MASALAH SOSIAL
ANAK JALANAN DI KOTA BANJARMASIN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Sosiologi
Dosen : Prof. Dr. H. Wahyu, M.S. dan Mariatul Kiftiah, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh:
ARIANI
A1A213071
ABSTRAK
Ariani, 2013. Anak Jalanan Di Kota Banjarmasin. Tugas Mata Kuliah Pengantar
Sosiologi. Dosen mata kuliah Prof. Dr. H. Wahyu, M.S. dan Mariatul Kiftiah,
S.Pd., M.Pd.
Kata Kunci : anak jalanan, masalah sosial, perlindungan anak.
Masalah sosial mengenai anak jalanan di perkotaan tidak kunjung selesai.
Anak jalanan adalah contoh dari anak-anak yang terlantar, baik dari pengasuhan
maupun pendidikannya. Keberadaan dan berkembangnya anak jalanan merupakan
persoalan yang perlu mendapat perhatian dari semua lapisan masyarakat. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kehidupan anak jalanan di perkotaan, terutama di
Kota Banjarmasin.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi yaitu
pengambilan data-data dari pengamatan objek penelitian (anak jalanan), wawancara
langsung dengan beberapa anak jalanan di lokasi mereka beroperasi dan dokumentasi
yaitu mengambil gambar atau foto-foto tentang kegiatan anak jalanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak terdapat faktor-faktor yang
membuat anak-anak menjadi anak jalanan. Dalam hal ini terdapat faktor ekonomi
(kemiskinan), keluarga (perceraian, kurang perhatian orang tua, yatim piatu,), putus
sekolah, lingkungan (salah pergaulan) dan faktor lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, faktor utama munculnya anak jalanan adalah
karena kemiskinan. Oleh sebab itu, semua instansi yang terkait terutama pemerintah
melalui dinas sosial dapat membuat suatu program yang memberdayakan keluarga
dari anak jalanan tersebut sehingga dengan diangkatnya ekonomi keluarga maka
anak-anak tidak diperlukan lagi berada dijalanan untuk bekerja.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
Pengantar Sosiologi yang berjudul Anak Jalanan di Kota Banjarmasin.
Penyusunan makalah ini di buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas
dalam mempelajari mata kuliah Pengantar Sosiologi. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Wahyu, M.S. dan Ibu Mariatul Kiftiah, S.Pd., M.Pd.
yang telah membimbing penulis pada mata kuliah Pengantar Sosiologi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Mungkin
hal ini karena terbatasnya pengetahuan maupun pengalaman penulis. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan dengan terbuka menerima saran
dan kritik yang sifatnya membangun. Semoga hasil penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di masa mendatang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................
ii
iii
iv
10
10
10
12
12
13
14
16
18
A. Kesimpulan .........................................................................................
18
B. Saran ..................................................................................................
18
20
LAMPIRAN ..................................................................................................
21
iii
DAFTAR GAMBAR
Gmb 1. Anak jalanan (Hasan) di trotoar Jl. Pangeran Antasari, Banjarmasin ....
22
22
23
Gmb 4. Anak jalanan membawa kemoceng menuju mobil di jalan raya ..........
23
24
Gmb 6. Peneliti dan anak jalanan saat observasi di Jl. Pangeran Antasari .........
24
Gmb 7. Amat (depan) dan Madi (belakang) anak jalanan di UNLAM ..............
25
25
26
26
iv
DAFTAR LAMPIRAN
21
22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki beragam masalah yang terlihat dengan jelas dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat. Masalah tersebut di antaranya adalah masalah
sosial, budaya, politik, dan beragam masalah lainnya yang tak kunjung menemukan
penyelesaian.
Masalah yang cukup mencolok dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah
sosial terutama di daerah perkotaan yang kehidupannya dapat dikatakan keras. Salah
satu fenomena sosial di perkotaan yang belakangan ini semakin nyata adalah masalah
anak jalanan. Anak jalanan belakangan ini menjadi suatu masalah sosial yang sangat
penting dalam kehidupan perkotaan. Kehadiran mereka seringkali dianggap sebagai
cermin kemiskinan suatu kota atau kegagalan adaptasi kelompok orang tersebut
terhadap kehidupan dinamis perkotaan.
Anak-anak yang menjadi anak jalanan memiliki berbagai sebab. Bukan hanya
faktor kemiskinan sebagai penyebab utamanya, melainkan juga eksploitasi,
manipulasi, dan pengaruh lingkungan pergaulan anak tersebut. Anak jalanan tumbuh
dengan berbagai latar belakang sosial, seperti anak broken home, anak yatim yang
terbuang, anak-anak yang kelahirannya tidak dikehendaki, atau anak-anak yang harus
membantu ekonomi orang tuanya maupun anak-anak yang lari dari berbagai problem
keluarga maupun di lingkungan sekitarnya.
Anak jalanan atau biasa disingkat anjal adalah potret kehidupan anak-anak yang
kesehariannya berada di jalan dan dapat dengan mudah kita jumpai keberadaannya di
setiap penjuru kota, seperti di Kota Banjarmasin. Dampak dari kemiskinan yang
mereka alami salah satunya adalah kurangnya pendidikan. Usia mereka yang relatif
masih muda dan seharusnya masih dalam tahap belajar serta merasakan sebuah
pendidikan selayaknya tidak hidup sebagai anak jalanan.
Beberapa anak jalanan di sekitar Kota Banjarmasin menggantungkan
hidupnya dengan membersihkan kaca mobil menggunakan kemoceng saat lampu lalu
lintas berwarna merah. Ada juga yang berprofesi sebagai penjual kue keliling,
merapikan letak sepatu di mesjid, maupun pengemis yang selalu mengharapkan belas
kasihanan dari setiap orang yang ia temui baik di jalan raya, mesjid-mesjid, pasar,
tempat hiburan, restoran dan tempat-tempat keramaian lainnya.
Berdasarkan masalah tersebut, penulis akan mengemas makalah penelitian ini
dengan judul Anak Jalanan Di Kota Banjarmasin.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana kehidupan anak jalanan di Kota Banjarmasin ?
2. Apakah ada perlindungan terhadap anak jalanan ?
3. Apa faktor penyebab anak-anak menjadi anak jalanan ?
4. Dampak apa sajakah yang muncul akibat keberadaan anak jalanan ?
5. Bagaimana solusi untuk mengurangi anak jalanan ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Kehidupan anak jalanan di Kota Banjarmasin.
2. Perlindungan terhadap anak jalanan.
3. Faktor penyebab anak-anak menjadi anak jalanan.
4. Dampak keberadaan anak jalanan.
5. Solusi untuk mengurangi anak jalanan.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis, untuk membuka wawasan baru tentang kehidupan anak jalanan.
2. Bagi Pembaca, memberikan wawasan tentang keberadaan anak jalanan di
Kota Banjarmasin, sehingga dapat lebih memperhatikan anak jalanan
tersebut.
3. Bagi Khalayak Umum, memberikan wawasan dan pemahaman tentang anak
jalanan.
4. Bagi akademisi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
acuan serta menjadi rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga
remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat
latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan
perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Anak adalah individu yang rentan
karena perkembangan kompleks yang terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan
masa remaja. Lebih jauh, anak juga secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang
dewasa, dan memiliki pengalaman yang terbatas, yang memengaruhi pemahaman dan
persepsi mereka mengenai dunia.
Anak adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus cita-cita bagi
kemajuan suatu bangsa. Hak asasi anak dilindungi di dalam Pasal 28 (B) (2) UUD
1945 yang berbunyi setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi anak :
a. Menurut Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002, Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
b. UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1
butir 2, menerangkan bahwa anak adalah seorang yang belum mencapai umur
21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
c. UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 butir
2 merumuskan, bahwa anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan
belas) tahun dan belum pernah menikah. Jadi syarat anak dibatasi dengan umur
antara 8 (delapan) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dan syarat kedua, si
anak belum pernah menikah. Maksud dari syarat yang kedua ini adalah tidak
3
sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai.
Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus
karena perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa walapun umurnya
belum genap 18 (delapan belas) tahun.
d. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 mengatakan, orang belum
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu)
tahun dan tidak lebih dulu telah kawin.
e. UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Keternagakerjaan sebagaimana
diketahui bahwa Pasal 1 butir 26 menyebutkan anak adalah setiap orang yang
berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.
f. Konvensi Hak Anak (Convention on The Right of The child)
Dalam konvensi ini anak secara umum sebagai manusia yang umurnya belum
mencapai 18 (delapan belas) tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap
batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan
nasional.
g.
h.
i.
Menurut Surbakti dkk. (1997: 59), berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara
garis besar anak jalanan dibedakan dalam 3 kelompok yaitu:
1. Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi
sebagai pekerja anak- di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat
dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalankan pada
kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi
keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak
dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.
2. Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan,
baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih
mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka
tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu
sebab lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anakanak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial,
emosional, fisik maupun seksual.
3. Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga
yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan
kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu
tempat ke tempat lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari
kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi,
6
bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan
mudah dapat ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang
rel kereta api dan pinggiran sungai, walau secara kuantitatif jumlahnya belum
diketahui secara pasti.
Klasifikasi yang hampir sama dengan di atas juga diberikan oleh Odi
Solahuddin, salah seorang aktifis sosial anak dan penulis buku tentang kehidupan
anak jalanan, yang membedakan anak jalanan ke dalam tiga kelompok yakni :
a. Anak jalanan yang memiliki kegiatan ekonomi di jalanan dan masih memiliki
hubungan dengan keluarga yang juga disebut dengan istilah Children on The
Street.
b. Children of the Street yaitu anak jalanan yang memutuskan hubungan dengan
orang tua dan menghabiskan seluruh waktunya di jalanan.
c. Anak jalanan yang berasal dari keluarga jalanan asli (gelandangan) atau disebut
juga Children in The Street.
Sedangkan Departemen Sosial RI hanya menetapkan dua kelompok anak
jalanan yakni :
a. Anak jalanan yang hidup di jalanan yang menghabiskan seluruh waktunya di
jalanan dan menjadikan jalanan sebagai tempat tinggalnya. Kelompok ini identik
dengan hidup mandiri yang memutuskan dan atau lama tidak bertemu dengan
orang tua serta tidak mengenyam pendidikan formal (sekolah).
b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan. Anak jalanan tipe ini hanya menghabiskan
sebagian waktunya di jalanan untuk bekerja dan setelah selesai mereka akan
pulang kembali ke rumah masing-masing dan tidak memiliki hubungan yang
teratur dengan orang tuanya.
dan penghargaan terhadap pendapatan anak. Pemerintah Indonesia ikut serta dalam
mengesahkan Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan
konsekuensi harus melaksanakannya. Pada Konvensi Hak Anak PBB terdapat hak
anak untuk memperoleh perlindungan dan perawatan, seperti : kesejahteraan,
keselamatan dan kesehatan, memperoleh informasi, perlindungan akibat kekerasan
fisik, mental, penelantaran, kejahatan seksual (Rikawarastuti, 2003).
Kehidupan anak jalanan yang keras, tidak kondusif bagi perkembangan anak.
Kondisi anak jalanan berada diambang kerawanan sosial, kesehatan, dan tindakan
kriminal. Oleh karena itu untuk mengembalikan harga diri dan percaya diri anak
jalanan perlu perlindungan (Sakidjo, 2003). Perlindungan anak jalanan mengacu
pada UUD 1945 pasal 34 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh Negara. Landasan ini ditindaklanjuti dengan UU Nomor 4 tahun
1974 tentang kesejahteraan anak, disebutkan bahwa kesejahteraan anak yang dapat
menjamin kehidupan dan penghidupan, yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar, baik secara jasmani, rohani maupun sosial adalah
tanggung jawab orang tua.
Perlindungan terhadap anak dan kesejahteraan anak di Indonesia telah
tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan
Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Dalam
Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 pasal 4 menyebutkan bahwa setiap anak
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Pada pasal 11 dijelaskan pula bahwa setiap anak berhak
untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya,
bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya demi perkembangan diri (Redaksi Sinar Grafika, 2003: 6-7). Hal ini
pula yang seharusnya didapatkan juga oleh anak jalanan. Mereka memiliki hak yang
sama dalam hal perlindungan anak.
Perlindungan anak juga tercantum pada Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of
The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak), Keputusan Presiden Republik
8
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Lambung
Mangkurat
di
Jl.
Brigjen
Hasan
Basry,
B. Hasil Penelitian
Hasil wawancara penulis dengan anak jalanan pada hari Minggu 03 Nopember
2013 di lingkungan Pasar Hanyar depan Masjid Agung, Jl. Pangeran Antasari
Banjarmasin, sebagai berikut :
Responden : Tuti
Tuti mengatakan bahwa dia mengemis di jalanan karena disuruh oleh
ibunya. Dia adalah anak yatim, ayahnya sudah meninggal dunia. Umurnya 7
tahun dan belum bersekolah. Ia bekerja di jalanan dari pagi sampai sore
dengan membersihkan kaca mobil lalu meminta uang ke pengendara mobil
itu. Uang yang diberi biasanya berjumlah Rp. 1000,- dan ia sangat senang
menerimanya. Ia memiliki tas kecil tempat mengumpulkan uang dan jika
sudah banyak akan diserahkan kepada ibunya. Ia sudah biasa berada di jalan
10
raya, sehingga tidak ada rasa takut untuk mondar-mandir di pinggiran jalan,
sebelah mobil dan kendaraan bermotor. Cita-citanya ingin menjadi orang
kaya dan membantu orang tua.
Responden
: Hasan
Hasan setiap harinya berada di jalan. Ia juga bersama ibu dan adik-adiknya.
Ia bekerja sebagai pengemis. Mereka bukan asli orang Banjarmasin, asal
mereka dari daerah Jawa. Hasan berumur 8 tahun dan tidak sekolah tapi ia
bercita-cita ingin menjadi seorang pilot. Uang hasil mengemis ia berikan
kepada ibunya untuk membeli beras dan ikan. Ia juga tidak punya ayah
kandung, jadi jalanan adalah tempat mereka mencari nafkah. Pada hari
minggu dan hari libur, ia mendapatkan uang lebih dari hari-hari biasa,
kadang-kadang sampai Rp. 30.000,-/hari.
Hasil wawancara penulis dengan beberapa anak jalanan pada hari Rabu 06
Nopember 2013 di lingkungan Masjid Baitul Hikmah UNLAM , sebagai berikut:
Responden
: Madi
: Amat
Amat mengemis di sekitar Masjid Baitul Hikmah UNLAM dan juga kantin
SBC UNLAM. Ia mengemis untuk menambah uang jajan. Ibu dan ayahnya
tidak melarang ia mengemis. Amat berumur 7 tahun dan sudah kelas 1 SD.
Ia sudah sering mengemis di daerah UNLAM dan tidak pernah dimarahi oleh
petugas keamanan kampus. Ia mendapatkan uang hasil mengemis sekitar Rp.
10.000,-/hari. Teman-temannya juga banyak yang mengemis di lingkungan
kampus UNLAM, sehingga ia merasa mempunyai teman bermain sesama
11
anak jalanan. Amat mengemis dari siang menjelang sholat dzuhur sampai
sore hari.
berpengaruh
negatif
bagi
perkembangan
dan
pembentukan
tindakan kriminalitas. Selain itu juga sebagian besar dari mereka tidak bersekolah
atau sudah putus sekolah, contohnya anak jalanan bernama Tuti dan Hasan yang
penulis wawancarai. Walaupun, ada juga yang menjadi anak jalanan supaya
mendapatkan uang saku tambahan untuk jajan di sekolah sebagaimana Madi dan
Amat.
Pembangunan telah mengorbankan ruang bermain bagi anak (lapangan,
taman, dan lahan-lahan kosong). Dampaknya sangat terasa pada daerah-daerah
kumuh perkotaan, dimana anak-anak menjadikan jalanan sebagai ajang bermain dan
bekerja. Anak jalanan memiliki ciri-ciri khusus baik secara fisik dan psikis. Menurut
Departemen Sosial RI (2001: 2324), karakteristik anak jalanan pada ciri-ciri fisik
dan psikis, yakni 1) Ciri Fisik: warna kulit kusam, rambut kemerah-merahan,
kebanyakan berbadan kurus, pakaian tidak terururs, dan 2) Ciri Psikis meliputi
mobilitas tinggi, acuh tak acuh, penuh curiga, sangat sensitif, berwatak keras, serta
kreatif. Sedang menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), anak jalanan mempunyai
ciri-ciri, berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau
berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus.
Beberapa macam tempat tinggal anak jalanan adalah menggelandang atau
tidur di jalanan, mengontrak kamar sendiri atau bersama teman, maupun ikut
bersama orang tua atau keluarga yang biasanya tinggal di daerah kumuh.
14
Peran Masyarakat
Masyarakat sebagai salah satu aspek utama dalam kehidupan bermasyarakat,
seharusnya tidak menganggap remeh keberadaan anak jalananan yang berada di
sekitar mereka. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk
16
17
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan terhadap
anak jalanan di Kota Banjarmasin, khususnya di kawasan Pasar Hanyar dan
Universitas Lambung Mangkurat, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Penyebab meningkatnya jumlah anak jalanan di perkotaan, seperti Kota
Banjarmasin adalah kemiskinan, keluarga yang tidak harmonis, pengaruh teman,
keinginan untuk memiliki uang sendiri, modernisasi, migrasi, dan urbanisasi,
dan keinginan untuk hidup secara bebas.
2. Dampak meningkatnya jumlah anak jalanan di perkotaan adalah Menjamurnya
benih-benih premanisme, terganggunya kenyamanan pemakai jalan raya,
mengganggu keindahan dan ketertiban kota, terbengkalainya pendidikan anakanak tersebut, mengundang pola urbanisasi yang tinggi serta mendorong
tindakan-tindakan kriminal di jalan raya.
3. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi meningkatnya jumlah anak jalanan
adalah orang tua harus berupaya meningkatkan perhatian kepada anaknya
dengan memberi pelajaran moral, kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan hidup
yang selayaknya, masyarakat harus peduli akan keberadaan anak jalanan, dan
peran utama pemerintah sangat diperlukan supaya ada tindakan nyata dan
perbaikan taraf hidup, teutama perbaikkan dari segi ekonomi keluarga anak
jalanan.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas maka saran dari penulis diharapkan
dapat memberi manfaat adalah :
1) Masyarakat luas, khususnya para orang tua anak jalanan agar memberikan kasih
sayang, ketentraman, penerimaan diri bahwa anak jalanan tidak hanya sebagai
tulang punggung keluarga atau pencari nafkah utama sehingga orang tua dapat
memberikan hak yang sama seperti anak-anak lainnya.
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Suyanto, Bagong, dkk. 2002. Krisis dan Child. Surabaya: Airlangga University.
http://repository.stisitelkom.ac.id/62/2/PENGARUH_KEBERADAAN_ANAK_JAL
ANAN_DALAM_LINGKUNGAN_BERMASYARAKAT.pdf diakses pada
01 Nopember 2013 jam 13:38
Ertanto, 2009. Anak Jalanan dan Subkultur: Sebuah Pemikiran Awal. Diperoleh pada
04 Nopember 2013 jam 14:07 dari http://www.kunci.or.id
http://eprints.uny.ac.id/9865/1/BAB%201%20-%2008104241012.pdf diakses pada
06 Nopember 2013 jam 10:14
20
LAMPIRAN
21
22
23
Gmb 6. Peneliti dan anak jalanan saat observasi di Jl. Pangeran Antasari
24
25
26