Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SIFAT-SIFAT UJI INDERAWI


Oleh :
Egi Febrian

123020203

Dwi Susanti

123020xxx

Sintia Nensih 123020xxx


Riyan Fahriza 123020xxx
???????

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga Tugas ini dapat diselesaikan. Dan atas kemurahan-Nya
hingga memberikan anugerah kepada penulis dalam menghadapi berbagai
hambatan.
Penulis menyadari banyak kesulitan yang dihadapi dalam penyusunan
tugas ini. Namun, hal ini tentunya dapat teratasi dengan bantuan dari berbagai
pihak, baik itu berupa moril ataupun bertukar pendapat.
Masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan Tugas ini. Penulis pun
menyadari bahwa tugas ini merupakan awal dari perjalanan penulis dalam
menghadapi tugas-tugas selanjutnya. Oleh karena itu dengan besar hati penulis
menerima masukan dan kritikan positif dari berbagai pihak demi kemajuan
penulis di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis hanya dapat berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin. Wassallamualaikum wr.wb.

Bandung,

2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1

Latar Belakang...........................................................................1

1.2

Rumusan Masalah......................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
2.1. Uji Inderawi.................................................................................3
2.2. Sifat-Sifat Uji Inderawi..................................................................4
2.2.1. Penglihatan..........................................................................4
2.2.2. Perabaan............................................................................... 6
2.2.3. Pembauan............................................................................6
2.2.4. Pengecap............................................................................... 7
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN............................................................9
3.1 Kesimpulan................................................................................... 9
3.2 Saran............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... v

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indera akan sifat-sifat benda karena adanya
rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut.
Penginderaan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat
rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya
rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau
tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap
terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran
terhadap nilai atau tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran
subyektif atau penilaian subyektif. Penilaian subyektif merupakan hasil penilaian
atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran.
Pengukuran atau penilaian dilakukan dengan memberikan rangsangan atau
benda rangsang pada alat atau organ tubuh (indera), maka pengukuran ini disebut
juga pengukuran atau penilaian subyektif atau penilaian organoleptik atau
penilaian inderawi. Objek yang diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi
psikologis (reaksi mental) berupa kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan,
maka disebut juga penilaian sensorik. Rangsangan yang dapat diindra dapat
bersifat mekanis (tekanan, tusukan), bersifat fisis (dingin, panas, sinar, warna),
sifat kimia (bau, aroma, rasa). Pada waktu alat indra menerima rangsangan,
sebelum terjadi kesadaran prosesnya adalah fisiologis, yaitu dimulai di reseptor
dan diteruskan pada susunan syaraf sensori atau syaraf penerimaan. Mekanisme
pengindraan secara seperti penerimaan rangsangan (stimulus) oleh sel-sel peka
khusus pada indera, terjadinya reaksi dalam sel-sel peka membentuk energi kimia,
perubahan energi kimia menjadi energi listrik (impulse) pada sel syaraf,

penghantaran energi listrik (impulse) melalui urat syaraf menuju ke syaraf pusat
otak atau sumsum belakang, terjadinya interpretasi psikologis dalam syaraf pusat
dan menghasilkan kesadaran atau kesan psikologis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud sifat-sifat uji inderawi/organoleptik?
2. Apa saja yang termasuk sifat-sifat uji inderawi/organoleptik dalam
pengujian terhadap bahan makanan?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Uji Inderawi
Dalam industri pangan penggunaan pengujian inderawi untuk berbagai
keperluan telah meluas meskipun peralatan telah berkembang dengan pesat. Akan
tetapi pengujian inderawi tetap merupakan bagian yang terpenting. Dalam
beberapa hal hasil penilaian dengan pengujian inderawi bahkan melebihi ketelitian
alat yang sangat sensitif dan beberapa perusahaan sampai sekarang masih
menggantungkan mutunya pada penelitian dengan indera manusia.
Uji inderawi dilakukan dengan menggunakan panelis (pencicip yang telah
terlatih) untuk menilai mutu makanan/minuman akibat pengaruh daya simpan. Uji
ini bisa dianggap paling praktis dan lebih murah tetapi juga ada kelemahannya,
yaitu salah satunya terdapat variasi produk dan variasi kelompok-kelompok
konsumen yang mungkin tidak bisa terwakili oleh panelis. Panelis yang berasal
dari laboratorium sering bersikap lebih kritis mempunyai kecenderungan menilai
lebih rendah terhadap suatu produk.
Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan
kesukaan dan kemauan untuk mempegunakan suatu produk. Dalam penilaian
bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat
indrawinya.
Manusia mempunyain 5 alat penginderaan, yang disebut panca indera.
Kelima alat penginderaan itu ialah alat penglihat, pembau, pencicip, peraba, dan
pendengar. Indera penglihatan digunakan untuk mengenali dan menilai bentuk,
ukuran, sifat transparansi, kekeruhan, serta warna. Indera pencicip berfungsi untuk
menilai cicip dari suatu makanan, dan terdapat pada rongga mulut terutama pada
bagian permukaan lidah dan bagian langit-langit lunak. Indera pembauan disebut
pencicipan jarak jauh dan terdapat dalam rongga hidung. Indera peraba atau

penginderaan sentuhan terjadi hampir diseluruh permukaan kulit, seperti ujung


jari, tangan, bibir dan rongga mulut. Penilaian dengan indera banyak digunakan
untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan.

2.2. Sifat-Sifat Uji Inderawi


Dalam penelitian terhadap bahan pangan, sifat pertama kali yang
menentukan diterima atau ditolaknya bahan tersebut oleh pemakai adalah sifatsifat inderawi yang dimilikinya.
Ada 6 tahap yang terjadi selama seseorang menilai suatu bahan:
1

Menerima bahan

Mulai mengenali bahan

Mengadakan klasifikasi sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan tersebut

Mengingat-ingat bahan yang telah diamati

Menguraikan sifat-sifat inderawi dari bahan tersebut

Mengadakan evaluasi terhadap bahan tersebut berdasarkan

sifat

inderawi yang dimilikinya.


Sebagai contoh bila seseorang dimintai menilai sesuatu jenis makanan
yang telah dihidangkan. Pertama-tama setelah makanan diterima, akan segera
dapat diamati bentuk dan warnanya baru kemudian aroma.
2.2.1. Penglihatan
Merupakan sifat pertama yang diamati oleh konsumen. Pada bahan
pangan yang ada dalam kemasan, maka kemasan dan label merupakan suatu
hal yang penting sebagai pendukung kenampakan produk. Termasuk dalam
sifat ini adalah:
1. Warna dan Kilap
Merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari
penyebaran spectrum sinar, begitu juga sifat kilap dari bahan
dipengaruhi oleh sinar terutama sinar pantul. Warna bukan merupakan
suatu zat melainkan suatu sensasi seseorang oleh karena adanya
rangsangan dari seberkas energy radiasi yang jatuh ke indera mata atau
retina mata.
4

2. Viskositas
Sifat ini penting pada produk berbentuk cairan. Penilaian viskositas
bertujuan untuk mengetahui pengaruh-pengaruh penggunaan bahan
dasar, pengaruh panas dan lain-lain.
3. Ukuran dan Bentuk
Merupakan faktor mutu yang terlihat nyata, dan biasanya dapat
diukur serta diawasi dengan mudah karena pada umumnya seluruh
permukaan bahan kelihatan dari luar.
Beberapa kriteria yang termasuk ukuran adalah: berat, volume,
kerapatan, berat jenis, panjang, lebar, dan diameter sedangkan bentuk
bahan dapat dilihat langsung dari bahannya apakah bahan tersebut bulat,
lonjong, simetris, melengkung dan sebagainya.
4. Sifat Kelainan Bahan
Kelainan

suatu

bahan

dapat

didefinisikan

sebagai

ketidaksempurnaan suatu bahan berhubung hilangnya sesuatu faktor


yang diperlukan untuk kesempurnaan tersebut atau berhubung karena
adanya

sesuatu

yang

dapat

menmgacaukan

atau

menurunkan

kesempurnaan.
Kelainan ini dapat digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu
a

kelainan genetis-fisiologis: disebabkan karena adanya sifat turun


temurun dari bahan mentah, atau adanya pengaruh lingkungan yang
tidak cocok selama masa pertumbuhan atau pematangan. Misalnya
kelainan struktur dan bentuk, kehilangan bau, dll.

kelainan etimologis: serangga merupakan penyebab luka-luka pada


bagian besar pertanian, misalnya buah, sayuran, biji-bijian.
Akibatnya adanya lubang, luka-luka atau terjadinya perubahan warna
pada bahan.

kelainan patologis: kegagalan atau kelainan yang diakibatkan


adanya aktivitas bakteri, kapang atau virus. Infeksi secara petalogis
akan mengakibatkan penuruna mutu dan daya simpan.

kelainan mekanis: misalnya memar, retak, pecah, atau terpotong.


Kerusakan ini mengakibatkan reaksi-reaksi biokimia dalam bahan
menjadi tidak normal sehingga timbul penyimpangan warna, bau,
citarasa, dll.

kelainan karena adanya benda-benda asing: dapat mengotori bahan


dan bisa membahayakan misalnya adanya batu kerikil, pecahan
gelas, bahan kimia. Terhadap kelainan yang membahayakan ini
seharusnya tidak diberikan toleransi sama sekali.

2.2.2. Perabaan
Perabaan terjadi hampir di seluruh permukaan kulit dengan kepekaan yang
berbeda-beda. Beberapa daerah seperti rongga mulut, bibir, tangan
mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap perabaan. Sifat perabaan umumnya
dikaitkan dengan 3 hal:
1

Struktur: sifat dari komponen penyusun bahan

Tekstur: sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada


waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari

Konsistensi: sebab yang berhubungan dengan sifat karakteristik bahan


seperti tebal, tipis, halus.
Dari ketiga hal di atas timbul berbagai macam istilah dalam sifat
perabaan ini. Pada saat dilakukan pengujian inderawi, sifat-sifat seperti
keras atau lemahnya bahan pangan saat digigit, pemecahan dalam
fragmen-fragmen, hubungan antara serat-serat yang ada dan sensasi
lain misalnya rasa berminyak, rasa berair, rasa mengandung cairan, dll
kemungkinan akan timbul. Dapat juga pengamatan dengan jari akan
menimbulkan kesan apakah sesuatu bahan mudah pecah ataupun
remuk.

2.2.3. Pembauan
Bau-bauan (aroma) dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati
dengan indera pembau untuk menghasilkan bau, zat-zat bau harus dapat

menguap sedikit larut dalam air dan sedikit dapat larut dalam lemak. Dalam
industry pangan pengujian terhadap bau dianggap penting karena dengan cepat
dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau
tidaknya suatu produk. Bau juga dapat dipakai sebagai suatu indicator
terjadinya kerusakan pada produk, misalnya: akibata cara pengemasan atau
cara penyimpanan yang kirang baik. Dalam pengujian inderawi lebih
kompleks dibandingkan rasa. Ada 2 cara dalam mengamati bau:
1

Lewat indera pembau, dimana rangsangan akan diterima oleh region


alfactoria (R) suatu bagian pada bagian atas rongga hidung

Lewat mulut terutama bagi mereka yang sukar mengamati lewat


hidung

Bau-bauan ini menjadi lebih kompleks dibandingkan rasa karena sampai


saat ini belum terdapat keseragaman pendapat dalam menetapkan macammacam bau. Dikenal beberapa macam klasifikasi bau ynag didasarkan
pendapat beberapa ahli:
Klasifikasi Linnaeus :
1

Bau aromatic

Bau harus (fragiant)

Bau ambrosiak

Bau bawang-bawangan (alltiaceus)

Bau kembing (hircine)

Bau busuk

Bau menjemukan (nauseous)

2.2.4. Pengecap
Telah diketahui ada 4 dasar rasa: manis, asin, asam, dan pahit. Sel
penerima rasa terletak pada papila fungiform (berbentuk seperti jarum) dan
berada di bagian ujung dan tengah lidah bagian atas dan papila sirkumvalat di
bagian belakang lidah. Dalam seluruh papila terdapat kuncup rasa dimana bila
terangsang akan meneruskan rangsangan tersebut ke otak.

Dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat mudah dirasakan pada
ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir
lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak
suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian sifat-sifat inderawi makanan
dilakukan dengan menggunakan alat indera manusia, yaitu indera penglihatan,
peraba, pencicip, dan pembau. Karakteristik makanan yang dinilai dengan indera
penglihatan adalah warna, ukuran, bentuk, keseragaman warna, kekentalan, dan
kekeruhan. Indera pencicip dapat digunakan untuk mendeteksi rasa dan tekstur
makanan. Indera pembau dapat digunakan untuk mendeteksi rasa dan aroma
makanan. Tekstur makanan dapat diketahui dengan menggunakan indera peraba
dan indera mulut. Karakteristik dari bahan makanan tersebut sangat penting untuk
kita ketahui karena karakteristik tersebut menunjukan mutu dari bahan makanan
tersebut.
3.2 Saran
???????????????????

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai