Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus Kepada Yth :

Dibacakan :

PELVIC PERITONITIS

Oleh:
Irene Hongarta

Supervisor Pembimbing
dr. Linda M. Mamengko, SpOG, Subsp. FER

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
2022
PENDAHULUAN

Penyakit radang panggung merupakan salah satu infeksi serius yang


umumnya dialami pada wanita yang aktif secara seksual. Kondisi ini merupakan
infeksi akut pada saluran genitalia atas yang melibatkan struktur di sekitarnya. Pada
kondisi infeksi yang berat, dapat terjadi tuba ovarian abscess (TOA), yaitu suatu
peradangan yang melibatkan ovarium, tuba falopi, dan organ pelvis di sekitarnya.
TOA juga dapat terjadi akibat ekstensi dari infeksi organ sekitarnya, paling sering
berasal dari apendiks, dan paling jarang dijumpai berupa penyebaran hematogen
dari fokus infeksi jauh, atau berhubungan dengan kanker organ pelvis. Pada sekitar
10-15% pasien dengan TOA terjadi komplikasi yang serius. Salah satu komplikasi
akibat TOA yang tidak teratasi adalah terjadinya pelvic peritonitis.1–4
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya TOA
yaitu pasangan seksual multipel, riwayat radang panggul sebelumnya, riwayat
penyakit menular seksual sebelumnya, imunosupresi, atau adanya endometriosis.
Selain itu, penggunaan alat kontrasepsis dalam rahim model lama dengan benang
multifilamen juga berhubungan dengan TOA.1 Seringkali gejala yang dialami pada
awalnya berupa nyeri pelvis, demam, mual muntah, dispareunia, leukositosis, dan
gejala konstitusional lainnya.2 Pasien juga dapat datang dengan keluhan nyeri
abdomen akut yang tidak jarang dianggap berasal dari obstruksi intestinal atau
apendisitis. Pada pemeriksaan fisiknya dapat ditemukan nyeri abdomen bawah,
eksitasi servikal, dan nyeri adneksa. Dalam menegakkan diagnosisnya,
pemeriksaan radiografi berperan penting untuk mengeksklusi penyebab lain yang
mendasari.1,2 Gambaran abses pada tubo ovarian dapat ditemukan pada
pemeriksaan sonografi, computed tomography (CT) maupun magnetic resonance
imaging (MRI). Selain itu, penting juga untuk melakukan pemeriksaan darah untuk
mencari tanda infeksi dan pemeriksaan kehamilan untuk menyingkirkan suatu
kehamilan intrauterine atau ektopik.3
Pelvic peritonitis terjadi sebagai komplikasi dari TOA. Kondisi ini dapat
menyebabkan sepsis berat dan berpotensi mengancam nyawa. Pemberian terapi
yang efektif diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi dan sekuele
seperti kerusakan tuba, abses tuba ovarian, pelvic peritonitis, dan terjadinya adhesi
peritoneal pelvis dan abdomen. Selain itu, juga diperlukan untuk mengurangi risiko
terjadinya sekuele jangka panjang seperti nyeri pelvis kronis, radang panggul
berulang, gangguan anatomi pelvis, infertilitas, dan kehamilan ektopik. Tatalaksana
awal yang diberikan berupa antibiotik empiris spektrum luas dengan cakupan
bakteri aerob dan anaerob. Sebagian pasien mengalami kegagalan dalam terapi
medikamentosa dan memerlukan intervensi yang invasif. Operasi untuk source
control dapat meliputi laparatomi atau laparoskopik drainase abses, salfingektomi,
atau adneksektomi. Selain itu, terdapat juga alternatif drainase perkutaneus dengan
panduan pencitraan.1,2 Berikut ini dilaporkan sebuah kasus perempuan, 17 tahun,
dengan peritonitis akibat TOA disertai apendisitis.
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. SO
Umur : 17 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMA
Alamat : Tomohon
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Minahasa
MRS : 09/11/2022

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien dirujuk dari RS GMIM Bethesda Tomohon dengan keluhan utama nyeri
perut kanan bawah sejak 4 hari yang lalu dan didiagnosis perdarahan uterus
abnormal dan anemia (Hb 6,1 g/dL). Pasien sebelumnya dirawat di RS perujuk
sejak tanggal 1 November 2022 karena perdarahan dari jalan lahir yang telah
berlangsung selama 1 bulan 8 hari sejak hari pertama menstruasi, yakni tanggal 1
September 2022. Keluhan disertai dengan rasa pusing, mual dan muntah sebanyak
3 kali pada 1 hari yang lalu. Riwayat keputihan disertai rasa gatal dan berbau sejak
6 bulan yang lalu, namun tidak pernah diobati. Pasien mengatakan bahwa terdapat
BAB cair selama 2 hari. BAB terakhir adalah kemarin pagi dan BAB dikatakan
berwarna hitam.

Riwayat Penyakit Dahulu: Hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit


paru, dan penyakit ginjal disangkal. Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Obstetrik :(-)


Menarche saat usia 12 tahun. Siklus haid tidak teratur. Menstruasi kurang lebih
sudah dirasakan selama 1 bulan 8 hari (HPHT 1 September 2022), dengan jumlah
pembalut sebanyak 4 – 5 pembalut per hari.

Riwayat KB: (-)

Riwayat Perkawinan: Pasien belum menikah.

Riwayat Paritas: (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/m
Respirasi : 21 x/m
Suhu : 38,5ᵒc
SpO2 : 95% room air
VAS : 4/10
BB : 70 kg
TB : 160 cm
IMT : 27.34 kg/m2

Kepala
Mata : Conjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Hiperemis (-/-)
Telinga : Sekret (-/-)
Wajah : Jerawat (+/+)
Mulut : Karies (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Cor : Bunyi Jantung Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Sp. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Nyeri tekan (+) kanan bawah
Perkusi : WD (-)
Auskultasi : BU (+) meningkat
Ekstremitas
Inspeksi : Hirsutisme (+) bilateral

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Inspeksi : Fluksus (-), fluor (+), vulva tak

PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG transrektal:
Hasil USG :
VU terisi kurang
Uterus antefleksi ukuran 5,48 x 4,34 cm
EL (+) 0,4 cm
Ovarium kanan sulit dievaluasi
Ovarium kiri tampak folikel-folikel, jumlah +/- 14 ukuran folikel terkecil
0.33 x0.36cm , folikel terbesar uk 1.15 x 1,62cm
FF (+)
Kesan : PCO

PEMERIKSAAN ROTGEN ABDOMEN 3 POSISI


Foto Abdomen 3 posisi :

Bayangan gas dalam usus kesan normal. Tak tampak dilatasi usus besar maupun
usus kecil.
Tak tampak gambaran herring bone /coil spring .
Tak tampak gambaran stepp ladder.
Tak tampak udara bebas dalam cavum abdomen.
Flank area kesan normal.
Peritonel fat kesan normal.
====== [Conclusion] ======
Tak tampak kelainan yang signifikan pada pemeriksaan ini

DIAGNOSIS
P0A0 17 tahun dengan PUA O + PCO + Peritonitis e.c. suspek perforasi app

RENCANA TERAPI
DPJP: dr. Linda M. Mamengko, Sp.OG (K)
- Ceftriaxone 2 x 1 g IV (ST)
- Metronidazole 2 x 500 mg IV
- Konsul TS Bedah :
Diagnosis :
Peritonitis ec susp Apendisitis akus dd Tuba ovarial abses.

Rencana :
Laparakopik diagnostik

Rencana Tindakan :
Laparaskopi konversi laparatomi + drainase abses + Apendektomi ec peritonitis ec
suspect Tuba Ovarial Abses.

LAPORAN OPERASI
Tanggal operasi: 9 November 2022
- Divisi Bedah
1. Pasien tidur terlentang diatas meja operasi dalam anestesi
2. Asepsi dan antisepsis lapangan operasi
3. Insisi infraumbilikal, insisi diperdalam hingga fasia, fasia diklem kocher
dan dibuka secara tajam hingga menembus peritoneum, dan ditegel.
4. Dimasukkan trokar 10mm dan gas dialirkan. Masuk kamera, dilakukan
diinsisi 8 cm ke lateral kanan sejajar umbilikus, dimasukkan trokar 5mm.
5. Evaluasi intra-abdomen, tampak omentum taksis ke rongga pelvis, kanan
bawah, dan kiri abdomen, disertai perlengketan dan pocket - pocket abses.
Kesan perlengketan sulit dilepas.
6. Diputuskan dilanjutkan konversi laparotomi infraumbilikus.
7. Evaluasi lebih lanjut tampak adhesi peritoneum, omentum, usus2 halus,
kolon, uterus, serta kedua tuba dan ovarium, dilanjutkan dengan
adhesiolisis. Pocket - pocket abses didrainase, kesan tuba ovarian abses
kanan.
8. Apendiks tampak hiperemis, letak retrocaecal, dilanjutkan dengan
apendektomi, lalu punctum appendix dijahit tabac sac.
9. Evaluasi lebih lanjut organ intra-abdomen dalam batas normal
10. Rongga abdomen dicuci dengan NaCl 0,9% hangat
11. Operasi dilanjutkan TS Obsgin.
1. Eksplorasi lanjut dilakukan oleh Obgin, dilakukan adhesiolisis, ditemukan
abses dan tuba falopi kanan membesar ukuran ± 5x4 cm, ovarium kanan
tervisualisasi membesar; tuba talopi kiri ukuran ± 4x4cm, ovarium kiri sulit
dievaluasi.
2. Dilakukan drainase pus dari cavum uteri dan cavum abdomen dicuci
dengan NaCl 0,9%
3. Kontrol perdarahan → perdarahan aktif (-)
4. Abdomen ditutup lapis demi lapis
5. Peritoneum dan fascia dijahit secara mass closure secara jelujur dengan
PGA 2 tapper
6. Lemak dijahit secara interuptus dengan plain catgut 2/0 tapper
7. Kulit dijahit dengan PGA 2/0 cutting
8. Luka operasi ditutup dengan kassa steril
9. Operasi selesai
10. Perdarahan 150 cc
11. Diuresis 150 cc / 2 jam

9 November 2022 (08:00)


S: Nyeri luka operasi. Demam disangkal. Flatus dan BAB belum ada.
O: KU: Sakit sedang Kes: CM
T: 130/80 mmHg
N: 80 x/m
R: 20 x/m
S: 36,6ᵒC
Kepala: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
NGT (+)
Abdomen:
Inspeksi: Datar, luka operasi terawat, rembes (-), drain (+), produksi
minimal ±20 cc
Auskultasi: BU (+)
Palpasi: Supel
Perkusi: Timpani

Laboratorium (09/11/2022)
- Hemoglobin: 11,8 g/dL
- Leukosit: 18.600 sel/µL
- Trombosit: 309.000 /µL
- GDS: 69 mg/dL
- Ureum: 23 mg/dL
- Creatinine: 0,7 mg/dL
- SGOT: 19 U/L
- SGPT: 22 U/L
- Natrium: 133 mEq/L
- Kalium: 3,7 mEq/L
- Klorida: 99 mEq/L

Urinalisis (09/11/2022)
- Eritrosit: 5 – 6 /LPB
- Leukosit: 6 – 9 /LPB
- Epitel: 4 – 5 /LPK
- Leukosit: 1+
- Protein: 1+
- Keton: 2+
- Urobilinogen: 4+
- Billirubin: 1+
- Darah: 1+
- hCG: (-)

A: A: P0A0 17 tahun dengan TOA bilateral dengan hidrosalfing bilateral dan


apendisitis + telah dilakukan laparotomi apendektomi + drainase H0
P:
- IVFD RL 500 cc 20 tpm
- Ceftriaxone 2 x 1 g IV
- Metronidasole 2x500mg iv
- Klindamicin 2x100mg
- Ketoprofen 1x200mg supp
- Parasetamol 3x1gr iv
- Ranitidine 2x50mg iv
- Asam tranexamat 3x50mg iv
- Vitamin Bcomplex 2x500mg
- Cek DL 6 jam post OP

10 November 2022 (08.00)


S: Nyeri luka operasi. Demam disangkal. Flatus dan BAB belum ada.
O: KU: Sakit sedang Kes: CM
T: 110/80 mmHg
N: 80 x/m
R: 20 x/m
S: 36,6ᵒC
Kepala: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Posisi semi Fowler
Kepala: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Terpasang NGT cairan berwarna hijau 600 cc
Abdomen: Datar, lemas, luka operasi terawat, terpasang drain cairan
serosa + darah 100 cc, bising usus (+) normal
Urin kateter 700 cc

Laboratorium (10/11/2022)
- Hemoglobin: 11,2 g/dL
- Leukosit: 23.100 sel/µL
- Trombosit: 292.000 /µL
A: P0A0 17 tahun dengan TOA bilateral dengan hidrosalfing bilateral dan
apendisitis + telah dilakukan laparotomi apendektomi + drainase H1

P:
- Ceftriaxone 2 x 1 g iv
- Metronidazole 2 x 500 mg iv
- Klindamicin 2x100mg
- Ketoprofen 1x200mg supp
- Parasetamol 3x1gr iv
- Ranitidine 2x50mg iv
- Asam tranexamat 3x50mg iv
- Vitamin Bcomplex 2x500mg
-
Saran dari TS Bedah:
- Metoclopramide IV 3 x 1 amp
- NGT tertutup
- Diet clear water
- Mobilisasi
- Bladder training → aff kateter

11 November 2022 (08:00)


S: Nyeri luka operasi. Demam disangkal. Sudah ada flatus, namun belum BAB.
O: KU: Sedang Kes: CM
BB: 50 kg
TB: 155 cm
IMT: 20,8 kg/m2 (normal)
T: 120/70 mmHg
N: 80 x/m
R: 20 x/m
S: 36,6ᵒC
Kepala: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), NGT (+)
Abdomen: Luka operasi terawat, rembes (-), drain (+) prodyksi minimal ±
50 cc cairan serous, bisung usus (+) normal, supel, timpani.
Kateter (+), bladder training

Laboratorium (11/11/2022)
- Hemoglobin: 10,5 g/dL
- Leukosit: 11.100 sel/µL
- Trombosit: 321.000 /µL

A: P0A0 17 tahun dengan TOA bilateral dengan hidrosalfing bilateral + apendisitis


+ telah dilakukan laparotomi apendektomi + drainase H2

P:
- IVFD RL 500 cc 20 tpm
- Ceftriaxone IV 2 x 1 g
- Metronidazole IV 2 x 500 mg
- Paracetamol IV 3 x 1 g
- Ranitidine IV 2 x 50 mg
- Asam traneksamat IV 3 x 500 mg
- Clindamycin 2 x 100 mg PO
- Vitamin B kompleks + C 2 x 1 tab PO
- SF 1 x 200 mg PO
- Ketoprofen 1 x 200 mg supp
- Perawatan pasca operasi
Terapi TS Gizi:
- Diit lambung I
- Jadwal 3 x makan + 2 x extra
- Kebutuhan gizi: energi 1.300 kkal, protein 65 gram, lemak 28,8 gram,
karbohidrat 195 gram
- Extra 3 x makanan cair
- Monitor asupan, hasil laboratorium.
Terapi TS Bedah:
- Saran aff kateter, aff NGT
- DL 1
- Mobilisasi

12 November 2022
S: Nyeri luka operasi
O: KU: Cukup Kes: CM
T: 120/70 mmHg
N: 80 x/m
R: 20 x/m
S: 36,6ᵒC
Kepala: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen: Luka operasi terawat, drain cairan serous 50 cc, bisung usus (+)
normal
Kateter (+), bladder training

A: P0A0 17 tahun dengan TOA bilateral dengan hidrosalfing bilateral + apendisitis


+ telah dilakukan laparotomi apendektomi + drainase H3

P:
- IVFD RL 500 cc 20 tpm
- Ceftriaxone IV 2 x 1 g
- Metronidazole IV 2 x 500 mg
- Paracetamol IV 3 x 1 g
- Ranitidine IV 2 x 50 mg
- Asam traneksamat IV 3 x 500 mg
- Clindamycin 2 x 100 mg PO
- Vitamin B kompleks + C 2 x 1 tab PO
- SF 1 x 200 mg PO
- Ketoprofen 1 x 200 mg supp
- Perawatan pasca operasi
Terapi TS Gizi:
- Diet TKTP menu RS dengan komposisi energi 1.400 kkal, protein 45
grama, lemal 45 gram, dan karbohidrat 204 gram. Dibagi dalam 3x
pemberian
- Pepsitol 45 gram + air 150 cc sebanyak 2 x per hari
- Pemberian dilakukan secara bertahap sampai kebutuhan terpenuhi.
- Monitor asupan, hasil laboratorium.

13 November 2022
S: Nyeri luka operasi (+). Demam (-). Sudah terdapat flatus dan BAB.
O: KU: Cukup Kes: CM
T: 122/72 mmHg
N: 80 x/m
R: 20 x/m
S: 36,6ᵒC
Kepala: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Abdomen: Cembung, lemas, luka operasi terawat, drain 100 cc, bising
usus (+) normal

A: P0A0 17 tahun dengan TOA bilateral dengan hidrosalfing bilateral + apendisitis


+ telah dilakukan laparotomi apendektomi + drainase H4

P:
- IVFD RL 500 cc 20 tpm
- Ceftriaxone IV 2 x 1 g
- Metronidazole IV 2 x 500 mg
- Paracetamol IV 3 x 1 g
- Ranitidine IV 2 x 50 mg
- Asam traneksamat IV 3 x 500 mg
- Clindamycin 2 x 100 mg PO
- Vitamin B kompleks + C 2 x 1 tab PO
- SF 1 x 200 mg PO
- Lansoprazole 1 x 1 cap
- Ketoprofen 1 x 200 mg supp
- Perawatan pasca operasi
- Observasi tanda vital, perdarahan, drain
- Rawat bersama TS Bedah
- NGT tertutup sesuai TS Bedah
- Pemeriksaan DL ulang, bila hasil normal maka pasien bisa rawat jalan:
• Cefadroxil 3 x 500 mg
• Doxycycline 2 x 100 mg
• Lansoprazole 1 x 1 cap
• SF 1 x 200 mg
• Vitamin B comp C 2 x 1
• Rawat luka operasi
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini dilaporkan perempuan dengan peritonitis pelvis


sebagai akibat dari tubo ovarian abscess (TOA). Awal mulanya, pasien mengalami
keputihan yang disertai rasa gatal dan berbau, namun tidak pernah diobati.
Keputihan sudah dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Setelah itu, muncul perdarahan
dari jalan lahir yang berlangsung sejak 1 bulan 8 hari yang lalu dengan mengganti
pembalut sebanyak 4 -5 pembalut per hari. Lama kelamaan pasien mengeluhkan
rasa pusing. Sejak 4 hari yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah
yang disertai dengan rasa mual dan muntah sebanyak 3 kali yang muncul sejak 1
hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan terdapat BAB cair selama 2 hari, dan
pasien mengatakan bahwa BAB terakhir pada 1 hari yang lalu berwarna hitam.
Keputihan yang disertai rasa gatal dan berbau merupakan infeksi vagina
(vaginitis) dengan atau tanpa infeksi serviks (serviksitis). Banyak diagnosis
banding yang muncul hanya dengan gejala duh tubuh vagina, dan anamnesis dapat
memberikan petunjuk etiologi dari infeksi tersebut. Namun diagnosis pasti hanya
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang. Informasi mengenai aktivitas
seksual, jumlah pasangan bila sudah aktif secara seksual, dan kebiasaan higienitas
bagian kewanitaan perlu digali. Infeksi yang paling sering berkaitan dengan gejala
vagina adalah vaginosis bakterialis (bacterial vaginosis atau BV), trikomoniasis,
dan kandidiasis vulvovaginalis.5 Neisseria gonorrhea dan C. trachomatis paling
sering menyebabkan serviksitis.
BV adalah disbiosis vagina karena flora normal vagina digantikan oleh
bakteri anaerobik seperti G. vaginalis, spesies Prevotella, A. vaginae, dan lainnya.
Terdapat kriteria diagnostik Amsel yang membutuhkan 3 dari 4 gejala atau tanda
berikut untuk penegakan diagnosis, yaitu duh tubuh homogen tipis dengan
konsistensi seperti susu yang tampak halus melapisi dinding vagina, clue cells pada
pemeriksaan mikroskopis, pH vagina >4,5, dan bau amis sebelum dan setelah
pemberian KOH 10% (whiff test).6
Mayoritas penderita trikomoniasis (70 – 85%) memiliki gejala yang
minimal atau bahkan tidak ada. Pada perempuan, terkadang dapat muncul gejala
duh tubuh vagina yang berwarna kuning kehijauan, berbau, dengan atau tanpa iritasi
vulva, dan mungkin memiliki gambaran strawberry cervix.7 Kandidiasis
vulvovaginalis memiliki gejala tipikal yaitu pruritus vulva, tanda-tanda inflamasi
pada vulva (nyeri, bengkak, kemerahan), dispareunia, disuria eksternal, dan duh
tubuh abnormal berupa duh tubuh kental dan bergumpal.8
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi etiologi adalah pH duh tubuh, tes kalium hidroksida (KOH), dan
pemeriksaan mikroskop dengan sampel duh tubuh segar dalam sediaan basah.
Dalam kondisi normal, sekresi vagina memiliki pH yang asam. Apabila pH
meningkat (yaitu >4,5), maka diagnosis banding BV atau trikomoniasis perlu
dipikirkan, walaupun pH normal dapat ditemukan pada trikomoniasis. Setelah itu,
2 sampel duh tubuh diambil dan didilusi dengan: 1) 1 – 2 tetes NaCl 0,9% untuk
membuat sediaan basah, kemudian ditutup dengan coverslip dan diperiksa
menggunakan mikroskop dengan kekuatan rendah dan tinggi; dan 2) diberikan
cairan KOH 10%. Apabila pada sediaan basah ditemukan trichomonas motil, maka
diagnosisnya adalah trikomoniasis. Bila ditemukan clue cells (yaitu sel epitel
dengan batas yang ditutupi oleh bakteri anaerob kecil), maka diagnosis mengarah
ke BV. Pada penetesan KOH, bila terdapat bau amis (amine odor) segera setelah
penetesan, maka diagnosis mengarah ke BV atau trikomoniasis. Bila spesimen
KOH menunjukkan hifa atau blastospora, maka diagnosis adalah kandidiasis.
Apabila kedua pemeriksaan tersebut tidak menampilkan patogen, infeksi tidak
dapat dieksklusikan karena sensitivitas mikroskop hanyalah ±50% bila
dibandingkan dengan NAAT (trikomoniasis) atau kultur (ragi). Temuan leukosit
pada pemeriksaan mikroskopis mengindikasikan serviksitis. 5 Terdapat alur
penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan inspekulo, dan
mikroskopi oleh Pedoman Nasional Tata Laksana Infeksi Menular Seksual 2015
(Bagan 1).9
Infeksi asendes dari traktus genitalia wanita bawah dapat menyebabkan
pelvic inflammatory disease (PID). PID adalah inflamasi traktus genitalia atas
sebagai akibat dari infeksi pada perempuan. Sebesar 85% kasus PID disebabkan
oleh bakteri yang menyebabkan infeksi menular seksual (IMS), seperti N.
gonorrhea dan C. trachomatis.10 Kedua patogen tersebut biasanya menyebabkan
serviksitis asimptomatik, namun apabila bergejala dapat menyebabkan duh tubuh
vagina, disuria, atau nyeri pelvis.11 Manifestasi klinis PID dapat berupa nyeri pelvis
atau abdomen bawah, duh tubuh vagina, dan/atau perdarahan vagina abnormal,
seperti yang ditemukan pada kasus ini. Manifestasi lain yang mungkin juga
dikeluhkan adalah dispareunia.10

Bagan 1. Duh Tubuh Vagina dengan Pemeriksaan Inspekulo dan


Mikroskop.9

Idealnya dilakukan pemeriksaan dalam dan inspekulo pada kasus seperti ini,
akan tetapi karena pasien belum menikah maka pemeriksaan tersebut tidak dapat
dilakukan, sehingga evaluasi vagina untuk menilai duh tubuh dalam dinding vagina
dan serviks (strawberry cervix, duh tubuh serviks, penilaian nyeri goyang serviks,
nyeri adneksa, dan lainnya) tidak dapat dilakukan.
PID utamanya merupakan diagnosis klinis. Walaupun terdapat beberapa
pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakan diagnosis seperti NAAT
(nucleic acid amplification test) untuk mengidentifikasi C. trachomatis dan N.
gonorrhea, akan tetapi hasil NAAT negatif tidak mengeksklusikan PID.
Ultrasonografi (USG) dan CT scan dapat dilakukan, dan bila hasil negatif, PID juga
tidak dapat dieksklusikan. Maka dari itu, terapi dini dan tepat harus dimulai
berdasarkan kecurigaan klinis. Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi
sebagai akibat dari PID adalah TOA atau abses pelvis, sedangkan komplikasi
jangka panjang yang dapat terjadi yakni kehamilan ektopik, infertilitas, dan nyeri
pelvis kronis.10
TOA adalah adalah massa pada adneksa yang berasal dari infeksi
polimikroba sebagai akibat dari PID. Patogen dominan biasanya adalah bakteri
anaerobik. Uniknya, N. gonorrhea dan C. trachomatis biasanya tidak ditemukan
dari TOA. Pertama, infeksi asendens dari vagina dan serviks naik ke endometrium,
kemudian menyebar ke tuba fallopi hingga ke kavum peritoneum di mana patogen
membentuk massa berdinding. Mayoritas kasus terdapat peritonitis di sekitar
massa. Selain itu, TOA juga dapat terjadi sebagai penyebaran dari organ sekitar
yang terinfeksi, paling sering yaitu apendiks. Penyebaran secara hematogen atau
kanker organ pelvis juga dapat menyebabkan TOA.3
Faktor risiko PID dan TOA serupa, yaitu aktivitas seksual dengan beberapa
pasangan, usia reproduktif, riwayat PID sebelumnya, pemasangan AKDR (alat
kontrasepsi dalam rahim), dan ligasi tuba.3,10 Pada kasus ini, pasien hanya memiliki
faktor risiko usia reproduktif. Riwayat aktivitas seksual tidak tergali.
Manifestasi klasik TOA adalah nyeri abdomen, massa pelvis pada
pemeriksaan fisik, demam, dan leukositosis. Beberapa manifestasi yang tidak
umum ditemukan namun dapat menjadi keluhan pada TOA adalah duh tubuh
vagina (28%), mual (25%), dan perdarahan dari jalan lahir (21%). 3 Maka dari itu,
perdarahan yang dialami oleh pasien bisa menjadi bagian dari PID maupun TOA.
Duh tubuh mukopurulen dan nyeri goyang serviks mengarahkan diagnosis
ke PID, akan tetapi bila secara bersamaan ditemukan nyeri tekan abdomen bagian
bawah yang mengindikasikan nyeri pada uterus atau adneksa, maka TOA perlu
dicurigai. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah USG, CT scan
abdomen, MRI, atau laparoskopi sebagai pemeriksaan baku emas. USG adalah
pencitraan yang ideal karena terjangkau dari segi biaya, tidak ada paparan radiasi,
dan tersedia secara luas. Pada USG, dapat ditemukan obliterasi adneksa sempurna
unilateral atau bilateral, ketebalan tuba fallopi >5 mm, cairan pada cul-de-sac, dan
septa inkomplit dalam tuba fallopi. 3 Tanda roda pedati atau cogwheel (Gambar 1)
adalah penanda sensitif untuk TOA. Selain itu, dapat ditemukan kompleks tubo-
ovarium, yaitu gambaran ovarium yang meradang berupa polikistik reaktif (akibat
edema) dan kemudian menjadi lengket ke tuba dan biasanya terletak dalam pouch
of Douglas (Gambar 2).12 Pada CT scan dapat ditemukan abses dengan dinding
tebal dan seragam (95%), yang seringkali multilokuler (89%) dengan peningkatan
densitas cairan.3

Gambar 1. Tanda Roda Pedati (Cogwheel) Akibat Penebalan Lipatan


Endosalfing.12

Gambar 2. Kompleks Tubo-ovarium.12


Pada kasus ini, ovarium kanan yang mana terjadi TOA sulit dievaluasi pada
USG. Berdasarkan kasus ini, perlu diingat bahwa sensitivitas USG hanyalah 75% -
82% sehingga hasil negatif tidak berarti TOA dapat dieksklusikan. 3 Pendekatan
USG yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis biasanya adalah USG
transvaginal dan transabdominal, di mana USG transvaginal lebih unggul daripada
transabdominal.13 Sejauh ini, belum ada laporan mengenai sensitivitas dan
spesifisitas USG transrektal dalam penegakan diagnosis TOA.
Temuan ovarium kiri polikistik pada USG transrektal bisa merupakan
bagian dari polycystic ovary syndrome (PCOS) mengingat bahwa terdapat gejala
klinis hiperandrogen berupa hirsutisme pada kaki dan akne pada wajah disertai
dengan siklus menstruasi yang ireguler, akan tetapi hal tersebut dapat merupakan
bagian dari TOA yang berlangsung. Namun, menstruasi ireguler merupakan hal
yang umum terjadi pada 5 – 7 tahun pasca menarche sebelum siklus menstruasi
menjadi teratur.14 Pada kasus ini, pasien baru mengalami menarche 5 tahun yang
lalu, sehingga ketidak-teraturan menstruasi masih dapat dijelaskan oleh fenomena
ini. Selain itu, pada laparotomi ovarium kiri sulit dievaluasi, sehingga apakah
temuan tersebut merupakan bagian dari PCOS atau TOA masih belum dapat
ditentukan. Pasien tidak memiliki faktor risiko PCOS seperti obesitas dan diabetes
melitus. Faktor risiko gaya hidup (aktivitas fisik, diet) dan faktor lingkungan
(endocrine-disrupting chemicals atau EDC) juga belum digali secara lengkap. Akan
tetapi, sejak awal perjalanan penyakit pasien hingga follow up tidak terdapat proses
akut pada regio abdomen bawah kiri, sehingga dapat mengarahkan diagnosis pada
PCOS. Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk mengonfirmasi PCOS, seperti kadar
testosteron total atau kadar AMH.15
Nyeri tekan abdomen kanan bawah pada kasus dapat merupakan bagian dari
TOA, komplikasi peritonitis akibat TOA, atau apendisitis. Sebagai komplikasi berat
dari PID, TOA yang mengalami ruptur bisa menyebabkan pasien datang dengan
keluhan peritonitis akut dan sepsis. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan
operasi dan memerlukan laparotomi segera. Selain itu, kondisi ini memiliki
mortalitas 65-100% jika hanya diterapi dengan antibiotik saja. Salah satu kasus
yang melaporkan kondisi TOA dengan komplikasi peritonitis adalah laporan kasus
Tymon-Rosario et al. Studi tersebut melaporkan seorang wanita usia 36 tahun
dengan TOA yang terjadi dua minggu setelah pelepasan intrauterine device (IUD)
dan mengalami dekompensasi cepat hingga menjadi peritonitis dan syok sepsis.
Kondisi peritonitis bisa terjadi akibat penyebaran metastasis dari infeksi ke rongga
abdomen. Terdapat berbagai mikroorganisme yang bisa menyebabkan PID hingga
komplikasi ini, salah satunya adalah Streptococcus pneumoniae. Mekanisme yang
terjadi dalam kasus Tymon-Rosario et al. adalah bahwa penyebaran organisme
terjadi akibat cedera mukosa saat terjadi malposisi dan/atau pelepasan IUD yang
dikomplikasi juga oleh penyebaran hematogen ke tuba fallopi, kavitas
intraperitoneal dan traktus gastrointestinal. Berbeda dengan kasus kami, didapatkan
bahwa peritonitis terjadi kemungkinan karena penyebaran infeksi ke rongga
abdomen karena tidak terdapat riwayat pemakaian IUD ataupun perforasi dari
apendiks.16,17
Terkait apendisitis, studi oleh Serbanescu et al. menyatakan bahwa studi
retrospektif dari 25 pasien dengan TOA bilateral, kanan dan kiri, diketahui bahwa
terdapat 3 pasien yang juga mengalami apendisitis. Dilakukan apendektomi pada
pasien dengan TOA kanan dengan insisi puboumbilical. Selain itu, didapatkan
bahwa ketiga pasien tersebut juga mengalami infeksi saluran kencing terutama dari
E. coli. Diketahui juga evolusi abses lebih cepat terjadi pada pasien-pasien dengan
apendisitis. TOA diketahui juga bisa terjadi sebagai kejadian sekunder akibat
perluasan inflamasi dari apendisitis (selain apendisitis, inflamasi organ lainnya
meliputi divertikulitis, colitis, dan keganasan pelvis). Selain terjadi secara sekunder,
TOA seringkali salah diartikan sebagai apendisitis (terutama TOA pada bagian
kanan) karena tampilan klinisnya yang seringkali tumpang tindih dengan penyakit
lainnya.18,19 TOA sangat penting untuk dibedakan dengan apendisitis akut karena
diagnosis yang tidak tepat bisa memperlambat penatalaksanaan yang sesuai. Pada
kasus ini, apendektomi dilakukan setelah evaluasi saat laparoskopi. Terdapat kesan
perlengketan yang sulit untuk dilepaskan dan pocket-pocket abses. Pada kasus ini
dilakukan konversi menjadi laparotomi disertai dengan apendektomi dan
adhesiolisis. Penelitian Serbanescu et al. juga menyatakan bahwa tim dokter bedah
dan ginekologi mempertimbangkan bahwa tindakan apendiktomi diperlukan pada
ketiga pasien di studi tersebut dengan TOA. Adhesi yang didapat pada studi tersebut
juga serupa dengan yang terjadi pada kasus kami, dimana terdapat adhesi yang
melibatkan omentum, intestinal loops, apendiks dan dinding abdomen.18
Pemeriksaan radiologis yang bisa membantu diagnosis TOA adalah CT
scan; namun demikian, inflamasi sekunder juga bisa menyebabkan ileus
reaktif/obstruksi, penebalan dinding usus atau bahkan inflamasi apendiks yang
mendukung diagnosis apendisitis akut walaupun TOA juga bisa menyebabkan
inflamasi reaktif pada struktur sekitarnya seperti apendiks dan caecum. Studi Eshed
et al. melaporkan perbedaan antara TOA dan apendisitis dengan menggunakan CT
scan. Studi tersebut menyatakan bahwa peri-ovarian fat stranding dan penebalan
dinding rectosigmoid adalah ciri CT scan yang mendukung diagnosis TOA karena
jarang ditemukan pada apendisitis. Ciri ini menunjukkan adanya reaktivitas organ-
organ sekitar. Di sisi lain, penebalan dinding caecum dan per-caecal fat stranding
merupakan tanda yang mendukung diagnosis apendisitis akut. Walaupun temuan
ini juga bisa ditemukan pada pasien TOA, temuan ini lebih jarang terjadi pada
pasien TOA dibandingkan dengan apendisitis akut. 19,20
Berdasarkan teori, manajemen TOA dimulai dengan rawat inap dan
observasi selama minimal 24 jam untuk mengeksklusikan kemungkinan ruptur atau
sepsis, serta pemberian antibiotik dan operasi untuk kasus suspek ruptur TOA atau
pada kasus di mana respons terhadap antibiotik buruk.3,13 Antibiotik yang
direkomendasikan pada TOA berdasarkan bukti ilmiah terbaru yaitu kombinasi
sebagai berikut:
- Ceftriaxone IM 1 g ditambah doxycycline PO 2 x 100 mg,
- Clindamycin IV 3 x 900 mg ditambah gentamicin IV 5 mg/kg, atau
- Alternatif: Ampicillin/sulbactam 4 x 3 g ditambah doxycycline PO 2 x 100
mg.13
Rekomendasi antibiotik parenteral oleh CDC (Centers for Diseases Control
and Prevention) pada tahun 2021 untuk mengobati PID juga mencakup pengobatan
TOA, yaitu sebagai berikut:
- Cefotetan IV 2 x 2 g dan doxycycline PO atau IV 2 x 100 mg, atau
- Cefoxitin IV 4 x 2 g dan foxycycline PO atau IV 2 x 100 mg, atau
- Clindamycin PO atau IV 2 x 900 mg dan gentamicin loading dose IV atau
IM (2 mg/kg) diikuti 1,5 mg/kg tid.3
Pemberian antibiotik intravena disarankan hingga pasien apireksia selama
24 jam, terdapat resolusi nyeri dan nyeri tekan yang signifikan, hitung leukosit
normal, dan ukuran massa stabil atau berkurang pada pencitraan.3,13 Bila sudah
afebris, maka doxycycline PO selama 14 hari diberikan.13 Metronidazole harus
ditambahkan pada regimen di atas karena memiliki cakupan anaerobik yang lebih
baik, memiliki penetrasi pada abses yang baik, serta lebih disarankan daripada
clindamycin karena risiko terjadinya kolitis Clostridium difficile berkurang.13
Pada kasus ini, walaupun belum dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
mengidentifikasi patogen penyebab PID dan komplikasi TOA, akan tetapi telah
dimulai antibiotik empiris yaitu ceftriaxone 2 x 1 g IV dan metronidazole 3 x 500
mg IV sejak sebelum tindakan operasi. Ceftriaxone yang diberikan sudah sesuai
dengan rekomendasi, di mana antibiotik ini memberikan cakupan untuk bakteri
Gram negatif seperti Neisseria spp. dan Enterobacteriaceae, yaitu patogen-patogen
yang telah diketahui merupakan etiologi PID.10,21 Namun ceftriaxone memberikan
cakupan Gram positif yang lebih sedikit dibandingkan generasi awal
cephalosporin.21 Metronidazole yang diberikan sudah sesuai dengan rekomendasi,
yakni untuk memberikan cakupan bakteri anaerobik. Pada kasus tidak diberikan
doxycycline, yang mana seharusnya diberikan untuk mencakup C. trachomatis.9
Pencitraan ulang perlu dilakukan bila terdapat perburukan gejala,
perburukan klinis, atau sudah diterapi selama 2 minggu dan tidak ada perbaikan.
Bila pada pencitraan terdapat perburukan TOA atau terdapat ruptur, terapi
antibiotik parenteral selama 24 jam diikuti operasi untuk menyingkirkan abses,
ovarium dan tuba fallopi yang terdampak perlu dilakukan. 3 Saat ini, berkat adanya
antibiotik spektrum luas, kebutuhan manajemen operatif TOA sudah berkurang.
Waktu dari dimulainya antibiotik dan keputusan untuk dilakukan tindakan operatif
bervariasi. Biasanya operasi dipertimbangkan setelah pemberian antibiotik
intravena selama 24 jam (dan sudah pasti bila sudah 48 jam) tanpa perbaikan
klinis.12
Terdapat beberapa pendekatan intervensi operasi TOA, yaitu laparoskopi
atau laparotomi dengan drainase abses, salpingo-oophorectomy unilateral atau
bilateral atau pembersihan pelvis. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah
riwayat operasi, keinginan untuk mempertahankan fertilitas, dan ukuran abses. Bila
terdapat riwayat operasi abdomen signifikan, abses berukuran besar, atau terdapat
kondisi seperti inflammatory bowel disease, maka lebih baiki laparotomi midline
dipilih.12 Ukuran abses >8 cm berkemungkinan membutuhkan drainase atau
intervesi operatif.13
Terdapat tindakan invasif minimal pada TOA untuk menghindari operasi,
yaitu drainase dengan panduan pencitraan seperti USG atau CT dengan rute
pendekatan yang dapat dilakukan yakni via transabdomen, transvagina, transrektal,
atau transgluteus.12,13 Bila abses terletak dalam pelvis, maka pendekatan
transvagina lebih dipilih; sedangkan abses yang terletak pada pelvis atas atau
abdomen, pendekatan transabdomen lebih dipilih. Tingkat kesuksesan tindakan ini
berkisar antara 77,8% - 100%.13 Pemilihan manajemen konservatif, invasif
minimal, atau operatif dapat dilihat pada bagan 2.
Pada kasus ini, keputusan untuk dilakukan intervensi sudah tepat, karena
pasien sudah dirawat inap selama 8 hari di RS perujuk namun terdapat perburukan
klinis, yaitu munculnya nyeri abdomen bawah kanan. Karena pada pencitraan
ovarium dan adneksa kanan tidak dapat divisualisasi, maka diputuskan untuk
dilakukan laparoskopi terlebih dahulu. Pada laparoskopi ditemukan perlengketan
yang terkesan sulit dilepaskan dengan pocket-pocket abses, sehingga dikonversi
menjadi laparotomi infraumbilikus. Setelah drainase abses dan adhesiolisis, tampak
TOA kanan. Apendiks tampak hiperemis, sehingga dilakukan apendektomi. Setelah
itu bagian Obsgin melanjutkan operasi, di mana ditemukan TOA kanan berukuran
± 5 x 4 cm dan hidrosalfing bilateral. Drainase pus dilakukan dan organ
dipertahankan untuk mempertahankan fertilitas. Pasca drainase abses, terdapat
perbaikan klinis sehingga pada hari ke-4 pasca operasi pasien dipulangkan dengan
melanjutkan antibiotik yaitu cefadroxil dan doxycycline, sesuai dengan
rekomendasi.
Bagan 2. Rekomendasi Manajemen Tubo-Ovarian Abscess.12
BD: dua kali sehari; Cm: sentimeter; Hrs: jam; IV: intravena; mg: miligram;
TOA: tubo-ovarian abscess.
PENUTUP

Telah dilaporkan perempuan P0A0 17 tahun dengan peritonitis pelvis


sebagai akibat dari TOA yang merupakan kompikasi dari PID yang dialami disertai
apendisitis sebagai penjalaran dari TOA. Pasien didiagnosis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, penunjang, serta laparoskopi diagnostik. Diputuskan
untuk melakukan intervensi karena sebelumnya pasien sudah dirawat selama 8 hari
di RS perujuk dan terjadi perburukan klinis, yaitu nyeri perut kanan bawah.
Laparoskopi diagnostik dikonversi menjadi laparotomi eksploratif, dan dilakukan
pembersihan abdomen, pelvis, apendektomi, serta drainase abses. Organ-organ
dipertahankan untuk mempertahankan fertilitas. Sejak sebelum dilakukan operasi,
telah dimulai antibiotik empiris yakni ceftriaxone dan metronidazole disertai obat-
obatan suportif. Terdapat perbaikan klinis selama 4 hari perawatan di bangsal,
sehingga pasien direncanakan rawat jalan dan antibiotik dikonversi menjadi per
oral, yakni cefadroxil dan doxycycline.
DAFTAR PUSTAKA

1. Chan GMF, Fong YF, Ng KL. Tubo-Ovarian Abscesses: Epidemiology and


Predictors for Failed Response to Medical Management in an Asian Population.
Infect Dis Obstet Gynecol. 2019 Jun 2;2019:e4161394.

2. Francesco MAD, Stefanelli P, Carannante A, Corbellini S, Giagulli C, Lorenzin G,


et al. Management of a Case of Peritonitis Due to Neisseria gonorrhoeae Infection
Following Pelvic Inflammatory Disease (PID). Antibiotics. 2020 Apr;9(4):193.

3. Kairys N, Roepke C. Tubo-Ovarian Abscess [Internet]. StatPearls [Internet].


StatPearls Publishing; 2022 [cited 2022 Dec 5]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448125/

4. Inal ZO, Inal HA, Gorkem U. Experience of Tubo-Ovarian Abscess: A


Retrospective Clinical Analysis of 318 Patients in a Single Tertiary Center in
Middle Turkey. Surg Infect. 2018 Jan;19(1):54–60.

5. Vulvovaginal - STI Treatment Guidelines [Internet]. 2021 [cited 2022 Dec 4].
Available from: https://www.cdc.gov/std/treatment-guidelines/vaginal-
discharge.htm

6. Bacterial Vaginosis - STI Treatment Guidelines [Internet]. 2022 [cited 2022 Dec 4].
Available from: https://www.cdc.gov/std/treatment-guidelines/bv.htm

7. Trichomoniasis - STI Treatment Guidelines [Internet]. 2022 [cited 2022 Dec 4].
Available from: https://www.cdc.gov/std/treatment-guidelines/trichomoniasis.htm

8. Vulvovaginal Candidiasis - STI Treatment Guidelines [Internet]. 2021 [cited 2022


Dec 4]. Available from: https://www.cdc.gov/std/treatment-
guidelines/candidiasis.htm

9. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman


Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2015. Jakarta, Indonesia:
Kementerian Kesehatan RI; 2015.

10. Jennings LK, Krywko DM. Pelvic Inflammatory Disease [Internet]. StatPearls
[Internet]. StatPearls Publishing; 2022 [cited 2022 Dec 4]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499959/

11. Springer C, Salen P. Gonorrhea [Internet]. StatPearls [Internet]. StatPearls


Publishing; 2022 [cited 2022 Dec 6]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558903/

12. Munro K, Gharaibeh A, Nagabushanam S, Martin C. Diagnosis and management of


tubo-ovarian abscesses. Obstet Gynaecol. 2018;20(1):11–9.

13. Gkrozou F, Tsonis O, Daniilidis A, Navrozoglou I, Paschopoulos M. Tubo-ovarian


abscess: Exploring optimal treatment options based on current evidence. J
Endometr Pelvic Pain Disord. 2021 Mar 1;13(1):10–9.
14. Taylor H, Pal L, Seli E. Speroff’s Clinical Gynecologic Endocrinologic and
Infertility. 9th ed. Connecticut: Wolters Kluwer; 2020.

15. Peña AS, Witchel SF, Hoeger KM, Oberfield SE, Vogiatzi MG, Misso M, et al.
Adolescent polycystic ovary syndrome according to the international evidence-
based guideline. BMC Med. 2020 Mar 24;18(1):72.

16. Teh JJ, Wali S, Mollier J, Gilchrist M, Miskry T. The management of tubo-ovarian
abscess - A retrospective analysis of a centre offering outpatient intravenous
antibiotic therapy. F1000Research. 2022 Apr 1;11:386.

17. Tymon-Rosario J, Atrio JM, Yoon HA, Erlichman D, Lerner V. Streptococcus


constellatus Peritonitis and Subsequent Septic Shock following Intrauterine Device
Removal. Case Rep Obstet Gynecol. 2019 Aug 4;2019:1–5.

18. Serbanescu L, Badiu D, Popescu S, Busu D, Costea A. The management of tubo-


ovarian abscesses associated with appendicitis. J Mind Med Sci. 2021 Oct
11;8(2):280–5.

19. Taylor GM, Erlich AH, Wallace LC, Williams V, Ali RM, Zygowiec JP. A tubo-
ovarian abscess mimicking an appendiceal abscess: a rare presentation of
Streptococcus agalactiae. Oxf Med Case Rep. 2019 Aug 10;2019(8):omz071.

20. Eshed I, Halshtok O, Erlich Z, Mashiach R, Hertz M, Amitai MM, et al.


Differentiation between right tubo-ovarian abscess and appendicitis using CT—A
diagnostic challenge. Clin Radiol. 2011 Nov;66(11):1030–5.

21. Bui T, Preuss CV. Cephalosporins [Internet]. StatPearls [Internet]. StatPearls


Publishing; 2022 [cited 2022 Dec 6]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551517/

Anda mungkin juga menyukai