ML2F3060521
ML2F3060521
Optimasi Penempatan Transformator Distribusi Berdasar Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada
Wilayah Kawasan Tertib Listrik UPJ Semarang Selatan)
Seno Sasmito Pradono - L2F 306 052*, Ir. Tejo Sukmadi, M.T.**, Ir.Bambang Winardi**
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Abstrak - Pada sistem distribusi dibedakan atas jaringan distribusi primer dan sekunder. Jaringan distribusi primer
adalah jaringan dari trafo gardu induk ( GI ) ke gardu distribusi, sedangkan sekunder adalah jaringan saluran dari
trafo gardu ditribusi hingga konsumen atau beban. Jaringan distribusi primer lebih dikenal dengan jaringan tegangan
menengah ( JTM 20kV ) sedangkan distribusi sekunder adalah jaringan tegangan rendah ( JTR 220/380V ). Jaringan
distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang terdekat dengan pelanggan atau beban dibanding dengan
jaringan transmisi.
Kelistrikan jaringan pada saat ini kondisi kelistrikan di seluruh indonesia mengalami susut sebesar 5% yang
diakibatkan berbagai macam faktor seperti diameter penghantar yang digunakan bersekala menengah maka pada SR
terjauh nilai tegangan lebih 10% jatuh tegangan yang diijinkan dan harus mengantisipasi kenaikan beban listrik
sebesar 22,7%, penempatan trafo yang tidak maksimal dan jarak tempuh energy listrik dari transformator ke beban
yang kurang diperhatikan sehingga menjadi tidak maksimal besarnya kapasitas suatu transformator dan jatuh
tegangan yang semakin besar pula. Dengan adanya kondisi tersebut diperlukan evaluasi dan perencanaan kembali
yang memperhatikan kriteria-kriteria perencanaan seperti jatuh tegangan yang diijinkan dan kelangsungan pelayanan
listrik sehingga muncul optimasi pada jaringan yang dipakai.
.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem distribusi merupakan salah
satu sistem dalam tenaga listrik yang mempunyai
peran penting karena berhubungan langsung dengan
pemakai energi listrik, terutama pemakai energi
listrik tegangan menengah dan tegangan rendah.
Biasanya sering kali terjadi beban tidak seimbang
pada fasa-fasanya (sistem distribusi merupakan
sisem 3 fasa) atau terjadi naik turunnya tegangan
karena penyaluran energi listrik yang jauh dari pusat
pembangkit dan mengakibatkan losses pada saat
penyampaian menuju beban atau konsumen.
Keadaan tersebut kalau dibiarkan terus
menerus maka akan menyebabkan terjadinya
penurunan keandalan sistem tenaga listrik dan
kualitas energi listrik yang disalurkan serta
menyebabkan kerusakan alat yang bersangkutan.
Untuk itu diperlukan suatu tindakan yang
mengoptimalkan jarak transformator distribusi pada
jaringan distribusi listrik sehingga losses tegangan
yang di timbulkan menjadi lebih sedikit.
Pada system distribusi belum optimal
dalam penyaluran ke beban. Hal ini dikarenakan
rugi-rugi tegangan pada sistem distribusi begitu
besar. Jika daya tidak seimbang dan tegangan tidak
sesuai biasanya terjadi karena daya dan tegangan
sebagian hilang dalam perjalanan menuju
konsumen, dimana dipengaruhi oleh antara lain
panjangnya saluran distribusi, tidak optimalnya
penempatan transformator terhadap beban, diameter
penghantar yang tidak sesuai dengan jumlah
kapasitas beban sehingga menghasilkan panas pada
saluran penghantar yang berakibat hilangnya daya
1.1
**
**
**
(i)
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
(vi)
**
S (VA)
Seperti diketahui, kerugian daya suatu
saluran merupakan perkalian arus pangkat dua
dengan resistansi atau reaktansi dari saluran
tersebut.
Rugi rugi dapat dinyatakan sebagai berikut :
( I 2 .R) 2
(I 2 .X ) 2
2 xI 32 R
PL,S 3
jika
disubstitusikan
persamaan
diatas
menjadi
PLS ,1
PLS ,3
2 .0
VD
r ixdx cos
ixdx sin
L
cos
2
L.r
I cos
2
ri
xi
L
sin
2
L.x
I sin
2
**
P
P2 + Q2
Cos =
Keterangan :
Jari jari
(m)
Induktansi
(H/m)
240
120
70
50
35
8,74038 . 10-3
6,18038 . 10-3
4,72034 . 10-3
3,98942 . 10-3
3,33779 . 10-3
3,16814 . 10-7
3,41477 . 10-7
3,57820 . 10-7
3,69049 . 10-7
3,80947 . 10-7
Reaktansi
Induktif
(ohm/m)
9,95301 . 10-5
1,07278 . 10-4
1,12510 . 10-4
1,15940 . 10-4
1,19678 . 10-4
Resistansi
(ohm/km)
0,125
0,293
0,443
0,724
0,98
totalKVA
I cab
79. 3
Penampang
(mm2)
Jari jari
(m)
Induktansi
(H/m)
1.
2.
3.
4.
25
35
50
70
2,82094 . 10-3
3,33779 . 10-3
3,98942 . 10-3
4,72034 . 10-3
1,23673 . 10-6
1,20308 . 10-6
1,16741 . 10-6
1,13376 . 10-6
Reaktansi
Induktif
(ohm/m)
3,88530 . 10-4
3,77958 . 10-4
3,66754 . 10-4
3,56184 . 10-4
VD
r ixdx cos
ixdx sin
L
cos
2
L.r
I cos
2
L
sin
2
L.x
I sin
2
ri
xi
SRL01
GD.0402
SRL01.014
B&D
50KVA
Fasa R
SRL01.021.BOO4.U003
SRL01.18
GD.0798
SRL01.02
1.B004.U
005
SINTRA
50KVA
Fasa T
JL.NGESREP TIMUR V
GD.0405
SRL01.021.B0011
SINTRA
50KVA
Fasa T
**
SRL01.021.BOO3
JL.NGESREP
BARAT VI
GD.0404
SRL01.021.B005
B&D
50KVA
Fasa T
Cos =
SRL01.017
GD.0403
SRL01.019
GE
50KVA
Fasa R
JL.NGESREP
BARAT V
TRAFO1
31,5MVA
GD.0767
SRL01.020
SINTRA
50KVA
Fasa R
SRL01.021
GD.0758
SRL.01.021.B001
SINTRA
50KVA
Fasa T
SRL01.005
=
=
P
P2 + Q2
13,8
13,82 + 5,82
13,8
14,96
= 0,9225
Selanjutnya untuk trafo SRL01 (data diambil dari
diagram single line 20 kV UPJ Semarang Selatan)
pada beban pagi hari,
Diketahui :
= 11,6 MW
= 4,9 Mvar
P
P + Q2
Cos =
11,6
11,62 + 4,92
11,6
12,59
VD Standart
Sistem Peralatan
= 0,92136
Kemudian untuk faktor daya pada beban dan waktu
yang lainnya dihitung dengan cara seperti di atas
dan hasilnya dimasukkan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 3.2 Data primer Faktor Daya pada tanggal 1
Juni 2008
Tanggal
Beban jam 05.00
Beban puncak
malam
MW MVar Cos MW MVar Cos
1 6
11,6
4,9
0,9 13,8
5,8
0,9
08
1 6
08
15,6
7,9
0,9
16,2
8,2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
**
Feeder
utama
Percabang
an 3
sampai
S1-005
Percabang
an 1
Sampai
S1-018
Percabang
an 1
Sampai
S1-021
Percabang
an 1
Sampai
S1.021.B0
03
Percabang
an 1
Sampai
S1.021.B0
011
Percabang
an 1
Sampai
S1.021.B0
04.U005
1.
2.
Ap(A)
52
Vp(Volt)
20000
VD(Volt)
17.5007136879
19999.18439
1.37248
4.3255
11559.429
0.1696
0.101765
11559.2594
Fedeer SRL 01
1. Fedeer utama
8.6511
11559.3271
11559.1779
11558.482
4.3258
Volt
12
1,36
SRL01
Nyata
Percabangan 3
dari
pole
SRL01.05
sampai
SRL01.018
3.
Percabangan 1
dari
pole
SRL01.018
sampai
SRL
01.021
4.
Percabangan 1
dari
pole
SRL01.021
sampai
SRL01.021.B00
3
5.
Percabangan 1
dari
pole
SRL01.021.B00
3
sampai
SRL01.021.B01
1
12,0704
2,9465
12,4248
6.
Percabangan 1
dari
pole
SRL01.021.B00
3
sampai
SRL01.021.B00
4.U005
2,15568
0,5258
2,2188
0.14914
0.2486
0,6239
2.
0.69599
4.3255
%
5,45
VD Hasil
Perhitungan
%
Volt
1,6151
3,5532
1,37248
Kemudian
dapat dihitung losses daya
nyata, daya reaktif dan juga daya semu yang dapat
ditampilkan sebagai berikut.
Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Losses
8.650946
Saluran dari GI
sampai pada sisi
primer
trafo
distribusi terakhir
Trafo Distribusi
Feede
r
SRL01
0,9
1,3312
DENGAN
BANTUAN
MICROSOF EXEL
2007 DAN
APLIKASI VBA
DICARI
VD,LOSSES,TEG
ANGAN PHASA
PADA SISI
PRIMER
DATA
DISIMPAN
PADA
MICROSOF
EXEL 2007
DITAMPILKAN DALAM
BENTUK DIAGRAM
DICARI
VD,LOSSES,TEG
ANGAN PHASA
PADA SISI
SEKUNDER
DITAMPILKAN DALAM
BENTUK DIAGRAM
DIOPTIMASI
SEHINGGA
DIDAPAT VD_MAKS
DAN VD_MIN DAN
JUGA L_MAKS DAN
L_MIN
DITAMPILKAN DALAM
BENTUK DIAGRAM DAN
DIBANDINGKAN SEBELUM
DAN SESUDAH OPTIMASI
DILAKUKAN
**
Daya nyata
= I . V cos
= 17,50071369. 19997,60604 . 0,9
= 314,975 KWatt
Daya yang terpasang = 314,929 KWatt
(Beban Puncak)
4.2.2 Feeder Sisi Primer
Besarnya daya tetap dihasilkan dari
penjumlahan daya yang dipakai pada tiap daerah
yang dilalui feeder SRL 01. Daya yang dihitung
merupakan daya keseluruhan 3fasa wilayah
Kawasan Tertib Listrik (KTL), karena terdiri dari 3
kawat R, S, T maka dihitung besarnya agar pada
salah satu atau antar kawat penghantar mempunyai
nilai yang sama. Untuk itu perlu adanya
keseimbangan beban. Keseimbangan dapat tercapai
apabila beban seimbang antar fase. Seperti gambar
single line 20 kV pada UPJ Semarang Selatan
didapatkan data sebagai berikut:
1. Pada fasa R terpasang : 3 trafo 50 kVA sebesar
150 kVA
- Pjg penghantar pada S1-014= 500
m
S1-019= 250
m
S1-020= 50
m
- Penampang penghantar = 240 mm,
sehingga resistensi = 1,3004 . 10-4 Ohm/m.
- Reaktansi induktifnya = 9,95301 . 10-5
Ohm/m.
- Cos = 0,9 dan sin = 0,4
Dengan data, maka diketahui arus pada fasa R
dimana untuk tegangan
harus dibagi
dengan
maka :
Total KVA
I cab
l
Tegangan
pol
150,000 VA
19997,60604: 3
=
12.976553 ampere
Sedangkan drop tegangan pada fasa R atau
tegangan primer sebesar :
L.r
I cos
2
VD3
L.x
I sin
2
l
Tegangan
pol
Daya nyata
200000 VA
L.r
I cos
2
L.x
I sin
2
= I . V cos
Daya nyata
19997,60604: 3
=
17,3021 ampere
Sedangkan drop tegangan pada fasa R atau
tegangan primer sebesar :
VD3
I cab
= 6,6374 + 0,7203
= 7,3577 volt
Maka daya yang terpasang pada fasa S adalah:
Daya nyata = I . V cos
= 17,3021. 11559,31 . 0.9
= 180000,3 watt
4.2.3 Feeder Cabang
Pada percabangan 3 didaerah S1.018
Vprimer1 = Vcab1 = V3 - VDcab1 , di
mana diketahui di atas V3
per
phasanya adalah 11559,31 volt.
Vprimer1 = Vcab1
= 11560,22 0.1696 V
= 11560,0525 volt.
= I . V cos
-4
**
Pada percabangan 1
didaerah
S1.021.B011
Vprimer1 = Vcab1 = V3 - VDcab1 , di
mana diketahui di atas V3
per
phasanya adalah 11558,482 volt.
Vprimer1 = Vcab1
= 11558,482 0,69599 V
= 11557,786 volt.
Daya nyata
= I . V cos
Resistensi
R (Ohm/m)
0,0004608
0,0004608
0,0004608
Tegangan
(VA)
50000
50000
50000
150000
Reaktansi
induktif
X (Ohm/m)
0,00011251
0,00011251
0,00011251
Cos
0,9
0,9
0,9
Arus = I (A)
(Beban puncak)
175,9
81
74
Sin
0,4
0,4
0,4
VD
(Volt)
6,064909
3,723764
3,419576
13,20825
Daya nyata
Si
= 584512,35872 Watt.
Sehingga dapat diketahui daya tidak tetap atau daya
cadangan sebesar :
Ptidak tetap = Ptersedia - Ptetap
= 935891,5038 584512,35872
= 351379,14508
= 351,379 KW
Dari perhitungan diatas dapat diketahui
bahwa besarnya daya tetap dengan daya tidak tetap
sesuai dengan ketentuan PLN sebagai daya
cadangan apabila sewaktu-waktu mengalami
peningkatan daya yang besar yang diakibatkan
bertambahnya konsumen.
4.3 Perhitungan Drop Tegangan
4.3.1 Drop Tegangan Fasa
**
S1.021.B001
S1.021.B005
S1.021.B011
50
200
150
4
13
8
S1.021.B004.U005
150
10
= I . V cos
Feeder
L (meter)
VD (Volt)
S1.014
150
6
S1.019
200
4
S1.020
200
4
Pada fasa R nilai rugi tegangan tertinggi
dibanding fasa yang lain, karena jarak saluran yang
panjang serta arus yang besar. Setelah dihitung pada
fasa ini dihasilkan untuk panjang saluran 550 m
dihasilkan nilai VD sebesar 13,20825 volt.
Tabel 4.2a VD ( Drop Voltage) pada Fasa T
Feeder
L (meter)
VD (Volt)
L
(m
)
50
20
0
15
0
15
0
55
0
R
(Ohm/m
)
0,00046
08
0,00046
08
0,00046
08
0,00046
08
Arus
=I
(A)
Reaktans
i induktif
Tegang
an
(VA)
50000
50000
50000
50000
200000
X
(Ohm/m)
0,000112
51
0,000112
51
0,000112
51
0,000112
51
Co
s
0,
9
0,
9
0,
9
0,
9
Si
n
0,
4
0,
4
0,
4
0,
4
(Beba
n
punca
k)
124,3
241,4
71
94,5
VD
(Volt)
1,4285
92
11,097
74
2,4480
3
3,2582
94
18,232
65
Feeder
Hasil Perhitungan
Ap (A)
SRL01.018
4,3255
SRL01.021
8,65103
SRL01.021.B003
4,3255
SRL01.021.B011
8,65103
SRL01.021.B004.U005 4,3255
Vd (V)
0,169612
0,101767
0,149141
0,695991
0,248568
**
10
8
6
4
2
0
Feeder
Dapat
dilihat
grafik
diatas
pada
SRL01.021.B011 memiliki nilai yang paling tinggi
karena memiliki konsumen yang banyak serta
jumlah trafo yang lebih besar. Jika dibandingkan
dengan pole SRL01.021.B003 memiliki nilai yang
paling rendah karena secara geografis masih sedikit
penduduknya sehingga terpasang hanya trafo 50
KVA.
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Feeder
Dapat
dilihat
grafik
diatas
pada
SRL01.021.B011 memiliki nilai drop tegangan yang
tertinggi karena memiliki konsumen yang banyak,
jumlah trafo yang lebih besar, daerah yang luas dan
saluran yang jauh dari fedeer utama dan juga
karakteristik beban yang dipakai konsumen daerah
ini.
Jika
dibandingkan
dengan
pole
SRL01.021.B003 memiliki nilai VD yang rendah
meskipun diluhat dari tabel diatas yang paling
rendah adalah pole SRL01.021 tetapi di pole ini
pemakaian trafonya sudah besar dan juga jumlah
konsumennya
banyak
dibandingkan
pole
SRL01.021.B003 karena secara geografis masih
sedikit penduduknya.
4.4 Analisa Perhitungan Losses Trafo
4.4.1 Losses pada Fasa
Perubahan losses trafo tiap fasa pada fedeer
ini dapat dihitung dari data lapangan untuk
dibuatkan tabel agar memudahkan dalam
Tiang
S1.014
S1.019
S1.020
L
150
200
200
V
115
59,
211
81
115
59,
251
03
115
59,
251
03
Co
s
Losses
Daya
Nyata
0,9
4,325
55
0,069
12
1,293
262
44999,
954
0,9
4,325
54
0,092
16
1,724
341
45000,
002
0,9
4,325
54
0,092
16
1,724
341
4,741
943
45000,
002
S1.019
S1.020
L
150
200
200
V
1999
7,43
643
1999
7,50
428
1999
7,50
428
Cos
0,9
2,5003
18
0,01
9506
0,9
2,5003
12
0,02
6008
0,9
2,5003
12
0,02
6008
Los
ses
0,12
194
4
0,16
259
1
0,16
259
1
0,44
712
5
Daya
Nyata
44999,
954
45000,
002
45000,
002
**
1,5
1
1 phasa
0,5
3 phasa
0
S1.014
S1.019
S1.020
Feeder
Cos
0,9
0,9
0,9
0,9
I
4,32554
4,32555
4,32555
4,32557
R
0,02304
0,09216
0,06912
0,06912
Losses
0,431085
1,724349
1,293262
1,293274
4,741969
Daya Nyata
45000,00243
44999,99983
44999,99983
44999,98417
L
50
20
0
15
0
15
0
V
19997,
5043
19997,
4569
19997,
4569
19997,
3575
Co
s
0,9
0,9
0,9
0,9
I
2,50
0312
2,50
0318
2,50
0318
2,50
0329
R
0,02
304
0,09
216
0,06
912
0,06
912
Loss
es
0,14
4036
0,57
6147
0,43
211
0,43
2114
1,58
4406
Daya
Nyata
45000,
00243
44999,
99983
44999,
99983
44999,
98417
Losses (Watt)
1 phasa
3 phasa
Feeder
S1.018
S1.021
S1.021.B003
S1.021.B011
S1.021.B004.U005
Nyata
Reaktif
Semu
39,82799 30,48357 50,1549
1,4598
1,1173 1,8383
1,2932
0,3157 1,3312
12,0704
2,9465 12,4248
2,15568
0,5258 2,2188
**
Losses
60
50
40
30
20
10
0
LOSSES DAYA
NYATA
LOSSES DAYA
REAKTIF
LOSSES DAYA
SEMU
Feeder
Tegangan minimal
10%
198 V
Tegangan
maksimal
5%
231 V
L(JARAK)
150
S1.019
200
S1.020
200
S1.021.B001
VD_MAKS
VD_MIN
5,763546
5,460201
3,537113
3,350949
3,267263
3,095302
50
1,357211
1,285779
S1.021.B005
200
10,54285
9,987964
S1.021.B011
150
2,325629
2,203227
S1.021.B004.U005
150
3,095376
2,932461
VD min
Feeder
VD maks
S1.014
S1.019
S1.020
S1.021.B
S1.021.B
S1.021.B
S1.021.B
15
10
5
0
Jarak (m)
4.5.1
VD (Volt)
250
200
150
100
50
0
JARAK MAKS
JARAK MIN
**
SRL01.014
Feeder
A
2031,697348
1924,765908
2138,629
SRL01.019
574,428672
544,195584
604,6618
SRL01.020
479,434752
454,201344
504,6682
SRL01.021.B001
338,1803251
320,3813606
355,9793
SRL01.021.B005
5102,001746
4833,475338
5370,528
SRL01.021.B011
331,012224
313,590528
348,4339
SRL01.021.B004.U005
586,395936
555,532992
617,2589
Losses (Watt)
Losses
Losses Maks
Losses Min
A B C D E F G
Feeder
**
4.6.2
Daya Nyata
Setelah dihitung nilai optimasi
untuk tegangan jatuh (VD) maksimum
dan minimum sehingga didapat jarak
maksimum dan minimum setelah
optimasi sehingga didapat rugi rugi
yang cukup kecil dan keandalan yang
semakin baik menurut data lapangan
selanjutnya menghitung daya nyata
setelah nilai keseimbangan dimasukan
seperti pada tabel dibawah:
Simbol
Feeder
SRL01.014
SRL01.019
SRL01.020
SRL01.021.B001
SRL01.021.B005
SRL01.021.B011
SRL01.021.B004.
U005
Daya
Nyata_Ma
ks
1829026,69
3
842411,510
5
769630,876
5
1292978,52
3
2508997,71
3
738465,584
4
982843,820
8
Daya
Nyata_Min
Daya
Nyata
1829074,69
9
842425,083
6
769642,205
18299
38,8
84266
9,4
76984
6,12
12931
30,3
25112
88,3
73861
4,19
98310
7,08
1292986,51
4
2509118,26
8
738473,405
9
982857,676
7
2500000
2000000
Daya nyata
Daya nyata
maks
1000000
500000
Daya nyata
min
0
ABCDE FG
Feeder
4.6.3
**
1500000
Feeder
Tegangan
Phasa_Mak
s
Tegangan
Phasa_Min
Tegang
an
Phasa
SRL01.014
Simbo
l
Feede
r
A
11553,4502
11553,75339
SRL01.019
11555,7135
11555,89964
SRL01.020
11556,0192
11556,18926
SRL01.021.B0
01
SRL01.021.B0
05
SRL01.021.B0
11
SRL01.021.B0
04.U005
11557,8665
11557,93791
11548,3647
11548,91958
11556,5819
11556,70432
11556,0708
11556,23371
11553,1
469
11555,5
2726
11555,8
4907
11557,7
9505
11547,8
0981
11556,4
5951
11555,9
0788
3000000
11560
11555
Tegangan Phasa
11550
11545
Tegangan Phasa
maks
11540
Tegangan Phasa
min
A B C D E F G
Feeder
**
**
Pembimbing II
Ir.Bambang_Winardi
NIP.132 046 701
**