Anda di halaman 1dari 2

Peran Dokter dalam Kondisi Perang

Perang sejak dahulu tidaklah diinginkan oleh sebagian besar orang. Namun, perang dapat
terjadi di mana saja, kapan saja, dan melibatkan berbagai komponen masyarakat. Dokter sebagai
bagian dari masyarakat dan juga pakar dalam bidang kesehatan sangatlah mungkin berperan
dalam suasana perang.
Tetapi, dalam melaksanakan perannya, dokter terkadang mengalami dilema etik.
Kenyataan bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar dalam menangani pasien dalam suasana
damai dan dalam suasana perang tidak dapat dipungkiri. Dokter dalam kondisi perang, punya
dua kepentingan (dual loyalties) yaitu kepentingan etik dan juga kepentingan militer. Hubungan
dokter dan pasien bukan lagi merupakan hubungan personal tetapi sudah melibatkan peran
institusi dan lembaga kenegaraan.
Dokter memiliki kewajiban etik untuk mengobati setiap pasien atau korban perang
dengan berdasarkan prinsip beneficence, non-maleficence, patient autonomy, dan selfdetermination. Tetapi kepentingan militer sering kali menuntut dokter untuk melakukan tindak
interogasi terhadap korban guna memperoleh data yang bermanfaat untuk kepentingan negara.
Kedua kepentingan ini terkadang tumpang tindih dan menimbulkan konflik kepentingan
(conflicts of interest). Jadi, sangat penting bahwa seorang dokter harus tetap waspada dan perlu
mengatur agar kepentingan etiknya tetap dipertahankan sesuai dengan sumpah yang pernah ia
ucapkan, dan kepentingan militer yang ia miliki tidak menurunkan kemampuannya untuk
memenuhi kewajiban etisnya dalam mengobati pasien.
Kesehatan dan nyawa pasien adalah perhatian utama. Oleh karena itu, dokter harus tetap
berpegang pada prinsip-prinsip berikut. Pertama, setiap tindakan dari seorang dokter militer
harus berdasar pada prinsip justice, tidak boleh ada tindak diskriminasi. Pelayanan kesehatan
seorang dokter militer harus berdasarkan kebutuhan klinis pasien, tanpa adanya diskriminasi.
Dan kedua, dokter tidak boleh terlibat atau berpartisipasi dalam segala bentuk pelanggaran hak
asasi manusia seperti penyiksaan, kekejaman, ataupun perilaku-perilaku yang tidak
berperikemanusiaan, yang adalah ilegal dalam segala keadaan.

Dan, kepada tahanan perang, dokter punya kewajiban yang sama untuk menyediakan
pelayanan kesehatan yang mampu memperbaiki kesehatan fisik dan mental pasien serta
mengobati penyakit yang diderita pasien dengan standar yang sama dengan orang yang tidak
ditahan atau dipenjara. Selain itu, dokter juga perlu memeriksa atau memonitor standar kesehatan
atau kebersihan rumah tahanan atau penjara, seperti akses terhadap makanan dan air yang bersih,
sanitasi, dan juga ventilasi. Apabila dokter merasa bahwa dengan ditahan secara terus menerus,
tahanan dapat terluka atau kondisi kesehatannya dapat menurun, maka dokter wajib melapor
kepada pimpinan atau pihak yang terkait. Dokter harus mampu memastikan bahwa tahanan tidak
disiksa, dan memastikan pula bahwa tahanan tidak melakukan penyiksaan ataupun tindakan
kekerasan selama dalam rumah tahanan.
Selain itu, dokter juga punya tanggung jawab untuk mengidentifikasi dan melaporkan
setiap tindakan kemiliteran yang membahayakan kesehatan pasien, dokter harus segera
melakukan peninjauan ulang terhadap tindakan kemiliteran tersebut. Hal ni dapat dilakukan
dengan melakukan diskusi-diskusi terarah dengan staf medis lain ataupun bertanya kepada
pimpinan militer atau pimpinan medis.
Tanggung jawab tersebut menuntut seorang dokter tidak hanya mampu mencari
informasi, tetapi juga mampu untuk bertindak cepat terhadap informasi atau data yang ada.
Ketika seorang dokter tidak mampu dengan segera mencari informasi yang dibutuhkan, dia harus
melakukan pemeriksaan atau penyelidikan dengan struktur organisasi atau struktur komando
militer dan medis yang ada. Dokter juga harus memantau dan sigap agar setiap informasi yang ia
beritahu dapat ditanggapi segera.

Referensi :
British Medical Association: Ethical-decision making for doctors in the armed forces: a tool kit

Anda mungkin juga menyukai