Anda di halaman 1dari 10

Tinjauan Pustaka

Kolelitiasis pada Anak

I W. Gustawan, K. Nomor Aryasa,


I P. G. Karyana, I G. N. Sanjaya Putra
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar

Abstrak: Kolelitiasis pada anak termasuk penyakit yang jarang. Beberapa kondisi yang
berhubungan dengan kolelitiasis yaitu penyakit hemolitik kronik (anemia sel sickle, sferositosis),
kegemukan, penyakit atau reseksi ileum, fibrosis kistik, penyakit hati kronis, penyakit Crohn,
nutrisi parenteral yang lama, prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah,
pengobatan kanker pada anak. Gejala klinik kolelitiasis bervariasi, bahkan lebih dari 80%
kasus bersifat asimptomatik. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah nyeri bilier dan jaundice obstructive. USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja dengan
keluhan nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. Alat ini aman dan sensitif untuk
mengidentifikasi batu di kandung empedu. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua
yaitu penatalaksanaan nonbedah dan bedah, namun sebagai baku emas penanganan kolelitiasis
dengan gejala adalah Cholecystectomy.
Kata kunci: kolelitiasis, Cholecystectomy

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

353

Kolelitiasis pada Anak

Choletithiasis in Children
I W Gustawan, K Nomor Aryasa, IPG Karyana, IGN Sanjaya Putra
Departemen of Child Health, Medical Faculty Udayana University/Sanglah Hospital, Denpasar

Abstract: Cholelithiasis in children is rare. There are several conditions associated with cholelithiasis, i.e. chronic hemolytic diseases (sickle cell anemia, spherocytosis), obesity, ileal disease or
resection, cystic fibrosis, chronic liver disease, crohnis disease, parenteral nutrition, prematurity
with surgical or nonsurgical complication, cancer therapy. The clinical course of cholelitiasis is
widely varied, but 80% of them are asymptomatic. The most frequent clinical courses are bilier
pain and obstructive jaundice. USG is the first choice in examining child and adolescent with right
upper abdominal pain or epigastric pain, since this examination is save and sensitive to identify
cholelithiasis. The treatment is including surgical and non surgical therapy, but for symptomatic
cholelithiasis, cholecystectomy is the first choice.
Keywords: cholelithiasis, cholecystectomy

Definisi
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk
yang terbentuk dalam kandung empedu.1 Komposisi dari
kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu,
kalsium dan matriks inorganik.2,3 Lebih dari 70% batu saluran
empedu pada anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20%
tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang
tidak diketahui.2 Di negara-negara Barat, komponen utama
dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu
empedu mengandung kolesterol lebih dari 80%.3
Epidemiologi
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak.1
Di Amerika Serikat, prevalensi kolelitiasis pada anak
dilaporkan hanya 0,15-0,22%, sedangkan pada orang dewasa
berkisar 4-11%.4 Ganesh et al4 dalam pengamatannya dari
Januari 1999 sampai Desember 2003 di Kanchi Kamakoti
Child Trust Hospital, mendapatkan dari 13 675 anak yang
mendapat pemeriksaan ultrasonografi (USG), 43 (0,31%)
terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Rasio laki-laki dan
perempuan adalah 2,3:1. Median umur untuk anak laki-laki
adalah 5 tahun (3 bulan-14 tahun) dan median umur untuk
anak perempuan adalah 9 tahun (7 bulan-15 tahun). Semua
ukuran batu kurang dari 5 mm dan 56% merupakan batu yang
soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala
asimtomatik dan hanya 2 anak dengan gejala.
Bakhotmah5 dalam pengamatannya di Rumah Sakit
Universitas Jeddah antara Januari 1986 sampai Juli 1996 hanya
mendapatkan 8 kasus dengan kolelitiasis. Kumar et al6 dalam
pengamatannya tentang kolelitiasis pada anak antara tahun
1979-1996 mendapatkan dari 2000 tindakan bedah di Rumah
354

Sakit Anak Royal Alexandra antara tahun 1979-1987 dan 2500


tindakan bedah antara tahun 1988-1996 didapatkan insiden
tindakan operasi karena kolelitiasis sebesar 0,2%.
Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab dan faktor risiko terbentuknya batu kandung
empedu tidak secara jelas dibedakan. Ada yang menyebutkan
faktor tertentu sebagai penyebab, namun sumber lain
menyebutnya sebagai faktor risiko. Kumar et al6 mendapatkan
penyebab batu kandung empedu adalah idiopatik, penyakit
hemolitik dan penyakit spesifik non hemolitik. Schweizer et
al7 anak yang mendapat nutrisi parenteral total yang lama,
setelah menjalani operasi by pass kardiopulmonal, reseksi
usus, kegemukan dan anak perempuan yang mengkonsumsi
kontrasepsi hormonal mempunyai risiko untuk menderita
kolelitiasis.
Suchy2 menyebutkan beberapa kondisi yang berhubungan dengan kolelitiasis adalah penyakit hemolitik kronik
(anemia sel sickle, sferositosis), kegemukan, penyakit atau
reseksi ileum, fibrosis kistik, penyakit hati kronis, penyakit
Crohn, nutrisi parenteral yang lama, prematuritas dengan
komplikasi bedah atau non bedah, pengobatan kanker pada
anak.2 Schirmer et al8 menyebutkan faktor-faktor risiko
terbentuknya batu kandung empedu adalah kegemukan, diabetes melitus, hormon estrogen dan kehamilan, penyakit
hemolitik dan sirosis.
Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor risiko yang
mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda sesuai jenis
batunya. Kondisi-kondisi yang merupakan faktor predisposisi
terbentuknya batu pigmen hitam adalah penyakit hemolitik
yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Kolelitiasis pada Anak


kronik dan sirosis, pemberian obat (ceftriaxone). Ceftriaxone
didapatkan dalam konsentrasi tinggi di kandung empedu
dalam keadaan yang utuh. Sedangkan faktor predisposisi
terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi
parasit seperti Ascharis lumbricoides. Batu pigmen coklat
ini sangat jarang dijumpai pada bayi dan anak. Untuk batu
kolesterol, faktor risikonya adalah kegemukan, reseksi ileum,
penyakit Crohns ileal dan fibrosis kistik.9
Kegemukan merupakan faktor yang signifikan untuk
terjadinya batu kandung empedu. Pada keadaan ini hepar
memproduksi kolesterol yang berlebih, kemudian dialirkan
ke kandung empedu sehingga konsentrasinya dalam kandung
empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan ini merupakan faktor
predisposisi terbentuknya batu. Kejadian batu kandung
empedu meningkat pada wanita gemuk dan pubertas.9,10
Hubungan antara pemberian nutrisi parenteral total
dengan batu kandung empedu, dibuktikan oleh Roslyn et
al 11 yang menyelidiki secara prospektif 21 anak yang
mendapat nutrisi parenteral total yang lama, ternyata insiden
terjadinya batu kandung empedu adalah 43%. Tipe batu yang
terbentuk adalah batu nonkolesterol.
Risiko terjadinya kolelitiasis juga dijumpai pada anak
dengan sindrom Down. Toscano et al12 melaporkan adanya
kolelitiasis pada anak dengan sindrom Down. Dari 126 anak
dengan sindrom Down yang menjalani pemeriksaan
Ultrasonografi (USG), 4,7% dijumpai adanya kolelitiasis.
Insidensi kolelitiasis meningkat pada anak yang
menderita penyakit anemia sel sickle. Umur dan adanya
hemolisis yang kronik diduga sebagai risiko terbentuknya
batu pigmen. Pembentukan batu pada pasien ini 15% terjadi
umur kurang dari 10 tahun dan meningkat 50% pada yang
sudah berumur 20 tahun.13

Tabel 1.

Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya batu


kandung empedu. Risiko menderita batu kandung empedu
meningkat apabila kita memiliki keluarga dengan batu
kandung empedu. Beberapa gen mungkin terlibat. Faktor etnis
mungkin berperan dalam terjadinya batu kandung empedu.
Sebagai contoh insiden kolelitiasis tinggi pada penduduk
Indian Pima di Amerika dan penduduk asli di Chili dan Peru.
Perempuan Indian Pima mempunyai risiko 80% untuk
menderita batu kandung empedu.10
Faktor lain yang diduga berhubungan dengan kejadian
kolelitiasis dan kolesistitis adalah adanya infeksi Helicobacter pylori dalam jaringan kandung empedu maupun cairan
empedu. Silva et al14 menemukan adanya Helicobacter DNA
pada jaringan kandung empedu maupun cairan empedu
penderita kolelitiasis. Namun hanya Helicobacter DNA pada
jaringan kandung empedu yang mempunyai hubungan yang
bermakna secara statistik dengan kejadian kolelitiasis. Tidak
ditemukan adanya organisme Helicobacter pylori dalam
kandung empedu maupun cairan empedu.
Bor et al15 meneliti hubungan antara pemberian terapi
ceftriaxone dengan terbentuknya batu kandung empedu,
mendapatkan dari 38 anak (umur 1 bulan-17 tahun) yang
mendapat terapi ceftriaxone selama 10 hari, 28,9% dideteksi
menderita kolelitiasis dan 7,9% didapatkan endapan empedu
pada kandung empedunya. Namun pada hari ke 90 setelah
selesai pengobatan, semuanya menunjukkan hasil USG yang
normal. Terjadi batu kandung empedu pada pemberian
ceftriaxone bersifat reversibel, tidak menunjukkan gejala dan
biasanya hilang spontan begitu pengobatan dihentikan.15
Sakopoulos et al17 melaporkan dalam penelitiannya dari
bulan Mei 1985 sampai Desember 1998, dari 311 anak-anak
yang mendapat transplantasi jantung, 3,2% diketahui

Perbedaan Batu Kolesterol, Batu Pigmen Hitam dan Batu Pigmen Coklat 17

Karakteristik

Batu Kolesterol

Batu Pigmen Hitam

Batu Pigmen Coklat

Warna
Konsistensi

Kuning pucat putih kecoklatan


Keras
Kristal berlapis
Inti warna gelap
Multipel: 2-25 mm, halus
Soliter: 2-4 cm, bulat, halus

Hitam
Keras, mengkilat Lembek
Kristal

Coklat -oranye

Multipel: <5 mm tidak teratur,


halus

Multipel: 10-30 mm
bulat, halus

Komposisi

Kolesterol monohidrat > 50%


Lainnya: glikoprotein, garam
kalsium

Radiodensitas
CT scan (Hounsfield unit)

Lusen
<20-60

Polimer pigmen (40%)


Garam Kalsium (Karbonat, fosfat)
-15%
Kolesterol (2%)
Lainnya (30%)
50% - opaque
>140

Kalsium bilirubinat (60%)


Calcium fatty acid soaps
palmitat, stearat)-15%
Kolesterol (15%)
Lainnya 10%
Lusen
60-140

Lokasi dalam sistem bilier

Kandung empedu
Duktus
Metabolik
Tidak ada infeksi
Tidak ada inflamasi

Kandung empedu
Duktus intrahepatik
Hemolisis
Sirosis
Nutrisi Parenteral

Duktus

Jumlah, ukuran, dan ketajaman

Asosiasi klinik

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Infeksi
Infestasi
Inflamasi

355

Kolelitiasis pada Anak


menderita kolelitiasis. Delapan puluh persen dari penderita
tersebut menerima transplantasi pada umur kurang dari 3
bulan. Walaupun angka insiden ini kecil, tetapi semua
kejadian tersebut signifikan berhubungan dengan
transplantasi jantung.16
Jenis Batu Kandung Empedu
Schirmer et al8 membagi batu kandung empedu menjadi
tiga jenis yaitu batu kolesterol, batu pigmen dan campuran
(tabel 1).1,8,17 Batu kolesterol mengandung lebih dari 50%
kolesterol dari seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein
dan garam kalsium.9 Batu kolesterol sering mengandung
kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol
yang murni biasanya agak lunak dan adanya protein
menyebabkan kosistensi batu empedu menjadi lebih keras.3
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium
yang tidak larut, terdiri dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat
dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam batu pigmen
dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan
10-30% dalam batu pigmen coklat.9 Batu pigmen dibedakan
menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat,
keduanya mengandung garam kalsium dari bilirubin. Batu
pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan
musin glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu
pigmen coklat mengandung garam kalsium dengan sejumlah
protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam
umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit
hemolitik kronik seperti talasemia dan anemia sel sickle. Batu
pigmen coklat sering dihubungkan dengan kejadian
infeksi.1,3,17
Patogenesis Kolelitiasis
Patogenesis terbentuknya batu telah diselidiki dalam
beberapa tahun terakhir. Walaupun beberapa aspek yang
berperan sebagai penyebab belum diketahui sepenuhnya,
namun komposisi kimia dan adanya lipid dalam cairan empedu
memegang peran penting dalam proses terbentuknya batu.
Kira-kira 8% dari lipid empedu dalam bentuk kolesterol dan
15-20% dalam bentuk fosfolipid. Keduanya tidak larut dalam
air, dalam cairan empedu terikat dengan garam empedu dengan
komposisi 70-80% dari lipid empedu.1
Empedu adalah suatu cairan aqueous yang terdiri dari
lemak hidropobik yang tidak larut (kolesterol dan fosfolipid),
yang selanjutnya bisa terlarut dengan bantuan suatu asam
empedu.9 Empedu terdiri dari air (97,5 g/dL) garam empedu
(1,1 g/dL) bilirubin (0,04 g/dL) kolesterol (0,1 g/dL) asam
lemak (0,12 g/dL) leshitin/fosfolipid (0,04 g/dL) Na+ (145 mEq/
L), K+ (5 mEq/L), Ca2+ (5 mEq/L), Cl- (100 mEq/L), HCO3- (28
mEq/L).18
Kolesterol dalam empedu bercampur dengan garam
empedu dan fosfolipid membentuk campuran micelles dan
vesikel.3 Micelles adalah kumpulan lemak yang mempunyai
dinding yang hidrofilik (larut dalam air) dan inti yang
hidrofobik (tidak larut dalam air).20 Vesikel adalah suatu
356

Gambar 1. Triangular Coordinats yang Menggambarkan Konsentrasi Kelarutan Kolesterol dalam Suatu Campuran dengan Fosfolipid dan Garam Empedu 3

bentukan sferik bilayers dari fosfolipid yang terdiri dari 2


rantai yaitu rantai nonpolar hidrokarbon menghadap dan
rantai polar mengarah ke larutan. Pada keadaan kosentrasi
kolesterol yang tinggi vesikel membawa kolesterol dalam
jumlah besar.3
Hubungan antara kolesterol, fosfolipid dan garam
empedu digambarkan dalam suatu segitiga yang sering
disebut Triangular Coordinats yang menggambarkan
konsentrasi kelarutan kolesterol dalam suatu campuran
dengan fosfolipid dan garam empedu (gambar 1). The maximum equilibrium solubility dari kolesterol ditentukan oleh
Tabel 2. Mekanisme Patologis sebagai Faktor Predisposisi
Terbentuknya Batu Kandung Empedu 1
Mekanisme Patologis
Terbentuknya empedu abnormal akibat penyakit hati primer
Penurunan konsentrasi garam empedu bilier
Peningkatan konsentrasi kolesterol bilier
Kelainan ileum yang menyebabkan peningkatan siklus enterohepatikGangguan fungsi kandung empedu:
Kegagalan dalam pengosongan kandung empedu
Peningkatan konsentrasi empedu sehingga menjadi sangat
jenuh
Hiperkonsentrasi empedu di level mukosa
Abnormalitas kandungan empedu:
Peningkatan produksi bilirubin pada penyakit hemolitik
Abnormalitas mukoprotein pada penyakit fibrosis kistik
Bakteri
Parasit : Ascharis, Clonorchis sinensis
Debris sel
Stasis obstruksi duktus empedu
Stasis abnormalitas duktus empedu
Obat atau toksin menyebabkan kolestasis, peningkatan kolesterol
bilier atau garam empedu

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Kolelitiasis pada Anak


rasio kolesterol, fosfolipid dan garam empedu, yang
dinyatakan dalam indeks saturasi kolesterol.1,3,9 Micelles
terbentuk jika titik potong konsentrasi relatif dari ketiga
komponen (kolesterol, lesitin dan garam empedu) terletak
pada area micellar. Keadaan ini berada dalam kondisi stabil
untuk mencegah terbentuknya batu. Jika titik potong
konsentrasi empedu terletak di luar area tersebut maka
empedu bersifat litogenik. Berbagai kondisi dapat
menyebabkan ketidakstabilan komposisi dari ketiga
komponen tersebut, seperti terlihat dalam tabel 2.1
Patogenesis Batu Empedu Kolesterol
Terbentuknya batu kolesterol diawali adanya presipitasi
kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Beberapa
kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi kolesterol
adalah:
1. absorpsi air,
2. absorpsi garam empedu dan fosfolipid18
3. sekresi kolesterol yang berlebihan pada empedu,9,20
4. adanya inflamasi pada epitel kandung empedu20 dan
5. kegagalan untuk mengosongkan isi kandung empedu,9
6. adanya ketidakseimbangan antara sekresi kolesterol,
7. fosfolipid dan asam empedu, peningkatan produksi
musin di kandung empedu dan penurunan kontraktilitas
dari kandung empedu.19 Batu kolesterol terbentuk ketika
konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi
kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu
pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya
membentuk batu.3,20
Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses
yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh
(supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi
serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi
akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan sekresi
garam empedu atau keduanya.17
Konsentrasi empedu yang melebihi indeks saturasi
kolesterol membuat empedu menjadi sangat jenuh. Akibatnya
terjadi peningkatan kolesterol dalam vesikel. Vesikel
unilamelar yang jenuh kolesterol ini bergabung membentuk
vesikel kolesterol multilamelar, kemudian terbentuk cluster
yang dapat bertindak sebagai inti pembentukan kristal
kolesterol. Pembentukan inti ini bisa bersifat homogen dan
heterogen. Inti homogen terjadi apabila pembentukan kristal
tanpa material asing, sedangkan heterogen apabila pembentukan kristal disertai material asing seperti sel epitel, protein, garam kalsium atau benda asing. Pembentukan inti yang
bersifat heterogen lebih sering terjadi dibandingkan dengan
homogen. Kristal kolesterol ini terus tumbuh dan menggumpal dengan musin membentuk suatu batu (Gambar 2).3,9,17
Pembentukan kristal kolesterol dapat dipacu (promoter)
dan dihambat (inhibitor) oleh suatu zat tertentu. Diperkirakan promoter dan inhibitor tersebut berperan saat
pembentukan inti kolesterol. Protein dapat bertindak sebagai
promoter dan inhibitor. Protein bilier dengan berat molekul
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Gambar 2. Proses Pembentukan Batu Kandung Empedu 3

lebih dari 130 kDa (Kilo Dalton) merupakan suatu promoter,


sedangkan protein dalam empedu normal merupakan suatu
inhibitor. Faktor antinukleasi dari protein tersebut menjaga
kestabilan vesikel kolesterol fosfolipid dalam empedu normal dan menghambat proses kristalisasi. Faktor antinukleasi
tersebut adalah Apolipoprotein A-I dan Apolipoprotein A-II.
Musin dari kandung empedu juga merupakan promoter.
Musin mempercepat pembentukan kristal kolesterol.
Pemberian obat aspirin yang menghambat pengeluaran musin
dikatakan mampu menghambat pembentukan kristal
kolesterol. Kecepatan pembentukan kristal ini dipengaruhi
oleh keseimbangan antara faktor pro dan antinukleasi.9
Stasis dari kandung empedu juga mempengaruhi
pembentukan kristal empedu dari bentuk mikroskopik menjadi
bentuk makroskopik. Pergerakan kandung empedu menghambat pembentukan batu.9
Patogenesis Batu Non Kolesterol (Batu Pigmen)
Batu pigmen sebagian besar terbentuk dari bilirubin
yang tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi terdapat
dalam pigmen empedu normal dalam jumlah yang sedikit,
namun sangat sensitif untuk mengalami presipitasi oleh ion
kalsium. Proses ini belum sepenuhnya diketahui, namun
diduga sebagai awal terbentuknya batu adalah terjadi proses
polimerisasi sehingga terbentuk polymers of cross-linked
bilirubin tetrapyrroles. Pencetus terjadinya proses polimerisasi juga belum diketahui, namun diduga disebabkan oleh
radikal bebas atau singlet oksigen yang diproduksi oleh hepar
atau oleh makrofag atau neutrofil dalam mukosa kandung
empedu.2 Pada manusia peningkatan kadar bilirubin tak
terkonjugasi merupakan akibat dari peningkatan kadar hemoglobin. Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat juga
timbul akibat peningkatan proses hidrolisis enzimatik (beta
glukoronidase) dari bilirubin terkonjugasi atau penurunan
357

Kolelitiasis pada Anak


jumlah inhibitor beta glukoronidase yaitu asam glutarat.9
Musin glikoprotein merupakan kerangka terbentuknya
batu pigmen. Musin diproduksi oleh kripta kandung empedu.
Hipersekresi musin juga memainkan peranan penting dalam
pembentukan batu pigmen.3,9
Patogenesis Batu Pigmen Hitam
Batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien
sirosis, penyakit hemolitik seperti talasemia dan anemia sel
sickle.2 Batu pigmen hitam dijumpai dalam empedu yang steril
dalam kandung empedu. Pada gambaran radiologis hampir
50% terlihat sebagai gambaran radioopak, akibat mengandung kalsium karbonat dan kalsium fosfat dalam
konsentrasi yang tinggi. Batu pigmen hitam biasanya
mengkilat atau tumpul seperti aspal, sedangkan batu pigmen
coklat lembek, dengan konsistensi seperti sabun.9,17
Batu pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin
tak terkonjugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini
disebabkan oleh karena peningkatan sekresi bilirubin akibat
hemolisis, proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna
(penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin tak
terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion
kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang
mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses asidifikasi yang
tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan
ini merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium
bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan di
kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya
batu (gambar 3).9,17

BILIRUBIN
DIGLUKURONIDE
Beta Glukoronidase

Pada penyakit batu pigmen hitam, empedu biasanya


jenuh oleh adanya kalsium bilirubinat, kalsium karbonat dan
kalsium fosfat. Garam kalsium ini merupakan akibat dari
peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi atau peningkatan kalsium yang terionisasi. Peningkatan kalsium yang
terionisasi biasanya akibat peningkatan jumlah kalsium
terionisasi dalam plasma atau penurunan jumlah zat pengikat
kalsium di dalam cairan empedu seperti garam empedu micellar dan vesikel lesitin kolesterol.9
Patogenesis Batu Pigmen Coklat
Batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus
biliaris yang terinfeksi. Gambaran radiologisnya biasanya
radiolusen karena mengandung kalsium karbonat dan fosfat
dalam konsentrasi yang kecil. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding batu pigmen
hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu
dengan kolesterol yang sangat jenuh.3,9
Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam
batu pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan
komponen utama garam tersebut tidak dijumpai bebas dalam
empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri.
Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu
pigmen coklat (gambar 4).9 Dalam keadaan infeksi kronis dan
stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri memproduksi
enzim b-glukoronidase yang kemudian memecah bilirubin
glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga
memproduksi phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam
empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam
lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah
garam empedu menjadi asam empedu bebas. Produk-produk
tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium
membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat,

BILIRUBIN

LECHITIN
Bakteri

BILIRUBIN TAK
TERKONJUGASI

Kalsium Bilirubinat,
Kalsium Karbonat dan
Kalsium Fosfat

Musin

Fosfolipase A1

Bilirubin tak
terkonjugasi

Asam
lemak

KOLESTEROL

Calcium Precipitates

MUSIN

BATU PIGMEN HITAM

Gambar 3. Patogenesis Terbentuknya Batu Pigmen Hitam 17

358

Beta-Glukoronidase

BATU PIGMEN
COKLAT

Gambar 4. Patogenesis Terbentuknya Batu Pigmen Coklat 17

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Kolelitiasis pada Anak


garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan
kolesterol membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan
dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin.17
Gejala Klinik Kolelitiasis
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala
hingga munculnya gejala. Lebih dari 80% batu kandung
empedu memperlihatkan gejala asimptomatik.19 Gejala klinik
yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala
dispepsia non spesifik, intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak
nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena
bisa terjadi pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.9
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah
adanya nyeri bilier dan obstructive jaundice.5 Nyeri bilier
yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang ditandai
oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit
sampai 5 jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas
menyebar sampai ke punggung. Nyeri sering terjadi pada
malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak
beraturan.19 Nyeri perut kanan atas yang berulang merupakan
gambaran penting adanya kolelitiasis.2,9 Umumnya nyeri
terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga
terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya
menyebar ke bahu atas. Mekanisme nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan
pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk
melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan
atas atau epigastrium biasanya dalam keadaan tegang.9
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al2 didapatkan gejala
nyeri perut kanan atas yang berulang dengan atau tanpa
mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang timbul,
sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice,
failure to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya
10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.6
Mual dan muntah juga umum terjadi.6,9,21 Demam umum
terjadi pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri
episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya serangan
sangat bervariasi.9
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan.
Pada sepertiga pasien terjadi inflamasi mendahului nekrosis,
kemudian diikuti perforasi atau empiema pada kandung
empedu. Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung empedu, kolangitis duktus dan
pankreatitis.9
Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa
kolesistitis akut dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas
yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering disertai
teraba masa pada lokasi nyeri tersebut.2 Pada pemeriksaan
fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan atas yang dapat
menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphys
sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri
yang timbul ketika dilakukan palpasi dalam di daerah subkosta
kanan.22
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah
lengkap, tes fungsi hepar, kadar lipase dan amilase serum.
Pada keadaan kolik bilier kronis maupun episodik beberapa
pasien memiliki kadar atau nilai laboratorium yang normal,
khususnya pada pasien yang tidak menunjukkan gejala pada
saat diperiksa.9,23 Sedangkan pada keadaan akut, khususnya
pada kasus dengan batu pada saluran empedu akan terjadi
peningkatan kadar aminotransferase, alkalin fosfatase dan
bilirubin.23
Pasien dengan komplikasi kolesistitis akut akan
memperlihatkan peningkatan lekosit, 15% dari pasien tersebut
terjadi peningkatan ringan dari aminotransferase, alkalin
fosfatase dan bilirubin. Pada pasien dengan komplikasi
pankreatitis akan terjadi peningkatan serum amilase dan lipase dan tes fungsi hepar yang abnormal. 23
Pemeriksaan radiologi untuk membantu menegakkan
diagnosis adanya batu kandung empedu bisa dengan
pemeriksaan ultrasonografi (USG), cholescintigraphy dan
foto polos abdomen.
Pada umumnya USG merupakan pemeriksaan pilihan
untuk memeriksa anak dan remaja dengan keluhan adanya
nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. USG merupakan
pemeriksaan yang aman dan sensitif untuk mengidentifikasi
adanya batu di kandung empedu. Apabila kandung empedu
teridentifikasi saat dilakukan USG, maka angka keberhasilan
menemukan batu dapat mencapai 98%.9,23,24
Pemeriksaan foto polos abdomen dapat mengidentifikasi
batu jika batu tersebut radioopak24 atau terbuat dari kalsium
dalam konsentrasi tinggi.9 Pemeriksaan cholecystography
dan cholangiography jarang dilakukan pada anak-anak.24
Pemeriksaan skintigrafi dengan menggunakan technetium-99m-labeled aminodiacetic acid, sangat akurat dalam
mengevaluasi pasien-pasien dengan kolesistitis.9 Dalam
mendeteksi batu, khususnya pada pasien yang mendapat
nutrisi parenteral yang lama, pemeriksaan USG lebih akurat
dibandingkan dengan skintigrafi.23
Diagnosis
Diagnosis adanya kolelitiasis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan USG sebagai pilihan utama
untuk menegakkan diagnosis (gambar 5). USG tidak bisa
membedakan jenis batu. Pemeriksaan terbaik untuk
mengetahui jenis batu adalah pemeriksaan kolesistografi
oral.19,22 USG merupakan pemeriksaan diagnostik utama pada
pasien yang dicurigai menderita kolelitiasis. Sensitivitas
pemeriksaan ini dalam mendeteksi batu ini adalah 96%.
Gambaran yang dijumpai adalah bayangan fokus eklogenik
yang khas. USG juga dapat membedakan adanya penebalan
dinding kandung empedu karena proses inflamasi. Adanya
batu di saluran kandung empedu juga dapat dideteksi pada
pemeriksaan USG.22

359

Kolelitiasis pada Anak

Nyeri kolik perut kanan atas dengan


kecurigaan suatu kolelitiasis
Anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan USG

Kelainan negatif di
kandung empedu

Kelainan positif
di kandung empedu
Pemeriksaan
radiologis

Batu
radioopaque

Pemeriksaan diagnostik
lanjutan di tempat lain
seperti di saluran biler,
duodenum, lambung,
dan usus halus

Batu radiolusen

Pemeriksaan Kolesistografi oral untuk


mengevaluasi jenis batu, fungsi kandung empedu
atau pemeriksaan skintigram

Pembedahan

Kandung empedu tidak


nampak, atau tampak batu
pigmen atau kandung
empedu penuh dengan batu

Pemberian obat
disolusi oral (Ursofalk)
bila diameter batu
? 10 mm

Ukuran batu
tidak berkurang
dalam 6 bulan

Batu kolesterol
radiolusen

ESWL jika batu


soliter dengan
diameter batu
5-20 mm

Gambar 5. Bagan Alur Diagnosis dan Penatalaksanaan Kolelitiasis 19

Diagnosis Banding
Diagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus
peptikum, refluks gastroesofagus, dispepsia non ulkus,
dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik
ginjal.22
Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hampir
setiap hari dan berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul
biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis
frekuensinya lebih jarang.22
Nyeri karena refluks dapat dibedakan dengan nyeri
kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar, lokasi nyeri di
substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada
posisi supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium
karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus sukar dibedakan.
Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat,
frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut
kanan atas dan skapula.22
Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah
apendisitis akut, pankreatitis akut, hepatitis akut, perforasi
ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut

360

lainnya. Untuk membedakan dengan pankreatitis akut,


biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir dan
jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke
punggung, menghilang saat posisi duduk adalah khas untuk
pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin
sama pada kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum
amilase jauh lebih tinggi pada keadaan pankreatitis akut. Pada
keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat
toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis akut
dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan untuk
segera membedakan keadaan tersebut.22
Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan
hepatitis biasanya pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih tinggi
dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis
akut, ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah, diawali
dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut
kanan bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan
radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto
polos abdomen.22

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Kolelitiasis pada Anak

Batu Kandung
Empedu

Leher Kandung
Empedu

Duktus atau saluran


empedu
Obstruksi

Obstruksi
Gejala
Asimptomatik
(80%)

Infeksi
Kolesistitis
Akut
(infeksi)

Kolesistitis
kronis

Karsinoma
kandung
empedu

Pankreatitis
Cholestatic
jaundice

Kolangitis
Septikemia
Striktura
bilier

Bilier
Sirosis

Gambar 6. Komplikasi Kolelitiasis 17

Komplikasi Kolelitiasis
Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran
empedu), kolesistitis akut, pakreatitis akut, emfiema dan
perforasi kandung empedu, seperti terlihat pada gambar 6.6,21
Penatalaksanaan Kolelitiasis
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang
membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
Penatalaksanaan Non Bedah
Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi
penghancuran batu dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid, extracorporeal
shock-wave lithotripsy dengan pemberian kontinyu obatobatan, penanaman obat secara langsung di kandung
empedu.9
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran
batu dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic
acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada
penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia
sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan
batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang
kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi
dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak terapi ini tidak
dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk
menjalani operasi.9,21
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu
cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter


nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter.
Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam
kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu
kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya
mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol
yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.3
Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL)
menggunakan gelombang suara dengan amplitudo tinggi
untuk menghancurkan batu pada kandung empedu.3,9 Pasien
dengan batu yang soliter merupakan indikasi terbaik untuk
dilaskukan metode ini. Namun pada anak-anak penggunaan
metode ini tidak direkomendasikan, mungkin karena angka
kekambuhan yang tinggi.9
Penatalaksanaan Bedah
Cholecystectomy sampai saat ini masih merupakan baku
emas dalam penanganan kolelitiasis dengan gejala.3,9,21 Yang
menjadi pertanyaan kapan sebaiknya operasi dilakukan.
Penelitian tentang ini didapatkan bahwa pasien dengan gejala
nyeri perut yang berulang merupakan indikasi segera
dilakukan operasi karena dapat menyebabkan komplikasi yang
serius.9
Prosedur Cholecystectomy terdiri dari beberapa jenis
tindakan yaitu Laparoscopic Cholecystectomy, open Cholecystectomy, open Cholecystectomy dengan eksplorasi
saluran empedu, open Cholecystectomy dengan eksplorasi
saluran empedu dan choledochoenterostomy dan choledochoenterostomy yang diikuti open Cholecystectomy.25
Laparoscopic Cholecystectomy mempunyai keuntungan lebih dibandingkan dengan Cholecystectomy
konvensional. Pada anak-anak, indikasi Laparoscopic Cholecystectomy sama dengan Cholecystectomy konvensional
361

Kolelitiasis pada Anak


terutama pada anak kolelitiasis dengan gejala atau pada anak
yang juga menderita hemoglobinopati 9 atau pada anak
dengan kolelitiasis tanpa gejala berumur kurang dari 3 tahun,
yang telah mendapatkan makanan oral minimal selama 12
bulan.21 Teknik ini bermanfaat pada pasien dengan familial
hyperlipidemia, hereditary spherocytosis, glucose-6-phosphatase deficiency, thalassemia, glicogen strage disease
dan sickle cell anemia.9 Prosedur ini tidak dianjurkan pada
anak dengan kolelitiasis yang disertai kolesistitis akut,
pankreatitis atau kemungkinan menderita perlengketan usus.9
Pada anak yang menderita anemia sel sickle dengan
kolelitiasis, laparoscopic cholecystectomy elektif merupakan
pilihan utama. Tindakan elektif lebih dipilih dibandingkan
dengan tindakan cholecystectomy emergensi karena untuk
menghindari risiko komplikasi seperti komplikasi intraoperatif
(vaso-oklusi), komplikasi sesudah operasi (pneumonia) dan
komplikasi lain seperti kolangitis, koledokulitiasis atau
kolesistitis akut.13
Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil,
pemeriksaan serial USG diperlukan untuk mengetahui
perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang
secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah,
karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung
empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut,
dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak yang
menderita penyakit hemolitik, pembentukan batu pigmen
akan semakin memburuk dengan bertambahnya umur
penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi.9
Kesimpulan
Prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah,
pengobatan kanker pada anak. Gejala klinik kolelitiasis
bervariasi dari tanpa gejala sampai dengan adanya gejala.
Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala
asimptomatik. Gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya
nyeri bilier dan obstruktif jaundice. USG merupakan
pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja dengan
keluhan adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. USG merupakan pemeriksaan yang aman dan sensitif
untuk mengidentifikasi batu di kandung empedu. Penanganan
kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Cholecystectomy merupakan baku emas
dalam penanganan kolelitiasis dengan gejala.

5.
6.
7.

8.

9.

10.

11.

12.
13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.
20.

21.
22.

23.

Daftar Pustaka
1.
2.

3.
4.

362

Mowat AP. Liver disorders in childhood. 2nd edition London:


Butterworths; 1987.p.337-55.
Suchy FJ. Diseases of the gallbladder. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
ke-17. Philadelphia: WB Saunders; 2004. p.1345-6.
Johnston DE, Kaplan MM. Pathogenesis and treatment of gallstones. The New Eng J Med 1993; 328:412-21.
Ganesh R, Muralinath S, Sankaranarayanan VS, Sathiyasekaran

24.

25.

M. Prevalence of cholelithiasis in childrena hospital-based observation. Indian J Gastroenterol 2005; 24:85-6.


Bakhotmah MA. Symptomatic cholelithiasis in children: A Hospital-Based Review. Ann Saudi Med 1999; 19(3):251-2.
Kumar R, Nguyen K, Shun A. Gallstones and common bile duct
calculi in infancy and childhood. Aust NZJ Surg 2000;70:88-91.
Schweizer P, Lenz MP, Kirschner HJ. Pathogenesis and symptomatology of cholelithiasis in childhood. Dig Surg 2000;17:45967.
Schirmer B, Winters KL, Edlich RF. Cholelithiasis and cholecystitis. Jurnal of Long-Term Effects of Medical Implants 2005;
15(3):329-38.
Heubi JE, Lewis LG, Pohl JF. Diseases of the gallbladder in infancy, childhood, and adolescence. In: Suchy FJ, Sokol RJ, Balistreri
WF editor. Liver desease in children. 2nd Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h.343-59.
Simon H. Gallstones and gallbladder disease. Gallstones and gallbladder disease. 2003 (diakses tanggal 7 Maret 2006) Diperoleh
dari: http://www.healthandage.com/html/well_connected/pdf/doc
10.pdf.
Roslyn JJ, Berquist WE, Pitt HA, Mann LL, Kangarloo H,
DenBesten L, et al. Increased risk of gallstones in children receiving total parenteral nutrition. Pediatrics 1983; 71(5):784-9.
Toscano E, Trivellini V, Andria G. Cholelithiasis in Downs syndrome. Arch Dis Child 2001; 85:242-3.
Hendricks-Ferguson, Nelson MA. Treatment of cholelithiasis in
children with sickle cell disease. AORN Journal 2003; 77(6):117082.
Silva CP, Pereira-Lima JC, Oliveira AG, Guerra JB, Marques DL,
Sarmanho L, et al. Association of the presence of helicobacter in
gallbladder tissue with cholelithiasis and cholecystitis. Journal of
Clinical Microbiology 2003;41(12):5615-8.
Bor O, Dinleyici EC, Kebapsi M, Aydogdu SD. Ceftriaxone-associated biliary sludge and pseudocholelithiasis during childhood: a
prospective study. Pediatrics International 2004;46:322-4.
Sakopoulos AG, Gundry S, Razzouk AJ, Andrews HG, Bailey LL.
Cholelithiasis in infant and pediatric heart transplant patients.
Pediatr Transplantation 2002:6:2314.
Shaffer EA, Gallbladder disease. In: Walker WA, Durie PR,
Hamilton JR, Walker-Smith JA, editors. Pediatrics gastrointestinal disorders. 3rd ed. Hamilton-Ontario: Bc Decker; 2000.p.1291309.
Guyton AC, Hall JE. Secretory functions of the alimentary tract.
In: Guyton AC, Hall JE, editors. Textbook of medical physiology. 10th Ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2000.p.74953.
Pharma F. Practice manual cholestatic liver diseases. Revised
Edition. Freiburg Germany; 2004.
Sherwood L. The Digestive System. In: Sherwood L, editor.
Human physiology from cells to systems. Edisi ke-5. Australia:
Thompson Brooks/cole; 2004.p.618-23.
Lugo-Vicente H. Infantile cholelithiasis. Pediatric Surgery Update 2004;23(5):1-3.
Jacobson IM. Gallstones. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell
JH, editor. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology.
2rd ed. Boston: Mc Graw Hill, 2003.p.772-83.
Vogt DP. Gallbladder Disease: An update on diagnosis and treatment. Cleveland Clinical Journal of Medicine 2002;69(12):97783.
El-Mouzan MI. Disorder of Biliary System. In: Elzouki AY, Harfi
HA, Nazer HM, editors. Textbook of clinical pediatrics. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. p.1180-1.
Miltenburg DM, Schaffer R, Breslin T, Brandt ML. Changing
indications for pediatrics cholecystectomy. Pediatrics
2000;105(6):1250-3.
MS

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9, September 2007

Anda mungkin juga menyukai