PENDAHULUAN
1. 1
1. 2
TUJUAN PEMBAHASAN
Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna
bagi para pembaca dan khususnya kepada penyusun sendiri. Dimana tujuannya dibagi
menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah wawasan
mahasiswa/i Fakultas Kedokteran, dimana pemikiran ilmiah sangat dibutuhkan bagi seorang
dokter agar mampu menganalisis suatu masalah secara tepat dan cepat. Sedangkan secara
khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :
1. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1
SKENARIO
MODUL 24 (SISTEM IMUN DAN KULIT)
SKENARIO 5
GATAL DISELURUH BADAN
Dokter saya mau bertanya : sudah hampir 10 hari saya kena gatal seluruh badan terutama
kalau terkena udara panas. Bintik- bintiknya seperti jerawat kecil / sedang. Selain itu terdapat
juga diwajah seperti jerawat atau keringat buntet yang rata, ditangan dan kaki muncul bentol
yang hilang sendiri dan terkadang meninggalkan bekas seperti kena gigit nyamuk. Rasa
gatalnya tidak mau berhenti dan untuk menghilangkannya saya mandi hampir 6 x sehari
pakai sabun asepso. Saya sudah kedokter umum 2 x dan diagnose dengan campak jerman.
Dokter memberikan saya antibiotic, vitamin dan obat anti gatal. 3 hari yang lalu saya ke
dokter lagi diberi obat kortikosteroid dan salep kortikosteroid tapi sampai saat ini gatalnya
belum berkurang. Apa ini menular dok? Dan apa yang harus saya lakukan terima kasih atas
bantuannya.
A.
KEYWORD
2. 2
LEARNING OBJECTIVE
2. 2. 1 KELAINAN KELENJAR KERINGAT
A.
MILIARIA
Definisi dari miliaria merupakan suatu keadaan tertutupnya pori- pori keringat
rangsangan reseptor gatal oleh enzim yang keluar dari sel epidermis karena
keringat yang masuk ke dalam epidermis.
c) Jika sumbatan terletak lebih dalam lagi, di bagian dermo- epidermal junction,
vesikula terjadi terletak di dalam dermis bagian superficial; ini dikenal dengan
miliaria profunda.
Manifestasi klinis dari miliaria dibedakan atas tipe- tipenya, yaitu : (1)
Miliaria kristalina, jenis ini mempunyai tanda khas, yakni vesikula kecil- kecil jernih
seperti kristal dengan diameter 1- 2 mm, menyerupai titik- titik air pada kulit dan
tanpa eritem. Biasanya tanpa simptom dan diketahui secara kebetulan pada waktu
pemeriksaan fisik. Sering terjadi pada daerah intertriginosa, seperti pada ketiak dan
leher, serta badan. Vesikula mengelompok, mudah pecah pada waktu mandi atau
karena gesekan ringan;(2) Miliaria rubra, ini merupakan bentuk klinik yang sangat
penting dan ditandai dengan rasa gatal dan eritem. Lesinya berupa papula eritematus
dengan puncak dan pusatnya berupa vesikula. Lesinya ekstrafolikuler; ini
membedakan dengan folikulitis. Papulanya steril atau terinfeksi sekunder pada
miliaria yang luas dan kronis;(3) Miliaria pustulosa, selalu didahului oleh penyakit
kulit lain yang menimbulkan kerusakan dan sumbatan saluran kelenjar keringat.
Pustulanya jelas dan nonfolikuler. Rasa gatal sering pada daerah- daerah
intertriginosa. Penyakit dermatitis kontak, liken simpleks kronikus, dan intertrigo
dapat menyebabkan timbulnya miliaria pustulosa setelah beberapa minggu penyakit
tersebut itu sembuh. Disini papula biasanya steril, tetapi dapat pula berisi stafilokok
dan/atau streptokok yang non patogen;(3) Miliaria profunda, penyakit ini mempunyai
tanda berupa papula keputih- putihan dengan diameter 1-3 mm. Biasanya pada
punggung, tetapi juga bagian ekstremitas. Ini merupakan vesikula yang letaknya lebih
dalam (di dalam dermis), sehingga bersifat kronis dan tampak sebagai papula. Tidak
ada eritem dan gatal. Kalau luas, miliaria ini akan mengganggu keluarnya keringat,
sehingga menimbulkan hiperhidrosis kompensasi di wajah. Kalau banyak kelenjar
keringat yang tidak berfungsi, sehingga keringat yang seharusnya keluar tidak terjadi,
dan penderita perlu tempat yang dingin. Penderita ini bisa menjadi lemah, dispnea,
takikardia, bahkan suhu bisa naik, dan penderita dapat pingasan di bawah keadaan
heat stress. Penderita tersebut disebut mengalami astenia anhidrotik topikal.
Diagnosis dan Diagnosis Banding, (1) miliaria kristalina dapat ditegakkan
dengan cara memecah vesikula dengan jarum kecil;akan keluar cairan jernih;(2)
miliaria rubra dapat dikelirukan dengan penyakit lain, misalnya reaksi iritasi primer,
eritem neonatorum, dan folikulitis. Dengan kaca pembesar akan tampak vesikula yang
khas; puncak lesi yang eritematus adalah folikel rambut;(3)miliaria profunda, ada
persoalan dalam menegakkan diagnosis miliaria profunda, karena papula putih atau
warna cerah dapat dikelirukan dengan papular mucinosis dan amiloidosis.
Pengobatan, kunci pengobatan miliaria adalah dengan menempatkan
penderita di daerah yang dingin, sehingga keringat bisa berkurang. Sumbatan keratin
yang menutupi lubang keringat akan terlepas beberapa hari sampai 2 minggu.
AC/pendingin/ruang yang teduh bisa mencegah terjadi permulaan miliaria. Obat- obat
topikal terkadang tidak efektif dan kadang- kadang bisa menambah banyaknya
miliaria. Beberapa obat lokal bisa diberikan untuk menghilangkan sumbatan,
misalnya lanolin yang anhidrus, salep hidrofilik, talk untuk bayi, tepung kanji, dan
losio yang berisi 1% menthol dan gliserin dan 4% asam salisilat dalam alkohol 95%.
Antibiotika lokal juga dapat diberikan untuk mencegah, tetapi ternyata tidak efektif.
Pemberian vitamin C dosis tinggi dapat diberikan untuk mencegah atau mengurangi
timbulnya miliaria.
2. 2. 2 KELAINAN RAMBUT
A.
ALOPESIA
Definisi, atau kebotakan dapat terjadi setempat dan berbatas tegas, umumnya
totalis;(3) Tipe prehipertensif : dimulai pada usia dewasa muda, 39% akan menjadi
alopesia totalis;(4) Tipe kombinasi : dimulai setelah usia 40 tahun dan 10% akan
menjadi alopesia totalis.
Patogenesis, pada alopesia areata masa fase telogen menjadi lebih pendek dan
diganti dengan pertumbuhan rambut anagen yang distrofik. Berbagai faktor dianggap
mempengaruhi terjadinya kelainan ini antara lain : (1) Genetik. Alopesia areata
ditemukan secara autosomal dominan pada 25% penderita; (2) Imunologi. Alopesia
areata merupakan penyakit autoimun. Pengaruh imunitas humoral ditunjujjan dengan
pemeriksaan imunfluoresensi yang memperlihatkan adanya endapan C3, kadangkadang ada IgG dan IgM sepanjang membrana basalis; (3) Faktor lain. Keadaan
tipikal dibuktikan berhubungan dengan alopesia areata.
Histopatologi, rambut kebanyakan dalam fase anagen. Folikel rambut terdapat
dalam berbagai ukuran, tetapi lebih kecil dan tidak matang. Bulbus rambut di dalam
dermis dan dikelilingi oleh infiltrasi limfosit.
Diagnosis banding, tinea kapitis, lupus eritematosus, dan trikotilomania.
Pengobatan, beberapa kasus dapat sembuh spontan. Penyuntikan intralesi
dengan triamsinolon asetonid dapat menolong, juga aplikasi topikal dengan
kortikosteroid. Dapat juga dengan penuntulan fenol 95% yang dinetralisasikan dengan
alkohol setiap minggu.
b. Alopesia Androgenika
Gejala klinis, timbul pada akhir umur duapuluh atau awal umur tiga puluhan,
rambut rontok secara bertahap dimulai dari bagian verteks dan frontal. Garis rambut
anterior menjadi mundur dan dahi menjadi terlihat lebar. Puncak kepala menjadi
botak. Beberapa varian bentuk kebotakan rambut dapat terjadi, tetapi yang tersering
adalah resesi bagian frontoparietal dan verteks menjadi botak. Folikel membentu
rambut yang lebih halus dan berwarna lebih muda sampai akhirnya sama sekali tidak
terbentuk rambut terminal. Rambut velus tetap terbentuk menggantikan rambut
terminal. Bagian parietal dan oksipital menipis. Penyebabnya ialah berbagai faktor
herediter yang dominan dan naiknya konsentrasi androgen ekstra gonadal di kulit
kepala. Bila pasangan suami- istri sama- sama menderita, maka semua anak laki- laki
dan setengah jumlah anak wanita akan mengalami hal yang sama. Hamilton
membaginya menjadi 8 tipe :
Tipe I
Tipe II
Tipe III
: border line
Tipe IV
pengurangan
rambut
daerah
frontotemporal,
disertai
Tipe V
Tipe VI
Tipe VII
Tipe VIII
Pada wanita tidak dijumpai tipe VI sampai dengan VIII, kebotakan pada
wanita tampa tipis dan disebut female pattern baldness.
c. Alopesia Prematur
Sering terjadi pada laki- laki muda pada umur duapuluhan. Sering disertai
dermatitis seboroika yang berat. Umumya prognosisnya buruk.
rosasea didapatkan Dermodex folliculurum tetapi peranan sebagai penyebab dari kutu
ini diragukan; (5) Iklim. Haxhausen menduga paparan terhadap hawa dingin dan
perubahan iklim dapat menyebabkan kerusakan vaskuler dan memegang peranan pada
patogenesis rosasea. Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa pada permulaan
proses terjadinya rosasea terdapat degenerasi elastotik pada dermis yang diikuti oleh
vasodilatasi dan peradangan. Berkurangnya jaringan penyangga pada dermis dianggap
sebagai penyebab dari vasodilatasi permanen dan telangiektasis. Menurut Logan dan
Griffith walaupun sinar matahari menyebabkan rosasea bertambah hebat, sepertiga
dari penderita mengalami perbaikan bila terpapar sinar matahari. Tampaknya
degenerasi pada dermis merupakan penyebab utama terjadinya rosasea tetapi peranan
iklim pada kelainan jairngan ikat ini masih belu jelas; (6) Imunologis. Nunzi dkk.
Menemukan antibodi antikolagen dan antinuklear pada limfosit penderita rosasea.
Diduga terdapat akumulasi imunoglobulin pada perbatasan epidermis- dermis dan
antibodi pada kolagen papiler. Sebabnya mungkin adalah kerusakan kolagen tipe IV
karena pengaruh sinar matahari. Dengan ditemukannya antibodi antinuklear IgM
beredar dalam darah pada beberapa penderita oleh Manna dkk. Diduga ada hubungan
penyakit ini dengan penyakit autoimun dan adanya gejala imunodefisiensi pada
penderita rosasea.
Gejala klinik. Gejala klinik yang utama ialah :
Eritema
Teleangiektasis
Papula
Pembengkakan
Pustula
Gejala eritema yang menetap dan teleangiektasi merupakan dua gejala utama
dan tetap ada antara episode akut dari proses inflamasi. Lokalisasi terutama pada pipi,
hidung, dagu, dahi dan glabela. Ditandai dengan adanya papula, papulo-pustula,
eritema yang jelas dan teleangiektasi yang didahului dengan kemerahan pada muka.
Pepula berwarna merah muda berbentuk hemisfer dan tidak nyeri. Pustula hanya
ditemukan pada seperlima dari penderita rosasea akut, sedangkan komedo tidak
didapatkan. Pembengkakan rosasea ada dua macam, yaitu pembengkakan yang
bersamaan dengan episode akut yang hilang bila fase akut sudah dilampaui dan
pembengkakan lokal yang merupakan suatu komplikasi dari suatu akne rosasea.
Kadang- kadang sinar matahari merupakan pencetus dari fase akut, tetapi sseringkali
juga tidak ditemukan adanya suatu faktor pencetus.
Klasifikasi. Fase eritema. Episode eritema : Diatese rosasea.
Stadium I
yang tersebar.
Stadium II
Stadium II
terutama pada hidung; paula, pustula, nodul dengan edema yang mirip plakat.
Diagnosis banding. Akne, dermatitis seboroika, dermatitis perioral, dan lupus
eritematosus.
Pengobatan. Pengobatan sukar dan tidak ada kesembuhan secara sempurna.
Paparan sinar matahari dan faktor- faktor yang dapat menyebabkan eritema dan fase
dilatasi pada muka harus dihindari, seperti paparan terhadap panas dan dingin,
minuman panas, makanan- makanan yang banyak rempah- rempah/pedas, dan
minuman alkohol.
1. Pengobatan Topikal
a. Tetrasiklin, klindamisin, eritromisin dalam salap 0,5 2,0%.
Eritromisin lebih baik hasilnya dibandingkan lainnya.
b. Metronidasol 0,75% gel atau krim 2% efektif untuk lesi papul dan
pustul
c. Imidasol sendiri atau dengan ketokonasol atau sulfur 2- 5% dapat
dicoba.
d. Isotretinoin krim 0,2% juga bermanfaat.
e. Antiparasit untuk membunuh D. Follikulorum; misalnya lindane,
krotamiton, atau bensoil bensoat.
f. Kortikosteroid kekuatan rendah (krim hidrokortison 1%) hanya
dianjurkan pada stadium berat.
2. Pengobatan Sistemik
a. Tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, minosiklin dengan dosis sama
dengan dosis akne vulgaris beradang memberikan hasil yang baik
karena efek antimikroba dan anti- inflamasinya. Dosis kemudian
diturunkan bila lesi membaik.
b. Isotretinoin (13 cis retinoat) 0,5- 1,0%/KgBB sehari dapat digunakan
kecuali bila ada rosasea pada mata. Penggunaannya harus diamati
secara ketat.
c. Metronidasol 2x500 mg/hari efektif baik stadium awal maupun lanjut.
3. Pengobatan lainnya
a. Sunblock dengan SPF 15 atau lebih dianjurkan dipakai penderita untuk
menahan sinar UVA dan UVB.
b. Masase fasial dahulu dianjurkan dilakukan, namun hasilnya tidak jelas.
BAB III
PENUTUP
3. 1
KESIMPULAN
1. Kelainan kelenjar keringat sangat dipengaruhi oleh faktor endogen sendiri. Banyak
penyebab yang belum diketahui secara pasti akan tetapi faktor yang memperburuk
keadaan dari kelainan kelenjar keringat itu sendiri.
2. Kelaianan rambut yaitu alopesia kasus umumnya disebabkan oleh faktor genetik. Dan
ada jenis alopesia yang bisa sembuh secara spontan.
3. Kelainan kuku pada kasus klinik yang paling banyak dan mengganggu keseharian
adalah paronikia. Dimana kasus ini membuat penderita merasakan sakit akibat kuku
yang membengkak dan mengeluarkan pus.
4. Kelainan kelenjar minyak kasus yang banyak adalah rosasea dan akne vulgaris.
Dimana kedua kasus ini banyak pada wanita karena timbul di wajah dan secara tidak
langsung mengganggu kepercayaan diri dari wanita yang menderita penyakit tersebut.
3. 2
SARAN
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi para pembaca dan
mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah berikutnya :
1. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya.
2. Pembahasan secara langsung dengan informasi yang benar- benar up to date.
Beberapa poin di atas merupakan saran dari tim yang dapat diberikan, apabila ada
yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah ini, dan demikian makalah ini
disusun serta besar harapan nantinya makalah ini dapat berguna bagi para pembaca
khususnya mahasiswa fakultas kedokteran UISU smester VII/2013 dalam menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Idrus; Simadibrata K, Marcellus; Setiyohadi, Bambang; Setiati, Siti; W.Sudoyo, Aru.
BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM. Jilid I. Edisi V. Interna Publishing : Jakarta.
2009
Garna Baratawidjaja, Karnen. Rengganis, Iris. IMUNOLOGI DASAR. Edisi ke-10. Badan
Penerbit FKUI : Jakarta. 2012
Boedina Kresno, Siti. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi kelima.
Badan penerbit FKUI : Jakarta. 2010
Djuanda, Prof. Dr. Dr. Adhi (Ketua Editor). ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.
Edisi Keenam. BADAN PENERBIT FKUI : Jakarta. 2013