korosi besi tuang. Selain itu, kurangnya komposisi silikon dapat
menurunkan kekuatan material.
Dari pengamatan visual pada gambar 2, terlihat adanya coating breakdown pada bagian
luar permukaan komponen. Coating breakdown tersebut mengakibatkan adanya serangan
korosi pada permukaan material. Korosi tersebut diakibatkan oleh interaksi air laut dengan
permukaan komponen yang terekspos akibatcoating breakdown tersebut.
Gambar
2. Adanya coating breakdown yang menjadi daerah terkorosi (berwarna coklat).
Pada uji visual lainnya (gambar 3) terlihat rambatan retak melalui bagian filletpada
komponen pompa. Menurut teori, daerah yang memiliki sudut yang lebih tajam atau
melengkung akan memiliki tegangan sisa yang lebih tinggi dari pada bagian dengan desain
datar. Tegangan sisa ini akan menyebabkan korosi lebih mudah terjadi. Pada data visual
ini, retakan awal merambat dari kedua fillettersebut dan menjalar ke bagian komponen
lainnya hingga membentuk patahan.
Gambar
3. Rambatan retak yang melalui bagian fillet pada komponen.
Pada gambar 4 menunjukkan gambar penampang patahan komponen yang menjelaskan
jenis patahan yang terjadi adalah patahan getas. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya
deformasi plastis. Jenis patahan ini sesuai dengan properties material besi tuang yang
getas. Pada bagian permukaan sebelah dalam ada bagian yang berwarna hitam dengan
ketebalan tertentu, yang berbeda dengan bagian lainnya yang berwarna coklat. Menurut
analisis, bagian yang berwarna hitam tersebut adalah bentuk rust FeCl2. Berdasarkan
literartur, struktur FeCl2 adalah kristalin dan memiliki kepadatan yang tinggi. Pada gambar
tersebut, bagian yang hitam terlihat lebih padat dari bagian yang berwarna coklat
sehingga memberi bukti kuat bahwa lapisan hitam yang terbentuk tersebut adalah FeCl 2.
Adanya scale dari FeCl2 membuktikan adanya reaksi korosi. Reaksi korosi tersebut adalah
reaksi korosi yang terjadi akibat kontak air laut dengan komponen. Elemen H2O menjadi
katoda dan material komponen, yang terdiri dari Fe sebagai anoda. Reaksi pada anoda dan
katoda adalah sebagai berikut:
2 H2O + 2 e H2 + 2 (OH)Fe 2 e- + Fe2+
Ditambah dengan reaksi dengan lingkungannya, maka terjadi reaksi sebagai berikut:
Fe2+ + 2 Cl- FeCl2
Ferrous Chlorida merupakan mineral asam yang korosif. Jika terekspos dengan oksigen
akan membentuk ferric chloride dan ferric oxide.
Gambar
4. Profil muka patahan material komponen
Pada pengamatan dengan skala mikro, terlihat hasil etsa dari komponen tersebut seperti
pada gambar 5. Dari hasil etsa tersebut, terlihat adanya fasa pearlite yang gelap dan fasa
ferrite yang terang. Material tersebut di quenchdengan kecepatan yang moderat sehingga
dapat menghasilkan fasa ferrite dan pearlite. Dengan paduan fasa tersebut, maka dapat
meningkatkan keuletan dari material, tetapi menurunkan kekuatan dan kekerasan
material, tetapi material tersebut tetap memiliki tingkat kegetasan yang lebih tinggi. Pada
gambar tersebut terlihat, bagian permukaan pinggir memiliki warna terang, yang
menyatakan pearlite.
Gambar 5. Etsa dari material komponen. Bagian terang adalah ferrite dan bagian
hitam adalah fasa pearlite.
Pada perbesaran yang lebih tinggi akan terlihat struktur mikro, seperti terlihat pada
gambar 6. Pada gambar tersebut terlihat ada struktur seperti cacing yang merupakan
graphit bebas dengan matriks pearlite dan ferrite. Graphit bersifat lebih nobel
dibandingkan dengan matriksnya sehingga kemungkinan terjadi graphitisasi
mengakibatkan korosi yang uniform pada permukaan. Korosi ini membentuk suatu lubang
dan melepaskan material, sehingga material komponen tersebut tergerus. Ketebalan
dinding akan semakin kecil, sehingga menurunkan kemampuan pembebanan maksimum.
Alasan ini yang menyebabkan komponen material gagal di bawah tekanan maksimum.
Gambar
6. Mikrostruktur material komponen.
V.
Kesimpulan
Dari investigasi dan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang
menyebabkan terjadinya premature failure pada grey cast iron valve body disebabkan oleh
fenomena graphitization yang memang benar-benar terjadi secara merata pada komponen
badan katup, yang dibuktikan dengan pengamatan visual mikro dan makro yang
menunjukan adanya produk korosi FeO (karat coklat) pada bagian body katup dan
FeCl2 pada bagian inner body katup yang merupakan produk korosi lanjutan dari FeO yang
teroksidasi lanjut oleh O2 dan adanya pengaruh ion CI - .
VI.
1.
Rekomendasi
Menggunakan inhibitor untuk mencegah korosi lanjutan FeO yang dioksidasi
oleh O2 dan ion Cl-, seperti inhibitor NaSO3untuk mencegah kontak antara inner
valve body dengan oksigen yang terlarut dalam air laut (mekanisme oxygen
scavenger).
2.
Memilih jenis grey cast iron valve body dengan spesifikasi kadar Si yang
berada dalam rentang 3% 5% agar memiliki ketahanan korosi yang baik.
3.
http://www.scribd.com/doc/77825719/Failure-Analysis