Anda di halaman 1dari 18

Tujuan Percobaan

Praktikan mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh


mikroba
Praktikan mengetahui cara-cara pengukuran dalam penentuan potensi antibiotika
Praktikan mampu mengatur kadar konsentrasi yang dibutuhkan untuk membunuh
mikroba sehingga tidak berbahaya

Teori Dasar
Antibiotika adalah suatu substansi kimia yang dibentuk atau diperoleh dari berbagai spesies
mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lainnya. Antibiotika tersebar di dalam alam dan memegang peranan penting
dalam mengatur populasi mikroba dalam tanah, air, limbah, dan kompos. Antibiotika ini
memiliki susunan kimia dan cara kerja yang berbeda-beda sehingga masing-masing antibiotika
memiliki kuman standar tertentu. Dari sekian banyak antibiotika yang telah berhasil ditemukan,
hanya beberapa saja yang cukup tidak toksik untuk dapat dipakai dalam pengobatan. Antibiotika
yang kini banyak dipakai kebanyakan diperoleh dari genus Bacillus, Penicillum, dan
Streptomyces.
Sifat-sifat antibiotika sebaiknya:

Menghambat atau membunuh patogen tanpa merusak host


Bersifat bakterisid

Tidak menyebabkan resistensi terhadap kuman

Berspektrum luas

Tidak bersifat alenergik atau menimbulkan efek samping jika digunakan dalam waktu
lama

Aktif dalam plasma, cairan badan, atau eksudat

Larut dalam air serta stabil

Bakterial level di dalam tubuh cepat dicapai dan bertahan untuk waktu lama.

Antibiotika mengganggu bagian-bagian yang peka dalam sel, yaitu:

Sintesis dinding sel


Fungsi membran

Sintesis protein

Metabolism asam nukleat

Metabolism intermedier

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan
mikroba yang dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada juga yang bersifat membunuh
mikroba yang dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Dalam percobaan ini antibiotik berupa
amoxicilin diuji potensinya apakah memenuhi standar dalam kegunaannya untuk membunuh
mikroba. Bila perhitungan potensi antibiotik berada pada kisaran 95% -105% berarti antibiotik
amoxicillin yang diujikan dapat menghambat pertumbuhan kuman dengan baik.

Alat dan Bahan


Alat-alat:
1. Cawan petri
2. Ose
3. Penyaring bakteri
4. Cakram kertas
5. Pipet enpendrof
6. Jangka sorong
7. Incubator
8. Ttabung reaksi
9. Vortex
Bahan-bahan:

Antibiotika uji (kapsul amoksisilin trihidrat)


Antibiotika standar (Amoxycillin)

Kuman standar (Staphylococcus aureus ATCC 25953)

Medium cair :

Kaldu tioglikkolat

Kaldu BHI (Brain Heart Infusion Agar)

Meduim padat :
o

Base layer (lapisan dasar) = medium 2

Penssay seed agar (lapisan perbenihan) = medium 11

Agar miring

Bahan Pembantu :

Buffer fosfat pH 8,00,1

NaCl fisiologis

Cara kerja

Pembuatan Inokulum
1. Menyediakan biakan kuman standar dalam agar miring pada 370C selama 10-24 jam.
2. Menyiapkan 4 buah tabung reaksi secara berderet dan diberi label 109, 108, 107, dan 106.
3. Mengisi tabung dengan NaCl fisiologis, tabung 109 2 ml, tabung 108, 107, 106 masingmasing 9 ml.
4. Mengisi tabung 109 dengan suspense kuman menggunakan ose sesuai dengan Mc
Farland III, mengocoknya sampai homogeny.
5. Mengambil 1 ml dari tabung 109 dan emmasukkannya pada tabung 108, mengocoknya
sampai homogen.
6. Mengambil 1 mL dari tabung 108 dan memasukkannya pada tabung 107, mengocoknya
sampai homogen.
7. Mengambil 1 mL dari tabung 107 dan memasukkannya pada tabung 106, mengocoknya
sampai homogen. Memperoleh pengenceran 10x, 100x, 1000x (setara dengan 106 kuman
per mililiter).
Pembuatan larutan stokamoksilin standar
1. Menimbang 5,74 mg amoksisilin standar.
2. Melarutkan dengan larutan buffer fosfat pH 8,0 hingga columnya 50 ml.
3. Menyediakan 1 labu ukur 50 ml dan 2 labu ukur 25 ml.
4. Mengambil 4,5 ml larutan kemudian kemudian mengencerkannya dengan larutan buffer
pH 8,0 sampai volumnya 50 ml, sehingga didapat konsentrasi 9 g/ml (larutan S1)
5. Menyaring larutan dengan filter bakteri.
6. Mengambil 3 mL larutan kemudian mengencerkannya dengan larutan dapar fosfat pH 8,0
sampai volumnya 25 mL, sehingga didapat konsentrasi 12g/mL (larutan S2).
7. Menyaring larutan dengan filter bakteri.

8. Mengambil 4 mL larutan kemudian mengencerkannya dengan larutan dapar fosfat pH 8,0


sampai volumnya 25 mL, sehingga didapat konsentrasi 16 g/mL (larutan S3).
9. Menyaring larutan dengan filter bakteri.
Pembuatan stok amoksilin uji
1. Menimbang sampel (antibiotik dalam kapsul) 5,0 mg amoksisilin yang akan diuji.
2. Melarutkan dengan larutan dapar fosfat pH 8,0 hingga volumnya 50 mL
3. Mengambil 4,5 mL larutan kemudian mengencerkannya dengan larutan dapar fosfat pH
8,0 sampai volumnya 50 mL, sehingga didapat konsentrasi 9 g/mL (larutan U1).
4. Menyaring larutan dengan filter bakteri.
5. Mengambil 3 mL larutan kemudian mengencerkannya dengan larutan dapar fosfat pH 8,0
sampai volumnya 25 mL, sehingga didapat konsentrasi 12g/mL (larutan U2).
6. Menyaring larutan dengan filter bakteri.
7. Mengambil 4 mL larutan kemudian mengencerkannya dengan larutan dapar fosfat pH 8,0
sampai volumnya 25 mL, sehingga didapat konsentrasi 16 g/mL (larutan U3).
8. Menyaring larutan dengan filter bakteri
Pembuatan lapisan dasar (base layer)
1. Menyiapkan 6 cawan petri steril.
2. Mengisi setiap cawan dengan 10ml lapisan dasar.
3. Meratakan lapisan agar menutupi seluruh permukaan atas cawan petri dengan cara
memutar-mutar cawan petri ke kanan dan ke kiri dengan hati-hati di atas bidang rata.
4. Biarkan beberapa saat hingga membeku.
Pembuatan lapisan pembenihan (seed layer)
1. Menyediakan 6 tabung reaksi steril.
2. Mengisi masing-masing tabung dengan 4 ml lapisan pembenihan (medium antibiotik)
yang telah dicairkan.
3. Setelah suhu mencapai 45-600C masukkan 1ml suspensi kuman yang setara dengan 106
kuman/ml.
4. Memfortex larutan hingga homogen, setelah itu tuangkan pada setiap cawan petri yang
sudah berisi lapisan dasar.
5. Meratakan pada seluruh permukaan lapisan dasar, dengan menggoyangkan cawan petri
ke kanan dan ke kiri beberapa kali dengan hati-hati.

6. Biarkan beberapa saat hingga membeku.


Meneteskan antibiotik standar (s) dan antibiotik uji (u) pada cakram kertas
1. Mengambil 6 buah cakram kertas secara aseptis.
2. Menyusunnya kedalam cawan petri.
3. Meneteskan larutan U1 pada keenam cakram kertas, masing-masing sebanyak 20 l
menggunakan pipet mikro (ependor).
4. Memindahkan cakram kertas ke dalam seed layer sesuai dengan pola yang telah dibuat.
5. Mengulangi langkah 1-3 untuk larutan U2, U3, S1, S2, dan S3.
6. Biarkan beberapa saat sampai cawan kertas melekat sempurna pada seed layer.
Memasukkan keenam cawan petri tersebut dalam incubator untuk diinkubasi selama 18-24 jam
pada suhu 37C.

Skema
Gambar 1 : pembuatan inokulum

Gambar 2 : amoksilin standar

Gambar 3 : amoksilin uji

Gambar 4 : peletakan seed pada base layer

Gambar 5 : peletakan cakram kertas

Hasil Percobaan

Cawan
U1
U2
U3
S1
S2
S3

I
0,72
0,73
0,85
0,85
1,30
1,17

II
0,66
0,77
0,90
0,91
0,92
1,00

III
0,65
0,69
0,67
0,65
0,84
1,16

IV
0,80
0,85
0,93
0,88
1,03
1,19

V
0,65
0,80
1,00
1,03
1,13
1,15

VI
0,65
0,70
0,93
0,90
1,08
1,10

Pembahasan
Cakram kertas S1 berisi antibiotika standar yang memiliki konsentrasi paling kecil diantara S2
dan S3, yaitu : 9g/ml. Dari data tampak bahwa zona yang terbentuk oleh S1 rata-rata lebih kecil
dari S2 dan S3. Begitu pula yang terjadi pada antibiotik uji U1 yang memiliki konsentrasi paling
kecil diantara U2 dan U3 menghasilkan zona yang lebih kecil.
Setelah zona yang dihasilkan diukur diameternya, maka dapat dicari persentase potensi antibiotik
uji.
Perhitungan :

Jumlah zona kadar rendah


Jumlah zona kadar tengah
Jumlah zona kadar tinggi
Jumlah sediaan
Kontras linier

Standar (S)
S1 = 5,22
S2 = 6,3
S3 = 6,77
S = (S1+S2+S3)
= 18,25
Ls = S3 - S1
= 1,55

Uji (U)
U1 = 4,13
U2 = 4,54
U3 = 5,28
U = (U1+U2+U3)
= 13,95
Lu = U3 - U1
= 1,15

Rasio Potensi Ru = antilog Mu


= 1,16466
Potensi Ru x 100 % = 1,16466 x 100% = 116 %
Keterangan :
B = slope regresi zona log kons. Semua sediaan
D = banyaknya ragam konsentrasi setiap sediaan = 3
H = banyaknya sediaan termasuk standar = 2
N = banyaknya penggandaan tiap perlakuan = 6
I = interval log konsentrasi berdampingan
Antibiotik amoksisilin yang dipakai merupakan antibiotik dengan beragam konsentrasi. Seperti
yang telah diketahui di atas, rasio perhitungan yang kami dapat adalah 116%. Sementara batas
batas keyakinan rasio yaitu antara 99% sampai 110%.

Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa antibiotik yang diuji memiliki potensi yang baik
dalam menghambat pertumbuhan kuman Staphylococcus aureus karena memiliki potensi 116,6%
Comments

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI


ASSEI MIKROBIOLOGI
Oleh:
Nama

: I Gede Dwija Bawa Temaja

Nim

: 0808505031

Kelompok

: II

Tanggal Praktikum : 19 April 2010


Asisten

: I Putu Oka Permana

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2010
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses
infeksi oleh bakteri (Craig., 1998). Berdasarkan sifatnya antibiotik dibagi menjadi dua; antibiotik
yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri dan antibiotik
yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan atau
multiplikasi bakteri (Van Saene., 2005).
Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: pengganggu
metabolisme sel mikroba (sulfonamid, trimetoprin, asam p-aminosalisilat (PAS), dan Sulfon.),
penghambat sintesis dinding mikroba (penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan
sikloserin), pengganggu permeabilitas membran sel mikroba (polimiksin, golongan polien serta
berbagai antimikroba kemoterapeutik) penghambat sintesis protein sel mikroba (golongan
aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol), penghambat sintesis atau
merusak asam nukleat sel mikroba (rifampisin, dan golongan kuinolon) (Jawetz et.al. 2005).
Uji potensi antibiotika dilakukan dalam dua metode yaitu metode kertas saring (Kirby and
Bauer) dan metode dAubert. Metode kertas saring menghambat pertumbuhan mikroorganisme

dengan menggunakan zat-zat kimia seperti fungisida, bakterisida, dan insektisida. Dengan
perlakuan fisik seperti dengan sinar UV, pemanasan yang tinggi, serta dengan perlakuan biologi
seperti menggunakan mikroorganisme lain sebagai antagonis. Metode dAubert yaitu metode
yang digunakan untuk memeriksa kadar anibiotika dalam bahan makanan sebagai bahan
pengawet (Ramona dkk., 2007)
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam assei mikrobiologi.
2. Untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi pada antibiotika terhadap efektifitas kerja
antibiotika.
3. Untuk mengetahui antibiotika yang tepat dalam membunuh bakteri.
II. MATERI DAN METODE
Praktikum kali ini dilakukan dengan menggunakan enam jenis antibiotik yaitu Eritromycin,
Amoxicilin, Bactoprim, Tetracyclin, Chloramphenicol, dan Ampicilin. Dalam metode kertas
saring, medium NA tegak dicairkan dalam penangas air dan didinginkan sampai suhu 400 C. dua
buah cawan petri disiapkan dengan bagian bawahnya dibagi menjadi empat bagian dan diberi
label kontrol, 100 ppm, 1.000 ppm, dan 10.000 ppm. Sebanyak 1 ml suspensi bakteri E. coli
dimasukkan ke dalam cawan petri dan 1ml suspensi bakteri Staphylococcus aureus pada cawan
petri yang lainnya. Medium NA dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri yang telah
berisi suspensi bakteri, digoyangkan agar merata dan dibiarkan membeku. Cakram kertas saring
yang telah direndam dalam larutan antibiotika diletakkan masing-masing pada permukaan
medium yang telah membeku sesuai dengan konsentrasinya. Diinkubasi pada suhu 30-320C
selama 24 jam. Diamati dan diukur daerah (zona bening) di sekitar kertas cakram. Pengukuran
dilakukan sebanyak tiga kali pengukuran.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel Pengamatan Bio Assei
No

1
2
3
4
5
6

Jenis Antibiotik

Eritromycin
Amoxicilin
Bactoprim
Tetracyclin
Chloramphenicol
Ampicilin

Konsentrasi
100 ppm
S
E
0
1,67
0
0
0
0
2,1
0
1,23 0
0
0

1.000 ppm
S
E
0,83 1,78
1,37 0
1,73 0
2,87 0
1,3
1,56
2,33 0

10.000 ppm
S
E
0,93 1,82
5,07 1,57
2,03 1,33
4,27 1,35
2,8
2,4
4,00 0

Kontrol
S
E
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Ket: S = Staphylococcus aureus, E= E. coli


3.2 Pembahasan
Praktikum assei mikrobiologi untuk menentukan keefektifan suatu antibiotik terhadap
mikroorganisme dilakukan dengan menggunakan enam jenis antibiotika yaitu Eritromycin,
Amoxicilin, Bactoprim, Tetracyclin, Chloramphenicol, dan Ampicilin. Konsentrasi keenam
antibiotik ini dibuat berbeda-beda yaitu mulai dari kontrol, 100 ppm,
1.000 ppm, dan
10.000 ppm untuk mengetahui pengaruh kadar antibiotik terhadap daya kerjanya. Semakin
rendah konsentrasi dari antibiotik maka daya hambatnya akan semakin lemah sehingga zona
yang terbentuk akan semakin kecil dan semakin tinggi konsentrasi antibiotik, maka semakin kuat
daya hambatnya sehinnga semakin besar zona bening yang terbentuk (Dwidjoseputro., 2003).
Jenis bakteri yang diuji dalam praktikum kali ini adalah E. coli (bakteri gram negatif) dan
Staphylococcus aureus (bakteri gram positif).
Uji potensi antibiotik eritromycin menunjukkan hasil tidak adanya zona bening pada kontrol
E.coli maupun Staphylococcus aureus. Sedangkan zona bening dalam konsentrasi 100 ppm,
1.000 ppm, dan 10.000 ppm pada bakteri E.coli berturut-turut adalah seluas 1,67 cm, 1,78 cm,
dan 1,82 cm. Sedangkan pada Staphylococcus aureus berurut-turut adalah 0 cm, 0,83 cm, dan
0,93 cm. Berdasarkan data yang diperoleh ini, maka dapat disimpulkan bahwa data pengamatan
telah sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi dari antibiotika
maka akan semakin besar zona yang terbentuk (Dwidjoseputro., 2003). Eritromycin bekerja
bakteriostatis terhadap terutama bakteri gram positif. Mekanisme kerjanya yakni melelui
pengikatan reversible pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi (Tjay dan
Rahardja., 2008). Akan tetapi dari hasil praktikum yang diperoleh justru menunjukkan bahwa
daya hambatnya lebih luas pada bakteri E. coli yang merupakan bakteri gram negatif. Hal ini
kemungkinan karena telah terjadinya resistensi bakteri Staphylococcus aureus terhadap
eritromycin yang disebabkan pemberian antibiotik ini yang terlalu lama dan sering, sehingga
timbul resistensi
(Tjay dan Rahardja., 2008).
Uji potensi antibiotik amoxicilin menunjukkan hasil tidak adanya zona bening pada kontrol
E.coli maupun Staphylococcus aureus. Hal ini juga terjadi pada konsentrasi 100 ppm dimana
pada kedua bakteri tidak terdapat zona bening. Hal ini menunjukkan bahwa antibiotik amoxicilin
cenderung tidak memberikan efek daya hambat pada konsentrasi yang rendah. Pada konsentrasi
1.000 ppm telah menunjukkan adanya zona bening seluas 1,37 cm pada Staphylococcus aureus
sedangkan masih belum memberikan daya hambat pada E. coli. Pada konsentrasi 10.000 ppm
zona bening terdapat pada E.coli maupun Staphylococcus aureus dengan luas berturut-turut
adalah 1,57 cm dan 5,07 cm. Berdasarkan data ini dapat dikatakan bahwa bakteri E. coli lebih
resisten terhadap aktifitas antibiotik amoxicilin dibandingkan dengan bakteri Staphylococcus
aureus karena memiliki zona hambat yang lebih kecil. Hal ini telah sesuai dengan pustaka yang
menyebutkan bahwa antibiotika amoxicilin secara in vitro aktif melawan sebagian besar bakteri
gram positif termasuk strain yang memproduksi penisilinase dan termasuk didalamnya
Staphylococcus aureus (McEvoy et al., 2002). Amoxicillin merupakan salah satu turunan
penisilin yang bekerja menghambat pembentukan dinding sel bakteri dengan cara mencegah
penggabungan asam N-asetimuramat yang dibentuk di dalam sel ke struktur mukopeptide yang
biasanya memberikan bentuk kaku pada dinding sel bakteri (Pelczar dan Chan., 2005).

Mekanisme kerja amoxicillin terhadap Staphylococcus aureus adalah dengan menhambat


biosintesis dinding sel, khususnya peptidoglikan (Lim., 1998) sedangkan pada E. coli jika
dikenai obat ini akan membentuk tonjolan-tonjolan pada dinding selnya sehingga sitoplasma
mengalir di dalamnya. Sel akan kehilangan sitoplasmanya karena lisis (Pelczar dan Chan., 2005).
Hasil percobaan ini juga telah sesuai dengan pustaka yeng menyebutkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona yang terbentuk (Dwidjoseputro.,
2003).

Uji potensi antibiotika bactoprim menunjukkan negatif terbentuknya zona bening


pada kontrol dan konsentrasi 100 ppm pada kedua bakteri. Pada konsentrasi 1.000
ppm, terdapat zona bening seluas 1,73 cm pada bakteri Staphylococcus aureus namun
belum ada zona bening pada bakteri E. coli. Pada konsentrasi 10.000 ppm terdapat
zona bening pada kedua bakteri dengan luas 2,03 cm pada Staphylococcus aureus dan
1,33 pada E. coli. Berdasarkan pustaka, maka hasil ini telah sesuai karena semakin
tinggi konsentrasi, semakin besar pula zona hambatnya (Dwidjoseputro., 2003).
Bactoprim mengandung Trimethoprim dan Sulfamethoxazole. Mekanisme kerjanya
adalah dengan menghambat sintesis asam folat pada bakteri. Struktur sulfonamida
mirip dengan para-aminobenzoic acid (PABA) dan bersaing dengan zat tersebut
selama sintesis asam folat. Sulfamethoxazole menghambat masuknya molekul PABA
ke dalam molekul Asam folat dan Trimetropim menghambat terjadinya reaksi reduksi
dari Asam dihidrofolat menjadi Tetrahidrofolat yang secara tidak langsung
mengakibatkan penghambatan enzim pada siklus pembentukan asam folat (Anonim.,
2010). Mikroba yang peka terhadap kombinasi antimikroba ini ialah
termasuk Streptococcus aureus dan E. coli (Anonim., 2010).
Uji potensi antibiotika tetracyclin menunjukkan hasil negatif terbentuknya zona
bening pada kontrol kedua bakteri. Pada konsentrasi 100 ppm terbentuk zona bening
seluas 2,1 cm pada Staphylococcus aureus sedangkan pada E. coli tidak ada zona
bening. Pada konsentrasi 1.000 ppm terdapat zona bening seluas 2,87 cm pada
Staphylococcus aureus sedangkan pada E. coli tidak ada zona bening. Pada
konsentrasi 10.000 ppm terdapat zona bening seluas 4,27 pada Staphylococcus aureus
dan 1,35 cm pada E. coli. Berdasarkan hasil ini bisa bahwa data pengamatan telah
sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi dari
antibiotika maka akan semakin besar zona yang terbentuk (Dwidjoseputro., 2003).
Selain itu, terlihat juga bahwa bakteri E. coli lebih resisten terhadap pemberian
antibiotik tetracyclin karena diameter zona hambatnya lebih kecil. Dengan kata lain,
tetracyclin lebih efektif untuk bakteri Staphylococcus aureus. Hasil ini telah sesuai
dengan pustaka yang menyebutkan bahwa tetracyclin adalah salah satu antibiotika
yang aktif melawan bakteri strain Staphylococcus dan bakteri E. coli merupakan salah
satu jenis bakteri yang resisten terhadap antibiotik ini (McEvoy et al., 2002).
Tetracyclin merupakan antibiotik berspektrum luas yang dapat menghambat sintesis
protein. Tetracyclin memasuki mikroorganisme melalui difusi pasif dan sebagian

melalui suatu proses transport aktif yang bergantung pada energi (Katzung., 2004).
Mekanisme kerja dari tetracyclin adalah menghambat sintesis protein pada mikroba
yang rentan terhadap tetracyclin dengan cara menghambat ikatan aminoasil tRNA
pada ribosom (McEvoy et al., 2002).
Uji potensi antibiotik pada chloramphenicol menunjukkan hasil negatif terbentuknya zona
bening pada kontrol kedua bakteri. Pada konsentrasi 100 ppm terbentuk zona bening seluas 1,23
cm pada Staphylococcus aureus sedangkan pada E. coli tidak ada zona bening. Pada konsentrasi
1.000 ppm terdapat zona bening seluas 1,3 cm pada Staphylococcus aureus sedangkan pada E.
coli seluas 1,56 cm. Pada konsentrasi 10.000 ppm terdapat zona bening seluas 2,8 pada
Staphylococcus aureus dan 2,4 cm pada E. coli. Berdasarkan hasil ini bisa bahwa data
pengamatan telah sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi
dari antibiotika maka akan semakin besar zona yang terbentuk (Dwidjoseputro., 2003). Dari
hasil ini juga dapat dilihat bahwa chloramphenicol cukup efektif dalam menghambat
pertumbuhan kedua bakteri. Hal ini telah sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa
chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang aktif terhadap
bakteri gram positif maupun gram negatif (Katzung., 2004). Mekanisme kerja dari
chloramphenicol dalam melawan bakteri adalah dengan cara menghambat sintesis protein
dengan cara berikatan dengan subunit 50s ribosomal dan berefek pada penghambatan
pembentukan ikatan protein (McEvoy et al., 2002).
Uji potensi antibiotik pada ampicilin menunjukkan hasil negatif terbentuknya zona bening pada
kontrol dan pada konsentrasi 100 ppm dari kedua bakteri. Pada konsentrasi 1.000 ppm terdapat
zona bening seluas 2,33 cm pada Staphylococcus aureus sedangkan pada E. coli tidak terdapat
zona bening. Pada konsentrasi 10.000 ppm terdapat zona bening seluas 4 cm pada
Staphylococcus aureus dan tidak ada zona bening pada E. coli. Berdasarkan hasil ini bisa bahwa
data pengamatan telah sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona yang terbentuk (Dwidjoseputro.,
2003). Dari hasil ini juga dapat disimpulkan bahwa antibiotik ampicilin ini tidak efektif terhadap
bakteri E. coli karena tidak adanya zona bening yang terbentuk pada selurug konsentrasi. Hal ini
tidak sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa ampicilin merupakan penisilin tahan asam
dengan spektrum kerja yang luas meliputi banyak kuman gram negatif, efektif terhadap E. coli,
H. influenza, Salmonella dan beberapa suku Proteus (Tjay dan Rahardja., 2008). Bakteri
Staphylococcus aureus sebenarnya merupakan salah satu jenis bakteri yang resisten terhadap
antibiotik ampicilin (Mc Evoy et al., 2002). Namun, apabila dibiakkan secara in vitro maka akan
terjadi hal yang sebaliknya yaitu bakteri Staphylococcus aureus menjadi sedikit rentan terhadap
antibiotik ampicilin
(Mc Evoy et al., 2002). Perbedaan ini kemungkinan juga
disebabkan karena terjadinya resistensi bakteri E. coli terhadap ampicilin yang disebabkan
pemberian antibiotik ini yang terlalu lama dan sering sehingga timbul resistensi (Tjay dan
Rahardja., 2008).
IV. KESIMPULAN
1. Metode yang digunakan dalam assei mikrobiologi adalah metode kertas saring (Kirby
dan Bauer) dan metode dAubert.

2. Pengaruh komsentrasi antibiotika terhadap pertumbuhan bakteri adalah semakin besar


konsentrasi dari antibiotika maka kemampuan antibiotika untuk menghambat atau
membunuh bakteri akan semakin besar (efektifitas kerja antibiotia meningkat).
3. Antibiotik yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri antara lain adalah
Eritromycin, Amoxicilin, Bactoprim, Tetracyclin, Chloramphenicol, dan Ampicilin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2010. Kombinasi Antimikroba.
Available at : http://www.medicastore.com/antibiotika/kombinasi_antimikroba.
Last opened : 24 April 2010.
Craig, W.A. 1998. Choosing An Antibiotic On The Basis of Pharmacodynamics. Ear NoseThroat
J. New England.
Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Jawetz, Melnick, Adelbergs. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Lim, D. 1998. Microbiology 2nd Edition. McGraw Hill. United of States America.
Mc Evoy, G.K., J.L. Miller, J. Shick and E.D. Milikan. 2002. AHFS Drug Information. American
Society of Health: USA.
Pelczar, M., E.C.S. Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
Tjay, Tann Hoan., Rahardja, Kirana. 2008. Obat-Obat Penting. Penerbit Elexmedia Komputindo.
Jakarta.
Van Saene, H.K.F, Silvestri L, De la Cal MA. 2005. Infection Control In The Intensive Care
Unit. 2nd ed. Springer. Milan.
Ramona, Y., R. Kawuri, I.B.G. Darmayasa. 2007. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Umum
Untuk Program Studi Farmasi F MIPA UNUD. Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi
Fakultas MIPA Universitas Udayana. Jimbaran.

Anda mungkin juga menyukai