Anda di halaman 1dari 19

DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN

BAHAYA GEMPABUMI
Dr. Daryono, S.Si., M.Si. dan Bambang Setio Prayitno, S.Si., M.Si.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
E-mail: daryono@gmail.com, bambang_sp05@yahoo.com
ABSTRAK
MIKROTREMOR merupakan vibrasi lemah di permukaan bumi yang berlangsung
terus menerus akibat adanya sumber getar seperti aktivitas manusia, industri dan lalulintas.
Sumber-sumber lain yang bersifat alami seperti interaksi angin-bangunan, arus laut, dan
gelombang laut periode panjang juga merupakan sumber mikrotremor. Tujuan dari analisis
data mikrotremor adalah untuk mengetahui karaktristik dinamis lapisan tanah permukaan,
seperti frekuensi resonansi (fo) dan faktor amplifikasi (A). Pengukuran mikrotremor dapat
dilakukan dengan menggunakan 1 buah seismometer short period tipe TDS-303 (3
komponen) dengan frekuensi sampling 100 Hz. Data mikrotremor dianalisis menggunakan
Metoda Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) atau Metoda Nakamura. Untuk
mengolah data mikrotremor dapat digunakan perangkat lunak GEOPSY. Data mikrotremor
sangat bermanfaat untuk: (1) menprediksi ketebalan lapisan sedimen secara kualitatif, (2)
menyusun peta periode dominan, (3) menyusun peta faktor amplifikasi, dan (4) menyusun
peta indeks kerentanan seismik. Indeks kerentanan seismik merupakan parameter penting
untuk mengestimasi kawasan yang berpotensi terjadi kerusakan saat terjadi gempabumi.
Pemetaan indeks kerentanan seismik menggunakan survey mikrotremor sangat ekonomis
namun sangat efektif untuk mitigasi bencana gempabumi.
Kata kunci: mikrotremor, HVSR, frekuensi resonansi, faktor amplifikasi, indeks
kerentanan seismik
1. PENDAHULUAN
Tingkat kerusakan akibat gempabumi tidak hanya tergantung kepada besarnya
magnitudo dan jaraknya dari pusat gempabumi. Pada beberapa kasus kejadian gempabumi
merusak di dunia, ternyata kondisi geologi lokal sangat berperanan dalam menciptakan
kerusakan bangunan rumah saat terjadi gempabumi. Fenomena semacam ini dikenal
sebagai local site effects (Sun et al., 2005; Mirzaoglu & Dykmen, 2003; Nguyen et al.,
2004). Untuk menggambarkan adanya respon lapisan tanah permukaan terhadap
gelombang gempabumi yang mengenainya, Singh (2003) mengamati beberapa rekaman
accelerogram yang dicatat pada beberapa kondisi geologi yang berbeda, ternyata pola
accelerogram berubah mengikuti variasi kondisi geologi (Gambar 1).
Accelerogram yang dicatat di daerah bekas rawa (warna putih) memiliki pola
amplitudo lebih tinggi dengan durasi getaran yang lebih panjang, sementara seismogram di
daerah perbukitan yang banyak ditemukan singkapan permukaan (warna hitam)
amplitudonya lebih rendah dengan durasi getaran yang pendek. Perbedaan respon getaran
pada kondisi geologi yang berbeda ini merupakan bukti bahwa kondisi geologi ternyata
memiliki respon yang berbeda-beda terhadap gelombang seismik. Kondisi ini tentunya
akan berpengaruh terhadap respon getaran antara lokasi satu dengan lokasi lainnya (Singh
et al., 2003). Berdasarkan fakta empiris ini, kita dapat mengetahui bahwa antara satu
tempat dengan tempat yang lain memiliki karakteristik dinamik tanah yang berbeda-beda.
Adanya variasi karakteristik dinamik pada lapisan tanah permukaan dapat diidentifikasi
melakukan survey dan analisis data mikrotremor (Nakamura, 1989).

Gambar 1. Beberapa pola seismogram yang direkam pada kondisi geologi yang berbeda di
Mexico saat Gempabumi Capola 1995 (Singh et al., 2003)
Mikrotremor adalah vibrasi tanah yang disebabkan oleh aktivitas lalulintas,
industri, dan aktivitas manusia lain di permukaan Bumi. Sumber-sumber vibrasi tanah
yang disebabkan oleh faktor alam dapat berupa interaksi angin dan struktur bangunan, arus
dan gelombang laut periode panjang juga mempengaruhi vibrasi mikrotremor (Motamed et
al., 2007; Petermans et al., 2006). Contoh tampilan data mikrotremor dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Tampilan mikrotremor pada perangkat lunak (Mirzaoglu & Dykmen, 2003)

Metode analisis HVSR yang dikembangkan oleh Nakamura (1989) menghitung


rasio spektrum fourier dari sinyal mikrotremor komponen horizontal terhadap komponen
vertikalnya. Hasil analisis HVSR akan menunjukkan suatu puncak spektrum pada
frekuensi predominan (Nakamura, 1989). Frekuensi resonansi (fo) dan faktor amplifikasi
(A) yang menggambarkan karakteristik dinamis tanah dihasilkan dari analisis HVSR
(Nakamura et al., 2000).
Metode analisis HVSR diakui secara luas sangat handal dalam mengestimasi
frekuensi resonansi lapisan tanah permukaan lokal (Molnar et al., 2007; Jensen, 2000).
2

Panou et al. (2004) mengkaji hubungan antara spektrum HVSR dengan data kerusakan
gempabumi, hasilnya menunjukkan adanya korelasi antara data kerusakan dengan pola
spektrum HVSR tertentu. Nilai intensitas kerusakan yang tinggi terjadi pada zona
frekuensi resonansi rendah dengan faktor amplifikasi yang tinggi, sebaliknya tingkat
kerusakan rendah terjadi pada zona frekuensi resonansi yang tinggi dengan faktor
amplifikasi rendah.
Penelitian Qaryouti & Tarazi (2007) menunjukkan bahwa faktor amplifikasi
spektrum HVSR meningkat pada formasi ketebalan sedimen yang lebih tebal dan halus.
Hasil penelitian HVSR yang dilakukan Singh et al. (2003) di kawasan bekas rawa Mexico
juga menginformasikan hal yang serupa, dimana faktor amplifikasi meningkat pada daerah
yang tersusun oleh lapisan sedimen halus bekas rawa. Mucciarelli et al. (1996)
menyatakan bahwa Metode HVSR mampu memprediksi persebaran kerusakan gempabumi
masa lampau dan masa yang akan datang.
2. HORIZONTAL TO VERTICAL SPECTRUM RATIO (HVSR)
Nakamura (1989) menyatakan bahwa efek sumber dapat dihilangkan dari data
mikrotremor dengan membandingkan spektrum horisontal terhadap spektrum vertikal dari
data rekaman mikrotremor pada satu stasiun pengukuran seismometer tiga komponen.
Nakamura (1989) mengasumsikan bahwa hanya data mikrotremor horisontal saja yang
terpengaruh oleh tanah, sementara karakteristik spektrum sumber tetap terdapat di
komponen vertikal.
Site effect (TSITE) pada lapisan sedimen permukaan, biasanya digambarkan dengan
cara membandingkan spektrum (TH) antara komponen horisontal rekaman seismogram
pada dataran aluvial (SHS) dengan komponen horisontal rekaman seismogram pada
singkapan batuan keras (SHB).
SHS
TH = -------SHB

(1)

Beberapa asumsi yang digunakan dalam Metode Nakamura disajikan pada Gambar
3 sebagai berikut.

Gambar 3. Model cekungan yang berisi material sedimen halus (Slob, 2007)

1. Data Mikrotremor tersusun atas beberapa jenis gelombang, tetapi utamanya adalah
gelombang Rayleigh yang merambat pada lapisan sedimen di atas batuan dasar.
2. Efek gelombang Rayleigh (TV) pada noise terdapat pada spektrum komponen vertikal di
dataran aluvial (SVS), tetapi tidak terdapat pada spektrum komponen vertikal di batuan
dasar (SVB).
SVS
TV = -------(2)
SVB
3. Komponen vertikal mikrotremor tidak teramplifikasi oleh lapisan sedimen di dataran
aluvial.
4. Efek gelombang Rayleigh pada rekaman mikrotremor adalah ekivalen untuk komponen
vertikal dan horisontal. Untuk rentang frekuensi lebar (0,2-20,0 Hz), rasio spekrum
antara komponen horisontal dan vertikal di batuan dasar mendekati nilai satu.
SVB
------- = 1
SHB

(3)

5. Pada kondisi tersebut (Rumus 1.3), rasio spektrum antara komponen horisontal dan
vertikal dari mikrotremor yang terrekam di permukaan
memungkinkan efek
Gelombang Rayleigh (ERW) untuk dieliminasi, menyisakan hanya efek yang
disebabkan oleh kondisi geologi lokal. Inilah konsep dasar Metode Horizontal to
Vertical Spectrum Ratio atau yang populer disebut sebagai Metode HVSR:
TH
SHS SVB
TSITE = ------- = --------------TV
SHB SVS
maka site effect yang terjadi adalah:
SHS
TSITE = ------SVS

(4)

Rumusan ini menjadi dasar perhitungan rasio spektrum mikrotremor komponen


horizontal terhadap komponen vertikalnya, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
[(SUtara-Selatan)2 + (SBarat-Timur)2]

SHS
=
SVS

(5)
SVertikal

Ket: HS (komponen horizontal), VS (komponen vertikal), dan S (sinyal).


Metode HVSR sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi respon resonansi pada
cekungan yang berisi material sedimen. Fenomena resonansi dalam lapisan sedimen yakni
terjebaknya gelombang seismik di lapisan permukaan karena adanya kontras impedansi
antara lapisan sedimen dengan lapisan batuan keras yang lebih dalam. Interferensi antar
gelombang seismik yang terjebak pada lapisan sedimen berkembang menuju pola
resonansi yang berkenaan dengan karakteristik lapisan sedimen.

3. SURVEI MIKROTREMOR
Survei data primer berupa pengukuran mikrotremor secara langsung di lapangan,
sebanyak lokasi yang diinginkan. Setiap lokasi dilakukan pengukuran mikrotremor
minimal selama 30 menit dengan frekuensi sampling 100 Hz. Contoh peralatan dan
pengambilan data mikrotremor di lapangan disajikan pada Gambar 4 s/d Gambar 7. Survei
mikrotremor yang dilakukan mengacu kepada aturan-aturan yang ditetapkan oleh
SESAME European Research Project (2004) (Tabel 1).

Gambar 4. Seismometer periode pendek (sensitive velocity sensor) tipe TDS-303


(3komponen), frekuensi sampling 100 Hz

Gambar 5. Digitizer TDS-303

Gambar 6. Seperangkat peralatan penunjang survei mikrotremor: solar panel, kompas,


GPS, dan kabel data

Digitizer
Laptop akuisisi
Solar cell panel
Antena GPS

Kabel data
Sensor seismograf

Gambar 7. Pencatatan mikrotremor di lapangan

Tabel 1. Beberapa persyaratan teknis survei mikrotremor di lapangan

Durasi pencatatan

Parameter
pencatatan

Coupling soilsensor alami


(insitu)
Coupling soilsensor
buatan/artifisial

Keberadaan
bangunan/pohon

Kondisi cuaca

Gangguan

Saran yang dianjurkan


fo minimum yang diharapkan
Durasi pencatatan minimum
(Hz)
0,2
30
0,5
20
1
10
2
5
5
3
10
2
Atur level sensor seismograf (leveling) seperti yang telah
disarankan.
Tetapkan level gain semaksimal mungkin tanpa saturasi (jenuh)
sinyal.
Atur sensor langsung pada permukaan tanah.
Hindari menempatkan sensor seismograf pada permukaan tanah
lunak (lumpur, semak-semak) atau tanah lunak setelah hujan.
Hindari lempengan yang terbuat dari material lunak seperti karet
atau busa.
Pada kemiringan yang curam dimana sulit mendapatkan level
sensor yang baik, pasang sensor dalam timbunan pasir atau
wadah yang diisi pasir.
Hindari pengukuran dekat dengan bangunan, gedung bertingkat,
dan pohon yang tinggi, jika tiupan angin di atas 5 m/detik.
Kondisi ini sangat mempengaruhi hasil analisis HVSR yang
ditunjukkan dengan suatu kemunculan frekuensi rendah pada
kurva.
Hindari pengukuran di lokasi tempat parkir, pipa air, dan
gorong-gorong.
Angin: lindungi sensor jika kecepatan angin di atas 5 m/detik).
Hujan: hindari pengukuran mikrotremor di bawah terpaan hujan
lebat, jika hujan ringan tidak akan terlalu berpengaruh.
Temperatur: periksa sensor seismograf dan catat instruksi
pabrik.
Sumber monokromatik: hindari pengukuran mikrotremor dekat
dengan mesin, industri, pompa air, generator yang sedang
beroperasi.
Sumber sementara: jika terdapat sumber getar transient (jejak
langkah kaki, mobil lewat) tingkatkan durasi pengukuran untuk
memberikan jendela yang cukup untuk analisis setelah gangguan
tersebut hilang.

Contoh form survei mikrotremor menurut SESAME European Research Project


TANGGAL

JAM

LOKASI

OPERATOR

TIPE GPS #

LINTANG

BUJUR

KETINGGIAN

TIPE STASIUN

TIPE SENSOR

STASIUN #

SENSOR #

DISK #

NAMA FILE

POINT #

PERBESARAN (GAIN)

KONDISI
CUACA

FREQ SAMPLE

Hz

DURASI REKAM

Menit
Detik

ANGIN

Tak ada

Lemah (5m/s)

Sedang

Kuat

Pengukuran (Jika ada) ___________________

HUJAN

Tak ada

Lemah

Sedang

Kuat

Pengukuran (Jika ada) ___________________

Suhu ( ) ___________

Tanah
TIPE
PERMUKAAN

Keterangan __________________________________________________________
Keras

Lunak
Semen

Aspal
Tanah Basah

Kerikil

Pasir

Beton

Paving

Tanah Kering

COUPLING SENS0R BUATAN


Tidak

Semak =

Pendek

Tinggi

Lainnya

Keterangan _______________________________________________

Ya, Jenis ______________________________________________

Tidak

KERAPATAN BANGUNAN

Batu

Tersebar

Rapat

Lainnya, jenis __________________________

Sangat Padat

Banyak

Sedikit

Tidak ada

SUMBER NOISE MONOKROMATIK (Pabrik, Pompa, Sungai, .. )


Ya

Tidak, Jenis _____________________________

Jarak
BANGUNAN TERDEKAT
(deskripsi, tinggi, jarak)

(Pohon, Gedung, Jembatan, Struktur


bawah tanah, )

Mobil
Truk
Langkah
Lainnya
__________

OBSERVASI

FREKUENSI

Hz

(Perhitungan Lapangan)

Hasil pengukuran mikrotremor di lapangan mendapatkan data getaran tanah fungsi


waktu. Data ini tercatat dalam 3 komponen, yaitu komponen vertikal, utara-selatan, dan
barat-timur. Data mentah ini tidak dapat langsung diolah karena dalam format
hexadecimal. Data ini harus diubah ke format ASCII menggunakan perangkat lunak
DATAPRO dan menghasilkan empat file, yaitu file komponen vertikal, utara-selatan,
barat-timur, dan file header. Agar keempat file data ini dapat diolah perangkat lunak
GEOPSY, harus dalam format SAF.
Proses selanjutnya adalah mengolah data mikrotremor menggunakan perangkat
lunak GEOPSY. Saat pengolahan dalam perangkat lunak GEOPSY, data dibagi dalam
beberapa window. Untuk data yang cukup besar dapat dilakukan pemilahan window secara
otomatis, yaitu pemilahan antara sinyal tremor atau event transient (sumber spesifik).
Fungsi pemilahan ini untuk menghindari pengolahan transient dalam analisis. Cara untuk
mendeteksi transient dengan membandingkan short term average (STA) dan long term
average (LTA). STA merupakan rata-rata amplitude jangka pendek (0,5-2,0 detik),
sedangkan LTA merupakan nilai rata-rata amplitudo jangka panjang (>10 detik). Ketika
perbandingan STA/LTA melebihi ambang batas, maka dapat disebut sebagai event
(Koller et al., 2004). Setelah transient terdeteksi maka data selain transient dibagi dalam
beberapa window (20-50 detik). Berdasarkan SESAME European Research Project (2004),
disarankan pada penentuan panjang window memiliki minimal persyaratan lw=10/fo, dalam
hal ini lw adalah panjang window dan fo adalah frekuensi resonansi, sehingga memiliki
minimal 10 cycle signifikan pada masing-masing window.
Masing-masing window dikenai transformasi fourier sehingga diperoleh spektrum
fourier untuk masing-masing komponen. Spektrum fourier komponen horizontal (barattimur dan utara selatan) dirata-ratakan menggunakan akar rata-rata kuadrat, selanjutnya
dibagi dengan spektrum fourier komponen vertikal dalam kawasan frekuensi hingga
diperoleh rata-rata spektrum H/V.
Prosedur pengolahan data mikrotremor menggunakan metode analisis HVSR
hingga diperoleh indeks kerentanan seismik (Kg) digambarkan pada Gambar 9. Hasil
keluaran perangkat lunak GEOPSY berupa rara-rata spektrum mikrotremor. Dari spektrum
ini dapat diketahui nilai frekuensi resonansi (fo) dan faktor amplifikasi (A) di lokasi
pengukuran. Indeks kerentanan seismik (Kg) diperoleh dengan membagi kuadrat faktor
amplifikasi (A) dengan frekuensi resonansi (fo),
Setelah survei pencatatan mikrotremor di lapangan dilakukan sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan, selanjutnya data mikrotremor dipersiapkan untuk
dilakukan pengolahan dengan metoda analisis HVSR menggunakan perangkat lunak
GEOPSY yang diawali dengan tahapan kerja dalam urutan di bawah ini.

1. Data mentah mikrotremor dibuka menggunakan software DATAPRO (paket program


bawaan dari TDS portable digital seismograph).

2. Menampilkan data mentah (raw data) mikrotremor dalam software DATAPRO. Hasil
pengukuran mikrotremor berupa data getaran tanah fungsi waktu. Data ini tercatat
dalam 3 komponen, yaitu komponen vertikal, horizontal (utara-selatan), dan horizontal
(barat-timur).

10

3. Beberapa hal yang perlu dipahami bahwa:


data mentah dalam tampilan software DATAPRO tidak dapat langsung diolah karena
masih dalam format hexadecimal, data ini harus diubah lebih dulu ke format ASCII
menggunakan perangkat lunak DATAPRO.
perubahan dalam format ASCII menghasilkan empat file, yaitu file komponen
vertikal, horizontal (utara-selatan), dan horizontal (barat-timur). Agar ketiga file data
ini dapat diolah menggunakan perangkat lunak GEOPSY, maka harus dirubah lebih
dulu dalam format SAF (Sesame ASCII Format).

4. Ketiga file data (untuk masing-masing komponen) dari DATAPRO dibuka untuk
selanjutnya di sesuaikan dengan format kanal 3 komponen pada GEOPSY.

11

5. Ketiga file data (untuk masing-masing komponen) diubah ke dalam format Sesame
ASCII Format (SAF) dengan terlebih dahulu menyesuaikan dengan format kanal 3
komponen pada GEOPSY.

6. Proses selanjutnya adalah mengolah data mikrotremor menggunakan metode analisis


HVSR menggunakan perangkat lunak GEOPSY. Data SAF yang sudah disiapkan di
masukkan pada Inport Signals

12

7. Tampilkan data mikrotremor pada pada perangkat lunak GEOPSY. Bandingkan apakah
wave form pada pada perangkat lunak GEOPSY sama dengan yang ditampilkan raw
data pada perangkat lunak DATAPRO (perangkat lunak TDS) di depan. Jika kedua
wave form sama maka proses dalam mengubah format data ke dalam format SAF telah
berhasil.

8. Untuk menjalankan analisis HVSR dapat klik H/V, selanjutnya klik Stable window

13

9. Saat pengolahan dalam GEOPSY, data dibagi dalam beberapa window. Untuk data yang
cukup besar dapat dilakukan pemilahan window secara otomatis, yaitu pemilahan
antara sinyal tremor atau event transient. Fungsi pemilahan ini untuk menghindari
pengolahan transient dalam analisis. Selanjutnya klik Start untuk hasil HVSR.

10. Diagram yang menggambarkan prosedur pengolahan data mikrotremor menggunakan


metode analisis HVSR hingga diperoleh frekuensi resonansi (fo), faktor amplifikasi
(A), dan indeks kerentanan seismik (Kg) digambarkan pada Gambar 8. Proses ini
seluruhnya dikerjakan dalam perangkat lunak GEOPSY.

Gambar 8. Diagram analisis horizontal to vertical spectrum ratio (HVSR)

14

11. Hasil analisis HVSR menggunakan perangkat lunak GEOPSY menghasilkan satu buah
spektrum HVSR yang didalamnya terdapat parameter frekuensi resonansi (fo), faktor
amplifikasi (A), dan indeks kerentanan seismik (Kg) di lokasi pengukuran.
Faktor amplifikasi (A)= 2,42

Frekuensi resonansi (fo) = 1,55 Hz

Berdasarkan hasil analisis HVSR diketahui:


Frekuensi resonansi (fo) = 1,55 Hz
Faktor amplifikasi (A) = 2,42
Maka indeks kerentanan seismik Kg = A2 / fo = 3,78

15

4. MANFAAT DATA MIKROTREMOR


Data mikrotremor sangat bermanfaat untuk: (1) menyusun peta periode dominan,
(2) menyusun peta faktor amplifikasi, dan (3) menyusun peta indeks kerentanan seismik,
dan (4) menprediksi ketebalan lapisan sedimen secara kualitatif.
4.1. Pemetaan Frekuensi Resonansi (fo)
Untuk keperluan mitigasi bencana alam gempabumi, analisis data mikrotremor
dapat memberi informasi nilai fo suatu tempat untuk perencanaan bangunan tahan
gempabumi (Tuladhar et al., 2004). Struktur bangunan yang memiliki nilai fo sama dengan
nilai fo site akan mengalami resonansi jika terjadi gempabumi. Efek resonansi akan
memperkuat getaran gempabumi sehingga menyebabkan bangunan roboh saat terjadi
getaran gempabumi kuat. Sehingga informasi data mikrotremor member petunjuk agar
dalam membangunan bangunan tidak sama dengan frekuensi resonansi site guna
menghindari terjadinya efek resonansi saat gempabumi terjadi (Daryono et al., 2009a;
Daryono et al., 2009b). Selain bahaya resonansi getaran gempabumi, karekteristik dinamik
tanah dengan fo sangat rendah sangat rentan terhadap bahaya vibrasi periode panjang yang
dapat mengancam gedung-gedung bertingkat tinggi (Tuladhar, 202). Dengan mengetahui
persebaran frekuensi resonansi dan memanfaatkannya dalam merencanakan bagunan,
diharapkan akan dapat mengurangi risiko bahaya gempabumi yang mungkin terjadi pada
masa yang akan datang.
4.2. Pemetaan Faktor Amplifikasi (A)
Penggunaan faktor amplifikasi untuk pengkajian bahaya gempabumi hingga saat
ini masih dalam pro dan kontra. Menurut Bard (1999), puncak spektrum HVSR
memberikan estimasi amplifikasi dalam batas tingkat rendah, namun demikian beberapa
peneliti lain seperti Mucciarelli et al. (1998), Nakamura et al. (2000) dan Cara et al. (2006)
menyatakan adanya korelasi yang jelas antara faktor amplifikasi dengan persebaran
kerusakan gempabumi. Panou et al. (2004) membandingkan nilai frekuensi resonansi dan
faktor amplifikasi dengan data kerusakan gempabumi. Hasil pengamatan menyeluruh
menunjukkan adanya korelasi, dimana pada intensitas kerusakan tinggi terjadi pada zona
frekuensi resonansi rendah dengan nilai faktor amplifikasi yang tinggi.
4.3. Pemetaan Indeks Kerentanan Seismik (Kg)
Menurut Nakamura (2008), indeks kerentanan seismik merupakan indeks yang
menggambarkan tingkat kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap deformasi saat
terjadi gempabumi. Indeks kerentanan seismik bermanfaat untuk memprediksi zona lemah
saat terjadi gempabumi (Saita et al., 2004; Gurler et al., 2000). Indeks kerentanan seismik
berdasarkan mikrotremor juga bermanfaat untuk memprediksi zona rawan likuefaksi
(Huang dan Tseng, 2002), dan rekahan tanah akibat gempabumi (Daryono, 2011). Indeks
kerentanan seismik diperoleh dengan mengkuadratkan faktor amplifikasi dibagi dengan
frekuensi resonansinya (Nakamura et al., 2000). Indeks kerentanan seismik bersama-sama
dengan percepatan basemen berguna untuk menghitung nilai regang-geser lapisan tanah
permukaan (Nakamura, 2000). Gempabumi merusak terjadi bilamana batas regangan geser
terlampaui sehingga terjadi deformasi lapisan tanah permukaan (Nakamura, 2008).
4.4. Memprediksi Ketebalan Lapisan Sedimen
Menurut Wenzel dan Achs (2007), Fah et al. (2001), Yasui dan Noguchi (2004),
dan Ai-Lan et al. (2006) Metode Nakamura dinilai sangat ekonomis dan efektif untuk
mengkaji karakteristik dinamik lapisan tanah permukaan penyebab terjadinya local site
effect saat gempabumi. Penelitian Roberta dan Asten (2004), Arai dan Tokimatsu (2008),
16

Arai dan Tokimatsu (1998), dan Nguyen et al. (2004) yang menggunakan metode HVSR
mampu memetakan ketebalan material sedimen secara kualitatif.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka ada beberapa kesimpulan terkait dengan
data mikrotremor.
a. Karakteristik spektrum mikrotremor berubah mengikuti karakteristik kondisi
geologis/geomorfologis.
b. Data persebaran frekuensi resonansi hasil pengukuran mikrotremor dapat
menggambarkan profil kedalaman batuan dasar graben/cekungan secara kualitatif.
c. Hasil analisis data mikrotremor bermanfaat untuk menyusun peta frekuensi
resonansi, peta faktor amplifikasi, dan peta indeks kerentanan seismik.
d. Persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan mikrotremor bermanfaat
untuk memprediksi zona lemah yaitu kawasan yang berpotensi mengalami
kerusakan rumah, likuefaksi, dan rekahan tanah akibat gempabumi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ai-Lan C., Takahiro, I., Yoshiya, O., Xiu-Run, and G. 2006. Study on the applicability of
frequency spectrum of microtremor of surface ground in Asia area. Journal of
Zhe Jiang University.
Arai, H. and Tokimatsu, K. 2008. Three-dimensional Vs profiling using microtremor in
Kushiro, Japan. Earthquake Engineering and Structural Dynamics, 37:845-859.
Asten, MW, and Dhu, T. 2004. Site response in the Botany area, Sydney, using
microtremor array methods and equivalent linear site response modeling.
Australian Earthquake Engineering in the New Millennium, Proceedings of a
Conference of the Australian Earthquake Engineering Society. Mt Gambier South
Australia, Paper 33.
Bard , P.Y.,1999, Microtremor measurement: a tool for site estimates?. States of the art
paper, second International Symposium on the Effect of Surface Geology on
Seismic Motion, Yokohama, December 1-3, 1998, pp. 1252-1279.
Cara F., Cultrera, G., Azzara, M., Rubeis, V.D., Giudio, G.D., Giammarinaro, M.S., Tosi,
P., Vallone, P. and Rovelli,A., 2006, Microtremor Measurement in the City of
Palermo, Italy: Analysis of the Correlation with Local Geology and Damage,
BSSA, Instituto di Geofisica Volcanologia, Via di Vigna Murata, Rome, Italy.
Daryono, Sutikno, Junun S., Dulbahri (a), 2009, Local Site Effect of Bantul Graben Based
on Microtremor Measurement for Seismic Hazard Assessment, 2nd International
Conference on Geoinformation Technology for Natural Disaster Management and
Rehabilitation, Bangkok, Thailand.
Daryono, Sutikno, Junun S., Dulbahri, K.S. Brotopuspito (b). 2009. Local site effect at
Bantul Graben based on Microtremor measurements. International Conference
Earth Science and Technology. Phonix Hotel, Yogyakarta.
Daryono, 2011, Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor pada Setiap Satuan
Bentuklahan di Zona Graben Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Disertasi,
Program Pascasarjana Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Fah, D., Kind, F., and Giardini, D. 2001. A teoritical investigation of average H/V ratio.
Geophysical Journal International, 145: 535-549.

17

Gurler, E.D., Nakamura, Y., Saita, J.,Sato, T. 2000. Local site effect of Mexico City based
on microtremor measurement. 6thInternational Conference on Seismic Zonation,
Palm Spring Riviera Resort, California, USA, pp.65.
Huang, H. and Tseng, Y. 2002. Characteristics of soil liquefaction using H/V of
microtremor in Yuan-Lin area, Taiwan. TAO, Vol. 13, No. 3, 325-338.
Ishihara, K., 1978, Introduction to Dynamic Soil Mechanism.
Jensen, V. H., 2000, Seismic Microzonation in Australia, Journal of Asian Earth Science.
Vol. 18.
Mirzaoglu, M. & Dykmen, U., 2003, Application of Microtremor to Seismic Microzoning
Procedure, Journal of The Balkan Geophysical Society, Vol. 6 No.3.
Molnar, S., Cassidy, J.F. and Dosso, S.E., 2004, Site Response Studies in Victoria, B.C.,
Analysis of M 6.8 Nisqually Earthquake Recording and SHAKE Modelling, Paper
No. 2121, 13th Proceeding of World Conference on Earthquake Engineering,
Vancouver, B.C., Canada.
Motamed, R., Ghalandarzadeh, A., Tawhata, I. and Tabatabei, S.H., 2007, Seismic
Microzonation and Damage Assessment of Bam City, Southern Iran, Journal of
Earthquake Engineering, 11:110-132.
Mucciarelli, M., Valensise, G., Gallipoli, M.R. and Caputo, R., 1999, Reappraisal of A
XVI Century Earthquake Combining Historical, Geological and Instrumental
Information, Proceedings of Workshop of E.S.C. Sub-Commision on Historical
Seismology, Macerata, Italy.
Mukhopadhyay, S., Pandey, Y., Dharmaraju, R., Chauhan, P.K.S., Singh, P. and Dev, A.,
2002, Seismic Microzonation of Delhi for Ground Shaking Site Effect, Journal
Current Science, Vol. 82 No. 7.
Nakamura, Y. 1989. A method for dynamic characteristic estimatimation of subsurface
using microtremor on the ground surface. Q.R. of R.T.I. 30-1, p. 25-33.
Nakamura, Y. 2000. Clear Identification of Fundamental Idea of Nakamuras Technique
and Its Application. World Conference of Earthquake Engineering.
Nakamura, Y., Sato, T., and Nishinaga, M. 2000. Local Site Effect of Kobe Based on
Microtremor Measurement. Proceeding of the Sixth International Conference on
Seismic Zonation EERI, Palm Springs California.Nakamura, Y. 2007.
Development of vulnerability assessment for ground and structures using
Microtremor. System and Data Research Co., Ltd.
Nakamura, Y. 2008. On The H/V Spectrum. The 14th World Conference on Earthquake
Engineering, Beijing, China.
Nguyen, F., Teerlynck, H., Van Rompaey, G., Van Camp, M., Jongmans, D. and
Camelbeeck, T., 2004, Use of microtremor measurement for assessing site effects
in Northern Belgium-interpretation of the observed intensity during the Ms5.0,
June 11, 1938 Earthquake. Journal of Seismology, 8(1) 41-56, 20.
Panou, A.A., Theodulidis, N., Hatzidimitriou, P.M., Papazachos, C.B. and Stylianidis, K.,
2004, Ambient Noise Horizontal-to-Vertical Spectral Ratio for Assessing Site
Effect in Urban Environtments: The Case of Thessaloniki City (Northern Greece),
Bulletin of Geological Society, Greece vol. XXXVI.
Petermans, T., Devleeschouwer, X., Pouriel, F. & Rosset, P., 2006, Mapping the local
seismic hazard in urban area of Brussel, Belgium. IAEG Paper number 424.
Qaryouti, M.Y. and Tarazi, E., 2007, Local Site Effect Estimated from Ambient Vibration
Measurement at Aqaba City, Jordan, Journal of Earthquake Engineering, 11:1-12.
Saita, J., Bautista, M.L.P. and Nakamura, Y., 2004, On Relationship Between The
Estimated Strong Motion Characteristic of Surface Layer and The Earthquake
18

Damage -Case Study at Intramuros, Metro Manila-, Paper No. 905, 13th World
Conference on Earthquake Engineering, Vancouver, B.C., Canada.
SESAME, 2004, Guidelines for the Implementation of the H/V Spectral Ratio Technique
on Ambient Vibrations Measurements, Processing and Interpretation, European
Commission Research General Directorate.
Singh, S.K., Ordaz, M. and Pacheco, J.F., 2003, Advances in Seismology with Impact on
Earthquake, International Handbook of Earthq. and Engineering Seismology,
Volume 81.
Slob, S., 2007, Micro Seismic Hazard Analysis, Earthquake Vulnerability and MultiHazard Risk Assessment: Geospatial Tools for Rehabilitation and Reconstruction
Efforts, ITC The Netherlands.
Sun, C.G., Kim, D.S and Chung, C.K., 2005, Geologic Site Condition and Site
Coefficients for Estimating Earthquake Ground Motion in The Inland Areas of
Korea. Engineering Geology, 81, 446-469.
Tuladhar, R. 2002. Seismic microzonation of greather Bangkok using microtremor. Thesis.
Asian Institute of Technology, School of Civil Engineering, Thailand.
Tuladhar, R., Cuong, N.N.H. and Yamasaki, F., 2004, Seismic Microzonation of Hanoi,
Vietnam Using Microtremor Observations, Paper No. 2539, 13th World
Conference on Earthquake Engineering, Vancouver, B.C., Canada.
Wenzel, H. and Achs, G. 2007. Seismic microzonation in Vienna Basin. 4th International
Conference of Geotechnical Enggineering, Pp No. 1718.
Yasui, Y. and Noguchi, T. 2004. Soil profile confirmation through microtremor
observation. Proceeding Third UJNR Workshop on Soil-Structure Interaction,
March 29-30, 2004, Menlo Park, California, USA.

19

Anda mungkin juga menyukai