Anda di halaman 1dari 4

Gambaran klinis dan gejala klinis

Kista dentigerous
Gejala kista dentigerous tidak terlihat bila masih tahap awal. Kista dentigerous
yang belum mengalami komplikasi seperti kista lainnya tidak akan menyebabkan gejala
sampai pembesarannya nyata terlihat. Meskipun gejala biasa tidak ada, dengan
terlambatnya erupsi gigi semakin besar pula indikasi terjadinya kista dentigerous. Kista
dentigerous dapat dideteksi melalui pemeriksaan radiografis atau pada saat dilakukan
pemeriksaan gigi yang tidak erupsi. Infeksi dapat menyebabkan gejala umum seperti
bengkak yang membesar dan rasa sakit (Sudiono,
Kista dentigerous biasanya terdeteksi pada anak-anak, remaja atau dewasa,
walaupun terkadang dapat ditemukan pada orang yang lebih tua. Jenis kista
dentigerous yang berhubungan dengan erupsi gigi sulung dan tetap pada anak
dinamakan kista erupsi atau kista hematoma. Secara klinis, lesi tampak sebagai
pembengkakan linger alveolar diatas tempat gigi yang sedang erupsi. Saat rongga
kista sirkumkoronal berisi darah, pembengkakan tampak ungu atau sangat biru
sehingga dinamakan erupsi hematoma (Sudiono, 2011) ( sudiono, janti. Kista
odontogenik.EGC.Jakarta.2011.Hal.22-37)
Kista dentigerous umumnya berkaitan dengan gigi molar tiga dan caninus
maksilaris, yang mana paling banyak diakibatkan karena gigi yang impaksi. Insidensi
tertinggi dari kista dentigerous adalah saat usia 20-30 tahun. Gejalanya yaitu
terlambatnya erupsi gigi menjadi indikasi utama pembentukan kista dentigerous. Kista
ini mampu berkembang hingga ukuran yang besar, kadang-kadang disertai dengan
ekspansi tulang kortikal. Kista dengan ukuran yang besar juga dapat disertai dengan
pembengkakan intraoral, ekstra oral maupun keduanya. Dengan ukuran ini juga dapat
menyebabkan wajah yang menjadi asimetris, pergeseran gigi. Kista dapat berkembang
menjadi infeksi sekunder yang mana bermanifestasi menyebabkan nyeri pada sekitar
kista. Saat tidak ada infeksi, secara klinis pembesarannya minimal dan berbatas tegas.
Kista yang infeksi menyebabkan rasa sakit dan sensitive bila disentuh. Semua tanda

infeksi

akut

dapat

terlihat

ketika

terjadi

infeksi

(Yuli

fitriana,2014)

(https://ml.scribd.com/doc/205581878/kista-dentigerous)

Ludwig Angina
Gejala klinis umum Ludwig angina meliputi malaise, lemah, lesu, nyeri leher yang
berat dan bengkak, demam, malnutrisi, dan dalam kasus yang parah dapat
meyebabkan stridor atau kesulitan bernapas (Hartmann, 1999). Gejala klinis ekstraoral
meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan (board-like) srta
peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual yang
terinfeksi; disfonia (hot potato voice) akibat edema pada organ vocal. Gejala klinis intra
oral meliputi pembengkakan, nyeri dan peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia),
hipersalivasi, kesulitan dalam artikulasi bicara(disarthria)_(Lemonick,2002). Factor
predisposisiberupa karies, perawatan gigi terakhir , sickle cell anemia, trauma, tindikan
pada frenulum lidah (Hartmann, 1999). Gejala klinis berupa nyeri pada leher dan diikuti
pembengkakan pada leher, demam selama 2 hari, pasien kesulitan membuka mulut
dan bicara karena nyeri dan bengkak pada leher, pasien merasakan bengkak pada
dasar lidah dan mengeluarkan nanah.
Pemeriksaan fisik pada penderita Ludwig angina, dapat memperlihatkan adanya
demam dan takikardi dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies
pada gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan
pembengkakan ruang submandibularis yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong
ke atas. Trismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator
(Lemonick, 2002).
Hartmann, RW. 1999. Ludwigs Agina in children. Journal of American Family Physician.
July; Vol. 60.
Lemonick, DM. 2002. Ludwigs Angina: Diagnosis and Treatment. Hospital Physiian.p.
31-37.

Trauma Maksilofasial
Fraktur maksila, manifestasi klinisnya meliputi :
-

Perdarahan
Lebam/ bengkak
Perubahan ketajaman penglihatan dan terjadi perubahan ukuran pupil sehingga
terjadi perubahan kepekaan terhadap cahaya.
Sakit kepala, vertigo atau kehilangan keseimbangan saat berjalan
Mual dan muntah yang persisten
Kejang
Kesulitan berbicara, bernapas, dan menelan
Perubahan sensasi pada wajah
Cidera pada mata ( bengkak di sekitar mata, diplopia)
Kehilangan gigi geligi
Keluarnya cairan LCS melalui telinga atau hidung
Infeksi :
Infeksi pada kulit (selulitis)
Abses
Infeksi pada tulang ( osteomyelitis)
Post traumatic sinusitis
Meningitis

Fraktur mandibula
Diagnosis fraktur mandibula ditegakkan berdasarkan adanya riwayat kerusakan
rahang bawah dengan memperhatikan gejala berikut : maloklusi gigi, gigi dapat
digerakkan, laserasi intraoral, nyeri mengunyah, deformitas tulang. Fraktur mandibula
dapat disertai dengan gejala lainnya, antara lain :
-

Pembengkakan dan ekimosis pada kulit yang meliputi mandibula


Rasa sakit yang disebabkan oleh kerusakan pada nervus alveolaris inferior
Anasthesia yang terjadi pada satu bibir bawah, pada gusi atau gigi dimana

nervus alveolaris inferior menjadi rusak


Gangguan morbilitas atau adanya krepitasi
Malfungsi berupa trismus, rasa sakit waktu mengunyah dan lain-lain
Gangguan jalan napas
Kerusakan hebat pada mandibula meyebabkan perubahan posisi, trismus,
hematoma, edema pada jaringan lunak. Kalau terjadi obstruksi yang hebat dari
jalan napas harus dilakukan trakeostomi

Fraktur condylus bilateral menyebabkan tertariknya otot pteriogois eksternal


sehingga mandibula tertarik ke depan. Akibatnya oklusi gigi molar tidak
sempurna ( Soepardi, 2001) ( Soepardi A, Iskandar, N. 2001. Buku Ajar Ilmu
kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan kepala Leher. Edisi V. FK UI. Jakarta )

Anda mungkin juga menyukai