Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian

Perusahaan farmasi atau perusahaan obat-obatan adalah perusahaan bisnis

komersial yang fokus dalam meneliti, mengembangkan dan mendistribusikan obat.

Mereka dapat membuat obat generik atau obat bermerek. Untuk dapat bertahan

perusahaan farmasi harus menjual produk kepada pelanggan untuk mendapatkan

keuntungan (Jaconelli, 2008). Saat ini ada 199 jumlah perusahaan farmasi yang

beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 35 perusahaan adalah PMA

(Penanaman Modal Asing) dengan pangsa pasar yang diperkirakan mencapai 29.5%.

Empat perusahaan lain adalah BUMN dengan pangsa pasar sebesar 7,0% dan sisanya

PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan pangsa pasar 63.5%.

Sebanyak 10 besar perusahaan Farmasi di tahun 2010 umumnya didominasi

oleh 9 perusahaan lokal yaitu Sanbe Farma, Kalbe Farma, Dexa Medica, Bintang

Toedjoe, Tempo Scan Pacific, Kimia Farma, Konimex, Phapros, Indofarma dan 1

perusahaan PMA yaitu Pfizer. Market share dari 10 perusahaan terbesar ini kurang

lebih 40%. Kompleksifitas dan banyaknya kompetitor di dalam negeri menambah

sulitnya penjualan obat kepada customer. Salah satu penunjang keberhasilan

penjualan obat bagi perusahaan farmasi adalah dengan adanya management supply

chain yang baik sehingga menjadi keunggulan kompetitif perusahaan tersebut

(Angell, 2004).

1
Banyak perusahaan yang mengalami kerugian yang cukup besar, karena tidak

terintegrasinya masalah pengadaan logistic, gejalanya adalah terjadinya kelebihan

atau kekurangan persediaan, kerusakan, kesalahan pengiriman, kehilangan. Sejauh

ini, Kejadian seperti itu dapat dihindari dengan mengintegrasikan semua kegiatan

logistik mulai dari ujung pemasok paling awal sampai ke konsumen paling akhir.

Konsep integrasi logistik ini disebut dengan supply chain atau rantai pasokan yang

juga merupakan salah satu upaya peningkatan mutu perusahaan farmasi secara

internal.

Rantai pasokan adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan baku

menjadi barang setengah jadi dan produk jadi, pelayanan serta pengiriman ke

pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan penjualan

produk, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dan

distributor (Heizer dan Render, 2004). Manajemen rantai pasokan. (MRP) mencakup

seluruh kegiatan arus dan transformasi barang mulai dari bahan mentah sampai

produk jadi, dan penyaluran ke tangan konsumen, termasuk aliran informasinya.

Bahan baku dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasokan. Kegiatan

MRP dalam pelaksanaannya melibatkan secara langsung ataupun tidak langsung

semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan dengan perusahaan inti, sebagai

contohnya adalah PBF (Pedagang Besar Farmasi)

Pada tahun 2014 dilaksanakan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).

Program JKN dibentuk sebagai tanggung jawab pemerintah untuk memberikan

pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, terutama golongan yang tidak


2
mampu. Dengan demikian, masyarakat golongan menengah kebawah mengalami

kesulitan dalam memenuhi standar kesehatan sehingga program JKN akan

mengedepankan produk obat obat generik. Dengan adanya program ini secara

langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi MRP (Manajemen Rantai

Pasokan) pada PBF (Pedaganag Besar Farmasi) sebagai pemasok atau pensuplai obat

di apotek dan di Rumah Sakit yang menjadi pelanggan utama perusahan farmasi. Inti

dari persaingan perusahaan-perusahaan sekarang ini terletak pada bagaimana sebuah

perusahaan mampu menciptakan produk atau jasa yang lebih baik, dan lebih cepat

pendistribusiannya dibandingkan dengan pesaing bisnisnya. Pengintegrasian ini

akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas, selain itu, lebih jauh lagi menciptakan

keunggulan kompetitif tertentu bagi perusahaan terkait.

PBF Kimia Farma Yogyakarta adalah satu contoh perusahaan yang bergerak

di suplai obat di rumah sakit maupun apotek di Yogyakarta yang sangat

memperhatikan mutu, kecepatan serta ketepatan pelayanannya dalam mensuplai

obat. Kenaikan angka pasien rawat jalan, rawat inap, serta banyaknya pasien yang

membeli obat di apotek yang naik tajam membutuhkan suplai obat yang cepat dan

efektif. Oleh karena itu, PBF Kimia Farma Yogyakarta sangat mengedepankan MRP

karena memiliki peran yang sangat penting dalam hal mencapai keberhasilan bisnis

perusahaan. Namun sejauhmana keefektifan, pengaruhnya, serta strategi Manajemen

Rantai Pasokan yang digunakan dalam menghadapi perubahan sistem kesehatan

akibat program JKN perlu ditinjau lebih jauh lagi, guna mengevaluasi kinerja yang

mengarah pada perkembangan berkelanjutan (continous improvement).

3
a. Perumusan Masalah

1. Apakah strategi MRP pada era JKN mempengaruhi efektivitas karyawan PBF

Kimia Farma Yogyakarta dalam mensuplai obat?

2. Apakah strategi MRP pada era JKN mempengaruhi pengetahuan karyawan PBF

Kimia Farma Yogyakarta akan MRP yang diterapkan?

3. Apakah strategi MRP pada era JKN mempengaruhi kesiapan karyawan PBF

Kimia Farma Yogyakarta disetiap departemen?

4. Apakah strategi MRP pada era JKN mempengaruhi sistem antar departemen
PBF

Kimia Farma Yogyakarta dalam mensukseskan MRP?

b. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka di Indonesia, penelitian ini belum pernah

dilakukan oleh orang lain sehingga penelitian ini memiliki keaslian tinggi.

Penelitian yang terkait adalah :

1. Fauzul. 2013. Manajemen rantai pasokan Dalam Pemasaran Lpg 3 Kg:


Studi Kasus Pt Putra Pertam Jaya. Tesis. Magister Manajemen, Universitas
Gadjah Mada.

Perbedaannya adalah Penelitian ini menitikberatkan pada penerapan MRP di


bidang marketing Lpg

2. Istiqaroh. 2012. Analisis Manajemen rantai pasokan Pupuk Bersubsidi Pada


Departemen Penjualan Wilayah I Pt Pupuk Kalimantan Timur
Wilayah I Jawa Timur. Tesis. Magister Manajemen, Universitas
Gadjah Mada.
4
Perbedaannya adalah Penelitian ini menitikberatkan pada analisa MRP di bidang
penjualan Pupuk Di Kalimantan

3. Isnanto. 2012. Analisi Pengelolaan Rantai Pasok Pada PT.PJB Unit


Pengembangan Muara Karang. Artikel, Universitas Guna Dharma.
Perbedaannya adalah penelitian ini menitikberatkan pada analisa
pengelolaan MRP pada unit pembangkitan Muara Karang.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini dilakukan di era JKN 2014
selain itu rantai pasokan pada penelitian ini meliputi marketing, logistik,
penyimpanan, distribusi.

c. Manfaat Penelitian

Bagi PBF Kimia Farma Yogyakarta

1. Dengan diketahuinya Strategi MRP yang digunakan PBF Kimia Farma

Yogyakarta dalam menghadapi perubahan sistem kesehatan akibat program JKN

maka dapat digunakan untuk melakukan perbaikan integrasi.

2. Dengan diketahuinya efektifitas karyawan PBF Kimia Farma dalam menghadapi

perubahan iklim kerja di era JKN maka akan bermanfaat dalam mengembangkan

etos kerja.

Bagi masyarakat umum

1. Dengan diterapkannya strategi MRP yang efektif dapat meningkatkan

kepercayaan dan kepuasan masyarakat pada Kimia Farma karena dapat

5
memberikan pelayanan yang optimal dan selalu menjaga stok obat supaya

tetap tersedia

2. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN terhadap efektivitas karyawan

PBF Kimia Farma Yogyakarta.

2. Mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma terhadap

pengetahuan karyawan akan MRP yang diterapkan.

3. Mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma terhadap

kesiapan karyawan disetiap departemen.

4. Mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma terhadap

sistem antar departemen dalam mensukseskan implementasi MRP.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Perusahaan Kimia Farma

Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. Cikal

bakal perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1917, ketika NV Chemicalien Handle

Rathkamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur, didirikan. Sejalan

dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun

1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka

Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya diubah

menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli

2001 Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan

Bursa Efek Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187

tahun dan nama yang identik dengan mutu, hari ini Kimia Farma telah berkembang

menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian

memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan

masyarakat.

PT. Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD), adalah anak perusahaan

yang dibentuk oleh Kimia Farma yang berperan penting dalam upaya peningkatan

penjualan produk-produk Perseroan. PT Kimia Farma Trading & Distribution

memiliki jaringan sebanyak 46 cabang dan tenaga salesman sejumlah 611 orang

untuk melayani 45.173 outlet terdaftar di seluruh wilayah Indonesia. Disamping

mendistribusikan produk-produk Kimia Farma, KFTD juga bertindak sebagai

7
distributor untuk produk-produk principal dari dalam dan luar negeri. Perusahaan

yang dikenal dengan nama KFTD ini, meliliki wilayah layanan dan jalur distribusi

yang luas, mencakup 33 Propinsi, 466 Kabupaten atau Kota.Saat ini jumlah

karyawan yang tergabung dengan KFTD mencapai 986 orang, dan pada tahun 2010

sales force yang dimiliki KFTD mencapai lebih dari 446 orang, yang terdiri dari

salesman dan petugas ekspedisi. Jumlah ini akan terus ditingkatkan sesuai dengan

tuntutan pekerjaan dilapangan.PT. Kimia Farma juga telah melakukan ekspansi

bisnisnya tidak hanya di tingkat nasional tapi juga mulai memasuki tingkat

perdagangan internasional. Produk-produk Kimia Farma yang mencakup produk

obat jadi dan sediaan farmasi serta bahan baku obat seperti Iodine dan Quinine telah

memasuki pasar dinegara : Erope, India, Jepang, Taiwan and New Zealand. Produk

Jadi dan Kosmetik telah dipasarkan ke Yemen, Korea Selatan, Singapura, Malaysia,

Vietnam, Sudan, and Papua New Guinea. Demikian juga untuk produk-produk

herbal yang berasal dari bahan alami juga telah dipersiapkan proses registrasinya

untuk memasuki pasar baru seperti : Filipina, Myanmar, Pakistan, Uni Emirat Arab,

Oman, Bahrain and Bangladesh. Produk Herbal merupakan target utama korporasi

untuk periode mendatang mengingat banyaknya peminat dan pembeli potensial yang

telah menunjukkan minat untuk melakukan hubungan bisnis dengan perusahaan

(Kompas, 2012).

8
2. Manajemen Rantai Pasokan

2.1. Definisi Manajemen Rantai Pasokan

Manajemen Rantai Pasokan (MRP) atau SCM (Supply chain Management)

adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan

menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan

(Heizer dan Render, 2004). Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan

penjualan, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dan

distributor. MRP mengatur aliran informasi yang diteruskan ke rantai pasokan di

dalam pemesanan untuk mencapai tingkat sinkronisasi dalam memenuhi kebutuhan

konsumen dengan menurunkan biaya (Russel dan Taylor, 2003). Definisi lain, MRP

adalah pengelolaan informasi, barang dan jasa mulai dari pemasok paling awal

sampai ke konsumen paling akhir dengan menggunakan pendekatan sistem

terintegrasi dengan tujuan yang sama (Said, 2006). Dapat diartikan pula rantai

pasokan adalah alur perjalanan barang, informasi dan keuangan. Pada umumnya

berawal dari pembelian bahan dasar ataupun setengah jadi, yang kemudian

diberangkatkan menuju pabrik untuk diolah menjadi barang jadi. Setelah itu,

barangbarang jadi tersebut akan diteruskan ke gudang atau pusat distribusi untuk

diantarkan ke (retailer), distributor ataupun langsung ke rumah/kantor pelanggan.

Akhirnya, layanan purna jual seperti perawatan dan perbaikan atau pengembalian

dan pendaurulangan dari produk-produk tersebut diakhir masa gunanya.

Perencanaan rantai pasokan yang baik akan mengoptimalisasikan alur.

9
2.2.Prinsip Dasar Manajemen Rantai Pasokan

Lima prinsip dasar dalam MRP adalah :

a. Prinsip integrasi

Semua unsur yang terlibat dalam rangkaian MRP berada dalam satu kesatuan

yang kompak dan menyadari adanya saling ketergantungan

b. Prinsip Jejaring

Semua unsur berada dalam hubungan kerja yang selaras.

c. Prinsip ujung ke ujung

Proses operasinya mencakup elemen pemasok yang paling hulu sampai ke

konsumen yang paling hilir.

d. Prinsip saling tergantung

Setiap unsur dalam MRP menyadari bahwa untuk mencapai manfaat bersaing

diperlukan kerjasama yang saling menguntungkan.

e. Prinsip Komunikasi

Keakuratan data menjadi darah dalam jaringan untuk menjadi ketepatan informasi

dan material.

2.3.Unsur dan Ruang Lingkup MRP

Unsur-unsur dalam MRP adalah :

a. Struktur jaringan rantai pasokan

Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan rantai pasokan lainnya.

b. Proses bisnis rantai pasokan

10
Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.

c. Komponen MRP
Peubah-peubah pembelian dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang

rantai pasokan (Tunggal, 2008).

Ruang lingkup MRP meliputi :

c.1. Rantai pasokan mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi barang, mulai

dari bahan mentah, sampai penyaluran ke tangan konsumen, termasuk aliran

informasinya. Bahan baku dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasokan.

c.2. Rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang

produksi (Siagian, 2005).

2.4. Identifikasi Anggota Rantai Pasokan

Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahaan dan organisasi yang

berhubungan dengan perusahaan inti (Tunggal, 2008), baik secara langsung maupun

tidak langsung melalui pemasok atau pelanggannya dari (point of origin) hingga

(point of consumption) terdiri atas :

a. Anggota primer adalah semua perusahaan/unit bisnis strategik yang benar-benar

menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang

untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau konsumen.

b. Anggota sekunder adalah perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumber daya,

pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer di rantai pasokan. MRP

berkaitan langsung dengan siklus bahan baku dari pemasok ke produksi, gudang dan

distribusi kemudian sampai ke konsumen (Siagian, 2005). Perusahaan meningkatkan

11
kemampuan bersaing melalui penyesuaian produk, mutu yang tinggi, pengurangan

biaya dan kecepatan meraih pasar dengan penekanan pada rantai pasokan. Rantai

pasokan mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur,

distributor dan konsumen. Interaksi ini juga berkaitan dengan transportasi, informasi,

penjadwalan, transfer kredit maupun tunai, serta transfer bahan baku antara

pihakpihak yang terlibat.

2.5. Jenis-jenis Jaringan Proses Bisnis

Menyatukan dan mengatur semua proses bisnis melalui rantai pasokan

tidak akan seefektif dengan hasil yang ingin dicapai. Harus ada pemisahan

jaringan mana yang benar-benar penting dan perlu diperhatikan (Tunggal, 2008).

Terdapat 4 jenis jaringan proses bisnis, yaitu :

a. Managed process links

Jaringan dimana perusahaan merasa penting untuk bersatu dan kolaborasi dengan
anggota lain dari rantai pasokan. Perusahaan akan aktif bersatu dan mengatur proses
dengan konsumen dan pemasok.

b. Monitored process links

Perusahaan tidak aktif terlibat, tetapi hanya meninjau dan mengaudit secara berkala
bagaimana setiap proses disatukan atau diatur.

c. Not managed process links

Perusahaan tidak terlibat secara aktif dan tidak juga meninjau secara kontinu seperti
pada jaringan sebelumnya. Perusahaan mempercayakan anggota lain yang
mengaturnya.

d. Non member process links

12
Proses antara anggota-anggota perusahaan dengan selain anggota dari rantai

pasokan. Non anggota tidak termasuk dalam struktur jaringan rantai pasokan, tetapi

perusahaan non anggota tersebut dapat dan sering memberi pengaruh pada perusahaan

dan anggota-anggota lainnya.

2.6. Pengelolaan Rantai Pasokan

Mengelola MRP secara produktif dan efisien adalah sesuatu yang sangat

penting bagi sebuah perusahaan, karena secara tidak langsung akan mempengaruhi

keuntungan potensial yang akan diperoleh perusahaan. Secara teori, tahapan untuk

mencapai rantai pasokan yang produktif dan efisien adalah :

a. Tetapkan MRP sebagai aspek strategik perusahaan

Menerapkan MRP tidak hanya pada level operasional, tetapi secara menyeluruh.

b. Rancang proses MRP dari ujung ke ujung

Organisasi merancang pola aliran informasi dan barang mulai dari pemasok

paling awal sampai konsumen paling akhir. Bentuk intervensi yang perlu

dilakukan dapat berbeda-beda, yaitu ada yang perlu dikendalikan langsung, ada

yang hanya perlu dimonitor, ada yang hanya perlu diketahui saja. Dengan

memiliki rancangan ini, perusahaan dapat memetakan dengan baik proses mana

yang dapat menyebabkan biaya tinggi atau proses mana yang dapat menyebabkan

waktu paling lama (Said., 2006).

c. Rancang struktur organisasi MRP

Perusahaan harus memperjelas eksistensi dalam sebuah organisasi, bukan

hanya sebagai perangkat kerja di luar sistem.

13
d. Kembangkan model kolaborasi yang tepat

Perusahaan harus membangun kerjasama dengan perusahaan lain, karena

hampir tidak mungkin ada perusahaan yang mampu melakukan semua

kegiatannya sendiri dengan membangun kerjasama.

e. Gunakan alat ukur kinerja yang tepat

Alat ukur yang baik untuk MRP adalah yang memiliki penghubungdengan

strategi organisasi, seimbang dan komprehensif, penetapan target sebanding

dengan situasi internal maupun eksternal, serta targetnya agresif, tetapi dapat

dicapai, dapat dimonitor dengan mudah, dapat digunakan untuk peningkatan

produktivitas berkelanjutan dan dapat dilaksanakan melalui rencana

implementasi formal. Alat ukur digunakan untuk mengetahui kondisi SCM

perusahaan membaik atau memburuksehingga dengan mengetahui posisi

perusahaan diharapkan dapat segera dilakukan perbaikan. Area kompetitif dan

strategik berikut dapat dipakai sebagai penyumbang manfaat yang sempurna

untuk penerapan sistem MRP yang efektif (Haming dan Nurnajamuddin, 2007).

Faktor kompetitif dan strategik dimaksud adalah :

1. Pemenuhan kebutuhan

Aktivitas yang berhubungan dengan kepastian kecukupan kuantitas dari

komponen yang diperlukan dalam menjalankan produksi atau produk yang akan

dijual, dan tiba pada waktu yang tepat sesuai jadwal. Hal itu dimungkinkan

melalui adanya komunikasi efektif, yang memastikan bahwa pesanan ditetapkan

pada sejumlah jadwal yang sesuai dan siap untuk dipenuhi. Sistem MRP
14
memungkinkan suatu perusahaan secara tetap melihat apa yang ada di gudang

persediaan dan meyakinkan bahwa jumlah yang dipesan sesuai dengan kebutuhan

dimaksud dalam pesanan dan jadwal untuk menggantikan sediaan yang sudah

dipakai.

2. Logistik

Aktivitas yang berhubungan dengan pengadaan sediaan bahan atau

komponen yang diperlukan. Aktivitas tersebut juga perlu dijaga agar biaya

angkutan material serendah mungkin, konsisten dengan waktu penyerahan yang

dijanjikan, serta dilakukan secara tepat waktu dan aman. Dalam hal ini, sistem

MRP memungkinkan suatu perusahaan untuk mempunyai kontak tetap dengan

tim distribusinya, dapat terdiri atas truk, kereta api, atau jenis transportasi lain.

Sistem dapat mengizinkan perusahaan untuk menjajaki material yang diperlukan

secara terus-menerus.

3. Produksi

Aktivitas tersebut berhubungan dengan kegiatan mengolah bahan menjadi

keluaran yang direncanakan. Aktivitas itu harus mampu menjamin bahwa lini

produksi atau lini perakitan berfungsi dengan baik. Fasilitas dapat berfungsi

memuaskan jika didukung oleh ketersediaan komponen yang bermutu tinggi dan

tersedia ketika diperlukan. Produksi dapat berlangsung secara teratur, jika

ditunjang oleh manajemen logistik dan pemenuhan atas order bahan atau

15
komponen yang memuaskan, yaitu sesuai volume kebutuhan dan penyerahannya

tepat sesuai jadwal.

4. Pendapatan dan laba

Aktivitas tersebut berhubungan dengan aktivitas pemasaran dan penjualan,

yaitu memberikan layanan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan yang

membutuhkan secara tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat mutu. Kegiatan itu

harus mampu memberikan jaminan bahwa tidak ada penjualan yang akan hilang,

karena persediaan tidak ada atau kosong. Mengelola rantai pasokan dengan baik

akan meningkatkan fleksibilitas perusahaan dalam bereaksi terhadap perubahan

tidak terduga yang terjadi atas permintaan dan penawaran. Sehubungan dengan

hal tersebut, suatu perusahaan mempunyai kemampuan menghasilkan barang

apada harga yang lebih rendah dan mendistribusikannya ke konsumen dalam

waktu yang lebih cepat dibandingkan jika tidak menerapkan MRP, sehingga MRP

berperan untuk meningkatkan laba total perusahaan.

5. Biaya-biaya

Kemampuan berproduksi secara efektif dan efisien, pada gilirannya akan

memampukan perusahaan memiliki keunggulan atas aspek biaya. Faktor biaya

produksi atau penyiapan produk merupakan salah satu dari empat faktor

keunggulan kompetitif perusahaan. MRP mampu mengurangi biaya melalui

peningkatan rasio perputaran sediaan di gudang, mengendalikan mutu proses dan

mengurangi biaya kegagalan internal dan eksternal, serta bekerjasama dengan

16
pemasok, agar dapat menghasilkan keluaran melalui pemanfaataan alat-alat

pabrikasi secara efisien.

6. Kerjasama

Antara mitra rantai pasokan memastikan bahwa semua pihak akan

memperoleh manfaat timbal balik. Perencanaan kolaboratif dan peramalan

merupakan suatu komitmen jangka panjang. Hubungan tersebut memungkinkan

perusahaan mempunyai akses terhadap informasi yang dapat dipercaya,

menghasilkan tingkat persediaan yang lebih rendah, memotong (lead time),

meningkatkan mutu produk, meningkatkan mutu ramalan dan akhirnya

meningkatkan layanan kepada pelanggan, serta perolehan laba yang memuaskan.

Para pemasok juga menerima manfaat dari hubungan kerjasama melalui

peningkatan pembeli, peningkatan mutu dan penurunan biaya. Semua itu akan

menghasilkan penghematan. Konsumen juga dapat menerima manfaat melalui

tersedianya produk dengan mutu lebih tinggi atas biaya atau harga yang lebih

murah.

2.7. Pentingnya Rantai Pasokan dalam Perusahaan

Posisi rantai pasokan sangat penting dalam sebuah perusahaan, baik terkait

dengan kebijakan maupun strategi. Sebuah rantai pasokan akan dipengaruhi oleh

beberapa faktor penting di bawah ini :

a. Pasar

Pasar memerlukan produk dengan mutu bagus dan harga murah. Sebelumnya

telah dikembangkan konsep (Consumer Relationship Management), namun saat


17
ini telah berkembang menjadi (Consumer Intimacy Management). Konsep

(Consumer Intimacy Management) merupakan bukti kepedulian perusahaan

kepada konsumen (Kotler dan Philip, 2001).

b. Persaingan

Suatu perusahaan berkompetisi dengan perusahaan lain di berbagai ini mulai

dari produksi, proses, pelayanan dan inovasi. Pada awalnya, perusahaan hanya

fokus pada produksi, namun saat ini telah bergeser kepada distribusi. Perusahaan

berkompetisi untuk memenuhi kebutuhan konsumen lebih awal dengan

menawarkan produknya dengan berbagai layanan yang disediakan.

c. Teknologi

Perusahaan harus memanfaatkan aset yang dimiliki seperti (data server)

untuk menuju (mobile computing). Pemanfaatan asset digunakan untuk

memberikan (value added) kepada (customer-asset inovation).

d. Ekonomi

Implementasi SCM dikenal sebagai usaha (improvement) yang banyak

mengeluarkan biaya, karena banyak sekali infrastruktur yang dibutuhkan.

e. Kebijakan pemerintah

Faktor ini mencakup masalah (environment), (legal compliance), standar industri,

dan lain-lain.

18
Produk yang diproses atau disediakan memerlukan kerjasama berbagai pihak

pelaksana kegiatan langsung, yaitu :

e.1. Pemasok yang mendukung tersedianya logistik.

e.2. Fungsi operasi atau departemen pabrikasi yang akan melakukan pengolahan atas

masukan menjadi keluaran.

e.3. Fungsi distribusi dan pergudangan menyimpan dan mengatur distribusi produk

ke konsumen.

e.4. Fungsi pemasaran dan penjualan memasarkan atau menjual produk yang

dihasilkan atau disediakan sejak dari gudang perusahaan sampai ke tangan

konsumen.

e.5. Fungsi layanan pelanggan atau (customer relationship management),

merupakan fungsi yang mengharuskan untuk menjaga hubungan dengan para

pelanggan, antara lain selalu mengingatkan kepada pelanggan akan produk yang

disediakan atau diproduksi oleh perusahaan. Pemeliharaan hubungan dapat

dibangun melalui hubungan korespondensi, pameran dan kegiatan hubungan

masyarakat (Haming dan Nurnajamuddin, 2007).

2. 8. Ciri-ciri MRP

Aset strategik yang dimiliki perusahaan sangat menentukan daya saing. MRP

bercirikan tiga hal berikut :

a. Agility

19
SCM bukan saja hemat, tetapi juga lincah dalam merespon setiap perubahan

terutama jangka pendek. Agility dapat dicapai apabila perusahaan dapat mengelola

informasi secara lebih terbuka, baik dengan konsumen maupun pemasok. Agility

dapat dicapai dengan menjalin hubungan baik dengan pemasok dan merancang

produk standar, tetapi dapat dimodifikasi pada ujung penjualan. b. Adaptability

Perusahaan harus tahu apa yang terjadi di pasar, yaitu apakah akan muncul

bahan baku baru, model transportasi baru, distributor baru, metode kerja baru

ataupun pasar baru.

c. Alignment

Alignment adalah tahap penyelarasan antara pabrik, pemasok dan distributor.

Hal ini dapat terjadi bila pertukaran informasi dan pengetahuan telah berlangsung

dengan lancar dari pemasok sampai ke konsumen sedemikian rupa, sehingga

perubahan permintaan dan pasokan dapat diketahui secara cepat (Said, 2006).

2.9. Kriteria Sukses MRP

Perusahaan harus memutuskan suatu strategi rantai pasokan dalam rangka

memperoleh barang dan jasa dari pihak lain.

a. Sesuai dengan strategi bisnis

Empat (4) strategi utama MRP, yaitu :

1. Biaya

20
Strategi biaya adalah strategi yang mengutamakan efisiensi. Perusahaan

harus mengupayakan agar biaya produksi, termasuk biaya distribusi menjadi

seefisien mungkin. Strategi ini biasanya banyak digunakan di industri (retail) atau

(consumer goods).

2. Inovasi

Perusahaan menawarkan keunikan dari produk, akibatnya daur hidup

produk, maupun teknologi menjadi semakin singkat dan ketepatan dan

kecepatan masuk pasar sangat menentukan. Para perusahaan yang menjadi

(innovator) akan selalu diikuti oleh perusahaan yang menjadi (fast follower),

oleh karena itu, peran SCM sangat penting dalam strategi inovasi untuk

mempersiapkan pemasaran produknya.

3. Pelayanan

Strategi yang mengutamakan pelayanan biasanya pada industri jasa yang

berhubungan langsung dengan konsumen. Contohnya RS dan hotel.

4. Mutu

Adanya jaminan produk dapat sampai dan dapat dikonsumsi secara aman.

Biasanya strategi ini banyak digunakan pada industry makanan dan minuman.

Saat ini telah tersedia teknologi (traceable), yang dapat memantau dan

melaporkan posisi dan kondisi barang selama dalam proses pengiriman

21
(Dwiningsih, 2006).

b. Sesuai dengan kebutuhan konsumen

Mendengarkan apa yang dibutuhkan konsumen beserta prioritasnya sangat

diperlukan untuk suksesnya sebuah SCM. Dalam perusahaan perlu dikenali lebih

lanjut kebutuhan konsumen untuk masing-masing segmen dan produk tertentu.

c. Sesuai dengan power position

SCM adalah permainan posisi daya tawar dan kekuatan sebuah perusahaan.

Hal yang paling penting yang harus dilakukan perusahaan adalah mengetahui

posisi tawar perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan membutuhkan kerjasama

dengan perusahaan lain untuk memperkuat posisi tawar menawar di pasar.

d. Adaptif

Situasi bisnis yang dinamis akan selalu berubah, begitu juga SCM perlu terus

beradaptasi, karena perubahan ada yang berlangsung secara tiba tiba dan juga

berlangsung secara perlahan. Perubahan teknologi, lingkungan bisnis, basis

kompetisi dan terjadinya akuisisi dapat mempengaruhi rancangan SCM secara

mendasar.

Strategi Rantai Pasokan ada lima bagian, yaitu :

a. Banyak pemasok
Strategi ini menandingkan satu pemasok dengan pemasok lain dan membebani

pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Para pemasok bersaing satu sama

lain secara agresif.

b. Sedikit pemasok
22
Strategi ini digunakan untuk mengembangkan hubungan kemitraan jangka

panjang dengan sedikit pemasok untuk menjaga komitmen antar anggota rantai

pasokan.

c. Integrasi vertikal

Strategi ini mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan barang atau

jasa yang sebelumnya dibeli atau membeli perusahaan pemasok atau distributor.

d. Jaringan Keiretsu

Strategi yang berasal dari istilah bahasa Jepang untuk menggambarkan para

pemasok yang menjadi bagian dari koalisi perusahaan. Anggota (keiretsu)

dipastikan memiliki hubungan jangka panjang dan karenanya diharapkan dapat

berperan sebagai mitra yang memberikan keahlian teknis dan kestabilan mutu

produksi untuk perusahaan.

e. Perusahaan virtual

Strategi ini menggambarkan bahwa perusahaan mengandalkan beragam

hubungan pemasok untuk menyediakan jasa atas permintaan yang diinginkan.

Strategi ini dikenal sebagai jaringan berongga (Heizer dan Render, 2004).

3. JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)

JKN merupakan Jaminan Kesehatan Nasional yang dimaksudkan untuk

menekan biaya obat dalam bidang kesehatan. Dengan dilaksanakannya Jaminan


23
Kesehatan Nasional (JKN) di bidang kesehatan, kebutuhan obat-obatan di Tanah

Air, khususnya obat generic akan meningkat. Penerapan sistem pembiayaan

kesehatan dan target cakupan semesta obat oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) di bidang kesehatan mulai 1 Januari 2014, membuat target pasar obat

publik meningkat hampir tiga kali lipat untuk memenuhi kebutuhan 240 juta

penduduk (Kompas, 2013)

4. Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Pedagang Besar Farmasi adalah salah satu fasilitas distribusi sediaan farmasi.

PBF bisa saja membuka cabang yang disebut PBF cabang di beberapa tempat

asalkan PBF cabang tersebut mendapat pengakuan dari kepala dinas kesehatan

provinsi setempat dimana PBF cabang tersebut berada dan PBF cabang juga hanya

bisa menyalurkan sediaan farmasi dalam batas wilayah provinsi pengakuannya. PBF

ada 2 macam yaitu PBF obat dan PBF bahan baku obat. Menurut PP no. 51 Tahun

2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud Fasilitas distribusi adalah

sarana yang digunakan untuk menyalurkan atau mendistribusikan sediaan farmasi

dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan atau pemindahtanganan. PBF

menyalurkan obat berdasarkan pesanan yang di apoteker pengelola apotek atau

apoteker penanggung jawab. Dikecualikan untuk pesanan untuk kepentingan

lembaga ilmu pengetahuan, surat pesanan ditandatangani oleh pimpinan lembaga.

Untuk peyaluran obat atau bahan obat berupa obat keras, surat pesanan harus
ditandatangai oleh apoteker penanggung jawab atau apoteker pengelola apotik. PBF
atau PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotik harus memiliki izin khusus sesuai peraturan perundang undangan. PBF atau
PBF cabang yang melakukan pegubahan kemasan dari kemasan aslinya atau

24
pengemasan kembali terhdap kemasan aslinya dari bahan obat wajib melakukan
pengujian mutu dan wajib memiliki ruang pengemasan kembali.

5. Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk

menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan

sumber dayanya (termasuk modal dan karyawan) untuk mencapai strategi ini.

Berbagai teknik analisis bisnis dapat dgunakan dalam proses ini,

termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,

Threats),PEST (Political, Economic, Social, Technological), atau STEER

(Sociocultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory) (George, 1972).

Perencanaan Strategis ( Strategic Planning ) adalah sebuah alat manajemen

yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi

pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat

digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10

tahun ke depan (Daniel dan Arthur, 2009)

Untuk mencapai sebuah strategy yang telah ditetapkan oleh organisasi

dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusahaan,

manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang ada pada proses

perencanaan strategis / strategic planning (Griffin, 2006). Kemampuan manufaktur,

harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul

dalam sebuah perencanaan stategi.Untuk mencapai sebuah strategy yang telah

ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka

25
para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem

yang ada pada proses perencanaan strategis (Sharma, 2007). Kemampuan

manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata

yang unggul dalam sebuah perencanaan stategi (Swasta dan Irawan, 2005).

6. Kuesioner

Kuesioner adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan

menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh

responden (Nawawi, 1995).

Keuntungan kuesioner adalah merupakan metode paling murah dan nyaman

diaplikasikan, ideal untuk mendapatkan gambaran singkat pandangan

konsumen.Kekurangannya adalah beberapa orang mungkin tidak mengerti

pertanyaan yang diajukan dan memberikan respon yang tidak sempurna.

Kuesioner digunakan dalam penelitian ilmiah pada dasarnya bertolak dari

anggapan sebagai berikut (Nawawi,1995) :

1. Responden adalah orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, sehingga data

atau informasi yang tidak dapat diamati atau tidak dapat diperoleh dengan alat

lain, akan dapat diketahui melalui alat tersebut.

2. Bahwa responden terdiri dari orang-orang yang mampu dan bersedia memberikan

informasi secara jujur, sehingga data yang diperoleh akan dapat dipercaya sebagai

data yang objektif (benar).

26
3. Bahwa responden adalah orang-orang yang mampu menafsirkan

pertanyaanpertanyaan yang diajukan, sebagaimana dimaksudkan oleh peneliti.

Sekurangkurangnya bagi responden yang akan mengisi angket adalah orang yang

mampu membaca dan menulis.

Menurut Riyanto (2011) terdapat 2 bentuk pertanyaan dalam kuesioner, yaitu

pertanyaan terbuka (open ended) dan pertanyaan tertutup (closed ended) : 1.

Pertanyaan Terbuka (Open Ended)

a. Free Response Question

Pada pertanyaan berjenis seperti ini, responden diberikan kebebasan untuk

menjawab.Pada umumnya digunakan untuk memperoleh jawaban mengenai

pendapat atau motif tertentu dari responden.

b. Directed Response Question

Pada pertanyaan ini responden bebas untuk menjawab namun sudah sedikit

diarahkan.

2. Pertanyaan Tertutup (Closed Ended)

a. Dichotomous Choice

Hanya ada 2 alternatif jawaban pada pertanyaan ini dan responden harus memilih

salah satu.Biasanya digunakan untuk menanyakan pendapat responden.

b.Multiple Choice

Dalam pertanyaan ini ada beberapa pilihan jawaban dan responden harus memilih

salah satu diantaranya


27
c. Check List
Pada pertanyaan ini terdapat beberapa alternatif jawaban dan responden boleh

memilih lebih dari satu jawaban.

d. Ranking Question

Terdapat beberapa alternatif jawaban. Responden harus memilih semua pilihan

jawaban dan mengurutkan dengan ranking sesuai pendapatnya

7. Teori Tentang Kinerja

7.1. Pengertian Kinerja

Kinerja karyawan merupakan aspek yang penting dalam manajemen

karyawan beberapa pengertian yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang

digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah

melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari

hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang

mencapainya). Menurut Mahsun (2006) bahwa kinerja adalah gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam stratejik

planning suatu organisasi. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian

kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya

termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan

barang/jasa, kualitas barang/jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang

diinginkan.

28
7. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terdiri dari

motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan,

minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan

sosial dan kebutuhan egoistik. Sedangkan menurut Mahsun (2006) ada beberapa

elemen pokok yaitu :

a. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.

b. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.

c. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.

d. Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan

kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcome

dan bukan input dan proses outcome yang dimaksudkan adalah outcome yang

dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan, outcome harus

mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi tolok ukur

keberhasilan organisasi sektor publik. Menurut Mangkunegara (2009) terdapat

aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek

kualitatif meliputi :

Aspek kuantitatif yaitu :

29
1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,

2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,

3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan

4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja


Aspek kualitatif yaitu :

1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan,

2. Tingkat kemampuan dalam bekerj,

3.Kemampuan menganalisis data/informasi,

kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan

4.Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).

Menurut Simamora dalam Mangkunegara (2009) kinerja dipengaruhi oleh tiga

faktor:

a. Faktor Individual yang mencakup kemampuan, keahlian, latar belakang dan

demografi.

b.Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan

motivasi.

c. Faktor Organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan,

struktur dan job design

Faktor kinerja terdiri dari dua faktor yaitu :

a. Faktor Internal yang terkait dengan sifat-sifat seseorang misalnya kinerja

baik disebabkan mempunyai kemampuan tinggi dan tipe pekerja keras.

30
b. Faktor Eksternal yang terkait dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan

tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim

organisasi.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja

memerlukan indikator-indikator penilaian yang dipengaruhi oleh berbagai

faktor apakah faktor internal ataupun faktor eksternal dengan beragam aspek

yang dapat diukur dengan berpedoman pada standar tertentu yang terdiri dari

aspek kuantitatif dan aspek kualitatif yang berguna untuk mendapatkan

feedback guna keperluan perbaikan organisasi secara khusus manajemen

pengelolan karyawan (Siagian, 2004).

8. Teori Tentang Efektifitas

8.1.Pengertian Efektifitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti

berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah

populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna

atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai

tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan

ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti

yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Emerson yang dikutip

Arep et al yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti

tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”

31
Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat

disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa

jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen,

yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.

Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan

melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk

menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara signifikan terhadap

bentuk dan manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas

merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya

yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun

keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi

ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan model yang

digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar

dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut

dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat

(Sutermeister, 1999).

8.2. Ukuran Efektivitas

Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat

sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan

tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila

dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi

memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas


32
(output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan

membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang

telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang

dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran

yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif. Adapun kriteria atau

ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana

dikemukakan oleh Siagian (2004), yaitu:

a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan

dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan

organisasi dapat tercapai.

b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah

“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai

sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam

pencapaian tujuan organisasi.

c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan

tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya

kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha

pelaksanaan kegiatan operasional.

d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang

apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

33
e. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu

dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila

tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.

f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas

organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan

prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.

g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program

apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut

tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi

semakin didekatkan pada tujuannya.

h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat

sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut

terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga

pendekatan yang dapat digunakan, yakni:

1. Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari

input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk

memperoleh sumber daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan

kebutuhan organisasi.

34
2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana

efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau

mekanisme organisasi.

3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output,

mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai

dengan rencana.

Dari sejumlah definisi-definisi pengukur tingkat efektivitas yang

telah dikemukakan diatas, perlu peneliti tegaskan bahwa dalam rencana

penelitian ini digunakan teori pengukuran efektivitas adalah

1. Pengetahuan karyawan tentang strategi perusahaan (level corporate) (Al

Bento dan Regina Bento, 2006)

2. Kesiapan karyawan pada setiap departemen (Shah, 2004)


3. sistem antar departemen dalam melaksanakan strategi perusahaan (level

corporate) (Jessica dan Leslie, 2009)

8.3. Manajement Pengetahuan pada efektivitas strategi perusahaan

Manajemen Pengetahuan (Inggris: Knowledge management) adalah

kumpulan perangkat, teknik, dan strategi untuk mempertahankan, menganalisis,

mengorganisasi, meningkatkan, dan membagikan pengertian dan pengalaman.

Pengertian dan pengalaman semacam itu terbangun atas pengetahuan, baik yang

terwujudkan dalam seorang individu atau yang melekat di dalam proses dan aplikasi

nyata suatu organisasi. Fokus dari MP adalah untuk menemukan cara-cara baru

35
untuk menyalurkan data mentah ke bentuk informasi yang bermanfaat, hingga

akhirnya menjadi pengetahuan (Callaghan, 2002)

. Pada umumnya, motivasi organisasi untuk menerapkan MP antara lain:

1. Membuat pengetahuan terkait pengembangan produk dan jasa menjadi

tersedia dalam bentuk eksplisit

2. Mencapai siklus pengembangan produk baru yang lebih cepat

3. Memfasilitasi dan mengelola inovasi dan pembelajaran organisasi

4. Mendaya-ungkit keahlian orang-orang di seluruh penjuru organisasi

5. Meningkatkan keterhubungan jejaring antara pribadi internal dan juga

eksternal

6. Mengelola lingkungan bisnis dan memungkinkan para karyawan untuk

mendapatkan pengertian dan gagasan yang relevan terkait pekerjaan mereka

7. Mengelola modal intelektual dan aset intelektual di tempat kerja


Pengetahuan bukanlah sekadar informasi. Pengetahuan bersarang bukan di

wadah tempat disimpannya informasi (semisal basis data), melainkan berada di

pengguna informasi bersangkutan. Terdapat beberapa hal yang membedakan antara

pengetahuan, informasi, dandata. Memahami beda antara ketiganya sangatlah

penting dalam memahami MP.

Studi yang dilakukan oleh Davenport (Davenport dan Prusak,

1999) mengidentifikasi manfaat manajemen pengetahuan bagi efektivitas organisasi:

36
a. Meningkatkan akses terhadap pengetahuan dan transfer atasnya

Menekankan pada aktivitas penyediaan akses ke pengetahuan atau

memfasilitasi transfer pengetahuan antar individu. Dalam hal ini, kesulitannya

biasanya terletak pada bagaimana menemukan orang dengan pengetahuan yang

dibutuhkan dan lalu secara efektif mentransfernya ke orang lainnya. Hal ini juga

akan tergantung pada peningkatan kapabilitas teknologi organisasi bersangkutan.

Aktivitas dari proyek ini biasanya berbasis komunal, semisal berbentuk: komunitas

online atau komunitas tatap muka, workshop, seminar, sistem konferensi video

desktop, scan dokumen dan perangkat berbagi lainnya.

b. Menyuburkan lingkungan pengetahuan

Proyek ini terkait aktivitas membangun lingkungan berkontribusi untuk

penciptaan, penyebaran, dan penggunaan pengetahuan yang lebih efektif. Aktivitas

yang tercakup di sini semisal pembentukan kesadaran dan pembudayaan perhatian

terkait pentingnya berbagi pengetahuan. Termasuk juga di dalamnya adalah

bagaimana mengubah perilaku dan memberikan insentif untuk berbagi pengetahuan.

c. Mengelola pengetahuan sebagai suatu aset

Fokusnya di sini adalah pada memperlakukan pengetahuan sebagaimana aset

lain di neraca keuangan. Namun sifat pengetahuan yang tidak secara konkret

berwujud memang membuatnya sangat susah untuk ditransformasi dan diestimasi

dalam konteks finansial.

37
8.4. Koordinasi Departemen dalam mencapai efektivitas strategi perusahaan

Dasar koordinasi dapat diperuntukkan pada berbagai aspek. Bagi manajemen

adalah wewenang manajemen yang mencakup pula wewenang koordinasi. Bagi

yang bukan manajemen adalah wewenang koordinasi yang disebut secara khusus

atau wewenang koordinasi yang diterima oleh orang lain karena adanya kewibawaan

pribadi (personal authority). Buat pejabat/fungsional dalam suatu organisasi yang

mempunyai wewenang fungsional (fuctional authority) yaitu wewenang fungsional

yang ada padanya untuk koordinasi khusus dalam bidang fungsinya. Koordinasi

yang diperuntukkan bagi manajemen dan yang bukan manajemen dinamakan

koordinasi vertikal, karena yang dikoordinasikan adalah orang-orang bawahan atau

orang-orang yang dalam status kedudukan dalam organisasi atau status sosial dapat

dipandang sebagai bawahan. Sedangkan koordinasi yang dimaksud bagi

pejabat/fungsional adalah koordinasi horizontal dan fungsional

Tujuan koordinasi bagi manajemen adalah sama dengan tujuan manajemen

itu sendiri yaitu alat untuk manajemen. Sedangkan bagi yang bukan manajemen

tujuan kordinasi adalah untuk mencegah kesimpansiuran serta untuk mengarahkan,

sehingga setiap kegiatan yang dikoordinasikan itu dapat mencapai tujuannya

masing-masing dengan aman dan berhasil

KIS adalah singkatan dari koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. KISS adalah

singkatan dari koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi. Integrasi berarti

penyatuan dari dua atau lebih kegiatan dalam suatu proses menjadi satu kegiatan

yang lebih padat, integrasi ini dinamakan integrasi vertikal. Integrasi dapat juga

integrasi horizontal yakni penyatuan dari dua atau lebih kegiatan yang berdiri sendiri
38
semula, menjadi satu kegiatan yang padat. Maksud dari integrasi adalah menghemat

serta mencegah kesimpangsiuran (Cross dan Parker, 2004).

Sikronisasi adalah melakukan kegiatan-kegiatan dalam waktu yang


bersamaan secara simultan. Simplifikasi adalah kegiatan untuk menyederhanakan
segenap kegiatan-kegiatan lain dengan menghapuskan yang tidak perlu serta lebih
mengarahkan kepada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian KIS
adalah kegiatan-kegiatan untuk menertibkan, menyatukan serta menggunakan waktu
yang setepat-tepatnya dari segenap kegiatan manajemen dan peralatannya dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan KISS adalah kegiatan – kegiatan
untuk menertibkan, menyatukan, menggunakan waktu yang setepat-tepatnya dan
menyederhanakan segenap kegiatan-kegiatan manajemen dan peralatannya dalam
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

Organisasi sebagai wadah kerja sama relatif bersifat statis, mengandung


stabilitas, dengan maksud untuk memberikan kepastian dalam pelaksanaan kerja
sama sebagai syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan-kegiatan pencapaian
tujuan dan sasaran. Namun demikian tidak dapat disangkal, jika diharapkan
organisasi akan maju dan berkembang, tidak ada satupun organisasi di dunia ini yang
mutlak bersifat statis. Oleh karena itu tepatlah bila organisasi di samping ditinjau
sebagai wadah juga ditinjau sebagai proses pengelompokan orang-orang dalam suatu
kerja sama yang efisien untuk mencapai tujuan yang sifatnya dinamis (Bhagat,
2005).

9. LANDASAN TEORI

MRP adalah pengelolaan informasi, barang dan jasa mulai dari pemasok

paling awal sampai ke konsumen paling akhir dengan menggunakan pendekatan

sistem terintegrasi dengan tujuan yang sama (Said, 2006). Rantai pasokan mencakup

seluruh kegiatan arus dan transformasi barang, mulai dari bahan mentah, sampai

penyaluran ke tangan konsumen, termasuk aliran informasinya sehingga rantai

39
pasokan memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan perusahaan.

Di daerah Yogyakarta dari tahun ke tahun jumlah pasien rawat inap atau rawat jalan

semakin meningkat sehingga kebutuhan pasien terhadap obat juga meningkat. Hal

ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya sistem rantai pasokan atau management

rantai pasokan yang lebih baik, dengan adanya karyawan yang efektif dan lebih baik

maka perusahaan tetap dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan pelayanan yang

prima melalui rantai pasokan. Program JKN merupakan program pemerintah yang

akan dilaksanakan pada awal tahun 2014. Program ini menekankan bahwa semua

warga negara Indonesia akan ditanggung oleh asuransi dalam hal pengobatan dan

perawatan di bidang kesehtan. Program JKN mampu memberikan obat secara gratis

kepada masyrakat dengan asumsi bahwa obat yang diberikan merupakan obat

generik bukan branded atau ethical, sehingga dengan kata lain di awal tahun 2014

dimana program JKN akan diterapkan di seluruh Indonesia permintaan obat generik

akan meningkat pesat.

Manajemen pengetahuan (MP) ini biasanya dikaitkan dengan tujuan

organisasi semisal untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama,

peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi

(Choo dan Bontis, 2002). Manajemen Pengetahuan adalah seperangkat proses

menciptakan dan berbagi pengetahuan ke seluruh Perusahaan untuk

mengoptimalkan pencapaian misi dan tujuan Perusahaan serta meningkatkan

penggunaan pengetahuan Perusahaan melalui praktik-praktik manajemen informasi

dan pembelajaran Perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetetitif dalam

pengambilan keputusan (Callaghan, 2002). Pengetahuan memiliki peran penting


40
dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dengan adanya

manajemen pengetahuan yang efektif akan berdampak pada kinerja karyawan,

produk atau pelayanan, efisiensi proses. Dengan adanya pengetahuan maka

karyawan PBF Kimia Farma akan lebih siap dalam menghadapi strategi MRP yang

telah diterapkan pada perusahaan induk. Oleh sebab itu pengetahuan karyawan

menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai efektifitas karyawan.

Pengkoordinasian adalah kegiatan-kegiatan untuk menertibkan, sehingga

segenap kegiatan manajemen maupun kegiatan pelaksanaan satu sama lain tidak

simpang siur, tidak berlawanan dan dapat ditujukan kepada titik arah pencapaian

tujuan dengan effisien. Hasil pengkoordinasian adalah ketertiban dan

ketidaksimpangsiuran. Dengan adanya sistem antar departemen dalam suatu

organisasi kinerja dapat dilakukan secara berkesinambungan agar mendapatkan hasil

yang seoptimal mungkin. Koordinasi antardepartemen merupakan salah satu

parameter dalam efektifitas Karyawan, karena dengan adanya koordinasi yang baik

maka terciptalah lingkungan kerja yang mendukung sehingga karyawan khususnya

karyawan PBF Kimia Farma akan lebih efektif dalam melakukan strategi MRP yang

telah diterapkan dari perusahaan induk. (Sedarmayanti, 2003).

Permintaan pasar yang tinggi akan disambut dan ditanggapi oleh perusahaan

farmasi dengan memproduksi jumlah obat generik yang lebih banyak, hal ini jelas

dapat terwujud dengan adanya karyawan yang efektif. Keefektifan karyawan dapat

diukur dengan melihat faktor pengetahuan karyawan akan strategi perusahaan

(Bento dan Bento, 2006), kesiapan karyawan akan strategi yang diterapkan ( Shah,

41
2004), serta adanya sistem antar departemen dalam melaksanakan strategi tersebut

(alignmnent) (Jessica dan Leslie, 2009). Strategi MRP yang telah dipersiapkan oleh

PBF Kimia Farma didasarkan pada program JKN yang dilaksanakan pada awal

tahun 2014. Dengan kata lain terdapat hubungan antara strategi MRP pada era JKN

yang mempengaruhi efektivitas karyawan.

10. HIPOTESIS

Peneilitian tentang hubungan antara strategi MRP dengan efektifitas karyawan ini
memiliki 4 hipotesis yaitu :

1. Strategi MRP pada era JKN mempengaruhi Efektivitas Karyawan PBF


Kimia Farma Yogyakarta.

2. Strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma mempengaruhi pengetahuan
karyawan akan MRP yang diterapkan.

3. Strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma mempengaruhi kesiapan
karyawan disetiap departemen.

4. Strategi MRP pada era JKN PBF Kimia Farma mempengaruhi Sistem antar
departemen dalam mensukseskan strategi MRP.

11. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

42
Efektivitas Karyawan

R1 Pengetahuan karyawan akan strategi


R2 MRP yang diterapkan
Strategi MRP
R3 Kesiapan karyawan disetiap
pada era JKN
departemen dalam menghadapi JKN
R4
Indikator : Sistem antar departemendalam
1. Formularium JKN mensukseskan strategi MRP
2. e-catalog JKN
3.Sistem INA-CBGs

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

R1 adalah korelasi antara strategi MRP pada era JKN dengan efektivitas karyawan

PBF Kimia Farma Yogyakarta.

R2 adalah korelasi antara strategi MRP pada era JKN dengan pengetahuan karyawan

akan strategi MRP yang diterapkan.

R3 adalah korelasi antara strategi MRP pada era JKN dengan kesiapan karyawan

disetiap departemen dalam menghadapi JKN.

R4 adalah korelasi antara strategi MRP pada era JKN dengan sistem antar

departemen dalam mensukseskan strategi MRP.

43
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian untuk melihat efektivitas Karyawan merupakan

penelitian deskriptif yang data-datanya diperoleh langsung dari

responden dalam ruang lingkup terpilih dengan menggunakan metode

kuesioner.Metode kuesioner digunakan untuk mengambil data primer

yang diisi secara langsung oleh responden. Sampel ditentukan dengan

metode purposive sampling. Data dikumpulkan dengan metode

kuesioner. Ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah kuesioner,

yaitu valid dan reliable.Uji validitas terhadap item pertanyaan yang

digunakan dalam kuesioner dilakukan dengan menggunakan teknik

korelasi Product Moment Pearson, sedangkan uji reliabilitas dilakukan

dengan metode Alfa Cronbach.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di PBF Kimia Farma, Jl LU Adisucipto

No.65, Sleman, Yogyakarta. Data diambil dengan kuesioner yang akan

dibagikan kepada karyawan devisi penyuplai obat, pendistribusian obat,

marketing, dan gudang (logistik). Penelitian dilakukan selama 4 (enam)

bulan, yaitu Februari - Mei 2014 dimulai dengan tahap pengumpulan data

melalui observasi, dan bantuan kuesioner.

44
3. Instrumen Penelitain

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 kuesioner yang

berisi 47 item yang berisi pertanyaan yang spesifik mencakup efektifitas

serta peran setiap departemen dalam strategi MRP yang telah diterapkan.

Sebanyak 47 item quesioner mewakili variable X dan variable Y, variable

X memiliki 3 parameter yaitu formularium JKN, e-catalog, dan INA-

CBGs, variable X memiliki 11 item questioner yang mewakili ketiga

parameter tersebut. Sedangkan variabel Y memiliki 3 parameter yaitu

pengetahuan karyawan, kesiapan karyawan, dan sistem antar

departemen, variabel Y memiliki 36 item questioner yang mewakili

parameter tersebut. Dalam questioner ini terdapat favorable dan

unvaforabel questioner.

4. Variabel Penelitian

45
Efektivitas Karyawan
Variabel terpengaruh (Y1)

Pengetahuan karyawan akan strategi


MRP yang diterapkan

Variabel pengaruh (X) Variabel terpengaruh (Y2)


Strategi MRP pada Era Kesiapan karyawan disetiap
JKN departemen dalam menghadapi JKN

Variabel terpengaruh (Y3)


Sistem antar departemen dalam
mensukseskan strategi MRP

Gambar 2. Variabel Penelitian


Tabel 1. Intepretasi questioner terhadap Variabel Pengaruh

No Variabel Pengaruh No. Item Quesioner

1 Formularium JKN 1, 2, 3, 7

2 e-catalog JKN 4, 5, 6

3 Sistem INA-CBGs 8, 9, 10, 11

4 Pengetahuan karyawan akan strategi MRP 12, 17, 18, 19, 22, 25, 26, 27,
PBF Kimia Farma 30, 33, 35, 36, 37, 40

5 Kesiapan karyawan dalam melaksanakan 13, 14, 15, 16, 23, 24, 31, 32,
strategi MRP pada setiap departemen 34, 41, 42, 43, 44, 45

6 Koordinasi setiap departemen dalam 20, 21, 28, 29, 38, 39, 46, 47
melaksanakan strategi MRP

5. Definisi Operasional

Variabel Pengaruh : Variabel pengaruh meliputi parameter pada


variabel tergantung dan tidak tergantung, pada
penelitian ini terdapat 6 parameter.

46
Variabel Bebas : Strategi MRP dalam ruang lingkup efektifitas
kerja setiap departemen pada Era JKN di PBF

Kimia Farma
Variabel Tergantung : Efektivitas Kinerja Karyawan, Pengetahuan
karyawan akan strategi MRP PBF Kimia
Farma, Kesiapan karyawan dalam
melaksanakan strategi MRP pada setiap
departemen, Koordinasi setiap departemen
dalam melaksanakan strategi MRP dalam
mencapai Efektivitas Karyawan.

Variabel Kontrol : Berusia diatas 19 tahun, memiliki


pengalaman kerja minimal 1 tahun pada
masing masing devisi perusahaan.
Definisi strategi MRP : strategi Manajemen Rantai Pasokan yang menintegrasikan
aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan untuk mencapai tujuan bersama dari
perusahaan induk Kimia Farma yang diterapkan pada PBF Cabang untuk
menghadapi program KJN.

Definisi efektifitas karyawan : kinerja optimal yang dilakukan oleh karyawan PBF
Kimia Farma untuk mencapai tujuan bersama yang didukung dengan pengetahuan,
kesiapan dan sistem antar departemen agar tercipta keselarasan kerja dalam suatu
organisasi.

Pengetahuan Karyawan : merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan PBF


Kimia Farma mengenai strategi MRP yang diterapkan oleh perusahaan induk

Kesiapan Karyawan : optimalisasi kinerja karyawan PBF Kimia Farma dalam


menerapkan strategi MRP

Sistem antar departemen : koordinasi antara departemen penyimpanan, marketing,


logistic, dan distribusi dalam melaksanakan strategi MRP yang telah diterapkan pada
perusahaan induk.

47
Populasi dan Sampel Penelitian
Subjek pada penelitian untuk mengetahui strategi MRP pada era JKN

terhadap efektifitas kinerja karyawan adalah karyawan PBF Kimia Farma

Yogyakarta yaitu devisi penyimpanan (inventory) obat, pendistribusian obat,

marketing, dan gudang (logistik). Alasan memilih subjek berikut adalah karena

devisi tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam aktivitasnya pensuplai

obat, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang besar dalam menjalankan roda

business plan yang telah ditetapkan oleh perusahaan, sehingga subjek terjun

langsung pada permasalahan yang ada dan diharapkan dapat memberikan data yang

valid.
Populasi dalam penelitian mengetahui efektivitas strategi MRP yang telah

diterapkan adalah karyawan PBF Kimia Farma, Jl LU Adisucipto No.65, Sleman,

Yogyakarta. Sampel adalah individu yang memenuhi kriteria inklusi penelitian

yaitu, berusia diatas 19 tahun, memiliki pengalaman kerja minimal 1 tahun pada

masing masing devisi perusahaan, bersedia mengisi kuesioner, dan mampu

berkomunikasi dengan baik.

Cara pengambilan subyek penelitian adalah dengan metode populasi.Metode

populasi merupakan teknik pengambilan subyek penelitian yang didasarkan pada

pertimbangan sedikitnya jumlah subyek penelitian yang diteliti (Riyanto, 2011).

Besar nilai proporsi kelompok populasi pertama (p) adalah 0,50 dengan

anggapan bahwa jumlah populasi yang memenuhi kriteria inklusi tidak diketahui,

sehingga besar proporsi sisa adalah 0,50. Berdasarkan hal tersebut banyaknya

subyek penelitian yang akan diteliti adalah 57 orang.


48
a. Pengumpulan Data

Menurut Sukandarrumidi 2002 pengumpulan data tidak lain dari suatu proses

pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan

langkah yang amat penting. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah

dengan observasi langsung.

a.1. Observasi

Beberapa hasil informasi yang diperoleh dari observasi adalah ruang (tempat),

pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan.

Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik

pelaku dan kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu perilaku

manusia dan untuk evaluasi. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan observasi langsung nonpartisipatori atau dengan

pengamatan secara langsung tanpa melibatkan diri secara langsung pada kegiatan di

lokasi penelitian.

Data diperoleh langsung dari kuesioner yang diberikan kepada.Data yang

dikumpulkan dari responden adalah data primer yang berasal dari jawaban

pertanyaan dalam kuesioner (Prihatiningsih, 2007). Adapun pertanyaan dalam

kuesioner terdiri dari 3 kelompok

1. Demografi responden yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, masa kerja.

49
2. Pertanyaan yang mencakup pengaruh efektivitas kinerja terhadap

semua deparment secara umum dalam hubungannya dengan

manajemen rantai pasokan di era JKN.

3. Pertanyaan khusus tentang pengetahuan JKN yang terbagi atas 4

kisikisi soal yaitu definisi JKN, kontribusi masing masing devisi

terhadap perusahaan dalam menghadapi JKN, keterkaitan strategi

yang diaplikasikan terhadap deparment yang lain, dan bagaimana

pengaruh JKN dalam perubahan sistem pada masing masing devisi.

6. Teknik Penilaian

Kriteria penilaian terhadap jawaban kuesioner ditentukan dengan :

a. Kuesioner Favorable

Jawaban diberi skor 1-4 dengan kriteria Sangat Tidak Setuju (STS) memiliki

nilai 1, Tidak Setuju (TS) memiliki nilai 2, Setuju (S) memiliki nilai

3, dan Sangat Setuju (SS) memiliki nilai 4

b. Kuesioner Unfavorable

Jawaban diberi skor 1-4 dengan kriteria Sangat Tidak Setuju (STS)

memiliki nilai 4, Tidak Setuju (TS) memiliki nilai 3, Setuju (S) memiliki

nilai 2, dan Sangat Setuju (SS) memiliki nilai 1 (item questioner 4, 8, 13,

19, 25, 27, 33, 38, 40, 44)

50
Kemudian masing-masing jawaban pertanyaan

dijumlahkan untuk mengetahui total skor penilaian.

7. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk melihat apakah data yang tersedia

tersebebar normal atau tidak. Analisis normalitas data menggunakan

(software). Uji normalitas data dilakukan pada setiap peubah dengan tahapan

berikut :

a. Masukkan data pada (uji non parametric test)

b. Menguji data dengan uji k-satu contoh

c. Menampilkan grafik untuk melihat grafik distribusi data.

8. Method of Succesive Interval

Data yang telah diperoleh terlebih dahulu ditransformasi dari data

ordinal menjadi data interval melalui (succesive interval method).

Transformasi ini bertujuan untuk mengubah skala pengukuran ke dalam

skala pengukuran yang tingkatannya lebih tinggi, yaitu dari data berskala

ordinal menjadi interval, sehingga data yang diperoleh memenuhi asumsi

yang dituntut dalam perhitungan korelasi (product moment) dan analisis

regresi.

Langkah-langkah dalam melakukan transformasi adalah :

a. Berdasarkan hasil jawaban responden untuk setiap pertanyaan

dihitung frekuensi setiap pilihan jawaban.

51
b. Membagi setiap bilangan berdasarkan frekuensi yang diperoleh untuk

setiap jawaban dengan banyaknya responden keseluruhan, yang

menghasilkan proporsi.

c. Berdasarkan proporsi tersebut untuk setiap pertanyaan dihitung

proporsi kumulatif untuk setiap jawaban.

d. Setiap pertanyaan, tentukan nilai batas Z untuk setiap pilihan jawaban.

e. Menghitung (scale value) atau nilai interval rata-rata untuk setiap

pilihan awaban melalui persamaan berikut :

Skala =

f. Menghitung (score) atau nilai hasil transformasi untuk setiap pilihan

jawaban dengan persamaan : (Score = scale value = scale valueMin-

1) atau K = 1+SVmin

g. Mengganti setiap skor dengan nilai K yang sesuai untuk

masingmasing skor dalam satu item, sehingga diperoleh data baru.

Selain dengan cara manual, perhitungan (successive interval method)

dapat menggunakan (Excel software microsoft). Pada penelitian ini,

digunakan (microsoft Excel) sebagai alat bantu perhitungan.

9. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian keabsahan data yang diperoleh pada penelitian ini

dengan cara triangulasi yang memanfaatkan sesuatu yang lain.


52
Triangulasi ini merupakan teknik yang didasarkan atas pola pikir

fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik

kesimpulan yang baik, diperlukan tidak hanya dari satu sudut pandang.

Dari beberapa cara pandang tersebut akan bias dipertimbangkan beragam

fenomena yang muncul, dan selanjutnya bias ditarik kesimpulan yang

lebih mantap dan bisa lebih diterima kebenarannya (Nazir, 2005).

Teknik triangulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah

triangulasi sumber, yang berarti mengecek balik derajat kepercayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda

dalam penelitian kualitatif. Hal ini dilakukan dengan jalan :

a. membandingkan hasil wawancara terhadap subjek penelitian

(informan utama) dengan data hasil wawancara dengan sumber

informasi lain dalam penelitian.

b. membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan

c. membandingkan data hasil wawancara dengan isi dokumen yang

berkaitan dengan penelitian

d. melakukan member check yaitu melakukan perbaikan jika ada

kekeliruan dalam pengumpulan data/informasi atau menambah

kekurangan.

Uji validitas dilakukan untuk melihat ketepatan atau kecermatan

instrument penelitian yang digunakan. Suatu kuesioner dikatakan valid

53
jika pertanyaan pada suatu kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu

yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Riyanto, 2011).

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi

Product Moment Pearson.Butir pertanyaan disebut valid jika harga

koefisien korelasi item pertanyaan tersebut dengan skor total tes memiliki

korelasi yang positif. Apabila nilai korelasinya rendah atau bahkan

negative maka pertanyaan tersebut dianggap tidak valid dan butir

pertanyaan tersebut dihilangkan.Uji reliabilitas dilakukan dengan uji

Alpha Cronbach.Item pertanyaan dikatakan reliabel jika nilainya

mendekati 1 (Azwar, 1997).

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner harus dilakukan minimal

terhadap 30 responden untuk menghindari adanya spurious overlap, yaitu

kesalahan atau kesimpulan yang bias karena pengukuran terhadap data

itu sendiri (Azwar, 1997).

10. Analisis Data

Penelitian untuk mengetahui pengaruh strategi MRP pada era JKN

terhadap efektifitas kinerja karyawan ini menggunakan teknik analisis

data dengan menggunakan teknik studi kasus. Dimana analisis langkah

langkah analisis data pada studi kasus, yaitu dilakukan sebagai berikut :

a. mengorganisir informasi

b. membaca keseluruhan informasi dan member kode

54
c. membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya

d. peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa

kategori

e. selanjutnya peneliti melakukan intepretasi dan mengembangkan

generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk

penerapannya pada kasus lain.

f. menyajikan secara naratif

Hasil penelitian berupa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam

kuesioner.Data yang diperoleh dari jawaban kuesioner merupakan data

primer yang kemudian dianalisis secara deskriptif dan dalam bentuk

persentase dengan menggunakan software (Kurniawan, 2008).

55

Anda mungkin juga menyukai