Anda di halaman 1dari 16

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit
lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan
Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif
Mansjoer,dkk. 2001)
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin
dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red
cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997)
2. Klasifikasi Anemia
Secara patofisiologi anemia terdiri dari :
a. Penurunan produksi : anemia defisiensi, anemia aplastik.
b. Peningkatan penghancuran : anemia karena perdarahan, anemia hemolitik.
Secara umum anemia dikelompokan menjadi :
a. Anemia Mikrositik Hipokrom
Anemia Defisiensi Besi
Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe
sekitar 20 mg/hari, dan hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe
dalam tubuh berkisar 2-4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35
mg/kg BB pada wanita. Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan
kronik. Di Indonesia banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang
(ankilostomiasis), inipun tidak akan menyebabkan anemia bila tidak
disertai malnutrisi. Anemia jenis ini dapat pula disebabkan karena :
Diet yang tidak mencukupi
Absorpsi yang menurun
Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui
Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah
Hemoglobinuria
Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.

Anemia Penyakit Kronik


Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with
reticuloendothelial siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan

berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru (abses, empiema, dll).
b. Anemia Makrositik
Anemia Pernisiosa / Defisiensi Vitamin B12

Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with


reticuloendothelial siderosis. Penyakit ini banyak dihubungkan dengan
berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru (abses, empiema, dll).

Defisiansi Asam Folat


Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan
absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh
saluran cerna. Asam folat terdapat dalam daging, susu, dan daun daun
yang hijau.

c. Anemia Karena Perdarahan

Perdarahan akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan
penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.

Perdarahan kronik
Pengeluaran darah biasanya sedikit sedikit sehingga tidak diketahui
pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi,
perdarahan saluran cerna, dan epistaksis.

d. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120
hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena
kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun,
infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan
splenomegali.
e. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel
darah. Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksin,
dll.
3. Epidemiologi
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka
anemia ibu hamil tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan
kehamilan dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan
2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi
40,1% (Amiruddin, 2007).

Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan


penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan.
Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan
pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008),
namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03%
(tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008) (Depkes, 2008).
4. Etiologi
Penyebab umum dari anemia disebabkan oleh perdarahan hebat antara
lain sebagai berikut. Akut (mendadak), kecelakaan pembedahan, persalinan, pecah
pembuluh darah, kronik (menahun), perdarahan hidung, wasir (homoroid), ulkus
peptikum, kanker atau polip di saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung
kemih, dan perdarahan menstruasi yang sangat banyak. Berkurangnya
pembentukan sel darah merah bisa juga disebabkan karena kekurangan nutrisi
seperti zat besi, kekurangan vitamin B12, kekurangan asam folat, kekurangan
vitamin C (Barbara C. Long, 1996). Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses
paru, bronkiektasis, empiema, dll.
Selain itu, Meningkatnya penghancuran sel darah merah antara lain pembesaran
limpa, kerusakan mekanik pada sel darah merah, reaksi autoimun terhadap sel
darah merah, hemoglobinuria nokturnal paroksismal, sferositosis herediter,
elliptositosis herediter, kekurangan G6PD, penyakit sel sabit, penyakit
hemoglobin C, penyakit hemoglobin S-C, penyakit hemoglobin E dan Thalasemia.
5. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum
tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik
atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk
dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera

direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1


mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya
kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah
membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang,
maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organorgan penting (Sjaifoellah, 1998). Penurunan aktivitas organ dapat terjadi dan bisa
menimbulkan gangguan dalam pemenuhan nutrisi. Dapat juga menimbulkan
gangguan dalam eleminasi defekasi karena penurunan motilitas traktus
gastrointestinal. Dalam kondisi tersebut dapat menyebabkan kelemahan umum,
kelelahan dan intoleransi terhadap aktifitas. Hb yang berfungsi sebagai proteksi
sekunder tubuh jika menurun dapat meningkatkan risiko mudahnya terjangkit
infeksi. Jika saturasi O2 yang ada dalam tubuh < 40% tubuh akan mengkonpensasi
dengan

meningkatkan

pernapasan

sehingga

memungkinkan

timbulnya

Hiperventilasi.
6. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala umum yang sering dijumpai pada pasien anemia antara lain :
pucat, lemah, cepat lelah, keringat dingin, takikardi, hypotensi, palpitasi. (Barbara
C. Long, 1996). Takipnea (saat latihan fisik), perubahan kulit dan mukosa (pada
anemia defisiensi Fe).

Anorexia, diare, ikterik sering dijumpai pada pasien

anemia pernisiosa (Arif Mansjoer, 2001).


Adapun manifestasi khusus pada anemia :

a.

Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis,


ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.

b.

Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10


gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi,
murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan minat bermain atau
aktivitas bermain. Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah,
pucat, sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir,
farink,telapak tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar
bising sistolik yang fungsional. Perubahan kulit dan mukosa yang progresif
seperti lidah yang halus dan keilosis (pada defisiensi Fe). Terjadi kelainan
neurologis, biasanya dimulai dengan parestesia, lalu gangguan keseimbangan,
dan pada kasus yang berat terjadi perubahan fungsi cerebral, demensia, dan
perubahan neuropsikiatrik lainnya (pada defisiensi vitamin B12 dan asam
folat).

c.

Anemia pada penyakit kronik : berkurangnya


sideroblas dalam sumsum tulang, sedangkan deposit besi dalam system
retikuloendotelial (RES) normal atau bertambah.

7. Komplikasi
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu,
atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah,
karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia,
jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan
berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga
mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rektal - seorang dokter dapat melakukan pemeriksaan rektum
untuk menentukan apakah sesuatu di saluran pencernaan dapat menyebabkan
perdarahan. Ini digunakan untuk melakukan pemeriksaan semacam ini. Jika
kelainan yang terdeteksi Dokter maka akan dokter umum akan merujuk pasien

ke spesialis (pencernaan).
Pemeriksaan panggul - Jika menstruasi berat dapat menyebabkan anemia ia
dapat melaksanakan pemeriksaan panggul. Jika pasien tidak menanggapi

pengobatan suplemen zat besi dan memiliki periode berat Dokter Umum bisa
merujuk ke ginekolog.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :
c. Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 14 g/dl )
d. Kadar Ht menurun ( normal 37% - 41% )
e. Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
f. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
g. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak ( pada anemia
aplastik )
10. Penatalaksanaan Medis / Penunjang
a. Anemia pasca perdarahan: transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander
atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan infus IV apa saja.
b. Anemia defisiensi: makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari.
Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.
c. Anemia aplastik: prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan
infeksi sekunder, makanan dan istirahat.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan
untuk tidur dan istirahat lebih banyak.

Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot,
dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur
lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat
endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur
sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam,
pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik,
AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi
kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB).
Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya
penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak
pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah
liat, dan sebagainya (DB).

Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin
B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak
kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir :
selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik,
AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan pada
radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker.
Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan
penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum.
Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).
Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan prioritas :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
peningkatan frekuensi napas, penggunaan otot bantu pernapasan.

2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan


konsentrasi Hb darah ditandai dengan perubahan karaksteristik kulit (rambut,
kuku, kelembaban), akral dingin, sianosis perifer.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan
karena factor biologi ditandai dengan berat badan di bawah ideal lebih dari
20%, melaporkan intake makanan yang kurang dari kebutuhan tubuh, mudah
merasa kenyang sesaat setelah mengunyah makanan.
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal
ditandai dengan penurunan frekuensi defekasi, perubahan karakteristik dan
jumlah feses, distensi abdomen.
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (Hb
menurun).
6. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2 ditandai dengan laporan verbal lelelahan dan kelemahan,
responterhadap aktivitas menunjukkan nadi dan tekanan darah abnormal
C. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan peningkatan frekuensi napas, penggunaan otot bantu pernapasan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola
napas efektif dengan criteria hasil :
a. Menunjukkan status pernapasan : Ventilasi tidak terganggu, ditandai dengan
indicator gangguan sebagai berikut ( dengan ketentuan 1-5 : ekstrem, kuat,
sedang, ringan, tidak)
Kedalaman inspirasi
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu
Napas pendek tidak ada
b. Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
c. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
Intervensi
a. Pantau kecepatan, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
Rasional : evaluasi awal dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu
pernapasan
Rasional : evaluasi awal dalam menentukan intervensi selanjutna
c. Catat perubahan pada SaO2, dan nilai gas darah arteri dengan tepat.
Rasional : penurunan SaO2 yang berlanjut dapat meningkatkan hiperventilasi
d. Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distress pernapasan
Rasional : napas dalam membantu mengatur pola napas dan keefektifan
pernapasan klien

e. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan. Head up atau semifowler.


Rasional : Head up atau semifowler dapat membantu dalam pernapasan yang
lebih baik
2. Diagnosa :Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb darah ditandai dengan perubahan karaksteristik kulit (rambut,
kuku, kelembaban), akral dingin, sianosis perifer.
Tujuan : Stelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
perfusi jaringan perifer optimal dengan criteria hasil :
a. Nadi perifer teraba kuat
b. Warna kulit dalam batas normal
c. Capillary refill 2 detik
d. Tingkat sensasi kulit normal
e. Temperatur ekstremitas hangat
Intervensi
a. Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara komprehensif (cek nadi perifer,
edema, capillary refill, warna dan temperatur ekstremitas)
Rasional : Evaluasi awal, mengetahui fungsi perfusi perifer klien dan
menentukan intervensi selanjutnya
b. Evaluasi nadi perifer
Rasional : nadi perifer dapat melemah atau hilang sama sekali karena
penurunan jumlah sel darah untuk perfusi ke perifer.
c. Turunkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi arterial
Rasional : posisi tubuh yang sejajar memperlancar jalannya sirkulasi darah
karena kesejajaran dengan letak jantung.
d. Pertahankan hidrasi yg adekuat untuk menjaga kekentalan darah
Rasional : darah yang kental akibat hidrasi yang tidak adekuat memperlambat
laju sirkulasi dan perfusi jaringan
Manajemen Syok
e. Anjurkan klien bed rest dan batasi aktivitas
Rasional :aktivitas yang banyak memerlukan O2 yang banyak sehingga dapat
memperburuk kondisi klien karena ketidak mampuan tubuh dalam menyuplai
O2 yang dibutuhkan
f. Catat adanya takikardi, penurunan BP, penurunan capillary refill, dan
diaporesis
Rasional : merupakan gejala awal kemungkinan terjadinya syok yang dapat
memperburuk kondisi klien
g. Monitor status cairan meliputi intake dan output
Rasional : status cairan membantu dalam hidrasi tubuh yang adekuat
h. Pertahankan kepatenan akses IV
Rasional : membantu dalam meningkatkan status cairan dan hidrasi
i. Monitor hal-hal yang berhubungan dengan penghantaran oksigen ke jaringan
Rasional : Evaluasi awal dalam menentukan respon klien terhadap intervensi
yang telah diberikan dan menentukan dalam penetapan intervensi selanjutnya

3. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan
karena factor biologi ditandai dengan berat badan di bawah ideal lebih dari 20%,
melaporkan intake makanan yang kurang dari kebutuhan tubuh, mudah merasa
kenyang sesaat setelah mengunyah makanan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
status nutrisi membaik dengan criteria hasil :
a. Intake nutrisi adekuat
b. Indeks massa tubuh dalam batas normal
c. Makanan habis 1 porsi
d. Klien mengatakan memiliki cukup energi untuk beraktivitas
Intervensi
a. Tanyakan apakah klien memiliki alergi makanan
Rasional : menghindari factor penyebab alergi yang dapat memperburuk
kondisi klien
b. Anjurkan meningkatkan intake makanan yang mengandung zat besi
Rasional : zat besi berfungsi dalam pembentukan sel-sel darah
c. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake protein dan vitamin C
Rasional : membantu dalam meningkatkan energy dan sel darah tubuh
d. Tanyakan makanan kesukaan klien
Rasional : sebagai pemancing nafsu makan
e. Berikan snack di sela-sela waktu makan
Rasional : Membantu meningkatkan status nutrisi
f. Sediakan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara
memenuhinya
Rasional : meningkatkan pengetahuan klien dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi yang diperlukannya
g. Atur diet yang berhubungan dengan gaya hidup klien
Rasional : gaya hidup mempengaruhi makanan yang dapat dimakan klien,
penyesuaian terhadap gaya hidup dapat membantu merangsang keinginan
untuk makan
h. Timbang BB klien secara periodic
Rasional : evaluasi awal, respon klien terhadap intervensi yang telah
diberikan dan menentukan intervensi selanjutnya
i. Ajarkan klien tentang makanan yang aman untuk kesehatan dan cara menjaga
keamanan makanan
Rasioanal : makanan yang tepat dapat membantu pemenuhan nutrisi klien
j. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yg dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Rasional : ahli gizi bertugas dalam meningkatkan status gizi klien, dan
mengenal gizi yang diperlukan klien

4. Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus


gastrointestinal ditandai dengan penurunan frekuensi defekasi, perubahan
karakteristik dan jumlah feses, distensi abdomen.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kemampuan saluran gastrointestinal untuk membentuk dan mengeluarkan feses
efektif dengan criteria hasil :
a. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
b. Feses lembut dan berbentuk
c. Mengeluarkan feses tanpa bantuan
d. Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri dan mengejan
Intervensi
a. Identifikasi factor (misalnya pengobatan, tirah baring, dan diet) yang dapat
berkontribusi terhadap konstipasi
Rasional : agar dapat menghindari factor yang dapat memperparah konstipasi
dan mempercepat kesembuhan
b. Ajarkan kepada klien tentang efek diet (misalnya cairan dan serat) pada
eliminasi
Rasional : diet yang tepat dapat memudahkan tubuh dalam mencerna
makanan dan menurunkan timbulnya konstipasi
c. Tekankan penghindaran mengejan selama defekasi untuk mencegah
perubahan pada tanda vital, sakit kepala atau perdarahan.
Rasional : sakit kepala dapat menurunkan konsentrasi saat defekasi.
Perdarahan dapat memperberat anemia yang akan berdampak pada semakin
motilitasnya otot-otot pencernaan
d. Berikan privasi dan keamanan untuk klien selama eleminasi defekasi
Rasional : gangguan dari lingkungan dapat memecah konsentrasi saat
defekasi dan menimbulkan keengganan untuk defekasi
e. Kolaborasi dalam pemberian diet tinggi serat, pelembut feses, enema dan
laksatif
Rasional : membantu dalam memperlancar defekasi
5. Diagnosa : Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat (Hb menurun).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
infeksi tidak terjadi dengan criteria hasil :
a. Terbebas dari tanda atau gejala infeksi
b. Klien menunjukkan higien pribadi yang adekuat
c. Klien mampu menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
d. Klien mampu menggambarkan factor yang menunjang penularan infeksi
e. Klien mengetahui tanda dan gejala infeksi
Intervensi
a. Pantau tanda dan gejala infeksi
Rasional : evaluasi awal, menentukan intervensi selanjutnya

b. Kaji factor yang meningkatkan serangan infeksi (usia lanjut, tanggap imun
rendah, malnutrisi)
Rasional : menghindari pajanan terhadap factor factor yang dapat
meningkatkan serangan infeksi
c. Instruksikan untuk menjaga hygiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap
infeksi
Rasional : hygiene yang adekuat dapat meningkatkan proteksi primer tubuh
terhadap serangan infeksi
d. Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
Rasional : menurunkan resiko terkena infeksi
e. Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meningalkan ruangan pasien
Rasional : menurunkan terjadinya penyebaran infeksi nosokomial
f. Ajarkan kepada klien dan keluarga klien tanda dan gejala infeksi dan kapan
harus melaporkannya ke pusat kesehatan
Rasional : meningkatkan pengetahuan klien tentang infeksi sehingga dapat
menanggulanginya lebih dini
6. Diagnosa : Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2 ditandai dengan laporan verbal lelelahan dan kelemahan,
responterhadap aktivitas menunjukkan nadi dan tekanan darah abnormal
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
klien akan toleran terhadap aktivitas dengan criteria hasil :
a. Dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan
b. Saturasi oksigen dalam batas normal dalam berespon terhadap aktivitas
c. TTV dalam batas normal berespon terhadap aktivitas
Intervensi
a. Tentukan keterbatasan fisik klien
Rasioanal : evaluasi awal, menentukan intervensi selanjutnya
b. Anjurkan klien mengungkapkan perasaan tentang keterbatasan tersebut
Rasional : mengetahui kemampuan klien terhadap aktifitas dapat membantu
dalam menentukan intervensi yang diperlukan
c. Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat
Rasional : intake nutrisi yang adekuat dapat membantu memenuhi energy yang
diperlukan klien dalam melakukan aktivitas
d. Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktivitas
Rasional : perubahan respon kardiorespirasi dapat terjadi terhadap aktivitas
yang memberatkan tubuh. Aktivitas yang terlalu menim juga dapat
mempengaruhi respon kardiorespirasi
e. Monitor dan catat pola tidur dan jumlah jam tidur klien
Rasional : istirahat tidur yang cukup berfungsi dalam menyimpan energy dan
menyegarkan tubuh.

f. Batasi stimulus lingkungan misal: cahaya dan keributan untuk meningkatkan


relaksasi
Rasional :Relaksasi dapat membantu meningkatkan energy dibanding
pengeluaran energy yang terjadi akibat adanya stressor
g. Batasi jumlah pengunjung, jika memungkinkan
Rasional : mengoptimalkan waktu istirahat klien dalam menyegarkan tubuh
h. Tingkatkan bedrest atau pembatasan aktivitas
Rasional : membantu dalam penyimpanan energy untuk pemulihan klien
i. Atur jadwal beraktivitas dan istirahat
Rasional : keseimbangan antara aktivitas dan istirahat membantu dalam
mempercepat proses kesembuhan klien
j. Ajarkan klien untuk mengenali tanda dan gejala fatigue yang memerlukan
pengurangan aktivitas
Rasional : meningkatkan

pengetahuan

klien

dalam

mengenal

dan

menanggulangi kelelahan secara mandiri


D. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan dalam dua tahap. Yang pertama evaluasi dilakukan segera
setelah tindakan diberikan kepada klien, berupa respon klien terhadap intervensi yang
telah diberikan. Yang kedua evaluasi keseluruhan berdasarkan kriterian hasil yang
telah ditetapkan dan dilakukan pada waktu yang telah ditentukan pada tujuan.
Evaluasi dibuat dalam bentuk SOAP (Subjective, Objective, Assessment, dan
Planniang).
1. Evaluasi Pola napas tidak efektif
a. Status pernapasan klien: Ventilasi tidak terganggu,
Kedalaman inspirasi dalam batas normal
Ekspansi dada simetris
Tidak ada penggunaan otot bantu
Napas pendek tidak ada
b. Kecepatan dan irama respirasi klian dalam batas normal (RR 16-20x/mnt,
eupnea)
c. Fungsi paru klien dalam batas normal.
2. Evaluasi Perfusi jaringan perifer tidak efektif
a. Nadi perifer klien teraba kuat
b. Warna kulit klien dalam batas normal
c. Capillary refill 2 detik
d. Tingkat sensasi kulit normal
e. Temperatur ekstremitas hangat
3. Evaluasi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Intake nutrisi klien adekuat
b. Indeks massa tubuh klien dalam batas normal
c. Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan
d. Klien mengatakan memiliki cukup energi untuk beraktivitas
4. Evaluasi Konstipasi
a. Pola eliminasi klien dalam rentang yang diharapkan

b. Feses klien lembut dan berbentuk


c. Klien mampu mengeluarkan feses tanpa bantuan
d. Klien melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri dan mengejan
5. Evaluasi Risiko Infeksi
a. Klien terbebas dari tanda atau gejala infeksi
b. Klien menunjukkan higien pribadi yang adekuat
c. Klien mampu menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
d. Klien mampu menggambarkan factor yang menunjang penularan infeksi
e. Klien mengetahui tanda dan gejala infeksi
6. Evaluasi Intoleransi aktifitas
a. Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan
b. Saturasi oksigen klien dalam batas normal dalam berespon terhadap aktivitas
c. TTV dalam batas normal berespon terhadap aktivitas

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Harlatt, Petit. 1997. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Joanne McCloskey Dochterman; Gloria N. Bulecheck. 2002. Nursing Interventions
Classification (NIC), Fourth Edition. US : Mosby Elsevier
Long, Barbara C.1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI : Media Aesculapius
Moorhead,Sue ; Johnson,Marion ; Mass,Meridean L. ; Swanson,Elizabeth. 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition.US : Mosby Elsevier
NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima
Medika
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai