Anda di halaman 1dari 5

1

KHOTBAH NARASI1: 2 Raja-raja 5.20-27


I. KOQ?2
Ah!? Betapa bodohnya saya! Peristiwa ini terjadi awal bulan ini, tepatnya tanggal 02 Nopember
yang lalu, ketika saya berada di sebuah ATM di daerah asal saya. Rencananya, saya akan
mengambil uang untuk membeli keperluan pribadi. Sontak saya dikejutkan oleh pemandangan
yang membuat saya shock beberapa saat! Saldo Anda Delapan Puluh Tujuh Juta...Apakah Anda
ingin melanjutkan transaksi lagi? Demikian tertera di layar mesin ATM tersebut padahal saya
belum memasukkan kartu ATM saya! Ya, sudah barang tentu jika kartu yang ada di mesin ATM itu
adalah milik orang lain. Dan tentu saja, peristiwanya belum lama terjadi. Tapi siapa pemiliknya?
Yang mana orangnya? Saya pun menoleh ke sekeliling saya, tak seorang pun ada disana, kecuali
adik saya yang berada dalam mobil yang di parkir tak jauh dari lokasi ATM tersebut. Kamera CCTV?
Ah, kamera hanya merekam masuk dan keluarnya saya dari ruangan itu dan tidak akan tahu kartu
ATM siapa yang saya sedang gunakan. Sekali lagi: 87 Juta! Angka atau jumlah yang sangat
fantastis, bukan? Kapan lagi kalau bukan sekarang? Siapa lagi kalau bukan saya?
Mau cari kemana uang sebesar itu? Harus berapa lama bekerja untuk saya bisa menghasilkan
uang sebanyak itu? Memangnya Tuhan mau jadi Santa Claus, turun dari di sorga dengan
buntelan uang, datang pada saya dan berkata, Ho..ho...ho...ini 87 juta buatmu Samuel, karena
kamu sudah menjadi mahasiswa yang ganteng dan mempesona!
Duh! Benar-benar terlihat bodoh saya pada malam itu! Hilanglah peluang mendapat uang
sejumlah yang belum pernah bahkan mungkin tidak akan pernah saya miliki! Saya pergi
meninggalkan ATM tanpa melakukan tindakan apa-apa! Bahkan, niat untuk menarik uang saya
sendiri pun saya urungkan!
II. WADUH!3
Take it or leave it? Now or never! Kesempatan tidak datang dua kali dengan cara yang sama!
Pepatah itu terus memenuhi benak saya dalam perjalanan pulang. Mungkin begitu juga yang
terlintas dalam benak Gehazi, sang asisten Nabi Elisha saat ia menyaksikan tawaran Jendral
Naaman terhadap Elisha. Maka ia pun mengejar iring-iringan Jendral Naaman setelah Elisha tidak
lagi memperhatikannya.
1

Khotbah narasi ini pernah dipresentasikan dalam kelas Homiletika II pada 06 Nopember
2014 dan rencana semula akan dibawakan dalam ibadah chapel STT Abdiel, tanggal 26 nopember
2014 (sebagai tugas mata kuliah: Homiletika II, yang diampu oleh Pdt. Suriawan, M.Si), namun
karena satu dan lain hal, khotbah ini akhirnya dibawakan dalam kelas Homiletika II pada 04
Desember 2014. Narasi telah mengalami beberapa kali perubahan/edit.
2
Menghilangkan keseimbangan (terciptanya suatu konflik [menimbulkan kebimbangan,
ketegangan, rasa kuatir, rasa takut, rasa tertekan], belum ada solusi, mengundang rasa ingin tahu
pendengar, dll)
3
Menganalisa ketidakcocokan (analisa/diagnosa terhadap konflik); menampilkan masalah
yang sebenarnya, bukan sebatas memperlihatkan konflik. Penyampaian Injil ada pada bagian ini.
pendengar diajak membuat kesimpulan. Analisa dan diagnosa diarahkan untuk mendalami
motivasi atau perilaku yang muncul. Hal ini akn menyentuh dan mencapai akar permasalahan yang
sesungguhnya. Dari sini nanti akan ada jalan menuju solusi.

Salahkah Gehazi dengan keinginannya untuk menjadi kaya?

Salahkah jika seseorang ingin berubah nasib dari miskin-papa lalu menjadi kaya-raya?

Bukankah dengan kekayaan, manusia bisa mendapatkan semua hal baik: pendidikan
berkualitas, kesehatan yang terjamin, tempat tinggal yang mewah lengkap dengan segala
fasilitas kebugarannya. Dengan kekayaan, kita bisa mengkonsumsi makanan bergizi dan
memenuhi syarat kesehatan Empat sehat lima kenyang?

Dan, bukankah kekayaan itu juga berdimensi humanis dan spiritual, dimana melalui
kekayaan kita bisa membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan, bahkan
membantu pekerjaan Tuhan dengan mendonasi gereja-gereja atau kehidupan hambahamba Tuhan yang kekurangan? Seperti tertuang dalam pemikiran Gehazi (Ay 22).

Saya meyakini bahwa Gehazi adalah seorang pekerjakeras dan ringan tangan dalam membantu
Gurunya, Elisa. Kemanapun Elisa pergi pelayanan, Gehazi tak pernah ketinggalan. Apapun yang
Elisa perintahkan, dengan taat ia kerjakan. Bahkan, saat Elisa tidak tahu apa yang menjadi keluhkesah perempuan kaya yang berasal dari Sunam, Gehazi-lah yang kerap dimintai saran. Dan tanpa
diduga, menurut narator Kitab ini, Gehazi mengerti betul pergumulan klien-nya Nabi Elisa tersebut
(bahwa perempuan Sunam itu merindukan kehadiran sang buah hati). Dan lagi, ketika di kemudian
hari anak itu meninggal, Elisa menyuruh Gehazi, untuk pergi dan menyembuhkan (membangkitkan
dari kematian!) anak itu. Meski tak membuahkan hasil, namun Gehazi berhasil melakukan amanat
tuannya itu, detail demi detail.
Ah, lagipula Jenderal Naaman itu tokh sedang bergembira karena baru saja disembuhkan dari
penyakit yang dideritanya. Ia ingin berterimakasih pada Tuhan, pada Elisha dan tim pelayanannya!
Siapa sih yang tidak ingin sembuh dari sakit kusta, sebuah penderitaan yang bukan saja fisik
sifatnya, namun juga berdampak sosial, yaitu dikucilkan oleh masyarakat! Elisha menolak. Naaman
terus berusaha agar Elisha mau menerimanya. Namun lagi-lagi Elisa bersikeras menolak
pemberian si Jenderal yang murah hati itu.
Duh! Bukankah kebaikan itu tak akan pernah menjadi kebaikan apabila tidak tersedia ruang dan
kesempatan bagi orang lain untuk berbuat baik kepada kita? Niat tetaplah niat, tak akan berubah
jadi tindakan nyata! Rasa-rasanya, ungkapan terima kasih itu lebih disukai apabila mewujud dalam
kasih yang diterima, agar tidak dicap sebagai slogan semata?! Mungkinkah ini menjadi alasan bagi
Gehazi dalam mencoba memberi ruang, memberi kesempatan, agar Naaman bisa
mengekspresikan rasa terimakasihnya!
Memang benar bahwa Gehazi ini hanya seorang hamba, bujangnya Elisha, pelayan bagi tuannya,
namun bukan sekedar bujang atau pelayan, melainkan ia pun seorang yang cerdas sebab jika
tidak demikian, ia tak akan terpilih dari sekian banyak orang di wilayah itu untuk jadi asisten
pribadinya Elisa. Gehazi seorang yang sangat profesional, yang mengerjakan pekerjaannya TIDAK
ditentukan oleh mood, kegalauan, atau dipengaruhi oleh berbagai persoalan pribadi! Seseorang
dikatakan profesional, bukan saja ketika ia melakukan pekerjaan sesuai dengan porsinya, namun ia
terus menuntut diri untuk selalu cakap (capable) dan dapat diandalkan (accountable) dalam setiap
tugas yang diperintahkan kepadanya! Tampaknya, Gehazi telah bekerja keras, bekerja cerdas dan
bekerja ikhlas. Tampak pula sepertinya Gehazi ini merupakan seorang yang penganut azas

meritokrasi, dimana setiap orang yang bekerja layak mendapat upahnya, apalagi saat ia terlibat
dalam proses penyembuhan si Jenderal kusta! Bukankah kerjakerasnya itu patut diapresiasi?
III.

AHA!4

Lalu, mengapa, ia harus dihardik sedemikian keras oleh Elisha, bahkan dikutuk: ...penyakit kusta
Naaman akan melekat kepadamu dan kepada anak cucumu untuk selama-lamanya? (Ay 27f)

Mengapa si Nabi tua dan botak itu sedemikian hebatnya memarahi Gehazi, tanpa bertanya
terlebih dahulu mengapa bujangnya itu melakukan hal tersebut?

Apakah Elisa benar-benar mengetahui motif Gehazi?

Adakah kerugian materil maupun immaterial yang dialami Elisa oleh karena
perbuatannya?

Narator hanya mengatakan, Elisa berkata kepada Gehazi, Bukankah hatiku ikut pergi... (Ay
26f). Oh, bagi Elisa, ternyata Gehazi bukan lagi seorang budak di mata majikannya. Gehazi
bukan sebatas teman, namun bak sahabat bagi Elisha. Gehazi-lah tempatnya mencurahkan kasih
sayang dan berbagi hidup. Dan, Gehazi adalah hati-nya! Namun sayangnya, hati Gehazi berada
pada bergelimangnya harta yang ditawarkan Jenderal Naaman. Teringat kita akan perkataan
seorang pemuda dari Nazaret dalam Matius 6.21, Karena dimana hartamu berada, disitu juga
hatimu berada.
Alangkah beruntungnya Gehazi, saat pilihan Elisa jatuh kepadanya! Dari sekian banyak orang yang
ngelmu di sekolah nabi-nabi, Gehazi, yang tak jelas track-record-nya, terpilih untuk belajar
langsung pada sang nabi Elisa! Pendidikan itu mahal, terlebih keteladan hidup seorang guru!
Sayang seribu sayang, Gehazi mengalami disorientasi pelayanan! Pelayanannya tidak lagi
didasarkan pada ketulusan dalam melayani, namun kepada besaran nominal sebuah pelayanan!

Apakah salah punya keinginan? Bukankah keinginan itu adalah pemberian Tuhan juga?

Apakah salah jika manusia mencintai uang? Bukankah TANPA cinta uang manusia TIDAK
AKAN bisa memahami nilai dari uang? Cinta tak pernah lepas dari nilai! Seberapa besar
cinta kita akan sesuatu atau seseorang, akan menentukan berapa nilai sesuatu atau orang
tersebut di mata kita! Dan seberapa besar nilai kita terhadap sesuatu atau seseorang akan
menentukan bagaimana kita bersikap terhadapnya! Tentu saja mencintai uang bukanlah
hal terlarang. Namun ketika kita mencintai uang melebihi cinta kita kepada Allah dan
sesama, disanalah masalah hidup sedang disemai dan dosa pun dibuahi! (1Tim 6.10f)

Kisah Gehazi tidak berhenti sampai di Pasal 5. Gehazi belum tamat riwatnya, meski ia harus
menanggung konsekuensi dari perbuatannya! Dalam Pasal 8, Narator kembali mengangkat
tokoh Gehazi ini ke permukaan, namun dengan setting yang tampaknya sudah lain sama sekali. Ya,
Gehazi berakhir happy-ending! Betapa tidak? Ia berada di istana Raja! Disana ia berkesempatan
4

Mencarikan solusi dengan menemukan mata rantai yang hilang pada bagian kedua
(WADUH). Pemecahan masalah ini didengar dan dirasakan dan dialami oleh pendengar, sehingga
pendengar melihat masalah ini dari sudut pandang yang baru (ada aspek pembalikan: Pembalikan
terjadi karena ada pendalaman isi Alkitab oleh si Pengkhotbah). Nilai-nilai Injil itu sering
mengajarkan sesuatu yang diluar akal pikiran orang pada umumnya atau kerap memunculkan halhal yang mustahil bagi akal manusia.

untuk bersaksi di hadapan Raja Yoram, perihal perbuatan Allah yang besar, yang diperbuat
melalui Nabi Elisa! (2 Raj 8.4-5).

Pertanyaannya sekarang, apakah Gehazi telah sembuh dari kustanya? Sebab jika seorang
penderita kusta dikucilkan dari masyarakat, sudah barang tentu Gehazi pun mengalami
yang sama, dan tak mungkin bisa dekat-dekat dengan raja!

Sepertinya Narator tetap membisu. Namun di Pasal 8.4f, Narator memberikan sedikit clue pada
pembacanya. Mari kita memperhatikan frase ...bujang abdi Allah...
Aha! Gehazi tidak dipecat oleh Elisa. Gehazi masih mendapat tempat di hati Elisa. Dan bukan
tak mungkin Elisa telah mencabut sumpah palapa-nya atas Gehazi dan memohonkan doa
kepada Allahnya untuk kesembuhan Gehazi. Sepertinya memang benar jika doa bisa mengubah
keputusan Tuhan. Sebab hal ini pun terjadi dalam kitab yang sama, dimana ketika Raja Hizkia
sakit, hampir mati dan telah divonis mati (2 Raja-raja 20:1-5). Tak ada alasan lain untuk
mengatakan bahwa Gehazi telah sembuh! Ya, Gehazi sembuh setelah penderitaan memimpin
dirinya menuju pertobatan yang sungguh-sungguh! Saya dapat membayangkan, betapa berapiapinya Gehazi di hadapan Raja Yoram saat ia bersaksi perihal kemahakuasaan Allah melalui
perantaraan Nabi Elisa!
IV.

WOW 15

Ada beberapa pelajaran berharga yang dapat diambil dari narasi ini. Beberapa diantaranya adalah:
1.

Keterampilan bereksegese, kepintaran berkomunikasi, kecerdasan berinisiatif, dan berbagai


talenta atau karunia rohani yang kita miliki, seolah tak cukup jika tanpa dibarengi karakter
ilahi dan motivasi yang dikuduskan! Karunia-karunia rohani memang bisa membawa kita ke
puncak pelayanan, namun karakter yang telah diubahkan oleh Allah-lah yang mampu
membuat kita bertahan disana! Joel Osteen berkata, Allah lebih perduli dengan karakter
kita ketimbang kondisi dan situasi yang kita alami. Semua hal sulit yang terjadi, akan
membawa kita pada kesempurnaan karakter yang dikehendaki Allah. Apapun dan siapapun
yang Anda hadapi saat ini, yakinlah bahwa Allah sanggup membawa Anda ke tempat dimana
seharusnya Anda berada!

2.

Kesembuhan adalah anugerah Tuhan. Hak prerogatif Allah terhadap siapa saja Allah mau
menganugerahkannya! Pelayanan kepada sesama manusia adalah kasih karunia Allah,
termasuk bidang pelayanan kesembuhan. Bukan untuk dikomersialkan apalagi dijadikan
komoditas pelayanan dengan tarif yang beragam! Setiap pelayan bagaikan alat ditangan
Sang Seniman Agung. Dan setiap bentuk pelayanan kita adalah respon kita atas anugerah
Allah bagi kita!

3.

Alangkah beruntungnya kita saat dipanggil untuk diperlengkapi dengan banyak hal. Dididik
dalam sekolah nabi-nabi yang bernama STT Abdiel untuk didisiplin dalam segala macam
5

Pendengar telah siap dibawa dan diperhadapkan kepada Injil Yesus Kristus. Pengkotbah
boleh bertanya kepada pendengar tentang konsekuensi yang dihadapi mereka ketika Injil bertemu
dengan manusia. Klimaks yang sesungguhnya ada di bagian keempat (WOW 1), karena ada
sesuatu yang terjadi dimana pendengar mengalami kuasa Injil.

aturan, dilatih dalam menghadapi berbagai macam karakter, dituntut dalam tugas-tugas
akademis dan hal-hal teknis lainnya, yang kesemuanya itu sangat berguna bagi pelayanan kita
di masa yang akan datang! Namun, keberserahan total kepada Allah harus terlihat dari
keengganan kita mengkompromikan nilai-nilai rohani dan yang profan! Keberserahan total
kepada Allah harus terlihat dari bagaimana kita memanfaatkan setiap kesempatan yang ada.
Dididik sebagai mahasiswa adalah sebuah kesempatan untuk mengembangkan diri dengan
banyak pengetahuan kognitif dan afektif kita. Kesempatan untuk pelayanan weekend adalah
sebuah kesempatan untuk mengembangkan tempat pelayanan dan mengembangkan
kemampuan pelayanan kita sendiri!
4.

V.

Sebagai orang-orang yang dididik dalam tradisi pelayanan, bukan tidak mungkin kita bisa
mengalami disorientasi pelayanan, visi yang berubah atau motivasi pelayanan yang tidak
lagi berkenan kepada Tuhan. Tidak sedikit orang-orang yang katanya pelayan Tuhan justru
menjadikan tempat pelayanan sebagai tempat meraup keuntungan, demi sebuah perubahan
nasib, dan perbaikan taraf hidup! Dari Gehazi hingga Yudas Iskariot, berujung pada pertobatan
ataukah pada penyesalan yang tiada akhir. Namun jika kita menyadari bahwa panggilan
pelayanan adalah hak istimewa yang dikaruniakan kepada kita, maka seyogyanya kita
meresponi dengan kemauan dan kemampuan yang tidak ala kadarnya.
WOW 26

Almarhum Pdt. Akmal Sani, seorang hamba Tuhan yang memberkati pernikahan saya, pernah
berkata begini kepada saya, Samuel, menjadi seorang hamba Tuhan, seringkali kita menuai
BUKAN ditempat dimana kita menabur! Jika saya men-traceback perjalanan hidup saya,
perkataan itu benar adanya. Ternyata, berkat-berkat Tuhan itu sangat melimpah dalam hidup
saya. Bukan karena saya seorang pebisnis ataupun pengusaha, apalagi dengan kehadiran ATM
misterius tadi.
Saudara-saudara, Allah yang memanggil kita, adalah Allah yang bertanggungjawab untuk
memelihara setiap orang yang masuk dalam barisan pelayan Tuhan! Allah yang kita sembah dan
layani, adalah Allah yang memiliki banyak cara kreatif untuk memberkati kita. Elisha ingin
mengajarkan kepada Gehazi agar bersandar dan berserah penuh kepada Allah yang mereka layani.
Dan hari ini, TUHAN pun ingin mengajar kita dengan hal yang sama, bahwa TUHAN yang telah
memanggil kita adalah TUHAN yang mencukupkan segala keperluan sesuai dengan kekayaan dan
kemuliaan-Nya di dalam Kristus Yesus (Filipi 4.19).
AMIN.

Dikerjakan Oleh: Samuel Nainggolan


Khotbahnarasi-Samuel[edit].docx

Sebagai bagian paling akhir, pengkhotbah mengajak pendengar menerima konsekuensi


anugerah Allah ini.

Anda mungkin juga menyukai