Anda di halaman 1dari 2

ISONIAZID (INH)

Isoniazid merupakan obat yang paling aktif dalam terapi tuberkulosis yang disebabkn oleh galur yang
rentan. Bentuknya kecil (BM 137) dan larut dengan bebas dalam air. In vitro, isoniazid menghambat
kebanyakan basil tuberkel pada konsentrasi 0,2 mcg/mL atau kurang dan bersifat bakterisidal untuk
basil tuberkel yang aktif bertumbuh. Isoniazid kurang efektif terhadap spesies mikobakterium atipik.
Isoniazid dapat mempenetrasi makrofag sehingga aktif terhadap organisme intrasel dan ekstrasel.

Mekanisme Kerja
Isoniazid menghambat sintesis asam mikolat, yang merupakan komponen penting dalam dinding sel
mikobakterium. Isoniazid merupakan prekursor obat yang diaktifkan oleh KatG, suatu katalaseperoksidase milik mikobakterium. Bentuk aktif isoniazid membentuk kompleks kovalen dengan
protein pembawa asam-asil (AcpM) DAN KasA, suatu sintase protein pembawa beta-ketoasil, yang
menyekat sintesis asam mikolat dan membunuh sel.
Farmakokinetik
Isoniazid cepat diserap di saluran cerna. Dosis oralnya sebesar 300 mg (5 mg/Kg pada anakanak)mencapai kadar puncak dalam plasma sebesar 3-5 mcg/mL dalam 1-2 jam. Isoniazid mudah
berdifusi ke dalam semua cairan tubuh dan jaringan. Kadarnya dalam sistem saraf pusat dan cairan
serebrospinal berkisar antara 20% dan 100% dari kadar serum yang diukur bersamaan.
Metabolisme isoniazid terutama asetilasi oleh N-asetiltransferasi hati ditentukan secara
genetik. Kadar isoniazid plasma rerata pada asetilator cepat adalah sepertiga hingga separuh kadar
tersebut pada asetilator lambat; waktu paruh rerata pada keduanya masing-masing sebesar kurang
dari 1 jam dan 3 jam. Bersihan isoniazid yang lebih cepat oleh asetilator cepat biasanya tidak
berdampak pada terapi jika dosis yang sesuai diberikan setiap hari, tetapi kadarnya bisa saja tidak
sesuai untuk terapi (subterapeuti) jika obat diberikan sekali seminggu atau jika terjadi malabsorpsi.
Metabolit isoniazid dan sejumlah kecil isoniazid yang tidak mengalami perubahan dieksresi
terutama melalui urin. Dosisnya tidak perlu disesuaikan pada gagal ginjal. Penentuan penyesuaian
dosis ini tidak terlalu jelas pada pasien yang sebelumnya telah menderita insufisiensi hati yang berat
(isoniazid dikontraindikasikan jika merupakan penyebab hepatitis) dan harus dipandu oleh kadarnya
dalam serum jika penurunan dosis obat harus dilakukan.
Penggunaan Klinis
Dosis isoniazid biasanya sebesar 5 mg/kg/hari. Dosis dewasa umumnya 300 mg yang
diberikan sekali sehari. Pada keadaan infeksi berat atau malabsorpsi, dosis obat tersebut dapat
diberikan hingga 10 mg/kg/hari. Dosis 15 mg/kg/hari, atau 900 mg , dapat digunakan pada regimen
obat yang diberikan dua kali seminggu dalam kombinasi dengan agen antituberkulosis kedua
(misalnya, rifampin 600 mg). Piridoksin 25-50 mg/hari, dianjurkan bagi penderita dengan keadaan
yang dapat menjadi predisposisi timbulnya neuropati, suatu efek simpang isoniazid. Isoniazid
biasanya diberikan peroral tapi juga dapat diberikan secara parenteral dalam dosis yang sama.
Isoniazid sebagai suatu agen tunggal juga diindikasikan dalam terapi tuberkulosis laten.
Dosisnya sebesar 300 mg/hari (5 mg/mg/kg/hari) atau 900 mg dua kali seminggu selama 9 bulan.
Efek Samping: insidens dan derajat keparahan reaksi isoniazid yang merugikan berkaitan dengan
dosis dan lama pemberiannya.

1. Reaksi imunologis: demam dan ruam pada kulit sesekali dijumpai. Telah dilaporkan
terjadinya lupus eritematosus sistemis yang dipicu oleh obat
2. Toksisitas langsung: hepatitis yang terinduksi oleh isoniazid merupakan efek toksis utama
yang paling sering terjadi. Hepatitis klinis yang disertai hilangnya nafsu makan, mual,
muntah, ikterus dan nyeri kuadran kanan atas terjadi pada 1% resepien isoniazid dan dapat
mematikan, terutama jika oba tersebut tidak segera dihentikan.

Referensi:
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Penerbit EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai