Anda di halaman 1dari 12

ASKEP KEJANG DEMAM PADA ANAK

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan anak mempunyai arti penting dalam kehidupan keluarga, mengingat mereka
masih sepenuhnya tergantung pada orang tua atau orang dewasa lain, jika kurangnya
perhatian orang tua terhadap kesehatan anak maka itu akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak.(hendarson 1997:264)
Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak
terutama pada golongan anak berumur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang
berumur dibawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam. (Ngastiyah. 2005)
Terjadinya jangkitan demam kejang tergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu
tubuh meningkat. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita demam kejang pada kenaikan suhu
tertentu. (Ngastiyah. 1997).
Bangkitan demam kejang merupakan satu manifestasi daripada lepasnya muatan listrik yang
berlebihan disel neuron saraf pusat. Keadaan ini merupakan gejala terganggunya fungsi otak
dan keadaan ini harus segera mendapatkan penanganan medis secara tepat dan adekuat untuk
mencegah terjadinya komplikasi antara lain : Depresi pusat pernafasan, Pneumonia aspirasi,
cedera fisik dan retardasi mental.
Selain dampak biologis, klien juga mengalami pengaruh psikososial. Dalam keadaan ini klien
akan merasa rendah tinggi karena perubahan pada tubuhnya. Klien juga aktivitasnya yang
dapat menimbulkan bahaya bagi anak. .(hendarson 1997:268)
Setelah penulis melihat pasien diruangan Rawat Inap anak RS. Dr. R. Soeprapto cepu lebih
banyak kasus demam kejang dari pada penyakit yang lain. Dan umumnya orang tua kurang
mengetahui dengan keadaan penyakit ini, sehingga banyak anak yang dibawa kerumah sakit
dalam keadaan yang berat. Bedasar kan data yang didapat kan di RS. Dr. R Soeprapto Cepu
tahun 2011. Tepat nya diruangan anak tanggal 1 31 Agustus Sekitar 10 orang yang
menderita demam kejang dari 65 orang klien yang dirawat di RS. Dr. R. Soeprapto cepu. Dan
termasuk 10 besar Penyakit yang terbanyak di RS. Dr. R Soeprapto Cepu.

TINJAUAN TEORI

2.1. KONSEP DASAR


2.1.1. Defenisi
Demam Kejang atau febril convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. (Ngatsiyah
: 1997 )
Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak
tertama pada golongan anak yang berumur 6 bulan sampai 4 tahun.. Pada demam kejang
terjadi pembahasan sekelompok neuron secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu gangguan
kesadaran, gerak, sensori atau memori yang bersifat sementara. ( Aesceulaplus : 2000 )
Jenis-jenis demam Kejang :
1.

Kejang Parsial

Kejang Persial Sederhana

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda-tanda motorik kedutaan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh umumnya gerakan
setiap kejang sama
Tanda atau gejala otomik, muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
Somotosenoris atau sensori khusus, mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara
Gejala psikis, rasa takut

Kejang Parsial Kompleks

Terapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik, mengecap-ngecap bibir, mengunyah,
gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya
Tatapan terpakau. ( Natsiyah : 2004 )
2.

Kejang Umum.

1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis
kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi
harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena
infeksi selaput otak atau kernikterus

2.

Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh
fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada
bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.

2. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro.
Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.
Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

2.1.2

Manifestasi klinik

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat :
misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul
pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan
yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.


3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.

2.1.3. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang
demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen
dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam
tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus
pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
2.1.4. Tanda dan Gejala
Umumnya demam kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau toniktonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan
disertai kelaukan atau hanya sentakan atau kelaukan fokal.
Sebagian besar kejang berlangusng kurang dari 6 menit dan kurang 80 % berlangsung lebih
dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurology. Kejang dapat diikuti hemiparesis
sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih
sering terjadi pada kejang yang pertama.
Dan orang tua akan mneggambarkan manifestasi kejang tonik-klonik (yaitu, tonik-kontraksi
otot, ekstensi eksremitas, kehlangan control defekasi dan kandung kemih, sianosis dan
hilangnya kesadaran. (Mary E Muscari)
2.1.5. Antonomi Fisiologi
Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf
pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons

(batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral
nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari
medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis
(sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak
yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap
resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid
dan piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
a.

Cerebrum (otak besar)

Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di
mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari
cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik,
pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak
berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap
hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
1)

Thalamus

Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung
sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls
sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2)

Hypothalamus

Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa
nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus
merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme,
alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya.
Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada
kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya
yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik
ekstrakranium.
3)

Formation Reticularis

Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli)
ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio
reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke
cortex cerebri.
b.

Serebellum

Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior.
Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang
otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :
1)

N. I

: Nervus Olfaktorius

2)

N. II

: Nervus Optikus

3)

N. III

: Nervus Okulamotorius

4)

N. IV

: Nervus Troklearis

5)

N. V

: Nervus Trigeminus

6)

N. VI

: Nervus Abducen

7)

N. VII

: Nervus Fasialis

8)

N. VIII

: Nervus Akustikus

9)

N. IX

: Nervus Glossofaringeus

10) N. X

: Nervus Vagus

11) N. XI

: Nervus Accesorius

12) N. XII

: Nervus Hipoglosus.

System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom
dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf
otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system
simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1)

Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya

2)

Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis

3)

Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.

System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :


Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:
1.

Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak

2.

Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.

2.1.6. Patosiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat
dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat
proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui
system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan
dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan
didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi
ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial
nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan
energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena
penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion
NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat,
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis

2.1.7. Komplikasi

1. Aspirasi
2. Asfiksi
3. Retardasi mental
Komplikasi tergantung pada :
1.

Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2.

Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita demam

kejang
3.

Kejang berlangsung lama atau kejang tikal

2.1.8. Penatalaksanaan Medis


1. Pemberian cairan IV dengan cairan yang mengandung glukosa
2. Pila kejang sangat lama, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya edema otak. Diberikan
kortikosteroid sepeti kortison 20-30 mg/Kg BB atau glukokortikoid seperti deksametason
ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3. Berikan diazepam secara IV / Rectal untuk menghentikan kejang
4. Pemberian Fenobarbital secara IV
5. Untuk menghentikan status kovulsivus diberikan difenilhidantion secara IV
6. Pembedahan, terutama untuk pasien yang resisten terhadap pengobatan yang tujuannya :

Memetakan aktivitas listrik di otak


Menentukan letak / focus epileprogenik
Mengangkat tumor, kelainan otak lainnya
Namun pembedahan dapat meninbulkan berbagai komplikasi lain : edema serebral,
hemoragi, hidrocepalus, infark serebral atau peningkatan kejang. (Ngastiyah, 1997).
2.1.9. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pertahanan suhu tubuh stabil


2. Menjelaskan cara perawatan anak demam
3. Melakukan dan mengajarkan pada keluarga cara kompres panas serta menjelaskan tujuan
4. Beri terapi anti konvulsan jika diindikasikan. Terapi konvulsan dapat diindikasikan pada
anak-anak yang memenuhi kriteria tertentu antara lain : kejang fokal atau kejang lama,
abnormalitas neurology, kejang tanpa demam, derajat pertama, usia dibawah 1 tahun dan
kejang multiple kurang dari 24 jam.
2.1.10. Pemeriksaan Diagnostik
1. Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema, infark, lesi congenital
dan hemoragik
2. MRI (Magnetic Resenance Imaging ) Menentukan adanya perubahan / patologis SSP

3. Rontgen Tengkorak, Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali
untuk mengetahui adanya fraktur
4. Pemeriksaan Metabolk (Pemeriksaan Laboratorium ) Meliputi :

Glukosa darah
Kalsium fungsi ginjal dan hepar
Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi
Kecepatan sedimentasi, hitung platelet
Pemeriksaan serologi imunologi

5. EEG Sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosa kejang dan menentukan lesi serta fungsi
neurology (Ngastiyah, 1995).
2.1. ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1. Pengkajian
1.

Identitas Klien

Nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua,
alamat dan diagnosa medis serta tanggal masuk
2.
a.

Riwayat Kesehatan

Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien mengalami peningkatan suhu tubuh >380C, peningkatan nadi, apnea, keletihan dan
kelemahan umum, inkontinesia baik urine ataupun fekal, sensitivitas terhadap makanan, mual
/ muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Klien akan merasa nyeri otot dan sakit
kepala.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Adanya klien riwayat terjatuh / trauma, faktur, adanya riwayat alergi dan adanya infeksi.
c.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Faktor resiko demam kejang pertama yang penting adalah deman, selain itu terdpat factor
herediter.
3. Pemeriksaan Fisik

a.

Kepala : kulit kepala bersih san beruban, tidak ada luka lesi, rambut klien tipis, mukosa

mulut kering, skelera tidak iketrik, konjungtiva anemis


b. Leher : tidak terdapat pembengkakan kelenjar tiroid ( tidak ada kelainan).
c. Dada : simetris kiri- kanan, tidak tertaba massa
d. abdomen : distansi abdomen, terdenngar bising usus
e. Ekstremitas : terpasang cairan infuse di tangan kanan dengan cairan RL, turgor kulit jelek
3 detik, kekuatan otot
f. Genitalia
: tidak ada keluhan
g. Tanda-tanda vital

Suhu tubuh klien meningkat lebih dari 375 C

Pernapasan : Gigi mengatup, siasonosis, apnea, pernapasan menurun / cepat; peingkatan


mucus.

Sirkulasi : Hipertensi, peningkatan nadi.


4. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita (0-5 tahun) (Smeltzer,2000)
a. Pertumbuhan
Pertambahan BB 2 kg / tahun pada usia 21 bulan, kelihatan kurus, tapi aktifitas motorik
tinggi, system tubuh matang (berjalan dan lompat), TB 6-7 cm / tahun, kesulitan makan,
eliminasi mandiri, kognitif berkembang, mmebutuhkan pengalaman belajar, inisiatif dan
mampu identifikasi identitas diri.
b. Perkembangan (Motorik, bahasa, kognitif)
Berdiri satu kaki, menggoyangkan jari kaki, mengambar acak, menjepit benda, melambaikan
tangan, makan sendiri, menggunakan sendok, menyebutkan empat gambar dan warna,
menyebutkan warna benda, mengerti kata sifat, menirukan berbagai bunyi kata, paham
dengan arti larangan berespon terhadap panggilan, menagis bial dimarahi, permintaan
sederhana, kecemasan perpisahan orang terdekat, mengenali semua anggota keluarga.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan
Untuk mengetahui adanya keadaan patologis di otak : tumor, edema, infark, lesi congenital
dan hemogragik.
b. .MRI (Magnetic Resenance Imaging )
Menentukan adanya perubahan / patologis SSP
c. Rontgen Tengkorak
Tidak banyak mebantu untuk mendiagnosa aktivitas kejang kecuali untuk mengetahui
adanya fraktur
6.

Pemeriksaan Metabolk (Pemeriksaan Laboratorium )

Meliputi :

Glukosa darah
Kalsium fungsi ginjal dan hepar
Pemeriksaan adanya infeksi : test widal, lumbal fungsi
Kecepatan sedimentasi, hitung platelet
Pemeriksaan serologi imunologi
2.2.1. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajan, diagnosa keperwatan utama pasien dapat meliputi yang berikut :
(Doenges E. Marilynn,2002)
1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan aktivitas motorik dan hilangnya kesadaran selama
kejang
2. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan penumpukan mucus, obstruksi lidah dan
benda asin
3. Gangguan perfusi serebral b / d peningkatan tekanan intracranial
4. Peningkatan suhu tubuh b/d status metabolic
5. Konsep diri : Body image, harga diri berhubungan dengan kehilangan control tubuh, reaksi
negative dari lingkungan terhadap penyakit
6. Kurang pengetahuan behubungan dengan kurangnya informasi
7. Resiko kejang demam berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
2.2.2. Implementasi
Implimentasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi keparawatan disesuaikan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun.
Implementasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien dan dapat diterima oleh klien itu
sendiri dan keluarga klien
Jenis tindakan pada implimentasi ini terdiri dari tindakan :

Independent

Dependent

Interdependent
2.2.3. Evaluasi
Keefektifan intervensi keparawatan pada anak dengan kejang dapat dilakukan dengan
pengkajian secara terus menerus dan evaluasi terhadap asuhan yang dapat di observasi :

1. Anak dan keluarga memahami tanda dan tingkah laku yang

menyebakan kejang

2. Mengkaji lingkungan / situasi yang dapat membahayakan anak saat kejang


3. Keluarga mampu melakukan manajemen perawatan anak-anak

selama kejang

4. Anak dan keluarga memahami tentang tearpi pengobatan dan bisa mengidentifikasi faktorfaktor

akibat pengobatan

5. Keluarga merasa tenang dan mengerti tentang kondisi anaknya


6. Anak merasakan bahagia, memahami tentang kesehatannya dan tetap berinteraksi dengan
teman-teman

Anda mungkin juga menyukai