Anda di halaman 1dari 24

IV.

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT


(HACCP) PADA PROSES PENGALENGAN IKAN

Demi meningkatkan persaingan diera globalisasi dan kepercayaan


konsumen tetap terjaga terhadap produnya, PT. Maya Muncar telah mendapatkan
sertifikat HACCP yang langsung dilakukan oleh tim audit dari dinas pemerintahan
dan tim audit yang didatangkan oleh buyer. Selain itu PT. Maya Muncar juga
melakukan kerjasama (compare test) dengan laboratorium dinas LPPMHP yang
berada di Banyuwangi dan Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan kelas I Surabaya IIdengan tujuan menjaga keamanan
dari bahan baku utama dan produknya.
HACCP adalah suatu sistem jamin mutu yang mendasarkan kepada
kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat muncul pada berbagai
titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk
mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi
bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan
pencegahan dari pada mengandalkan pengujian produk akhir (Winarnodan Surono,
2004). PT. Maya Muncar telah menjalankan sistem HACCP yang diterapkan pada
industri dan diakui dunia, salah satunya mengacu pada pedoman Codex
Alimetarius Comission dalam "Guidelines for Application of The Hazard Analysis
Critical Control Point System" yang terdiri dari 12 tahap dan 7 prinsip.
a. Analisa bahaya (Hazard), identifikasi dan tindakan pencegahan.
Hazard merupakan suatu kondisi atau faktor baik biologis, kimiawi,
maupun fisika, yang mampu menimbulkan suatu bahaya pada makanan jika
dikonsumsi atau dapat memberikan kerugian pada konsumen. Proses identifikasi
bahaya dalam suatu proses dapat meliputi 3 (tiga) aspek yaitu kesehatan,
keamanan dan ekonomi.
b. Identifikasi pengendalian titik-titik kritis (CCP)
CP (Control point) adalah suatu titik, tahap atau prosedur dimana faktorfaktor biologis, kimiawi, maupun fisikawi dapat dikendalikan. CCP (Critical

34

35

Control Point) adalah suatu titik, tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat
ditetapkan dan bahaya dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi hingga batas
yang dapat diterima atau sesuai standart yang sudah ditetapkan. Selain itu juga
CCP merupakan titik kritis, dimana bila gagal melakukan tindakan-tindakan
pengawasan atau pengontrolan maka akan menimbulkan bahaya keamanan
pangan sehingga dapat merugikan konsumen.
c. Penetapan batas kritis (Critical limit)
Batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap tindakan
pencegahan pada suatu CCP. Untuk setiap CCP harus ditentukan batas-batas
kritisnya. Batas-batas kritis tersebut meliputi : persyaratan teknis/administrasi,
definisi batasan penolakan, toleransi atas persyaratan penolakan.
d. Penetapan prosedur pemantauan (Monitoring)
Pemantauan adalah tindakan yang terperencana dan berurut dari suatu
observasi atau pengukuran untuk mengetahui apakah CCP berada dalam control
dan menghasilkan catatan yang akurat untuk keperluan verifikasi. Tujuan
pemantauan yaitu untuk menelusuri operasi dari suatu proses, sehingga dapat
mengetahui apakah suatu proses harus dirubah atau disesuaikan guna
mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi pada suatu CCP dan untuk
menyediakan dokumentasi tertulis dari sistem pengendalian proses.
e. Pentapan tindakan koreksi (Corective action)
Tindakan koreksi adalah prosedur yang harus diikuti bila terjadi suatu
pinyimpangan dan kesalahan pada suatu proses untuk memenuhi batas kritis.
Tujuan penetapan tindakan koreksi adalah untuk mengoreksi dan menghilangkan
penyebab penyimpangan dan mengambil kontrol proses, untuk mengidentifikasi
produk yang dihasilkan selama terjadi penyimpangan pada proses dan
menentukan tindakan yang harus dilakukan.
f. Penetapan prosedur verifikasi
Verifikasi adalah penerapan dari suatu metode, prosedur, pengujian dan
audit sebagai tambahan kegiatan pemantauan dan mengvalidasi dan menetukan
kesesuaian dengan "Rancangan HACCP" atau perlu dimodifikasi. Untuk
menjamin dan memastikan bahwa HACCP berjalan didalam jalur yang tepat dan

36

dilakukan dengan baik, dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Secara
internal oleh manajemen perusahan sendiri (plant manajer dan ditunjang oleh
fasilitas laboraturium sebagai pendukung), secara eksternal oleh pihak pemerintah
yang dilakukan secara wajib dan rutin.
g. Penetapan sistem pencatatan (Recording keeping)
Semua yang dipantau harus dicatat dan semua tindakan koreksi harus
dicatat.

Agar

lebih

sistematis

pencatatan

menggunakan

formulir

yang

distandartkan. Pedoman dalam pembuatan formulir yaitu memuat tentang semua


informasi yang dipantau / koreksi, mencantumkan data penunjang untuk
memudahkan pelacakan seperti (waktu, tanggal, jenis, nama atau tandatangan
yang melakukan pencatatan dan lain-lain) dan akan lebih baik bila semua data
dikumpulkan dalam suatu program komputer sehingga dengan mudah dapat
dievaluasi.
Menurut Wiryanti dan Witjaksono (2001), sistem HACCP sebagai suatu
sistem pengendalian mutu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus ditunjang oleh
faktor-faktor lain yang menjadi dasar dalam menganalisis besar kecilnya risiko
terjadinya bahaya. Faktor penunjang yang menjadi pra-syarat (pre-requisite)
keefektifan penerapan program HACCP sebagai sebuah sistem pengendalian
mutuadalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasar suatu sistem unit
pengolahan,yang meliputi:
a. Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices),
meliputi persyaratan bahan baku, bahan pembantu, bahan tambahan
makanan,

persyaratan

produk

akhir,

penanganan,

pengolahan,perwadahan atau pengemasan, penyimpanan, pengangkutan


dandistribusi.
b. Standar

prosedur

operasi

sanitasi

(Sanitation

Standard

OperatingProcedure), meliputi kondisi fisik sanitasi dan higienis


perusahaan atauunit pengolahan, sanitasi dan kesehatan karyawan dan
prosedurpengendalian sanitasi.

37

Titik kendali adalah tahapan dalam proses dimana faktor-faktor


biologi,fisika dan kimia bisa dikendalikan. Titik kendali kritis (critical
controlpoint/CCP) adalah suatu tahap di dalam proses dimana bila bahaya
potensial yang nyata tidak dikendalikan secara baik, kemungkinan akan
menimbulkan risikobahaya yang tidak bisa diterima oleh konsumen menyangkut
keamanan pangan(food safety), mutu
Identifikasi CCP pada setiap proses pengolahan sangat penting dan
berguna untuk menekan terjadinya suatu masalah pada tiap tahapan proses
sehingga semakin kecil muncul permasalahan pada setiap proses pengolahan.
CCP yang utama pada pengolahan proses pengalengan ikan terdapat pada
penerimanaan bahan baku, proses seaming dan sterilisasi. Hal ini dikarenakan,
penerimaan bahan baku masih rentan terjadi kontaminasi dan kecurangan dari
suplier (penambahan benda asing, antibiotik, bahan pengawet yang berbahaya dan
bahaya kimia yang terdapat pada ikan). Sedangkan pada proses seaming perlu
dilakukannya pengecekan secara berkala setiap 2 jam sekali. Hal ini bertujuan
untuk meminimalisir terjadinya kesalahan pada mesin seamer yang tidak menutup
kaleng secara sempurna dan proses sterilisasi yang menjadi penentu bahwa
produk layak untuk dikonsumsi atau tidak.Faktor penunjang yang menjadi prasyarat (pre-requisite) keefektifan penerapan program program HACCP sebagai
sebuah sistem pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan dasar suatu
unit pengolahan.
Penerapan program kelayakan dasar di Perusahaan/unit pengolahan sering
mengalami kendala-kendala teknis, sehingga melahirkan berbagai penyimpangan,
baik terhadap operasi sanitasi, keamanan pangan, keutuhan dan keterpaduan
ekonomi, mau pun penyimpagan lainnya. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, penerapan program kelayakan dasar di PT. Maya Muncar Banyuwangi
dengan nilai B. Jumlah penyimpangan adalah

7 penyimpangan minor, 5

penyimpangan mayor, yang dapat dilihat pada tabel 3 terhadap kelayakan dasar
unit pengolahan.

38

Tabel 3. Penyimpangan kelayakan dasar unit pengolahan.


Penyimpangan minor

Jumlah toilet tidak mencukupi sebagai mana yang dipersyaratkan. Jumlah


toilet jumlah toilet untuk 25-50 orang adalah sebanyak 3 buah dan dengan
penambahan 1 buah untuk setiap penambahan 25 orang karyawan.

Pintu toilet tidak terbuat dari bahan yang layak,

Tidak adanya ruang istirahat, jika ada tidak memenuhi persyaratan

Terdapat kran air untuk cuci tangan yang rusak dan seharunya 1 kran
disediakan 1 sabun cair, sehingga akan berjalan lebih efisien.

Saluran pembuangan limbah cair jarang dibersihkan, sehingga banyak


kotoran yang didalam selokan dan dapat mengakitbatkan saluran limbah
tersumbat.

Kondisi peralatan yang sekarang (misal: seaming) sudah harus diganti, jika
tidak ingin proses terhambat.Karena peralatan tersebut sudah terlalu
banyak perbaikan.

Lantai tidak rata dan kemiringan kurang sehingga terdapat air yang
menggenang

Penyimpangan mayor

Tirai udara, tirai plastik dan alat pencegah serangga lainnya tidak ada, bila
ada tidak efektif.

Pakaian kerjadan terdapat peralatan (gunting) yang dibawa pulang oleh


pekerja dan dicuci sendiri

Tidak dilakukannya pengecekan frekuensi ganti pakaian

Evaluasi pada trainingGMP dan SSOP tidak terlakasana

Peralatan handling pada proses thawing, antara dinding dan dasarnya


berbentuk
dibersihkan

siku-siku,

sehigga

sulit

untuk

dilakukan

pembersihan

39

PT. Maya Muncar melakukan recording pada tahapan-tahapan proses, agar


terlaksananya tahapan HACCP. Berikut adalah penerapan HACCP dalam proses
pengalengan ikan lemuru dan program sanitasi yang dilakukan pada unit sardendi
PT. Maya Muncar.
4.1

Program Sanitasi
Sanitasi disini mempunyai peranan yang sangat penting karena untuk

menjaga keamanan pangan produk PT. Maya Muncar. Sanitasi dilakukan pada
pekerja maupun ruangan beserta isinya. Apabila sanitasi yang dilakukan semakin
ketat maka akan semakin terjamin pula keamananpangan yang dihasilkan yaitu
kualitas produk yang aman dan terjamin. Dengan melakukan sanitasi dalam
berbagai

aspek

maka

produk

sekaligus

pekerja

akan

terhindar

dari

mikroorganisme yang merugikan.


4.1.1

Sanitasi Pekerja
Dalam proses pengalengan ikan aspek-aspek yang membutuhkan perhatian

dan pertimbangan utama adalah personil (pekerja) baik dari kesehatan mau pun
kebersihan pribadi atau perorangan. Hal ini dikarenakan bahaya yang akan
ditimbulkan. Bahya dalam bentuk fisik seperti rambut, kuku, atau asesoris (cincin,
anting dan lain-lain) yang terjadi pada proses produksi. Selain itu juga dari bahaya
potensi adanya bau tengik yang mungkin disebabkan oleh pekerja yang
menggunaan lition atau cream tangan, dan kontaminasi karena pekerja menderita
penyakkit yang menular, luka, infeksi, dan lain-lain yang dapat menyebabkan
pertumbuhan bakteri patogen
Setiap personil yang bekerja di PT. Maya Muncar selalu diperhatikan, saat
akan masuk keruangan proses kelengkapan kerja juga diperhatikan seperti topi,
baju kerja, dan gunting. Selain itu kuku dan asesoris seperti cincin, anting dan
benda-benda logam lainnya yang dikenakan harus dilepas. Untuk mencegah
terjadinya muncul bau tengik akibat perkerja yg menggunakan lition atau cream
tangan PT. Maya Muncar mewajibkan perkerja untuk mencuci dan merendam

40

tangan kedalam air chlorine yang sudah disiap ditempat pintu masuk ke ruangan
proses. Adapun sanitasi pekerja yang diterapkan oleh PT. Maya Muncar adalah
sebagai berikut :
a. Karyawan menggunakan perlengkapan/atribut seperti sepau boot, penutup
kepala, seragam kerja dan celemek.
b. Semua karyawan yang masuk ruang produksi harus mencuci kaki tangan
dengan sabun pebersih yang telah disediakan dan menggunakan pakaian
perlengkapan kerja, serta dilarang memakai perhiasan (anting, gelang, dll)
yang akan mengganggu jalannya proses.
c. Karyawan juga harus membersihkan kaki pada tempat penampungan air
berkhlorin yang tersedia didepan pintu masuk ruang produksi.
d. Pada saat proses produksi berlangsung semua karyawan harus menjaga
dan mengontrol kebersihan dari masing-masing tempat kerjanya.
Dengan demikian PT. Maya Muncar memperhatikan kesehatan dan
kebersihan tiap perorangan. Namun salah satu yg menjadi permasalahan adalah
pekaian pekerja yang dicuci oleh perkerja sendiri. Hal ini bisa mengakibatkan
pakaian kerja akan terkontaminasi saat perjalanan ke pabrik. Akan tetapi hal
tersebut mungkin bisa diatasi, karena terdapat proses sterilisasi yang bertujuan
membunuh mikroorganisme yang terdapat pada produk.
4.1.2

Sanitasi Ruangan
Sanitasi ruang produksi harus dalam keadaan bersih dan terjaga dari

kontaminasi. Sanitasi ruang produksi di PT. Maya Muncar dilakukan dengan baik
sebelum dilakukan pemeriksaan kebersihan ruangan proses,setelah proses selesai
dilakukan pembersihan pada setiap sisi ruangan. Sanitasi ruang produksi
dilakukan dengan menyemprotkan air bersih keseluruh ruang produksi.
Pembersihan dengan penyemprotan air ini bertujuan untuk membuang atau
menghilangkan kotoran-kotoran yang ada pada ruang produksi sehingga tidak
menimbulkan lalat, serangga dan binatang lain yang dapat mencemari hasil
produk.

41

4.1.3

Sanitasi Peralatan dan Bahan Sanitizer


Sanitasi peralatan dimaksudkan untuk membersihkan sisa kotoran pada

peralatan selama proses produksi berlangsung. Tujuan dari sanitasi alat ini adalah
untuk menjaga keawetan peralatan dan kesiapan peralatan tersebut sebelum proses
produksi berlangsung.
Sanitas peralatan meliputi

pencucian alat dengan air berkhlorin dan

pengeringan peralatan setelah produksi. Alat harus dibersihkan sebaik mungkin


sehingga tidak ada sisa kotoran yang masih menempel pada semua peralatan.
Disamping itu, peralatan produksi maupun kelengkapan sanitasi harus dikontrol
setiap harinya.
Peralatan harus dibersihkan sebelum dan sesudah proses produksi dengan
menggunakan air bersih yang berasal dari sumur artesis dan detergen. Penggunaan
detergen hanya khusus dilakukan untuk alat-alat yang terkena lemak karena alat
yang terkena lemak tidak dapat dibersihkan dengan penyemprotan air saja,
melainkan harus dicuci dengan detergen yang berfungsi melarutkan kotorankotoran lemak yang melekat pada peralatan pengolahan.Pencucian yang bersih
dan teratur serta desinfeksi dan sanitasi dari semua alat pengolahan dan
permukaan yang berhubungan dengan bahan pangan sangat penting guna
menurunkan tingkat pencemaran.( Buckle, 1987)
PT. Maya Muncar memilih desinfektan berupa khlorin untuk program
sanitasinya. Chlorin sanitizer membentuk senyawa HOCl (asam hipoklorit) dalam
larutan, yang berfungsi sebagai senyawa aktif yang bekerja membunuh dan
menghancurkan bakteri. Pebentukan HOCl sangat tergantung pada pH, pada pH
4.0 5.0 HOCl terbentuk secara maksimal. Kurang atau lebih dari pH tersebut,
pembentukan HOCl menurun, demikian pula efektifitasnya. Keefektifan sanitizer
tergantung pada jenis dan konsentrasi sanitizer, waktu kpntak antara zat kimia dan
bahan yang disanitasi, suhu dan mutu air (pH dan kesadahan). Adapun standar
khlorin yang ditetapkan beserta cara perhitungan pemakaian khlorin adalah
sebagai berikut :

42

Standar Khlorinasi :
Bahan mentah

= 1-10 ppm

Cuci tangan dan kaki

= 100 ppm

Alat-alat halus (stainless steel) = 50-300 ppm


Alat-alat kasar

= 1000 3000 ppm

Cara perhitungan pemakaian khlorine untuk program sanitasi :


Dengan rumus :
D X 100 (% khlor) X ppm (STP) = gram (bahan sodium 1.000.000)
Hypochlorite

Dimana :
D

: volume (jumlah) air yang akan dipakai dalam satuan ml

: konsentrasi bahan khlor yang akan dipakai (tertera pada tabel keasaman

Ppm

: kandungan larutan khlor yang diinginkan/yang akan dibuat, merupakan


Satuan

Gram :jumlah bahan (sodium hypochlorite) yang akan digunakan untuk membuat
larutan merupakan satuan
4.2

Proses Pengolahan
Terciptanya suatu produk pada proses produksi tergantung pada proses

yang diterapkan pada suatu perusahaan. Proses produksi yang dilakukan dengan
baik dan menggunakan sistem HACCP sehingga akan menghasilkan produk yang
baik dan aman untuk dikonsumsi. Proses pengolahan sarden di PT. Maya Muncar
meliputi penerimaan bahan baku, penanganan bahan baku, pemotongan ikan ,
pencucian, pengisian, pemasakan pendahuluan, penirisan, pengisian saus,
penutupan kaleng, pencucian kaleng, sterilisasi, pendinginan dan pengemasan.
Adapun penjelasan dari tiap proses adalah sebagai berikut :

43

4.2.1

Penerimaan Bahan Baku


Bahan baku yang didatangkan berasal dari China dalam keadaan frozen

(beku). Dari setiap proses penerimaan bahan baku adalah tahap pertama dari
setiap proses. Hal ini menentukan apakah proses selanjutnya akan dilanjutkan atau
tidak dan itu tergantung dari proses penerimaan bahan baku tersebut. Kaitannya
dengan identifikasi Hazard (bahaya) pada proses ini bahan baku dari
supplierdilakukan pengujian terlebih dahulu oleh Balai Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan kelas I Surabaya II.Pengujian
dapat dilihat pada tabel 4.meliputi pengujian parasit, bakteri, jamur dan kimia.
Tabel 4. Hasil pengujian karantina
No.
1

Jenis contoh
uji
Frozen
Mackerel

Parameter

JML.
pengujian
2

Hasil Uji
Hasil
Nihil

1
1
1
2

Jamur :
- Lainnya
Kimia :
- Formalin

Parasit :
- Lainnya
Bakteri :
- ALT
- Eschericia coli
- Salmonella
- Lainnya

gambar
-

Keterangan
Non ruang lingkup

Spesifikasi
Metode
Microscopis/
Morphology

5.0 x 104kol/gr
<3 kol/gr
Negative/25 gr
Staphylococcus
epidermis

Non ruang lingkup

IKM/13/BKTTPE
IKM/14/BKTTPE
IKM/15/BKTTPE
Conventionally

Nihil

Non ruang linkup

Microscopis/
Morphology

Nihil

IKM/12/BKTTPE

Sumber : PT Maya Muncar 26 april 2013


Hasil pengujian parasit pada 2 sempel bahan baku, tidak ditemukan (nihil)
adanya parasit yang terdapat bahan baku. Pengujian bakteri, ALT yang ditemukan
pada sempel yaitu 5.0 x 104 kol/gr, Eschericia Coli <3 kol/gr dan Salmonella
negative/25 gr atau tidak ditemukan salmonella pada bahan. Namun pada
parameter lain-lain, yaitu ditemukan bakteri Staphylococcus dan Epidermidis.
Pada penguian jamur, tidak ditemukan jamur pada 2 sempel yang diuji
(nihil).Pengujian kimia (fomalin) negative, hal ini menunjukkan bahwa sampel
bebas dari bahan berformalin.Dengan ada pengujian kimia dan microbiologis,
menunjukkan bahwa penerimaan bahan baku merupakan Critical Control Point,

44

sehingga tahapan ini dirancang khusus untuk mereduksi bahaya sampai batas yang
dapat diterima.
CAC 94-1981 menyatakan, produk tidak boleh mengandung histamin
lebih dari 10 mg/100 gberdasarkan rata-rata dari sampel yang diuji. Namun
pembentukan histamin tergantung dari kandungan histidin, tipe dan banyaknya
bakteri yang mengkontaminasi pada ikan. Bahan baku yang dididatangkan dalam
kondisi beku dan masih keadaan segar, memiliki kandungan histamin <0.1
mg/100 g.PT. Maya Muncar melakukan compare test dalam pengujian mercury
dan histamin dengan sebuah lembaga pengujian yang terdapat di luar pabrik. Hasil
pengujian dapat dilihat pada tabel. 5 hasil analisa pada mercury dan histamin.
Tabel. 5 Hasil Analisa Pada Mercury dan Histamin.
No. Jenis sampel

Jenis Analisa

yang diuji
1

Lemuru

Mercury (mg/kg)

Histamin (mg/kg)

0,06

2,52

Sumber: PT. Maya Muncar 2 september 2012

Hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa kandung histamin 2,52 mg/kg


pada ikan lemuru aman untuk dikonsumsi.Dengan kondisi tersebut hanya perlu
dilakukannya pemantauan pada penangan bahan baku dan proses selanjutnya.
4.2.2 Penanganan Bahan Baku
Penanganan bahan baku saat bahan baku (ikan lemuru) dilakukan dengan
cepat, karena penanganan yang cepat dapat menghambat pertumbuhan mikroba
dan menjadikan bahan baku menjadi lebih awet dan segar. Penanganan bahan
baku pertama yaitu menyimpan bahan bahan baku pada cold storagedan
melakukan

prosesThawingterlebih

dahulu

pada

bahan

baku

yang siap

diproses.Menurut Department Of Health And Human Servicespublic Health Service,


penyimpanan bahan baku -23oC pada cold storage, proses pembekuan bertujuan
untuk menghambat aktivitas dari bakteri pembusuk dan patogen.. PT. Maya
Muncar mendatangkan bahan baku dalam keadaan beku (frozen sarden) yang

45

berasal dari China, bahan baku yang datang langsung dimasukkan terlebih dahulu
ke dalam cold storage. Suhu yang digunakan dalam ruang penyimpanan yaitu 23oC. Hal ini dilakukan demi menjaga ikan tetap dalam keadaan beku, sehingga
kesegaran tetap terjaga dan menekan aktivitas bakteri pada suhu dibawah 0oC.
Untuk menjaga agar tidak timbulnya potensi bahaya pada bahan baku yang berada
didalam cold storage, maka dilakukan pengecekan suhu pada saat didalam cold
storage.
Bahan baku yang akan diproses dilakukan Thawing

terlebih dahulu,

dengan suhu bahan baku yang dibawah <4oC dilakukan didalam air mengalir dan
batas titik kritis untuk suhu thawing yaitu 10o-15oC.Menurut kimata (1961),
thawing dapat menghambat pembentukan histamin. Hal ini dapat disebabkan oleh
rusaknya

bakteri

pembentuk

histamin

selama

proses

pembekuan

dan

thawing.Setelah itu bahan baku yang akan diproses ketahap selanjutnya, maka
perlu dilakukan pelelehan atauthawing. Proses thawing membutuhkan waktu 18
jam.Proses ini dilakukan dengan menggukan handling yang memiliki kapasitas 1
ton dan mengalirkan air ke dalam handling secara continue hingga suhu ikan
meningkatantara 10-15oC. selain itu dilakukan pengecekan terhadap ikan yang
dithawing agarkesegaran ikan tetap terjaga, mencegah terjadinya over thawing
dan menahan pertumbuhan bakteri patogen.Jika pada waktu pengecekan suhu
dipagi harinya (saat proses produksi) terdapat bahan baku yang suhunya 20oC,
maka bahan tersebut harus didahulukan agar dapat di proses lebih cepat agar tidak
terjadi over thawingi.
4.2.3 Pemotongan Ikan (cutting)
Proses pemotonganikan bahaya potensi yang dapat ditimbulkan bahan
baku yang terkontaminasi oleh benda logam yang berkarat atau yang lainnya, hal
ini disebabkan penggunaan alat yang kurang steril/sudah berkarat dan
pertumbuhan bakteri yang dikarenakan suhu ikan yang meningkat karena over
thawing, agar tidak terjadi maka proses pengolahannya sendiri dilakukan dengan
segera.Pada tahapan proses cutting juga beguna untuk mengurangi bakteri yang

46

terdapat pada insang dan perut, selain itu juga berjuan untuk memisahkan antara
ikan yang layak untuk diproses atau tidak. Ikan yang tidak memenuhi standart
mutu ikan (terdapat pada tabel. 2) akan dibuang kesaluran pembuangan limbah
padat.
PT. Maya Muncar melakukan proses pemotongan ikan secara manual
dengan menggunakan gunting dan proses dilakukan secara cermat agar kepala, isi
perut serta ekor ikan terbuang bersih dengan batas kritis pada suhu yaitu 20OC.
Gunting yang sebelumnya telah diperiksa kelayakannya, Namun masih terdapat
banyak pekerja yang menggunakan gunting dalam kondisi yang sudah berkarat
atau sudah tidak layak digunakan walaupun kondisi ketamajamannya masih
terjaga.Selain ituproses pemotongan yang dilakukan dengan mengunakan sistem
manual akan menimbulkan kontaminasi silang(mikroba) antara tangan pekerja
yang tidak menggukan sarungtangan.Menurut FAO dalam Manual on fish canning,
sudah menetapkan untuk menggunakan suatu mesin pemotong yaitu Nobbing
Machine, bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi silang,
meningkatnya suhu ikan dan mengurangi terjadinya kecelakaan saat bekerja,
seperti jari yang terkana gunting atau telapak tangan yang terkena duri pada
ikan.Proses pemotongan yang menggunakan cara manual bisa mengakibatkan
terjadinya kontaminasi silang antara pekerja dengan ikan dan juga pekerja yang
tidak menggunakan sarung tangan secara otamtis akan meningkatkan suhu pada
ikan. Ini terjadi karena ikan yang dipegangan dengan tangan, suhu tubuh manusia
akan tersalurkan pada ikan. PT. Maya Muncartidak menggunakan alat tersebut
dikarenakan,yang semula bertujuan untuk mensejahterahkan masyarakat sekitar.
4.2.4 Pencucian Ikan (Washing)
Ikan yang telah dicutting

kemudian dicuci dengan menggunakan air

bersih. Potensi bahaya pada proses ini adalah, air, alat, ruangan kerja yang
tercemar dan masih adanya sisa-sisa penyiangan, seperti kotoran dan sisik ikan
yang bisa menimbulkan pertumbuhan bakteri. Cara mengatasinya adalah dengan

47

memperhatikana kebersihan dengan semua alat, air dan lainnya juga sisa-sisa
penyiangan harus segera dibersihkan agar menghindari pertumbuhan bakteri.
Pencucian ikan di PT. Maya Muncarmenggunakan dengan alat bantu
rotary drum, prinsip kerja alat ini adalah pencucian dengan pengadukan yang
berputar. Pencucian ikan bertujuan untuk memisahkan bahan dari benda asing
yang tidak diinginkan, seperti kotoran, darah dan sisik yang masih
menempel.Kemudian dilakukan pergantian air selama 15 menit, pada proses
pencucian, hal ini bertujuan untuk membuang air yang kotor dan mengantinya
dengan bersih sehingga didapatkan hasil yang maksimal selain itu juga bertujuan
Darah ikan yang masih menempel pada ikan akan mempengaruhi warna
daging setelah dipanaskan. Warna daging ikan bisa berubah menjadi warna
merah. Warna merah tersebut disebabkan oleh darah yang membeku karena
pemanasan (Murniyati, A.S dan Sunarman, 2000).Kotoran dan sisik ikan
dibersihkan dengan tujuan untuk menekan jumlah mikroba awal pada ikan
sebelum ikan dikalengkan.Dari proses pencucian ini diharapkan dapat mengurangi
jumlah

mikroba

awal

dan

sangat

berguna

dalam

evektifitas

proses

sterilisasi.Setelah proses pencucian selesai para pekerja langsung membersihkan


alat dan daerah sekitas tempat pencucian dari sisa hasil penyiangan.
4.2.5 Pengisian Ikan Dalam Kaleng (Filling)
Ikan yang telah dicuci bersih kemudian dimasukkan dalam kaleng. Pada
pengisian kaleng ini sangat sulit menyesuaikan antara ukuran kaleng dengan size
ikan. Proses pengisian ini dilakukan secara manual dengan tangan, dan
dilanjutkan dengan penimbangan agar mencapai berat sesuai standar. Pengisian
ikan diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak udara tertahan dalam
wadah, misalnya dalam satu kaleng terdapat 4 ekor ikan, salah satunya posisi ekor
ada diatas.Selain itu suhu harus dikontrol secara berkala suhu.Hal ini bertujuan
untuk menjaga kestabilan suhu sebelum memasuki exhaust box dan menahan
pertumbuhan mikroorganisme.

48

Pada PT. Maya Muncar proses filling dilakukan secara manual dengan
cara memasukkan potongan tubuh ikan kedalam kaleng dan timbangan yang
digunakan adalah timbangan manual yang menggunakan kaleng yang sudah terisi
sesuai berat yang ditetapkan sebagai pembanding.Dengan menggunakan
timbangan ini maka jalannya proses akan lebih cepat dan afektiv. Namun akan
menghasilkan ketidak seragaman berat pada masing-masing kaleng yang diisi
karena berat yang sebenarnya tidak diketahui. Namun dengan tempatkan beberapa
pengawas yang selalu mengontrol kualitas mutu filling setiap 30 menit dan
diambil 10 sampel kaleng untuk pengecekan jumlah, berat dan suhu. Suhu ikan
sebelum masuk dalam exhaust box antara 22-23C dan berat yang diuji
disesuikan dengan standart berat yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.
4.2.6

Pemasakan Pendahuluan (pree-cook)


Tahap selanjutnya adalah pemasakan awal (pree cooking ) yang

merupakan tahap perubahan fisik terhadap daging ikan akibat perubahan


kandungan kimiawi didalamnya dan bertujuan untuk mematangkan ikan,
mengeluarkan body juss, meminimalisir pertumbuhan bakteri dan mengeluarkan
udara dari dalam kaleng dan tubuh ikan.Pre-cook yang menggunakan suhu 90100C dan Suhu ikan sebelum masuk dalam exhaust boxantara 22-23C.
Pada proses ini PT. Maya Muncar melakukan menggunakan suhu 90100C dengan 800-900 rpmberlangsung selama 12-14 menit, dan suhu ikan
setelahpre cook dilakukan pengecekan suhu pusat ikan minimal75C.
Proses pre-cooking merupakan tahapan yang dapat mereduksi aktivitas
pembentukan histamin. Pemanasan dengan menggunakan suhu 60oC akan
membunuh bakteri pembentuk histamin sehingga mencegah pembentukan
senyawa tersebut (Hibiku dan Simidu, 1959). Selain itu pre-cooking juga
bermanfaat mengeluar sisa-sisa darah dan minyak yang terdapat pada ikan.
Kandungan histidin bebas yang terdapat pada jaringan otot ikan juga akan ikut
keluar dengan sisa-sisa darah dan miyak yang terdapat pada ikan.

49

4.2.7

Penirisan
Proses ini menghasilkan cairan hasil kondensat yang dihasilkan pada saat

pemasakan pendahuluan (pre cook). Cairan tersebut berupa air dan minyak ikan.
Air tersebut merupakan cairan hasil kondensat sedangkan minyak ikan berasal
dari dalam tubuh ikan yang meleleh akibat pemanasan dan keluar campur dengan
air hasil kondensat tersebut. Hasil cairan tersebut kemudian ditiriskan dan
ditampung. Penirisan diharapkan dilakukan secara cepat untuk menjaga kestabilan
suhu sejak kaleng keluar dari exhaust box, perubahan suhu ikan selama proses
penirisan menuju tempat pengisian saos 78C. Penirisan ini melalui konveyor
dan kaleng secara otomatis akan berjalan miring.
Potensi bahaya yang ada pada proses ini adalah masuknya benda asing ke
dalam kaleng. Selain itu sering terjadi kendala yaitu kaleng yang tidak masuk
secara sempurna ke konveyor penirisan dan dapat menghambat jalannya proses.
Serta mengontrol bau yang tidak sedap ikan setelah proses pre-cook.Sehingga
perlu dilakukan pengawasan pada jalannya proses penirisan.
4.2.8

Pengisian Medium (Saus)


Sebelum proses pengisian saus, telah dilakukan proses pembuatan medium

saus pada alat steam jacket ketlle dengan komposisi bahan tertentu sesuai dengan
produksi hari itu. Sedangkan untuk pengisian saus menggunakan pipa-pipa yang
disalurkan dari bagian saus dan diujung pipa terdapat kran yang bila dibuka saus
tersebut akan keluar dan mengisi saus tiap kaleng. Proses ini tetap memerlukan
pengawasan, terutama pada batas kritishead space yaitu 3.0 mm. Pengawasan ini
dilakukan dengan menambah saus jika isi saus kurang dan mengurangi saus jika
isi saus berlebih. Tujuan dari penentuan head space adalah supaya waktu proses
sterlisasi masih ada tempat untuk pengembangan isi.Selain itu suhu saus pada
ketel penampungan juga dikontrol. Pada penampungan saus bawah batas kritis
suhu pada saus yaitu 60O-68O C dan pada penampungan saus atas batas kritis suhu
68O-70O C dan banyaknya saus pada tempat penambungan juga dikontrol.

50

Pengisian saus dapat terlihat ketepatannya pada saat penampungan kaleng


setelah proses seaming. Jika terdapat kaleng yang isinya belum

memenuhi

standar akan mengapung di bak (berisi air). Sehingga kaleng tersebut perlu
dilakukan repacking dan isi saus ditambah sampai memenuhi standart. Sedangkan
jika isi saus berlebih dapat diketahui setelah proses sterilisasi yang ditandai
dengan kaleng yang menggembung, hal ini dikarenakan didalam tidak ada ruang
untuk pengembangan isi sehingga akan terjadi tekanan pada tutup kaleng yang
menyebabkan mengembung, penanganan kerusakan ini sama halnya dengan
penanganan kaleng yang kurang isi, yaitu dilakukan repacking.
4.2.9

Penutupan Kaleng (Seaming)


Penutupan wadah/kaleng merupakan hal penting yang ada pada prosedur

pengalengan. Karena pada proses ini adalah menentukan keamanan produk


pangan dalam kaleng, proses penutupan ini menggunakan alat seamer dengan
prinsip double seam dimana proses pertama membentuk lipatan tutup kaleng dan
proses yang kedua menghimpit tutup kaleng sehingga didapatkan proses
penutupan yang hermetis dan tidak ada kebocoran yang dapat merusak produk
didalamnya.
Besar head space dalam wadah sangat penting, bila terlalu kecil akan
berbahaya karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama
pengolahan. Bila head space tidak cukup, kecepatan pemindahan panas menurun,
dengan demikian waktu pengolahan akan lebih lama. Sebaliknya apa bila head
space terlalu besar, udara yang terkumpul diruangan tersebut lebih banyak,
sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang
dikalengkan.
Pemeriksaan penutupan (seaming) yang dilakukan di PT.Maya Muncar
rmeliputi pemeriksaan dimensi luar dan dimensi dalam.

Pemeriksaan dimensi luar


1. Tinggi kaleng (Ca.H)

51

Tinggi kaleng diukur dari tutup kaleng atas sampai kaleng bawah
dan pengukuran dilakukan dengan jangka sorong dan diambil tiga titik
yang berbeda. Standar ukuran tinggi kaleng untuk kaleng kecil (200308)
adalah 88.37 0.30 mm dan 113.07 0.30 mm untuk kaleng besar (300
407). Jika tinggi kaleng (Ca.H) kurang dari standar maka perlu dilakukan
penyetingan alat (seamer).
2. Tebal Penutupan (T)
Pengukuran

seam

thickness

merupakan

indikasi

terhadap

kekencangan double seam. Seam thickness adalah dimensi maksimal yang


diukur secara tegak lurus terhadap lapisan yang membentuk seam.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan micrometer pada tiga titik
lipatan tutup kaleng, adapun tebal penutupan kaleng (thickness) yang
distandartkan oleh PT.Maya Muncar adalah 1.17 0.10 mm untuk kaleng
kecil (200308) dan 1.25 0.10 untuk kaleng besar (300 407). Jika tebal
penutupan kaleng (T) kurang dari standar maka perlu dilakukan
penyetingan alat (seamer).
3. Lebar Penutupan (W)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mikrometer dengan
pengukuran tutup kaleng dengan cara vertical sebanyak tiga kali ulangan
dengan sisi yang berbeda. Standar lebar penutupan (W) untuk kaleng kecil
(200 308) adalah 2.70 0.15 mm dan kaleng besar (300 407) adalah
2.90 0.15.Jika lebar penutupan kaleng (W) kurang dari standar maka
perlu dilakukan penyetingan alat (seamer).
4. Countersink (CS)
Pengukuran kedalaman countersink dimulai dari ujung atas double
seam sampai pada ujung bawah panel tutupdekat dengan dinding samping
(chuck wall) dari double seam. Menurut Winarno (1994), pada umumnya
dimensi countersink seharusnya sama dengan thickness dari seaming
chuck flange. Countersink menggunkan jangka sorong dengan meletekkan
ujung jangka sorong pada mulut kaleng secara vertical dengan standar 3
0.15 untuk kaleng kecil (200 308) maupun kaleng besar (300 407).

52

Jika countersink (CS) kurang dari standar maka perlu dilakukan


penyetingan alat (seamer).

Pengukuran dimensi dalam


1.

Body Hook (BH)


Pengukuran dilakukan pada bagian lipatan mulut kaleng sebanyak

tiga kali ulangan dengan titik yang berbeda, pengukuran ini dilakukan
dengan alat bantu mikrometer. Body hook

yang terlalu panjang atau

pendek akan mempengaruhi overlap dan hasil akhir double seam. Standar
pengukuran body hook untuk kaleng kecil (200 308) adalah 1.90 0.20
dan kaleng besar (300 407) adalah 2.00 0.20. Jika body hook (BH)
kurang dari standar maka perlu dilakukan penyetingan alat (seamer).
2.

Cover hook (CH)


Menurut Winarno (1994) cover hook yang terlalu panjang tau

pendek akan mempengaruhi kondisi overlap dan hasil akhir doble seam.
Pengukuran ini dilakukan dengan enggunakan mikrometer pada bagian
ulut kaleng sebanyak tiga kali ulangan dengan titik yang berbeda. Standar
yang digunakan adalah 1.80 0.20 untuk kaleng kecil (200 308) dan 1.90
0.20 untuk kaleng besar (300407). Jika cover hook (CH) kurang dari
standar maka perlu dilakukan penyetingan alat (seamer).
3.

Overlap (OL)
Panjangnya bagian yang saling tindih dengan cover hook disebut

internal

seam

overlap.

Overlap

diusahakan

tidak

mengalami

penyimpangan atau disesuaikan standar yang ditetapkan. Standar overlap


yang digunakan oleh PT. Maya Muncar minimal 1.1 mm baik untuk
kaleng kecil (200 308) maupun untukkaleng besar (300 407).Jika
overlap (OL) kurang dari standar maka perlu dilakukan penyetingan alat
(seamer).
4.

Overlap % (OL %)
Overlap % merupakan kisaran besarnya overlap yang terbentuk.

Semakin tinggi overlap % semakin sempurna proses seaming. Standar


overlap % di PT. Maya Muncar minimal 55%. Jika didapatkan overlap %

53

(OL %) dibawah standar, hal ini berarti proses seaming tidak sempurna
yaitu pada saat operasi kedua, penekanan antara body hook dan cover hook
kurang, sehingga menyebabkan hasil penutupan agak longgar yang
memungkinkan udara dan air dapat masuk kedalam kaleng. Oleh sebab itu
dilakukan tindakan dengan menghentikan mesin (seamer) untuk sementara
dan melakukan perbaikan terhadap mesin agar overlap % sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
5.

Seam Thickness (ST)


Pemeriksaan visual terhadap derajat kekencangan (thickness

rating) sangat penting artinya dan harus dilakukan dengan teliti. Penilaian
kekencangan doble seam dilakukan dengan menganalisis adanya kerutan
(wrinkle) dalam cover hook. Pengkerutan terbentuk sewaktu proses
produksi pembentukan double seam, yaitu pada saat diameter kaleng
tereduksi ketika menyesuaikan dengan flange. Kerutn biasa terjadi secara
merata dan tersebar melingkari tutup kaleng.
Semakin kuat tekanan pada operasi kedua, semakin dangkal
kerutan yang terbentuk. Kondisi ini dapat dievaluasi secara visual. Derajat
kekencangan dapat ditemukan secara visual, kemudian dicatat dengan
kisaran skala bulat mendekati puluhan persen. Semakin dalam kerutan,
semakin longgar tutup kaleng. Angka kekencangan 100% yang brarti
tanpa kerutan. Standar kekencangan di PT. Maya Muncar minimal 75%.
Standar tersebut menunjukkan bahwa kerutan yang terjadi semakin kacil
atau dapat dikatakan proses seaming berjalan sempurna (tekanan pada
opersai kedua kuat).
6. End Hook Juncture (EJ)
Pengukuran EJ dilakukan dengan melihat banyaknya sedikitnya
lipatan yang menonjol pada tutup kaleng. Semaikn banyak lipatan yang
menonjol maka semakin jelek lipatannya. End Hook Juncture (EJ) dapat
diketahui secara visual, kemudian dicatat dengan kisaran bulat yang
endekati puluhan persen. Nilai EJ 100% berarti tidak ada lipatan kaleng

54

yang menonjol pada tutup kaleng. Standar EJ yang digunakan di PT. Maya
Muncar minimal 75% .
4.2.10 Pencucian Kaleng (can washing)
Setelah dilakukan penutupan yang sempurna, kaleng / wadah perlu
dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng / wadah.
Pencucian dilakukan dengan air yang dicampur dengan sabun khusus pencuci
kaleng yang kemuian dibilas beberapa kali. Tujuan dari pencucian kaleng yaitu
mendihari terjadi pengkaratan pada kaleng kerena sisa-sisa saus yang menempel
saat proses seaming.
Pada

PT.

Maya

Muncar

pencucian

kaleng

dilakukan

dengan

menyemprotkan air pada kaleng yang berjalan dan selanjutnya kaleng tersebut
ditampung dalam bak berisi air dan basket/keranjang.Sebelum kaleng masuk
kepencucian, disana ditempatkan pekerja yang mengawasi hasil seaming. Hal ini
bertujuan agar mencegah kaleng yang bocor, pesok atau tidak tertutup seacara
sempurna tidak lolos ke proses selanjutnya.
4.1.11 Waiting Time Product
Waiting Time Product merupakan proses dimana menunggu basket
(keranjang) hingga terisi penuh oleh kaleng. Kolam yang digunakan bersuhu 45oC,
waktu yang dibutuh untuk mengisi 1 kranjang penuh adalah 10-15 menit dan 1
keranjang mampu menampung 2250 kaleng untuk kaleng ukuran 200 dan 900
untuk ukuran kaleng 300. Di PT.Maya Muncar Waiting Time Product bertujuan
sebagai suhu awal pada saat akan melakukan sterilisasi. Selain itu kolam (yang
berisi air) berfungsi sebagai alat untuk menahan benturan kaleng dengan basket
dan keleng dengan kaleng saat pengisian ke dalam baket.
4.2.12 Sterilisasi
Sterilisasi(processing)pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah
serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau
mengurangi factor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan
gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan
biasanya 116C selama 80-90 menit, tergantung dari jenis bahan makanan dan

55

ukuran produk (kaleng). Proses pemanasan yang ditetapkan didalam industri


pengalengan atau pembotolan, dirancang khusus hanya untuk mencapai sterilisasi
komersial. Proses pemanasan yang diperlukan untuk sterilisasi makanan kaleng
diantaranya tergantung pada pH produk yang akan diproses.Untuk proses ini
bahaya yang ada adalah bahaya kimia karena cemaran logam dari kaleng, bahaya
biologis dari kontaminasi bakteri dan mikroba karena penggunaan suhu yang tidak
sesuai pada saat proses pemanasan, selain itu bahaya fisik (daging ikan rusak)
karena suhu pemanasan yang tidak sesuai.
PT. Maya Muncar menggunakan waktu dan suhu sterilisasi yang sama.
Standar suhu dan waktu yang digunakan untuk kaleng ukuran 202 x 308 dengan
lama 80 menit dan kaleng ukuran 301 x 407 dengan lama waktu 90 menit. Setelah
basket (keranjang) retort sudah terisi penuh segera masukkan kedalam bejana
retort.Proses retort dimulai jika, bejana retort telah terisi penuh.Selama menunggu
hingga proses come up time dilakukan beberapa pengontrolan yaitu:
a. Star panel instrumen dalam posisi "ON" sesuai dengan nomor retort yang
di operasikan, atur suhu dan waktu pada panel kontrol untuk memulai
mengoperasikan retort secara otomatis.
b. Initial time yaitu dengan suhu 45OC dan catat direcording
c. Penutupan drain valve dilakukan hingga suhu 101OC dengan interval
waktu 10-11 menit (penutupan drian, tidak ditutup secara penuh. Berjutuan
sebagai sirkulasi) dan catat direcording
d. Penutupan venting dilakukan hingga suhu 109OC dengan interval waktu yg
di butuhkan 4-5 menit dan catat direcording
e. Lama proses sterilisasi untuk kaleng :
1. Ukuran 200 adalah 80 menit dengan suhu 115O-116OC
2. Ukuran 300 adalah 90 menit dengan suhu 115O-116OC
Proses sterilisasi yang dilakukan setiap harinya, perlu dilakukan
pengecekan atau kalibrasi pada mesin, karena setiap proses produksi terkadang
mesin mengalami beberapa permasalahan yang menyebabkan penyimpangan
mutu kualitas produk kaleng. Adapun kerusakan mesin yang pernah terjadi selama
proses produksi serta tindakan koreksinya adalah sebagai berikut :

56

a) Kerusakan pintu retort berupa pecahnya karet perekat pintu, tindakan


koreksi yang dilakukan adalah dengan melakukan sterilisasi ulang.
b) Katup uap otomatis tidak bekerja (mati), tindakan koreksi adalah dengan
membongkar katup uap otomatis dan memperbaiki.
c) Kelebihan atau kekurangan suplay uap, tindakan koreksi adalah dengan
cara melakukan sterilisasi ulang.
d) Control tekanan dan suhu tidak sesuai standa. Misalnya suhu tercapai akan
tetapi tekanan nol. Tindakan koreksinya adalah dengan melakukan
sterilisasi ulang.
e) Pipa pembuangan uap bocor, tindakan koreksi yang dilakukan adalah
dengan mengganti pipa.
Setiap kerusakan yang menyebabkan adanya penyimpangan produk
maupun kerja mesin cukup berat, maka harus segera dilakukan kalibrasi total atau
secara menyeluruh. Satu mesin retort yang mengalami kerusakan maka proses
kalibrasi dilakukan pada setiap mesin. Proses kalibrasi dilakukan minimal 6 bulan
sekali.
4.2.12 Pendinginan ( cooling )
Pendinginan kaleng bertujuan untuk mencegah lewat masak ( over
cooking) dari bahan pangan, mencegah pertumbuhan spora dari bakteri perusak
yang mungkin masih dapat bertahan hidup. Proses pendinginan dikatakan selesai
jika suhu air pendinginan mencapai 40OC- 45OC,dimana kaleng yang mungkin
memuai pada saat proses sterilisasi dapat rapat kembali pada suhu yang lebih
dingin, semakin dingin air yang digunakan maka semakin cepat proses
pendinginan.Air pendingin diberi chlorine dengan standart pemakaian 0,2-0,5
ppm Di PT. Maya Muncar pendinginan juga dapat dilakukan didalam retort
sebelum retort dibuka, kondisi ini dilakukan jika bak pendinginan penuh.
4.2.13 Pengemasan (packing)
Pengemasan adalah proses akhir dari seluruh kegiatan produksi
pengalengan ikan. Pengemasan dilakukan setelah produk kering dan kemudian

57

dikemas dalam karton yang disertai dengan pengecekan keadaan fisik seperti
kaleng pesok, melet, cembung dan lain sebagainya. Pada PT. Maya Muncar jika
terdapat kaleng yang tersebut akan tetapi produk masih bisa dikonsumsi maka
tindakan koreksinya yaitu dengan repacking dimana pada kaleng yang rusak
tersebut diganti dengan kaleng yang baru dan dilakukan pemasakan ulang. Setelah
kaleng tersusun dalam karton selanjutnya kaleng tersebut disimpan digudang
penyimpanan untuk melewati masa inkubasi selama 7 hari, hal ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya kaleng yang mungkin masih dapat mengalami
kerusakan fisik.
PT. Maya muncar memiliki gudang penyimpanan dengan suhu kamar
yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 27 OC - 30 OC
dan tidak lembab karena tiap produk dalam karton dialasi dengan palet. Produk
yang telah melewati masa inkubasi selanjutnya di plagband dan di staffel
kemudian produk siap didistribusikan.

Anda mungkin juga menyukai