Kepada Yth:
Tanggal Presentasi:
Oleh :
Stanley Phan
PE ND ID IKA
EN AS SAM R N
IT A
UNIVER EM
N ULAN I
AS
S
T
T
DEPAR
IONAL
G
FAK
ULTAS RAN
KEDOKTE
Pembimbing :
ABSTRAK
Spektrum plasenta akreta (PAS) merupakan komplikasi dalam kehamilan yang memiliki risiko
tinggi terhadap ibu hamil. Secara historis, histerektomi adalah modalitas pengobatan untuk
kondisi tersebut, tetapi pendekatan terhadap manajemen yang lebih konservatif telah menjadi
sorotan baru-baru ini. Ini mencakup beberapa metode dengan variasi tingkat keberhasilan dan
komplikasi. Manajemen ekspektatif efektif hingga 78% -80% dari kasus. Metode ekstirpatif
conservative procedure tergantung pada derajat invasi plasenta, dan keberhasilan triple-P
disesuaikan kasus per kasus, dan ini termasuk injeksi metotreksat, devaskularisasi uterus dan
reseksi secara histeroskopi jaringan plasenta yang tersisa. Follow up setelah manajemen
konservatif sangat penting untuk mendeteksi komplikasi secara dini, dan dapat dilakukan
dengan ultrasonografi, pemeriksaan Doppler, dan tren kadar human chorionic gonadotropin.
Manajemen konservatif spektrum plasenta akreta dapat mempertahankan fertilitas tetapi hanya
boleh dilakukan di rumah sakit dengan pengalaman yang cukup karena memiliki risiko tinggi
komplikasi maternal. Di masa depan, lebih banyak penelitian harus dilakukan untuk
Kata kunci : plasenta akreta; tatalaksana konservatif; morbiditas maternal; luaran fertilitas
Pendahuluan
Spektrum plasenta akreta (PAS) adalah kondisi obstetrik kompleks dengan karakteristik
perlekatan plasenta yang abnormal pada dinding rahim.1 PAS terbagi menjadi tiga kategori
menurut derajat invasi plasenta.1 Disebut plasenta akreta bila vili korionik hanya menempel
pada lapisan miometrium, plasenta inkreta bila plasenta telah menginvasi lapisan miometrium,
dan plasenta perkreta bila plasenta telah menginvasi lapisan serosa maupun organ dan
pembuluh darah di sekitar pelvis.1-3 Prevalensi PAS berkisar antara 0.01% hingga 1.1%, dan
variasi ini karena perbedaan kriteria diagnostik pada setiap daerah.3 PAS bertanggung jawab
peripartum dan perdarahan postpartum yang memerlukan transfusi darah.2,3 Beberapa faktor
resiko dari PAS telah teridentifikasi, seperti usia maternal yang tua, merokok, abnormalitas
uterus, riwayat operasi uterus, sindroma Asherman, dan penggunaan teknologi bantuan
reproduksi.4-7 Namun, plasenta previa dan riwayat operasi seksio sesarea merupakan faktor
resiko yang paling kuat.2,4 Insidensi PAS meningkat dari 0.24% setelah seksio sesarea pertama
hingga 6.74% setelah yang keenam.4,8 Beberapa teori telah diusulkan mengenai patofisiologi
PAS, yang terbaru menyatakan bahwa PAS terjadi akibat adanya defek pada lapisan
trofoblas.1,9
Tatalaksana PAS
Diagnosis prenatal merupakan kunci untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas
tetapi diagnosa pasti biasanya didapatkan saat pemeriksaan secara langsung dan pemeriksaan
patologi saat operasi dilakukan.10,11,13 Tatalaksana terhadap kondisi ini bervariasi antara
pendekatan yang radikal seperti pada kasus cesarean histerektomi dan tatalaksana
konservatif.14,15 Baru baru ini, tatalaksana konservatif telah menjadi pilihan yang lebih
Tatalaksana konservatif dari PAS meliputi 4 teknik yang berbeda, yaitu manajemen
Manajemen ekspektatif
Teknik ini dilakukan dengan melahirkan bayi tanpa melahirkan plasenta, plasenta dapat
melahirkan mengakibatkan nekrosis dan pelepasan plasenta, yang diikuti oleh resorpsi dan
ekspulsi plasenta.19 Namun, cara ini memiliki angka morbiditas 56%-87.5%, dan komplikasi
Metode ekstirpatif
Metode ekstirpatif merupakan suatu usaha untuk melepaskan plasenta secara manual agar tidak
ada hasil konsepsi yang tertinggal di dalam rahim.17 Namun cara ini memiliki resiko
manajemen ekspektatif memiliki angka kejadian histerektomi yang lebih rendah, transfusi PRC
yang lebih sedikit, dan resiko koagulasi intravaskular diseminata yang lebih kecil.23 Di sisi lain,
plasenta yang telah dilepaskan memiliki peran dalam mengurangi resiko infeksi dan sepsis.23,24
One-step conservative surgery
Pendekatan ini juga dikenal dengan operasi resektif-konstruktif dan bertujuan untuk reseksi
plasenta dengan miometrium yang telah diinvasi dalam 1 bidang.24,25 Langkah langkah dari
prosedur ini meliputi ligasi pembuluh darah yang baru terbentuk antara uterus dengan struktur
anatomis sekitar, dilanjutkan dengan histerotomi dan pelepasan plasenta dengan area yang di
invasi hingga mencapai jaringan yang normal, hemostasis dan rekonstruksi rahim secara 2
lapis.24,25 Pada suatu studi terhadap 68 pasien dengan plasenta perkreta anterior, 50 pasien
berhasil mempertahankan uterusnya.26 Pada studi lain, teknik ini berhasil pada 8 dari 12
kasus.27 Dalam suatu studi retrospektif yang besar terhadap 326 pasien dengan diagnosis pasti
terhadap 228 pasien, dengan persentase yang bervariasi tergantung derajat invasinya.25
Prosedur ini 81.5% efektif pada tipe 1 dimana invasi hanya terjadi di buli posterior bagian atas,
47.7% efektif pada tipe 2 dimana terjadi invasi parametrium, 21.8% efektif pada tipe 3 dimana
buli posterior bagian bawah sudah di invasi dan 0% efektif pada tipe 4 dimana buli posterior
Triple-P procedure
Teknik untuk mempertahankan uterus ini adalah operasi konservatif 3 langkah untuk
perempuan dengan PAS, dan operasi ini memerlukan seorang radiolog konsultan
intervensi.28,29 Prosedur ini memerlukan lokasi dari batas atas plasenta saat perioperatif,
devaskularisasi pembuluh darah pelvis dengan meletakkan balok kateter arteri pelvis di divisi
anterior dari arteri iliaka interna setelah bayi dilahirkan untuk mengurangi suplai darah ke
uterus, kemudian reseksi suatu bagian dari plasenta dan jaringan miometrium yang
(15.8% dan 0%) dibandingkan dengan plasenta yang ditinggalkan in situ (54.4% dan 27.3%).30
Prosedur ini juga memiliki durasi perawatan yang lebih singkat di rumah sakit setelah operasi
dengan rata-rata lama rawat 4 hari.30-32 Beberapa kendala mungkin dapat ditemukan pada kasus
dimana reseksi miometrium tidak dapat dilakukan seperti pada kasus dimana plasenta telah
menginvasi serviks dan ligamentum latum.33 Selain itu, teknik ini tidak dapat digunakan pada
kasus dimana invasi terjadi ke lateral ke ureter.33 Meskipun ini adalah operasi untuk
mempertahankan fertilitas, pertanyaan telah diangkat mengenai resiko ruptura uteri pada
kehamilan berikutnya.33 Resorpsi sempurna dari plasenta terjadi 8-10 minggu setelah prosedur
untuk mempertahankan uterus hanya dilakukan bila operator bekerja dengan pendekatan
interdisipliner dan telah memiliki pengalaman untuk menangani kasus seperti itu.34 Pada kasus
dimana seluruh plasenta ditinggalkan in situ, terapi tambahan dapat diberikan.12,35 Terapi ini
meliputi pemberian injeksi metrotreksat, devaskularisasi uterus dan reseksi sisa jaringan secara
histeroskopik.17,18,35
Injeksi MTX
MTX, suatu agen sitotoksik, telah disarankan sebagain terapi konservatif PAS pada beberapa
studi. MTX bekerja dengan cara mengurangi vaskularitas plasenta, sehingga menyebabkan
nekrosis dan mempercepat proses involusi.17,36 Namun, efikasinya untuk kasus PAS masih
terbatas. Hal ini terjadi karena aktivitas MTX lebih jelas terhadap sel sel yang membelah,
seperti saat plasenta masih berkembang, daripada sel sel yang sudah tidak membelah, seperti
pada trimester ketiga. Belum ada konsensus juga mengenai dosis yang tepat dan cara
pemberian yang harus digunakan. Selain itu, MTX juga di kontraindikasikan pada ibu yang
menyusui dan memiliki hubungan yang kuat terhadap efek samping seperti nefrotoksisitas dan
pansitopenia, yang dapat menyebabkan infeksi sekunder pada plasenta yang tersisa. Saat ini,
Obstetricians and Gynecologists, dan the Royal College of Obstetricians and Gynecologists
Devaskularisasi Uterus
Devaskularisasi uterus dapat tercapai melalui beberapa teknik, seperti embolisasi arteri iliaka,
ligasi dan oklusi dengan balon terhadap arteri uterina atau arteri hipogastrika bilateral untuk
resolusi dari plasenta. Beberapa laporan kasus telah dipublikasikan mengenai embolisasi arteri
untuk tatalaksana PAS, menunjukkan angka keberhasilan di antara 71% - 76.9% dan angka
kejadian komplikasi 11%. Komplikasi berupa endometritis, sinekia uterus, perforasi uterus,
perforasi arteri iliaka interna, dan insufisiensi ovarium prematur. Tindak lanjut dari pasien dan
resolusi dari plasenta inkreta dapat ditunjukkan dari magnetic resonance imaging. Rata rata
waktu resolusi plasenta pada pasien yang menjalani embolisasi arteri uterina (22.4 minggu)
lebih singkat dibandingkan yang tidak menjalaninya (35.3 minggu). Suatu studi yang
mempelajari peran devaskularisasi secara operatif arteri uterina dan ovarika bilateral
menunjukkan efektivitas pada kasus plasenta akreta, membuat prosedur ini suatu opsi
tatalaksana untuk PAS. Hingga saat ini, belum ada studi yang dilakukan untuk membuktikan
superioritas suatu metode dibandingkan metodr lainnya sehingga belum ada rekomendasi
Histeroskopi telah disarankan sebagai metode tambahan untuk mempersingkat waktu eliminasi
plasenta setelah tatalaksana konservatif pada PAS, terutaman pada perempuan yang memiliki
gejala nyeri pelvis dan perdarahan per vaginam yang persisten. Prosedur ini juga
mempersingkat waktu pemulihan dan mencegah resiko sepsis akibat jaringan yang tertinggal.
Angka keberhasilan yang dilaporkan adalah 92%. Prosedur ini memiliki resiko perforasi
uterus, perdarahan, dan endometritis, serta hanya dilakukan apabila plasenta tidak
menunjukkan tanda tanda vaskularitas pada studi Doppler. Panduan dengan ultrasonografi dan
laparoskopik juga dapat menjadi opsi untuk menghindari komplikasi yang serius. Data masih
terbatas pada serial kasus yang kecil, dan selanjutnya, studi lanjutan diperlukan untuk menilai
Reabsorpi plasenta setelah tatalaksana konservatif PAS terjadi pada 69%-75% kasus, setelah
rata rata waktu 95 hingga 120 hari. Follow up setelah tatalaksana konservatif dari PAS
sangatlah penting untuk menilai apakah perempuan memiliki resiko terjadinya komplikasi dan
dapat melakukan intervensi dini ketika resiko-resiko tersebut teridentifikasi. Belum ada
konsensus mengenai jadwal tindak lanjut, tapi disarankan agar pasien dapat berobat setiap 2-4
minggu setelah melahirkan. Anamnesa yang dapat ditanyakan berupa apakah ada perdarahan
pervaginam, keluarnya cairan berbau dari vagina, nyeri perut bawah, dan/atau demam dan
melakukan pemeriksaan laboratorium bila diperlukan. Parameter lain yang dinilai meliputi
pemeriksaan Doppler dan pemeriksaan serum beta human chorionic gonadotropin (b-hCG).
Pemeriksaan ultrasonografi dan Doppler
Pada periode postpartum yang normal, pemeriksaan ultrasonografi uterus dapat menunjukkan
tanda adanya cairan, sisa darah, dan gambaran ekogenik avaskular. Pada kasus dimana terdapat
sisa produk konsepsi, seperti pada PAS, gambaran ekogenik intrauterin dapat terlihat, namun
mungkin sulit untuk dibedakan dengan desidua yang nekrotik dan bekuan darah. Kompleks
ekogenik endometrium yang menebal (8-13 mm) adalah tanda paling sensitif (sensitivitas
80%), diikuti oleh adanya massa endometrium (sensitivitas 79%), tetapi keduanya memiliki
hipervaskularitas dari pemeriksaan color Doppler dengan tanda tanda di atas meningkatkan
Perhitungan PI dari arteri uterina juga telah diusulkan. Selama kehamilan, resistensi vaskular
dari sirkulasi uteroplasenta berkurang, sehingga nilai PI yang persisten rendah setelah
melahirkan secara teoritis menunjukkan adanya plasenta yang persisten. Nilai PI pada sisi
implantasi plasenta yang tersisa ditemukan lebih rendah dibandingkan di sisi kontralateral.
Bukti mengenai efikasi dari nilai PI pada tatalaksana konservatif masih belum jelas. Suatu studi
dari 5 kasus menunjukkan bahwa nilai PI tidak berubah secara signifikan di periode
postpartum. Studi yang lain menunjukkan peningkatan yang gradual dari nilai PI melebihi 1,
dan ini menunjukkan kesuksesan dari pendekatan konservatif. Namun, saat ini belum ada studi
yang cukup untuk menentukan batas nilai PI yang mengindikasikan prognosis yang baik
Kadar b-hCG
Kadar serum b-hCG menunjukkan angka trofoblas yang aktif di uterus. Sehingga pada pasien
dengan sisa plasenta, kadar serum b-hCG cenderung lebih tinggi dibandingkan pada masa
nifas normal. Follow up kadar b-hCG sebelum melahirkan plasenta menunjukkan kadar yang
semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu. Nilai tersebut berkurang secara gradual
setelah rata-rata 21-35 hari postpartum, mencapai nilai < 5 IU, dimana setelahnya angka
literatur mendeskripsikan persistensi jaringan plasenta saat kadar b-hCG sudah tidak
ditemukan. Saat ini, belum ada protokol yang jelas mengenai waktu yang tepat atau frekuensi
Tatalaksana konservatif dari PAS sepertinya tidak berdampak terhadap fertilitas di masa yang
akan datang.
Suatu studi yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa tatalaksana konservatif
terhadap 35 pasien, dimana semuanya mulai menstruasi lagi di median 130 hari, dan 12 dari
14 pasien hamil lagi. Studi yang lain pada tahun yang sama menunjukkan dari 27 orang yang
88.9%, dan rata-rata waktu konsepsi 17.3 bulan. Seluruh persalinan melahirkan bayi yang sehat
dengan waktu gestasi di atas 34 minggu. Masalah yang sering didapatkan pada kasus adalah
angka rekurensi plasenta akreta yang tinggi dimana dilaporkan antara 22.8% - 28.6% pada
kehamilan berikutnya. Hal ini terjadi karena persistensi dari faktor resiko yang mengakibatkan
plasenta akreta pada kehamilan sebelumnya. Resiko kejadian perdarahan postpartum pada
kehamilan berikutnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang bukan plasenta
akreta. Angka kejadiannya antara 8.6% - 19% dari kasus dan berhubungan dengan plasenta
akreta dan atonia uteri. Kasus kasus dimana terjadi ruptura uteri spontan, sinekia uteri, dan
sindroma Asherman juga telah dilaporkan setelah tatalaksana konservatif dari PAS. Hasil yang
serupa mengenai dampak dari devaskularisasi uterus dan reseksi secara histeroskopis terhadap
fertilitas dan angka rekurensi dari plasenta akreta telah ada. Pada kasus devaskularisasi uterus,
fungsi residual dari ovarium masih dipertanyakan. Studi telah menunjukkan bahwa ligasi arteri
iliaka interna bilateral dan ligasi arteri uterina, serta embolisasi arteri pelvis tidak berpengaruh
terhadap suplai vaskular organ-organ pelvis dan juga fertilitas di masa yang akan datang, oleh
Kesimpulan
PAS adalah suatu kondisi pada kehamilan yang baru baru ini mengalami peningkatan kasus
dan dihubungkan dengan morbiditas maternal yang buruk. Baru-baru ini, tatalaksana
kosnervatif dengan mempertahankan uterus, khususnya terhadap perempuan yang ingin hamil
kembali sudah dapat diterima. Namun, metode ini sering dihubungkan dengan komplikasi
maternal, sehingga opsi ini hanya boleh dilakukan pada tempat dimana keahlian sudah cukup
dan setelah konseling yang ekstensif terhadap pasien. Oleh karena data yang masih sedikit
mengenai efikasi dari metode metode yang telah dijelaskan, pilihan metode harus dilakukan
secara case-dependent. Saar ini, data data mengenai tatalaksana konservatif dari PAS terbatas
pada laporan kasus dan case series, dan di masa yang akan datang, uji klinis besar dapat
P (Population)
2007
I (Intervention)
Tatalaksana konservatif
C (Comparison)
Tidak ada pembanding, oleh karena jurnal ini menelaah angka keberhasilan mempertahankan
fertilitas pada pasien spektrum plasenta akreta yang dilakukan tatalaksana konservatif.
O (Outcome)
Evaluasi pasien dengan spektrum plasenta akreta yang berhasil mempertahankan fertilitasnya
V (Valid)
Ya, jurnal ini bertujuan untuk memaparkan metode tatalaksana konservatif pada pasien
dengan spektrum plasenta akreta, lalu memaparkan anka keberhasilan dari metode tersebut
YA, subjek penelitian diambil sesuai tema, perempuan dengan spektrum plasenta
YA, Sesuai dengan tujuan jurnal yaitu memaparkan tatalaksana konservatif spektrum
plasenta akreta dan dampaknya terhadap fertilitas. Dimana fertilitas dinilai dari angka
4. Apakah jurnal ini mempunyai jumlah subjek yang cukup untuk meminimalisirkan
kebetulan?
Jurnal ini mengambil 2 penelitian yang dilakukan di RS Prancis dari 1993 hingga 2007.
Pada jurnal ini tidak dilakukan analisis data. Tujuan jurnal ini adalah untuk
memaparkan tatalaksana konservatif pada pasien dengan plasenta akreta spektrum yang masih
I (Importance)
Mengingat bahwa insidensi spektrum plasenta akreta terus meningkat seiring dengan
peningkatan angka seksio sesarea terhadap ibu hamil, jurnal ini penting oleh karena banyak
A (Applicable)
Ya
DAFTAR PUSTAKA
2018;218(1):75–87. doi:10.1016/j.ajog.2017.05.067.
2. Badr DA, Al Hassan J, Salem Wehbe G, et al. Uterine body placenta accreta
doi:10.1016/j.placenta.2020.04.005.
2019;221(3):208–218. doi:10.1016/j.ajog.2019.01.233.
4. Hecht JL, Baergen R, Ernst LM, et al. Classification and reporting guidelines for the
5. Carusi DA. The placenta accreta spectrum: epidemiology and risk factors. Clin Obstet
6. Salmanian B, Fox KA, Arian SE, et al. In vitro fertilization as an independent risk
spectrum: findings from the Japan environment and Children’s study. BMC
doi:10.1097/01.AOG.0000219750.79480.84.
doi:10.1097/GRF.0000000000000392.
10. Boroomand Fard M, Kasraeian M, Vafaei H, et al. Introducing an efficient model for
the prediction of placenta accreta spectrum using the MCP regression approach based
invasive placentation using magnetic resonance imaging: systematic review and meta-
Gynecologists and the Society for Maternal–Fetal Medicine, Cahill AG, et alPlacenta
doi:10.1016/j.ajog.2018.09.042.
doi:10.1016/j.ejogrb.2006.07.050.
doi:10.1002/ijgo.12406.
15. Sentilhes L, Ambroselli C, Kayem G, et al. Maternal outcome after conservative
doi:10.1097/AOG.0b013e3181d066d4.
and morbidity in a French type-3 maternity (In French). Gynecol Obstet Fertil Senol
2020;48(6):500–505. doi:10.1016/j.gofs.2020.03.010.
2018;140(3):291–298. doi:10.1002/ijgo.12410.
management of placenta percreta: three cases and a review of the literature regarding
21. Kim TH, Lee HH, Kwak JJ. Conservative management of abnormally invasive
22. Su HW, Yi YC, Tseng JJ, et al. Maternal outcome after conservative management of
doi:10.1016/j.tjog.2017.04.016.
23. Kayem G, Davy C, Goffinet F, et al. Conservative versus extirpative management in
doi:10.1097/01.AOG.0000136086.78099.0f.
doi:10.1097/GRF.0000000000000395.
14767058.2020.1716715.
26. Palacios Jaraquemada JM, Pesaresi M, Nassif JC, et al. Anterior placenta percreta:
surgical approach, hemostasis and uterine repair. Acta Obstet Gynecol Scand
27. Karaman E, Kolusarı A, Çetin O, et al. Local resection may be a strong alternative to
952. doi:10.1080/14767058.2016.1192119.
28. Chandraharan E, Rao S, Belli AM, et al. The Triple-P procedure as a conservative
29. Piñas Carrillo A, Chandraharan E. Placenta accreta spectrum: risk factors, diagnosis
and management with special reference to the Triple P procedure. Womens Health
women who underwent the Triple-P procedure for abnormal invasion of the placenta.
32. Pinas-Carrillo A, Bhide A, Moore J, et al. Outcomes of the first 50 patients with
34. Jauniaux E, Alfirevic Z, Bhide AG, et al. Placenta praevia and placenta accreta:
doi:10.1111/1471-0528.15306.
35. Timmermans S, van Hof AC, Duvekot JJ. Conservative management of abnormally
doi:10.1097/01.ogx.0000271133.27011.05.
doi:10.1007/s00404-014-3573-1.
37. Fox KA, Shamshirsaz AA, Carusi D, et al. Conservative manage- ment of morbidly
doi:10.1016/j.ajog.2015.04.034.
38. Matsubara S, Takahashi H, Takei Y, et al. Methotrexate for placenta accreta spectrum
doi:10.1111/jcpt.13120.
39. Lim AY, Gaffney K, Scott DG. Methotrexate-induced pancytopenia: serious and
41. Alanis M, Hurst BS, Marshburn PB, et al. Conservative management of placenta
increta with selective arterial embolization preserves future fertility and results in a
Radiol 1999;80(4):383–387.
44. Verspyck E, Resch B, Sergent F, et al. Surgical uterine devascula- rization for
placenta accreta: immediate and long-term follow-up. Acta Obstet Gynecol Scand
doi:10.3109/01443615.2015.1011106.
46. Hequet D, Morel O, Soyer P, et al. Delayed hysteroscopic resection of retained tissues
and uterine conservation after conservative treatment for placenta accreta. Aust N Z J
456. doi:10.1111/aogs.12082.
49. Miyakoshi K, Otani T, Kondoh E, et al. Retrospective multicenter study of leaving the
placenta in situ for patients with placenta previa on a cesarean scar. Int J Gynaecol
for the diagnosis of retained products of conception: a systematic review. Facts Views
retained products of conception: a case report of placenta accreta ritention. Int J Clin
52. Hayes E, Ayida G, Crocker A. The morbidly adherent placenta: diagnosis and
doi:10.1097/GCO.0b013e32834cef7a.
53. Matsumura N, Inoue T, Fukuoka M, et al. Changes in the serum levels of human
2000;26(2):81–87. doi:10.1111/j.1447-0756.2000.tb01288.x.
54. Dueñas-Garcia OF, Diaz-Sotomayor M, Rico-Olvera H. Utility of the pulsatility index
0756.2010.01466.x.
55. Provansal M, Courbiere B, Agostini A, et al. Fertility and obstetric outcome after
2010;109(2):147–150. doi:10.1016/j.ijgo.2009.12.011.
2010;25(11):2803–2810. doi:10.1093/humrep/deq239.
58. Deshpande NA, Carusi DA. Uterine rupture after prior conservative management of
doi:10.1097/AOG.0b013e3182926a42.
0282(02)03292-2.
61. Sentilhes L, Trichot C, Resch B, et al. Fertility and pregnancy outcomes following
doi:10.1016/j.fertnstert.2008.09.082.
63. Selçuk İ, Uzuner B, Boduç E, et al. Step-by-step ligation of the internal iliac artery. J
doi:10.4274/jtgga.galenos.2018.2018.0124.
64. B-Lynch C, Keith LG, Campbell WB. Internal iliac (hypogastric) artery ligation. In:
Reference for Effective Management. 2nd ed. Dumfries (UK): Sapiens Publishing;
2012: 441-447.