Anda di halaman 1dari 16

Asma Muthiah

21080112120016

RESUME LAPORAN KERJA PRAKTEK


Sistem Pengolahan Limbah Cair PT Djarum Kudus
1. LATAR BELAKANG
Banyak kita temui di sekitar kita industri nakal yang hanya memperdulikan
keuntungan produksi tanpa mau repot mengurus limbah buangan industri mereka,
sehingga belakangan ini ditemukan banyak titik-titik pencemaran di badan air yang
ternyata berasal dari buangan industri yang belum diolah dan belum memenuhi baku
mutu untuk dibuang ke badan air.
PT Djarum merupakan sebuah perusahaan berskala besar yang bergerak di
bidang rokok yang didistribusikan baik ke dalam maupun luar negeri. Dalam proses
produksinya, PT Djarum menghasilkan air sisa proses produksi yang akan
menimbulkan dampak negatif jika dibuang secara langsung ke lingkungan tanpa
pengolahan terlebih dahulu. Untuk meminimasi dampak negatif tersebut, maka PT
Djarum menerapkan sistem pengolahan limbah cair sisa proses produksi dan air
domestik ke dalam satu unit pengolahan limbah cair yang disebut WTCP (Water
Treatmennt and Composting Plant). Disebut WTCP karena diharapkan nantinya unit
ini tidak hanya digunakan untuk mengolah limbah cair tetapi juga dapat menghasilkan
kompos dari hasil samping pengolahan limbah cair tersebut. Tujuannya adalah agar
output WTCP yang dibuang ke badan air tidak mencemari lingkungan dan sesuai
dengan baku mutu Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004, tentang
baku mutu air limbah, lampiran I No 34 yaitu Baku Mutu Industri Rokok dan/atau
Cerutu.
Makalah ini ditulis sebagai gambaran tentang pengolahan buangan industri di
PT Djarum, Kudus. Serta untuk mengetahui dengan jelas apakah pengolahan yang
telah dilakukan sudah sesuai dan efektif dalam pemenuhan baku mutu air limbah
industri rokok.
2. GAMBARAN OBYEK STUDI
PT Djarum adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi rokok.
Berdiri sejak tahun 1951, pada awalnya Djarum merupakan perusahaan perseorangan
bernama PR Djarum (Pabrik Rokok Djarum). Status perusahaan PR Djarum berubah
di tahun 1983 menjadi perusahaan berbadan hokum perseorangan terbatas (PT). Pada
tahun 2003 perusahaan ini menyandang predikat Superbrand, yaitu predikat yang
diberikan kepada merk yang berkualitas. Selain itu, PT Djarum termasuk 10 besar
perusahaan terbaik versi Global Far Eastern Economic Review.
PT Djarum tidak hanya menempatkan kegiatan industry pada satu lokasi,
namun menyebar ke berbagai daerah di Kabupaten Kudus. Salah satu unit produksi
PT Djarum adalah Djarum OASIS Kretek Factory yang dibangun sejak tahun 2008
dan baru diresmikan tanggal 19 April 2013. Pabrik yang dibangun di atas tanah seluas
82,05 hektar tersebut dibangun untuk lokasi pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT).
40% luas lahannya digunakan untuk daerah penghijauan.
2.1 Visi Perusahaan
Visi PT Djarum adalah;
- menjadi yang terbesar dalam nilai penjualan dan profitabilitas di Industri
rokok Indonesia,

Asma Muthiah
21080112120016

kepemimpinan dalam pasar dengan cara menghasilkan produk-produk yang


berkualitas tinggi secara konsisten dan inovatif untuk memuaskan konsumen,
- penciptaan citra positif yang kuat, dan
- manajemen professional yang berdedikasi serta SDM yang kompeten.
2.2 Misi Perusahaan
Kami hadir untuk memuaskan kebutuhan merokok para perokok.
2.3 Lokasi Perusahaan
Lokasi kantor pusat PT Djarum berada di tengah kota, yaitu di Jalan A.
Yani nomor 38, sedangkan untuk lokasi tiap unit perusahaan tersebar di berbagai
daerah di Kudus, Jepara, dan Demak.
Pada ringkasan rangkuman Kerja Praktek ini akan dibahas mengenai
pengelolaan limbah di Water Treatment and Composting Plant (WTCP) Djarum
OASIS Kretek Factory yang berada di Jalan Kampus UMK, Gondhang Manis,
Bae, Kudus.
3. PROSES PRODUKSI
Dalam pembuatan sebuah batang rokok yang diminati oleh konsumen, maka
diperlukan proses produksi yang kompleks dari awal pemilihan bahan baku hingga
distribusi produk ke pelanggan. Proses produksi PT. Djarum secara umum terlihat
pada gambar 3.1
Tembakau
Krosok

Tembakau
Rajangan

Cengkeh

Strip

Per-Cut

Clove
Process

Primary
Secondary
Pengepaka
Distribusi

Gambar 3.1 Gambaran Umum Proses Produksi


3.1 Bahan Baku
3.1.1 Tembakau (Nicotina tabacum)
Tembakau adalah produk pertanian semusim yang bukan termasuk
komoditas pangan, melainkan komoditas perkebunan. Di Indonesia, macammacam tembakau komersial yang baik hanya dihasilkan di daerah-daerah tertentu.
Kualitas tembakau sangat ditentukan oleh kultivar, lokasi penanaman, waktu
tanam, dan pengolahan pasca panen.
Tabel 3.1 Beberapa Macam Tembakau Kualitas Tinggi di Indonesia

Asma Muthiah
21080112120016

Macam/tipe
Deli
Srintil Temanggung
Virginia-Vorstenlanden
Besuki Voor-Oogst
(VO, sebelum padi
panen)
Besuki Na-Oogst
(VO, setelah padi panen)

Daerah
Deli
Temanggung, Parakan,
Ngadirejo
Klaten, Sleman, Boyolali,
Sukoharjo
Jember, ditanam musim
hujan, panen awal kemarau

Kegunaan
Wrapper cerutu
Rokok (rajangan),
kunyah
Sigaret
Rajangan rokok

Jember, ditanam akhir


Filler, binder, dan
musim hujan, panen akhir
wrapper cerutu
kemarau
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Tembakau

Setelah didapatkan bahan baku tembakau yang diinginkan, perlu disimpan


dahulu kurang lebih selama dua tahun. Penyimpanan dilakukan dengan tujuan
menghilangkan klorofil dan getah dalam daun tembakau. Setelah disimpan
selama dua tahun, maka diperlukan proses pematangan yaitu dengan langkahlangkah sebagai berikut:
a. Proses Vacum
Proses Vacum merupakan proses yang bertujuan untuk melunakkan tembakau
rajang agar pada saat proses penguraian tidak menimbulkan kerusakan. Selain
itu juga untuk membunuh serangga Lasioderma pada tembakau jika ada.
Proses vacum dibagi menjadi dua tahapan proses, yaitu proses dimana
vacuum mengambil udara di dalam chamber hingga chamber hampa udara
selama 5-7 menit. Setelah itu dilakukan proses steaming dengan memasukkan
uap panas suhu 55-70C ke dalam chamber agar terjadi proses pelunakan dan
penguraian. Proses steaming dilakukan selama 15 menit dan ditunggu selama
6 menit.
b. Proses Threshing
Proses Threshing bertujuan untuk mengurai dan memotong tembakau rajang
setelah proses vacuum. Pada proses ini, tembakau (Lamina) dan ganggang
(stem) masih bercampur.
c. Proses Classifying
Proses Classifying bertujuan memisahkan tembakau rajang dari gagang dan
material asing lainnya.
d. Proses Blending (Proses Filling Silo)
Proses Blending bertujuan untuk menampung sekaligus mencampur
tembakau rajang bersih agar menjadi homogen.
e. Proses Discharge Silo
3.1.2 Cengkeh (Samane Saman)
Cengkeh dalam Bahasa Inggris disebut cloves, adalah tangkai bunga
kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae yang merupakan tanaman asli
Indonesia. Bagian cengkeh yang digunakan sebagai bahan dasar rokok adalah
bunga cengkeh yang belum mekar.
Sebelum mengalami pre-processing, cengkeh harus disimpan selama
setahun terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan
getah agar tidak mempengaruhi rasa dan aroma rokok. Setelah disimpan, cengkeh
mengalami pre-processing yaitu dengan dimasukkan ke dalam proses trimer, yaitu

Asma Muthiah
21080112120016

proses pemisahan material asing berupa batu/kerikil dengan prinsip perbedaan


berat jenis. Setelah itu cengkeh masuk dalam proses admoist, yaitu proses
pelunakan cengkeh dengan menggunakan steam dengan prinsip penguapan pada
suhu 70 Celcius selama 15 menit. Proses ini bertujuan agar cengkeh tidak hancur
pada saat perajangan. Cengkeh yang sudah diuap, dimasukkan dalam proses
perajangan. Hasil samping dari proses trimer dan admoist adalah adanya air sisa
proses yang selanjutnya ditampung dalam bak buffer untuk kemudian diolah pada
WTCP.
3.1.3 Saos
Saos merupakan merupakan komponen yang penting dalam pembuatan
rokok, karena saos menentukan karakteristik rasa dan aroma dari pada rokok.
3.1.4 Kertas
Bahan baku berupa kertas yang digunakan untuk pembungkusan rokok
dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Sigaret Paper
Sigaret paper adalah kertas pembungkus rokok yang digunakan untuk
membungkus campuran tembakau dan cengkeh yang kemudian menjadi
satu bagian yang disebut tobacco root.
b. Tipping Paper
Tipping paper merupakan kertas pembungkus terluar dari filter.
Umumnya pada bagian filter root memiliki rasa manis, hal ini disebabkan
adanya penambahan pemanis pada tipping paper.
c. Plug Paper
Plug paper adalah kertas pembungkus filter. Plug paper digunakan
untuk pembungkus filter sebelum dibungkus kembali oleh tipping paper.
d. Inner
Merupakan pembungkus pada batangan rokok. Pada campuran
tembakau dan cengkeh yang telah dibungkus sigaret paper dilapisi lagi
oleh inner paper. Lapisan ini bertujuan untuk menghindari yellow spot
yang timbul pada rokok. Yellow spot adalah bercak kuning yang timbul
karena minyak cengkeh pada rokok mulai rusak.
3.1.5 Filter
Fungsi filter adalah menyaring asap dari partikel-partikel yang tidak
diinginkan. Adapun kriteria dari filter yang akan digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Filter harus terbuat dari bahan yang tidak berbahaya (sampai saat ini filter
rokok terbuat dari sellulosa asetat yang biasa disebut acetat tow)
2. Dapat diproduksi dalam skala besar dengan kecepatan tinggi karena filter
hanya dapat dipakai sekali saja.
3.2 Pembuatan Rokok
Setelah adanya bahan baku, maka proses selanjutnya adalah proses pembuatan
rokok hingga menjadi produk rokok yang siap dijual kepada konsumen. Proses
pembuatan rokok ini dibagi menjadi dua proses penting yaitu proses primary dan
secondary.
3.2.1 Proses Primary
Proses Primary bertujuan untuk menyediakan Tobacco Finished
Blend (TFB) untuk disalurkan ke bagian secondary (Sigaret Kretek Mesin
maupun Tangan). Proses dalam primary terdiri dari pra proses, clove
proses, dan main proses.

Asma Muthiah
21080112120016

3.2.2

a. Pra-Proses
Pra proses bertujuan untuk menyediakan tembakau, baik dalam
bentuk krosok maupun rajangan. Bahan baku yang digunakan ini telah
disimpan terlebih dahulu selama dua tahun.
Pada proses selanjutnya, terjadi perbedaan proses lanjutan pada
tembakau dimana tembakau krosok melalui strip sedangkan rajang
petani melalui proses pre-cut.
b. Clove-Proses
Proses pada cengkeh ini dilakukan pada saat pre-processing,
yaitu dimana cengkeh disimpan selama satu tahun untuk proses
pematangan, untuk kemudian di-uap air-kan, dipotong, dan
dikeringkan.
c. Main-Proses
Proses utama dalam primary ini bertujuan untuk mengolah
material dari bagian pra proses dan clove proses menjadi TFB.
Tiga komponen pada main proses:
- Additional Material
i.
Proses CRS (Cut Roll Stem)
Proses CRS adalah proses perajangan gagang tembakau
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan sehingga dapat
dijadikan salah satu bahan pengisi rokok.
ii.
Proses Kupas Rokok
Proses kupas rokok adalah suatu kegiatan mengupas rokok
yang tidak memenuhi spesifikasi yang keluar dari SKM dan
SKT menjadi tembakau sortiran yang digunakan sebagai
tembakau tambahan pada proses Blending.
- Pre Blending
Merupakan proses pencampuran beberapa jenis tembakau secara
homogeny sesuai dengan spesifikasi produk yang akan diproduksi.
- Blending
Pada bagian ini, tembakau master akan dicampur dengan
penambahan casing, flavor, cengkeh, TOPS (tembakau kepala), dan
tembakau sortiran menjadi Tembakau Finished Blend (TFB) yang
siap dikirim ke SKT dan SKM.
Proses Secondary
Proses secondary bertujuan untuk menghasilkan rokok batangan sampai
disusun ke dalam bentuk box yang siap untuk didistribusikan.
a. Tahapan Proses Sigaret Kretek Tangan
Tembakau campur dari primary diangkut menuju SKT dengan
menggunakan armada truk. Setelah sampai, maka pekerja batil
mengambil bagian tembakau campur untuk dibawa ke meja masingmasing untuk dilinting menjadi batangan rokok.
b. Tahapan Proses Sigaret Kretek Mesin
SKM memproduksi batang rokok kretek yang berfilter dengan
menggunakan mesin otomatis. Tembakau racikan akan dimasukkan
melalui conveyor belt ke mesin yang akan menggulung, membungkus,
dan mengelem batang rokok secara otomatis.

Asma Muthiah
21080112120016

Asma Muthiah
21080112120016

4. PENGELOLAAN BUANGAN
4.1 Sumber Limbah
Sumber limbah cair yang diolah di Water Treatment Composting Plant (WTCP)
PT Djarum berasal dari tiga jenis, yaitu:
1. Limbah Domestik
Limbah domestik yaitu yang berasal dari aktivitas dapur, kamar mandi, dan
mushola di OASIS. Limbah domestik ini meliputi grey water dan black water.
Debitnya mencapai 100 m3/hari.
2. Limbah Casing
Limbah casing adalah limbah yang berasal dari bekas pencucian alat untuk
pencampuran tembakau, cengkeh, flavor, dan sisa pencampuran saus pada
rokok. Debit dari casing sendiri berkisar tidak lebih dari 70 m 3/hari, dengan
karakteristik pH 4-5, berwarna kecoklatan dan berbau tidak sedap.
3. Limbah Clove
Limbah clove adalah air dari sisa proses yang berasal dari kegiatan steam
cengkeh. Akan tetapi di dalam laporan Kerja Praktek yang penulis rangkum
kali ini, limbah clove tidak dijelaskan lebih lanjut dikarenakan pada saat Kerja
Praktek dilaksanakan, proses steam sedang berlangsung di primary unit
Krapyak.

Tembakau

Cengkeh

Saos

Pencampur
an

WTCP

Limbah
Domestik

Limbah
Proses

Gambar 4.2 Diagram Sumber Limbah


4.2 Unit-Unit Pengolahan di WTCP
Untuk mengolah limbah cair yang masuk di WTCP, maka dibutuhkan unit-unit
yang mampu mengolahnya dan mengacu pada baku mutu yang diterapkan di
provinsi Jawa Tengah.

Asma Muthiah
21080112120016

Gambar 4.3 Diagram Alir WTCP OASIS

Asma Muthiah
21080112120016

4.2.1

4.2.2

Pengolahan Primer (Primary Treatment)


a. Casing Tank (Turbo Coagulator)
Casing tank berfungsi untuk menampung limbah casing. Casing
tank memiliki dimensi diameter 7,32 m dan kedalaman 3,6 m. Limbah
yang berasal dari casing tank selanjutnya dialirkan ke dalam oxidation
ditch.
b. Bak Domestik
Bak domestik berfungsi untuk menampung limbah domestik yang
kemudian dialirkan menuju oxidation ditch. System penyaluran secara
otomatis, yaitu apabila volume di bak domestik sudah mencapai level
tertentu maka akan otomatis dipompa ke bak oxidation ditch, yang
biasanya terjadi pada jam-jam sibuk. Untuk mengalirkan limbah domestik
ke oxidation ditch digunakan pompa submersible (pompa cemplung). Bak
domestik memiliki dimensi dengan panjang 8,5 m, lebar 8,5 m, dan
kedalaman 3,37 m. debit yang masuk ke dalam bak domestik adalah 100
m3/hari.
Pengolahan Sekunder
a. Bak Oxidation Ditch
Bak oxidation ditch ini biasa disebut juga bak biologis, karena bak
ini menggunakan bakteri aerobic untuk mendegradasi limbah-limbah
organik yang didapat pada air limbah. Pada bak ini, limbah yang berasal
dari bak turbo coagulator dan domestik dimasukkan melalui inlet yang
kemudian terbagi pada oxidation ditch 1 dan 2, dan juga dilakukan aerasi
dengan menggunakan mammoth rotor. Tujuan dari proses aerasi ini adalah
untuk mengontakkan air limbah dengan udara maka ketersediaan oksigen
bagi mikroorganisme terjaga sehingga dapat menjaga kehidupan
mikroorganisme yang berfungsi mendegradasi limbah. Adanya kontak
lumpur aktif dengan udara luar dengan bantuan aerator, menyebabkan
oksigen masuk ke air limbah sehingga akan terjadi proses oksidasi antara
zat organic dengan oksigen yang ada di udara bebas. Selain itu juga
memiliki fungsi khusus dalam proses aerasi ini yaitu untukmenjaga agar
lumpur tidak mengendap. Hal ini dikarenakan jika lumpur mengendap
ataupun ketersediaan oksigen kurang, maka mikroorganisme akan mati.
Dalam proses ini perlu ditambahkan nutrisi berupa kapur dan pospat.
Nutrisi tersebut berfungsi sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme.
WTCP menggunakan dua bak oxidation ditch dengan
membagainya menjadi empat kompartemen atau bagian dan terdapat
empat mammoth rotor (namun yang digunakan secara bergantian yaitu dua
on, dua off, begitu seterusnya). Oxidation ditch memiliki dimensi panjang
45,15 m, lebar 10,6 m, kedalaman 3,06 m, dan volume kedua oxidation
ditch 3198,86 m3. Pemenuhan kebutuhan oksigen terlarut bagi bakteri
dilakukan dengan menggunakan empat buah mammoth rotor dengan daya
22 kW/unit dengan kecepatan mencapai 1500 rpm tetapi sekarang baru
diatur menjadi 70 rpm dan menghasilkan DO (Dissolved Oxygen) 6,7 mg
O2/liter.

Asma Muthiah
21080112120016

Pengembalian lumpur ke bak oxidation ditch (return sludge)


dilakukan untuk mempertahankan MLSS (Mixed Liquor Suspended
Solid). MLSS adalah campuran antara mikroba aktif dan kompeten lain di
dalam air limbah. Besarnya MLSS ketika Kerja Praktek dilaksanakan
adalah sebesar 700-1000 ppm. Jumlah tersebut terhitung masih kecil
dikarenakan beban limbah yang diolah masih sedikit. Dapat dikatakan
semakin kecil nilai MLSS maka semakin sedikit pula mikroba yang aktif
pada bak oxidation ditch.
Penambahan pospat dan kapur saat ini masih dilakukan manual
oleh operator, yaitu ditambahkan di pagi hari. Sedangkan, apabila nanti
beban pencemaran telah optimal, maka penambahan nutriennya
ditambahkan dengan menggunakan dosing pump yang telah dipersiapkan
dan diatur terlebih dahulu.
b. Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi adalah bak untuk mengendapkan lumpur yang
dihasilkan selama proses. Bak sedimentasi memiliki diameter 11,8 m,
kedalaman 3,1 m, dan volume 338,84 m3.
Lumpur yang masuk ke bak sedimentasi masuk ke ruang scraper
untuk diendapkan. Pengendapan lumpur dibantu scraper yang bergerak
dengan gear box secara perlahan, sehingga partikel yang lebih berat akan
mengendap dan mencegah agar lumpur menempel pada dinding bak
sedimentasi. Lumpur yang mengendap dipompa ke bak oxidation ditch
sebagai lumpur balik (return sludge). Kapasitas lumpur yang dikembalikan
sebagai lumpur balik sebesar tiga kali debit air limbah yang masuk.
Setelah lumpur berhasil diendapkan maka air limbah dipompa ke bak
penjernihan.
c. Bak Penjernihan
Penjernihan adalah penangkapan partekil terdispersi yang lepas
dari proses pengendapan. Pada bak ini, partikel yang tidak mengendap
pada bak sedimentasi akan mengalami pengendapan. Bak penjernihan di
WTCP memiliki diameter 11,8 m, kedalaman 3,1 m, dan volume 338,84
m3.
d. Kolam Indikator
Air dari bak penjernihan dialirkan ke kolam indikator yang
berfungsi sebagai kontrol terhadap kandungan air hasil pengolahan
limbah. Kolam indikator berupa kolam berisi ikan mas dan ikan nila,
karena ikan jenis tersebut adalah ikan yang sensitive terhadap perubahan
lingkungan. Di WTCP OASIS sendiri memiliki dua kolam indikator yang
kemudian dari kolam ini air hasil olahan akan dialirkan ke badan air
penerima.
4.2.3

Pengolahan Tersier
a. Thickener

Asma Muthiah
21080112120016

Thickener merupakan bak yang berfungsi mengumpulkan lumpur


dari bak sedimentasi dan bak penjernihan sebelum lumpur diproses di
filter press. Thickener memiliki diameter 6,8 m, kedalaman 3,8 m, dan
volume 137,9343 m3. Di thickener terjadi proses pengendapan dengan
bantuan scraper yang digerakkan oleh gear box secara perlahan. Lumpur
yang telah kental selanjutnya di pompa menuju filter press menggunakan
pompa screw, sedangkan air yang terpisah dari lumpur dialirkan menuju
oxidation ditch untuk diolah kembali. Namun pada saat kegiatan Kerja
Prakter dilakukan, thickener belum digunakan karena lumpur dihasilkan
masih sedikit.
b. Filter Press
Filter press merupakan alat untuk memisahkan lumpur dengan air.
Cara kerja filter press yaitu pertama-tama lumpur dipompa di antara dua
plat. Cairan akan masuk melalui kain, sementara solidnya akan tertinggal
di antara plat. Pada saat ruang di antara plat terisi, maka filter press akan
mengepress dengan tekanan tinggi. Adanya tekanan yang tinggi akan
membuat air terpisah dari lumpur. Kemudian air akan dialirkan ke
oxidation ditch. Setelah dilakukan pengepresan, kemudian kedua plat
tersebut merenggang sehingga lumpur akan jatuh ke bak. Kemudian
dibawa dengan gerobak ke bagian pengomposan. Kemampuan filter press
untuk mengurangi kadar air mencapai 75-80%.
4.3 Pengomposan
WTCP diharapkan nantinya tidak hanya merupakan unit yang mengolah
limbah menjadi air olahanyang sesuai dengan baku mutu yang digunakan sebagai
acuan. Tetapi, WTCP juga diharapkan menjadi unit yang dapat membuat kompos dari
lumpur yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah. Untuk saat ini, karena belum
menghasilkan lumpur yang cukup maka pembuatan kompos di WTCP ini
menggunakan sludge yang telah di-filter press dan telah dicampur dengan tikar
pembungkus tembakau dari IPAL Krapyak. Sehingga ketika di WTCP hanya
dilakukan proses pematangan yang berlangsung selama 45 hari.
Secara garis besar, proses pembuatan kompos organik adalah sebagai berikut:
a. Crushing (Pengecilan Ukuran Tikar)
b. Perendaman
c. Fermentasi
d. Mixing dan Penumpukan
e. Pembalikan dan Penyiraman
f. Penyaringan Kompos Matang
g. Pengemasan
5. ANALISIS PENGELOLAAN BUANGAN
Pada pengolahan limbah di Water Treatment and Composting Plant (WTCP) PT
Djarum, usaha minimasi dampak negatif limbah terhadap lingkungan dilakukan dengan
mengacu pada baku mutu acuan berdasar Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5
Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10

Asma Muthiah
21080112120016

Tahun 2004, tentang baku mutu air limbah, lampiran I No 34 yaitu buku mutu Industri
Rokok dan/atau Cerutu.

Lampiran I Perda Jateng No. 5 Tahun 2012


34. Baku Mutu Air Limbah Industri Rokok dan/atau Cerutu
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Catatan:

PARAMETER
TSS
Amonia
BOD5
COD
Fenol
Minyak
Lemak
pH

KADAR MAKSIMUM (mg/L)


Kategori I
Kategori II
Kategori III Kategori IV
100
100
100
100
3,0
10
2,0
10
150
100
80
60
300
200
160
120
0,5
0,5
0,5
0,5
5,0
5,0
5,0
5,0
6,0 9,0

6,0 9,0

6,0 9,0

6,0 9,0

a. Kategori I yaitu sumber air limbah yang berasal dari proses primer basah dan
sumber air limbah yang berasal dari proses sekunder, termasuk sumber air
limbah yang hanya berasal dari proses primer basah.
b. Kategori II yaitu air limbah industri kategori I digabung dengan air limbah
domestik.
c. Kategori III yaitu sumber air limbah yang berasal dari proses primer kering
dan/atau sumber air limbah yang berasal dari proses sekunder, termasuk industri
cerutu dan industri rokok tanpa cengkeh.
d. Kategori IV yaitu air limbah industri kategori III digabung dengan air limbah
domestik.
Berdasarkan Perda tersebut, dapat kita golongkan limbah PT Djarum sebagai
limbah kategori II karena jika melihat pada pengolahan di WTCP limbah dari hasil proses
produksi (baik casing maupun cloves) dicampur dengan limbah domestik saat masuk ke
oxidation ditch.
Penggunaan oxidation ditch sebagai secondary treatment limbah PT Djarum
dinilai tepat. Berikut beberapa diantara pilihan pengolahan air limbah yang dinilai tepat
(Mara, 2003);
- Waste Stabilization Ponds,
- Wastewater Storage and Treatment Reservoirs,
- Constructed Wetland,
- biofilters,
- laguna yang diaerasi, dan
- oxidation ditches.

Asma Muthiah
21080112120016

Setelah melalui oxidation ditch, air limbah masuk ke bak sedimentasi. Air limbah
yang keluar dari bak sedimentasi dipompa ke bak penjernihan, sedang lumpurnya
dipompa balik ke oxidation ditch.

Asma Muthiah
21080112120016

5.1 Analisis Kualitas Air Limbah


a. Karakteristik Kimia
Kimia Organik
1. BOD (Biological Oxygen Demand)
Pengukuran parameter BOD diperlukan untuk mengetahui besar beban
pencemaran yang dihasilkan dari buangan industri ataupun kegiatan domestik.
Setelah melewati pemantauan, didapatkan data bahwa BOD inlet yang
melebihi baku mutu acuan, setelah diolah di WTCP PT Djarum, dapat
memenuhi baku mutu saat keluar melalui outlet. Baku mutu acuan BOD yang
digunakan adalah sebesar 100 mg/l.
2. COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar
bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia.
Seperti pada parameter BOD, setelah melalui pengolahan di WTCP, nilai
COD dari outlet sudah di bawah baku mutu (< 200 mg/l).
3. Minyak Lemak
Analisis minyak dan lemak perlu dilakukan karena jika terdapat minyak dalam
limbah cair hal itu akan menghambat aktivitas biologi mikroba untuk
mengolah limbah cair. Jika dilihat dari data, WTCP sudah mampu mengurangi
kadar lemak dan minyak sebagai hasil outletnya hingga di bawah baku mutu
sebesar 5 mg/l.
Kimia Anorganik
1. Ammonia
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan
chlor (Soemirat, 1994).
Pada awal sebelum pengolahan di WTCP, kandungan ammonia dalam
limbah PT Djarum sebenarnya telah memenuhi baku mutu yakni di bawah 10
mg/l. Setelah melalui WTCP, kandungan ammonia dapat lebih diperkecil lagi.
2. Derajat Keasaman (pH)
pH sangat mempengaruhi proses yang terjadi di pengolahan limbah
cair, terutama untuk proses biologi. Air limbah dengan konsentrasi yang tidak
netral akan menyulitakan proses biologis sehingga mengganggu proses
penguraian air limbah.
Dari data harian maupun bulanan, kualitas pH sudah memenuhi baku
mutu yang digunakan sebagai acuan yaitu antara 6,0~9,0. Namun saat
pelaksanaan Kerja Praktek, diusahakan hasil outlet mendekati netral/7,0 agar
lebih aman ketika dibuang ke badan air penerima.
3. Fenol
Fenol merupakan karakteristik kimia anorganik yang tidak dapat
mengurai dengan sendirinya. Dari data pengamatan, diketahui bahwa
meskipun kadar fenol pada inlet sudah di bawah baku mutu, WTCP masih
dapat mereduksi fenol hingga menjadi < 0,005 pada outletnya.

Asma Muthiah
21080112120016

b. Karakteristik Fisika
1. TSS (Total Suspended Solids)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang terdapat dalam air
limbah setelah mengalami pemanasan dan penyaringan dengan membrane
0,45 mikron. WTCP PT Djarum sudah dapat mereduksi TSS dari limbah yang
masuk sehingga menjadi di bawah baku mutu (< 100 mg/l).
2. Suhu
Temperatur merupakan parameter yang penting karena dapat
berpengaruh terhadap proses biologi dan fisika. Temperature air limbah PT
Djarum berkisar antara 25-29 C. Sebenarnya temperature outlet WTCP masih
relative tinggi, namun hal ini tidak menjadi masalah karena peraturan air
golongan II yang disyaratkan Perda Jateng No. 5 Tahun 2012 tidak
menyaratkan parameter suhu untuk diukur. Maka diputuskan bahwa air hasil
olahan WTCP PT Djarum ini sudah dapat disalurkan ke badan air penerima
asalkan tidak terjadi masalah dengan ikan di kolam indikator.
3. Sludge Volume
4. Bau
5. Warna
c. Karakteristik Biologis
6. REKOMENDASI PEMECAHAN MASALAH
PT Djarum merupakan perusahaan berskala besar yang telah memproduksi barang
konsumsi kualitas tinggi. Predikat Superbrand yang didapat oleh PT Djarum dapat
membuktikan pada konsumen bahwa tidak hanya PT Djarum telah menjadi perusahaan
yang dapat dipercaya dalam proses produksinya, namun juga dalam hal-hal lainnya yang
berkaitan termasuk dalam hal pengolahan limbahnya. Secara keseluruhan pengolahan
limbah yang dilakukan PT Djarum sudah sangat baik. Buangan yang dilepas ke badan air
telah memenuhi seluruh baku mutu yang telah ditentukan dalam Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Tengah No 5 Tahun 2012. Bahkan dalam beberapa kriteria, buangan PT
Djarum sudah sangat aman untuk dilepas ke badan air. Tidak ada masalah berarti yang
ditemui selama penulis mempelajari system pengolahan limbah PT Djarum.
Rekomendasi yang akan penulis berikan berkaitan dengan alternatif lain dalam hal
pengolahan limbah buangan industri yang mungkin dapat diterapkan di PT Djarum.
- Rekomendasi penggunaan Constructed Wetland (CW) sebagai alternatif
pengolahan limbah cair.
Constructed Wetlands (CW) adalah salah satu rekayasa sistem pengolah limbah
yang dirancang dan dibangun dengan melibatkan tanaman air, tanah atau media
lain, dan kumpulan mikroba terkait (Greg, Young dan Brown, 1998). CW dapat
digunakan untuk menurunkan kadar pencemar atau parameter pencemar. Beberapa
penelitian menunjukkan hasil persentase penurunan polutan misal BOD hingga
mencapai 60% sampai 99.7% (Dallas, Scheffe dan Ho, 2005).
- Rekomendasi pengolahan limbah padat PT Djarum menjadi pestisida nabati.
Limbah padat berupa gagang tembakau dan debu tembakau dari dust unit masih
mengandung senyawa aktif nikotin, diharapkan dapat berfungsi sebagai pestisida
nabati.

Asma Muthiah
21080112120016

7. KESIMPULAN
- Terdapat tiga macam limbah cair yang dihasilkan oleh PT Djarum Kudus; limbah
domestik, limbah casing, dan limbah clove.
- Water Treatment and Composting Plant (WTCP) PT Djarum Kudus terdiri dari
bak penampungan (Turbo Coagulator dan Bak Domestik), Oxidation Ditch, Bak
Sedimentasi, Bak Penjernihan, Kolam Indikator, Thickener, Filter Press, dan
pusat pengomposan.
- Buangan limbah industri PT Djarum yang telah melalui WTCP dan dibuang ke
badan air sudah memenuhi baku mutu acuan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Tengah No. 5 Tahun 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Dallas, S., B.Scheffe dan G.Ho. 2005. Reedbeds for greywater treatmentcase study in
Santa Elena Monteverde, Costa Rica, Central America. Ecol. Eng. 23: 55-61.
Greg,W., R.Young dan M.Brown. 1998. Constructed Wetlands Manual, vol 1. Department of
Land and Water Conservation New South Wales, Australia.
Kusumawardhani, Ais L et al. 2012. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Rokok Untuk
Pestisida Nabati. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 1.
Mara, D. Duncan. 1944. Domestic Wastewater Treatment In Developing Countries. London :
Earthscan.
Suswati, Anna C., Gunawan W. 2013. Pengolahan Limbah Domestik Dengan Teknologi
Taman Tanaman Air (Constructed Wetlands). Indonesian Green Technology Journal,
Vol. 2, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai