F05adi Libre
F05adi Libre
RINGKASAN
DIAH IRAWATI DWI ARINI. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan
Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam Memprediksi Erosi dan
Sedimentasi. (Studi Kasus: DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten
Bogor). Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan OMO RUSDIANA.
Perubahan penutupan lahan hutan di kawasan hulu suatu Daerah aliran
Sungai dapat mengakibatkan terjadinya suatu dampak yang berupa tingginya nilai
erosi, sedimen serta fluktuasi debit. Daerah Tangkapan Air Cipopokol merupakan
salah satu daerah tangkapan air yang berada di Sub DAS Cisadane hulu yang telah
mengalami banyak perubahan lahan. Pendugaan terhadap besarnya nilai erosi dan
sedimen yang terjadi merupakan salah satu upaya untuk memberikan gambaran
mengenai kondisi suatu DAS sehingga dapat ditentukan tindakan yang paling tepat
untuk menanggulangi tingginya nilai erosi dan sedimen yang terjadi.
ANSWERS (Areal Nonpoint Source Wathersed Environment Response
Simulation) merupakan salah satu model hidrologi yang disebut model terdistribusi,
yang didefinisikan sebagai model dimana setiap parameternya mampu mewakili
variabel keruangan dan waktu. Kelebihan ANSWERS dibandingkan dengan model
hidrologi lainnya adalah ANSWERS mampu mengevaluasi dan merumuskan letak tata
guna lahan sesuai dengan aspek konservasi. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkombinasikan antara SIG dan Inderaja untuk diaplikasikan ke dalam model
hidrologi ANSWERS, memprediksi besarnya erosi dan sedimen dengan
menggunakan model ANSWERS serta memetakan tingkat penyebaran erosi dan
sedimentasi. Penelitian dilaksanakan di DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu,
Kabupaten Bogor dan Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial,
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB, pada Bulan Juli
sampai dengan Bulan Oktober 2005.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra ASTER tahun 2004,
peta batas DTA, peta topografi, peta sungai, peta jenis tanah, data curah hujan dan
tinggi muka air Cipopokol. Data masukan atau input yang dibutuhkan di dalam model
ANSWERS terdiri dari lima bagian yaitu data intensitas hutan, jenis dan parameter
tanah, jenis dan parameter penutupan lahan, jumlah dan karakteristik saluran, serta
data individu elemen. Data individu elemen (yang terdiri dari baris dan kolom, jenis
tanah, jenis penutupan lahan, arah aliran, kemiringan lereng, ketinggian tempat dan
nomor stasiun penakar hujan) diperoleh dari hasil pengolahan peta dengan
menggunakan bantuan SIG dan Inderaja (dalam bentuk raster) untuk dirubah menjadi
bentuk text file sehingga dapat terbaca dalam model ANSWERS. Setelah diperoleh
hasil output/keluaran model ANSWERS, tahap selanjutnya adalah melakukan
pengubahan kembali data menjadi bentuk raster untuk kemudian dipetakan kelas
sedimen dan erosi yang terjadi. Tahap akhir dari penelitian ini adalah melakukan
simulasi penggunaan lahan yang merupakan bentuk aplikasi model ANSWERS.
Hasil output dari model ANSWERS berupa nilai erosi dan sedimen yang telah
dikelaskan menghasilkan penyebaran luas nilai erosi dan sedimen yang diperoleh
yaitu sedimen 0-0,5 Ton/Ha seluas 19,84 Ha, sedimen 0,5-1 Ton/Ha seluas 2,24 Ha,
sedimen >1 Ton/Ha seluas 0,80 Ha, erosi 0-0,5 Ton/Ha seluas 14,08 Ha, erosi 0,5-1
Ton/Ha seluas 46,08 Ha, erosi 1-5 Ton/Ha seluas 72,80 Ha, erosi 5-10 Ton/Ha seluas
3,04 Ha dan erosi > 10 Ton/Ha seluas 0,32 Ton/Ha. Hasil prediksi nilai erosi dan
sedimen dari output berupa ringkasan menunjukan bahwa hasil prediksi nilai erosi dan
sedimentasi DTA Cipopokol pada kejadian hujan pada tanggal 8 Januari 2005 dengan
curah hujan sebesar 46,70 mm yang menjadi runoff adalah sebesar 2,428 mm/jam,
rata-rata kehilangan tanah yang terjadi adalah sebesar 0,353 Ton/Ha dengan laju
erosi maksimum sebesar 29,088 Ton/Ha dan laju pengendapan maksimum adalah
sebesar 4,624 Ton/Ha.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
NRP
: E 34101044
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Anggota
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, yang telah memberikan berkat
dan kasih karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen
Konesrvasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Penelitian dengan judul Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan
Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam Memprediksi Nilai
Erosi dan Sedimentasi (Studi Kasus: DTA Cipopokol, Sub DAS Cisadane Hulu,
Kabupaten Bogor) yang disajikan dalam skripsi ini memuat mengenai metode baru
yang belum pernah diaplikasikan pada model hidrologi ANSWERS oleh penelitianpenelitian sebelumnya. Model hidrologi ANSWERS banyak dipakai sebagai sebuah
model simulasi yang digunakan untuk merumuskan letak tata guna lahan berdasarkan
aspek konservasi. Penggunaan SIG dan Penginderaan Jauh dimaksudkan untuk
mempermudah perolehan data terutama dalam bentuk data spasial yang merupakan
input model ANSWERS. Pembahasan di dalam skripsi ini hanya diberikan batasan
mengenai bagaimana cara mengkombinasikan antara model hidrologi ANSWERS,
SIG dan Penginderaan Jauh, memprediksi besarnya nilai erosi dan sedimen, serta
yang memetakan kembali hasil keluaran model menjadi bentuk peta/image.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
intu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
penelitian selanjutnya.
Penulis
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Semarang, Jawa Tengah pada tanggal
25
September 1982. Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bernardus
Soenarto dan Rr. Patricia Diah Kambali Retno SIP. Pendidikan formal penulis dimulai
pada tahun 1987 di TK Melati Putih Semarang dan lulus pada tahun 1989, kemudian
penulis melanjutkan ke SD St. Antonius II dan lulus
melanjutkan pendidikan ke SLTP Maria Mediatrix Semarang dan lulus pada tahun
1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 4
Semarang, lulus pada tahun 2001. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun
2001, dengan mengambil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah
melakukan praktek lapang yaitu Praktek Umum Kehutanan di Kawah Kamojang dan
Cagar Alam Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat, Praktek Umum Pengenalan
Hutan di BKPH Karangnunggal dan BKPH Cikatomas, KPH Tasikmalaya, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat pada tahun 2004, dan terakhir penulis menyelesaikan
Praktek Kerja Lapang (PKLP) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada tahun
2005.
Selain kegiatan praktek lapang, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan dan
organisasi baik di dalam maupun diluar perguruan tinggi. Organisasi yang pernah
diikuti penulis antara lain Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan
(HIMAKOVA) dan Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Prenjak. Selain itu, penulis aktif
dalam kegiatan Keluarga Mahasiswa Katholik (KEMAKI) Fakultas Kehutanan IPB.
Kegiatan yang pernah di lakukan di luar kegiatan kampus diantaranya adalah kegiatan
magang di Kebun Raya Bogor dibagian Tumbuhan Obat (2002), Taman Nasional
Halimun-Salak (2003) dan sebagai volunteer dalam acara Asia Europe Environment
Forum (2005).
Sebagai salah satau syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul Aplikasi Sistem
Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi
ANSWERS dalam Memprediksi Erosi dan Sedimentasi. (Studi Kasus: DTA
Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor) dibawah bimbingan Dr. Ir
Lilik Budi Prasetyo MSc dan Ir. Omo Rusdiana, MSc. F.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar Belakang......................................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................
Manfaat Penelitian ................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................
Konsep Dasar dan Model Hidrologi .......................................................
Konsep Dasar Hidrologi ...................................................................
Model Hidrologi ................................................................................
Erosi dan Sedimentasi ...........................................................................
Penutupan dan Penggunaan Lahan.......................................................
Sistem Informasi Geografis (SIG) ..........................................................
Pengertian SIG .................................................................................
Kemampuan SIG...............................................................................
Aplikasi SIG ......................................................................................
Penginderaan Jauh (Remote Sensing) .................................................
Pengertian Penginderaan Jauh .........................................................
Kemampuan Penginderaan Jauh ......................................................
Aplikasi Penginderaan Jauh..............................................................
Keterkaitan Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh ..........
Citra Advanced Spaceborne Thermal Emmision
and Reflection Radiometer (ASTER) .....................................................
Karakteristik Ctra ASTER..................................................................
Aplikasi Ctra ASTER .........................................................................
1
4
4
5
6
6
8
10
12
14
14
15
17
17
17
17
18
19
20
20
22
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................
Alat dan Bahan ......................................................................................
Metode Penelitian ..................................................................................
Tahap Pengumpulan Data ................................................................
Tahap Pembangunan Basis Data......................................................
Tahap Pembangunan Data Model Hidrologi ANSWERS ...................
Tahap Pengujian Model ....................................................................
Tahap Pemetaan Penyebaran Kelas Erosi dan Sedimentasi ............
Tahap Analisa Indeks Sensitivitas Model ..........................................
Tahap Simulasi Penggunaan Lahan..................................................
24
24
25
25
26
32
37
39
40
40
42
42
42
43
45
45
54
55
56
58
60
61
63
65
67
67
69
70
78
81
81
84
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Spesifikasi Kanal Citra ASTER/TERRA .................................................. 21
2. Jenis dan Sumber Data........................................................................... 25
3. Parameter Tanah dan Cara Pengukurannya ........................................... 33
4. Pengkelasan Nilai Erosi dan Sedimentasi ............................................... 39
5. Penggunaan Lahan Desa Tangkil dan Lemah Duhur .............................. 43
6. Data Jumlah dan Kepadatan Penduduk ................................................. 44
7. Luas DTA Cipopokol Berdasarkan Penutupan Lahan.............................. 46
8. Akurasi Total (Overall Classification Accuracy) ...................................... 53
9. Akurasi Kappa (Overall Kappa Statistic).................................................. 53
10. Parameter Tata Guna Lahan DTA Cipopokol .......................................... 54
11. Jumlah Elemen untuk Masing-masing Penggunaan Lahan ..................... 55
12. Parameter Tanah DTA Cipopokol............................................................ 56
13. Jumlah Elemen Saluran/Sungai .............................................................. 57
14. Luas DTA Cipopokol Berdasarkan Kelas Ketinggian ............................... 58
15. Luas DTA Cipopokol Berdasarkan Kelas Kelerengan.............................. 61
16. Jumlah Elemen Arah Aliran ..................................................................... 61
17. Data Curah Hujan dan Debit Tanggal 8 Januari 2005 ............................ 63
18. Data Curah Hujan dan Debit Tanggal 2 Agustus 2005 ............................ 64
19. Debit Limpasan Model dan Pengamatan................................................. 67
20. Sedimen Melayang Model dan Pengamatan ........................................... 69
21. Luas Prediksi Nilai Erosi dan Sedimen Menurut Kelas Lereng
dan Jenis Penggunaan Lahan................................................................. 76
22. Indeks Sensitifitas Parameter terhadap Rata-rata
Kehilangan Tanah ................................................................................... 78
23. Indeks Sensitifitas Parameter terhadap Jumlah Limpasan ...................... 79
24. Indeks Sensitifitas Parameter terhadap Puncak Limpasan...................... 80
25. Skenario Penggunaan Lahan .................................................................. 87
26. Hasil Simulasi Penggunaan Lahan.......................................................... 87
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan Alir Sistem Kerja dalam SIG......................................................... 15
2. Peta Lokasi Penelitian............................................................................. 24
3. Proses Konversi Peta Analog menjadi Peta Digital................................. 27
4. Proses Pembuatan DEM dan Arah Aliran................................................ 28
5. Proses Pengolahan Citra ASTER............................................................ 29
6. Proses Pembangunan Model Hidrologi ANSWERS................................. 36
7. Proses Pemetaan Penyebaran nilai Erosi dan Redimen ......................... 39
8. Bagan Alir Kerangka Penelitian ............................................................... 41
9. Kelas Penutupan Lahan Berupa Hutan ................................................... 46
10. Kelas Penutupan Lahan Berupa Perkebunan.......................................... 47
11. Tipe Penutupan Lahan Berupa Lahan Pertanian..................................... 49
12. Pemanfaatan Lahan untuk Peternakan dan Pemukiman......................... 50
13. Kelas Penutupan Lahan Semak Belukar ................................................. 51
14. Peta Penutupan Lahan DTA Cipopokol Tahun 2004 ............................... 52
15. Sungai di DTA Cipopokol ....................................................................... 57
16. Kondisi sungai pada waktu hujan ............................................................ 57
17. Peta Kelas Ketinggian Daerah Tangkapan Air Cipopokol........................ 59
18. Peta Kelas Lereng Daerah Tangkapan Air Cipopokol.............................. 60
19. Peta Arah Aliran DTA Cipopokol ............................................................. 62
20. Alat Penakar Curah Hujan/ARR .............................................................. 64
21. Summary Repport Hasil Keluaran Model ANSWERS.............................. 65
22. Grafik Hydrograph Hasil Keluaran Model ANSWERS.............................. 66
23. Keluran Data Model ANSWERS berupa Data Spasial............................. 67
24. Erosi Parit yang Terjadi di DTA Cipopokol............................................... 74
25. Teknik Konservasi Tanah Berupa Teras.................................................. 74
26. Peta Penyebaran Erosi dan Sedimentasi Daerah Tangkapan Air
Cipopokol ............................................................................................... 77
27. Grafik Indeks Sensitifitas Parameter terhadap
Kehilangan Tanah Rata-rata ................................................................... 78
28. Grafik Indeks Sensitifitas Parameter terhadap Jumlah Limpasan............ 79
29. Grafik Indeks Sensitifitas Parameter terhadap Puncak Limpasan ........... 80
30. Overlay antara Peta RTRW dan Peta DTA Cipopokol............................. 82
DAFTAR LAMPIRAN
1. Nilai TP, FP dan P untuk berbagai tekstur tanah (parameter tanah)
2. Nilai Kekasaran Saluran untuk Sungai Alami
3. Penetapan nilai PIT dan PER untuk parameter penggunaan lahan
4. Nilai RC dan HU dan nilai kekasaran penggunaan lahan (N)
5. Input Data untuk Model Hidrologi ANSWERS
6. Hasil Output Model Hidrologi ANSWERS
7. Titik Lapangan Hasil Ground truth
8. Peta Titik Ground Truth
9. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan salah satu komponen yang sangat vital bagi kehidupan
makhluk hidup. Menurut keberadaannya, air dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu air permukaan dan air tanah. Ketersediaan air di bumi sangat terkait
dengan adanya siklus hidrologi, dimana air yang naik ke awan melalui proses
evapotranspirasi pada saat mencapai titik jenuh akan menjadi hujan yang jatuh
ke permukaan bumi. Selanjutnya, melalui proses infiltrasi air akan meresap ke
dalam tanah (membentuk air tanah (ground water flow) dan aliran bawah
permukaan (sub surface flow)) atau langsung ke sungai, danau dan laut
(membentuk air permukaan/surface flow).
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang
menerima air hujan dan mengalirkannya kembali melalui satu sungai utama
menuju ke hilir/muara yaitu berupa laut atau danau. Satu DAS dipisahkan dari
wilayah lain di sekitarnya oleh pemisah alam berupa topografi (seperti punggung
bukit), gunung dan lain sebagainya. Ekosistem suatu DAS biasanya terbagi ke
dalam tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Ekosistem DAS khususnya bagian
hulu, merupakan bagian penting karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air
(water catchment area) yang diarahkan sebagai kawasan untuk perlindungan
terhadap fungsi hidrologi. Supriadi (2000) menjelaskan bahwa kawasan hulu dari
suatu DAS memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu selain sebagai tempat
penyedia air untuk dialirkan ke daerah hilir, (untuk kegiatan pertanian, industri
dan pemukiman (water provision for regional economy)), juga berfungsi dalam
memelihara keseimbangan ekologis yaitu sebagai sistem penunjang kehidupan.
Kemampuan daya dukung pemanfaatan lahan hulu bersifat terbatas,
kegiatan pembangunan yang tidak terkendali di kawasan hulu dari suatu DAS
seperti konversi lahan bervegetasi/berhutan serta aktifitas merubah lanskap tidak
hanya akan memberikan dampak negatif di wilayah di mana kegiatan tersebut
berlangsung, namun juga dapat menimbulkan dampak di daerah hilir berupa
banjir dan kekeringan. Asdak (2002) menjelaskan bahwa DAS hulu seringkali
menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa daerah hulu dan
hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.
Daerah Aliran Sungai Cisadane merupakan salah satu DAS di Propinsi
Jawa Barat yang berhulu di Gunung Gede-Pangrango dan Halimun-Salak serta
bahwa
Wilayah
Sungai
Ciliwung-Cisadane
memiliki
potensi
sumberdaya air permukaan sebesar 5,5 miliyar m3/tahun (mencakup 4 DAS yaitu
DAS Ciliwung, DAS Cisadane, DAS Kali Buaran dan DAS Kali Bekasi) yang
berdasarkan hasil kajian pada tahun 2001 mempunyai kondisi sangat kritis,
dimana rasio aliran mantap atau perbandingan antara kebutuhan air dan
ketersediaan air/kondisi debit aliran sungai yang diharapkan selalu ada
sepanjang tahun, namun saat ini kondisi keempat DAS tersebut telah berbeda
lebih dari 100%. Hal tersebut tentunya sangat kontras dengan kenyataan bahwa
kawasan Bodebek-Punjur merupakan kawasan yang mempunyai potensi
perkembangan yang sangat pesat baik dari aspek pertumbuhan penduduk
maupun laju pertumbuhan ekonominya yang selalu di atas Jawa Barat (Bapeda
Propinsi Jawa Barat, 2004).
Daerah Tangkapan Air (DTA) Cipopokol merupakan salah satu daerah
tangkapan air dari Sub DAS Cisadane hulu yang saat ini telah banyak
mengalami perubahan penutupan lahan. Penutupan lahan yang idealnya sebagai
kawasan resapan air, telah berubah fungsi menjadi peruntukan lain seperti
pemukiman, perkebunan, lahan pertanian dan lain sebagainya. Kondisi ini
membawa pengaruh yang cukup nyata bagi kemampuan tanah untuk
meresapkan
air
hujan
ataupun
memperkecil
terjadinya
erosi.
Menurut
www.jatam.org (2004), saat ini luas kawasan hutan yang ada di DAS Cisadane
hanya sekitar 12% dan telah telah jauh dari kondisi ideal yang ditetapkan yaitu
sebesar 30% dari luas DAS. Pengurangan luas kawasan hutan di DAS Cisadane
lebih banyak disebabkan oleh adanya kegiatan penebangan di daerah hulu serta
perubahan penggunaan lahan akibat meningkatnya kebutuhan masyarakat akan
lahan untuk pertanian dan hunian.
dengan
menggunakan
model
hidrologi
ANSWERS
masih
Tujuan Penelitian
1. Mengkombinasikan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan
Jauh dalam aplikasi model hidrologi ANSWERS.
2. Memprediksi besarnya erosi dan sedimentasi di Daerah Tangkapan Air
Cipopokol dengan menggunakan model hidrologi ANSWERS.
3. Memetakan tingkat penyebaran Erosi dan sedimentasi di Daerah
Tangkapan Air Cipopokol.
Manfaat Penelitian
Pendugaan erosi dan sedimentasi diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi Daerah Tangkapan Air Cipopokol yang merupakan
bagian Hulu dari DAS Cisadane sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan
dalam menentukan tindakan pengelolaan selanjutnya, terutama bagi kegiatan
rehabilitasi di Daerah Tangkapan Air Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (Watershed) didefinisikan sebagai suatu wilayah
daratan yang menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui satu
sungai utama ke laut dan atau ke danau. Satu DAS, biasanya dipisahkan dari
wilayah lain di sekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah alam topografi (seperti
punggung bukit dan gunung. Suatu DAS terbagi lagi ke dalam sub DAS yang
merupakan bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui
anak sungai ke sungai utamanya (Dirjen Reboisasi & Rehabilitasi Lahan, 1998).
Asdak (2002) menyatakan pengertian DAS sebagai suatu wilayah daratan
yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang
menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut
melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan
Air (DTA) atau Water Catchment Area yang merupakan suatu ekosistem dengan
unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan
sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.
DAS merupakan suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya
merupakan satu kesatuan ekosistem, termasuk didalamnya hidrologi dengan
sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi sebagai penerima, penampung
dan penyimpan air yang berasal dari hujan dan sumber lainnya. Sungai atau
aliran sungai sebagai komponen utama DAS didefinisikan sebagai suatu jumlah
air yang mengalir sepanjang lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai
merupakan suatu lintasan dimana air yang berasal dari hulu bergabung menuju
ke satu arah yaitu hilir (muara). Sungai merupakan bagian dari siklus hidrologi
yang terdiri dari beberapa proses yaitu evaporasi atau penguapan air,
kondensasi dan presipitasi (Haslam, 1992).
Dalam mempelajari ekosistem DAS, biasanya terbagi atas daerah hulu,
tengah dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu, tengah dan hilir dicirikan oleh
hal-hal sebagai berikut (Asdak, 2002):
tidak
hanya
terbatas
pada
batasan
wilayah
pembangunan
atau
dimanfaatkannya
batas-batas
ekosistem
alamiah.
Asdak
(2002)
akan
mengabaikan
penetapan
batas-batas
politis
sebagai
batas
lingkungannya
termasuk
hubungannya
dengan
makhluk
hidup
(1990) menyatakan bahwa hidrologi adalah ilmu mengenai air dan fenomena
yang berkaitan dengan air.
Konsep dasar mengenai ilmu hidrologi sangat berkaitan dengan siklus
hidrologi. Daur atau siklus hidrologi diberikan batasan sebagai suksesi tahapantahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer.
Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan dan lain-lain) jatuh
ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan saluransaluran sungai (presipitasi saluran). Air yang jatuh pada vegetasi mungkin
diintersepsi (yang kemudian berevaporasi dan/atau mencapai permukaan tanah
dengan menetes saja maupun sebagai aliran batang) selama suatu waktu atau
secara langsung jatuh pada tanah (through fall) khususnya pada kasus hujan
dengan intensitas tinggi dan lama. Sebagian besar presipitasi berevaporasi
selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah.
sebagian dari prsipitasi yang membasahi permukaan tanah akan berinfiltrasi ke
dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh
di bawah muka air tanah. air ini secara perlahan berpindah melalui akifer ke
saluran-saluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar
sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air
yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas
tanah. Beberapa dari lengas ini diambil oleh vegetasi dan transpirasi
berlangsung dari stomata daun.
Setelah bagian presipitasi yang pertama yang membasahi permukaan
tanah dan berinfiltrasi, suatu selaput air yang tipis dibentuk permukaan tanah
yang disebut detensi permukaan/lapis air. Selanjutnya detensi permukaan
menjadi lebih tebal (lebih dalam) dan aliran air mulai dalam bentuk laminer.
Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air
yang mengalir disebut sebagai limpasan permukaan. Selama perjalanannya
menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan akan disimpan pada
depresi permukaan yang disebut sebagai cadangan depresi. Akhirnya limpasan
permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai.
Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau
mengalir kembali ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini
nampak kembali pada permukaan bumi sebagai presipitasi (Seyhan, 1990)
Model Hidrologi
Rauf (1994) menjelaskan bahwa model hidrologi adalah sebuah
gambaran sederhana dari suatu sistem hidrologi yang aktual. Dooge dalam Harto
(1993) menyatakan pengertian sistem sebagai suatu struktur, alat, skema atau
prosedur, baik riil maupun abstrak, yang dikaitkan dalam satu refrensi waktu
tertentu sebuah masukan atau sebab, tenaga atau informasi dengan keluaran
pengaruh atau tanggapan secara menyeluruh.
Tujuan penggunaan model dalam hidrologi diantaranya : (1) peramalan
(forecasting), termasuk didalamnya untuk sistem peringatan dan manajemen.
Peramalan memberikan maksud bahwa baik besaran ataupun waktu kejadian
yang
dianalisis
memberikan
berdasar
pengertian
cara
bahwa
probabilistik,
besaran
(2)
perkiraan
kejadian
dan
(prediction),
waktu
hipotetik
(hypothetical future time), (3) sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian.
Dengan sistem yang telah pasti dan keluaran yang diketahui maka masukan
dapat dikontrol dan diatur, (4) sebagai alat pengenal (identification tool) dalam
masalah perencanaan (planning), (5) eksplorasi data/informasi, (6) perkiraan
lingkungan akibat perilaku manusia yang berubah/meningkat dan (7) penelitian
dasar dalam proses hidrologi (Harto, 1993).
Pendekatan model hidrologi umumnya bertujuan untuk mempelajari
fungsi dan respon suatu DAS dari berbagai masukan. Model hidrologi merupakan
salah satu pendekatan yang disimulasikan dalam kegiatan pengelolaan DAS
yang diformulasikan dari masing-masing perubahan tata guna lahan. Contoh
beberapa model hidrologi yang berkembang saat ini diantaranya adalah
Universal Soil Loss Equation (USLE) yang kemudian disempurnakan menjadi
Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE).
Dalam permodelan hidrologi metode USLE dan RUSLE termasuk model
empiris yang bersifat lumped dimana parameter dan variabel masukan, keluaran
dan besaran yang mewakilinya tidak memiliki variabilitas keruangan atau spatial
(Harto, 1993). Selanjutnya, Beasley dan Huggins (1991) memperkenalkan model
Areal
Nonpoint
Source
Watershed
Environment
Response
Simulation
terdistribusi
yang
selanjutnya
dikembangkan
oleh
Environmental
adalah
simulasi
perencanaan
dan
evaluasi
strategi
untuk
model
ANSWERS
untuk
menduga
nilai
erosi
dan
sedimentasi telah banyak diuji coba dan diuji akurasinya oleh pakar hidrologi
seperti Beasley et al. (1982), Dilaha et al. (1982), Ginting dan Ilyas (1997) yang
masing-masing dilakukan pada DAS pertanian (714 ha), DAS konstruksi (43 ha)
dan DAS berhutan (77.242,8 ha) (Sukresno et al., 2002).
Kelebihan model ANSWERS dibandingkan dengan model hidrologi
lainnya adalah mampu menganalisa parameter distribusi yang dipergunakan dan
dapat memberikan hasil simulasi akurat tarhadap sifat daerah tangkapan,
mampu memberikan keluaran berupa limpasan, sedimen dari suatu DAS.
Berbagai asumsi yang digunakan dalam model ini diantaranya yaitu: erosi tidak
terjadi di lapisan bawah permukaan, sedimen dari suatu elemen ke elemen yang
lain akan meningkatkan lapisan permukaan elemen tempat pengendapan, pada
segmen saluran atau sungai tidak terjadi erosi akibat hempasan butir hujan dan
penghancuran tanah dalam saluran akibat hujan diasumsikan tidak ada. Namun
demikian, model ANSWERS ini masih mempunyai keterbatasan untuk diterapkan
pada DAS yang berukuran lebih besar dari 10.000 ha (Beasley dan Huggins,
1991).
de Roo dalam Kusumadewi (2002) menjelaskan bahwa di dalam
ANSWERS, sejumlah hujan yang turun, sebagian diintersepsi oleh kanopi
vegetasi (dengan penutupan PER) sampai potensial simpanan intersepsi (PIT)
terjadi. Apabila laju curah hujan yang turun lebih besar dari laju intersepsi,
infiltrasi ke dalam tanah dimulai. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh kandungan air
tanah mula-mula, porositas tanah total, kandungan air tanah pada kondisi
kapasitas lapang, laju infiltrasi pada saat konstan, laju infiltasi awal dan
kedalaman zona kontrol infiltrasi. Penurunan laju infiltrasi secara eksponensial
dan meningkatnya kandungan air tanah menyebabkan tercapainya suatu titik
ketika laju hujan yang turun lebih besar dari laju infiltrasi dan intersepsi. Jika
kondisi ini terjadi, air mulai mengumpul di atas permukaan dalam depresi mikro
(retention storage) yang dipengaruhi oleh peubah kekasaran permukaan RC dan
HU. Jika retensi permukaan melebihi kapasitas depresi mikro maka akan terjadi
limpasan permukaan (dipengaruhi oleh nilai n Manning, kelerengan dan arah
aliran). Laju infiltrasi tetap akan dicapai bila lama dan intensitas kejadian hujan
relatif besar. Pada saat hujan reda, proses infiltrasi berlangsung sampai air
dalam simpanan depresi sudah tidak tersedia lebih lama lagi. Penghancuran dan
pengangkutan partikel tanah disebabkan oleh dampak butiran hujan yang jatuh
atau limpasan permukaan. Ada atau tidaknya partikel tanah yang dipindahkan
tergantung besarnya sedimen dan kapasitas transpornya. Air dan sedimen yang
dapat mencapai elemen yang memiliki saluran, selanjutnya akan diangkut
menuju outlet DAS. Sedimentasi dalam saluran terjadi ketika besarnya kapasitas
transpor telah dilewati.
Erosi dan Sedimentasi
Erosi merupakan proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah oleh media alami yang berupa air (air hujan). Sedangkan yang
disebut sebagai sedimen adalah tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut
dari suatu tempat yang tererosi. Faktor penentu erosi dan sedimentasi
diantaranya adalah iklim, topografi dan sifat tanah serta kondisi vegetasi.
Erosi tanah merupakan suatu fenomena terpindahnya bagian tubuh tanah
di suatu lokasi karena bekerjanya faktor-faktor erosi, baik erosi oleh air, angin,
salju, serpihan, tumbuhan, binatang maupun manusia. Selanjutnya proses-
proses utama dalam peristiwa erosi tanah oleh air dapat berupa: pemecahan
agregat tanah, pengangkutan dan pengendapan masa tanah hasil pemecahan.
Di daerah iklim tropis, erosi tanah sebagian besar terjadi karena hujan, dan besar
kecilnya erosi tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut (Purwowidodo,
1999):
1. Intensitas curah hujan, energi kinetik dan jumlah hujan.
2. Erodibilitas tanah yaitu mudah tidaknya pemecahan atau pengangkutan
tanah oleh air hujan.
3. Topografi
4. Penutupan lahan yang meliputi jenis penggunaan lahan, persen
penutupan lahan dan nilai kekeasaran permukaan.
5. Manusia sebagai pengendali dalam mengatur penggunaan lahan dan
pengolahan tanah serta pengendali proses percepatan erosi.
Secara deskriptif, Arsyad (1989) menjelaskan bahwa erosi merupakan
akibat interaksi dari faktor iklim, tanah, topografi, vegetasi dan aktifitas manusia
terhadap sumberdaya alam. Definisi lain menjelaskan erosi sebagai peristiwa
berpindahnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain dengan media alam.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan erosi tanah diantaranya yaitu
karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah
untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal. Erosi tanah
memiliki kecenderungan kehilangan tanah lebih cepat dari proses erosi geologi.
Erosi yang dapat ditoleransikan memiliki arti bahwa erosi dapat diabaikan
sepanjang area lahan produktif. Nilai toleransi erosi dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya iklim, kedalaman tanah, kondisi substrata, permeabilitas
lapisan tanah dangkal dan karakteristik pertumbuhan tanaman. Dampak dari
erosi tanah dapat diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu menurunnya
produktifitas lahan seiring dengan kehilangan lapisan tanah bagian atas yang
subur serta terjadinya sedimentasi di sungai yang menyebabkan kerusakan
saluran dan berkurangnya kapasitas tampungan
Arsyad (1989) menjelaskan bahwa sedimentasi merupakan proses
terangkutnya atau terbawanya sedimen oleh suatu limpasan atau aliran air yang
diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti
seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut.
Erosi berkaitan erat dengan sedimentasi, dimana sedimentasi merupakan hasil
dari proses erosi yang mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah
kenyataannya
lahan
memiliki
pengertian
yang
jauh
lebih
luas
dibandingkan dengan tanah. Tanah merupakan benda alami yang heterogen dan
dinamis, merupakan interaksi hasil kerja antara iklim dan jasad hidup terhadap
suatu bahan induk yang dipengaruhi oleh relief dan waktu (Arsyad, 1989).
Menurut Aldrich dalam Lo (1995) menyatakan lahan sebagai material
dasar dari suatu lingkungan (situs) yang diartikan berkaitan dengan sejumlah
karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi.
Lebih lanjut dijelaskan, lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah,
iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi
potensi penggunaannya, termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan
manusia baik masa lalu maupun sekarang seperti reklamasi di daerah pantai,
penebangan hutan, dan akibat-akibat lain yang merugikan seperti erosi dan
akumulasi garam (Harjdjowigeno dalam Ismail, 2004).
pertanian,
penggunaan
lahan,
potensi
penggunaan
lahan,
setiap
kategori
penggunaan
lahan
dan
penutupan
lahan.
ketinggian), data atribut yang tidak berkaitan dengan koordinat geografi (contoh:
iklim, jenis tanah), serta hubungan data spasial, data atribut dan waktu.
Kemampuan SIG
Definisi-definisi diatas menjelaskan bahwa secara umum SIG memiliki
kemampuan dalam menangani data yang berreferensi geografis yang dapat
dijelaskan secara sederhana pada gambar di bawah ini:
Pemasukan
Data
Manipulasi dan
Pengelompokan Data
Keluaran
Data
Tabel
Laporan
Peta
Storage
(database)
Pengukuran
lapangan
Tabel
Retrieval
Data digital
lain
Peta (tematik,
topografi,dll)
Citra satelit
Input:
- Digitasi
- Scanning
- Pengetikan
- Transformasi
- Import
Output
Processing
Laporan
Informasi digital
(Softcopy)
Foto udara
Data lainnya
Gambar 1. Bagan alir sistem kerja dalam SIG (Prahasta, 2002 dimodifikasi)
1. Pemasukan Data
Burrough dalam Bagja (2000) menjelaskan bahwa input data merupakan
proses pemasukan data ke dalam sistem komputer dimana data geografis
dikodekan dan diubah ke dalam format digital sehingga dapat disimpan dan
dimanipulasi. Prahasta (2002) menyatakan bahwa data input memiliki fungsi
dalam mengkonversi dan mentransformasikan ke dalam format yang dapat
digunakan oleh SIG.
Secara umum, bentuk data dalam SIG dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu data raster dan data vektor. Data raster adalah data dimana semua
obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk sel-sel
atau yang sering disebut sebagai pixel (picture element). Masing-masing sel
mewakili suatu areal yang berbentuk segiempat dan umumnya bujursangkar.
Dalam model ini, setiap obyek baik yang berbentuk titik, garis dan polygon
semuanya disajikan dalam bentuk sel (titik). Setiap sel memiliki koordinat dan
informasi (atribut keruangan dan waktu). Model ini umumnya dimiliki oleh data
citra satelit yang sudah siap dibaca oleh komputer sehingga sering disebut
dengan Machine readable data. Sedangkan Data vektor adalah struktur data
yang berbasis pada sistem koordinat yang umum digunakan untuk menyajikan
feature peta. Data vektor biasanya diperoleh dengan alat digitasi (Jaya, 2002).
2. Manajemen Data
Prahasta (2002) menjelaskan manajemen data sebagai suatu kegiatan
mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah
basis data sedemikan rupa sehingga mudah dipanggil, diupdate dan diedit.
Setelah data diinput ke dalam SIG, data tersebut di koreksi dan diperbaiki serta
dibuat topologi, yaitu menghubungkan data spasial dan data atribut sebelum
disimpan untuk dianalisis.
Aplikasi SIG
Aplikasi
SIG
diberbagai
bidang
sampai
saat
ini
semakin
jauh
bidang
perencanaan
(perencanaan
pemukiman,
transmigrasi,
wilayah dan aspek lereng), pola drainase (yang mempunyai hubungan erat
dengan tipe batuan dan berbagai proses tektonik di permukaan bumi dan sifat
erosi yang terjadi), kenampakan proses dinamik (seperti keadaan erosi,
longsoran dan proses dinamik lainnya) tipe bentuk lahan dan distribusinya, pola
distribusi dan penutupan lahan atau vegetasi, pola penggunaan lahan dan
distribusinya. Informasi-informasi tersebut diperoleh karena masing-masing
obyek mempunyai kekhasan dalam memantulkan, menyerap, meneruskan atau
memancarkan energi gelombang elektromangnetik yang datang padanya
sehingga energi pantulan atau pancaran yang diterima oleh sensor dapat
dipergunakan sebagai ciri pengenalan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji
(Lillesand & Kiefer, 1990).
Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh yang ideal ditunjukkan
dengan adanya suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak
mengganggu, sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara
tenaga dengan benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu, dan
berbagai penggunaan data, namun dalam kenyataannya hal tersebut jarang
terpenuhi (Lillesand & Kiefer, 1990).
Dalam kegiatannya, penginderaan jauh harus mempunyai alat untuk
memperoleh data, tenaga penghubung dari obyek ke sensor, ada obyek ada
sensor serta keluaran. Alat yang digunakan untuk memperoleh data berupa alat
pengindera atau platform (pesawat terbang, satelit, pesawat ulang alik atau
wahana lainnya). Sedangkan tenaga penghubung yang membawa data tentang
obyek ke sensor berupa tenaga radiasi elektromagnetik. Antara tenaga dan
obyek terjadi suatu interaksi, sehingga obyek, daerah/gejala di permukaan bumi
dapat dikenali pada hasil rekaman dalam bentuk data penginderaan jauh yang
dikumpulkan dan direkam berdasarkan variasi tenaga elektromagnetik. Hasil
rekaman tersebut pada akhirnya sampai kepada pengguna data sesuai dengan
tujuan masing-masing. Secara keseluruhan, penginderaan jauh disebut sebagai
suatu sistem karena terdiri dari serangkaian komponen yaitu tenaga, obyek,
sensor, data dan pengguna.
Aplikasi Penginderaan Jauh
Penggunaan data penginderaan jauh semakin populer dalam berbagai
aplikasinya. Ada enam alasan yang dikemukakan oleh Sutanto dalam Pratondo
(2001) mengapa penginderaan jauh semakin populer yaitu:
sebagai
berikut,
informasi
yang
diturunkan
dari
analisis
citra
ahli
penginderaan
jauh.
Keinginan
ini
ditunjukkan
dalam
dan SIG adalah estimasi bahwa aliran data memiliki arah (dari sistem analisis
penginderaan jauh ke sistem informasi geografis) yang sama. Aliran yang
sebaliknya tidak diinginkan, tetapi juga realistis diperlukan dalam analisis
penginderaan jauh. Hambatan utama terhadap pendekatan ini adalah biaya
untuk membuat basis data digital SIG, tetapi hal tersebut dapat ditekan dengan
cara peningkatan dan perbaikan tersedianya perangkat keras dan perangkat
lunak serta peta-peta digital yang telah tersedia dalam bentuk digital.
Dari hasil penginderaan jauh dapat diketahui kenampakan bumi (data real
time atau data yang sebenarnya), dapat dilakukan klasifikasi sesuai dengan data
yang sebenarnya kemudian dirubah dalam format SIG menjadi vektor dan
diintegrasikan dengan data-data vektor lainnya hasil digitasi dari informasiinformasi geografis lainnya.
Citra Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer
(ASTER)
Karakteristik Citra ASTER
ASTER adalah citra yang memiliki resolusi lebih tinggi dibandingkan
dengan citra satelit pendahulu dan sekelasnya yaitu JERS-1Optik dan Landsat
serta merupakan salah satu instrumen observasi yang ada pada satelit TERRA.
Satelit ini diluncurkan pada tahun 1999 dan memiliki orbit sinkron dengan
matahari (sunsynchronous) dengan waktu orbit 30 menit di belakang satelit
Landsat.
Satelit TERRA merupakan program kerjasama internasional antara
NASA, Kanada dan Jepang. Pada satelit ini NASA menempatkan instrument
Clouds and the Earths Radiant Energy System (CERES), MODerate-resolution
Imaging Spectroradiometer (MODIS) dan Multi-angle Imaging Spectroradiometer
(MISR). Kanada menempatkan instrumen Measurements Of Pollution in The
Trophosphere (MOPPIT) dan Jepang menempatkan ASTER. Tujuan utama dari
ASTER adalah:
1. Memajukan penelitian fenomena geologi tentang permukaan tektonik
dan sejarah geologi melalui pemetaan secara detail mengenai topografi
bumi
dan
formasi
geologi
(mencakup
penelitian
penginderaan jauh).
2. Mengetahui penyebaran dan perubahan vegetasi
terapan
dan
Subsistem
Jumlah
No.
Kisaran spectral
Resolusi
Kanal
Band
(m)
(m)
0.52 0.60
0.63 0.69
3N
0.78 0.86
3B
0.78 0.86
VNIR
1.
(cahaya tampak
dan inframerah
dekat/reflektif
Kegunaan
Deskripsi
sumberdaya
15
air, deskripsi
tanah,
kerapatan
tanaman
1.600 1.700
Deliniasi garis
2.145 2.185
pantai,
2.185 2.225
2.235 2.285
2.295 2.365
(geologi dan
2.360 2.430
pertambangan)
10
8.125 8.475
Semua aplikasi
11
8.475 8.825
yang berbasis
12
8.925 9.275
suhu
13
10.25 10.95
14
10.95 11.65
4
SWIR
2.
(Gelombang
inframerah
pendek)
TIR
3.
(Gelombang
Inframerah
Thermal)
deskripsi jenis-
30
jenis batuan,
mineral
90
permukaan
nadir dan satu lagi ke belakang. Hal ini memungkinkan untuk menghasilkan citra
stereo dari data yang hampir bersamaan
Shortwave Infrared (SWIR) memiliki resolusi spasial 30 meter dan bekerja
pada 6 band gelombang pendek inframerah. Kemampuan SWIR diharapkan
dapat memberikan data observasi yang lebih baik untuk batu, mineral dan
tumbuhan yang cukup bermanfaat untuk bidang geologi dan pertambangan.
Thermal Infrared (TIR) memiliki resolusi spasial 90 meter dan 5 band
pada spektrum inframerah thermal. TIR diharapkan dapat menghasilkan data
temperatur dan emisi permukaan dengan presisi untuk keperluan di bidang
thermal dan ekologi. Jika dibandingkan dengan sensor
khususnya
terhadap
makhluk
hidup
termasuk
manusia.
Penanganan yang terencana dengan baik akan menghasilkan hasil yang baik
pula. Citra ASTER diharapkan dapat memberikan bantuan solusi untuk proses
persiapan pengolahan (penambangan) hingga proses paska penambangan.
2. Klasifikasi Jenis Tanah
Citra ASTER dapat digunakan pula untuk memetakan jenis tanah,
khususnya untuk pertanian dan perencanaan ruang dan tata kota
3. Monitoring Aktifitas Gunung Berapi
Sensor VNIR dan SWIR dapat diterapkan untuk mengetahui aktifitas
gunung sehingga kerusakan dan korban yang ditimbulkan oleh bencana alam
dapat dihindari.
permukaan
bumi
dapat
diturunkan
dengan
mudah
menggunakan data VNIR dan TIR citra TERRA/ASTER. Penerapan proses ini
dapat digunakan untuk mengetahui fenomena kenaikan suhu yang terjadi di
daerah perkotaan.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian
Permodelan
dilakukan
Spasial,
di
Laboratorium
Departemen
Konservasi
Analisis
Lingkungan
Sumberdaya
Hutan
dan
dan
Jenis Data
Sumber Data
Lab. SDAF, Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan-IPB
Balai Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Citarum-Ciliwung Bogor
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Lingkungan Hidup
IPB-Bogor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Metode Penelitian
Penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan data,
tahap pembangunan basis data, tahap pembangunan data model hidrologi
ANSWERS, tahap pengujian model, tahap pemetaan penyebaran nilai erosi dan
sedimen, tahap analisa sensitivitas model dan tahap simulasi penggunaan lahan.
Berikut ini akan dijelaskan secara lengkap teknis pelaksanaan dari masingmasing tahapan.
Tahap Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan sebagai input atau masukan data untuk model
ANSWERS terdiri dari dua macam data, yaitu data spasial dan data atribut. Data
spasial merupakan data yang bersifat keruangan atau diperoleh dari pengolahan
peta-peta tematik dan penginderaan jauh, diantaranya peta batas DTA
Cipopokol, peta jenis tanah, peta kemiringan lahan, peta arah aliran, peta
ketinggian tempat atau elevasi, peta penutupan lahan, peta saluran atau sungai
dan data GCP (Ground control point). Selain data spasial, data lain yang
diperlukan adalah data atribut, yaitu data dalam bentuk tulisan ataupun angkaangka, diantaranya adalah data curah hujan, data tinggi muka air sungai, data
parameter penutupan lahan, data parameter jenis tanah, data parameter atau
karakteristik saluran atau sungai dan data kependudukan dan sosial ekonomi
masyarakat. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari instansiinstansi terkait (selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2), sedangkan untuk data
GCP diperoleh dengan melakukan survei lapangan.
Tahap Pembangunan Basis Data
Pembangunan basis data merupakan suatu proses untuk memperoleh
data masukan model ANSWERS. Hasil keluaran dari pembangunan basis data
adalah peta dalam bentuk raster. Data raster merupakan data dimana semua
obyek disajikan pada kolom dan baris dalam bentuk sel-sel atau yang sering
disebut dengan piksel. Masing-masing sel mewakili suatu areal yang berbentuk
bujur sangkar, memiliki koordinat dan informasi (atribut keruangan dan waktu).
Informasi inilah yang nantinya digunakan menjadi input atau masukan data untuk
model ANSWERS. Tahap pembangunan basis data terdiri dari 3 kegiatan yaitu
pembuatan peta digital, pembuatan DEM dan arah aliran serta pembuatan peta
penutupan lahan. Proses dari masing-masing kegiatan dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Pembuatan Peta Digital
Peta digital diperoleh dari konversi peta-peta analog berupa peta batas
DTA, peta kontur atau topografi dan peta jenis tanah ke dalam bentuk digital
dengan menggunakan scanner dan seperangkat komputer dengan software
ArcView GIS 3.3. Metode yang digunakan adalah screen digitizing. Metode
screen digitizing atau disebut sebagai digitasi on screen merupakan proses
digitasi yang dilakukan di atas layar monitor dengan bantuan mouse dan
digunakan sebagai alternatif input data digital tanpa menggunakan alat digitizer.
Hasil yang diperoleh dari proses digitasi on screen untuk selanjutnya
dilakukan proses transformasi koordinat. Koordinat yang dipakai adalah sistem
UTM (Universal Tranverse Mercator), merupakan sistem proyeksi yang paling
dikenal dan sering digunakan. Pada penelitian kali ini pembuatan peta digital
hanya dilakukan pada peta batas DTA, karena peta-peta lain seperti peta
topografi, peta tanah telah tersedia dan merupakan peta digital hasil penelitian
sebelumnya. Proses pengkonverisan peta-peta analog ke dalam bentuk peta
digital dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 3 di bawah ini.
PETA ANALOG
(batas DTA, tanah, kontur)
Scan
Screen
digitizing
Editing
Atributing
Transform
Koordinat
Peta digital
break line serta membentuk jaringan segitiga tidak beraturan yang saling
berhubungan. Masing-masing segitiga terdiri dari 3 vertex yang mempunyai
koordinat lokasi X, Y dan elevasi (Z). Setelah tersaji menjadi bentuk TIN, dengan
menggunakan ekstensi hidrology modeling maka akan diperoleh output berupa
peta arah aliran. Proses pembuatan DEM dan arah aliran selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 4 dibawah ini.
Peta Topografi
Digital
TIN
Surfacing
GRID
DEM
Flow
Direction
Spatial
Analysis
Slope
Peta
Arah aliran
Peta
Ketinggian
Peta Kemiringan
lereng
Topographic
Analysis
Citra ASTER
tahun 2004
Peta batas
DTA Cipopokol
Koreksi Geometri
Peta digital (kontur,
jalan dan sungai)
overlay
Citra terkoreksi
Subset image
Citra
lokasi penelitian
Cek lapangan
(Ground check)
Akurasi
diterima
?
Ya
Penggunaan/penutupan
lahan
(Land use/land cover)
dalam
proses
koreksi
geometri
adalah
georefrensi.
Georeferensi
terkoreksi (master map) yang dapat berbentuk citra ataupun dalam bentuk atau
vektor (peta). Dalam
disebut sebagai ground control point (GCP) harus memiliki letak yang sama
antara citra yang akan dikoreksi dengan peta/citra yang menjadi acuan. Letak
dan jumlah titik GCP disarankan harus menyebar secara merata di seluruh citra.
Proyeksi yang digunakan adalah sistem koordinat Universal Transverse Mercator
(UTM).
Citra ASTER yang digunakan pada penelitian ini memiliki resolusi atau
ukuran piksel sebesar 15 x 15 meter, sehingga untuk memperoleh hasil
klasifikasi optimal dengan luasan wilayah penelitian yang kecil maka perlu
dilakukan metode resize atau merubah ukuran piksel menjadi 10 x 10 meter.
2. Pemotongan Citra (Subset Image)
Subset image atau pemotongan citra lokasi penelitian dilakukan setelah
citra terkoreksi secara benar. Pemotongan citra bertujuan untuk mempermudah
dalam melakukan kegiatan analisa pada citra yang akan diklasifikasi.
Pemotongan citra dilakukan dengan cara membatasi citra dengan luasan wilayah
penelitian dalam hal ini adalah peta batas DTA Cipopokol. Metode yang
digunakan untuk pemotongan citra adalah dengan menggunakan AOI atau
disebut sebagai area of interest.
3. Pengecekan Lapangan (Ground Truth)
Ground truth atau pengambilan titik di lapangan merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan untuk membantu dalam proses pengklasifikasian serta
untuk meningkatkan kualitas dan ketelitan hasil penafsiran citra (akurasi).
Pengambilan titik di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa
Global Positioning System (GPS), pengambilan titik di lapangan disarankan
sebanyak mungkin dan menyebar merata serta mampu mewaklili dari setiap
kelas penutupan lahan yang akan dibuat.
4. Klasifikasi Citra (Image Classification)
Klasifikasi citra dapat dilakukan dengan dua metode pendekatan yaitu
klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing
(supervised
classification).
Klasifikasi
tak
terbimbing
merupakan
proses
yang tidak bertumpang susun pada ambang jarak (thershold distance) tertentu,
dan saluran-saluran yang digunakan. Ioda et al. dalam Prakoso (2003)
menjelaskan bahwa klasifikai terbimbing merupakan metode klasifikasi citra yang
dilakukan berdasarkan data-data hasil pekerjaan lapangan, peta atau hasil
interpretasi visual potret udara atau citra yang relevan. Pendekatan klasifikasi ini
biasanya menghasilkan informasi yang lebih realistis dan membuahkan hasil
klasifikasi yang relatif lebih akurat daripada klasifikasi tak terbimbing atau analisa
cluster, yang hanya menghasilkan kelas-kelas spektral yang memerlukan
interpretasi lebih lanjut. Klasifikasi citra dengan menggunakan teknik supervised
classification merupakan metode mengelompokan nilai piksel berdasarkan
informasi penutupan lahan aktual dari permukaan bumi.
Tahap awal dalam proses klasifikasi terbimbing adalah pengenalan polapola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik hasil
ground truth di lapangan. Klasifikasi terbimbing merupakan kombinasi antara
interpretasi digital dan visual, pengetahuan mengenai kondisi fisik lapangan akan
sangat membantu dalam melakukan interpretasi secara tepat dengan tingkat
akurasi tinggi. Tahap selanjutnya adalah pembuatan training area atau pemilihan
daerah yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan, berdasarkan polapola spektral yang ditampilkan. Training area atau pemilihan daerah dibuat
dengan menggunakan area of interest (aoi). Proses klasifikasi citra dilakukan
secara otomatis oleh komputer berdasarkan pada hasil training area yang telah
dibuat. Setelah hasil klasifikasi diperoleh, pada atribut citra yang telah
terklasifikasi masih akan ditemukan beberapa atribut untuk satu tipe penutupan
lahan, sehingga diperlukan recoding data hasil klasifikasi dengan tujuan untuk
menggabungan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama.
5. Akurasi
Akurasi adalah suatu cara untuk mengevaluasi tingkat keakurasian hasil
klasifikasi yang telah dilakukan dengan kondisi aktual di lapangan. Terdapat dua
garis besar nilai akurasi, yaitu akurasi secara keseluruhan (overall accuracy)
yang didefinisikan sebagai total kelas yang diklasifikasikan dibagi dengan total
kelas refrensi. Sedangkan nilai akurasi untuk kategori inidvidu terbagi ke dalam
dua bagian yaitu poducers accuracy yang merupakan jumlah elemen kelas yang
diklasifikasikan secara benar dibagi dengan elemen refrensi untuk kategori
tersebut sedangkan users accuracy didefinisikan sebagai elemen yang
diklasifikasikan secara benar untuk setiap kategori dibagi dengan total elemen
yang diklasifikasi ke dalam kategori tersebut. Nilai akurasi kappa merupakan
perbandingan antara jumlah total sel diagonal pada eror matriks dikurangi
dengan jumlah kasus yang diharapkan pada sel diagonal berdasarkan harapan
dengan jumlah total kolom atau baris pada eror matriks dikurangi jumlah kasus
yang diharapkan pada sel diagonal berdasarkan harapan. Penilaian tingkat
akurasi dilakukan dengan cara membandingkan data yang yang diperoleh dari
hasil pengecekan di lapangan (ground truth) dengan hasil klasifikasi yang
diperoleh.
Tahap Pembangunan Data Model Hirologi ANSWERS
ANSWERS merupakan sebuah model simulasi karakteristik DAS, dimana
biasanya digunakan untuk mengevaluasi kondisi DAS yang biasanya didominasi
oleh lahan pertanian dibawah kejadian tertentu yang disimulasikan untuk
perencanaan dan evaluasi strategi dalam pengendalian erosi. Struktur model
ANSWERS didasarkan pada hipotesis bahwa setiap titik di dalam DAS memiliki
hubungan fungsional antara laju aliran air dan parameter-parameter hidrologi,
oleh sebab itu di dalam permodelan ANSWERS, suatu DAS diekspresikan
sebagai kumpulan dari setiap elemen bujur sangkar yang disebut grid yang
diasumsikan homogen. Setiap elemen pada DAS diartikan sebagai suatu areal
yang mempunyai parameter hidrologi dan erosi yang sama. Oleh karena itu DAS
di dalam model ANSWERS diasumsikan sebagai gabungan dari banyak elemen.
Masukan atau input data yang diperlukan oleh model ANSWERS terdiri
dari lima bagian yaitu data intensitas hujan, data jenis dan parameter tanah, data
jenis dan parameter penutupan/penggunaan lahan, data karakteristik saluran
atau sungai dan parameternya dan terakhir adalah data elemen (yang terdiri dari
nomor baris dan kolom, kemiringan lereng, arah aliran, ketinggian tempat, jenis
tanah, nomor stasiun penakar hujan, nomor saluran, penutupan lahan dan
ketinggian tempat/elevasi). Dalam penelitian ini, penentuan luasan setiap
grid/elemen model dilakukan berdasarkan luas wilayah dan jumlah maksimum
grid/elemen yang diijinkan oleh model ANSWERS. Jumlah elemen yang
diperbolehkan yaitu sebanyak 1000 elemen, sehingga dengan luas wilayah
penelitian sebesar 159,20 Ha maka akan diperoleh ukuran maksimum untuk
setiap grid adalah 0,16 Ha atau 40 x 40 meter, sehingga jumlah elemen yang
dihasilkan adalah sebanyak 995 elemen. Berikut ini akan dijelaskan masingmasing masukan atau input data yang diperlukan dalam model ANSWERS.
1. Intensitas Hujan
Data intensitas hujan diperoleh dari data curah hujan yang merupakan
hasil dari pembacaan kertas pias hujan yang terpasang pada alat penakar curah
(ARR/Automatic Rainfall Recorder) yang ada di DTA Cipopokol. Pengumpulan
data curah hujan dimulai pada bulan November 2004 sampai dengan Bulan
Agustus 2005. Data intensitas hujan yang dibutuhkan oleh model ANSWERS
hanya satu kejadian hujan yaitu curah hujan besar dan berlangsung dalam waktu
yang cukup lama.
2. Jenis dan Parameter Tanah
Jenis tanah DTA Cipopokol diperoleh dari peta jenis tanah Kabupaten
Bogor. Masukan data tanah terdiri dari simbol atau nomor jenis tanah (tergantung
berapa kategori yang ada), sedangkan masukan untuk parameter tanah yang
diamati sebagian besar adalah sifat fisik tanah. Data parameter tanah diperoleh
dari data sekunder dan hasil analisis laboratorium. Data parameter tanah yang
dibutuhkan untuk input program ANSWERS terdiri dari porositas tanah total (TP),
kapasitas lapang (FP) dari berbagai tekstur tanah, nilai eksponen dalam
persamaan infiltrasi (P) dan nilai erodibilitas tanah (K). Berikut merupakan tabel
parameter tanah dan cara perolehan datanya
Tabel 3. Parameter tanah dan cara pengukurannya
No.
Parameter tanah
Cara
perolehan
1.
Primer
2.
Primer
3.
4.
5.
6.
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Cara perhitungan
Dalam menentukan nilai porositas
tanah total, sifat yang diamati
adalah bulk density dan particle
density. Sampel tanah yang diambil
merupakan sampel tanah utuh
yang diambil dengan menggunakan
ring sample. Sampel tanah tersebut
kemudian dianalisis di laboratorium.
Penentuan nilai kapasitas lapang
dilakukan di laboratorium, dimana
sampel
tanah
dijenuhi
air,
kemudian di tetapkan kadar airnya
selama 2 x 24 jam dan diambil
sebagian
tanahnya
untuk
menentukan kadar airnya (%)
-
semak/belukar.
Sedangkan
untuk
nilai
parameter
masing-masing
penggunaan lahan diperoleh dari data sekunder (buku manual ANSWERS dan
Laporan
BPDAS).
Parameter
penutupan/penggunaan
lahan
terdiri
dari
adalah aliran air tersebut tidak boleh terputus arahnya dari satu elemen ke
elemen yang lain. Masukan/input data elemen untuk arah aliran berupa nilai arah
aliran.
5.4. Jenis Tanah, Saluran/Sungai, Stasiun Penakar Hujan dan Penutupan
Lahan/Penggunaan Lahan.
Data elemen untuk jenis tanah, saluran/sungai, stasiun penakar hujan dan
penutupan lahan berupa nomor kategori masing-masing parameter. Untuk
sungai/saluran hanya diisi pada elemen yang terlewati oleh sungai.
Proses atau tahapan input data ke dalam model ANSWERS dapat
dijelaskan sebagai berikut: data yang diperoleh dari hasil pengolahan peta-peta
tematik terutama untuk data individu elemen berupa data raster yang secara
otomatis memiliki nilai pada setiap pikselnya dan telah tersusun dalam bentuk
baris dan kolom (dalam software ERDAS Imagine 8.5) dieksport dan dikonversi
ke dalam bentuk excel (dalam Microsoft Excel) untuk dirubah susunan baris dan
kolomnya (disesuaikan denga susunan model ANSWERS). Data-data yang telah
tersusun dalam bentuk baris dan kolom untuk kemudian di eksport lagi ke dalam
bentuk text file (dalam notepad) sehingga akan diperoleh data individu elemen.
Tahapan selanjutnya adalah membuat bagian-bagian data lain yang
diperlukan dalam model ANSWERS yaitu data intensitas hujan, data jenis dan
parameter tanah, data jenis dan parameter penutupan dan penggunaan lahan
serta data jenis dan karakteristik saluran. Sama seperti halnya data individu
elemen, penyusunan masing-masing data tersebut di atas dilakukan dalam
bentuk text file. Setelah semuanya tersusun, maka masing-masing data masukan
atau input dirubah bentuk filenya dari text file menjadi file sesuai dengan
permintaan model ANSWERS. Data intensitas hujan menjadi RAI file, data jenis
tanah
dan
parameter
menjadi
SOI
file,
data
jenis
dan
parameter
Peta penutupan/
penggunaan lahan
Microsoft
Excel
Peta
kemiringan lereng
Excel file
Excel file
Perubahan
penyusunan row
dan column
Notepad
(txt.file)
ANSWERS
Perubahan
penyusunan row
dan column
Data
Intensitas hujan
RAI file
Peta
arah aliran
Peta
ketinggian
Excel file
Excel file
Excel file
Excel file
Perubahan
penyusunan row
dan column
Perubahan
penyusunan row
dan column
Perubahan
penyusunan row
dan column
Perubahan
penyusunan row
dan column
Data
Parameter tanah
SOI file
Data
Elemen
ELM file
Peta
jenis tanah dan
saluran/sungai
Data
Parameter
penggunaan lahan
CRO file
Nomor stasiun
penakar hujan
Data
Parameter
saluran/sungai
CHA file
Q = 0.000047 x H2,61........................................................................................(1)
Dimana:
Q
dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa jika nilai hasil pengujian
terhadap debit tinggi maka nilai hasil pengujian terhadap sedimen melayang juga
akan berlaku hal yang sama. Hal ini disebabkan, nilai sedimen melayang
diperoleh dari konversi nilai debit lapangan. Data lapangan sedimen melayang
diperoleh dengan menggunakan rumus hubungan antara debit dengan sedimen
melayang yang diperoleh dari penelitian sebelumnya (Setyianto, 2005):
Qs = 864 x Q3,61........................................................................................(2)
Dimana:
Qs
dapat
dilakukan
dengan
dua
macam
metode
yaitu
R2 =
(Qlap Qavg)
......................................................(3)
Dimana:
R2
Qlap
Qmod
Qavg
: Koefisien deterministik
: Debit pengukuran lapangan (liter/detik)
: Debit hasil keluaran model (liter/detik)
: Debit rata-rata pengukuran lapangan
Model dapat dievaluasi dengan asumsi sebagai berikut;
1. Jika R2 mendekati satu atau nilai R2 0.7 maka has il kalibras i model
dapat dikatakan baik.
2. Jika R2 < 0, maka model akan menghasilkan simulasi yang kurang baik
karena prediksi model akan sangat berbeda dengan Qavg hasil
pengukuran di lapangan.
Pengujian validasi model dilakukan dengan menggunakan uji t atau uji nilai
tengah menggunakan s elang kepercayaan 95% (taraf nyata = 0.05) dimana
nilai tengah prediksi model () sama dengan nilai data lapangan ( o) yaitu
sebesar
H0 : =o
Jika jumlah sampel yang dipakai < 30 maka rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
x 0
, v = n-1..............................................................................................(4)
S
n
t=
Dimana:
t
X
o
S
n
v
: Nilai t hitung
: Nilai tengah data lapangan
: Nilai tengan data model
: Simpangan baku
: Jumlah data
: Derajat bebas
Dalam statistika hidrologi dijelaskan bahwa simpangan baku (S)
S=
( X i ) 2
....................................................................................(5)
n
(n 1)
X i2
Keputusan:
1. H0 akan diterima jika t < - t/2 atau t > - t/2, berarti hasil prediksi model
tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran di lapangan.
2. H0 akan ditolak jika tidak berada pada selang tersebut.
Pengelompokan
Hasil Keluaran
Pengkelasan Nilai
Erosi dan Sedimen
(Text File)
Peta Penyebaran
Kelas Erosi dan
Sedimen
(Excel File)
Import Menjadi
Bentuk Image
Perubahan File
Hasil Prediksi
1.
Sedimen
2.
Erosi
Kelas
1
2
3
1
2
3
4
5
Nilai
(Ton/Ha)
0 0,5
0,5 1
>1
0 0,5
0,5 1
0,5 1
15
>10
ERDAS merupakan suatu proses untuk merubah suatu data dalam bentuk format
tertentu (misalnya GRID, Arc Coverage, ASCII Raster) menjadi bentuk image.
ASCII Raster merupakan sebuah format yang tersusun sebagai kumpulan angka.
Tahap pengubahan format file ASCII Raster ke dalam bentuk format image
memiliki ketentuan atau susunan bentuk file berupa BSQ dengan tipe data
berupa decimal dan tipe output data berupa float. Setelah semua ketentuan atau
persyaratan terpenuhi maka akan dihasilkan tampilan berupa peta dalam bentuk
image.
Tahap Analisa Indeks Sensitivitas Model
Analisa sensitivitas digunakan untuk mengetahui pengaruh masukan
model dan nilai parameter karakteristik model dan keluarannya. Analisa data
yang digunakan adalah analisa sensitivitas deterministik terhadap variabel DAS
dalam model ANSWERS. Prosedur yang digunakan adalah menjalankan
simulasi dengan mengganti nilai setiap parameter sebesar 10% lebih besar dan
10% lebih kecil. Pengaruh perubahan keluaran model disebabkan oleh adanya
penambahan atau pengurangan sebanyak 10% dari setiap parameternya. Indeks
yang menggambarkan sensitivitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (de Roo dalam Nurlianty, 2000):
S=
Dimana:
S
P10
M10
Baseline
P10 M 10
Baseline
: Indeks Sensitivitas
: Hasil simulasi dengan nilai parameter >10%
: Hasil simulasi dengan nilai parameter <10%
: Hasil simulasi awal
KONDISI UMUM
DTA CIPOPOKOL
SUB DAS CISADANEHULU
Data Fisik
Curah hujan
dan Debit
Kelas
Kelerengan
Dan Elevasi
Arah
Aliran
Karakteristik
Saluran dan
Parameter
Model Hidrologi
ANSWERS
Tidak
Diterima
?
Uji Akurasi
Ya
Peta penyebaran erosi
dan sedimentasi
DTA Cipopokol
Simulasi
Penggunaan lahan
Aplikasi SIG
dan Penginderaan Jauh
Jenis tanah
Dan
Parameter
Penggunaan
lahan dan
parameter
Luas (Ha)
8,80
41,12
75,20
4,48
3,84
25,76
159,20
Luas (%)
5,56
25,83
47,24
2,81
2,41
16,15
100,00
Hutan
Citra ASTER dengan kombinasi band 2-3-1 menunjukan kenampakan
warna piksel untuk kelas penutupan lahan berupa hutan adalah berwarna hijau
tua sampai hitam. Warna hitam menunjukan semakin rapatnya penutupan lahan
oleh tajuk pohon. Berikut ini merupakan gambar kelas penutupan lahan berupa
hutan yang dapat ditemukan di DTA Cipopokol.
sepanjang tahun, musiman atau bergilir dengan tanaman utama padi. Pertanian
lahan basah di DTA Cipopokol berupa sawah dengan luas 3,84 Ha yang tersebar
di daerah dengan topografi yang relatif datar dan dekat dengan pemukiman
penduduk. Berdasarkan hasil overlay dengan peta ketinggian tempat, pertanian
lahan basah berada pada ketinggian 500 sampai dengan 600 mdpl. Sistem
penanaman untuk pertanian lahan basah adalah sawah irigasi. Berikut ini
merupakan gambar kelas penutupan lahan berupa pertanian lahan kering dan
pertanian lahan basah yang ditemukan di DTA Cipopokol.
atau 2,81% dari luas wilayah daerah tangkapan, tidak hanya berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian saja tetapi juga berfungsi sebagai tempat
peristirahatan yang hanya dihuni pada saat-saat tertentu saja. Kawasan
pemukiman penduduk setempat di wilayah ini masih mencerminkan sistem tipe
pemukiman pedesaan yaitu tempat tinggal tergabung dengan kebun atau
pekarangan dan kolam ikan atau kandang ternak. Pada lahan pekarangan dan
kebun, oleh masyarakat biasanya ditanam dengan tanaman buah-buahan berupa
nangka, durian, pisang dan sebagainya. Berikut ini disajikan gambar kelas
penutupan lahan berupa pemukiman di DTA Cipopokol.
muda sampai hijau kekuningan. Gambar penutupan lahan berupa semak belukar
di Daerah Tangkapan Air Cipopokol dapat dilihat sebagai berikut.
Unclassified
Hutan
Perkebunan
Unclassified
Hutan
Perkebunan
Pertanian lahan kering
Sawah
Pemukiman
Semak/belukar
Column total
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
3
1
0
9
1
0
0
0
11
Producers Accuracy
Unclassified
Hutan
Perkebunan
Pertanian lahan kering
Sawah
Pemukiman
Semak/belukar
100,00%
81,82%
93,48%
100,00%
55,56%
56,25%
Users Accuracy
100,00%
64,29%
87,76%
75,00%
100,00%
90,00%
Reference Data
Pertanian
Sawah
lahan kering
1
0
0
0
4
0
43
0
0
3
0
0
1
0
46
3
Pemukiman
1
0
1
2
0
5
0
9
Semak/
belukar
0
0
3
3
1
0
9
16
Row total
3
3
14
49
4
5
10
88
Penutupan lahan
Hutan
Perkebunan
Pertanian lahan kering
Pemukiman
Sawah
Semak belukar
PIT
2,00
1,50
1,00
1,00
3,00
2,00
PER
0,65
0,50
0,60
0,87
0,82
0,70
RC
0,40
0,43
0,40
0,10
0,31
0,40
HU
110
126
130
110
115
110
N
0,20
0,13
0,24
0,09
0,05
0,13
C
0,40
0,40
0,70
0,60
0,01
0,01
Keterangan:
PIT
:Tampungan intersepsi potensial
PER
: Persentase penutupan lahan
RC
: Koefisien kekasaran atau faktor bangun
HU
: Tinggi kekasaran maksimum
N
: Koefisien Mannings
C
: Erosivitas relatif USLE
Dimana diperkirakan lahan yang tertutupi oleh pemukiman hampir 87% dari luas
lahan. Nilai N (Koefisien Mannings) dinyatakan sebagai nilai kekasaran
permukaan atau hambatan aliran dengan mengamati kondisi penggunaan lahan.
Nilai kekasaran terbesar dimiliki oleh penutupan lahan berupa pemukiman
sebesar 0,90. Nilai C atau erosivitas relatif ditunjukkan sebagai angka
perbandingan yang berhubungan dengan tanah hilang tahunan pada areal yang
bervegetasi dengan areal yang sama jika areal tersebut kosong dan ditanami
secara teratur. Semakin baik perlindungan permukaan tanah oleh vegetasi maka
akan semakin rendah tingkat erosinya. Nilai faktor C berkisar antara 0,001 pada
hutan yang tidak terganggu sampai dengan 1,00 pada tanah kosong (Dirjen
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1998). Tabel di atas menunjukan bahwa hutan
mempunyai nilai faktor C sebesar 0,40 hal ini disebabkan oleh penutupan lahan
oleh tajuk pohon dalam hal ini pinus tidak merata, berbeda dengan
semak/belukar yang memiliki nilai C sebesar 0,01 dengan penutupan tanah yang
sangat rapat.
Pembagian
peta
penutupan
lahan
menjadi
elemen-elemen
Jumlah elemen
55
257
470
28
24
161
995
menahan air, serta memiliki produktivitas tanah sedang sampai tinggi. Jenis
tanah Latosol Coklat biasanya ditemukan pada medan berombak hingga
Parameter tanah
Porositas total (TP)
Kelembaban tanah (ASM)
Kapasitas lapang (FP)
Laju infiltrasi konstan (FC)
Selisih laju infiltrasi maksimum dan laju infiltrasi konstan (A)
Nilai eksponen infiltrasi (P)
Kedalaman zona kontrol infiltrasi (DF)
Erodibilitas tanah (K)
Nilai
70%
60%
54%
13,50 mm/jam
3,70
0,75
300
0,12
lebar kurang lebih 1,8 meter dengan panjang mencapai 2 Km, sedangkan dua
sungai lainnya yang merupakan anak sungai dari Sungai Cipopokol memiliki
lebar masing-masing kurang lebih 0,8 meter dan 1,3 meter. Kedalaman sungai
pada waktu musim kemarau sekitar 30 cm, namun pada waktu hujan ketinggian
air mencapai 0,5 sampai 0,7 meter.
Koefisien kekasaran saluran yang diperoleh sebesar 0,04 yang berarti
merupakan sungai alami, tebing lurus, penuh, tidak ada lubang atau lubuk yang
dalam dan terdapat sejumlah batu, rumput atau gulma (Arsyad, 1989). Pada
musim kemarau kondisi anak Sungai Cipopokol biasanya kering, berbeda
dengan sungai utamanya yang selalu berair walau pada musim kemarau. Berikut
ini disajikan tabel jumlah elemen saluran yang melewati DTA Cipopokol.
No.
1.
2.
3.
Gambar 15. Sungai di DTA Cipopokol Gambar 16. Kondisi sungai pada waktu
hujan
Ketinggian Tempat/Elevasi
Data elevasi atau ketinggian tempat diperoleh dari hasil pengolahan peta
kontur digital dengan interval 12,5 meter, yang kemudian dirubah ke dalam
bentuk DEM atau Digital Elevasi Model melalui proses surfacing. DEM
merupakan peta dalam bentuk data raster yang mampu menggambarkan
ketinggian tempat dalam bentuk tiga dimensi. Data masukan atau input model
yang dibutuhkan oleh model ANSWERS adalah nilai ketinggian/elevasi dari
masing-masing piksel/elemen/grid dengan ukuran masing-masing grid adalah 40
x 40 meter. Sedangkan dari hasil pengkelasan data ketinggian tempat diperoleh
bahwa Daerah Tangkapan Air Cipopokol terletak pada ketinggian 500 sampai
lebih dari 800 meter dari permukaan laut (mdpl). Ketinggian tempat untuk wilayah
ini didominasi oleh ketinggian 700 sampai 800 mdpl yang menempati areal
seluas 79,63 Ha atau sebesar 49,85% dari luas total wilayah. Diikuti dengan 600
sampai dengan 700 mdpl seluas 56,32 Ha dan lebih dari 800 mdpl seluas
13,77% atau 21,92 Ha. Data jumlah elemen dan kelas ketinggian selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 14 dibawah ini.
Tabel 14. Luas DTA Cipopokol berdasarkan kelas ketinggian
No.
1.
2.
3.
4.
Ketinggian tempat
(mdpl)
500 600
600 700
700 800
> 800
Total
Luas
Ha
1,60
56,32
79,36
21,92
159,20
%
1,004
35,34
49,85
13,77
100,00
Jumlah
elemen
10
352
496
137
995
Taman
Nasional
Gunung
Gede
Pangrango
(TNGP),
sehingga
keberadaan penutupan lahan berupa hutan alam, hanya dapat ditemukan pada
kelas ketinggian lebih dari 800 mdpl (di luar batas DTA Cipopokol).
Kemiringan Lereng
Seperti halnya ketinggian tempat, kemiringan lereng di DTA Cipopokol
diperoleh dari hasil pengolahan peta kontur. Berikut ini merupakan peta
penyebaran kelas lereng di DTA Cipopokol
Kelas Lereng
0 8% (Datar)
8 15% (Landai)
15 25% (Agak curam)
25 40% (Curam)
> 40% (Sangat curam)
Jumlah
Luas
Ha
9,76
40,32
59,52
38,72
10,88
159,20
%
6,13
25,33
37,39
24,32
6,83
100,00
Jumlah
elemen
50
217
379
274
74
995
Arah
Keterangan
aliran
o
0
Timur
o
45
Tenggara
o
90
Selatan
o
135
Barat Daya
o
180
Barat
o
225
Barat Laut
o
270
Utara
o
315
Timur Laut
Jumlah
Jumlah
elemen
1
0
15
165
265
157
278
114
995
Luas
Ha
%
0,16
0,10
0,00
0,00
2,40
1,51
26,40
16,58
42,40
26,63
25,12
15,78
44,48
27,94
18,24
11,46
159,20
100,00
Aliran air mengalir dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah,
dan menuju ke arah sungai serta berlawanan dengan garis kontur. Gambar 20
dibawah ini menunjukan peta arah aliran yang terbagi ke dalam delapan arah
dengan selisih masing-masing arah adalah 450 atau delapan arah mata angin.
Sungai pada DTA Cipopokol mengalir dari arah timur menuju ke barat sehingga
tidak ditemukan arah aliran yang menuju ke arah tenggara. Arah aliran terluas
pada arah aliran utara atau 270o dengan luas 44,5 Ha selanjutnya arah barat
atau 1800 seluas 42,4 Ha. Peta arah aliran untuk DTA Cipopokol dapat dilihat
pada gambar berikut ini.
Curah hujan
(mm)
Tinggi muka
air (m)
0,00
8,00
9,00
9.00
11,00
0,18
0,23
0,32
0,34
0,46
Debit
(liter/detik)
88,80
188,00
399,00
467,00
1028,00
Aliran dasar
(liter/detik)
88,80
88,80
88,80
88,80
88,80
Aliran
permukaan
(liter/detik)
0,00
99,00
310,00
378,00
939,00
Tabel 17 (Lanjutan)
18.00 18.30
Jumlah
9,70
46,70
0.51
-
1345
3515,80
88,80
-
1256,00
2982,00
Tabel 18. Data curah hujan dan debit tanggal 2 Agustus 2005
Waktu
(jam)
14.00-15.00
15.00 16.00
16.00 17.00
17.00 18.00
18.00 19.00
19.00 20.00
Jumlah
Curah hujan
(mm)
Tinggi muka
air (m)
0,00
10,00
35,00
19,40
11,00
3,20
78,60
0,18
0,18
0,44
0,32
0,32
0,26
-
Debit
(liter/detik)
88,80
88,80
915,20
398,60
398,60
231,80
2121,80
Aliran dasar
(liter/detik)
88,80
88,80
88,80
88,80
88,80
88,80
-
Aliran
permukaan
(liter/detik)
0,00
0,00
826,40
309,80
309,80
143,00
158,90
Aliran permukaan atau surface runoff merupakan bagian dari curah hujan
yang mengalir di atas dan di dalam permukaan tanah menuju ke sungai, danau
ataupun lautan. Keberadaan aliran permukaan dipengaruhi oleh intensitas hujan
dan kapasitas infiltrasi. Air permukaan akan terjadi ketika jumlah curah hujan
telah melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Tabel 17 dan 18 menunjukan
bahwa baik pada kejadian hujan tanggal 8 Januari maupun kejadian hujan
tanggal 2 Agustus 2005 terlihat bahwa aliran permukaan terjadi setelah satu jam
hujan berlangsung. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya
aliran permukaan pada suatu daerah aliran sungai, salah satu diantaranya
adalah bentuk DAS. DTA Cipopokol memiliki bentuk memanjang dan sempit
sehingga aliran permukaan tidak terkonsentrasi secepat pada daerah aliran
sungai dengan bentuk yang melebar. Asdak (2002) menyatakan bahwa dengan
semakin panjang jarak antara tempat jatuhnya air dengan outlet atau titik
pengamatan maka waktu yang diperlukan air hujan untuk sampai ke titik
pengamatan akan semakin lama.
Waktu
(menit)
0
30
60
(Qlap)
(liter/detik)
88,80
188,00
399,00
(Qmod)
(liter/detik)
0,00
9,30
184,00
Qlap-Qmod
88,80
178,70
215,00
(Qlap-Qmod)
7885,44
31933,69
46225,00
(Qlap-Qavg)
247207,84
158404,00
34969,00
Tabel 19 (Lanjutan)
4.
5.
6.
90
120
150
Jumlah
Rata-rata
467,00
1028,00
1345,00
3515,80
586,00
552,40
1090,60
1344,90
3181,20
530,00
-85,40
62,60
0,10
334,60
55,80
7293,16
3918,76
0,01
97256,10
16209,30
14161,00
195364,00
576081,00
1226186,84
204364,47
Keterangan
Qlap
: Debit pengamatan
Qmod : Debit model
Qavg
: Debit pengamatan rata-rata
R2 =
(1226186,84 97256,1)
97256,1
R 2 = 0,92
Besar koefisien deterministik (R2) yang dihasilkan dari perhitungan
mendekati 1 dan nilai R2 0,7 s ehingga dapat dis impulkan bahwa terdapat
korelasi yang kuat antara debit model dengan data lapangan.
Uji Statistik
Pengujian validasi model dilakukan dengan uji statistik yaitu dengan
menggunakan metode uji-t pada taraf nyata = 0,005. Berikut ini disajikan tabel
perbandingan antara debit limpasan model dengan debit pengamatan
Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho : = 0
H1 : = 0
Perhitungan validasi dilakukan sebagai berikut:
X = Debit pengamatan rata-rata yaitu 586 liter/detik
= Debit model rata-rata yaitu 530 liter/detik
= 0,05
n = Jumlah data yaitu 6
S = Standart deviasi dari debit lapangan sebesar 125,38
Derajat kebebasan untuk distribusi t adalah n-1 = 5, nilai dari t0.05 dari tabel
distribusi t adalah, t = 2,021, jika thitung < -2,021 atau thitung > 2,021 maka tolak Ho
karena ada perbedaan nyata dari ke dua data tersebut.
thitung =
530 586
125,38 / 6
thitung = -1,0938
Keputusan : terima H0, hasil prediksi model tidak berbeda nyata dengan
hasil pengamatan secara statistik.
Pengujian sedimen model dan lapangan
Koefisien Deterministik (Korelasi)
Selain dilakukan pengujian terhadap nilai debit lapangan/pengukuran dan
debit model, pengujian juga dilakukan pada sedimen. Nilai sedimen diperoleh
dari persamaan rumus yang menyatakan hubungan antara debit dan sedimen
(Rumus 2). Perhitungan sedimen lapangan dan model dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 20. Sedimen melayang model dan pengamatan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Waktu
(menit)
0
30
60
90
120
150
Jumlah
Rata-rata
Slap
(Ton/Hari)
0,138
2,071
31,335
55,303
954,572
2518,844
3562,263
593,710
Smod
(Ton/Hari)
0,000
0,000
1,916
101,403
1181,643
2518,168
3803,129
633,855
Slap-Smod
0,138
2,071
29,418
-46,100
-227,070
0,676
-240,867
-40,144
(Slap-Smod)
0,019
4,290
865,433
2125,194
51560,905
0,457
54556,297
9092,716
(Slap-Savg)
325327,566
350036,461
316265,949
289882,236
130221,693
3706139,083
5144872,988
857478,831
Keterangan
Slap
: Sedimen pengamatan
Smod : Sedimen model
Savg
: Sedimen pengamatan rata-rata
R2 =
(5144872,988 54556,297)
54556,297
R 2 = 0.989
Besar koefisien deterministik (R2) yang dihasilkan dari perhitungan
mendekati 1 dan nilai R2 0,7 s ehingga dapat dis impulkan bahwa terdapat
korelasi yang cukup erat antara sedimen di lapangan dengan sedimen model.
Uji Statistik
Pengujian validasi model dilakukan dengan uji statistik yaitu dengan
menggunakan metode uji-t pada taraf nyata = 0,005. Berikut ini dis ajikan tabel
perbandingan antara debit limpasan model dengan debit pengamatan
Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho : = 0
H1 : = 0
Perhitungan validasi dilakukan sebagai berikut:
593,710 633,855
94,749 / 6
thitung = -1,0378
Keputusan : terima H0, hasil prediksi model tidak berbeda nyata dengan
hasil pengamatan secara statistik.
Hasil pengujian pada debit dan sedimen melayang menunjukan bahwa hasil
prediksi model tidak berbeda nyata dengan prediksi di lapangan.
852 elemen atau sebesar 136,32 Ha dan sisanya sebanyak 103 elemen atau
seluas 22,88 Ha mengalami sedimentasi atau pengendapan.
Erosi dan sedimentasi dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
diantaranya iklim, vegetasi penutup tanah topografi, dan jenis tanah. Pengaruh
iklim terhadap erosi dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu pengaruh
secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung ditunjukan oleh tenaga
kinetis air hujan. Sedangkan pengaruh tidak langsung ditentukan melalui
pengaruh iklim terhadap pertumbuhan vegetasi. Asdak (1995) menyatakan
bahwa dengan kondisi iklim yang sesuai, vegetasi akan dapat tumbuh secara
optimal namun pada daerah yang kering, pertumbuhan vegetasi akan cenderung
terhambat karena tidak memadainya intensitas hujan. Daerah Tangkapan Air
Cipopokol merupakan wilayah yang memiliki intensitas hujan bulanan yang
cukup tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS
Citarum-Ciliwung pada tahun 2002 sampai 2004, bulan basah terjadi selama 11
bulan (bulan September sampai dengan bulan Juli) dan bulan lembab terjadi
selama satu bulan, sehingga dalam hal ini wilayah DTA Cipopokol tidak memiliki
bulan kering. Pengaruh iklim terhadap erosi juga ditentukan oleh fluktuasi suhu.
Secara umum, Daerah Tangkapan Air Cipopokol termasuk ke dalam iklim tropis.
Hasil penelitian Setiyanto (2005) menunjukan bahwa wilayah ini memiliki fluktuasi
suhu yang kecil (pagi hari sebesar 89,30%, siang hari sebesar 81,50% dan pada
malam hari sebesar 84,90%). Kesimpulan yang dapat dihasilkan berdasarkan
penjelasan di atas adalah faktor iklim tidak memberikan pengaruh secara
signifikan terhadap terjadinya erosi dan sedimentasi di wilayah DTA Cipopokol.
Selain iklim, vegetasi penutup tanah juga memiliki pengaruh terhadap
terjadinya erosi dan sedimentasi. Pengaruh penutupan lahan terhadap terjadinya
erosi dan sedimentasi di DTA Cipopokol (dapat dilihat pada Tabel 21) dapat
dijelaskan bahwa semua kelas penutupan lahan mengalami erosi. Sebagian
besar elemen pada kelas penutupan lahan berupa pertanian lahan kering dan
perkebunan, hampir seluruhnya mengalami kehilangan tanah yaitu masingmasing sebanyak 468 elemen atau sebesar 74,88 Ha dan 257 elemen atau
sebesar 41,12 Ha. Kelas penutupan lahan berupa hutan menghasilkan erosi
seluas 8,38 Ha, kelas penutupan lahan berupa sawah menghasilkan erosi seluas
1,28 Ha dan kelas penutupan lahan berupa semak/belukar menghasilkan erosi
seluas 6,08 Ha.
Kisaran nilai erosi antara 1-5 Ton/Ha merupakan kisaran nilai erosi paling
luas di wilayah DTA Cipopokol yaitu sebesar 72,80 Ha, dengan kelas penutupan
lahan berupa pertanian lahan kering merupakan penyumbang erosi terbesar
yaitu 47,36 Ha. Diikuti dengan kisaran kelas erosi 0,5 1 Ton/Ha seluas 46,08
Ha. Kisaran nilai erosi terbesar yaitu > dari 1 Ton/Ha terjadi pada kelas
penutupan lahan berupa perkebunan seluas 0,32 Ha yang berarti bahwa hanya
dua elemen berada pada nilai kisaran kelas erosi tersebut. Kisaran kelas
sedimentasi atau pengendapan yang paling luas terjadi pada 0 sampai dengan
0,5 Ton/Ha. Berdasarkan kelas penutupan lahannya, sedimen yang paling
banyak terjadi adalah kelas penutupan semak/belukar seluas 19,68 Ha.
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi diantaranya adalah
melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan karena mampu
meminimalkan diameter air hujan, menurunkan kecepatan dan volume air larian,
menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem serasah dan
perakaran. Penelitian Agus dan Widianto (2004) membuktikan bahwa penutupan
lahan berupa hutan yang tidak diimbangi oleh terbentuknya serasah dan
tumbuhan bawah justru akan meningkatkan laju erosi. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa meningkatnya laju erosi disebabkan oleh energi kinetik atau daya pukul
tetesan air hujan dan pohon setinggi 7 meter bisa lebih besar dibandingkan
dengan energi tetesan hujan yang jatuh bebas tanpa melalui tajuk tanaman.
Tetesan tajuk tanaman atau yang biasa disebut crown drip memperoleh kembali
energi kinetiknya sebesar 90% dari energi kinetik semula bila air jatuh langsung
dari tajuk. Hal ini disebabkan butir-butir air hujan yang tertahan di daun akan
saling terkumpul dan membentuk tetesan air yang lebih besar sehingga secara
total, justru akan meningkatkan daya pukul tetesan terhadap permukaan tanah.
Kelas penutupan lahan berupa hutan dan semak belukar menghasilkan
nilai erosi yang lebih kecil dibandingkan perkebunan dan pertanian lahan kering.
Jenis vegetasi hutan yang ditemukan di DTA Cipopokol adalah hutan pinus
dengan struktur penutupan tajuk jarang, namun kerapatan tumbuhan bawah
yang ada di sekitar hutan pinus mampu menciptakan suatu stratifikasi tajuk yang
berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan serta
memperkecil diameter tetesan air. Tumbuhan bawah merupakan stratum
vegetasi terakhir yang menentukan besar kecilnya nilai erosi percikan (Asdak,
1995). Hal yang sama dikemukakan oleh Suwardjo et al dalam Purnama (2005)
yang menyatakan bahwa alang-alang yang bercampur semak akan lebih efektif
sebagian besar berada pada lereng dengan kelas kemiringan curam (25 40%)
dan agak curam (15 25%). Nilai sedimen banyak terjadi pada kelas kemiringan
agak curam yaitu 15 25% dengan luas mencapai 8,16 Ha diikuti dengan kelas
kemiringan landai seluas 4,80 Ha. Sedangkan nilai erosi lebih banyak terjadi
pada kelas kemiringan 15 25% dengan luas mencapai 52,60 Ha.
Hasil overlay antara kemiringan lereng dengan kelas penutupan lahan
diperoleh bahwa sedimentasi terjadi pada kelas penutupan lahan berupa semak
belukar yang berada pada kelas kemiringan antara 15 25% dengan kriteria
agak curam seluas 7,84 Ha. Sedangkan nilai erosi terjadi pada kelas penutupan
lahan pertanian lahan kering seluas 29,12 Ha dengan kelas kemiringan 15 25%
diikuti dengan kelas kemiringan 18,56 Ha pada kelas kemiringan 8 15%. Hal ini
mengindikasikan
bahwa
sebagian
besar
dari
penggarap
lahan
belum
menerapkan teknik konservasi tanah dan air secara benar. Hasil pengamatan di
lapangan menunjukan bahwa erosi yang sering terjadi terutama pada lahanlahan pertanian adalah jenis erosi alur dan erosi parit. Erosi alur adalah peristiwa
pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh
aliran air. Purwowidodo (1999) menjelaskan bahwa erosi alur dirangsang oleh
konservasi teras dalam mengendalikan erosi adalah memiliki bidang yang relatif
datar yang memungkinkan peresapan air ke dalam tanah. Teknik konservasi
teras berfungsi dalam mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga
mampu mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan. Keuntungan utama
pengolahan lahan sejajar kontur adalah menghindarkan pengangkutan tanah,
lebih efektif lagi jika diikuti dengan penanaman menurut kontur yaitu barisan
tanaman yang dibuat sejalan dengan arah garis kontur. Namun, pada
kenyatannya sering ditemukan beberapa teknik penanaman terutama untuk
pertanian lahan kering yang dilakukan sejajar kontur sehingga hal tersebut akan
berakibat pada meningkatnya laju erosi atau pengangkutan tanah. selain
penerapan teknik teras, masyarakat setempat juga menggunakan teknik
konservasi berupa guludan atau tumpukan tanah yang dibuat memanjang
menurut garis kontur atau memotong arah lereng. Penerapan teknik konservasi
tanah dan air di DTA Cipopokol lebih banyak dilakukan pada areal pertanian
lahan kering, sedangkan perkebunan belum sama sekali dilakukan kegiatan
teknik konservasi tanah dan air. Asdak (1995) menyatakan bahwa untuk daerah
tropis volkanik dengan topografi bergelombang dan curah hujan tinggi sangat
berpotensi untuk terjadinya erosi dan tanah longsor. Oleh karena itu program
konservasi tanah dan air di daerah tropis, usaha pelandaian permukaan tanah
seperti pembuatan teras di lahan-lahan pertanian, peruntukan tanah-tanah
dengan kemiringan lereng besar untuk kawasan lindung harus seringkali
dilakukan. Usaha tersebut dilakukan terutama untuk menghindari terjadinya
peningkatan erosi bahkan tanah longsor.
Tabel 21 dibawah ini merupakan hasil pengkelasan nilai erosi dan
sedimentasi menurut kelas lereng dan jenis penutupan lahannya. Gambar 26
merupakan hasil pemetaan kembali data keluaran model ANSWERS berupa
kelas sedimen dan erosi yang terjadi di DTA Cipopokol dengan menyusun
kembali angka-angka yang dihasilkan untuk kemudian dirubah kembali ke dalam
bentuk peta atau image dengan ukuran piksel adalah 0,16 Ha atau 40 x 40
meter.
Tabel 21. Luas prediksi nilai erosi dan sedimentasi menurut kelas lereng dan penggunaan lahan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penggunaan lahan
Kelas lereng
(%)
08
8 15
Hutan
15 25
25 40
> 40
Luas per kelas erosi/sedimen (Ha)
08
8 15
Perkebunan
15 25
25 40
> 40
Luas per kelas erosi/sedimen (Ha)
08
8 15
Pertanian Lahan
15 25
Kering
25 40
> 40
Luas per kelas erosi/sedimen (Ha)
08
8 15
Pemukiman
15 25
25 40
> 40
Luas per kelas erosi/sedimen (Ha)
08
8 15
Sawah
15 25
25 40
> 40
Luas per kelas erosi/sedimen (Ha)
08
8 15
Semak/belukar
15 25
25 40
> 40
Luas per kelas erosi/sedimen (Ha)
Kelas
Sedimentasi (Ton/Ha)
0 0,5
0,5 1
0,16
0,16
0,32
0,00
0,00
0,00
0,16
0,16
0,00
0,00
0,00
0,32
1,92
0,32
2,56
0,00
0,16
2,24
0,48
7,36
0,32
5,28
0,64
1,76
0,80
16,80
2,24
19,84
2,24
0,00
0,00
0,16
0,16
0,00
0,00
0,16
0,16
0,16
0,16
0,64
0,96
0,16
1,12
1,12
3,20
0,48
4,80
0,48
0,16
0,64
0,16
0,16
0,64
0,32
0,16
0,16
1,28
0,32
1,12
2,72
1,92
6,08
0,5 1
0,16
0,64
1,76
0,96
0,16
3,68
0,16
2,72
10,08
3,68
0,16
16,80
3,36
13,92
6,72
0,80
24,80
0,16
0,64
0,80
0,00
0,00
Erosi (Ton/Ha)
15
0,48
0,48
1,92
0,80
3,68
0,80
5,92
8,80
2,72
18,24
0,32
4,32
21,76
17,28
3,86
47,36
0,32
0,96
1,44
0,80
3,52
0,00
0,00
0,80
14,08
46,08
72,80
>1
0 0,5
5 10
Luas per
penggunaan lahan
(Ha)
> 10
0,00
0.16
0.32
0.32
0.16
0,96
0.16
0.64
0.48
0.80
2,08
0,00
0,00
0,00
0,00
0,32
0,32
0,00
0,00
0,00
0,00
3,04
0,32
Sedimen = 0,32
Erosi = 8,48
Sedimen = 0,00
Erosi = 41,12
Sedimen = 0,32
Erosi = 74,88
Sedimen = 0,00
Erosi = 4,48
Sedimen =2,56
Erosi = 1,28
Sedimen =16,15
Erosi = 0,00
159,20 Ha
Gambar 26. Peta penyebaran erosi dan sedimentasi Daerah Tangkapan Air
Cipopokol
Parameter
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
In d eks S en sitivitas (S
0.70000
0.60000
0.50000
0.40000
0.30000
0.20000
0.10000
GWF
DF
FC
FP
ASM
TP
HU
RC
PER
P IT
0.00000
P a ra m e te r
Parameter
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
BS
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
4.014
3.975
4.036
3.924
4.014
4.131
4.029
3.991
4.106
4.014
3.894
S
0.01345
0.00149
0.00025
0.00000
0.02890
0.00000
0.04534
0.07349
0.00224
0.33433
0.01345
0.01121
0.04534
0.00000
0.05904
Indeks S ensitivitas (S )
0.40000
0.35000
0.30000
0.25000
0.20000
0.15000
0.10000
0.05000
GWF
DF
FC
FP
ASM
TP
HU
RC
PER
P IT
0.00000
P a ra m e te r
analisa
sensitifitas
parameter
terhadap
puncak
limpasan
Parameter
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
3.04800
3.04700
3.01250
3.04710
3.12650
3.04660
3.04170
3.08040
3.04710
2.96500
0.00046
0.00174
0.02228
0.00000
0.05300
0.3500000
0.3000000
0.2500000
0.2000000
0.1500000
0.1000000
GWF
DF
FC
FP
ASM
TP
HU
RC
0.0000000
PER
0.0500000
P IT
In d eks S en sitivitas (
0.4000000
P a ra m e te r
Gambar 30. Overlay antara peta RTRW dan peta DTA Cipopokol
Data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) Bogor menjelaskan
bahwa DTA Cipopokol secara administratif masuk ke dalam dua desa yaitu Desa
Tangkil dan Desa Lemah Duhur Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor,
berpotensi sebagai penghasil buah-buahan, diantaranya mangga, pepaya,
pisang, rambutan, salak, sawo dan lain sebagainya. Produksi buah tertinggi
utnuk kedua desa tersebut adalah pisang dan pepaya yaitu mencapai 12000
Kg/tahun
untuk
perkembangannya
pepaya
saat
dan
ini
11510
perkebunan
Kg/tahun
untuk
buah-buhan
pisang.
semakin
Dalam
berkurang
digantikan oleh tanaman perkebunan lain yang memiliki harga pasar yang jauh
lebih tinggi, yaitu lidah buaya dan nilam. Berdasarkan penjelasan diatas, maka
skenario satu perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan merubah
hutan
dikombinasikan
dengan
semak/belukar
dan
pemukiman
maksimum mengalami penurunan terutama pada nilai erosi maksimum, yaitu dari
29,088 Ton/Ha pada kondisi aktual menjadi 19,299 Ton/Ha. Demikian pula pada
pengendapan maksimum, penurunan terjadi sebesar 75% dari kondisi aktual.
Perbedaan hasil pada skenario satu, dua dan tiga sangat dipengaruhi oleh
bentuk penutupan lahannya. Pada penutupan lahan berupa pertanian lahan
kering, perkebunan ataupun pemukiman pada akhirnya akan menyebabkan
menurunnya kapasitas infiltrasi. Penurunan kapasitas infiltrasi disebabkan oleh
adanya pemampatan permukaan tanah akibat aktivitas manusia. Sosrodarsono
dan Takeda (1987) menyatakan bahwa pada daerah hutan yang tertutup oleh
tumbuh-tumbuhan yang lebat akan sulit mengalami limpasan permukaan, namun
jika daerah tersebut dikosongkan, maka air hujan dengan mudah akan terkumpul
di sungai-sungai dengan kecepatan tinggi, sehingga pada akhirnya dapat
menimbulkan banjir.
Hasil simulasi keenam dengan merubah penutupan lahan
berupa
Hutan
Ha
8,80
Skenario 1
Skenario 2
8,80
Skenario 3
%
5,56
Perkebunan
Ha
%
41,12
25,83
Sawah
Ha
%
3,84
2,41
Semak/belukar
Ha
%
25,76
16,15
154,72
97,19
4,48
2,81
5,56
145,92
91,63
4,48
2,81
154,72
97,19
4,48
2,81
Skenario 4
8,80
5,56
145,92
91,63
4,48
2,81
Skenario 5
154,72
97,19
4,48
2,81
Skenario 6
128,96
87,04
4.48
2.81
25,76
16,15
Skenario 7
37,92
23,82
30,88
19,40
63,84
40,10
3,68
2,31
3,84
2,41
19,04
11,96
Runoff
(mm)
Rata-rata
kehilangan tanah (Ton/Ha)
Erosi maksimum
(Ton/Ha)
Aktual
4,014
0,398
29,088
Pengendapan
maksimum
(Ton/Ha)
4,624
Skenario 1
4,194
0,432
30,503
1,941
Skenario 2
4,193
0,433
30,212
1,906
Skenario 3
3,864
0,546
27,609
5,298
Skenario 4
3,849
0,548
27,441
5,224
Skenario 5
3,893
0,370
19,299
1,146
Skenario 6
3,925
0,299
20,887
0,971
Skenario 7
3,972
0,383
29,088
2,017
memiliki luas terbesar terhadap kehilangan tanah atau erosi yaitu masingmasing sebesar 41,12 Ha dan 74,88 Ha, sedangkan penutupan lahan berupa
semak belukar seluruhnya mengalami pengendapan atau sedimen.
3. Hasil prediksi nilai erosi dan sedimentasi Daerah Tangkapan Air Cipopokol
dengan menggunakan model hidrologi ANSWERS diperoleh bahwa dengan
kejadian hujan pada tanggal 8 Januari 2005 dengan curah hujan sebesar
46,70 mm jumlah limpasan yang diperoleh sebesar 4,014 mm, rata-rata
kehilangan tanah yang terjadi adalah sebesar 0,398 Ton/Ha dengan erosi
maksimum sebesar 29,088 Ton/Ha dan laju pengendapan maksimum adalah
sebesar 4,624 Ton/Ha.
4. Penyebaran luas nilai erosi dan sedimen yang diperoleh dari hasil keluaran
model hidrologi ANSWERS yaitu sedimen 0-0,5 Ton/Ha seluas 19,84 Ha,
sedimen 0,500-1 Ton/Ha seluas 2,24 Ha, sedimen >1 Ton/Ha seluas 0,80 Ha,
erosi 0-0,5 Ton/Ha seluas 14,08 Ha, erosi 0,5-1 Ton/Ha seluas 46,08 Ha,
erosi 1-5 Ton/Ha seluas 72,80 Ha, erosi 5-10 Ton/Ha seluas 3,04 Ha dan
erosi > 10 ton/Ha seluas 0,32 Kg/Ha.
Saran
1. Diperlukannya kegiatan rehabilitasi lahan terutama lahan dengan kemiringan
>40% yang idealnya sebagai kawasan lindung dan telah berubah fungsi
menjadi peruntukan lahan lain.
2. Diperlukannya kegiatan penyuluhan mengenai teknik konservasi tanah dan air
yang tepat yang ditujukan kepada masyarakat di Daerah Tangkapan Air
Cipopokol dan sekitarnya mengingat sebagian besar masyarakat DTA
Cipopokol dan sekitarnya merupakan penggarap lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus F, Widianto.2004. Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. Bogor:
World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia.
Anonimus. 2002. Studi tentang Pola Pemanfaatan Lahan di Kawasan Hulu DAS
dalam Rangka Pengembangan Mekanisme Pembayaran Jasa
http://www.balitbang-das.or.id/hasil
Perlindungan
DAS.
penelitian/2002/Sudi%20DAS-%20Cidanau%20Brantas.pdf.
[13
Juli
2005].
. 2005. Jangan Korbankan Hutan Lindung dan Kawasan Konservasi
http://www.jatam.org/indonesia/newsletter/uploaded/
untukTambang.
gg22.html. [13 Juli 2005]
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Asdak, C. 2002. Hidrologi & Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Bagja, Bukti. 2000. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Status
Pemenuhan Kebutuhan Kayu Bakar di Daerah Penyangga Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango: kasus Desa Galudra dan Sukamulya,
Kecamatan Cugeneng, Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor: Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Beasley, D.B dan L.F. Huggins. 1991. ANSWERS (Areal Nonpoint Source
Watershed Environment Respon Simulation) Users Manual: 2 th
Edition.Chicago: US EPA Region V.
[BAPEDA Propinsi Jawa Barat] Badan Perencanaan Daerah Propinsi Jawa
Barat. 2004. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air di SWS CiliwungCisadane untuk Mengatasi Krisis Air Jakarta. Di dalam: Seminar Krisis Air
Jakarta: Tinjauan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Ciliwung
Cisadane; Jakarta, 29 Juni 2004. Jakarta: BAPEDA Propinsi Jawa Barat.
[BPDAS Citarum-Ciliwung] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai CitarumCiliwung. 2003. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah DAS Cisadane. Bogor: BPDAS Citarum-Ciliwung.
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2003. Caringin dalam Angka.Bogor.BPS Bogor.
[Dirjen BRLKT] Direktorat Jendral Reboisasi & Rehabilitasi Lahan. 1998.
Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan
dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan.
Jakarta.
[ERSDAC] Earth Remmote Sensing Data and Analysis Center. 2001. ASTER
Users Guide Part I General Ver.3.1. Japan: ERSDAC.
Harto Br, S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai TP, FP dan P untuk berbagai tekstur tanah (parameter tanah).
Tekstur tanah
Pasir
Lempung berpasir
Lempung
Lempung berliat
Liat berdebu
Liat
Nilai TP dan FP
Total Porosity
(TP)
38
(32 42)
43
(40 47)
47
(43 49)
49
(47 51)
51
(49 53)
53
(51 55)
Field Capacity
(FC)
39
(31 47)
49
(38 57)
66
(59 74)
74
(66 82)
79
(66 82)
83
(76 89)
Nilai P
Tekstur tanah
Pasir
Lempung berpasir
Lempung
Lempung berliat
Liat berdebu
Liat
Sumber: Beasly & Huggins (1981)
Nilai P
0.35 0.50
0.50 0.60
0.55 0.65
0.60 0.70
0.65 0.75
0.75 0.60
Karakteristik
Bersih, tebing lurus, penuh, tidak
ada lobang atau lubuk yang dalam
Seperti no.1 tetapi terdapat sejumlah
batu dan rumput (gulma)
Berkelok, ada lubuk dan rantau,
bersih
Seperti no.3, air lebih rendah, lebih
banyak lereng dan bagian-bagian
yang tidak efektif
Seperti no.3 ada gulma dan batu
Seperti no.4 bagian berbatu
Bagian sungai yang lamban, agar
banyak gulma atau berlubuk sangat
dalam
Bagian yang sangat banyak gulma
Minimal
Maksimal
0.025
0.033
0.030
0.040
0.035
0.050
0.040
0.055
0.033
0.045
0.045
0.060
0.050
0.080
0.075
0.150
Lampiran 3. Penetapan nilai PIT dan PER untuk parameter penggunaan lahan
Nilai PIT
Tanaman
Gandum
Jagung
Rumput
Padang rumput
Gandum
Kentang, kubis, buncis
Hutan
PIT (mm)
0.5 1.0
0.3 1.3
0.5 1.0
0.3 0.5
0.3 1.0
0.5 1.5
1.0 2.5
Nilai PER
Penggunaan Lahan
Hutan
- lebat
- jarang
Kebun campuran
Semak belukar
Sawah
- irigasi
- non irigasi
Padang rumput
Lahan terbuka
Pemukiman
Sumber: Beasly & Huggins (1981)
PER
0.80
0.65
0.60
0.50
0.82
0.40
0.30
0.00
0.87
RC
0.53
0.48
0.59
0.37
0.33
0.45
0.59
0.45
0.35
0.25
0.15
0.09
0.02
0.10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
705306
705313
705636
705339
705294
705624
705344
705625
705617
705600
705248
705252
705366
705583
705609
705222
705631
705213
705548
705229
705241
706144
705530
705521
705370
705550
705584
705914
706053
705488
706017
705965
705546
706150
706083
705988
706029
706089
706140
706287
705981
706101
706064
705658
706098
706298
9255402
9255404
9255276
9255390
9255380
9255242
9255408
9255304
9255198
9255152
9255496
9255344
9255430
9255128
9255326
9255312
9254960
9255270
9255360
9255268
9255264
9254994
9255374
9255390
9255502
9255436
9255478
9255354
9255070
9255080
9254824
9255230
9255006
9254936
9254850
9255142
9255262
9255108
9255112
9255042
9254854
9255150
9255230
9254886
9254890
9255024
Ketinggian
(mdpl)
611
611
616
624
624
632
634
635
637
642
643
644
646
649
650
651
652
657
658
658
659
660
662
664
665
668
675
675
679
688
690
691
694
699
700
700
705
707
707
709
710
710
710
711
711
711
Keterangan
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Semak/belukar
Semak/belukar
Semak/belukar
Semak/belukar
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Perkebunan pepaya
Perkebunan pepaya
Semak/belukar
Pertanian lahan kering
Semak/belukar
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Perkebunan lidah buaya
Pertanian lahan kering
Perkebunan
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Semak/belukar
Sawah
Sawah
Pemukiman
Sawah
Pemukiman
Pemukiman
Hutan Pinus
Perkebunan pepaya dan salak
Semak/belukar
Pemukiman
Pertanian lahan kering
Semak/belukar
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Semak/belukar
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering
Hutan Pinus
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
706188
706172
706391
705896
706344
705872
705859
705974
705957
706489
706821
706264
706730
706020
706539
706433
706778
706115
706864
706768
706853
706441
706907
706929
706911
706858
706568
706920
706929
706842
706794
707019
706984
707260
707002
707294
707334
707091
707153
707217
707241
707405
707497
9255068
9254886
9254992
9254802
9255142
9254702
9254742
9254542
9254538
9255058
9254740
9254646
9254944
9254304
9254520
9254534
9254890
9254260
9254824
9254620
9254464
9254122
9254448
9254380
9254326
9254528
9254054
9254278
9254508
9254250
9254274
9254400
9254444
9254526
9254460
9254496
9254400
9254418
9254396
9254328
9254314
9254288
9254268
713
720
722
731
742
743
745
749
756
761
766
769
774
776
780
780
781
782
788
791
792
800
801
801
807
808
812
818
820
820
822
827
830
832
833
836
840
842
844
851
855
877
887