Anda di halaman 1dari 99

BAB III

KEGIATAN DI PT AVENTIS PHARMA

PKPA dilaksanakan di PT Aventis Pharma, dengan penempatan di divisi

Industrial Affair (IA). Berdasarkan struktur organisasi, divisi Industrial Affairs (IA

Division) dikepalai oleh seorang Plant Director. Berikut ini adalah departemen

yang dibawahi oleh IA Division :

1. Industrial Quality and Compliance Department

2. Production Department

3. Technical Services Department

4. Health, Safety and Environment Department

5. Plant Logistic Department

6. Precurement Department

Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.1 Industrial Quality and Compliance Department

Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu

bagian dari IA Division yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu

menyeluruh, dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak

bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/ IPC), sampai

dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap

pemasok dan distributor. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta

menjamin ketelitian pemeriksaan maka perlu dilakukan pengecekan, validasi dan

kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC

Universitas Sumatera Utara


Department juga melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak

langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh seorang

Head of IQC yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA

Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC

Department dapat dilihat pada Lampiran 5. Berikut ini penjelasan mengenai QA

Unit dan QC Unit.

3.1.1 Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu)

Unit ini dikepalai seorang QA Supervisor yang bertanggung jawab kepada

Head of IQC. Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk

mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi

konsumen. Sistem mutu di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB dan

Aventis Global Quality Standards. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua

faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit

ini adalah :

a. Pelatihan personil

Quality Assurance Unit bertanggung jawab mempersiapkan, melaksanakan

dan mengevaluasi suatu program pelatihan yang telah disiapkan sesuai dengan

ketentuan CPOB maupun HSE yang berlaku. Menurut CPOB, seluruh karyawan

yang langsung ikut serta dalam kegiatan produksi obat dan yang karena tugasnya

mengharuskan mereka masuk ke dalam daerah pembuatan obat hendaklah dilatih

mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai

prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment

Universitas Sumatera Utara


(HSE Department) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh

karyawan di bidang HSE.

Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, HSE dan pelatihan lainnya

yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.

2) Pelatihan tambahan yaitu meliputi teori dan praktek CPOB, keselamatan kerja

dan pelatihan khusus yang berhubungan dengan bidang pekerjannya, misalnya

cara keluar masuk di Cold Storage Room atau cara mengoperasikan mesin-

mesin produksi.

Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan program

pelatihan serta penyiapan materi pelatihan satu tahun mendatang untuk

departemennya yang mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta

instrukturnya. Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap)

baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi

diri atau temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap

kegagalan), kecelakaan kerja, dan sebagainya.

Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori

dan praktek dari CPOB atau HSE, pengenalan lokasi kerja, struktur organisasi

serta peraturan perusahaan. Mereka juga harus menerima pelatihan tambahan yang

sesuai dengan bidang pekerjaannya. Dalam pelaksanaannya seluruh pelatihan

harus di dokumentasikan dalam bentuk Form Laporan Pelatihan.

b. Penanganan dokumen

Sistem dokumentasi merupakan bagian dari aspek CPOB yang sangat penting

dalam sistem penjaminan mutu. Dokumentasi dirancang dan digunakan untuk

Universitas Sumatera Utara


menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan

pengendalian mutu. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau

tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang

berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi

obat, yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan CPOB, Sanofi Aventis

directives dan peraturan pemerintah. Yang termasuk dalam kriteria dokumen

adalah General Manufacturing Instruction, Test method (produk, bahan baku dan

bahan pengemas), Validation Study, Global IQC Directive, Global HSE (Health

and Safety Enviroment), Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen

registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang

merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi,

prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan

dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi seluruh rangkaian

kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam

CPOB. Dokumen yang terkait dengan produk disimpan selama minimal 10 tahun

seperti Annual Product Review (APR).

Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu:

1) Batch related document, contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau

pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; spesifikasi dan

catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara,

produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method,

protap, catatan distribusi obat.

2) Non batch related document, contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian

terhadap kegagalan (FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program

Universitas Sumatera Utara


stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar

teknik, pemeriksaan dan validasi alat, penanganan keluhan, obat kembalian,

pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement,

dan dokumen lainnya.

c. Sistem dan cara pembuatan prosedur tetap (Protap)

Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global

Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan

hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Prosedur tetap (Protap). Protap

atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP) adalah

prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi

untuk pelaksanaan aktivitas. Aktivitas yang dimaksudkan misalnya yang

berhubungan dengan pengoperasian, pemeliharaan/ perawatan dan pembersihan

mesin; kalibrasi; validasi; pembersihan gedung dan pengendalian kondisi

lingkungan; pengambilan contoh dan inspeksi.

Protap ini dimaksudkan untuk:

1) Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang

sama oleh petugas.

2) Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan

HSE.

3) Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah

berlaku.

4) Membantu melatih petugas baru.

Tinjauan kembali setiap protap secara berkala setiap 3 tahun atau bila ada

perubahan dibuat Pengendalian Perubahan (Change Control).

Universitas Sumatera Utara


d. Validasi

Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa

setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme

yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil

yang diinginkan. Kegiatan validasi di PT Aventis Pharma dilakukan terhadap:

1) Validasi proses

Validasi terhadap proses produksi atau validasi proses adalah cara pemastian

dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses (berlangsung dalam

parameter desain yang telah ditentukan) mampu dan dapat dipercaya

menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat

keberulangan yang tinggi. Validasi proses dapat dilakukan secara :

i. Prospective

ii. Concurrent

iii. Retrospective

iv. Revalidasi

Validasi proses menjadi penting karena setiap proses pembuatan dan

pengemasan selalu melibatkan serangkaian faktor yang dapat mempengaruhi

kualitas produk.

2) Validasi pembersihan ruangan atau peralatan

Proses pembersihan harus divalidasi untuk memastikan dan membuktikan

bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan dapat menghilangkan residu bahan

aktif dan deterjen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba yang dapat

mengkontaminasi produk selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


Head of IQC bersama QA Supervisor akan menetapkan prioritas peralatan

dan ruangan yang akan dibersihkan berdasarkan pengkajian resiko. Berdasarkan

prioritas tersebut QA Supervisor dan tim validasi akan menyusun protokol

validasi. Secara sederhana, validasi pembersihan dilakukan dengan urutan sebagai

berikut :

(a) Pengkajian proses meliputi pengkajian terhadap lokasi sampling atau ruangan

yang akan dibersihkan, peralatan, jenis dan konsentrasi bahan pembersih, dan

prosedur pemeriksaan untuk produk, bahan pembersih atau mikroba.

(b) Penyusunan protokol validasi pembersihan.

(c) Pelaksanaan validasi sesuai protokol validasi yang telah disusun.

(d) Penyusunan laporan validasi oleh QA unit, mencakup hasil analisa dan

temuan selama proses validasi.

e. Penilaian terhadap pemasok

Mutu obat tidak hanya dilihat dari serangkaian pengujian saja, tetapi salah

satu faktor penting dalam membangun mutu yaitu bahan awal, bahan penunjang

dan jasa service yang mempengaruhi mutu obat, untuk memastikan bahan awal

yang dikirim oleh pemasok memenuhi persyaratan yang ditetapkan secara terus-

menerus harus dilakukan penilaian terhadap pemasok (vendor evaluation).

Pemasok yang dimaksud meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang

mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai gudang (sale agent/

broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari IQC,

Plant Logistic Department dan diketuai oleh QA Supervisor. Pada kasus tertentu

anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC Unit, Technical Unit,

Medical and Regulatory, dan departemen lain yang terkait. Hal-hal yang perlu

Universitas Sumatera Utara


dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan,

pemeriksaan, penyimpanan bahan baku dan produk jadi, penanganan pesanan,

dokumentasi dan lain-lain. Sedangkan, penilaian dari segi purchasing meliputi

harga, pemesanan dan pengiriman. Ada 3 bentuk penilaian terhadap pemasok dari

hasil audit, yaitu:

1) Accepted

Seluruh persyaratan audit dipenuhi.

2) Accepted additionally

Seluruh persyaratan audit dipenuhi tetapi masih ada temuan yang harus

diselesaikan dalam waktu tertentu.

3) Not accepted

Tidak memenuhi persyaratan audit dan harus melakukan perubahan secara

signifikan untuk memenuhi persyaratan

Pemasok yang telah memenuhi persyaratan akan dimasukkan ke dalam

daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List) oleh QA. Seluruh

barang kebutuhan hanya dapat dibeli dari pemasok yang sudah disetujui dan ada

dalam daftar pemasok resmi. Audit kembali (re-audit) akan dilaksanakan minimal

tiga tahun sekali terhadap approved supplier, sedangkan terhadap pemasok dengan

status approved additionally akan dilakukan kunjungan ke pemasok sesuai jadwal

yang telah disetujui.

f. Inspeksi diri dan audit

Inspeksi diri adalah cara meninjau kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari

setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk, mengenali cacat dan

kelemahan. Audit adalah pemeriksaan sistematik dan independent terhadap suatu

Universitas Sumatera Utara


sistem secara periodik untuk menilai kesesuaian sistem tersebut dan efektivitas

pelaksanaannya terhadap prosedur yang telah ditetapkan. Temuan yang diperoleh

dari proses audit yaitu kritis, mayor dan minor. Tujuan dari inspeksi diri dan audit

ini adalah untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu

selalu memenuhi CPOB dan HSE. Dalam melaksanakan inspeksi diri tidak cukup

hanya mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus pula dapat menetapkan

cara yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. Inspeksi diri dan audit

meliputi :

1) Inspeksi dibidang GMP

(a) Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection)

Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali dilakukan pada bulan Januari,

Apri, Juli dan November. Tim ini terdiri atas anggota tetap QA

Supervisor (ketua tim), Supervisor Processing, Supervisor Packaging,

Supervisor QC, Supervisor dari TSD & HSE dan QA inspector. Pada

inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan pabrik,

warehouse, Production area (termasuk gowning) kelas 3 dan kelas 2,

TSD, IQC (QC dan QA).

(b) Inspeksi diri Semester (IDS)

Inspeksi Diri Semester mencakup seperti Inspeksi diri triwulan hanya saja

ditambah dengan Purchasing serta Information System DePT IDS

dilakukan paling sedikit selama 3 hari. IDS dilakukan setiap 6 (enam)

bulan pada bulan Juni dan Desember.

Pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

lingkungan pabrik, warehouse, processing, packaging kelas 2 dan 3,

Universitas Sumatera Utara


gowning area, laboratorium QC dan mikrobiologi, technical services

(purified water plant, AHU areas, workshop, utilities, dsb), purchasing

dan Information System (IS).

2) Audit dari Global Quality dan/Global HSE Audit

Global quality / HSE audit mencakup seluruh aspek CPOB/ HSE yang ada di

seluruh site Jakarta. Tim inspeksi biasanya diketuai oleh Head of IQC

Department untuk Global Quality Audit atau Supervisor HSE untuk Global

HSE Audit, yang beranggotakan Kepala Divisi Industrial Affairs, Manager

Produksi, Manager Plant Logistic, Manager TS/ HSE dan Manager Quality

Assurance. Laporan audit akan diterima maksimal dalam waktu 15 hari kerja.

3) Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lain-lain)

Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup seluruh

aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya dari badan

otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas didampingi

oleh kepala departemen atau unit yang terkait.

4) Audit dari pihak ketiga/ pelanggan

5) Inspeksi di bidang HSE (Health, Safety and Environment)

Inspeksi yang diadakan 3 bulan sekali ini dilakukan untuk mengetahui apakah

karyawan sudah bekerja memenuhi standar HSE perusahaan, dilakukan untuk

melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara training HSE yang pernah

dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari sebagai suatu cara untuk menilai

keberhasilan suatu training. Keluaran yang diharapkan adalah sebuah perbaikan

yang terus-menerus, sehingga yang tidak benar menjadi benar, dan yang sudah

benar tetap dijaga agar pelaksanaannya selalu benar.

Universitas Sumatera Utara


Tim inspeksi diri ini dilakukan oleh bagian HSE bersama pihak yang

berkompeten dan berwenang di departemen tersebut dan wakil dari TSD. Hasil

inspeksi diri ini dicatat dan dilaporkan kemudian didistribusikan ke departemen-

departemen terkait. Selain inspeksi triwulanan, HSE juga mengadakan dan

mengupayakan self inspection yang diadakan sewaktu-waktu atau temuan yang

ditemukan ketika sedang berkunjung ke lapangan (langsung diberitahukan kepada

Manager).

g. Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi

Pengambilan keputusan untuk meluluskan/ menolak obat jadi dilakukan

berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan

selama proses pengolahan dan pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada),

pemeriksaan produk ruahan, pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk

jadi, atau pemeriksaan dokumen catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta

dokumen-dokumen lain jika ada, seperti Failure Investigation Report atau Out of

Specification (OOS). Pelulusan atau penolakan obat jadi dilakukan oleh QA

Supervisor dan disetujui oleh Head of IQC Department. Pemeriksaan yang harus

dilakukan sebelum memutuskan status produk adalah sebagai berikut:

1) Penyerahan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP).

2) Pemeriksaan kelengkapan dokumen yang terkait dengan pelulusan, yang

terdiri dari: Catatan Pengemasan dan atau pengolahan, Catatan Hasil

Pemeriksaan (CHP) selama proses IPC pengolahan dan atau pengemasan,

Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk ruahan QC, dan dokumen

pendukung lain (jika ada), seperti data mikrobiologi, hasil pemantauan

Universitas Sumatera Utara


lingkungan, dokumen Out of Specification (OOS), Failure Investigation

Report (FIR) dan hasil pemeriksaan validasi proses.

3) QA akan mengkaji kelengkapan dokumen dari obat jadi tersebut.

4) Hasil pemeriksaan terhadap produk jadi tersebut dicatat pada formulir “Daftar

Pemeriksaan Pelulusan Produk Jadi”. QA akan memutuskan apakah produk

jadi tersebut diluluskan atau ditolak, lalu menandatangani catatan

pemeriksaan beserta tanggal pelulusan/ penolakkan produk tersebut.

Pelulusan/ penolakan obat jadi juga dilakukan pada sistem SAP (System

Application Product).

Untuk produk jadi dari Toll Manufacturer, proses pelulusan/ penolakannya

dilakukan dengan memeriksa GMP Conformance dan CoA dari produk yang

bersangkutan. Untuk produk jadi yang di-Toll-kan di PT Aventis Pharma, proses

pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets,

Catatan Pengemasan Bets, Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan

dan GMP Conformance.

h. Penanganan keluhan

Keamanan obat menjadi tanggung jawab perusahaan farmasi yang

memproduksi obat tersebut. Keamanan obat erat kaitannya dengan masalah efek

samping obat dan masalah kualitas obat. Oleh karena itu, keluhan yang

menyangkut efek samping obat maupun keluhan kualitas obat harus diselidiki dan

dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai guna mencari penyelesaian

yang sebaik mungkin.

Keluhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu keluhan yang berhubungan dengan

efek samping obat, akan diteruskan ke Pharmacovigillance Division dan untuk

Universitas Sumatera Utara


keluhan terkait kualitas obat (KTKO) akan ditangani IQC Department. KTKO

dibagi 4 kelas berdasarkan pengaruhnya kepada pasien, yaitu:

Tabel 3.1 Klasifikasi KTKO

Golongan Definisi Contoh KTKO


Kelas I Kerusakan pada Salah produk (label berbeda dengan
produk yang dapat produknya, produk sudah benar tetapi salah
mengancam jiwa atau penulisan dosis, tercampurnya produk dalam
mengakibatkan resiko satu pengemas, salah penulisan bahan aktif
besar terhadap dengan mengakibatkan resiko yang serius
kesehatan terhadap kesehatan).
Kelas II Kerusakan pada Kesalahan label karena teks atau gambar,
produk yang kesalahan informasi pada leaflet, salah
menyebabkan sakit spesifikasi (Contoh: Assay, stability, berat),
pada pasien atau kemasan produk yang tidak aman
menyebabkan mengakibatkan resiko yang serius,
kegagalan dalam tercampurnya produk dalam satu pengemas
proses penyembuhan tetapi tidak mengakibatkan masalah yang
serius, kontaminasi kimia maupun fisika
(Contoh : significant impurities, kontaminasi
silang).
Kelas III Kerusakan pada Kesalahan dalam pengemasan (Contoh :
produk yang salah/ tidak ada batch no. atau expired date),
menimbulkan kesalahan pengemas (Contoh : Closure system
gangguan kesehatan seperti botol, blister), kontaminasi (Contoh :
yang tidak major Produk kotor dan terdapat partikel lain pada
melainkan hanya produk, berulangnya keluhan pada produk
menimbulkan yang sama dan kerusakan yang sama, sealing
ketidaknyamanan strip/ blister rusak atau keriput, kerusakan
pasien dalam hal label (label tidak ada atau rusak dan produk
penggunaan produk belum digunakan oleh pasien), produk palsu
Kelas IV Kerusakan pada Tablet pecah / retak, tidak tercantum unit
produk yang tidak dosis pada kemasan atau label, blister hilang
mengancam jiwa pada folding box, aluminium blister / strip
manusia tetapi dapat rusak, ada partikel asing yang berasal dari
menyebabkan bahan pengemas sekunder
ketidaknyamanan
pasien dalam
menggunakan produk
tersebut dan
berdampak negatif
terhadap nama baik
perusahaan

Universitas Sumatera Utara


Setelah QA menerima laporan KTKO, segera dilakukan klasifikasi KTKO

tersebut. Untuk KTKO kelas 1 dan 2, dilakukan investigasi bersama maksimum 24

jam setelah laporan diterima, sedangkan untuk kelas 3 dan 4 dilakukan investigasi

bersama maksimum 5 hari kerja setelah laporan diterima. Semua KTKO harus

diselesaikan dalam maksimum 30 hari kerja, bila melebihi batas waktu tersebut

harus dibuat laporan penyimpangan.

Tindak lanjut yang dilakukan terhadap KTKO dapat berupa penggantian

produk atau penarikan produk (recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena

keinginan produsen atau keinginan Badan POM. Produk kembalian yang ditarik

akan disimpan di gudang dan menunggu keputusan QA untuk dihancurkan,

dijadikan stok kembali bila masih memenuhi spesifikasi atau diolah kembali.

KTKO yang telah selesai ditangani akan dibuat tanggapan ke pihak pelapor yang

berisi tindak lanjut terhadap laporan yang diterima.

i. Penanganan obat kembalian

Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari

PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan ke

gudang PT Aventis Pharma dengan alasan :

1) Masalah keabsahan maupun salah kirim

2) Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran

3) Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis

Pharma selama pengiriman/ penyimpanan)

4) Kelainan dari segi kualitas (baik kualitas obat maupun kualitas bahan

pengemas)

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT

Aventis Pharma tidak termasuk ke dalam penggolongan obat kembalian (Product

Return) karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima

pengembalian obat yang sudah kadaluarsa.

Obat kembalian dapat berasal dari :

1) Gudang yang diawasi oleh PT Aventis Pharma

2) Gudang distributor yang diawasi oleh PT Aventis Pharma

3) Gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk

lembaga lain : rumah sakit, apotek dll.

Penerimaan obat kembalian dapat diberikan langsung ke IQC departemen jika

dalam jumlah kecil (sampai satu master box). Jika dalam jumlah besar maka

produk untuk sementara dapat dititipkan di gudang PT Aventis Pharma.

j. Penarikan kembali

Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan

dan bila perlu hasil pemeriksaan contoh per tinggal (Retained Sample) di

Laboratorium Pengawasan Mutu selesai dilakukan. Selain cepat, penarikan obat

jadi harus tuntas dalam arti semua obat yang telah terlanjur beredar di tingkat

distributor, sub distributor maupun pengecer (Toko Obat, Apotek) dan dari

pemakai langsung (Rumah Sakit, Dokter dsb) diusahakan untuk dapat ditarik

kembali. Prosedur penarikan kembali obat jadi juga berlaku untuk vaksin, alat

kesehatan, sampel medis, dan produk investigasional. Untuk produk toll-in,

prosedur penarikan kembali obat jadi dilakukan berdasarkan quality agreement.

Penarikan kembali obat jadi (recall) diawali dengan peringatan pendahuluan

yang berasal dari pihak internal atau eksternal (dapat berupa keluhan, deviasi,

Universitas Sumatera Utara


OOS, temuan audit, dll). Apabila peringatan yang diterima memiliki potensi untuk

dilakukannya penarikan kembali obat jadi, maka IQC departemen akan

membentuk Alert Team bersama departemen lain yang terkait sesuai dengan jenis

peringatan yang diterima, yaitu Quality Alert Team, Product Alert Team, dan atau

Safety Alert Team. Distributor utama dan distributor regional diperintahkan untuk

memberikan informasi dalam waktu kurang dari 3 (tiga) jam kepada PL & MSC

departemen PT Aventis Pharma mengenai jumlah obat yang diterima dari PT

Aventis Pharma, persediaan yang belum terjual/ tersisa, jumlah yang terjual, dan

tujuan produk yang telah terjual.

k. Evaluasi terhadap pemeriksaan di luar spesifikasi (Out of Specification/

OOS)

Mutu suatu produk ditentukan oleh yang membuat produk tersebut dalam arti

tahapan proses pembuatan suatu produk akan sangat mempengaruhi hasil akhir

dari mutu produk. Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi

persyaratan, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara kimia,

fisika, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak

memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang

telah ditetapkan.

Salah satu kemungkinan ketidaksesuaian tersebut diakibatkan oleh cara

pemeriksaannya. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai

status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama

dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal tersebut dikenal sebagai penyelidikan

hasil di luar spesifikasi atau dapat juga dianggap sebagai atypical test result (ouf of

Universitas Sumatera Utara


trend/ OOT). Hal ini berlaku untuk hasil pemeriksaan kalibrasi alat dan

pemeriksaan stabilitas produk.

Cara kerja pada saat mempersiapkan contoh untuk pemeriksaan dan alat yang

digunakan harus diperiksa kembali. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu

OOS dari pemeriksaan kimia, fisika atau mikrobiologi maka dibuat laporan

Failure Investigation Report.

Tindak lanjut yang dapat diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan yang

didapat, antara lain:

1) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang

sudah released.

2) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa

yang berbeda.

3) Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa yang

pertama (bila perlu).

4) Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test

method dan farmakope (EP, USP, dan FI).

5) Contoh untuk pemeriksaan ulang tersebut diambil sebanyak 2 kali dari

pemeriksaan normal.

Apabila dianggap perlu, dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur

pengolahan bets produk yang bersangkutan. Setelah hasil penyelidikan lengkap,

serahkan hasil tersebut kepada Head of IQC untuk dievaluasi dan diambil

keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


l. Penanganan penyimpangan dan kegagalan

Yang dimaksud dengan penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari

instruksi atau standar yang telah ditetapkan dalam proses pembuatan dan

pengujian, ketidaksesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditentukan.

Berdasarkan kekritisan, penyimpangan dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:

1) Critical Deviation

Adalah kekurangan material, produk obat, alat kesehatan, sistem atau jasa

yang dapat mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari obat/ alat

kesehatan/ dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Pengertian lainnya

adalah kekurangan apapun yang dapat menyebabkan terjadinya situasi yang dapat

dikategorikan sebagai critical oleh badan regulasi.

Contoh: Kesalahan/ penyimpangan dalam melaksanakan suatu tahap proses

pembuatan, kesalahan dalam pemakaian bahan/ material, kesalahan dalam

penimbangan atau tercampur dengan bahan lain, hasil uji stabilitas diluar

spesifikasi.

2) Major Deviation

Penyimpangan yang tidak termasuk kritikal, yang secara potensial dapat

mempengaruhi kualitas, kemanan, efikasi atau pemenuhan persyaratan suatu

produk obat atau alat kesehatan. Contoh major deviation yaitu: “yield” produk

berlebih karena kesalahan penimbangan eksipien atau zat tambahan lain yang

tidak beresiko; kesalahan pencetakan nomor batch, tanggal daluarsa, tapi produk

belum diluluskan.

Universitas Sumatera Utara


3) Minor Deviation

Deviasi yang tidak termasuk kritikal atau major, yang secara potensial

berdampak pada sistem GMP, utilities, peralatan, bahan, komponen, lingkungan

atau dokumentasi, tetapi tidak mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari

produk obat atau alat kesehatan. Contoh penyimpangan minor yaitu batas

penyimpanan maksimum produk setengah jadi terlampaui dan ditemukan

imported finished good yang tidak memiliki penandaan batch pada proses re-

packing.

Sedangkan menurut golongan, kegagalan atau penyimpangan dibagi menjadi

dua yaitu:

1) General failure : Semua penyimpangan yang terjadi di site dan hal tersebut

tidak berhubungan secara langsung dengan suatu produk tertentu, misalnya

penyimpangan pada persiapan produk, penyimpangan sistem pengolahan air

dan sebagainya.

2) Batch deviation : Semua penyimpangan yang terjadi pada proses pembuatan

atau pengemasan suatu produk, misalnya kegagalan salah satu tahapan proses,

pengemasan dan sebagainya.

Apabila terjadi kegagalan, tindakan yang pertama kali diambil adalah

penghentian proses dan produk tersebut di karantina. Kegagalan tersebut

kemudian dilaporkan ke Manager bagian bersangkutan kemudian diteruskan ke

Head of IQC yang akan memeriksa dan mengevaluasi serta mengambil keputusan

tindakan yang harus dilakukan. Terhadap semua penyimpangan, baik besar

maupun kecil, akan diambil langkah selanjutnya oleh IQC Department.

Universitas Sumatera Utara


Segera tindak lanjuti penyimpangan dan kegagalan dengan membuat laporan

penyimpangan/kegagalan menggunakan CAPA system. Setelah itu, dilakukan

investigasi untuk menemukan akar permasalahannya dan tindakan perbaikannya.

Selanjutnya dibuat dokumentasi terhadap penanganan penyimpangan dan

kegagalan.

Bila penyimpangan terjadi pada proses pengemasan maka bersihkan jalur

pengemas dari sisa produk yang bersangkutan dan komponen-komponennya, bila

penyimpangan terjadi pada proses pengolahan dan produk masih di dalam mesin

pengolah maka tutup/ lindungi produk tersebut dengan benar, bila penyimpangan

terjadi pada proses pengujian maka segera lakukan investigasi sesuai prosedur

penanganan hasil uji di luar spesifikasi. Tuliskan tindakan sementara yang telah

diambil dan tetapkan klasifikasi penyimpangan berdasarkan kategorinya. Bila

dianggap perlu, IQC Department akan mengundang departemen yang

bersangkutan dan departemen lain yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan

yang timbul. Hasil penilaian terhadap langkah yang telah/ akan dilakukan oleh

departemen produksi, departemen IQC, atau departemen lainnya yang terkait akan

dikirimkan kembali ke departemen yang bersangkutan. Apabila proses dapat

dilanjutkan, maka departemen produksi harus segera mencatat tindakan yang

diambil pada catatan pengolahan bets/ catatan pengemasan bets dari produk yang

bersangkutan. Apabila produk tersebut dapat diolah ulang, departemen produksi

harus segera membuat prosedur pengolahan ulang atau apabila produk tersebut

harus dihancurkan maka harus disiapkan proses penghancuran terhadap produk

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


m. Peninjauan dan penilaian tahunan terhadap produk (Annual Product

Review/ APR)

Annual Product Review adalah peninjauan dan penilaian tahunan yang

dilakukan terhadap produk baik unuk sediaan semisolid dan solid. Annual Product

Review bertujuan untuk meninjau dan memastikan konsistensi dari suatu proses,

mengevaluasi trend hasil produksi untuk akhirnya dapat memutuskan perlu

tidaknya dilakukan perbaikan suatu proses, perubahan spesifikasi dan

kemungkinan revalidasi.

Penyiapan APR dilakukan selama satu tahun sekali. Penyiapan Annual Product

Review dibagi menjadi empat gelombang yaitu untuk sediaan tablet dilakukan

dalam interval Januari sampai Januari tahun selanjutnya, sediaan semi solid pada

bulan Maret sampai bulan Maret tahun selanjutnya, sediaan tablet salut pada bulan

Juni sampai bulan Juni tahun selanjutnya dan sediaan suppositoria pada bulan

September sampai bulan September tahun selanjutnya. Isi dari APR adalah:

1) Rekomendasi dari APR tahun sebelumnya beserta tindakan perbaikan yang

dilakukan

2) Ikhtisar dari batch yang dibuat meliputi;

– Jumlah batch yang diproduksi termasuk partial batch

– Jumlah dan persentase batch yang ditolak (di reject) beserta alasannya

– Jumlah dan persentase batch yang dan yang diproses ulang beserta

alasannya

– Review batch yang diluar spesifikasi beserta investigasinya

3) Penyimpangan (significant or critical deviation, OOS, FIR) terhadap produk

yang direview dalam periode tertentu

Universitas Sumatera Utara


4) Gambaran dari suatu produk yang dibuat

5) Parameter kritis dalam In Process Control (IPC)

6) Evaluasi dari semua batch yang tidak memenuhi syarat beserta investigasinya.

7) Keluhan (Product Technical Complaint)

8) Penarikan produk

9) Produk kembalian

10) Trend analisis dari data pelulusan beserta analisa data secara statistik

11) Trend analisis dari data stabilitas

12) Perubahan yang terjadi dari proses produksi, pengemasan, pemeriksaan dan

lainnya (seperti supplier, peralatan, dan lain-lain)

13) Status validasi yang dilakukan (validasi proses, pengemasan, pembersihan,

validasi metode analitik)

14) Monitoring lingkungan

15) Rekomendasi dari hasi audit BPOM dan regulatory issue

16) Formula

17) Pengumpulan parameter kritis pada proses produksi

18) Pengumpulan parameter kritis dari produk yang diperiksa di laboratorium

Seluruh data yang akan dirangkum menjadi satu dalam raw data APR dan

diolah secara statistik berasarkan perhitungan control limit, dibuat grafik trend

analisa dan dan akan dievaluasi konsistensi dari suatu proses untuk mengevaluasi

trend hasil produksi untuk akhirnya dapat memutuskan perlu tidaknya dilakukan

perbaikan suatu proses, perubahan spesifikasi dan kemungkinan revalidasi.

Laporan APR kemudian diperiksa dan ditandatangani oleh QA Supervisor,

Production Manager dan disetujui oleh Head of IQC dan diketahui oleh IA Head.

Universitas Sumatera Utara


Laporan APR harus diselesaikan dalam waktu 60 hari dari waktu akhir tahun

penilaian. Sedangkan, semua proses harus selesai dalam waktu 90 hari dari waktu

akhir tahun penilaian. Ringkasan APR adalah bagian dari laporan tahunan IQC

Department.

n. Pengendalian terhadap perubahan (Change control)

Pengendalian terhadap perubahan menguraikan hal-hal mengenai persiapan

dan pelaksanaan dari suatu perubahan yang berkaitan dengan segala aspek

pengolahan, pengemasan, pemeriksaan, penyimpanan atau distribusi yang

mempengaruhi mutu produk, GMP/ CPOB termasuk kualifikasi/ validasi, HSE

dan regulatori.

Perubahan yang dimaksud meliputi bahan/ raw material (perubahan supplier,

proses, spesifikasi dll), proses, formula, spesifikasi dan test method dari

komponen, bulk & finished goods, primary packaging, penyimpanan & pelabelan,

alat kesehatan, peralatan, instrument, produk baru, utilitas dan fasilitas yang

digunakan untuk mendukung hal-hal di atas dan dokumen GMP/CPOB. Di PT

Aventis Pharma, Sistem Manajemen Perubahan (GIMc) merupakan suatu sistem

komputerisasi yang akan digunakan untuk mengatur pembuatan perubahan. Sistem

ini mengatur alur perubahan mulai dari pengajuan, evaluasi hingga persetujuan

perubahan. Setiap perubahan harus diberi kategori/ level 0, 1, 2 dan 3. Kategori 0

merupakan perubahan ditolak sebelum didaftarkan. Kategori 1 merupakan

perubahan tanpa menimbulkan dampak terhadap quality & regulatory. Kategori 2

merupakan perubahan perubahan yang berdampak terhadap quality tanpa

menimbulkan dampak terhadap regulatory. Kategori 3 merupakan perubahan yang

berdampak terhadap regulatory.

Universitas Sumatera Utara


Sasaran dari pengendalian terhadap perubahan ini adalah untuk menjamin

bahwa perubahan yang dilakukan terhadap proses produksi, jenis bahan baku yang

digunakan, termasuk sistem pendukung (alat, ruangan, mesin-mesin, prosedur

pemeriksaan, cara penyimpanan), maupun perubahan protap yang mendukung

proses secara keseluruhan tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap mutu

produk yang dihasilkan maupun terhadap kondisi HSE. Rancangan perubahan

dibuat oleh departemen yang bersangkutan yang akan mengadakan perubahan dan

diinformasikan kepada IQC Department. IQC Department bersama-sama dengan

departemen terkait akan merencanakan dan memutuskan tindakan apa yang harus

dilakukan dalam menanggapi perubahan tersebut.

o. Penanganan obat di distributor

Kualitas produk dikendalikan dengan baik selama berada dalam pabrik

industri farmasi. Namun, untuk menjaga agar produk sampai ke tangan pasien

dalam kualitas yang baik, perlu dikendalikan cara penanganan produk selama

distribusinya, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan produk

kepada konsumen. Penanganan obat di distributor meliputi masalah:

1) Penerimaan obat jadi

2) Penyimpanan obat jadi

3) Pengiriman obat jadi

4) Penanganan keluhan

5) Penanganan bahan obat yang pecah atau tumpah

6) Obat kembalian dan penarikan kembali obat jadi

7) Penanganan Taxotere (penerimaan, pengiriman, dan penyimpanannya)

8) Pelatihan

Universitas Sumatera Utara


Audit pada distributor dilakukan secara berkala setiap 2 tahun sekali, kecuali jika

dianggap segera perlu untuk dilakukan. Audit tersebut meliputi tata cara

penerimaan, penyimpanan sesuai kondisi yang dipersyaratkan dan pengiriman

produk.

p. Penanganan transfer proses pengolahan dan atau pengemasan

Transfer proses produksi adalah suatu jenis proses alih teknologi dan

pembuatan dan atau pengemasan produk dari suatu pabrik ke pabrik lainnya.

Transfer proses produksi meliputi:

1) Golongan 1: produk-produk Aventis Pharma yang sudah atau akan

diproduksi dan telah dipasarkan, ditetapkan suatu pabrik Aventis Pharma

sebagai produk induknya (mother plant).

2) Golongan 2: produk Aventis Pharma yang ada saat ini diproduksi di

beberapa negara/ region, tetapi tidak mempunyai pabrik induk. Misal: Avil

yang dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma lain, dari Aventis

Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor

lain.

3) Golongan 3: produk yang hanya diproduksi atau dipasarkan oleh 1 pabrik

Aventis Pharma di suatu negara/ region. Transfer proses golongan 3

dikoordinasikan oleh regional manufacturing, regional IQC dan dilakukan

antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma, dari Aventis Pharma ke toll

manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain.

q. Registrasi Obat Jadi dan Alat Kesehatan

Menurut Keputusan Kepala Badan POM no. HK 00.05.03 1450 tanggal 14

Mei 2003 tentang Registrasi Obat Jadi disebutkan bahwa obat jadi harus

Universitas Sumatera Utara


diregistrasi sebelum memperoleh izin edar. Hal ini untuk menjamin khasiat,

keamanan dan mutu obat yang beredar.

Dokumen Registrasi terdiri dari empat bagian antara lain Dokumen

Administratif dan Informasi Obat, Dokumen Mutu, Dokumen Non-klinik dan

Dokumen Klinik. Quality Assurance menangani dokumen mutu dimana terdiri

dari subbagian S (Substance) yang berisi informasi terkait spesifikasi bahan aktif

dan P (Product) yang berisi informasi terkait spesifikasi produk obat. Dokumen

Registrasi Obat Jadi dibuat rangkap 4 dimana 2 eksemplar untuk Badan POM, 1

eksemplar untuk Medical and Regulatory Division dan 1 eksemplar untuk IQC

department. Dokumen Registrasi Alat Kesehatan dibuat rangkap 3 dokumen

registrasi yang akan diserahkan ke Menkes, dimana 1 eksemplar untuk Direktorat

Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, 1 eksemplar untuk Medical and

Regulatory Division, 1 eksemplar untuk IQC department. Untuk produk impor,

cukup siapkan 2 eksemplar untuk ke badan pemerintah terkait dan ke Medical and

Regulatory Division. Dokumen registrasi disimpan selama 10 tahun setelah

produk yang bersangkutan tidak dipasarkan lagi.

3.1.2 Quality Control Unit

Quality Control Unit dikepalai oleh seorang Quality Control Supervisor

yang bertanggung jawab kepada Head of IQC. QC unit bertugas melakukan

pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi;

memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan;

serta melakukan uji stabilitas.

Universitas Sumatera Utara


Pelaksanaan kegiatan quality control hendaknya dilakukan dengan suatu sistem

yang tertata baik untuk menjamin bahwa semua kegiatan dilakukan dengan baik

dan benar agar mendapatkan hasil kerja yang optimal dan terpercaya. Oleh karena

itu, untuk melaksanakan pemeriksaan, QC membuat prosedur analisis

pemeriksaan yang disebut test method. Test method dapat mengacu pada

Compendia seperti Farmakope Indonesia, Farmakope Eropa, USP, Farmakope

Perancis, atau prosedur dari mother site. Untuk pemeriksaan bahan baku, prosedur

dari farmakope tidak perlu divalidasi, tetapi cukup diverifikasi sesuai dengan

kondisi pemeriksaan aktual, namun untuk pemeriksaan produk ruahan perlu

dilakukan validasi terhadap metode yang diadopsi.

QC dalam melaksanakan tugasnya dibagi dalam sub-unit, yaitu Chemical

and Physical Control, Sampling-Testing of Packaging Material and Retained

Sample, Microbiology, Stability dan Laboratory services and Calibration.

a. Chemical and physical control

Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan bahan baku, produk ruahan,

produk jadi secara kimia dan fisika berdasarkan test method.

1. Bahan Baku (Raw Material)

Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang

berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun

tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Setiap bahan

baku yang datang harus selalu disertai dengan sertifikat analisisnya. Sertifikat

analisis tersebut penting karena dipakai sebagai acuan pada pemeriksaan bahan

tersebut. Urutan pemeriksaan bahan baku adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


i. Bahan baku yang baru datang akan diperiksa sesuai dengan spesifikasi. Lalu

bagian gudang akan membuatkan slip penerimaan barang (Goods Receipt

Slip/ GRS) yang kemudian akan dikirimkan ke bagian QC. Dan bahan baku

tersebut akan masuk gudang dengan status “QUARANTINE”.

ii. Berdasarkan GRS yang diterima, QC melakukan pengambilan contoh

(sampling) terhadap bahan tersebut. Pengambilan contoh untuk semua bahan

aktif dan bahan penolong harus disertai dengan lembar permintaan material

(Material Request Form).

iii. Pengambilan contoh dilakukan di bawah LAF di dalam ruang sampling yang

terdapat di area gudang dengan kondisi udara yang terkendali yaitu suhu tidak

lebih dari 25°C, perbedaan tekanan diatas 7,5 Pa dan kelembaban antara 30-

60 %. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan alat dan ruangan

dalam status “BERSIH”. Bahan yang telah diambil contohnya akan diberi

label “SAMPLE TAKEN”. Dan setelah proses sampling selesai, semua alat-

alat yang telah digunakan untuk sampling dibungkus dengan plastik dan

tempelkan label merah pada alat yang sudah digunakan untuk memberitahu

agar dibersihkan.

iv. Contoh kemudian dibawa ke laboratorium QC untuk sebagian dianalisa sesuai

dengan test method dan sebagian lagi disimpan sebagai contoh pertinggal.

v. Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dibuat dan dianalisa untuk menentukan

apakah bahan/ produk tersebut diluluskan atau ditolak. Bahan/ produk di

gudang akan diberi label baru “RELEASED” atau “REJECTED” yang

ditempelkan diatas label “QUARANTINE”. Label disahkan oleh QC

Universitas Sumatera Utara


supervisor dan didistribusikan ke bagian Warehouse, Production dan Plant

Logistics Department.

Pemeriksaan penuh (Full Analysis) diberlakukan untuk seluruh bahan baku

yang akan diuji ulang baik yang berasal dari Mother Company maupun dari

pemasok luar serta diberi catatan mengenai berapa kali bahan baku tersebut telah

diuji ulang sebagai informasi kepada bagian gudang-Plant Logistic. Jika dari hasil

pengujian ulang tersebut dinyatakan lulus, maka dibuatkan sertifikat analisisnya

dan bahan boleh digunakan untuk produksi. Jika tidak lulus maka bahan tersebut

harus dimusnahkan.

2. Produk Ruahan (Semi Finished Good)

Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk

dikemas. Terdapat 2 jenis produk ruahan di PT Aventis Pharma, yaitu produk

ruahan hasil produksi PT Aventis Pharma sendiri dan produk ruahan impor.

Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal,

tengah, dan akhir proses (oleh bagian produksi); setelah semi finished goods

diterima di gudang (untuk produk ruahan impor) oleh petugas QC. Cara

pengambilan contoh (sampling) sama dengan yang dilakukan pada bahan baku.

Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan spesifikasi masing-masing

produk yang telah ditetapkan dan hasilnya dicatat dalam CHP. Jika dalam

pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan

penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi (Out of Spesification/ OOS).

3. Produk Jadi (Finished Good)

Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh tahapan produksi,

termasuk pengemasan dan telah siap untuk didistribusikan. Terdapat dua macam

Universitas Sumatera Utara


produk jadi di PT Aventis Pharma yaitu produk jadi hasil produksi sendiri (lokal)

dan produk jadi impor. Untuk produk jadi lokal, pengambilan contoh dilakukan

pada proses pengemasan yaitu pada awal, tengah dan akhir proses pengemasan.

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas proses pengemasan untuk dikirim ke

QC. Terhadap produk jadi dilakukan pemeriksaan: tanggal penerimaan, nomor

batch lengkap, jumlah contoh pertinggal, waktu kadaluarsa, informasi tentang

produk, semi finished good, bahan pengemas, kelengkapan kemasan (jumlah isi,

cetakan, kode bets dan tanggal kadaluarsa).

Hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Untuk obat jadi impor dilakukan

pemeriksaan kelengkapan pengemas yang digunakan beserta sertifikat analisa

(CoA) yang menyertainya. Penerbitan label released/ rejected atau label

penandaan lainnya untuk obat jadi impor harus diparaf oleh QC Supervisor.

b. Sampling-testing of packaging material and retained sample

Tugas dari bagian ini adalah melakukan pemeriksaan bahan pengemas dan

contoh pertinggal. Bahan pengemas ialah bahan yang digunakan untuk mengemas

produk ruahan, digolongkan dalam 2 jenis yaitu :

1) Bahan pengemas primer, yaitu bahan pengemas yang kontak langsung dengan

produk seperti PVC-foil untuk blister, alufoil untuk strip dan blister dan cold

forming foil.

2) Bahan pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak kontak langsung

dengan produknya, seperti folding box atau master box.

Sebelum bahan dipesan, desain bahan pengemas disiapkan berdasarkan

artwork yang disetujui. Setelah dipesan dan diterima, bahan pengemas akan

diambil contohnya untuk diperiksa. Contoh kemasan primer diambil di bawah

Universitas Sumatera Utara


LAF di ruang sampling (gudang) sedangkan contoh kemasan sekunder diambil di

area gudang, tidak perlu di dalam ruang sampling. Pemeriksaan dilakukan di

laboratorium QC sesuai spesifikasi bahan, misalnya jenis bahan, kesesuaian warna

dan bobot. Hasil pemeriksaan dicatat di CHP dan proses selanjutnya sama dengan

proses terhadap bahan baku. Sejumlah contoh bahan pengemas primer yang telah

lulus disimpan sebagai contoh pertinggal sesuai dengan ketentuan lengkap dengan

identitasnya.

Contoh pertinggal adalah contoh obat jadi, bahan baku, dan bahan pengemas

yang diambil secara acak dan disimpan sebanyak setidaknya dalam jumlah yang

cukup untuk 3 kali pemeriksaan full test (bila perlu tambahan 1 kali full test untuk

BPOM). Contoh pertinggal digunakan sebagai pembanding bila ada keluhan

terhadap bahan/ produk, juga untuk mengevaluasi kestabilan produk (follow-up/

real-time stability study) setelah suatu waktu tertentu. Contoh pertinggal disimpan

dalam ruang penyimpanan yang terkendali selama 5 tahun atau 1 tahun setelah

tanggal daluarsanya, dan bagian ini bertugas memantau kondisi ruangan

penyimpanan agar selalu sesuai spesifikasi dan memantau keluar masuknya

contoh pertinggal melalui kartu stok.

c. Microbiological

Karena cemaran mikroba dapat mempengaruhi mutu dan kestabilan produk

maka dilakukan pemeriksaan mikrobiologi terhadap bahan, ruangan produksi dan

laboratorium mikrobiologi sehingga pemeriksaan memberi hasil yang tepat dan

produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mikrobiologinya.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.2 Persyaratan Kebersihan Ruangan Kelas 3 dan Kelas 2

Kondisi
Jenis pemeriksaan cemaran
Beroperasi Istirahat
≥ 0,5 µm/m 3
Tidak ditetapkan 3,5 x 106
Partikel
≥ 5,0 µm/m3 Tidak ditetapkan 2 x 104
Settle plates ≤ 500 kol/ 4 jam Tidak ditetapkan
Mikroba di
≤ 1300 kol/ m 3
ruang ganti Udara Tidak ditetapkan
udara
Kelas 3

pakaian
Contact plates ≤ 300 kol/ 25 cm2 Tidak ditetapkan
Mikroba di Settle plates ≤ 300 kol/4 jam Tidak ditetapkan
ruang Udara ≤ 900 kol/ m udara Tidak ditetapkan
3

produksi Contact plates ≤ 300 kol/ 25 cm2 Tidak ditetapkan


Perbedaan tekanan udara ≥ 75 Pa
Pergantian udara ≥ 10/ jam
Suhu 19-25°C
Kelembaban 30-60%
≥ 0,5 µm/m 3
Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
Partikel
≥ 5,0 µm/m 3
Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
Settle plates - Tidak ditetapkan
Mikroba Udara Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
Kelas 2

Contact plates - Tidak ditetapkan


Perbedaan tekanan udara >0
Pergantian udara Sesuai kebutuhan, ≥ 4/ jam
Suhu 19-25°C
Kelembaban Sesuai kebutuhan, ≤ 80%
Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini, antara lain:

1) Pemeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan dan produk jadi.

Pemeriksaan mikrobiologi meliputi baik pemeriksaan kualitatif yaitu

identifikasi mikroba indikator dan patogen, maupun pemeriksaan kuantitatif

yaitu uji batas cemaran mikroba (MLT). Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan

untuk semua bahan/ produk yang memiliki spesifikasi/ persyaratan

mikrobiologi, umumnya bahan/ produk yang berasal dari alam, baik dari

sumber nabati maupun hewani.

Universitas Sumatera Utara


2) Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan

laboratorium mikrobiologi. Ruang produksi yang ada di PT Aventis Pharma

adalah ruang produksi non steril yang diklasifikasikan menjadi ruang kelas 3,

kelas 2 dan kelas 1. Ruang kelas 3 dan kelas 2 memiliki persyaratan

kebersihan yang berbeda dalam hal jumlah partikel dan jumlah mikrobanya,

namun kelas 1 tidak memiliki persyaratan kebersihan tertentu.

3) Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan

Pemeriksaan dilakukan secara apus (swab) untuk permukaan tidak rata

sedangkan untuk permukaan rata dapat menggunakan contact plate atau swab.

Hasil pemeriksaan jumlah mikroba dan partikel kemudian di lembar

pemeriksaan. Lembar hasil pemeriksaan tersebut kemudian disimpan sebagai arsip

di laboratorium mikrobiologi.

4) Pemeriksaan mutu air

Air merupakan bahan yang selalu digunakan dalam proses pengolahan, baik

sebagai salah satu komponen produk maupun sebagai pencuci. Air yang

digunakan tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan, antara lain

persyaratan terhadap kadar kimia, cemaran partikel dan mikroba. Pemeriksaan

mutu air dilakukan terhadap semua jenis air yang digunakan meliputi air sumur,

air PAM, potable water, purified water dalam interval pemeriksaan yang berbeda

untuk tiap jenis air. Pemeriksaan ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa air yang

digunakan untuk proses pembuatan dan analisis obat sesuai dengan standar yang

ditetapkan. Persyaratan air untuk tiap jenis air tersebut dapat dilihat pada Tabel

3.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.3 Persyaratan mikroba untuk tiap jenis air di PT Aventis Pharma

Portable Purified MiliQ-


No Jenis uji Air sumur Air PAM
water water Plus
Jumlah Tidak 100 kol/ 100 kol/ 100 kol/
1 100 kol/ ml
bakteri ditetapkan ml ml ml
Total 0 kol/ 0 kol/ 100
2 < 10 - -
koliform 100 ml ml
Koliform 0 kol/ 100
3 - - - -
tinja ml

Bila hasil pemeriksaan potable water, purified water melebihi limit yang

telah ditentukan, akan diterbitkan OOS dan FIR, dengan mengevaluasi secara

sistematis dan menyelidiki dimana, kapan dan apa penyebab penyimpangan

tersebut.

d. Stability

Obat setelah diproduksi akan mengalami penyimpanan selama masa

pemakaiannya, selama penyimpanan mutu obat dapat berubah menjadi keluar dari

spesifikasi awalnya sehingga menjadi tidak aman untuk digunakan. Uji stabilitas

dilakukan untuk mengetahui waktu kestabilan obat sehingga masih memenuhi

persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutunya. Secara rinci, tujuan

dilakukannya uji stabilitas adalah untuk:

1) Mengetahui perubahan dan penguraian bahan aktif sehingga dapat digunakan

untuk menentukan batas waktu kadaluarsa atau batas waktu penyimpanannya.

2) Memastikan bahwa produk yang dipasarkan stabil sampai tanggal daluarsa

yang tercantum pada label.

3) Memenuhi persyaratan registrasi obat jadi.

4) Menentukan jenis kemasan yang tepat pada kondisi penyimpanan.

Universitas Sumatera Utara


5) Mengetahui apakah cara pembuatan dari setiap bets adalah sama.

Menurut Global Standard Aventis, dikenal beberapa jenis uji stabilitas yaitu:

1) Tipe 0: Uji stabilitas yang dilakukan pada bets preformulasi untuk

memutuskan komposisi akhir dari suatu formula. Contoh disimpan dalam

kondisi dipercepat (accelerated testing) selama 3 bulan.

2) Tipe I: Uji stabilitas terhadap bahan aktif dan produk atau campuran dari

bahan tambahan dan bahan aktif pada bets skala laboratorium. Pemeriksaan

ini sebaiknya dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated testing

condition) atau under stress.

3) Tipe II: Penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif atau obat jadi setelah

dilakukan peningkatan jumlah bets produksi (bets skala pilot).

4) Tipe III: Uji stabilitas dari bahan aktif atau obat jadi yang akan dipasarkan

(bets komersial) untuk mendapatkan atau mencari waktu daluarsanya.

5) Tipe IV: Uji stabilitas rutin terhadap produk yang telah dipasarkan (Post

marketing studies). Pemeriksaan dilakukan satu bets per tahun mulai dari 0

bulan kemudian setiap tahun hingga waktu daluarsa tercapai.

6) Tipe V: Uji stabilitas bahan aktif atau produk yang mengalami beberapa

perubahan (follow up stability), misalnya perubahan bahan baku atau

perubahan proses.

Uji stabilitas yang dilakukan di Jakarta site ialah tipe IV dan V. Parameter uji

stabilitas meliputi pemeriksaan wadah seperti keadaan wadah, keutuhan segel

atau kondisi label; dan pemeriksaan sifat fisik dan kimia yang meliputi pemerian,

berat rata-rata obat, waktu hancur, kekerasan, kadar air, keseragaman kadar,

kemurnian, pH dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


e. Laboratory service and calibration

Bagian ini bertugas melakukan perawatan dan kalibrasi semua peralatan dan

instrumen di laboratorium QC. Perawatan berarti mempersiapkan peralatan dalam

keadaan baik agar siap digunakan sehingga dilakukan pada segala macam

peralatan termasuk peralatan pendukung, seperti vial untuk HPLC atau kuvet

untuk spektrofotometri. Kalibrasi berarti memastikan bahwa pengukuran yang

dilakukan dengan peralatan/instrumen tersebut sesuai dengan keakuratan yang

diinginkan sehingga hanya dilakukan pada peralatan/instrumen yang digunakan

untuk memantau, mengendalikan dan memeriksa parameter kritis atau kualitas

dari suatu produk farmasi. Kalibrasi dilakukan menggunakan standar (kalibrator)

yang diproduksi dengan mengacu pada standar nasional yang tertelusuri misalnya

dari BSN, LIPI, atau KAN. Interval kalibrasi ditentukan berdasarkan tingkat

kekritisan peralatan/instrumen, dengan definisi dari peralatan/ instrumen kritis

ialah:

1) Peralatan/ instrumen yang digunakan untuk pengukuran parameter kritis

dalam pembuatan obat dimana datanya menentukan kualitas obat,

2) Peralatan/ instrumen yang berdampak pada pengukuran kondisi lingkungan,

3) Peralatan/ instrumen yang berdampak pada pemeriksaan QC,

4) Peralatan/ instrumen terkait dengan keselamatan kerja.

Hasil kalibrasi didokumentasikan pada laporan kalibrasi berupa Catatan Hasil

Kalibrasi yang mencakup identitas peralatan/ instrumen, batas yang ditetapkan,

toleransi yang dapat diterima, identitas kalibrator, tanggal dan hasil tiap kalibrasi

serta paraf pelaksana dan pemeriksa kalibrasi.

Universitas Sumatera Utara


Laporan kalibrasi yang dibuat sesuai protap kalibrasi akan diperiksa dan

disahkan oleh Head of IQC Department. Jika kalibrasi dilakukan oleh pihak

ketiga, laporan kalibrasi akan diminta dalam maksimum 2 minggu setelah

kalibrasi. Bila laporan kalibrasi belum diterima lebih dari 2 minggu, raw data

kalibrasi akan dievaluasi oleh user untuk memutuskan peralatan/ instrumen dapat

digunakan atau tidak.

3.2 Production Department

Production Department dibagi menjadi dua unit yaitu Pengolahan/ Processing

yang dikepalai oleh Processing Supervisor dan Pengemasan/ Packaging yang

dikepalai Packaging Supervisor.

Tata letak ruangan ini didesain untuk memudahkan pelaksanaan kerja,

pembersihan, pemeliharaan dan dilengkapi sarana kerja yang memadai untuk

menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang dapat

mempengaruhi mutu obat, keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Bangunan

juga didesain untuk melindungi kegiatan dan produk dari pengaruh cuaca dan

lingkungan seperti banjir atau rembesan air tanah.

Bangunan PT Aventis Pharma Indonesia di ruang produksi, sebagian gudang, dan

QC memiliki konstruksi sebagai berikut:

1) Dinding: Hebel, yaitu batu bata putih ringan, anti api, diplester dengan

campuran pasir dan semen dan cat dinding epoksi.

2) Plafon/ langit-langit: Eterpan board (anti api) dan cat akrilik.

3) Lantai: beton bertulang dan cat epoksi mortar (anti gores, anti bakteri). Pada

area kelas 3 dilapisi dengan cat epoksi sedangkan pada area kelas 2 dilapisi

Universitas Sumatera Utara


dengan cat akrilik. Lantai dicat epoksi yang kedap air untuk mencegah

rembesan air tanah sehingga bila lantai tergores dan rusak dapat mengurangi

fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu/ partikel. Upaya yang

dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lantai ialah dengan

menggunakan sepatu khusus beralaskan karet. Sambungan antara dinding dan

lantai dibuat berbentuk lengkungan untuk mencegah akumulasi debu/ partikel

dan memudahkan pembersihan.

3.2.1 Pengolahan/ Processing

Kegiatan di unit pengolahan secara umum dibagi dua yaitu pengolahan

produk solid (tablet dan tablet salut selaput) dan pengolahan produk semi-solid

(krim, salep, suppositoria dan ovula).

Kegiatan ini berlangsung di ruangan kelas 3 sehingga personilnya

memakai pakaian dan sepatu khusus kelas 3, serta penutup kepala. Ruangan

produksi terdiri dari 2 lantai dengan fungsinya masing-masing:

1) Lantai 1 untuk kegiatan-kegiatan sosial (social activities) yaitu loker sebagai

ruangan untuk ganti pakaian dan sepatu sebagai persiapan sebelum masuk ke

area kelas 3 dan kelas 2.

2) Lantai dasar digunakan sebagai area untuk pengolahan maupun pengemasan.

Persyaratan di ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (jumlah partikel

dan cemaran mikroba), suhu, RH, intensitas cahaya, serta perbedaan tekanan

udara.

Sebelum dipakai untuk kegiatan produksi, ruangan produksi harus bersih.

Setiap ruangan yang telah dibersihkan diberi label “BERSIH”, dan jika telah

digunakan diberi label “UNTUK DIBERSIHKAN” berwarna merah. Ruangan

Universitas Sumatera Utara


tersebut maksimal harus sudah dibersihkan dalam waktu 1 minggu, tetapi

biasanya setelah digunakan ruangan segera dibersihkan. Ruangan dibersihkan

oleh cleaner, sedangkan alat, mesin, dan utilitasnya dibersihkan oleh operator

yang menggunakannya. Label “BERSIH“ ditandatangani oleh operator yang

membersihkan dan disetujui oleh foreman di bidang masing-masing (solid dan

semisolid). Masa berlaku label “BERSIH“ adalah 1 bulan, jika waktu tersebut

terlampaui, maka ruangan tidak dapat digunakan dan perlu dibersihkan kembali.

Kegiatan pengolahan selalu mengikuti prosedur baku untuk tiap produk yang

disebut Prosedur Pengolahan Induk yang selalu diperbaharui secara berkala untuk

disesuaikan dengan standar GMP, disesuaikan dengan kondisi alat yang dimiliki,

dan untuk menjaga keseragaman serta kualitas produk yang dihasilkan antar bets.

Prosedur Pengolahan Induk (PPI) disusun oleh Processing Supervisor yang

diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor serta disetujui oleh Head

of IQC. PPI berisi cara pembuatan atau pengolahan obat tahap demi tahap. Selain

PPI, juga ada pedoman yang disebut Protap yang harus diikuti oleh pihak yang

bersangkutan.

Sebelum digunakan, ruang pengolahan harus selalu dicek RH 30-60%,

temperatur 19-25°C, dan perbedaan tekanan (ΔP) minimal 7,5Pa. Untuk

memudahkan pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan ruangan dibuat daftar

periksa yang dijadikan 1 berkas dengan PPI produk yang akan dibuat.

Pemeriksaan dilakukan oleh operator, staf QA, dan disetujui oleh foreman atau

Processing Supervisor.

Setiap kali hendak melakukan produksi, dibuat transfer order melalui SAP ke

gudang, berisi permintaan bahan yang diperlukan berdasarkan formula induk (bill

Universitas Sumatera Utara


of material/ master recipe). Bila material sudah release di sistem, bahan akan

disiapkan dan dikirim ke material transit room. Dalam material transit room,

bahan yang dikirimkan diperiksa jumlah, jenis, tanggal daluwarsa, dan ada

tidaknya label “RELEASED“. Setelah itu, dilakukan batch determination pada

SAP, bahwa material sudah diambil dari bets yang dikirim. Stock adjustment

dilakukan untuk memperbaharui jumlah stok bahan yang tersisa setelah diambil

untuk produksi. Setelah batch determination selesai, maka dibuat Good Issue.

Good Issue menginformasikan jumlah barang yang benar-benar digunakan.

Proses produksi didokumentasikan pada Catatan Pengolahan Bets yang berisi

nama produk, nomor bets, jenis dan jumlah bahan yang digunakan dan data-data

lain terkait proses pengolahan yang dilakukan. Setelah proses pengolahan selesai,

dikeluarkan GRS untuk menginformasikan jumlah produk ruahan yang berhasil

diproduksi dan siap dikemas. Setelah proses produksi selesai, maka diberi

keterangan TeCo (Technically Completed) pada sistem untuk menandai bahwa

produksi produk tersebut telah diselesaikan dan dilakukan konfirmasi working

hour (labour hour dan machine hour).

3.2.2 Pengemasan/ Packaging

Pengemasan dilakukan di 2 macam ruangan, ruangan kelas 3 untuk

pengemasan primer dan kelas 2 untuk pengemasan sekunder. Masing-masing

kelas memiliki pakaian khusus masing-masing dan ruang ganti pakaian yang

berbeda.

Persiapan proses pengemasan perlu dilakukan dengan seksama agar tidak

terjadi kekeliruan dalam penggunaan produk ruahan dan atau bahan pengemas,

Universitas Sumatera Utara


salah penandaan atau mix up antar produk maupun antar bets. Kegiatan

pengemasan meliputi:

1) Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing

Supervisor. Pastikan catatan pengolahan bets dan produk ruahan yang akan

dikemas telah disahkan oleh Supervisor Processing produk yang

bersangkutan dan Production Manager atau wakilnya.

2) Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk)

Siapkan Catatan Pengemasan Bets dari kopian prosedur pengemasan induk

(PPI) untuk bets yang bersangkutan. Dalam Catatan Pengemasan Bets berisi

tentang nama produk, nomor bets, material yang dibutuhkan beserta

jumlahnya, dan lain-lain. Pembuatan atau revisi dan sirkulasi Prosedur

Pengemasan Induk dilakukan oleh bagian produksi. Penyimpanan Prosedur

Pengemasan Induk asli disimpan di ruang QA Supervisor dan setiap

peminjaman atau fotokopi harus dengan izin QA Supervisor. Penggunaan

dokumen tersebut harus dicatat dalam buku Catatan Pemakaian Prosedur

Pengemasan Induk. Prosedur Pengemasan Induk disusun oleh Packaging

Supervisor, diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor, serta

disetujui oleh Head of IQC.

3) Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan)

Permintaan bahan-bahan ke gudang dilakukan dengan membuat transfer

order dari SAP yang mencantumkan nama bahan, nomor batch dan jumlah.

4) Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan:

a) Bahan pengemas primer

Universitas Sumatera Utara


Bahan-bahan pengemas primer seperti tube dipindahkan ke dalam keranjang

aluminium di ruang transit antara gudang dan ruang pengemasan kelas 3.

Alufoil, PVC foil, cold forming dan rotoplast dikeluarkan dari kardusnya,

diperiksa dan ditimbang keutuhan core dan pembungkus plastiknya kemudian

dibawa ke ruang penyimpanan bahan pengemas primer di kawasan kelas 3.

b) Bahan pengemas sekunder (cetakan)

Tiap bahan pengemas yang diterima akan diperiksa dan dipastikan cetakan

yang diterima telah sesuai dengan spesifikasi yang ada pada display bahan

pengemas yang berlaku. Pada tahap ini juga dipastikan dan diperiksa bahwa

jumlah setiap bahan sesuai dengan permintaan. Penerimaan bahan tersebut

termasuk nomor betsnya dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Bahan

pengemas yang telah dikirimkan oleh bagian gudang diletakkan pada ruang

Air Lock Secondary Packaging Material yang kemudian dipindahkan ke dalam

kerangkeng besi dan diteruskan ke ruang persiapan untuk ditangani sesuai

dengan instruksi Prosedur Pengemasan Induk. Hasil cetakan pertama (folding

box dan master box) ditunjukkan pada Supervisor dan dimintakan paraf serta

tanggal persetujuannya oleh operator. Pembuatan folding box mengacu kepada

persyaratan global PT Aventis Pharma.

c) Produk ruahan

Pada produk ruahan dilakukan pemeriksaan terhadap segel wadah. Wadah

bagian terluar dibersihkan dan diperiksa batas waktu pengemasan yang tertera

pada produk ruahan. Produk ruahan disimpan di bulk staging pada ruang kelas

3 sebelum dikemas.

5) Penanganan kunci lemari penyimpanan folding box dan packing insert

Universitas Sumatera Utara


Folding box dan packing insert yang tidak langsung digunakan harus disimpan

dalam ruang penyimpanan (storage room) dalam lemari yang terkunci. Kunci

dipegang oleh supervisor atau foreman.

6) Persiapan mesin dan peralatan

Dilakukan pemeriksaan kebersihan alat dan mesin yang akan digunakan oleh

supervisor/ foreman/ leader.

7) Pemeriksaan jalur pengemasan

Jalur pengemasan dibersihkan dari sisa produk ruahan, bahan pengemas dan

dokumen bets sebelumnya. Label “BERSIH” yang melekat pada mesin dan

jalur diambil dan ditempelkan pada Catatan Pengemasan Bets yang

bersangkutan. Pemeriksaan jalur pengemasan dilakukan untuk mencegah mix-

up antar produk jadi dalam proses pengemasan dan juga untuk memeriksa

kebenaran alat kontrol isi folding box.

8) Pengawasan dalam pengemasan

Pengawasan dalam proses pengemasan bertujuan untuk mengontrol atau

mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap tahap dalam proses pengemasan.

Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan tersebut meliputi:

a) Pengawasan yang pertama kali dilakukan adalah pada saat ganti pakaian di

ruang ganti.

b) Pemeriksaan persiapan jalur pengemasan (Packaging line).

Apabila dalam satu hari kerja jalur pengemasan dipakai untuk mengemas

dua jenis produk berturut-turut, maka sebelum digunakan untuk produk

kedua harus dilakukan pemeriksaan jalur pengemasannya.

Universitas Sumatera Utara


c) Pemeriksaan kesesuaian display dan catatan pengemasan produk yang

meliputi nama produk, batch number, batch size, tanggal mulai

pengemasan, tanggal kadaluarsa, tanggal pengambilan contoh dan tanggal

selesai pengemasan.

d) Pemeriksaan dalam proses pengemasan dilakukan minimal 3 kali setiap

hari kerja dan apabila terjadi penyimpangan proses segera dihentikan dan

dilaporkan kepada supervisor dan jika tidak dapat diselesaikan dilaporkan

kepada Production Manager dan QA untuk diambil langkah selanjutnya.

e) Pemeriksaan kebocoran blister atau rotoplast dengan menggunakan blue

test oleh bagian pengemasan primer.

f) Pengambilan contoh bahan pengemas (folding box dan packing insert yang

telah dicap) dan produknya di awal, tengah, dan akhir pada setiap hari

pengemasan dengan mencatat jumlah contoh, tanggal pengambilan, dan

paraf pada catatan pengemasan bets yang bersangkutan. Retained sample

dikirim bersama folding box ke gudang lalu di ambil oleh QC officer.

Pengemasan primer dan sekunder di PT Aventis Pharma terdiri dari 5 jalur.

Jalur 1, 2 dan 3 untuk pengemasan primer (blistering) dan sekunder tablet secara

on-line, jalur 31/2 untuk pengemasan primer (bottling) dan sekunder tablet secara

on-line, sedangkan jalur 4 untuk pengemasan sekunder secara manual (repacking).

Suppositoria dan ovula dikemas di ruang khusus.

Masing-masing mesin pengemas primer di tiap jalur (line) dilengkapi sensor,

sensor di line 1, 2 dan 3 dapat mendeteksi ada tidaknya keretakan pada tablet dan

ada tidaknya tablet di tiap kantung blister. Sedangkan, pada mesin pengemasan

sekunder dilengkapi sensor untuk mendeteksi ada tidaknya cetakan batch number

Universitas Sumatera Utara


dan barcode/ pharmacode pada folding box Setelah pengemasan selesai, master

box berisi produk jadi disimpan di gudang dan dibuat GRS sebagai informasi

bahwa produk telah berada di gudang dan siap untuk didistribusikan.

3.3 Technical Services Department (TSD)

Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab departemen ini adalah

kualifikasi peralatan, fasilitas, dan sistem penunjang (utility); Air Handling Unit

(AHU); Purified Water Plant (PWP); perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana

penunjang; serta aspek HSE.

a. Kualifikasi peralatan, fasilitas dan sistem penunjang (utility)

Adalah pembuktian secara tertulis yang menunjukkan bahwa suatu alat,

fasilitas, sistem penunjang, komputer dan proses pengemasan secara otomatis

bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten

dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang ditetapkan. Kualifikasi

hanya dilakukan sekali yaitu pada saat awal penggunaan alat, mesin maupun

sarana penunjang. Kualifikasi mencakup :

1) Design Qualification (DQ)

2) Installation Qualification (IQ)

3) Operation Qualification (OQ)

4) Performance Qualification (PQ)

b. Air Handling Unit (AHU)

Sistem tata udara di desain dengan tujuan agar persyaratan kondisi udara di

ruang kerja (temperatur, RH, pergantian udara, tekanan/ arah aliran) dapat

terpenuhi. Penanganan tata udara di Pharma Factory harus mendapat perhatian

Universitas Sumatera Utara


khusus karena sangat mempengaruhi kualitas dari produk yang sedang diolah,

terutama dalam hal menghindarkan dari resiko kontaminasi dan kontaminasi

silang.

Technical Services Department bertugas memonitor sistem AHU di PT

Aventis Pharma. AHU adalah sistem pengaturan udara yang diterapkan di pabrik

(Warehouse, Processing dan Packaging). Sistem yang mengontrol AHU adalah

Building Management System (BMS).

Setiap ruangan mempunyai return line dan supply line yang berbeda sehingga

selalu tersedia udara bersih dalam ruangan. Ruangan Processing dan primary

Packaging juga dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk membuang

udara keluar (tidak mengalami resirkulasi).

AHU yang ada merupakan AHU yang bertingkat dimana AHU yang pertama

mengambil udara segar dari luar yang disebut dengan AHU-FA (AHU-Fresh

Air), kemudian udara tersebut akan dialirkan ke AHU. AHU bertingkat

dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja AHU dalam mendinginkan udara

sehingga akan meningkatkan masa kerja dari AHU tersebut.

Udara pada AHU mengalir dari intake module kemudian didinginkan oleh

cooling coil di dalam coil module. Sistem pendinginan pada cooling coil ini

berasal dari chilled water. Akan tetapi, ada juga AHU yang sumber dinginnya

berasal dari refrigerant, sering juga disebut dengan Direct Expantion AHU (DX

AHU). Tujuan pendinginan ini adalah untuk menurunkan suhu dan menurunkan

kelembaban dengan mengembunkan uap air yang ada di dalam udara. Sensor

suhu dipasang pada pipa suplai dan return chilled water, sehingga perubahan

Universitas Sumatera Utara


suhu pada chilled water dapat dipantau/ dimonitor setiap saat sesuai dengan

kebutuhan.

Ada 18 total AHU yang berada di area gudang dan di area produksi baik

pengolahan (kawasan kelas 3) maupun pengemasan (kawasan kelas 3 dan kelas

2).Udara dihisap melalui fan module, setelah didinginkan oleh cooling coil

kemudian didorong oleh supply fan untuk masuk ke ruangan-ruangan yang

disuplai. Sebelum keluar, udara disaring untuk mengurangi partikel dan bakteri

yang ada menggunakan filter. Udara yang masuk ke AHU akan mengalami

penyaringan berkali-kali. Ada 4 jenis filter dalam sistem AHU, yaitu pre filter

(efisiensi 30%), medium filter (efisiensi 80-85%), medium filter (efisiensi 90-

95%) dan HEPA filter (efisiensi 99,995%). Tidak semua AHU dilengkapi dengan

HEPA filter. AHU yang memiliki HEPA filter, yaitu AHU-002, AHU-03, AHU-

04, AHU-05A, AHU-05B, AHU-006 dan AHU-DX03. Differential pressure

dipasang pada medium filter dan HEPA filter untuk mengetahui besarnya

perbedaan tekanan di filter dan memudahkan untuk mengetahui kondisi keabsahan

filter tersebut.

c. Purified water plant (PWP)

Dalam proses produksi PT Aventis Pharma menggunakan purified water.

Untuk uji laboratorium (kimia dan mikrobiologi) digunakan ultra purified water,

yaitu hasil pengolahan purified water dengan alat MilliQ-Plus. Sumber purified

water adalah potable water (air PAM yang telah melewati sand filter dan

mengalami klorinasi). Sumber purified water dapat juga dari air sumur (well

water). Purified water di area produksi disuplai dari water generation plant,

sedangkan untuk laboratorium QC disuplai dari alat Milli RX 75.

Universitas Sumatera Utara


Dalam sistem Purified Water Plant, ada 3 bagian penting yang semuanya

berlangsung dan dikontrol secara otomatis (computerized), yaitu :

1) Osmotron berkapasitas 500 L/jam, yaitu sistem pengolahan air melalui

reverse osmosis (RO) dan electro de-ionization (EDI).

2) Water tank, yaitu tempat penampungan purified water setelah melalui RO.

3) Loopo, yaitu sistem sirkulasi dan distribusi purified water dari water tank ke

pengguna (user point).

Tahap-tahap pengolahan purified water dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan

penjelasan sebagai berikut :

1) Air mengalir dari sumber air ke PWP system (letaknya disamping ruang

office di pharma factory dengan pintu khusus). Sumber air ada 2 yaitu air

PAM/ drinking water (akan diubah menjadi potable water) dan well water.

Well water dipakai jika air PAM tidak mengalir.

2) Air akan menuju multimedia filter yang berfungsi untuk menyaring partikel-

partikel besar. Filter ini memiliki mekanisme pembersihan secara otomatis

(diprogram setiap jam 11 malam melalui metode backwashing).

3) Kemudian air akan disaring lagi dalam backwash filter (proses pembersihan

diri terjadi secara otomatis dan kontinyu, diatur supaya air masuk dan kotoran

langsung dibuang ke drain).

4) Selanjutnya, air masuk ke dalam water softener yang di dalamnya terdapat

resin. Di sini kesadahan air (water hardness) dikurangi dengan mekanisme

pengikatan ion, sehingga kandungan ion dalam air berkurang (konduktivitas

air belum diukur). Pada proses ini diinjeksikan NaCl sebagai pengikat ion, ion

positif akan diikat oleh Na+ dan sebaliknya oleh Cl-. Terdapat 2 tanki softener

Universitas Sumatera Utara


pada proses ini, di dalamnya terdapat resin (mediator pengikat ion) yang perlu

diregenerasi secara berkala. Dua tanki softener bertujuan untuk meringankan

beban kerja (1 tanki sudah dapat memberikan kontribusi 100%, dengan

adanya 2 tanki beban kerja itu dibagi). Ketika tanki 1 diregenerasi maka katup

pada tanki 1tertutup dan proses softening dilakukan oleh tanki yang lain. Air

selalu mengalir dari tanki 1 ke tanki 2 karenanya perbandingan regenerasi

tanki 1 dan tanki 2 adalah 3:1. Regenerasi dilakukan dengan mencuci ion-ion

yang ada pada resin (resin berumur kerja 5 tahun). Air yang telah melalui

water softener kemudian dideteksi tingkat kesadahannya dengan residual

hardness meter. Tingkat konduktivitas air sampai tahap ini adalah sekitar

1400 μs/cm. Konduktivitas air PAM berkisar antara 1600 μS/cm. Air yang

telah mengalami water softening disebut soft water.

5) Soft water akan mengalir ke filter 5 μm. Disini terjadi penginjeksian sodium

metabisulfit yang digunakan untuk mengikat kelebihan ion Cl maupun Cl

bebas.

6) Selanjutnya, soft water akan mengalami proses RO. Disini terjadi proses

desalinasi untuk menghilangkan kandungan garam dari soft water. Hasil RO

dari soft water disebut permeate, sedangkan sisanya (concentrate) akan

dibuang. Pada osmotron terdapat water conversion factor (WCF) yang

mengatur perbandingan soft water dan permeate menjadi 75%. Semua air

buangan yang ditampung dalam drain diolah di WWTP. Permeate memiliki

nilai konduktivitas sebesar 10 μs/cm.

7) Selanjutnya permeate akan mengalami electric de ionization (EDI) dalam

septron. Pada proses EDI terjadi pertukaran ion dengan bantuan stimulasi

Universitas Sumatera Utara


listrik (dengan sengaja dialirkan listrik pada air, sehingga molekul akan pecah

menjadi ion-ion yang reaktif, selanjutnya air terstimulasi ini digunakan untuk

mencuci permeate). RO dan EDI bertujuan untuk menurunkan konduktivitas

air. Hasil pengolahan permeate dalam septron disebut dilute/purified water

yang memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,09 μs/cm3 (limit yang

dipersyaratkan 1,3 μs/cm3), selanjutnya air akan ditampung dalam water tank.

8) Water tank dilengkapi dengan valve dan switch level. Jika water tank sudah

penuh akan mengaktifkan switch level untuk menutup valve, sehingga purified

water tidak masuk lagi ke dalam water tank. Air akan tersirkulasi kembali dan

bergabung dengan soft water untuk diolah kembali (WCF yang tadinya 75%

menjadi 90%). Mode operation system-nya berubah dari operation menjadi

circulation dimana volume dan kecepatan pompa diatur (computerized).

Purified water harus selalu mengalir dan kecepatan alirannya dijaga untuk

menghindari pertumbuhan bakteri.

9) Purified water kemudian didistribusikan ke user points dengan loopo

distribution system. Pada sistem ini terdapat heat and cooling exchanger yang

berguna untuk mengubah suhu air sehingga sesuai dengan parameter purified

water. Suhu setelah keluar dari water tank adalah 30°C, setelah dilewatkan

dalam exchanger dan terjadi penyeimbangan kalor (asas Black) suhu menjadi

25°C. Pendingin dalam exchanger berasal dari chilled water (5°C).

10) Setelah beberapa waktu akan muncul lapisan biofilm di permukaan dalam

pipa, dibersihkan dengan loopo sanitation system. Air dari water tank

dipanaskan sampai 85°C selama 90 menit dalam exchanger dengan

menggunakan superheated water (120°C bertekanan 6 bar dan berwujud cair).

Universitas Sumatera Utara


Ketika sanitasi dilakukan water tank berisi 24%, valve tidak boleh dibuka,

sehingga mode yang berjalan adalah sirkulasi seperti ketika water tank penuh,

chilled water valve tertutup otomatis, sementara di user points tidak boleh ada

karyawan untuk alasan HSE. Proses sanitasi di loopo system ini dilakukan 2

kali setahun.

11) Pembersihan yang dilakukan di osmotron dilakukan dengan menggunakan

H2O2 (desinfektan) yang diinjeksikan selama 15 menit ke pipa sebelum tanki

softener, setelah air dibiarkan dalam keadaan diam selama 3 jam (ada waktu

kontak dengan permukaan pipa/ wadah/ RO membrane/ EDI) agar proses

desinfeksi efektif. Setelah proses pencucian otomatis, air sisa pembersihan

dibuang. Pembersihan osmotron juga dilakukan 2 kali setahun (Juni dan

Desember).

12) Tanki NaOH 5% hanya diinjeksikan jika sumber air yang dipakai adalah well

water karena banyak mengandung logam berat dan bakteri. NaOH

diinjeksikan ke pipa sebelum membran 5 μm secara otomatis dan terus-

menerus selama well water dipakai. Dengan well water maka WCF yang

dipakai pada proses RO adalah 50%.

d. Perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana penunjang (utility)

Semua fasilitas, peralatan dan utility yang digunakan dalam kegiatan produksi

perlu dirawat menurut sistem yang memadai. Sistem maintenance di PT Aventis

Pharma dikontrol secara terkomputerasi dengan Maintenance Management System

(MMS). Tujuan adanya perawatan fasilitas,peralatan dan sarana penunjang adalah

untuk menyediakan sistem perawatan fasilitas, peralatan dan utility yang memadai

Universitas Sumatera Utara


dalam rangka menjamin produktivitas dan kualitas produk maupun tingkat

kesehatan dan keselamatan kerja. Pada dasarnya terdapat dua macam perawatan :

1) Preventive maintenance (PM)/ perawatan preventif

2) Breakdown maintenance (BM)/ perbaikan

Preventive maintenance dilakukan pada alat yang kritis, yaitu alat yang

apabila terjadi kerusakan berdampak penting atau tinggi (T) terhadap paling tidak

salah satu aspek berikut ini:

1) Health, Safety and Environment

2) Kualitas produk

3) Kelancaran operasi/ produksi

Apabila dampak terhadap ketiganya rendah (R), seandainya alat tersebut

mengalami gangguan atau kerusakan, maka cukup diterapkan perawatan secara

perbaikan atau breakdown maintenance. Pada work order, PM ditandai dengan

priority 3 (high) dan 4 (very high). Sedangkan untuk BM priority nya adalah 1

(low) dan 2 (moderate).

Sasaran MMS adalah menjamin bahwa kinerja sistem, peralatan, dan utility

tetap dalam batas-batas yang dapat diterima, supaya tidak menyebabkan

terganggunya tingkat produktivitas karena terhentinya mesin atau terganggunya

kualitas dan kemurnian produk ataupun timbulnya bahaya bagi kesehatan dan

keselamatan kerja.

3.4 Health, Safety and Environment (HSE)

Health, Safety and Enviroment (HSE) merupakan aspek yang mendasari

semua kegiatan di PT Aventis Pharma selain CPOB. Sistem HSE menciptakan

Universitas Sumatera Utara


kondisi kerja yang terbebas dari kecelakaan/ penyakit akibat kerja serta mencegah

terjadinya pencemaran lingkungan sehingga proses produksi dapat berjalan lancar

dan efisien. Dasar yang digunakan oleh PT Aventis Pharma dalam melaksanakan

HSE adalah HSE Aventis Global, HSE key requirement, HSE Standards dan

peraturan negara mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang

dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), serta Upaya Kesehatan

Kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Depkes). Hierarki dokumen

HSE di PT Aventis Pharma adalah sebagai berikut:

1) HSE Aventis Global: merupakan kebijakan HSE yang berlaku di seluruh

Aventis di seluruh dunia.

2) Persyaratan Utama (Key requirements): merupakan elemen esensial minimum

yang harus diterapkan di suatu site.

3) Standard (Standard): menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh site saat

menerapkan Key requirements

4) Panduan (Guidelines): yaitu dokumen yang umumnya berisi informasi teknis

dalam bentuk protap.

5) Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures/ SOP)

Hierarki dari hubungan antara dokumen-dokumen ini dapat dilihat pada gambar

3.1 berikut ini.

Gambar 3.1 Hierarki Dokumen HSE

Universitas Sumatera Utara


Sasaran kebijakan program HSE di PT Aventis Pharma berpedoman pada prinsip

pengembangan yang berkesinambungan yaitu :

1) Secara aktif berusaha mencegah dampak yang merugikan terhadap udara, air

tanah, sumber daya alam dan kesehatan manusia.

2) Menghindarkan terjadinya cedera pada semua karyawan, kontraktor dan

masyarakat sekitar.

3) Memberi perhatian pada aspek HSE dalam perancangan pabrik, perancangan

dan pengembangan produk baru, serta mengelola resiko HSE dari semua

produk.

4) Mengatasi dampak lingkungan yang timbul.

5) Mengukur kinerja dan menyampaikan hasilnya secara terbuka untuk

membangkitkan keyakinan dan pengakuan pada semua pihak yang

berkepentingan.

Untuk menjamin realisasi tujuan HSE dan memastikan program-program

HSE terselenggara, diperlukan sistem pengelolaan HSE yang komprehensif.

Sistem managemen HSE mencakup pengembangan kebijakan, pengorganisasian,

perencanaan dan implementasi, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja dan

pengauditan. Proses sistem manajemen tersebut berlangsung secara berulang dan

berkesinambungan.

Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE adalah dalam hal:

(a) Environmental Management System (EMS)

Meliputi seluruh sistem pendokumentasian standar lingkungan yang berada di

PT Aventis Pharma Indonesia. Laporan implementasi Rencana Kegiatan

Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) disusun oleh

Universitas Sumatera Utara


perusahaan untuk dilaporkan ke Badan Pemeriksa Lingkungan Hidup Daerah

(BPLHD) tiap 3 bulan sekali.

(b) Environmental Risk Assessment (ERA)

Environmental Risk Assessment (ERA) merupakan program yang mencakup

analisis dampak lingkungan hidup bagi seluruh karyawan PT Aventis Pharma.

Program ini mencakup segala kegiatan dan aspek-aspeknya, fasilitas dan

lingkungan yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan keselamatan

karyawan.

(c) Waste Management System

Merupakan usaha dalam pengelolaan sampah dengan melakukan waste

minimizing maupun reduction dengan cara eliminasi/reduksi, daur ulang dan

disposal (insinerasi atau ditanam). Limbah yang dihasilkan ini harus dikelola

agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Jenis limbah dari PT Aventis

Pharma adalah limbah padat, limbah cair, limbah suara dan limbah gas. Alur

penanganan limbah dapat dilihat pada Lampiran 10. Limbah padat ada dua

macam, yaitu:

i. Limbah padat B3 (bahan berbahaya dan beracun)

Pengelolaan limbah padat B3 (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium,

produk expired, produk rejected, bahan padat yang kontak langsung

dengan bahan obat maupun obat jadi dan debu obat dari dust collector),

dilakukan oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Limbah

tersebut disimpan di TPSB3 (Tempat Penyimpanan Sementara Limbah

B3), kemudian dibawa ke PPLI setelah 90 hari.

Universitas Sumatera Utara


ii. Limbah padat non B3

Limbah padat non B3 terbagi menjadi limbah padat yang dapat di daur

ulang dan yang tidak dapat di daur ulang. Limbah yang dapat di recycle

akan di ambil oleh pihak ketiga untuk di daur ulang. Sedangkan untuk

limbah yang tidak dapat di recycle akan dilakukan pengangkutan secara

rutin oleh petugas kebersihan pemerintah dua hari sekali.

Limbah cair ada tiga macam, yaitu :

(a) Limbah cair B3

Limbah cair B3 seperti limbah dari laboratorium berupa zat organik,

anorganik, alkohol, asam, garam, juga dari TSD seperti NaOH untuk

pembuatan purified water, air aki dan sodium metabisulfit dikelola di

PPLI. Limbah cair B3 disimpan dalam TPSB3. Limbah cair B3 yang

beratnya < 50 kg/hari boleh disimpan lebih dari 90 hari, tetapi jika

beratnya > 50 kg/hari tidak boleh disimpan lebih dari 90 hari.

(b) Limbah cair non B3

Limbah cair non B3 seperti limbah cair domestik (air cucian, septic

tank, kantin, dan kantor) dikelola melalui IPAL (Instalasi Pengolahan

Air Limbah) atau Waste water treatment plant (WWTP), karena

menurut peraturan pemerintah limbah cair harus diolah dulu sebelum

dibuang.

(c) Limbah cair berupa oli

Limbah cair berupa oli yang digunakan untuk perawatan kompresor

dan genset disimpan dalam TPSB3 untuk kemudian dikirimkan ke

pengolah limbah PT Nirmala Tipa.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 582/1995 tentang

Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/ Baku Badan Air Serta Baku

Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta

N0.299/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu

Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta,

maka ditetapkan buangan limbah cair PT Aventis Pharma Indonesia dibuang ke

kali Sunter dimana peruntukannya adalah untuk pertanian dan usaha perkantoran.

PT Aventis Pharma memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau

WWTP (Waste Water Treatment Plant) yang digunakan untuk mengolah limbah

cair non B3 sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah cair ini berasal dari pabrik

dan harus diolah terlebih dahulu karena masih mengandung zat-zat yang

berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. Pada intinya, prinsip dari WWTP

adalah sebagai berikut:

(a) Limbah dari office building 1 dan 2 akan masuk ke dalam septic tank,

kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari Multi

Purpose Building (MPB), Quality control (QC), dan Workshop akan masuk

septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari factory

masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP 1,

CP 2 dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi

permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa

akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya

terdapat perforated screen/ penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lain-

lain).

Universitas Sumatera Utara


(b) Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari

ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter

variatif dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi. Kapasitas

equalization tank adalah 50 m3 dan aliran yang terjadi per harinya adalah 100

m3. Proses ini memakan waktu 8 jam, sementara total pengolahan air adalah

24 jam.

(c) Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch

level dimana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup

bagi bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam

proses aerasi ini digunakan proses biologik aerobik dengan menggunakan

bakteri aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3 yang dibiakkan dan dibiarkan

selama kurang lebih 10 jam).

(d) Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati,

kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa

pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang

berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air bersih

berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke clean water tank

yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl 12%

untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan

diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus

dilakukan pemeriksaan BOD, COD, pH, total nitrogen, TSS (Total Suspended

Solid), KMnO4, antibiotika dan kadar fenol terlebih dahulu setiap 24 jam

sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus

sesuai protap.

Universitas Sumatera Utara


(e) Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk

ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge dikeringkan

dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke PPLI untuk

proses lebih lanjut.

(f) Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang

mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam

pre-treatment tank untuk merusak struktur molekul antibiotik sehingga tidak

mengganggu proses aerasi karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang

ditumbuhkan dalam aeration tank.

Bagan pengolahan air limbah dapat dilihat pada Lampiran 11.

3.5 Plant Logistic Departmemt

Departemen ini menjembatani komunikasi antara bagian produksi dan

pemasaran, terdiri dari 2 unit, yaitu Warehouse dan Production Planning. Plant

Logistic Department bertugas melakukan perencanaan pengadaan material yang

akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di

pabrik dan mengendalikan persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di

gudang.

Tugas Plant Logistic adalah menerima forecast yang telah dibuat oleh

bagian pemasaran untuk kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan prioritas,

Plant Cycle Time dan Track Record dari pemasaran, kemudian bersama bagian

produksi menyusun rencana produksi. Demikian pula dengan pengadaan barang di

gudang dibuat dengan dasar perkiraan (forecast) terhadap penjualan obat jadi atau

distribusi obat jadi ke supplier atau Pedagang Besar Farmasi (PBF). Rencana

Universitas Sumatera Utara


produksi disusun berdasarkan kebutuhan pasar akan barang-barang, stok barang di

gudang dan berdasarkan jadwal penggunaan mesin untuk produksi obat lain.

Forecast dari pemasaran tidak diterima begitu saja oleh Plant Logistic.

Pemasaran harus memberikan presentasi dan argumen yang kuat berkaitan dengan

forecast yang dibuatnya serta estimasi kemampuannya untuk memasarkan produk.

Karena tidak selamanya forecast yang diberikan pemasaran disertai kemampuan

untuk memasarkannya, perlu bagi Plant Logistic untuk menganalisis lebih lanjut.

Jumlah permintaan berdasarkan forecasting sangat tergantung dari kegiatan

pemasaran bulan itu misalnya sedang ada kegiatan sosial atau advertising dimana

dimungkinkan jumlah penjualan besar yang harus ditunjang oleh produksi. Tetapi

harus tetap dijaga untuk mencegah terjadinya over stock.

3.5.1 Production Planning Unit

Production planning unit terdiri dari 3 subunit yaitu External Planning

yang membawahi Inter-company Section, Export Section dan External

manufacturing Section.

1) External Manufacturing Section

External manufacturing atau Toll manufacturing dilakukan di PT Boehringer

Ingelheim Indonesia (BII), kontrak diperbaharui setiap 5 tahun. Toll

manufacturing, penjabaran atau sosialisasi forecast juga melalui S&OP.

S&OP level satu pada toll manufacturing tetap dilakukan oleh PT Aventis

Pharma Jakarta site baik forecasting maupun analisisnya, tetapi S&OP level

dua berbeda. Pada toll manufacturing, S&OP level dua tidak lagi dibicarakan

production planning tetapi delivery plan yang disebut Toll Strategic Meeting.

Sebenarnya keduanya sama, hanya kapasitasnya yang berbeda karena

Universitas Sumatera Utara


mencakup dua perusahaan (antar perusahaan). Toll Strategic Meeting

dilakukan setiap tiga bulan yang dihadiri pihak PT Aventis Pharma Indonesia

(yaitu Head of IA, Manager Plant Logistic dan wakilnya, penanggung jawab

Plant Logistic seksi External Manufacturing) dan dari pihak PT BII (Head of

IA, Manager supply chain). Operational meeting dilakukan setiap bulan

untuk mengatur hal-hal yang bersifat operasional dan teknis.

2) Export Section

Bagian ini menangani produk-produk yang akan diekspor ke berapa negara

seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Australia dan Filipina. Tujuan

ekspor adalah selalu interco Aventis di negara-negara yang dimaksud. Kinerja

seksi ini dilihat dari Customer Service Level (CSL). Jika delivery date (yang

telah disepakati antara PT Aventis Pharma Jakarta site dan interco tujuan) di

salah satu negara tersebut tidak tepat/ terlambat akan berakibat menurunnya

nilai CSL (missed). Customer Level Service dari PT Aventis Pharma Indonesia

diukur oleh Aventis Global berdasarkan delivery date within minus 7 dalam

bulan yang sama (working days).

Jika keterlambatan terus terjadi, dapat mengakibatkan site Jakarta tidak lagi

dipercaya oleh interco di negara-negara tersebut yang kemudian dapat

mengalihkan pesanannya ke site Aventis lain selain Indonesia.

3) Intercompany Section

Bagian ini melakukan tugasnya dalam hal procurement receptionist dan

menangani produk-produk yang didatangkan dari Aventis site yang lain

(intercompany atau sering disebut sebagai interco) mulai dari pemesanan

sampai dengan barang datang. Produk-produk yang sering didatangkan dari

Universitas Sumatera Utara


interco adalah active materials. Interco yang dituju sebagai produsen active

materials yang dimaksud merupakan site rujukan yang telah ditetapkan oleh

mother company dalam rangka menjamin konsistensi mutu dan kualitas

produk yang dihasilkan. Untuk produk yang dibeli dari pihak luar (third party)

ditangani oleh Purchasing Department.

Intercompany PT Aventis Pharma ialah :

a. Aventis Limited India

b. Aventis Pharma Deutschland GmbH

c. Aventis Pharma Inc. Kansas City, USA

d. Aventis Pharma SA

e. Aventis Pharma Sp A, Scoppito Italia

f. Aventis Pharma, Doma France

g. Fison Pharmaceutical

h. HMR Interphar

i. Hoescht Procurement Int. Trading & Services (HPI, T&S)

j. Nippon Aventis Service

3.5.2 Warehouse

Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan dan distribusi barang

berupa bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, obat jadi dan bahan lain

yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses

pengemasan, yang mempunyai nilai ekonomis sehingga perlu ditangani secara

khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif

antara stok secara fisik (aktual) dengan stok secara administratif (stok di SAP).

Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh cara penanganan bahan awal, mulai

Universitas Sumatera Utara


dari penerimaan, penyimpanan, dan distribusi ke bagian pengolahan maupun

pengemasan. Alur keluar masuknya barang di Warehouse PT Aventis Pharma

diatur sedemikian rupa sehingga berjalan satu arah. Barang masuk dan barang

keluar melalui pintu yang berbeda dan begitu barang masuk akan langsung berada

di area karantina. Setiap ada penerimaan barang dari supplier, selalu dilakukan

pengecekan fisik barang dan dokumen yang menyertainya termasuk ada tidaknya

label supplier pada master box. Demikian juga untuk distribusi barang, baik

internal (Processing, Packaging, QC) maupun eksternal (distributor), harus

diperiksa kelengkapan dokumennya (Material Request Note dan Sales Order).

Denah warehouse PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 12. Gudang PT

Aventis Pharma termasuk dalam area kelas 1 (setara dengan black area) yang

menurut suhunya dibagi menjadi tiga daerah yaitu:

1) Ruangan cold storage

Ruangan ini mempunyai suhu antara 2°-8°C. Ruangan ini digunakan untuk

penyimpanan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi seperti vaksin

(produk Sanofi Pasteur). Pada ruangan ini terdapat alat kontrol khusus, dimana

jika suhu di bawah 2°C atau di atas 8°C maka alarm akan berbunyi secara

otomatis.

2) Ruangan cool storage

Ruangan ini merupakan ruangan dengan suhu terkendali yaitu antara 16°-25°

Ruangan dengan suhu ini terbadi menjadi dua area yaitu :

a. Starting material cool storage untuk menyimpan raw material (bahan baku

dan bahan pengemas primer) dan semi finished goods.

b. Finished material cool storage untuk menyimpan produk jadi.

Universitas Sumatera Utara


3) Ruangan dengan suhu kamar (ambient temperature)

Ruangan ini mempunyai suhu sesuai dengan kondisi ruangan tanpa adanya

pengendalian suhu. Ruangan yang temasuk pada kategori ruangan dengan suhu

kamar adalah :

a. Ruang penerimaan barang (Incoming), dimana ruangan ini berfungsi untuk

penerimaan barang dari distributor maupun supplier yang lain.

b. Ruang pengeluaran barang (Outgoing), dimana ruangan ini berfungsi khusus

untuk pengeluaran barang.

c. Ruang khusus rejected material untuk menyimpan barang yang di reject.

Ruangan ini dibatasi dari ruangan lain dengan teralis besi dengan warna

merah. Ruangan ini dikunci dengan pemegang kunci hanyalah orang-orang

tertentu yang bertanggung jawab terhadap barang yang ada di dalamnya.

d. Rak returned goods untuk menyimpan produk-produk kembalian yang

dikarantina.

e. Rak untuk pengemas sekunder, rak ini digunakan untuk menyimpan bahan-

bahan pengemas sekunder. Area ini dibagi menjadi area karantina dengan

batas garis berwarna kuning dan area released dengan batas garis berwarna

hijau.

f. Lemari terkunci untuk menyimpan packing insert. Packing insert ini

dimasukkan dalam lemari terkunci agar tidak tertukar satu dengan yang lain.

g. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian pengolahan

(kawasan kelas 3).

h. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan pengemas primer dari

gudang ke bagian pengemasan yang ada pada kawasan kelas 3.

Universitas Sumatera Utara


i. Ruang transit 3 untuk mengirim pengemas sekunder (folding box dan master

box), packing insert, dan produk repacking dari gudang ke bagian pengemas di

kawasan kelas 2.

j. Ruang transit 4 untuk mengirim finished goods dari bagian pengemasan di

kawasan kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan.

Selain ruangan-ruangan tersebut masih ada ruang untuk pengambilan contoh

atau disebut ruang sampling. Ruangan ini merupakan ruangan dengan kategori

kelas 3, dimana suhu, tekanan, dan kelembabannya diatur sesuai dengan prosedur

yang telah ditetapkan untuk ruang kelas 3 dan dilengkapi dengan LAF.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gudang, antara lain:

1. Penerimaan barang dari pemasok

Pada saat penerimaan barang dari pemasok, dilakukan pemeriksaan

kelengkapan dokumen, antara lain surat pengantar pemasok, invoice, CoA.

Bahan yang tidak terdapat dalam Purchase Order (PO) dari PT Aventis

Pharma hanya dapat diterima jika ada persetujuan dari Plant Logistic dan

selanjutnya dibuatkan GRS ke dalam SAP setelah dibuatkan PO oleh

purchasing. Bahan yang datang dicocokkan dengan PO, apakah sesuai dengan

jumlah dan waktu pemesanan. Bahan yang datang diperiksa keutuhan kemasan

dan kebenaran label yang melekat pada wadahnya, antara lain nama bahan,

nomor batch atau lot dari pabrik atau supplier, nama pembuat/ pemasok,

jumlah bahan, nomor PO, tanggal kadaluwarsa.

Untuk memeriksa kuantitasnya, dilakukan pemeriksaan berat atau jumlah

dengan menimbang atau menghitung. Apabila terdapat dokumen yang tidak

lengkap, kemasan rusak, berat/ jumlah tidak sesuai, harus memberitahukan ke

Universitas Sumatera Utara


Plant Logistic, IQC, dan purchasing, serta diinformasikan dalam GRS yang

dibuat.

Surat pengantar dari pemasok ditandatangani dan diberi stempel

perusahaan. Barang pengantar yang sudah diperiksa diberi label karantina

dengan ketentuan:

(a) Untuk raw material, semi finished goods import dan packaging material

siapkan label sesuai dengan jumlah wadah yang diterima.

(b) Untuk finished goods dan repacked semi finished goods, setiap pallet

ditutup dengan penutup atau jaring kemudian diberi satu label per pallet.

(c) Tempatkan bahan pada area karantina atau rak karantina dengan

memperhatikan persyaratan penyimpanan.

2. Penerimaan bahan dan produk jadi dari processing dan packaging

Pemeriksaan dokumen yang menyertai penyerahan produk yaitu GRS. Produk

jadi yang diserahkan harus ditutup dengan jaring untuk menghindari terjatuh

atau bercampur/ tertukar dengan produk jadi yang lain. Dilakukan

pemeriksaan penandaan label pada wadah yang mencakup nama produk,

nomor bets, berat bersih/ jumlah satuan kemasan, label SAMPLE TAKEN dari

QC, petunjuk penyimpanan khusus. Produk yang diterima diperiksa dengan

menghitung atau menimbang satu persatu kemudian disimpan di rak

penyimpanan.

3. Penerimaan obat kembalian

Prosedur dalam penanganan obat kembalian adalah :

(a) Surat pengantar dari distributor ditandatangani sebagai bukti bahwa

barang telah diterima di gudang.

Universitas Sumatera Utara


(b) Data dimasukkan dalam SAP kemudian dilakukan posting goods issue

untuk mencatat obat kembalian yang diterima ke dalam SAP, selanjutnya

penyerahan surat jalan berupa GRS sebagai bukti penerimaan obat

kembalian kepada QC setelah ditambahkan semua informasi yang

diperlukan QC.

(c) Tempelkan label QUARANTINE pada produk yang bersangkutan dan

disimpan pada area karantina, terpisah dari produk lain (dalam keranjang

yang terkunci) sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan.

4. Penyimpanan bahan dan produk jadi

Sistem penyimpanan menggunakan zoning system, dimana material disimpan

dengan memperhatikan:

(a) Sebelum penyimpanan material, periksa petunjuk mengenai cara

penyimpanan.

(b) Tempatkan material pada rak penyimpanan sesuai jumlah yang

diperlukan dan dilakukan pencatatan alamat rak bahan, nama produk,

jumlah, nomor batch pada buku alamat (address card).

(c) Pisahkan pallet berisi bahan yang sedang ditahan (blocked) dan

ditempatkan pada area karantina sambil menunggu penanganan lanjut

sesuai disposisi dari IQC Departemen atau Purchasing Department.

(d) Tempatkan bahan yang ditolak (rejected) pada material rejected area.

(e) Tempatkan debu produksi (garbage) pada waste area.

5. Pengeluaran barang

(a) Pengeluaran bahan baku

Universitas Sumatera Utara


Foreman mencari dan menentukan bahan/ bets yang akan dikeluarkan

dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk bahan baku

yang akan diproses, harus ada label RELEASED yang disahkan dengan

adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit.

Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First Out/

FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan

barang yang lebih dulu diterima (First In First Out/ FIFO) merupakan

pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam

jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu.

(b) Pengeluaran produk ruahan dan bahan pengemas atas permintaan

packaging/ processing

Foreman mencari dan menentukan bahan/ bets yang akan dikeluarkan

dengan prebatch determination pada SAP. Untuk produk ruahan dan

bahan pengemas yang akan diproses, harus ada label RELEASED yang

disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit.

Produk ruahan ex-import hanya boleh dikirim ke bagian Packaging

setelah diluluskan IQC departemen dan ditempelkan label RELEASED.

Produk ruahan ex-lokal boleh langsung dikirim tanpa menunggu label

RELEASED kecuali ada produk yang berlabel QUARANTINE.

(c) Pengeluaran produk jadi

Pengeluaran produk jadi dapat terjadi untuk dijual, diserahkan ke bagian

yang bertanggung jawab dalam distribusi, untuk diambil contohnya,

dikembalikan ke bagian produksi untuk suatu proses tertentu dan untuk

dimusnahkan. Hanya yang berlabel released yang boleh dikeluarkan

Universitas Sumatera Utara


untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam

distribusi. Foreman memerintahkan pengambilan produk jadi dengan

mencatat Picking List yang dilengkapi alamat tempat penyimpanan

produk. Surat jalan dibuat dan diparaf oleh foreman untuk menyerahkan

produk jadi yang bersangkutan ke distributor. Di sini dilakukan

pemeriksaan jumlah dan nomor batch-nya. Pengiriman produk jadi ke

distributor/ ekspor selama perjalanan harus memperhatikan kondisi

penyimpanan yang dipersyaratkan.

(d) Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan

Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan harus

dibuat material request form yang disahkan oleh supervisor atau kepala

departemen dari departemen yang bersangkutan termasuk pengeluaran

bahan Operating Supplies (OS) yang digunakan untuk keperluan

produksi atau produk jadi untuk contoh pertinggal.

(e) Penanganan bahan yang tersimpan lama

Bahan yang tersimpan lama di gudang dengan permintaan dari IQC

untuk di retesting akan dipindahkan ke area karantina. Label karantina

disiapkan sesuai informasi yang tertera pada label released. Barang ini

setelah diuji oleh QC dan memenuhi syarat maka akan menjadi bahan

released kembali dan jika tidak memenuhi syarat maka akan menjadi

bahan rejected.

(f) Penanganan bahan yang tidak digunakan lagi

Plant Logistic Department menerbitkan scrap form yang menyebutkan

nama material, nomor material dan jumlah material yang tidak

Universitas Sumatera Utara


digunakan lagi. Scrap form harus ditandatangani oleh Head of Industrial

Affairs. Untuk bahan rusak selama penyimpanan di gudang, Plant

Logistic Department akan membuat scrap form berdasarkan laporan

dari gudang.

(g) Penanganan bahan yang kadaluarsa

Setiap satu bulan sekali IQC Department akan memberikan daftar

produk yang kadaluarsa maupun produk-produk yang hampir

kadaluarsa dan didistribusikan ke gudang. Setelah menerima daftar

tersebut, bagian gudang akan mengganti label bahan tersebut dengan

label “QUARANTINE”. Selanjutnya dari QC akan melakukan test ulang

terhadap produk-produk tersebut apakah masih bisa dipakai lagi atau

tidak. Apabila bagian QC menyatakan produk-produk tersebut masih

memenuhi syarat maka akan kembali digunakan dengan diberi label

“RELEASED” lagi. Akan tetapi jika hasil retest menyatakan sudah tidak

memenuhi syarat maka produk-produk tersebut akan diberi label

“REJECTED”.

(h) Penanganan bahan yang ditolak (rejected)

Bahan yang di rejected dari IQC Department, pada setiap kemasan

diberi label “REJECTED” dan dipindahkan ke area rejected. Apabila

bahan rejected merupakan tanggung jawab:

i. Perusahaan, maka bahan tersebut dikeluarkan dari stok dengan

membuat scrap form.

ii. Supplier/ vendor, maka dilakukan proses return to vendor.

Universitas Sumatera Utara


iii. Packaging material yang di rejected harus dihancurkan oleh PT

Aventis Pharma.

(i) Penanganan bahan yang tumpah

Penanganan bahan yang tumpah secara umum adalah dengan

mengumpulkannya dengan vacuum cleaner yang dilengkapi dengan

HEPA filter (untuk bahan padat kering) dan menggunakan lap kering

atau chemical absorbent (untuk bahan cair). Isi vacuum cleaner

dimasukkan ke dalam wadah yang diberi label yang mencakup nama isi

(generik), jumlah, dan tandai dengan “untuk dikirim ke PPLI”.

Penanganan untuk bahan berbahaya seperti Claforan dan Taxotere

ditangani sesuai dengan sifat masing-masing material.

(j) Penanganan limbah

Limbah pabrik diberi identitas dan status (untuk dimusnahkan) dan

disimpan di tempat penyimpanan limbah. Limbah dan rejected material

hanya boleh disimpan di waste/ rejected area maksimal 90 hari dan

selanjutnya harus sudah dimusnahkan atau dikirim ke PPLI.

(k) Inventory Stock Taking

Stock taking merupakan pengecekan jumlah dan jenis seluruh barang

yang ada di gudang. Tujuannya adalah mengetahui adanya

penyimpangan/ perbedaan stock secara fisik dan administratif dan

melakukan koreksi atas perbedaan stock tersebut, sehingga stock yang

ada mencerminkan keadaan sebenarnya, serta untuk mencegah secara

dini penyimpangan akibat salah guna dan dalam proses kerja. Kegiatan

ini dilakukan minimal 1 tahun sekali. Jika terdapat perbedaan antara

Universitas Sumatera Utara


aktual dan SAP dilakukan adjustment yang dibuat oleh Accounting

Department dan didistribusikan ke Plant Logistic Department,

Warehouse unit.

(l) Pemeriksaan stock barang secara acak

Pemeriksaan alamat bahan dan perhitungan stok barang secara acak

minimal 5 item berbeda setiap hari untuk setiap packaging material,

raw material dan finished good.

(m) Pelaksanakan program Health, Safety and Environment (HSE)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika bekerja di warehouse,

yaitu safety dan dilakukannya pemantauan lingkungan. Safety harus

diperhatikan karena pekerjaan di warehouse selalu berhubungan dengan

alat berat, untuk itu saat bekerja di warehouse harus memakai helm dan

sepatu khusus.

Selain itu, untuk proteksi dari suhu dingin, maka personil yang masuk

ke cold storage harus memakai pakaian khusus. Untuk safety di

warehouse sendiri, maka warehouse harus dilengkapi dengan hydrant,

fire extinguisher, sprinkler (untuk mengatasi kemungkinan kebakaran),

water barrier dan emergency exit. Pemantauan lingkungan yang

dilakukan adalah pemantauan suhu, kelembaban, dan tekanan.

3.6 Precurement Department

Selain bagian-bagian di atas, terdapat pula Precurement Department yang

terkait erat dengan divisi IA. Procurement department bertanggung jawab terhadap

pembelian (barang dan layanan) dan memastikan bahwa proses pembelian sesuai

Universitas Sumatera Utara


dengan prinsip-prinsip kebijakan perusahaan, peraturan setempat dan standar

etika. Precurement department merupakan penghubung antara user dan third

party. Hal-hal yang berada dibawah tanggung jawab precurement adalah sebagai

berikut:

a. Stock Items Industrial Affairs (COGS)

Stock item disebut juga inventory items atau COGS (cost of good sold). Yang

termasuk kategori barang-barang ini adalah bahan-bahan yang akan

digunakan dalam produksi obat di PT Aventis Pharma Jakarta, yaitu berupa

bahan baku dan bahan pengemas. Disebut stock items IA karena bahan-bahan

ini hanya dipergunakan dibagian IA (factory). Untuk barang-barang stock

items ini proses pengadaan melalui vendor evaluation dan audit yang

dilakukan bersama dengan bagian Quality Assurance.

b. Non stock Items IA (Capex & non COGS)

Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang atau jasa yang diperlukan

dalam IA namun bukan merupakan stock items. Contohnya adalah forklift,

security, daily worker, packer.

c. Non stock items commercial operations

Barang dan jasa dalam kategori ini adalah barang-barang yang diperlukan

bukan hanya oleh divisi IA tetapi juga oleh semua divisi dalam PT Aventis

Pharma. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang dan jasa seperti

travel dan hotel, stationery, office equipment, motor dan mobil.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PEMBAHASAN

PT Aventis Pharma adalah perusahaan PMA hasil penggabungan dari PT

Hoechst Marion Roussel Indonesia (Jerman) dengan PT Rhone Poulenc Rorer

(Perancis) pada bulan Mei 2001. Pusat kegiatannya berpusat di Frankfurt yaitu

Aventis AG. PT Aventis Pharma Indonesia sejak tahun 1972 sampai sekarang ini

telah melalui 4 kali proses merger. Proses merger yang terakhir adalah antara PT

Aventis Pharma Indonesia dengan PT Sanofi-Synthelabo Combiphar menjadi

Sanofi-Aventis Group. Proses merger ini baru saja dilakukan pertengahan bulan

Maret 2005. Di tingkat global proses merger ini sudah resmi berlaku, namun di

Indonesia masih dalam proses kearah penyatuan dan masing-masing masih

mempunyai manajemen sendiri. Sebagai industri farmasi, PT Aventis Pharma

memiliki kewajiban memenuhi ketentuan CPOB yang ditetapkan oleh Depkes

melalui Kepmenkes RI no. 43/Menkes/SK/II/1988 untuk memberikan jaminan

bahwa produk obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah

ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Agar mutu produk obat yang didapat selalu konsisten maka PT Aventis

Pharma selalu berpedoman kepada Global Quality Standard yaitu standar mutu

yang ditetapkan oleh induk perusahaannya dan dikombinasikan dengan standar

mutu CPOB. Pemilihan standar yang digunakan berdasarkan persyaratan yang

lebih ketat. PT Aventis Pharma telah mendapatkan Sertifikat CPOB untuk seluruh

produk atau bentuk sediaan yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh

aspek baik dari segi personalia, bangunan, peralatan, sanitasi, kesehatan karyawan,

Universitas Sumatera Utara


jaminan keamanan bagi karyawan dan hygiene (HSE), produksi, pengawasan

mutu, inspeksi diri, penanganan terhadap hasil pengamatan, keluhan dan

penarikan kembali terhadap obat yang telah beredar, proses validasi maupun

dokumentasi yang tertuang di dalam CPOB telah dipenuhi oleh PT Aventis

Pharma Indonesia.

Selain dengan adanya sertifikat CPOB yang secara hukum menunjukkan

bahwa suatu industri farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB, untuk melihat

suatu pabrik telah memenuhi persyaratan CPOB atau tidak dapat dilihat melalui

lima aspek utama yang menjadi pilar CPOB, yaitu:

1. Specification

Merupakan suatu ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh bahan

awal, peralatan dan bangunan yang digunakan dalam proses pembuatan obat.

2. Standard Operating Procedure (SOP/ Prosedur Tetap)

Prosedur tetap dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua proses

selalu dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa semua

karyawan bekerja sesuai dengan cara kerja yang sudah ditetapkan serta untuk

memastikan bahwa proses tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan CPOB.

3. Validation system

Setiap bahan, peralatan, prosedur, proses system, perlengkapan atau

mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu harus

senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, harus melewati proses

validasi. Sebelum divalidasi, setiap peralatan atau sistem harus dikualifikasi yang

meliputi DQ, IQ, OQ dan PQ. Untuk dapat dikualifikasi setiap peralatan harus

dikalibrasi.

Universitas Sumatera Utara


4. Monitoring and Evaluations

Bahwa semua kegiatan dalam pembuatan obat telah dilaksanakan sesuai

ketentuan CPOB, mutlak dibutuhkan pemantauan (monitoring) secara berkala dan

rutin dan dilengkapi dengan laporan yang tertata rapi dan lengkap. Proses

monitoring dilakukan dalam hal antara lain:

a. pemantauan jumlah partikel dan mikroba di ruang produksi

b. pemantauan program kalibrasi peralatan

c. pemantauan temperatur, tekanan dan RH ruangan

5. Documentations

Semua hal yang dilaksanakan dalam proses produksi atau sarana penunjang

lainnya harus dilaporkan dan didokumentasikan secara lengkap. Sistem

dokumentasi yang lengkap memungkinkan dilakukannya penelusuran apabila

terdapat kesalahan atau keluhan terhadap obat dikemudian hari.

PT Aventis Pharma telah memenuhi kelima aspek tersebut dalam setiap

tahapan yang berhubungan dengan proses pembuatan obat. Hal tersebut

menunjukkan bahwa CPOB telah diterapkan dalam seluruh kegiatan di PT Aventis

Pharma.

Suatu sistem penjaminan mutu menurut CPOB, harus meliputi seluruh aspek

yang menyangkut kualitas produk yaitu dengan diterapkannya Quality

Management System. Maksudnya adalah suatu sistem yang diterapkan untuk

mengetahui bagaimana meyakinkan bahwa setiap proses mendapat suatu

penjaminan (assurance). Sistem quality management ini dilakukan secara

menyeluruh terhadap setiap tahapan dari proses pembuatan obat mulai dari hulu

Universitas Sumatera Utara


sampai ke hilir. Mulai dari pemilihan pemasok bahan awal sampai dengan

penilaian terhadap distributor yang akan menyalurkan produk kita hingga ke

tangan konsumen. Untuk meyakinkan bahwa dalam setiap tahapan proses

pembuatan obat terdapat suatu sistem penjaminan mutu sesuai dengan yang

dipersyaratkan oleh CPOB maka dapat dilihat secara garis besar melalui aspek

hardware, software dan wetware yang tervalidasi dan terkualifikasi. Hardware

dapat dilihat melalui equipment (peralatan), facility (bangunan) dan utility (air,

listrik, AHU system), yang semuanya harus menunjukkan hasil sesuai dengan

syarat yang telah ditentukan dari waktu ke waktu dan telah tervalidasi dan

terkualifikasi. Hardware tidak bisa berjalan apabila tidak ada software. Oleh

karena itu, diperlukan adanya prosedur tetap, manual instruction, dll. Selain kedua

faktor diatas, terdapat wetware yaitu personil/ manusia yang juga harus

dikendalikan agar dapat menjamin kualitas produk tetap dari waktu ke waktu.

Oleh karena itu, personil harus memenuhi kualifikasi tertentu, terlatih melalui

program pelatihan kerkesinambungan. Seluruh protap yang berlaku harus

ditraningkan terlebih dahulu kepada karyawan. Untuk melihat penerapan masing-

masing aspek CPOB di PT Aventis Pharma, akan dijabarkan dalam pembahasan

berikut ini.

4.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan

tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen

izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan

penggunanya. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui

Universitas Sumatera Utara


suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua

jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para

distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan

maka diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan

diterapkan secara benar. Di PT Aventis Pharma telah menerapkan aspek

manajemen mutu dengan konsep dasar pemastian mutu, CPOB dan pengawasan

mutu.

4.2 Personalia

Aspek personalia yang tercantum di dalam CPOB memuat ketentuan

mengenai kualitas dan kuantitas karyawan. Jumlah karyawan di semua tingkatan

hendaklah cukup serta memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan sesuai

dengan tugasnya. Para karyawan tersebut juga harus memiliki kesehatan mental

dan fisik yang baik, sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional

serta memiliki sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB. Pada

CPOB juga dicantumkan mengenai pelatihan bagi para karyawan. Terdapat dua

jenis pelatihan CPOB, antara lain:

a. Pelatihan umum CPOB

Pelatihan ini mencakup teori dan praktek CPOB secara umum, pengenalan

mikroorganisme, HSE, personnel hygiene, safety awareness dan prosedur.

b. Pelatihan khusus CPOB

Pelatihan ini diberikan sesuai dengan tugas spesifik yang diberikan pada

personalia tersebut untuk dilaksanakan dalam area spesifik seperti area bersih, dan

area steril, dll.

Universitas Sumatera Utara


Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para karyawan, PT

Aventis Pharma Indonesia menyelenggarakan pelatihan untuk personalia baik

internal, eksternal maupun pengiriman karyawan ke luar perusahaan (dalam dan

luar negeri). Materi yang diberikan di antaranya teori dan praktek CPOB sehingga

sebuah sistem kerja yang baik tanpa pengawasan yang terlalu ketat namun tetap

berjalan sesuai prosedur karena tiap pekerjanya sudah berorientasi pada CPOB.

Selain itu, materi tentang kepedulian terhadap HSE, pengenalan mikroorganisme

dan pelatihan khusus sesuai dengan bidang tugas masing-masing karyawan juga

diberikan.

Untuk menjamin pelaksanaan sistem pengendalian mutu secara menyeluruh

maka pada struktur organisasi Industrial Affairs Division, terdapat departemen

produksi dan Departemen Operasi Mutu, yang masing-masing dipimpin oleh

orang yang berlainan, yang saling tidak bertanggung jawab satu terhadap yang

lain. Manajer Produksi dan Manajer Operasi Mutu adalah seorang apoteker yang

cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri

farmasi sehingga memungkinkan pelaksanaan tugas secara baik. Manajer Operasi

mutu dan Manajer Produksi sama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan dan

pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan

pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi proses, latihan personalia dan hal-

hal lainnya yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab mereka.

Bagian produksi dan pengawasan mutu ditunjang oleh bagian lain yang

berperan dalam menjaga kelangsungan operasional industri yaitu TSD, HSE

departement, D&S department, purchasing department, yang masing-masing

dipimpin oleh seorang manajer. Masing-masing manajer bertanggung jawab

Universitas Sumatera Utara


terhadap Industrial Affairs Head (Plant Manajer). Dibawah jajaran manajer

terdapat supervisor untuk masing-masing bagian yang bertanggung jawab kepada

manajer. Supervisor bertugas untuk melaksanakan supervisi secara langsung

terhadap bidang tugasnya dan mengontrol pelaksanaan kegiatan teknis yang

dilakukan oleh tenaga teknis. Untuk pelaksanaan kegiatan teknis terdapat tenaga

teknis yang memiliki keahlian khusus dibidangnya seperti operator atau analis.

4.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat menurut CPOB haruslah memiliki ukuran,

rancang bangun, konstruksi serta tata letak yang memadai agar memudahkan

dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Rancang

bangun dan tata letak ruang produksi dibangun sedemikian rupa yaitu dengan

melakukan pengelompokan kegiatan produksi sesuai jenis produk supaya kegiatan

dapat berlangsung tanpa harus berhubungan dengan daerah di luar kegiatannya,

sehingga seluruh karyawan dan arus kerja dapat berjalan lancar, komunikasi dan

pengawasan dapat berjalan secara efektif, dan ketidakteraturan dapat dihindari.

Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak ruang, mempertimbangkan

hal-hal seperti :

a. Kesesuaian dengan kegiatan yang lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana

yang sama atau berdampingan.

b. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan

produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya berhubungan mengikuti alur

tahap produksi.

c. Kesesuaian antara luas ruangan kerja dengan peralatan yang ada.

Universitas Sumatera Utara


Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu dibuat kedap air, tidak

terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel,

mencegah pertumbuhan mikroba. Agar mudah dibersihkan dan tahan terhadap

metode pembersihan dan bahan pembersih, maka lantai dilapisi dengan cat epoksi.

Lantai epoksi yang digunakan dalam bangunan merupakan lantai kedap air dan

digunakan sebagai pencegahan dari rembesan air tanah. Lantai tersebut harus

dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya dan

dapat menjadi tempat akumulasi debu serta kotoran. Upaya yang dilakukan untuk

menghindari kerusakan pada lantai antara lain dengan penggunaan sepatu khusus

yang beralaskan karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit maupun

lantai dihilangkan dan menggantinya menjadi bentuk lengkungan (skirting) untuk

mencegah akumulasi debu dan kotoran serta memudahkan pembersihan.

Bangunan, sarana dan fasilitas yang dimiliki PT SA adalah:

a. Gudang yang terdiri dari area penerimaan, pengeluaran, karantina,

penyimpanan, administrasi.

b. Produksi yang terdiri dari area penimbangan, pengolahan yang terdiri dari

cream dan solid, pengemasan, pencucian bahan pengemas, pencucian

peralatan bersih, ruang ganti pakaian, pengolahan dan pengemasan, toilet,

administrasi, sarana pengaturan tata udara dan laboratorium. Persyaratan

ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (terhadap partikel dan cemaran

mikroba), suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan perbedaan tekanan udara.

Dalam ruang produksi dilaksanakan pengendalian lingkungan secara terus-

menerus hingga memenuhi syarat pembuatan obat dan mencegah terjadinya

kontaminasi seperti misalnya pengendalian terhadap kualitas udara, suhu dan

Universitas Sumatera Utara


tekanan maupun pengendalian terhadap kebersihan ruangan serta peralatan yang

digunakan. Bangunan industri di PT Aventis Pharma sudah dirancang sesuai

dengan Aventis Global Standard. Cara keluar masuk karyawan pabrik diatur untuk

menjamin bahwa kondisi ruangan tetap memenuhi persyaratan yang telah

ditentukan.

Pembagian ruangan di PT Aventis Pharma didasarkan atas jumlah partikel

(dalam keadaan beroperasi dan tak beroperasi), jumlah mikroba dalam ruangan,

perbedaan tekanan antar ruangan, pergantian udara, temperatur dan RH.

Perbedaan tekanan, temperatur dan RH ruangan diatur oleh fasilitas Air Handling

Unit (AHU). Pengaturan udara ini penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi

silang serta menjaga supaya karyawan tidak terpapar zat-zat yang berbahaya

selama proses produksi berlangsung.

Area di PT Aventis Pharma terbagi menjadi 3 kelas yaitu kelas 1, kelas 2

dan kelas 3. Pembagian kelas area ini mengikuti aturan Global Quality Standard

yang berbeda dengan klasifikasi area menurut CPOB. Setiap ruangan di PT

Aventis Pharma ditata sedemikian rupa sehingga area kelas 3 dan kelas 2 tidak

terkontaminasi melebihi batas yang telah ditetapkan (mix-up prevention).

Sistem AHU didesain dan dikontrol oleh TSD untuk menjamin bahwa

AHU dapat selalu men-supply udara bersih dengan RH, temperatur dan tekanan

yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh PT Aventis Pharma.

Untuk itu, perlu dilakukan pengawasan secara rutin terutama pada beberapa

komponen penting di sistem AHU. Setiap 6 bulan sekali dilakukan proses

kualifikasi sistem AHU.

Universitas Sumatera Utara


Adanya air lock pada ruang-ruang tertentu seperti di ruang granulasi, tableting,

penyalutan serta ruang antara Warehouse dan Processing berfungsi untuk

mencegah kontaminasi silang antar ruangan. Rancang bangun dan tata letak ruang

di PT Aventis Pharma juga memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan

dalam CPOB daam rangka menghindari kontaminasi silang, antara lain adanya

pengendali cemaran udara sekitar dengan memberlakukan perbedaan tekanan

udara yang tepat dalam daerah proses atau menggunaakan sistem penghisap udara

dan penyaring udara yang memadai.

Tekanan ruang di koridor kelas 3 bertekanan lebih positif daripada di

ruang-ruang produksi untuk menjaga supaya zat-zat/ material-material yang ada di

dalam ruang tidak beterbangan keluar dan mengotori koridor.

Di daerah produksi terdapat ruang transit material untuk memindahkan

barang dari gudang ke area kelas 3 atau kelas 2, yang bertujuan untuk menghindari

penyebaran debu dari gudang ke area kelas 3 atau kelas 2. Selain itu, terdapat

Gowning area untuk meminimalkan terjadinya pengotoran oleh partikel debu yang

terbawa oleh karyawan.

Seluruh bangunan PT Aventis Pharma, termasuk daerah produksi,

laboratorium, gudang, area perkantoran terawat dengan baik dan senantiasa dalam

keadaan rapi dan bersih. Seluruh bangunan dilengkapi dengan peralatan dan

utilitas untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada

terciptanya sanitasi, hygiene, keamanan dan keselamatan kerja serta kelestarian

lingkungan sekitar.

Gudang dibuat terpisah dari bangunan produksi tetapi masih disediakan

beberapa akses keluar masuk yang ketat dari gudang ke bangunan produksi.

Universitas Sumatera Utara


Daerah penyimpanan barang di gudang dikelompokkan berdasarkan status

material yang bersangkutan (quarantine/ released/ rejected), suhu penyimpanan

dan tipe material (bahan baku, produk jadi, bahan pengemas). Setiap bangunan PT

Aventis Pharma dilengkapi dengan pintu emergency untuk keadaan darurat. Pintu

ini selalu ditutup rapat untuk mencegah pencemaran.

4.4 Peralatan

Sesuai dengan CPOB, peralatan yang digunakan dalam produksi hendaklah

memiliki konstruksi, ukuran dan penempatan yang memadai dan disesuaikan

dengan kapasitas produksi sehingga terjamin keseragaman produk dari batch ke

batch.

Untuk tiap proses, peralatan diletakkan dalam ruangan terpisah dengan alat

untuk proses lainnya dengan tujuan untuk mempermudah proses produksi. Dan

bila terdapat lebih dari satu alat dalam satu ruang maka peralatan dibuat tidak

berdekatan untuk memberi keleluasaan bekerja dan mencegah kontaminasi. Pada

tiap kegiatan yang dapat menimbulkan debu (fines) terdapat dust collector seperti

kegiatan penimbangan, produksi tablet, dsb.

Penempatan peralatan diatur untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang,

dengan cara menempatkan alat pada tempat yang terpisah. Peralatan ditempatkan

dengan jarak yang cukup renggang dengan peralatan lain sehingga memberikan

keleluasaan kerja dalam memastikan tidak terjadinya mix-up atau kekeliruan.

Setiap peralatan diberi tanda yang jelas mengenai kode pengenal serta status

penggunaan alat. Pemeliharaan alat dilakukan secara rutin oleh bagian teknik dan

Universitas Sumatera Utara


produksi berupa periodic maintenance yang diatur dengan menyesuaikan jadwal

produksi agar kegiatan produksi tidak terganggu.

Peralatan di PT Aventis Pharma ditempatkan dengan benar sehingga

memudahkan pembersihan, perawatan dan perbaikan. Seluruh peralatan utama dan

kritis yang digunakan harus dikualifikasi terlebih dahulu meliputi kualifikasi

instalasi (IQ), kualifikasi operasional (OQ) dan kualifikasi kinerja (PQ). Cara

kualifikasi di PT Aventis Pharma telah diuraikan dalam prosedur tetap kualifikasi

peralatan. Peralatan selalu dibersihkan secara teratur sesuai prosedur pembersihan

alat yang dirinci dalam prosedur tetap. Semua peralatan di PT Aventis Pharma

memiliki dokumen kualifikasi, prosedur tetap untuk operasional, pembersihan dan

pemeliharaan, serta log book untuk kalibrasi dan pemakaian alat. Peralatan yang

digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat selalu diperiksa

ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi berdasarkan jadwal dan prosedur tetap

kalibrasi. Tiap peralatan yang digunakan selalu dilengkapi catatan yang

menerangkan pemeliharaan, penggunaan, kalibrasi dan perbaikan dalam satu

kesatuan pencatatan. Peralatan yang menggunakan software atau sistem yang

diakses “password” harus dalam keadaan terkunci ketika meninggalkan alat atau

komputer.

Setiap peralatan yang akan digunakan untuk pengujian harus dipastikan

bahwa jadwal kalibrasi peralatan tersebut masih berlaku, sehingga hasil yang

diperoleh dari pengujian menggunakan peralatan tersebut dapat dipertanggung

jawabkan dan menunjukkan hasil yang sebenarnya. Untuk peralatan yang

digunakan untuk proses produksi obat, sebelum digunakan harus dipastikan

terlebih dahulu bahwa alat tersebut telah dibersihkan sebelumnya dan telah

Universitas Sumatera Utara


ditempeli label BERSIH. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk

oleh produk yang dibuat sebelumnya. Untuk peralatan produksi juga terdapat

prosedur validasi pembersihan peralatan yang bertujuan untuk memastikan dan

membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang dilakukan sesuai dengan

protap yang telah ditetapkan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen

serta mengurangi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah

ditetapkan.

4.5 Sanitasi dan hygiene

Ruang lingkup sanitasi dan higiene menurut CPOB meliputi higiene personal,

bangunan, fasilitas, peralatan dan setiap aspek yang mungkin dapat menjadi

sumber pencemaran produk. Selain itu juga perlu dilakukan validasi terhadap

prosedur pembersihan dan sanitasi. Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi

hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. PT Aventis Pharma

menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi, meliputi personalia,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan setiap hal yang dapat

merupakan sumber pencemaran produk. Mutu produk harus dijaga agar terbebas

dari kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun karyawan. Oleh karena itu,

penerapan sanitasi dan hygiene karyawan mutlak diperlukan dalam proses

pembuatan obat.

Selain itu PT Aventis Pharma Indonesia sangat memprioritaskan kesehatan

dan keselamatan kerja karyawan dan lingkungannya, agar terhindar dari paparan

produk yang berbahaya. Untuk itu PT Aventis Pharma Indonesia melaksanakan

seluruh kegiatannya menggunakan standar yang ditetapkan oleh HSE. HSE PT

Universitas Sumatera Utara


Aventis Pharma berpedoman kepada Global HSE Standard, suatu standard yang

bertujuan untuk meminimalkan bahaya paparan produk terhadap lingkungan dan

karyawan.

Program sanitasi dan higiene personalia yang diterapkan antara lain program

pemeriksaan kesehatan dan penerapan kebersihan perorangan seperti cuci tangan

sebelum memasuki ruang produksi, penggunaan pakaian bersih serta kebiasaan

higienis seperti dilarang makan di ruang produksi. Untuk menjamin keamanan

karyawan dan untuk menjamin perlindungan terhadap produk dari pencemaran,

maka karyawan menggunakan pakaian pelindung badan yang bersih dan juga alat

pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan kacamata.

Tindakan nyata yang telah dilaksanakan oleh HSE adalah pelatihan yang

menyangkut lingkungan, kesehatan dan kesejahteraan kerja. Contohnya yaitu

pelatihan protap yang diintegrasikan antara CPOB dan HSE. Di bidang kesehatan

setiap tahun dilaksanakan pemeriksaan kesehatan pada seluruh personalia untuk

mengetahui hubungan antara jenis kegiatan yang dilakukan dengan perkembangan

kesehatannya. Evaluasi hasil pelaksanaan program HSE masih berdasarkan

laporan terjadinya kecelakaan kerja.

Di PT Aventis Pharma, bangunan dilengkapi dengan toilet, tempat cuci

tangan dalam jumlah yang cukup dan letaknya terjangkau dari tempat kerja

karyawan. Selain itu, di daerah produksi dan juga laboratorium disediakan loker

untuk menyimpan barang-barang pribadi karyawan. Seluruh bangunan, termasuk

daerah produksi, laboratorium, gudang, gang dan daerah sekeliling gedung dirawat

secara berkala sehingga tetap terjaga kebersihannya. Semua peralatan yang

digunakan akan dibersihkan menurut prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga

Universitas Sumatera Utara


dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Sebelum dipakai, kebersihannya harus

selalu diperiksa ulang untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan di bets

sebelumnya telah dihilangkan. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan dan

sanitasi disimpan dengan baik.

Higienitas dari setiap operator yang terlibat langsung dalam proses

pembuatan obat, dapat dilakukan dengan kepedulian perusahaan yang selalu

memperhatikan segala macam atribut yang dikenakan operator. Pakaian bersih

yang selalu terjadwal penggantiannya akan sangat membantu dalam pembentukan

obat yang berkualitas tinggi. Perusahaan dapat mengoptimalkan petugas bagian

kebersihan pakaian atau memakai jasa dari pihak yang bersertifikasi dalam

pencucian pakaian secara higienis dengan mengatur periode penggantian pakaian

minimal dua minggu sekali. Operator dilarang bekerja apabila mengidap penyakit

infeksi, luka terbuka, gatal, bisul atau penyakit kulit lainnya. Tidak memakai

kosmetik yang berlebihan, cuci tangan atau mandi dengan cleaning agents atau

sabun antiseptik.

Prosedur sanitasi dan higiene dievaluasi secara berkala untuk memastikan

bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu

memenuhi persyaratan.

4.6 Produksi

Proses produksi dilakukan berdasarkan Prosedur Pengolahan Induk sehingga

diharapkan hasil setiap proses sesuai dengan persyaratan yang diminta. Mutu obat

yang dihasilkan tidak hanya ditentukan pada hasil akhir analisa obat tetapi juga

ditentukan sejak kedatangan material serta awal proses produksi dimulai. Untuk

Universitas Sumatera Utara


menjamin kualitas obat yang dihasilkan dilakukan pengawasan baik terhadap

bahan awal, bahan pengemas, produk ruahan maupun produk jadi. Selain

persyaratan terhadap bahan dan produk obat juga ada persyaratan yang

diperuntukkan bagi karyawan yang bertugas di area produksi, seperti

menggunakan pakaian khusus yang meminimalkan terjadinya kontaminasi dari

tubuh karyawan ke dalam area produksi.

Semua bahan awal yang digunakan dalam kegiatan produksi, telah dinyatakan

lulus oleh unit QC. Di PT Aventis Pharma, pemindahan barang dari gudang ke

area kelas 3 dan kelas 2 melewati ruang transit material menggunakan sistem air

lock, untuk menghindari pencemaran ke area produksi. Sebelum proses

pengolahan dilaksanakan, dilakukan check list terhadap suhu, kelembaban dan

tekanan udara dan semua hasil pemeriksaan tersebut dicatat. Semua peralatan yang

digunakan dalam proses produksi harus diperiksa sebelum digunakan. Semua

peralatan dan ruangan diberi identitas yang jelas sehingga tidak menimbulkan

salah identifikasi.

Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process

Control (IPC) sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan

melalui kerjasama antara Production Department dengan QC Unit. Selama proses

IPC, dilakukan evaluasi parameter-parameter kritis diantaranya adalah kadar air,

ukuran partikel, keseragaman kadar granul, keseragaman bobot, kekerasan,

keregasan, waktu hancur, disolusi dan keseragaman kadar zat aktif tablet.

Sampling dilakukan oleh Production Department, sedangkan pemeriksaannya

dilakukan bersama-sama oleh Production dan QC. Production Department hanya

melakukan pemeriksaan keseragaman bobot, keregasan, kekerasan, waktu hancur

Universitas Sumatera Utara


dan kadar air granul. Pemeriksaan yang lebih rumit seperti pemeriksaan kadar zat

aktif tablet dan uji disolusi dilakukan oleh QC. Proses pengemasan dilakukan di

dua tempat, yaitu pengemasan primer dilakukan di area kelas 3, sedangkan

pengemasan sekunder dilakukan di area kelas 2. Bentuk pengawasan mutu dalam

pengemasan ini adalah pemeriksaan kebocoran blister dan strip yang dilakukan

setiap 1 jam sekali. Pemeriksaan kebocoran pengemas ini dilakukan dengan

merendam produk dalam pewarna makanan yang berwarna biru. Penandaan pada

label, dus ataupun komponen lain dengan nomor batch, tanggal daluarsa dan

informasi lain diawasi secara ketat pada setiap tahap pengemasan. Sisa produk

atau produk yang rusak selama pengemasan, dihitung, dicatat kemudian

dihancurkan. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke Warehouse untuk dikarantina.

Keputusan apakah produk bersangkutan dapat dipasarkan atau tidak (released atau

rejected) tergantung dari hasil pemeriksaan dari QC.

4.7 Pengawasan Mutu

Sebagai salah satu bagian penting dari CPOB, pengawasan mutu merupakan

bagian yang harus dapat memastikan bahwa setiap produk obat yang dibuat mulai

dari bahan baku, bahan kemasan, hingga produk jadi telah memenuhi persyaratan

mutu. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua

tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal

pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Terdapat dua departemen yang

paling bertanggung jawab terhadap mutu produk atau mutu secara keseluruhan,

yaitu: Departemen Quality Assurance (QA) dan Departemen Quality Control

(QC).

Universitas Sumatera Utara


Unit Pengawasan Mutu memiliki sarana laboratorium pemeriksaan yang

sangat baik. Laboratorium dilengkapi dengan peralatan/ instrumen yang lengkap.

Ada tiga laboratorium di departemen ini, yaitu laboratorium kimia, laboratorium

instrumen dan laboratorium mikrobiologi. Dalam melakukan tugasnya, seluruh

personil diwajibkan untuk memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti

masker, kacamata dan sarung tangan yang disesuaikan dengan keperluannya.

Laboratorium instrumen memiliki peralatan yang memadai dalam pengujian.

Peralatan dikalibrasi menurut jadwal yang telah ditetapkan. Tanggal kalibrasi dan

perawatan yang telah dilakukan serta tanggal kalibrasi dan perawatan berikutnya

tertera pada masing-masing instrumen. Alat-alat yang rusak atau sedang dalam

perbaikan diberi identitas yang jelas sehingga tidak terjadi kesalahan dalam

melakukan pengujian. Seluruh peralatan juga dilengkapi dengan prosedur tetap

untuk pengoperasiannya yang diletakkan di dekat instrumen atau peralatan

bersangkutan.

Di laboratorium kimia, pereaksi yang dibuat diberi label yang sesuai, seperti

nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan, batas waktu penggunaan dan tanda

tangan petugas yang membuat pereaksi yang bersangkutan. Dengan demikian

identitas seluruh pereaksi yang digunakan dapat diketahui dengan jelas guna

menjamin kebenaran hasil pengujian. Selain itu, terdapat pula baku pembanding

yang disimpan secara rapi menurut kondisi penyimpanannya. Unit Pengawasan

Mutu, dalam hal ini unit QC juga melakukan validasi metode analisis, kalibrasi

instrumen serta membantu atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi

proses yang dilakukan oleh Departemen Produksi.

Universitas Sumatera Utara


Setelah proses produksi selesai, pengawasan mutu terus dilakukan yang

diwujudkan dalam bentuk pemeriksaan hasil akhir dari masing-masing tahapan

proses. Pemeriksaan ini dilakukan oleh QC. Aktivitas QC meliputi pemeriksaan

raw material, baik bahan aktif (active pharmaceutical ingredient) maupun

eksipien, pemeriksaan packaging material (secondary dan primary), pemeriksaan

produk ruahan dan obat jadi serta penanganan dan penyimpanan contoh

pertinggal. Pemeriksaan tersebut didasarkan pada CoA yang menyertai pengiriman

produk dan spesifikasi yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma. Hasil

pemeriksaan dituangkan dalam Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan selanjutnya

dibuat form TT 775 untuk menetapkan status produk tersebut (released atau

rejected). Pengesahan status produk dilakukan oleh QC Supervisor.

Produk jadi yang telah diluluskan dipantau dengan uji stabilitas secara berkala

terhadap contoh petinggal. Tujuan uji stabilitas adalah untuk menentukan waktu

kadaluwarsa produk, memastikan produk stabil sampai tanggal kadaluwarsa yang

tercantum pada label, memenuhi syarat registrasi obat jadi, menentukan jenis

kemasan yang tepat, dan untuk mengetahui keseragaman cara pembuatan dari

batch ke batch. QA bertanggung jawab dalam pemberian jaminan bahwa obat

yang dibuat dan dipasarkan telah memenuhi persyaratan CPOB, HSE dan standar

yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma (Global Quality Standard). Mutu produk

tidak hanya diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan terhadap produk

akhir tetapi mutu harus dibentuk ke dalam produk sejak awal. Oleh karena itu, QA

selalu mengontrol setiap langkah dalam proses produksi, melakukan analisa bila

terjadi kegagalan, serta melakukan audit terhadap supplier dan semua aspek yang

mempengaruhi mutu produk.

Universitas Sumatera Utara


4.8 Inspeksi Diri

Inspeksi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menilai

kesesuaian seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dalam industri farmasi

sesuai dengan ketentuan CPOB. Serta untuk mengevaluasi dan menentukan

tindakan apa yang harus diambil sebagai langkah korektif jika terjadi suatu

penyimpangan. Kegiatan ini harus dilakukan secara teratur untuk menjamin

tercapinya kesesuaian secara kontinu. Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim

auditor yang kompeten serta memahami peraturan/ regulasi yang terkait secara

teoritis maupun praktis. Dengan adanya inspeksi diri, maka dapat dilakukan

perbaikan terus menerus terhadap berbagai kelemahan karena program ini

berperan sebagai suatu sistem kontrol untuk perbaikan mutu. Inspeksi diri memacu

setiap departement untuk selalu menerapkan dan meningkatkan kesadaran CPOB

pada setiap personil.

Inspeksi diri dilakukan untuk mengetahui cacat, baik yang kritis, berdampak

kecil maupun besar. Dalam melakukan inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali

cacat dan kelemahan melainkan juga menetapkan cara-cara efektif untuk

mencegah dan memperbaikinya. Inspeksi diri dilakukan secara teratur dan

berbeda-beda frekuensinya, dan dilakukan oleh orang yang berkompeten dalam

perusahaan untuk menjaga standar mutu sesuai persyaratan perusahaan.

Pelaksanaan inspeksi diri ini dilakukan oleh Unit Quality Assurance. Temuan-

temuan dari hasil inspeksi diri selanjutnya dipertimbangkan dalam penyusunan

kebijakan baru, agar penyimpangan yang terjadi tidak terulang dimasa mendatang.

Universitas Sumatera Utara


4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat

Kembalian

Berdasarkan jenisnya, keluhan dibagi dua yaitu pertama yang menyangkut

Efek Samping Obat (ESO) dan menyangkut Keluhan Teknis Kualitas Obat

(KTKO). Keluhan yang berhubungan dengan medis ditujukan ke Medical &

Regulatory Division, sedangkan yang menyangkut KTKO ditujukan ke

Departemen Operasi Mutu (QO Department). Penanganan keluhan menjadi

tanggung jawab dan dikelola dengan cepat karena menyangkut nama baik

perusahaan. Semua keluhan harus diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak

lanjut yang sesuai dengan cara penyelesaian yang sebaik mungkin. Keluhan

terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Keluhan dari

dalam perusahaan dapat berasal semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan

manufaktur. Sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat berasal dari

distributor, dokter, pasien, apoteker, rumah sakit/ klinik, pemerintah (BPOM) dan

media massa.

Tindak lanjut dari keluhan dapat berupa penggantian produk atau penarikan

produk. Penarikan kembali obat dilakukan bila ditemukan ada produk obat yang

tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek

samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan obat jadi ini

dapat dilakukan atas keinginan produsen (misalnya karena stabilitas obat tidak

baik) atau keinginan Badan POM (keluhan dari segi medis dan farmasi).

Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan

bila perlu setelah didapatkan hasil pemeriksaan contoh pertinggal di laboratorium

QC. Penarikan obat jadi harus cepat dan tuntas. Maksudnya, semua obat yang

Universitas Sumatera Utara


telah terlanjur beredar di tingkat distributor, sub-distributor maupun pengecer

(toko obat, apotek) dan pemakai langsung (RS, dokter) diusahakan untuk dapat

ditarik kembali.

Penarikan kembali obat hendaklah diselidiki hingga tingkat mana produk

tersebut ada pada jarigan distribusi dan hasil penyelidikan ini membuat tingkat

embargonya. Tingkat penarikan kembali obat jadi ditentukan berdasarkan luas dan

jauhnya obat jadi tersebut beredar di pasaran. Terdapat empat tingkat peredaran

obat di pasar, yakni:

a. Tingkat I : Bila obat baru mencapai distributor pusat.

b. Tingkat II : Bila obat sudah mencapai sub-distributor (di daerah).

c. Tingkat III : Bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana

pelayanan obat seperti apotek, rumah sakit, poliklinik dan took obat.

d. Tingkat IV : Bila obat sudah didistribusikan secara luas dan telah mencapai

konsumen seperti dokter, serta pemakai akhir yaitu pasien.

Dalam kasus reaksi merugikan dari obat, penarikan kembali sebaiknya

dilaksanakan sampai tingkat konsumen. Dokumentasi yang dapat mendukung

pelaksanaan penarikan kembali obat adalah catatan distribusi obat. Penghentian

pembuatan obat dapat merupakan keputusan produsen sendiri atau keputusan

pemerintah (Badan POM). Untuk mempermudah Penarikan Kembali Obat Jadi

(PKOJ), PT Aventis Pharma melakukan audit kepada distributor yang akan

dipilih. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu produk PT Aventis Pharma agar

setelah keluar dari pabrik dapat terjamin mutunya saat sampai ke konsumen.

Salah satu penilaian untuk distributor terpilih ini adalah distributor

mempunyai suatu sistem distribusi yang baik artinya mengetahui kemana saja

Universitas Sumatera Utara


produk tersebut didistribusikan. Tes yang dilakukan adalah Mock Test Product.

Tes ini merupakan simulasi penarikan obat jadi dimana PT Aventis Pharma secara

tiba-tiba mengirimkan berita penarikan obat jadi kemudian dilihat respons

distributornya. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang

kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan atau sebab

lain yang dapat menimbulkan kerugian jika obat tersebut digunakan. Karena itu

dibuatlah prosedur untuk menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan

serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diolah kembali atau dimusnahkan.

Obat kembalian disimpan di gudang pada tempat khusus dan menunggu keputusan

QC, apakah akan dikemas ulang, di-rework, atau dimusnahkan. Obat kembalian

yang tidak dapat diolah kembali akan dimusnahkan dan dibuatlah Berita Acara

Pemusnahannya.

4.10 Dokumentasi

Salah satu hal yang sangat esensial dalam pengoperasian suatu perusahaan

farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB adalah dokumentasi. Dokumen

pembuatan obat yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi,

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan

pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen. Sistem

dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaknya mengutamakan tujuannya

yaitu menentukan, memantau atau mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan

pengendalian mutu.

Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas

mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus

Universitas Sumatera Utara


dilaksanakan sehingga memperkecil risiko kekeliruan. Dengan sistem

dokumentasi yang rapi memungkinkan dilakukannya penelusuran apabila terjadi

kesalahan atau keluhan terhadap produk dikemudian hari. Dokumentasi dirancang

dan digunakan untuk menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh

aspek produksi dan pengendalian mutu. Di PT Aventis Pharma, semua kegiatan di

setiap departemen sudah memiliki dokumentasi mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Semua dokumen

disahkan oleh departemen terkait, atas persetujuan Departemen Operasi Mutu.

Semua dokumen mempunyai sistem penomoran yang memudahkan penelusuran

apabila diperlukan, dan dijaga agar selalu aktual untuk itu setiap dokumen ditinjau

ulang secara berkala atau dilakukan perbaikan bila diperlukan yang diatur dalam

protap penanganan dokumen.

4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat

secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk

diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manjemen Mutu

(Pemastian Mutu).

PT Aventis Pharma melakukan kerjasama dengan produsen lain dalam hal

ini PT Boehringer Ingelheim Indinesia untuk pembuatan beberapa produknya,

Universitas Sumatera Utara


seperti Flagyl 1.0g; 0,5g Suppositoria (metronidazole), Flagy Oral Suspension

60ml (benzoyl metronidazole), Flagystatin ovule (metronidazole dan nystatine),

Novalgin drops 10ml (metamizol NaH2O), Novalgin Syrup 60ml (metamizol

natrium), Orudise E 100 FCT, Toplexil Syrup 60ml, 120ml (oxomemazine base,

guaifenesin), Peflacine tablet 10’S (pefloxacine), Profenide Supository, dan

Profenide E 100 FCT.

4.12 Kualifikasi dan Validasi

CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di

industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi

validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis

dari kegiatan yang dilakukan. Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan

peralatan di Industri Farmasi. Kualifikasi terdiri atas empat tahap, yaitu Design

Qualification (DQ), Instalation Qualification (IQ), Operational Qualification

(OQ) dan Performance Qualification (PQ). Keempat tahapan kualifikasi dilakukan

untuk peralatan dan sistem baru sedangkan untuk peralatan dan sistem yang

dimodifikasi tahap Design Qualification tidak dilakukan. Di PT Aventis Pharma

telah dilakukan validasi dan kualifikasi terhadap aspek fasilitas, sistem, proses dan

peralatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh PT Aventis Pharma dalam

Global Quality Standard.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. PT Aventis Pharma telah menerapkan setiap aspek CPOB dengan baik dan

mengicu pada GMP internasional dan Aventis Global Standard dalam hal

menjamin kualitas produk yang dihasilkan

2. Apoteker memiliki peranan penting di industri farmasi sebagai pendorong

dan pengarah dalam penerapan CPOB, serta yang berkaitan dengan mutu

obat terutama pada posisi kunci, yaitu di bidang manufacturing (Production

Department) dan pengawasan mutu (Industrial Quality and Compliance

Department). Apoteker bertanggung jawab untuk memastikan dan

mengawasi pelaksanaan CPOB di industri farmasi. PT Aventis Pharma telah

memaksimalkan peran apoteker dengan baik pada posisi kunci.

5.2 Saran

1. Penerapan setiap aspek CPOB di PT Aventis Pharma perlu terus

dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk

yang dihasilkan. Peningkatan kesadaran karyawan akan pentingnya

penerapan CPOB dalam segala aspek

2. Perlunya pengembangan sistem peralatan pada bagian packaging area dari

manual system ke automatic system sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif

dan efisien

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai