Anda di halaman 1dari 7

TINGKAT PRODUKTIVITAS SALAK (Salacca edulis L.

) DAN STATUS HARA TANAH


MENURUT KETINGGIAN TEMPAT DI BALI
1)

Rubiyo1) dan Budi Sunarso2)


Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
2)
Balai Meteorologi dan Geofisika III Bali

ABSTRAK
Penelitian untuk mengetahui produktivitas salak bali pada berbagai ketinggian telah dilakukan dengan metode
survei pada tiga kecamatan (Selat, Rendang dan Bebandem) di Kabupaten Karangasem, pada kebun-kebun salak pada
lima ketinggian yang berbeda (400 500 mdpl, 501 600 mdpl; 601 700 mdpl; 701 800 mdpl dan 801-900 m dpl).
Penelitian dilaksanakan selama musim panen raya tahun 2004 (dari bulan Januari sampai April 2004). Lima pohon salak
produktif dipilih secara acak yang digunakan sebagai sampel untuk pengamatan hasil. Satu sampel pada kedalaman
tanah 20-30 cm diambil pada masing lokasi kebun disetiap ketinggian untuk analisis kesuburan tanah. Data curah hujan
dan suhu udara dikumpulkan dari stasiun meteorologi terdekat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian tempat
nyata menentukan tingkat produktivitas salak. Bobot buah tertinggi (5,73 kg pohon -1 dihasilkan oleh pohon pada
ketinggian 501-600 m dpl., yang tidak berbeda nyata dengan bobot buah(5,28 kg pohon -1) pada ketinggian 601 700 m
dpl. Hasil buah yang tinggi tersebut disebabkan oleh tingginya jumlah buah total dan jumlah tandan buah pohon -1 .Sifat
kimia tanah bervariasi tidak nyata karena perbedaan ketinggian tempat, kecuali N-total dan K-tersedia tanah. Total -N
tanah (0,15%), yang tergolong rendah, dihasilkan pada ketinggian 701-800 m dpl. K-tersedia tanah tergolong tinggi,
ditemukan pada ketinggian 400 900 m dpl. Kadar C-organik tanah (2,03%) dan P-tersedia tanah (18,29 ppm) adalah
tergolong sedang, dengan pH agak masam (6,38).Sifat fisik tanah, kecuali kadar air tanah, tidak berbeda nyata pada
ketinggian yang berbeda. Tekstur tanah pada semua ketinggian tempat tergolong lempung berpasir.
Kata kunci: Salak, ketinggian,status hara produktivutas

PENDAHULUAN
Salak (Salacca edulis L.) termasuk dalam suku palmae (Arecaceae) yang tumbuh
berumpun, merupakan tanaman asli Indonesia. Di Bali salak merupakan komoditi unggulan yang
ditetapkan secara nasional (Anonim, 1996). Kabupaten Karangasem adalah sentra tanaman salak
di Propinsi Bali dan dianggap daerah asal tanaman salak Bali, dan dari daerah ini menyebar ke
daerah-daerah lain sehingga saat ini tanaman salak Bali dapat dijumpai hampir diseluruh kabupaten
di Bali. Varietas salak Bali cukup banyak, yang didasarkan pada karakter buah (bentuk, aroma, rasa
serta warna kulit buah) atau lokasi dimana salak ditanam atau dibudidayakan. Sampai saat ini
terdapat 2 varietas salak sesuai keputusan Menteri Pertanian yaitu Salak Bali
(SK.No.585/Kpts/TP.240/7/94) dan Salak Gula Pasir (SK.No.584/Kpts/TP.240/7/94).
Luas Kabupaten Karangasem 83.954 ha terdiri atas delapan wilayah kecamatan dengan
ketinggian dari 0 m dpl sampai 3.124 m dpl (puncak Gunung Agung). Adanya Gunung Agung dan
Gunung Seraya serta adanya daerah perbukitan menyebabkan wilayah di Kabupaten Karangasem
memiliki kondisi geografis yang beragam.
Perubahan ketinggian dari wilayah dataran rendah ke dataran tinggi cukup tajam,
menjadikan Kabupaten Karangasem banyak memiliki topografi miring. Topografi miring tersebut
pada umumnya cocok untuk tanaman salak, karena topografi miring umumnya memiliki drainase
yang baik (Anonim,1996). Hal ini dikarenakan zona perakaran tanaman salak relatif dangkal dan
akarnya tidak tahan terhadap genangan air dan kekeringan. Perkebunan salak di Kabupaten
Karangasem semuanya berada di lahan kering karena pengairan tergantung sepenuhnya pada hujan,
sehingga faktor curah hujan dan tekstur tanah mempunyai peranan yang besar terhadap
pertumbuhan tanaman salak.
Tanaman salak di Kabupaten Karangasem tersebar di tujuh kecamatan dari delapan
kecamatan yang ada dan tumbuh di berbagai wilayah ketinggian dan fisik medan. Hal ini
dikarenakan Kabupaten Karangasem memiliki arkeologi yang sesuai untuk tanaman salak. Di
antara kecamatan-kecamatan di Kabupaten Karangasem, Kecamatan Rendang, Sekat dan
Bebandem merupakan sentra tanaman salak.

Sunarso (2000) menyebutkan bahwa produktivitas tanaman salak tidak sesuai dengan
kesesuaian wilayah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh ketinggian dan
kesuburan tanah terhadap produktivitas salak di tiga kecamatan tersebut.
BAHAN DAN METODOLOGI
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan survei lapang untuk memperoleh data produktivitas pada
wilayah penelitian dan pembuatan peta wilayah penelitian berdasarkan parameter yang
dipergunakan, yaitu ketinggian tempat. Beberapa parameter lain yang turut mempengaruhi
pertumbuhan salak juga diteliti, yaitu sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah. Analisis sifat kimia
tanah dan sifat fisika tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Udayana. Kadar air diukur dalam kondisi kering udara.
Wilayah ketinggian yang diteliti adalah 400 500 m dpl, 801 900 m dpl. Peta ketinggian
dan peta administrasi ditampilakn untuk menentukan wilayah yang diteliti produktivitasnya.
Setelah itu diambil 5 sampel pohon salak yang sudah menghasilkan buah pada setiap wilayah
penelitian, sehingga didapat 5 (lima) wilayah penelitian pada setiap kecamatan (Tabel 1). Metode
dalam pengambilan sampel pohon salak pada wilayah penelitian adalah random sampling.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan mengambil lokasi pada sentra
tanaman salak (Kecamatan Selat, Rendang) dari Januari 2004 s.d. April 2004, yaitu pada musim
panen raya untuk tanaman salak.
Tabel 1. Pembagian Wilayah berdasarkan ketinggian tempat ( m dpl)
WILAYAH

Kec. Rendang

Kec. Selat

Kec. Bebandem

Wilayah I
Wilayah II
Wilayah III
Wilayah IV
Wilayah V

400-500 (m dpl)
501-600(m dpl)
601-700(m dpl)
701-800(m dpl)
801-900 (m dpl)

400-500(m dpl)
501-600(m dpl)
601-700(m dpl)
701-800(m dpl)
801-900 (m dpl)

400-500(m dpl)
501-600(m dpl)
601-700(m dpl)
701-800(m dpl)
801-900 (m dpl)

Bahan dan Alat


Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
1. Pohon salak
Kriteria pohon salak yang dijadikan sampel adalah: a) pohon salak berada pada perkebunan
salak; b) usia tanaman salak > 10 tahun; c) sudah pernah berbuah.; d) pohon salak dalam
keadaan tidak diserang hama penyakit.
2. Peta Rupa Bumi Kabupaten Karangasem skala 1:25.000.
Peta Rupa Bumi yang dipergunakan adalah: (a) Peta Lereng; (b) Peta Topografi; (c) Peta
Administrasi Kabupaten; (d) Kecamatan dan Desa.
3. Software Arcview sebagai sarana pengolahan peta.
4. Global Positioning System (GPS) dan Altimeter Setting yang akan digunakan untuk mengukur
ketinggian wilayah perkebunan tanaman salak yang diteliti.
5. Timbangan dengan ketelitian mg untuk menimbang buah hasil panen.
6. Data suhu udara dari Stasiun Geofisika Kahang-Kahang pada ketinggian 140 m dpl.
7. Data curah hujan dari Pos Hujan milik BMG di wilayah Kabupaten Karangasem.

8. Cangkul dan Skop sebagai alat untuk menggali tanah dan mengaduk tanah yang akan diteliti
sifat kimia dan sifat fisiknya.
Variabel yang diamati
1. Variabel yang diamati adalah:
a) Bobot buah total pohon-1; (b) Jumlah total buah pohon-1; (c) Jumlah tangkai buah pohon-1; (d)
Jumlah tandan buah pohon-1; (e) Bobot buah-1; (f) Bobot buah panen-1; (g) kadar gula buah (%)
2. Sifat Kimia dan Sifat Fisik Tanah
Sampel tanah diambil pada kedalaman 20-30 cm pada setiap perkebunan salak yang dijadikan
sampel. Metode analisis sifat kimia tanah dan sifat fisik tanah disajikan dalam Tabel.2 dan
Tabel.3
Tabel.2. Sifat kimia tanah dan metode analisisnya
No

Jenis Analisis

Metode

1
2
3
4

Kadar C-organik tanah


Kadar N-total tanah
Kadar P-tersedia
Kadar K-tersedia

Walkley&Black
Kjeldhall
Bray-1
Bray-1

Tabel.3 .Sifat fisik tanah dan metode analisisnya


No

Jenis analisis

Metode

1
2
3

pH tanah
Tekstur
Kadar air tanah

H2O
Pipet
Kering Udara

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan asumsi bahwa kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga
kali. Penelitian pada satu kecamatan dianggap satu kali ulangan. Dengan demikian didapat tiga kali
ulangan, ulangan I pada kecamatan Rendang, ulangan II pada kecamatan Selat dan ulangan III pada
kecamatan Bebandem. Wilayah penelitian dibagi dalam 5 wilayah ketinggian dan perkebunan yang
dijadikan sampel terdapat dalam kisaran setiap wilayah ketinggian (Tabel 1).
Setiap wilayah ketinggian pada masing-masing kecamatan diambil 5 pohon salak yang
dipilih secara acak. Setiap pohon dicatat jumlah tandan dan tangkai buahnya. Panen dilaksanakan
secara bertahap sesuai dengan tingkat kematangan buah yang siap panen dan penimbangan buah
salak dilakukan setiap panen dan dihitung tangkai, tandan dan buah yang dipanen.
Sampel tanah diambil pada setiap wilayah ketinggian dan dianalis di laboratorium untuk
diamati sifat fisik dan kimia tanahnya. Pada setiap kebun dimana tanaman salak dijadikan sampel,
ditentukan lima titik yang berjauhan untuk diambil sampel tanahnya. Tanah yang diambil dari
kelima titik tersebut adalah tanah di kedalaman 20-30 cm dari permukaan, kemudian dicampur
menjadi satu dan dianalisa di laboratorium. Data hujan pada wilayah penelitian didapat dari Pos
Hujan milik BMG yang berada di desa Sidemen, Manggis, Kahang-Kahang pada ketinggian 140 m
dpl.

Analisis Data
Data dianalisis dengan metode sidik ragam (ANOVA). Apabila perlakuan (ketinggian
tempat) menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap variabel yang diamati, maka dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan untuk mencari perbedaan antar perlakuan (Gaspersz,1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian tempat berpengaruh terhadap
produktivitas. Berat buah total pohon-1 sebesar 5,731 kg diperoleh pada ketinggian 501-600 m dpl
dan sebesar 5,283 kg pada ketinggian 601700 m dpl. Produktivitas yang paling rendah adalah
sebesar 2,569 kg yaitu pada ketinggian 401500 m dpl dan 801900 m dpl (Tabel 4). Sementara itu
Anonim (1996) menunjukkan bahwa ketinggian yang paling dominan mempengaruhi tingkat
produktivitas 400700 m dpl. Dalam penelitian ini ditemukan produktivitas tertinggi adalah pada
ketinggian 501600 m dpl dan 601700 m dpl. (Tabel 4). Tingginya produktivitas salak pada 2
(dua) wilayah ketinggian tersebut berhubungan dengan jumlah tandan buah (Tabel 4 dan Tabel 5.).
sedangkan bobot rata-rata perbuah tidak berbeda nyata pada semua ketinggian tempat
Tabel.4. Rata-rata bobot buah salak total pohon-1 jumlah buah pohon-1 dan bobot buah-1 pada berbagai ketinggian
tempat di tiga lokasi.
Ketinggian tempat (m
dpl)

Bobot buah total


(kg pohon-1)

Jumlah buah
(buah pohon-1)

Jumlah tangkai buah


(tangkai pohon-1)

400-500
501-600
601-700
701-800
801-900

2,57 c
5,73 a
5,28 ab
4,28 b
2,98 c

46,87 c
94,73 a
98,07 a
75,27 b
54,800 c

1,87 a
2,86 a
2,80 a
2,33 a
2,33 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda
Duncan 5%.

Tabel. 5. Rata-rata jumlah tandan buah pohon -1, bobot buah-1, bobot buah panen-1 dan kadar gula buah pada berbagai
ketinggian tempat di tiga lokasi penelitian.
Ketinggian
tempat (m dpl)

Jumlah tandan
buah (tandan
pohon-1)

Bobot buah
(g buah-1)

Bobot buah
(kg panen-1)

Total kadar gula


buah (%).

400-500
501-600
601-700
701-800
801-900

2,66 c
4,80 a
4,60 ab
3,73 abc
3,20 bc

53,70 a
60,35 a
53,62 a
56,82 a
55,17 a

5,90 a
8,27 a
8,13 a
6,61 a
4,10 a

15,23 a
16,30 a
15,62 a
16,58 a
16,47 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda
Duncan 5%.

Rasa manis pada buah salak tidak dipengaruhi oleh ketinggian ( Tabel 5). Kadar gula buah
tidak berbeda pada semua ketinggian tempat yaitu 16,4 %. Dengan demikian rasa manis dan berat
buah tidak dipengaruhi oleh ketinggian dan kesuburan tanah. Hal ini dikarenakan kadar C-organik,
P-tersedia tidak berbeda pada semua wilayah ketinggian (Tabel 6).Kadar gula yang ditemukan
dalam penelitian ini ternyata lebih besar dibandingkan Suter (1988). Perbedaan tersebut dapat
disebabkan karena waktu pengambilan sampel, wilayah pengambilan sampel dan jenis salak yang
diambil sebagai sampel. Karena salak Bali terdiri dari banyak jenis yang mempunyai rasa manis
yang berbeda.
Komponen fisik tanah (% pasir, debu dan liat) tidak berbeda nyata pada semua ketinggian
tempat (Tabel 7 dan Tabel 8). pH tanah pada semua ketinggian tempat juga tidak berbeda nyata.
Menurut Nur_Tjahjadi (1988), tanaman salak akan tumbuh baik pada tanah dengan pH 6,0-7,0
daripada bila ditanam pada tanah asam atau basa. Hal ini menunjukkan bahwa semua wilayah

penelitian mempunyai pH tanah yang sesuai untuk tanaman salak. Diantara komponen kesuburan
tanah, kadar N-total dan kadar K-tersedia dalam tanah sangat menentukan produksi salak,
disamping kadar air tanah. Kecuali ketinggian 400-500 m dpl dengan kadar air tertinggi (8,39%)
produksi menjadi rendah (Tabel 4 dan Tabel 7). Hal ini menunjukkan tekstur tanah lempung dan
lempung berliat serta kadar air 8,39% yang terdapat pada ketinggian 400-500 m dpl. di Kecamatan
Bebandem. Tohir dan Kaslan (1981) menyebutkan jenis tanah yang paling cocok adalah tanah liat
berpasir, karena gembur dan lembab.
Tabel.6. Rata-rata kadar C-organik, P-total dan K tersedia dalam tanah pada berbagai ketinggian tempat di tiga lokasi
penelitian.
Ketinggian
tempat (m dpl)

Kadar C-organik
(%)

KadarN-total (%)

400-500
501-600
601-700
701-800
801-900

1,68 a
1,94 a
1,93 a
2,57 a
2,04 a

0,09 b
0,10 b
0,13 ab
0,15 a
0,09 b

Kadar P-tersedia
(ppm)
20,90 a
11,24 a
38,14 a
9,95 a
11,24 a

Kadar K-tersedia
(ppm)*
260,55 ab
159,22 bc
326,22 a
78,80 cd
60,25 d

Tabel.7. Rata-rata pH dan kadar air tanah pada berbagai ketinggian tempat di tiga lokasi penelitian
Ketinggian tempat
(m dpl)

pH tanah

Kadar air tanah dalam kering


udara (%)

400-500
501-600
601-700
701-800
801-900

6,28 a
6,55 a
6,29 a
6,51 a
6,26 a

8,39 a
7,10 ab
5,73 abc
3,92 c
4,75 bc

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda
Duncan 5%.

Tabel.8

Rata-rata presentase pasir, debu dan liat dalam tanah pada berbagai ketinggian tempat di tiga lokasi
penelitian.

Ketinggian
tempat (m dpl)

Pasir (%)

Debu (%)

Liat (%)

Tekstur

400-500
501-600
601-700
701-800
801-900

35,04 a
49,34 a
60,67 a
64,77 a
53,77 a

42,43 a
30,75 a
25,04 a
25,22 a
39,30 a

22,53 a
19,91 a
14,28 a
10,02 a
6,94 a

Lempung
Lempung berpasir
Lempung berpasir
Lempung berpasir
Lempung berpasir

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda
Duncan 5%.

Wilayah ketinggian yang lebih tinggi mengalami curah hujan yang lebih banyak
dibandingkan dengan yang lebih rendah dengan kemiringan yang tajam sangat memungkinkan
terjadinya erosi yang menghanyutkan unsur hara. Hal ini disebabkan karena awan konvektif yang
mengakibatkan tumbuhnya hujan mudah terbentuk dengan adanya daerah pegunungan. Kemiringan
dominan pada wilayah penelitian adalah >40% yang sebagian besar terletak di lereng Gunung
Agung seluas 61,78% dan yang terkecil pada kemiringan lereng 02% hanya sebesar 3,11% dari
wilayah penelitian (Kecamatan Selat, Bebendem dan Rendang).
Pola hujan di wilayah ekuator umumnya memiliki pola monsoon, dimana terdapat dua
puncak maksimum dan satu puncak minimum. Walaupun pada ketinggian yang berbeda dan
memiliki pola yang sama, jumlah rata-rata curah hujan bulanan berbeda pada masing-masing
ketinggian. Dari rata-rata curah hujan bulanan selama 20 tahun (1981-200), Desa Besakih (900 m
dpl.) memiliki bulan basah 12 bulan dengan hujan minimum pada bulan Agustus sebesar 80 mm.
bulan-1, Singarata (520 m dpl.) memiliki bulan basah 12 bulan dengan minimum pada bulan Juli

sebesar 88 mm. bulan-1 dan Duda (543 m dpl.) memiliki 12 bulan basah dengan minimum pada
bulan Agustus sebesar 124 mm bulan-1. Apabila menggunakan kriteria Pramudya (1998) (bulan
basah adalah >75 mm. bulan-1 dan bulan kering <75 mm. bulan-1) dan Oldeman (bulan basah adalah
>80 mm. bulan-1 dan bulan kering <80 mm. bulan-1) maka semua wilayah penelitian termasuk
memiliki bulan basah sepanjang tahun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Ketinggian tempat hanya berpengaruh nyata terhadap berat buah total pohon -1, jumlah buah
total pohon-1, jumlah tandan buah pohon-1, kadar K-tersedia dalam tanah dan kadar air tanah.
berat buah total tertinggi (28,655 kg pohon -1 dan 26,413 kg pohon-1) masing-masing dihasilkan
pada ketinggian 501-600 m dpl. dan 601-700 m dpl. Pada ketinggian tersebut dihasilkan jumlah
buah total dan jumlah tandan buah pohon-1 yang paling tinggi.
2. Komponen sifat kimia tanah pada masing-masing ketinggian tempat berbeda tidak nyata,
kecuali kadar N-total dan kadar K-tersedia dalam tanah. Kadar C-organik (2,03%) dan Ptersedia (18,29 ppm) dalam tanah tergolong sedang. Kadar N-total dalam tanah tertinggi
(0,15%) pada ketinggian 701-800 m dpl. adalah tergolong rendah. Kadar K-tersedia dalam
tanah pada ketinggian 400-900 m dpl. adalah tergolong tinggi (260,55-326,22 ppm). Rata-rata
pH tanah adalah 6,38 (agak masam).
3. Komponen sifat fisik tanah pada masing-masing ketinggian tempat berbeda tidak nyata, kecuali
kadar air tanah. Kadar air tanah pada ketinggian 400-700 m dpl. adalah lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar air pada tempat >700 m dpl. Tekstur tanah tergolong lempung
berpasir (52,72% pasir, 32,55% debu dan 14,74% liat).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan:
1. Perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari pengaruh lereng terhadap produktivitas salak di
tiga wilayah penelitian tersebut.
2. Perlu dilakukan penelitian pemupukan, terutama pupuk N dan K terhadap produksi salak
mengingat petani di wilayah penelitian tersebut tidak pernah melakukan pemupukan pada
tanaman salaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1997. Buah-buahan, Proyek Sumberdaya Ekonomi, Lembaga Biologi Nasional LIPI
Bogor. Yogyakarta: Balai Pustaka. 24 hal.
Anonim. 1996. Laporan Survei Potensi Wilayah Pengembangan Komoditi Salak di Bali, Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Daerah Tingkat I Bali. 35. hal.
Anonim. 1996. Laporan Laporan Pertanian Tanaman Pangan Tahun 1996,
Tanaman Pangan Kabupaten Daerah Tingkat II Karangasem.

Dinas Pertanian

Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan 1 dan 2. Bandung: Transito.
Nur-Tjahyadi. 1998. Bertanam Salak. Yogyakarta: Kanisius. 37. hal.
Suter, I.K.1988. Telaah Sifat Buah Salak asal Bali sebagai dasar pembinaan mutu hasil (Desertasi).
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sunarso, Budi. 2000. Kesesuaian wilayah Terhadap Produktivitas Salak di Karangasem Bali
(skripsi) S1 jurusan geografi FMIPA Universitas Indonesia. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Tohir,Kaslan, A. 1981. Pedoman Bercocok Tanam Buah-buahan. Jakarta: Pradnya Paramita. 46.
hal.

Anda mungkin juga menyukai