USULAN SKRIPSI
HERI ANDRIAN
SKRIPSI
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
i
Lembar Pengujian
USULAN SKRIPSI
HERI ANDRIAN
Disetujui Oleh :
Penguji I Penguji II
ii
DAFTAR ISI
iii
2.7.1 Gliserin...................................................................................................13
2.7.2 Sodium Luryl Sulfate .............................................................................14
2.7.3 Natrium Klorida .....................................................................................15
2.7.4 Na-EDTA ...............................................................................................15
2.7.5 DMDM hydantoin (Pubchem, 2004) .....................................................16
2.7.6 Aquadestilata .........................................................................................16
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ............................................................... 18
BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 21
4.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 21
4.2 Variabel Penelititan ..................................................................................... 21
4.2.1 Variabel Bebas .......................................................................................21
4.2.2 Variabel Tergantung ..............................................................................21
4.3 Definisi Operasional .................................................................................... 21
4.4 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 22
4.4.1 Tempat Penelitian ..................................................................................22
4.4.2 Waktu Penelitian ....................................................................................22
4.5 Bahan ........................................................................................................... 22
4.6 Alat .............................................................................................................. 23
4.7 Metode Kerja ............................................................................................... 23
4.8 Rancangan formula ...................................................................................... 25
4.8.1 Komposisi sabun anti bakteri .................................................................25
4.9 Cara pembuatan sabun antibakteri............................................................... 25
4.10 Evaluasi Sediaan ........................................................................................ 26
4.10.1 Evalusi Fisik Sediaan ...........................................................................26
4.11 Uji Aktivitas Antibakteri ........................................................................... 28
4.11.1 Pembuatan Media Nutrient Agar Plate (NAP) ....................................28
4.11.2 Peremajaan Biakan Bakteri ..................................................................28
4.11.3 Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus ..........................28
4.11.4 Uji Antibakteri Sabun Minyak Atsiri Kayu Manis ..............................28
4.11.5 Uji Daya Hambat Bakteri.....................................................................29
4.12 Analisis Data ............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
II. 1 Syarat mutu sabun mandi cair………………………………………………11
IV.1 Formula sabun cair…………………………………………………………25
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Daftar Riwayat Hidup ............................................................................ 33
2 Surat Pernyataan .................................................................................... 34
3 Jadwal Penelitian .................................................................................... 35
4 Anggaran Dana Usulan Skripsi .............................................................. 36
vii
DAFTAR SINGKATAN
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
Kulit merupakan salah satu bagian terpenting dari tubuh manusia yang
berfungsi untuk melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun
mekanik, gangguan cuaca, kuman dan bakteri serta berbagai ancaman dari luar. Hal
ini membuat berbagai kotoran dan kuman menempel pada kulit. Kulit adalah organ
tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia
(Wasitaatmadja, 1997). Sabun merupakan sediaan kosmetik yang dapat digunakan
sebagai perlindungan nonalamiah.
1
nonionik. Selain itu, surfaktan ini mempunyai potensi iritasi pada mata dan kulit
yang sangat rendah pada uji keamanan pada hewan ( Rieger and Rhein, 1997 ).
Cocoamidopropyl betaine merupakan surfaktan amfoter dengan sifat pembusa yang
baik dan dapat memberikan rasa lembut pada kulit (Butler,2000).
2
2. Mengetahui pengaruh kadar surfaktan Cocamidopropyl betain dengan
konsentrasi 3%, 5%, dan 7% dalam formulasi sabun minyak atsiri kayu manis
dengan kadar 5% terhadap zona hambat Staphylococcus aureus.
1.4 Hipotesis
Peningkatan variasi kadar surfaktan Cocamidopropyl betain dalam
formulasi sabun minyak atsiri kayu manis dengan kadar 5% akan memberiakan
pengaruh terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus, dan
karakteristik fisik sediaan (organoleptis, viskositas, bj, pH,stabilitas tinggi busa).
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
formulasi sabun cair antibakteri yang memiliki daya hambat bakteri dan mutu fisik
yang baik sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam mengadakan penelitian
lebih lanjut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Divisi : Gymnospermae
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Dialypetalae
Ordo : Policarpicae
Famili : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
4
Daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam rangkaian spiral.
Panjangnya sekitar 9–12 cm dan lebar 3,4–5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna
pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya hijau tua. Bunganya berkelamin dua
atau bunga sempurna dengan warna kuning, ukurannya kecil. Buahnya adalah buah
buni, berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang, buah muda berwarna
hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua (Rismunandar dan Paimin, 2001).
Kulit kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta
bersifat hangat. Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam kayu manis
diantaranya minyak atsiri eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium oksalat,
damar dan zat penyamak (Rahmawati, 2016).
2.2 Kulit
2.2.1 Definisi Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira
16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital vserta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada
lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti
sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan
(Setiabudi, 2008)
5
menghasilkan pigmen; sel Langerhans, sel fagositik berperan dalam pengambilan
dan pengolahan antigen, dan sel Merkel, sel neuroencokrin yang fungsinya belum
diketahui (Sander, 2004).
a. Lapisan Epidermis
6
b. Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang
jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan
fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar
dibagi Universitas Sumatera Utara menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu
bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah,
dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian
ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan
retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin
sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung
hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah
umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda.
Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang
serta lebih elastis (Djuanda, 2003).
c. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah,
dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada
lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan
penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).
7
2.2.3 Fungsi Kulit
Fungsi kulit yang paling penting adalah sebagai pelindung (barier) antara
individu dengan lingkungan sekitarnya. Barier ini harus dilewati oleh parasit
apabila hendak masuk kedalam lingkungan internal suatu individu, dan barier akan
rusak apabila terjadi luka tembus dan kandungan tubuh mengalir ke luar. Akan
tetapi, barier mempunyai lebih banyak sifat yang kompleks.
8
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
2.3.3 Patogenitas
Infeksi-infeksi piogen pada kulit merupakan salah satu bentuk tersering
penyakit Staphylococcus aureus. Enterokolitis Staphylococcus aureus terjadi
setelah pertumbuhan berlebihan flora usus normal. Pada kasus keracunan makanan
disebabkan masuknya enterotoksin yang telah dibentuk sebelumnya oleh
Staphylococcus aureus yang mencemari makanan, yang dibiarkan dalam suhu
ruangan atau suhu yang lebih tinggi. 2-7 jam setelah toksin masuk mulut timbul
muntah-muntah berat dan mendadak disusul diare seperti air.
9
Yang berfungsi untuk detergensi dan pembusaan. Secara umum, surfaktan
anionic digunakan karena memiliki sifat pembusaan yang baik. Selain itu, dapat
pula digunakan surfaktan kationik, namun surfaktan ini memiliki sifat
mengiritasi khususnya pada mata, sehingga perlu adanya kombinasi dengan
surfaktan nonionik atau amfoter. (Rieger, 2000)
2. Surfaktan Sekunder
Surfaktan yang bekerja mengatasi dan memperbaiki fungsi dari surfaktan primer
berkaitan dengan detergensi dan pembusaan. Beberapa dari jenis surfaktan
nonionic dapat digunakan karena busa yang dihasilkan lebih banyak dan stabil.
(Rieger, 2000)
10
digunakan tidak boleh menyebabkan perubahan stabilitas atau perubahan
produk akhir. Jumlah fragrance yang digunakan pada sabun cair tergantung
dari kebutuhan konsumen, biasanya berkisar dari 0,3 % ( untuk kulit sensitif)
hingga 1,5% (untuk sabun deodoran) (Barel et al, 2009).
2.4.2 Mekanisme Pembersihan sabun cair
Tegangan antar muka anatara kotoran dan permukaan kulit diturunkan oleh
surfaktan dalam sabun cair. Surfaktan terdiri atas bagian polar dan nonpolar. Bagian
polar berinteraksi dengan air, sedangkan bagian nonpolar berinteraksi dengan
kotoran yang biasanya berupa lemak. Surfaktan tersebut akan membentuk misel
dengan kotoran yang berada di bagian dalam. Bagian luar misel yang bersifat polar
akan berinteraksi dengan air sehingga saat pembilasan akan terbawa oleh air dengan
membawa kotoran (Tardos, 2005).
11
1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis sesaui SNI di0maksudkan untuk melihat tampilan fisik suatu
sediaan yang meliputi bentuk yang homogen, warna khas dan bau khas.
2. Uji pH
Uji pH bertujuan mengetahui keamanan sediaan krim saat digunakan sehingga
tidak mengiritasi kulit. Pada SNI syarat sabun mandi dengan bahan dasar deterjen
adalah 6-8.
3. Uji Viskositas
Apabila nilai viskositas sediaan krim dibandingkan terhadap sediaan satu sama
lainnya, maka terlihat perbedaan viskositas (Fitriansyah dan Gozali, 2014).
4. Bobot jenis
Bobot jenis yang dipersyaratkan SNI untuk sediaan sabun mandi bebahan dasar
deterjen maupun sabun adalah 1,01 – 1,10.
2.6 Cocamydopropyl Betaine
Surfaktan (surface active agent) adalah suatu senyawa yang pada
konsentrasi rendah memiliki sifat untuk teradsorpsi pada permukaan (surface)
ataupun antarmuka (interface) dari suatu sistem dan mampu menurunkan energi
bebas permukaan maupun energi bebas antarmuka (Rosen, 2004).
Meskipun betaine umumnya digolongkan ke dalam surfaktan amfoterik,
sebenernya penggolongan ini tidak tepat karena surfaktan ini tidak pernah ada
dalam bentuk anionik tunggal. Alkyl betaine selalu bermuatan positif, sehingga
dikelompokkan sebagai surfaktan kationik. Namun karena surfaktan ini juga
memiliki gugus bermuatan negatif dalam kondisi pH netral dan basa, maka sering
dianggap sebagai surfaktan amfoter. (Harun, 2014)
Betaine adalah surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah, dan pengemulsi
yang baik, khusunya dengan keberadaan surfaktan anionik (Barel et al, 2009). Daya
busanya tidak dipengaruhi oleh pH dan sifatnya kompatibel dengan surfaktan
anionik, kationik, maupun anonionik (Rieger dan Rhein, 1997). Betaine relatif tidak
mengiritasi, bahkan dengan adanya betaine dapat menurunkan efek iritasi surfaktan
anionik. Hal ini terbukti dari penelitian Teglia dan Secchi (1994), cocoamidopropyl
betaine dapat menurunkan iritasi dengan efek yang mirip dengan wheat protein
ketika ditambahankamn ke larutan sodium lauryl sulfate. Baik wheat protein
12
maupun cocoamidopropyl betaine dapat melindungi kulit dari iritasi (Barel et al,
2009).
13
2.7.2 Sodium Luryl Sulfate
Sodium dodesil sulfat (SDS atau NaDS) atau Sodium lauryl sulfate
(C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionik yang digunakan dalam produk industri
seperti produk pembersih lantai, sabun pencuci mobil, dan beberapa kebutuhan
rumah tangga seperti sabun, pasta gigi, sampo, dan lain-lain. Molekul ini
mempunyai bagian hidrofobik yang mengandung 12 atom karbon dan yang
mengikat gugus sulfat yang menjadikannya sebagai senyawa ampifilik. Struktur
senyawa ini adalah:
Sodium lauryl sulfate adalah nama pasaran dari sodium dodesil sulfat yang
merupakan surfaktan anionik. Seperti semua jenis surfaktan untuk deterjen
(termasuk sabun), sodium lauryl sulfate dapat menghilangkan lemak dari kulit,
tetapi dapat 16 menyebabkan iritasi pada mata.
14
2.7.3 Natrium Klorida
Natrium Klorida merupakan salah satu bahan yang digunakan oleh masyarakat
dalam pengolahan makanan dan bahan baku dalam berbagai industri kimia.
Industri kimia yang paling banyak menggunakan Natrium Chlorida sebagai bahan
bakunya adalah industry Chlor Alkali. Produk utama dari industri ini adalah
Chlorine (Cl2) dan Natrium Hidroksida (NaOH), yang banyak dibutuhkan oleh
industri lain, seperti industri kertas, tekstil, deterjen, sabun dan pengolahan air
limbah (Lesdantina, 2009).
Natrium adalah logam putih perak yang lunak, yang melebur pada 97,50C.
Natrium teroksidasi dengan cepat dalam udara lembab, maka harus disimpan
terendam seluruhnya dalam pelarut nafta atau silena. Logam ini bereaksi keras
dengan air, membentuk Natrium Hidroksida (NaOH) dan Hidrogen. Dalam garam-
garamnya natrium berada sebagai kation monovalent Na+ . Garam ini membentuk
larutan tak berwarna, hamper semua garam natrium larut dalam air (Vogel 1979).
2.7.4 Na-EDTA
Memiliki nama lain Edetate sodium, edetic acid tetrasodium salt; EDTA
tetrasodium, N,N0-1,2-ethanediylbis[N-(carboxymethyl)glycine] tetrasodium
salt, ethylenediaminetetraacetic acid tetrasodium salt, (ethylenedinitrilo)
tetraacetic acid tetrasodium salt, Sequestrene NA4, tetracemate tetrasodium,
tetracemin, tetrasodium edetate, Versene. Dengan rumus molekul C10H12N2Na4O8
dan berat molekul 380,20 gram/mol. Serta titik lebur > 300oC. Memiliki pH 11,3
dalam 1% w/v dalam air. Pemerian serbuk kristal putih. Larut dalam air. Na EDTA
digunakan sebagai Chellating agent dan juga sebagai pengawet anti mikroba. Pada
15
sediaan topikal, Na EDTA digunakan sebagai chellating agent dengan kadar 0,01-
0,1%. Inkompatibilitas dengan agen pengoksidasi kuat, basa kuat, dan logam
polivalen.
2.7.6 Aquadestilata
Memiliki nama lain yaitu Aqua, Aqua purificata, Hydrogen Oxide. Dengan
rumus molekul C3H8O3 dan berat molekul 92,09. Jernih, tidak berwarna, tidak
berasa. Inkompakbilitas dengan metal alkali, dan oksidanya seperti kalsium
oksida, dan magnesium oksida, garam anhidrat, bahan organik dan kalsium karbid.
Penggunaan sebagai Pelarut. Air banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan dan
pelarut dalam pengolahan, formulasi dan pembuatan produk farmasi, bahan aktif
16
farmasi dan intermediet, dan reagen nalitis. nilai spesifik dari air yang digunakan
untuk aplikasi tertentu dalam konsentrasi hingga 100% (Rowe et al., 2009).
17
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
Manusia adalah host alami bagi banyak spesies bakteri yang mendiami pada
suatu permukaan di kulit sebagai flora normal. Bakteri juga dapat di kelompokkan
dari beberapa flora bakteri dari kulit. Rintangan utama terhadap invasi mikroba
adalah kulit yang dapat juga disebut sebagai flora normal yang patogen maupun
non patogen. Mikroba tersebut terus-menerus berinteraksi dengan lingkungan
eksternal dan mendiami di suatu tempat tertentu dengan populasi yang beragam.
Sebagian besar flora yang mendiami suatu tempat tertentu adalah terdiri dari
bakteri. Organisme khas yang mendiami pada permukaan kulit biasanya spesies
Gram-positif salah satunya yaitu Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus
adalah spesies yang sangat signifikan karena mengkontribusi secara mayoritas.
Salah satu bentuk sediaan setengah padat yang sering digunakan sehari hari
adalah sabun mandi cair. Sabun mandi cair adalah bentuk sediaan pembersih kulit
berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar sabun atau deterjen dengan
penambahan bahan lain yang diijinkan dan digunakan untuk mandi tanpa
menimbulkan iritasi pada kulit (SNI, 2017).
18
dipakai secara bergantian dikarenakan berbentuk cair dan bisa dipakai sesuai
proporsi para pemakainya oleh satu orang saja. Betaine adalah surfaktan dengan
sifat pembusa, pembasah, dan pengemulsi yang baik, khususnya dengan
keberadaan surfaktan anionik (Barel, Paye, Maibach, 2009).
19
Cocamidopropyl betain Minyak atsiri Kayu
Manis
20
BAB IV
METODE PENELITIAN
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah karakteristik fisik dan uji
aktivitas antibakteri dan diameter zona hambat dari Staphylococcus aureus.
4.3 Definisi Operasional
21
d. Uji karakteristik fisik meliputi Organoleptis, pH, bj, viskositas dan stabilitas
tinggi busa.
e. Zona inhibisi, yaitu daerah jernih disekitar lubang sumuran yang tidak
ditumbuhi oleh bakteri Staphylococcus aureus.
4.4 Tempat dan Waktu Penelitian
4.4.1 Tempat Penelitian
Peneltian ini dilakukan pada bulan Februari 2018 sampai dengan bulan Mei 2018.
4.5 Bahan
22
4.6 Alat
1. Cawan petri
3. Termometer
4. Alat-alat gelas
5. pH meter
7. Viskometer Brookfield
9. Water bath
12. Inkubator
14. Autoklaf
23
betaine (5%), formula III (F3) mengadung Cocoamidopropyl betaine (7%) dan
formula kontrol negatif (F0) tidak ditambahkan Cocoamidopropyl betaine.
Semua formula direplikasi 3 kali dan uji dilakukan replikasi 3 kali dengan
volume masing-masing sediaan sebanyak 100 ml.
Pembuatan sediaan sabun antibakteri minyak atsiri kayu manis dengan kadar 5 % dengan
surfaktan cocamidopropyl betaine degan kadar 3%, 5%, 7%.
Evaluasi Sediaan
Analisis Data
24
4.8 Rancangan formula
Dalam penelitian ini terdapat 3 formula sabun minyak atsiri kayu manis 5%
dengan Cocoamidopropyl betaine berbagai konsentrasi dan 1 formula sebagai
kontrol negatif.
4.8.1 Komposisi sabun anti bakteri
Tabel formula sabun ekstrak Kayu Manis 5% terdiri dari 4 formula yaitu
kontrol negatif (kontrol negatif), formula 1 (formula yang mengandung
Cocoamidopropyl betaine dengan kadar 3% ), formula 2 (formula yang
mengandung Cocoamidopropyl betaine 5%) dan formula 3 (formula yang
mengandung Cocoamidopropyl betaine dengan kadar 7%).
Bahan Fungsi F0 F1 F2 F3
Minyak Kayu Manis
Bahan aktif - 5% 5% 25 %
Cocamidopropyl betain Basis / - 3% 5% 7%
surfaktan
Sodium lauryl sulfate Basis / 10 % 10 % 10 % 10 %
Surfaktan
NaCl Thickening 5% 5% 5% 5%
agent
Gliserin Thickening 10 % 10 % 10 % 10 %
agent
DMDM hydantoin Pengawet 0,2 % 0,2 % 0,2 % 0,2 %
Sodium lauryl sulfate pada beaker glass ditambahkan NaCl aduk ad NaCl larut,
kemudian di tambahkan cocamidopropyl betain, Na-EDTA, gliserin dan pengawet
ditambahkan secara berturut turut yakni ke dalam beaker glass kemudian aduk ad
homogen. Minyak atsiri kayu manis ditambahkan di aduk hingga membentuk campuran
yang homogen.
25
Skema cara pembuatan sabun antibakteri dapat dilihat pada gambar 4.2 :
Natrium Klorida
Sodium lauryl sulfate
1. Organoleptis
26
2. Penetapan pH
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan alat pH meter basic 20+. Dicuci
elektroda dengan aquadest dan dikeringkan dengan tisu, kemudian dilakukan
kalibrasi dengan larutan buffer standart pH 7.0, elektroda dicuci dan
dikeringkan kembali. Ditimbang sediaan sabun sebanyak 5 gram, kemudian
diencerkan dengan aquadest bebas CO2 sampai 50 ml. Lalu dilakukan
pengukuan pH sediaan dengan cara elektroda dimasukkan kedalam sediaan
sabun dan dilihat angka yang tertera pada alat (Depkes RI, 1995). Nilai pH
sabun cair yang ditetapkan SNI 4085:2017 adalah 6-8.
3. Viskositas
Pengukuran viskositas krim diukur menggunakan alat viskometer
Brookfield LV. Viskometer Brookfield merupakan salah satu viskometer yang
menggunakan gasing atau kumparan yang dicelupkan ke dalam zat uji dan
mengukur tahanan gerak dari bagian yang berputar. Tersedia kumparan yang
berbeda untuk rentang kekentalan tertentu, dan umumnya dilengkapi dengan
kecepatan rotasi (FI IV, 1995). Sebanyak 100 g sabun dimasukkan kedalam
cup, kemudian memasang spindle ukuran 64 dan rotor dijalankan dengan
kecepatan 6 rpm. Setelah viskometer menunjukkan angka yang stabil, hasilnya
dicatat kemudian dikalikan dengan faktor (1000). Berdasarkan persyaratan
SNI 06-4085-1996 tentang rentang viskositas sediaan sabun cair yang
memenuhi persyaratan yaitu 500-20000 cP.
27
Perhitungan :
𝑾
Bobot jenis, 250C = 𝑾𝟏
Pembuatan media Nutrient Agar Plate dengan cara menimbang agar nutrien
sebanyak 23 gram, lalu masukkan dalam gelas ukur. Tambahkan aquades sampai
volume menjadi 1 liter. Larutan yang sudah larut disterilisasi dalam aoutoklaf pada
suhu 121oC selama 15 menit. Larutan agar nutrien yang telah disterilisasi
dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri sebanyak 15 ml. (Nazhifa, 2013)
4.11.2 Peremajaan Biakan Bakteri
Bakteri uji diambil dengan jarum ose steril, kemudian ditanamkan pada
media nutrient agar dengan cara menggores, selanjutnya diinkubasi dalam
inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam (Cavalieri, 2005).
Bakteri uji yang telah diremajakan pada media nutrient agar diambil
dengan kawat ose steril, kemudian disuspensikan kedalam tabung yang berisi 2
ml NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan standar
kekeruhan larutan Mc. Farland 108 (Mpila, 2012).
28
ekstrak rosella dengan Cocoamidopropyl betaine bisa dilihat dari besarnya zona
hambat yang terbentuk disekitar sumuran setelah diinkubasi pada suhu 37º C
selama ± 18-24 jam (Darson, 2003).
a. Siapkan sediaan krim yang akan di uji F1, F2, F3, K (-), dan K (+).
g. Amati zona inhibisi (daerah jernih sekitar luang sumuran yang tidak
ditumbuhi bakteri). Ukur diameter zona inhibisi menggunakan penggaris atau
jangka sorong (Darson, 2003).
4.12 Analisis Data
29
dilanjutkan uji Honesty Significant Differnece (HSD) untuk mengetahui data
mana yang berbeda (Nurbaty, 2016)
30
DAFTAR PUSTAKA
Buchmann, S., Main Cosmetics Vehicles, in Barel, A.O., Paye, M., Maibach., H.I.,
3rd Ed. Hand Book of Cosmetic Science and Technology, Marcell
Deker, inc., New York, pp.165.
Butler, H. (ed.). (2000). Poucher's Perfumes, Cosmetics and Soaps, 10th Edn.
Britain: Kluwer Academic Publishers. Hal. 69-100.
Cavalieri, S.J., Rankin, I.D., Harbeck, R.J., Sautter R.S., McCarter Y.S., Sharp S.
E., Ortez J.H.,Spiegel C.A., 2005, Manual of Antimicrobial
Susceptibility Testing, American Society for Microbiology, USA, 3–
11, 101–113.
Chairunnisa, 2017, Gas Chromatography – Mass Spectrometry Analysis and
Antibacterial activity of Cinnamomum burmanii Essential Oil to
Staphylococcus aureus and Escherichia coli by Gaseous Contact,
Dept. of Pharmacy Islamic University of Indonesia, Yogyakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia Ed. ke-
4, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Garna, H., 2001, Patofisiologi Infeksi Bakteri pada Kulit, Sari Pediatri, Vol. 2,
No. 4, Maret 2001: 205 – 209.
Harun, D., 2014, Formulasi dan Uji Aktifitas Anti Oksidan Krim Anti Aging
Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis ( Garcinia magostana l.)
dengan Metode dpph, Jakarta : Skripsi. Fakultas Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jawetz et al, 2005, Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg,
Ed.23, Translation of Jawetz, Melnick and Adelberg’s Medical
Microbiology. Alih bahasa oleh Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC.
Lesdantina D, Istiqomah. 2009. Pemurnian NaCl dengan Menggunakan
Natrium Karbonat. http://eprints.undip.ac.id. Diakses 17 Desember
2017.
Lis-Bachin, M., 2006, Aromatheraphy Science: A Guide For Healthcare
Professional, London: The Pharmaceutical Press.
31
Pubchem, 2004, DMDM hydantoin, https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ compound/
22947 25 Januari 2018
SNI, 2017, Standar Mutu Sabun Mandi Cair 4085:2017, Jakarta: Dewan
Standarisasi Nasional.
Vogel, 1979, Anailsis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semi Mikro, Jilid I,
Edisi kelima, Jakarta : PT. Kalman Media Pusaka.
32
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Heri Andrian
33
Lampiran 2
SURAT PERNYATAAN
Heri Andrian
34
Lampiran 3
Bulan Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar April Mei
Kegiatan 2017 2017 2017 2017 2018 2018 2018 2018 2018
Studi Pustaka
Proposal
Seminar
Proposal
Penelitian
Analisis Data
Penyusunan
Laporan
Seminar Hasil
35
Lampiran 4
Pembuatan Naskah
Praktikum
36
37