Case Bedah
Case Bedah
STENOSIS ANI
OLEH :
Trisno Sosilo
0910313189
PRESEPTOR:
dr. Jon Effendi, Sp.B, Sp.BA
PRESENTASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: By. V
Umur
: 11 bulan
: Pasaman Barat
Agama
: Islam
Anamnesis :
Seorang bayi perempuan umur 11 bulan datang ke poliklinik bedah
RSUP DR. M. Djamil Padang tanggal 23 september 2014 pukul 09.00 WIB
dengan:
Keluhan utama :
Susah buang air besar sejak 5 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Susah buang air besar sejak 5 bulan yang lalu, pasien sebelumnya tidak
pernah mengeluhkan keluhan ini, pasien diketahui tidak memiliki anus
-
Nadi
: 90x/menit
Keadaan gizi : sedang
Status Generalis :
Kepala
: konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, bibir tidak sianosis
Leher
:tidak terdapat pembesaran kelenjer getah bening
Abdomen
:
Inspeksi
: Distensi (+) darm contour (-) Darm Steifing (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Palpasi
: massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi
: timpani
Rectal touche : sempit (jari tidak bisa masuk) dimasukkan NGT(+)
Thoraks
:
Inspeksi
: simetris kiri dan kanan
Auskultasi
: bunyi pernafasan bronkovesikuler
Palpasi
: massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi
: Sonor kanan=kiri
Diagnosis Kerja :
Stenosis ani derajat berat
Diagnosis Banding :
Atresia ani
Terapi Inisial :
- Pasang NGT
- Ivfd KaEn 1B
- Injeksi Cefotaxim 2x250mg
- Injeksi Ranitidin 2x0,4cc
- PCT infus 3x125mg
Pemeriksaan Penunjang :
- Periksa Hb, Leukosit, Trombosit, PT, APTT, Trombosit
Laboratorium :
Darah :
- Hb
: 11,9 g/dL
- Leukosit : 18.100
- Trombosit : 287.000
- PT
: 9,6
- APTT
: 24,0
Rencana :
Dilatasi Anus
RESUME
Seorang anak perempuan umur 11 bulan datang ke poliklinik bedah
RSUP DR. M. Djamil Padang tanggal 23 september 2014 pukul 09.00 WIB
dengan Keluhan utama Susah buang air besar sejak 2 bulan yang lalu Riwayat
Penyakit Sekarang Susah buang air besar sejak 2 bulan yang lalu, pasien
sebelumnya tidak pernah mengeluhkan keluhan ini, pasien diketahui tidak
memiliki anus saat berobat untuk sulit buang air besar, Mekonium segera keluar
setelah lahir, Buang air besar jarang dan kecil-kecil, jarak antara buang air besar
5-7 hari, Pasien tidak pernah menangis saat buang air besar, Riwayat feses
bercampur darah tidak ada, Riwayat penggunaan laksatif ada, Riwayat kencing
keluar dari lubang anus tidak ada, Riwayat air kencing bercampur feses tidak ada,
Buang air kecil lancar warna kuning, Riwayat mual dan muntah tidak ada, Bayi
lahir cukup bulan (36 minggu), lahir spontan diklinik dokter spesialis, langsung
menangis, berat badan 2,9 kg, Riwayat ibu demam saat hamil ada, Riwayat radiasi
selama hamil tidak ada, Usia saat hamil 34 tahun. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya. Riwayat Penyakit
Keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum
: sakit sedang
Suhu
: 36,7
Kesadaran
: Sadar
Pernafasan
: 19x/menit
Nadi
: 90x/menit
Keadaan gizi : sedang
Status Generalis :
Kepala
: konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, bibir tidak sianosis
Leher
:tidak terdapat pembesaran kelenjer getah bening
Abdomen
:
Inspeksi
: Distensi (+) darm contour (-) Darm Steifing (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Palpasi
: massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi
: timpani
Rectal touche : sfingter mencekik, kanalis anal sempit, sempit (jari tidak
bisa masuk) dimasukkan NGT(+)
Thoraks
:
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Diagnosis Kerja :
Stenosis ani derajat berat
Diagnosis Banding :
Atresia ani
STENOSIS ANI
A. Definisi
Stenosis ani merupakan suatu keadaan dimana lumen anus
menyempit. Stenosis ani pada bayi adalah kelainan kongenital atau
bawaan. Stenosis ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik
pada distal anus dimana terjadi pembentukan membran anal yang tidak
sempurna. Pada stenosis ani terjadi penyempitan dari spinkter anus dan
pembukaan dari lumen anus. Gejala utama yang ditemukan adalah
kesulitan buang air besar, kesulitan dan resistensi pada pergerakan usus
besar. Stenosis ani kongenital merupakan suatu malformasi anorektal.
Sedangkan stenosis ani pada dewasa sering terjadi akibat komplikasi dari
operasi pada daerah anorektal.
Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali
kongenital yang terdiri dari anus imperforata dan kloaka persisten. Anus
imperforata merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus
tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak
terjadi. Malformasi anorektal merupakan kerusakan berspektrum luas pada
perkembangan bagian terbawah dari saluran intestinal dan urogenital.
Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan anus
juga sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama. Defek
urologi adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan malformasi
anorektal,
diikuti
defek
pada
vertebra,
ekstrimitas
dan
sistem
kardiovaskular.
Penanganan dilakukan pada bayi dengan malformasi anorektal
setelah 24 jam, karena tekanan intraluminal akan meningkat sehingga
dapat mendorong mekonium keluar ke perineum pada kelainan letak
rendah, atau keluar melaui urethra pada kelainan letak tinggi dan memberi
waktu bagi udara untuk memenuhi usus hingga mencapai ujung distal
usus. Namun, bila dibiarkan lebih dari 24 jam, bayi beresiko mengalami
perforasi karena distensi yang berlebihan.
B. Epidemiologi
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran.
Malformasi ini lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak
mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat
puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih
defek tambahan dari sistem organ lainnya. Kelainan yang paling sering
terjadi pada pria adalah anus imperforata denga fistula rektouretra, diikuti
fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau bladder neck.
Pada wanita, yang tersering adalah defek rektovestibuler, kemudian fistula
kutaneusperineal. Yang ketiga yang tersering adalah persisten kloaka. Lesi
ini adalah malformasi yang berspektrum luas dimana rektum, vagina, dan
traktus urinarius bertemu dan bersatu membentuk satu saluran. Pada
pemeriksaan fisik, dapat dilihat satu lubang saja pada perineum.
C. Embriologi
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut,
Midgut dan Hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernapasan
bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem
bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum,
sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum.
Hindgut meluas dari midgut hingga ke membran kloaka, membran ini
tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm / analpit.
Hindgut membentuk sepertiga distal dan kolon tranversum , kolon
desenden, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. Endoderm hindgut ini
juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian akhir
hindgut bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm
yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah
pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membrana kloaka.
perkembangan
yang
lengkap
dari
septum
urorektalis
kontraksi reflek otot-otot rektum dan keinginan BAB pada saat tekanan
rektum meningkat sampai sekitar 18 mmHg. Apabila tekanan ini mencapai
15 mmHg, sfingter interior maupun eksterior melemas dan isi rektum
terdorong keluar. Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter eksterior
tercapai, terjadilah kontraksi otot-otot abdomen (mengejan), sehingga
membantu refleks pengosongan rektum yang teregang.
Distensi dari rektum oleh feses menginisiasi kontraksi reflex dari
otot-ototnya dan membuat keinginan untuk BAB. Pada manusia, saraf
simpatis mensuplai sfingter anal interna sebagai eksitatori, dimana
parasimpatisnya sebagai inhibitor. Sfingter ini rileks ketika rektum
distensi. Suplai saraf ke sfingter anal eksterna, otot skeletal berasal dari
saraf pudenda. Sfingter ini terjaga dalam keadaan kontraksi tonik, dan
adanya distensi yang bertambah pada rectum akan menambah tekanan dari
kontraksi otot. Keinginan untuk BAB pertama kali muncul pada saat
tekanan rectum sekitar 18 mmHg. Ketika tekanan mencapai 55 mmHg,
sfingter interna maupun eksterna rileks dan isi dari rectum dikeluarkan.
Kontinensia berhubungan dengan fungsi normal dari otot sfingter
yang mengelilingi anus dan rektum dan derajat dimana mereka ada dan
mendapatkan stimulasi saraf yang cukup. Perkembangan sakrum terjadi
pada saat yang sama dengan perkembangan anus, rektum, dan sfingter. Ini
adalah hal yang penting karena saraf yang terletak dekat sakrum yang
mensuplai otot sfingter yang mengontrol kontinensia. Jika sakrum tidak
berkembang normal, saraf ini mungkin tidak berkembang atau tidak
berfungsi normal. Pada perkembangannya terdapat reseptor sensori pada
garis dasar dari anal kanal yang penting untuk kontinensia. Bagian ini
mungkin tidak ada pada anak dengan anus imperforata. Nomalnya
manusia memiliki 3 kelompok otot di sekitar anus dan rektum yang
penting untuk kontinensia. Sfingter eksterna, sfingter interna, dan
kompleks levator. Anak yang lahir dengan anus imperforata memiliki
disfungsi atau tidak adanya komponen ini. Sfingter interna dan eksterna
mengontrol kemampuan untuk membuat anus menutup. Beberapa bagian
dari muskulus levator ani berbentuk seperti kerucut yang mengelilingi
anus dan rektum. Ketika otot ini mengkerut maka rektum akan tertarik ke
depan menambah sudut usus besar sebelum masuk anal kanal. Sudut
rektoanal yang tepat dapat membantu mempertahankan kontinensia
dengan manghambat feses yang terbentuk memasuki anal kanal. Otot
levator juga disuplai oleh saraf yang dekat dengan sakrum, hal ini penting
jarena sebagai aturan umum, jika ada bagian dari sakrum yang hilang
maka saraf yang berhubungan dengan sakrum tersebut mungkin juga tidak
ada.
Inervasi dari rectum melalui saraf simpatis dan parasimpatis, saraf
simpatis berasal dari segmen L1-3, membentuk plexus mesenterikus
inferior, melewati plexus hipogastrik superior, dan turun sebagai saraf
hipogastrik untuk plexus pelviks. Saraf parasimpatis berasal dari sakrum
dua, tiga, dan empat dan bergabung dengan saraf hipogastrik anterior dan
lateral menuju ke rectum dan membentuk plexus pelviks, dan dimana serat
lewat untuk membentuk plexus periprostatik. Setelah melewati plexus
pelvis dan periprostatik Serat saraf simpatik dan parasimpatik menuju
rectum dan sfingter anal juga prostat, buli-buli, dan penis. Cedera pada
saraf ini dapat menyebabkan impotensi, disfungsi buli-buli, dan
kehilangan mekanisme normal dari defekasi.
Sfingter
interna
diinervasi
oleh
serat
dari
simpatik
dan
disebabkan
oleh
fisurektomi,
hemoroidektomi,
fistulektomi,
eksisi
penggunaan
atau
laksatif
elektrokoagulasi
kongenital ialah
karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan
vagina atau juga pada proses obstruksi. Stenosis ani mungkin terjadi akibat
hilangnya segmen dari rektum dan anus sehingga terbentuk jaringan
fibrosis. Defek ini mungkin terjadi karena adanya cedera vaskular pada
regio ini. Anus imperforata terjadi ketika membran anal gagal terbuka.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen dan muntah
Sekitar 60% dari pasien memiliki anomali yang berasosiasi. Yang
paling sering adalah defek pada saluran urin, yang terjadi sekitar 50% dari
pasien. Defek pada skeletal juga sering terjadi dimana sakrum merupakan
yang sering terlibat. Banyak dari anomali asosiasi merupakan hal yang
serius dan prognosis jangka panjang dari anak dengan malformasi
anorektal lebih bergantung pada keadaan anomali yang berasosiasi ini
dibandingkan dengan malformasi anorektal itu sendiri. Jadi deteksi dini
dari anomali ini sangatlah penting. Periode embriologi pada saat ujung
kaudal dari fetus berdiferensiasi (5-24 minggu) merupakan waktu dimana
sistem tubuh lainnya juga sedang berkembang. Sehingga tidak sulit untuk
membayangkan jika terjadi defek embriologi pada waktu ini yang
menyebabkan malformasi anorektal juga akan menyebabkan insidensi
yang tinggi dari anomali lainnya. Istilah asosiasi VACTERL telah
ditentukan untuk menunjukkan grup non-acak dari anomali yang
berkaitan.
G. Klasifikasi
Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wong 2004
Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung
dari letak ujung atresia terhadap dasar panggul, sehingga anomali tersebut
dibuat menjadi tipe rendah, tipe intermediate, dan tipe tinggi.
Rektum
puboorektalis.
mempunyai
Terdapat
jalur
desenden
sfingter
internal
normal
dan
melalui
eksternal
otot
yang
Tindakan :
Kolonostomi neonatus pada
usia 4-6 bulan
Tindakan :
Operasi definitif
tanpa kolonostomi
neonatus
Tindakan :
Kolonostomi neonatus pada
usia 4-6 bulan
Tindakan :
Operasi definitif
tanpa kolonostomi
neonatus
0-4 bulan
4-12 bulan
8 12 bulan
1 3 tahun
3 12 tahun
Diatas 12 tahun
Businasi dilakukan
o 1 kali / hari selama 1 bulan
o 1 kali / 3 hari selama 1 bulan
o 2 kali / minggu selama 1 bulan
o 1 kali / minggu selama 1 bulan
o 1 kali / bulan selama 3 bulan
Jika kaliber anus sudah sesuai usia dan tidak ada komplikasi seperti
rasa nyeri pada anus, maka kolostomi dapat ditutup. Tapi jika terjadi
penyempitan, nyeri, perdarahan, maka dilakukan prosedur ulang dan mulai
dari awal.
Ada berbagai teknik operasi yang digunakan untuk terapi stenosis
anal sedang dan berat. Biasanya, terapi awal stenosis berat dan stenosis
sedang adalah sama, dimulai dengan pemberian suplemen yang
mengandung serat dan dilatasi anus bila diperlukan. Parsial spinterectomi
lateral internal dapat dilakukan pada stenosis ani derajat ringan. Teknik ini
simpel dan aman, dan hanya dilakukan pada stenosis fungsional. Operasi
sebaiknya dilakukan secepat mungkin, karena pada bayi toleransi
dilatasinya lebih bagus
Untuk stenosis ani yang lebih berat, harus dilakukan anoplasti
untuk memperbaiki kehilangan jaringan pada anal kanal. Berbagai jenis
flap dapat dilakukan untuk memasukkan anoderm ke dalam anal kanal
untuk menggantikan jaringan parut pada lapisan tepinya. Spinterektomi
lateral internal juga biasanya dilakukan bersamaan dengan anoplasti.
1. Lateral mucosal advancment flap
Teknik ini merupakan modifikasi dari anoplasti Martin. Stenosis pada
level media diperbaiki dengan melakukan eksisi pada jaringan parut.
Teknik ini dilakukan untuk terapi stenosis anal yang disertai ektropion
mukosa. Dilakukan insisi U pada kulit perianal. Jahitan flap sama
dengan jahitan pada anoplasti bentuk diamond
7. C flap
Teknik ini dilakuka dalam posisi lithotomi. Dengan menggunakan
retraktor kecil Hill-ferguson, dilakukan insis lateral radial dari linea
dentata sampai pinggir anus. Kemudian dilakukan insisi berbentuk
huruf C pada kulit perianal.
8. Rotational S-flap
S plasty adalah terapi yang paling baik pada penyakit Bowen dan
penyakit Paget, dimana banyak kulit yang harus dipotong dan
kemudian kulit yang baru akan tumbuh mengelilingi area tersebut.
J. Komplikasi
Komplikasi dari stenosis ani yang terlambat ditangani adalah
perforasi rektal akibat dari distesi abdomen. Komplikasi dari prosedurprosedur operasi anoplasty antara lain adalah infeksi lokal, paralisis otototot usus sementara (ileus paralitik), nekrosis flap akibat hilangnya suplai
darah, dehisensi pada jahitan luka akibat tekanan yang berlebihan, infeksi
saluran kemih, inkontinensia dan stenosis berulang. Komplikasi minor
yang sering ditemukan adalah pruritus dan inkontinesia temporari.
Tindakan reoperasi biasanya dilakukan bila terjadi dehisensi pada jahitan
luka, tetapi tidak dilakukan pada stenosis berulang.
K. Prognosis
Prognosis tindakan operasi pada stenosis ani adalah baik. Operasi
yang dilakukan bertujuan untuk evakuasi feses seperti anoplasti perineum
atau kolostomi temporer. Sekitar 7 bulan setelahnya, dapat dilakukan
operasi pull-through untuk menutup kembali kolostomi. Sebagian besar
malformasi anorektal berhasil dengan pembedahan, sehingga usus dapat
berfungsi dengan normal. Anak disarankan untuk mengkonsumsi makan
yang berserat dan obat pelunak feses, serta kontrol rutin ke dokter ahli
gastroenterologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brisinda G, Vanella S, Cadedu F. Surgical treatment of anal stenosis.
World Journal of Gastroenterology. 2009. Italy
2. Khan A.R, Saeed A, Malik H.I. Neonatal Rectal Perforation : Rare
Complication of Anal Stenosis. Journal of Pediatric Surgical Specialities.
2013. United Kingdom