Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI1
Febris atau demam pada umumnya diartikan dengan suhu tubuh diatas 37,2 oC.
Hiperpireksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,2 oC atau
lebih.
2.2 ETIOLOGI2,3

Infeksi : bakterial, viral, jamur, parasit


Penyakit Autoimun : SLE, poliartritis nodosa, demam rematik, polimyalgia
rheumatika, giant cell arthritis, adult stills disease, wegeners granulamatosis,
vaskulitis, relapsing polychondritis, dermatomyositis, adult rheumatoid

arthritis.
Penyakit Sistem Saraf Pusat : perdarahan serebral, trauma kepala, tumor otak
dan spinal, penyakit degenerative sistem saraf pusat (misal: multiple

sklerosis), trauma medulla spinalis.


Penyakit Keganasan : Neoplasma primer (misal: kolon dan rectum, hepar,

ginjal, neuroblastoma)
Penyakit darah : Limfoma, leukemia, anemia hemolitik
Penyakit Kardiovaskuler : infark miokard, tromboflebitis, emboli paru
Penyakit Gastrointestinal : penyakit bowel, abses hepar, hepatitis alkoholik,

hepatitis granulomatosa.
Penyakit Endokrin : Hipertiroid atau feokromositoma
Penyakit karena Agen Kimia : reaksi obat (termasuk serum sickness),
sindroma neuroleptik maligna, hipertermi maligna pada anestesi, sindroma

serotonergik.
Penyakit Miscelaneous : sarkoidosis, demam mediterania, trauma jaringan
lunak dan hematoma.

2.3 TIPE DEMAM1


Beberapa tipe demam antara lain:

1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat
yang normal disebut demam hektik.
2. Demam Remiten
Suhu tubuh turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.
Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat.

Gambar 2. Demam remiten

3. Demam Intermiten
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu
hari, bila ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua
hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

Gambar 3. Demam intermiten

4. Demam Kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam Siklik
Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan dengan suatu penyakit
tertentu, seperti misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien

dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan dengan suatu sebab yang jelas,
seperti misalnya abses, pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria.
2.4 PATOFISIOLOGI DEMAM2,3,4
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua, yaitu
pirogen

eksogen

dan

pirogen

endogen.

Pirogen

eksogen

adalah

produk

mikroorganisme seperti toksin atau mikrorganisme seutuhnnya. Salah satu pirogen


eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri Gram
negative. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen
yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1,
IL-6, TNF-, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah
monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen
endogen jika terstimulasi.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi,
atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang
dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan
pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanismemekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan
mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan
produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut.
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu
tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas
otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan
dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat.
Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai

dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk


menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.

2.5 DIAGNOSIS DEMAM2,3


2.5.1 Anamnesis
Dari anamnesis ini dapat diketahui kapan mulai demam, tinggi suhu badan,
apakah demam hilang timbul, adanya menggigil, kelelahan atau sakit. Dari anamnesis
juga ditanyakan tentang riwayat pekerjaan, adanya kontak dengan heawn, asap
beracun, organisme yang potensial infeksius/zat yang dapat menjadi antigen, kontak
dengan penderita lain yang mengalami panas atau penyakit menular di rumah, tempat
5

kerja atau sekolah. Riwayat geografis tempat tinggal, riwayat perjalanan,


kecenderungan makan seperti daging mentah/yang tidak dimasak dengan baik.
Riwayat keluarga dengan penyakit tuberculosis, penyakit panas atau penyakit demam
lainnya.
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang teliti harus dilakukan secara regular. Semua tanda-tanda
vital merupakan petunjuk yang relevan. Suhu tubuh dapat diukur dengan
menempatkan thermometer ke dalam rektal, mulut, telinga dan ketiak. Penggunaan
thermometer kaca berisi merkuri tidak lagi dianjurkan karena dapat berbahaya dan
juga meracuni lingkungan.
Pemeriksaan fisik juga harus diperhatikan pada kulit, kelenjar limfe, mata,
dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem muskuloskletal dan sistem
saraf. Pemeriksaan rektal memberikan manfaat yang cukup mengesankan untuk
kasus-kasus tertentu. Penis, prostat, skrotum, dan testis harus diperiksa dengan
cermat, prepusium bila pasien tidak disirkumsisi harus diretraksi. Pemeriksaan pelvis
merupakan bagian dari setiap pemeriksaan jasmani yang lengkap pada seorang
perempuan.
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Salah satu pengukuran yang dapat dilakukan dalam tahap awal adalah
pemeriksaan hematologi, pada infeksi bakteri akut dapat menunjukkan pergeseran
hitung jenis ke kiri, dengan atau tanpa leukositosis. Pemeriksaan mencakup hitung
darah lengkap, hitung jenis yang dilakukan secara manual atau dengan menggunakan
alat yang sensitif untuk mengenali sel-sel eosinofil, bentuk sel darah yang muda, atau
bentuk batang, bentuk granulasi toksik dan badan dohle. Tiga bentuk sel darah yang
terakhir ini sugestif ke arah bakterial. Netropenia dapat terlihat pada sebagian infeksi
virus khususnya parvovirus B19, reaksi obat, SLE, penyakit tifoid, bruselosis, dan
penyakit infiltratif sumsum tulang, termasuk limfoma, leukimia, tuberkulosis serta
histoplasmosis. Limfositosis dapat terlihat pada penyakit infeksi virus, tifoid,
bruselosis, tuberkulosis. Limfosit atipikal terlihat banyak penyakit virus, termasuk
EBV (Epstein-Barr), Sitomegalovirus (CMV), HIV, dengue, rubella, morbilli,
varisella, hepatitis virus, serum sickness dan toksoplasmosis. Monositosis terdapat
pada tifoid, tuberkulosis, bruselosis dan limfoma. Eosinofilia dapat ditemukan pada

reaksi obat hipersensitivitas, penyakit Hodgkin, insufisiensi adrenal dan infeksi


metazoa tertentu. Jika keadaan demam tampak lama dan berat, sediaan apus harus
diperiksa dengan cermat dan pemeriksaan LED harus dilakukan.
Urinalisis dengan sedimen urine harus dilakukan. Cairan sendi harus diperiksa
untuk menemukan kristal. Biopsi sumsum tulang (bukan aspirasi biasa) untuk
pemeriksaan histopatologi (disamping pemeriksaan kultur) diperlukan kalau terdapat
kemungkinan infiltrasi sumsum tulang oleh kuman patogen atau sel tumor. Tinja
harus diperiksa untuk menemukan leukosit, telur cacing ataupun parasit. Pemeriksaan
elektrolit, gula darah, Blood Urea Nitrogen, dan kreatinin harus dilakukan. Tes faal
hepar, SGOT, SGPT, GGT dapat memberi petunjuk mengenai fungsi sel hati.
Pemeriksaan biokimia selanjutnya dapat membantu dengan mengukur kadar kalsium
yang dapat meningkat pada sarkoidosis dan karsinomatosis.
b. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks, dan vagina harus
dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum (pengecatan gram, BTA, kultur)
diperlukan untuk setiap pasien yang menderita demam dan batuk. Pemeriksaan kultur
darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan kalau keadaan demam tersebut
lebih dari penyakit virus yang terjadi tanpa komplikasi. Cairan serebrospinal harus
diperiksa dan dikultur bila terdapat meningismus, nyeri kepala berat, atau perubahan
status mental.
c. Radiologi
Pembuatan foto toraks merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap
penyakit demam yang signifikan, seperti adanya gangguan pada paru.
2.6 PENATALAKSANAAN DEMAM3,4
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap
perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk
merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.
Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu: non- farmakologi
dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan demam secara langsung oleh
dokter apabila penderita dengan umur <3 bulan dengan suhu rektal >38C, penderita
dengan umur 3-12 bulan dengan suhu >39C, penderita dengan suhu >40,5C, dan
demam dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam.
Terapi non-farmakologi

Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan demam:


1. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan
beristirahat yang cukup.
2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat
menggigil. Lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai
satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman
kepada penderita.
3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat
efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin
karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali
suhu inti.
Terapi farmakologi
Demam merupakan suatu keadaan yang sering menimbulkan kecemasan, stres, dan
fobia tersendiri bagi penderita. Oleh karena itu, ketika seseorang seringkali
melakukan upaya-upaya untuk menurunkan demam. Salah satunya adalah dengan
pemberian obat penurun panas/antipiretik seperti parasetamol, ibuprofen, dan aspirin.
Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol, ibuprofen,
dan aspirin (asetosal)

Parasetamol (Asetaminofen)
Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek

antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek anti inflamasi
parasetamol hampir tidak ada. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat
yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral. Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Efek iritasi,
erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan
pernafasan dan keseimbangan asam basa.

Ibuprofen
Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat. Obat ini bersifat

analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama
seperti aspirin. Efek anti inflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari.
Dosis sebagai analgesik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal
pada tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum
oleh wanita hamil dan menyusui.

Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat

yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri), antipiretik
(terhadap demam), dan antiinflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan
digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.

Anda mungkin juga menyukai